Anda di halaman 1dari 10

LOMBA ESSAI NASIONAL

INVENTSY ESSAY COMPETITION (INSACOM) 2022


JUDUL ESSAY

DISUSUN OLEH:
Farhanah Aisha Mardatillah

SMAN 2 BONDOWOSO
BONDOWOSO
2022
Indonesia saat ini sudah menjadi negara yang
bertransformasi menuju negara maju.  Dengan salah satu negara
berpopulasi tinggi di dunia jumlah penduduk usia produktif (15
hingga 64 tahun) yang sangat besar. Dengan banyaknya usia
produktif dibandingkan usia non produktif menyebabkan
timbulnya bonus demografi. Menurut para ahli yang salah
satunya yaitu (Aulia Rahmanul Arby, Husnul Hadi, 2019)
bahwa Bonus Demografi tersebut merupakan suatu keuntungan
ekonomis yang disebabkan menurunnya rasio ketergantungan
jumlah penduduk, sebagai hasil fertilitas jangka panjang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang
mendefenisikan dari Bonus Demografi tersebut merupakan
istilah peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu
negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk
produktif. Bonus demografi perlu diperhatikan siapa pun,
termasuk generasi milenial.
Melihat data (BPS Nasional) yang dikeluarkan oleh Sensus
Penduduk 2020 yang mencatat terdapat 270,2 juta jiwa di
Indonesia. Total penduduk Indonesia di dominasi oleh generasi
Z dari kelahiran 1997 sampai 2012 sebesar 27,94 persen atau
74,93 juta jiwa, sementara itu milenial dari kelahiran 1981
sampai 1996 sebesar 25,87 persen atau 69,38 juta jiwa dan
generasi X dari kelahiran 1965 sampai 1980 sebesar 21,87
persen atau 58,65 juta jiwa. Data tersebut sudah jelas
menunjukkan bahwasannya Indonesia memiliki generasi
penerus yang sangat banyak dan mendominasi jumlah
keseluruhan penduduk Indonesia. Dengan itu, perlunya
membangun Sumber Daya Manusia (SDM) untuk bisa bersaing
di kancah internasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa SDM
adalah faktor penting penentu daya saing suatu negara, namun
pengertian SDM tidak dalam artian jumlah, tapi lebih pada
kualitas. Inilah yang menjadi penjelas mengapa negara-negara
dengan SDM yang tersedia melimpah namun tidak mempunyai
daya saing yang tinggi, karena kualitasnya yang masih rendah.
Berdasarkan global competitiveness report tahun 2019 oleh
World Economic Forum, dalam jurnal ilmiahnya (Ningrum,

1
2016) peringkat daya saing Indonesia berada pada tingkat 50
dari 141 negara. Hal ini masih sedikit dibawah Malaysia dan
Thailand. Serta Singapura yang berada di peringkat pertama.

Penyebab dari rendahnya SDM yaitu kurangnya sarana dan


fasilitas yang disediakan oleh pemerintah sendiri terutama dari
segi pendidikan, serta kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya sekolah bagi masa depan seorang anak (Fahmy et
al., 2021). Karna indikator dalam menentukan SDM dapat
dilihat dari rata-rata tingkat pendidikan anggota
masyarakatnya dan juga kualitas pendidikannya. Dalam
ketertinggalan kualitas SDM kita sekarang ini, kita juga
dihadapkan untuk harus berjuang keras menghadapi persaingan
global yang sudah mulai intens. Kalau kita tidak mampu
bersaing maka akan tersingkir dengan sendirinya. Pendidikan
nasional di Indonesia yang diselenggarakan melalui jalur
formal, non-formal dan informal menjadi harapan untuk
peningkatan SDM(Tj, 2019). Untuk menjadi Indonesia yang
lebih maju diperlukan revitalisasi dan penguatan karakter SDM
yang kuat. Salah satu aspek yang dapat dilakukan untuk
mempersiapkan karakter SDM yang kuat adalah melalui
pendidikan (Subakti et al., 2021).

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam


meningkatkan sumber daya manusia yang handal.  Pendidikan
adalah serangkaian proses belajar yang harus dilalui oleh
setiap orang untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Bahkan, Pendidikan memerlukan SDM berkualitas untuk
melaksanakan perannya dalam melayani kebutuhan pendidikan
masayarakat (Ndasung, 2021). Kebutuhan pendidikan tersebut
meliputi kebutuhan yang bersifat praktis situasional maupun
bersifat prediktif antisipatif bagi transformasi sosial. SDM
yang berkualitas yang dibutuhkan diperoleh melalui proses,
sehingga dibutuhkan suatu program pendidikan dan pelatihan

2
untuk mempersiapkan dan pengembangan kualitas SDM yang
sesuai dengan transformasi sosial. Namun, ditengah proses
dibangunnya SDM berkualitas melalui pendidikan, dunia
dihadapi dengan kondisi penyebaran virus di berbagai negara.

Sebab, Pada 31 Desember 2019 muncul kasus serupa


dengan pneumonia yang tidak diketahui di Wuhan, China
(Aulia Rahmanul Arby, Husnul Hadi, 2019) . Kasus tersebut di
akibatkan oleh virus corona atau yang dikenal dengan COVID-
19 (Corona Virus Desese-2019). Karakteristik virus ini adalah
kecepatan penyebaran yang tinggi. Dengan itu, hampir
sebagian besar negara yang terpapar virus tersebut meliburkan
dan memindahkan aktivitas belajar siswa sekolah ke rumah.
Siswa melakukan aktivitas belajar dari rumah sebagai
pengganti siswa tidak dapat belajar di sekolah. Hal ini
dilakukan sebagai jalan untuk memutus mata rantai penyebaran
Covid-19 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP)
no. 2 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease
2019 (Covid-19) dan Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan kadaruratan Kesehatan
Masyarakat Corona Virus Desease 2020 (Covid-19) Sementara
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Menerbitkan dua surat
edaran terkait pencegahan dan penanganan virus tersebut, yang
pertama surat edaran no. 2 tahun 2020 tentang penanganan dan
pencegahan Covid-19 dilingkungan kemendikbud dan surat
edaran no. 3 tahun 2020 tentang pencegahan covid 19 pada
satuan pendidikan. Krisis kesehatan yang diakibatkan oleh
wabah covid-19 telah melahirkan pembelajaran yang berbasis
online di seluruh belahan dunia sampai saat ini hingga pandemi
covid-19 berakhir (Fahmy et al., 2021). Para elemen dalam
pembelajaran yang akan berlangsung secara online seperti guru
dan pendidik, diharuskan melakukan sebuah transmisi besar-

3
besaran yang sebelumnya memang belum pernah dilakukan dari
pendidikan tatap muka tradisional ke pendidikan berbasis
online atau jarak jauh.

Kondisi yang tidak terpikirkan sebelumnya, membuat


siswa berusaha adaptasi dengan sistem pembelajaran baru.
Sistem pembelajaran yang beralih ke online dengan berbasis
pembelajaran teknologi yang memungkinkan materi
pembelajaran yang dipersonalisasi sesuai kemampuan siswa
dinilai bisa menjadi solusi untuk mengatasi kesenjangan
pendidikan (learning gap) di Indonesia. Meskipun adanya
m e t o d e l e a r n i n g g a p , d i s i s i l a i n t e r d a p a t d a m p a k s o s i a l n e g a ti f
berkepanjangan yang muncul pada siswa, salah satunya
adalah learning loss. Learning loss adalah hilangnya pengetahuan
dan kemampuan siswa, baik secara s p e s i fi k atau umum dari
b e r b a g a i f a k t o r . I s ti l a h i n i m e m p u n y a i a r ti s e b a g a i k e m u n d u r a n
secara akademis yang berkaitan dengan kesenjangan yang
berkepanjangan atau proses pendidikan yang berlangsung secara
ti d a k b a i k . D a l a m P a n d u a n P e n y e l e n g g a r a a n P e m b e l a j a r a n d i M a s a
Pandemi COVID-19, learning loss sebagai salah satu bentuk
penurunan capaian belajar. Selama pandemi, pendidikan berjalan
secara daring di mana terjadi kesenjangan akses dan kualitas
pembelajaran. Hal inilah yang menyebabkan munculnya  learning
loss  dan capaian belajar siswa yang menurun. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh terganggunya proses pendidikan formal.
Dalam setahun ini, 75% sekolah di seluruh dunia, sempat bahkan
masih belum membuka kembali pembelajaran tatap muka

Hanya sekitar 28% yang menyatakan bahwa anak mereka


belajar dengan menggunakan media daring baik menggunakan
media konferensi belajar maupun menggunakan aplikasi
belajar online.

4
G a m b a r 1 : Persentase metode belajar online versus offline selama belajar dari rumah

Sebaliknya, penggunaan media belajar  offline dengan


menggunakan buku dan lembar kerja siswa adalah metode yang
dominan (66%) digunakan oleh guru. Sisanya, yaitu sekitar 6%
orang tua mengatakan tidak ada pembelajaran selama siswa
diminta belajar dari rumah. Sebuah studi menemukan bahwa
pembelajaran tatap muka secara langsung bisa menghasilkan
pencapaian akademik yang lebih baik dari pada saat
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Jika tidak dilakukannya
pembelajaran tatap muka memberikan pengaruh yang kurang
baik terhadap motivasi belajar. Ketika biasanya dilakukan
pembelajaran tatap muka, mereka menganggap diperhatikan
atau diawasi secara langsung dan jelas, sehingga tingkat
keinginan belajar relatif lebih terjaga. Namun dengan kondisi
yang seperti sekarang ini, kesadaran akan keinginan belajar
pun menurun. Pembelajaran tatap muka dirasa lebih efektif
karena akan lebih terkontrol melalui afirmasi positif yang
diberikan oleh tenaga pengajar, meski semangat belajar
terbilang fluktuatif

5
Berbagai permasalahan dan perubahan menyebabkan
terganggunya pendidikan siswa, dan berakhir pada
munculnya learning loss. Siswa mengalami kemunduran
kemampuan dalam proses belajar dan memahami informasi.
Selain itu, akibat dari perubahan sistem pengajaran berimbas
pada semangat dan motivasi untuk belajar menurun, terkikis
secara perlahan. Teknologi yang maju seperti sekarang
seharusnya dapat meningkatkan motivasi untuk belajar, namun
sayangnya keadaan pandemi seperti sekarang sangat
mempengaruhi motivasi dalam belajar bukannya mempengaruhi
menjadi lebih baik tetapi berpengaruh pada penurunan motivasi
belajar Motivasi belajar adalah dorongan dalam diri seseorang
untuk belajar sesuai dengan keinginannya untuk mencapai
suatu tujuan. Adanya motivasi belajar akan menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan pada
arah kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subjek belajar itu dapat tercapai (Anisa et al., 2021). Namun,
dampak Covid-19 dapat kita rasakan sebagai siswa karena
pembelajaran yang seharusnya kita lakukan secara tatap muka,
dialihkan dengan melalui virtual meeting seperti zoom meeting
ataupun google meet.

Sebelum pembelajaran seperti ini kegiatan pembelajaran


sempat terhenti dan keadaan itu berpengaruh terhadap motivasi
para siswa dalam belajar. Motivasi belajar menurun drastis,
karena pada saat dirumah hampir semua orang yang dilakukan
hanya bermalas-malasan tidak diisi dengan kegiatan
bermanfaat ataupun sekedar belajar mandiri. Turunnya
motivasi belajar siswa akan berakibat juga pada penurunan
daya tarik literasi. Sebelumnya menurut fakta UNESCO
menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi
dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data

6
UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat
memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang
Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Dalam riset
dengan tajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang
dilakukan oleh Central Connecticut State University pada
tahun 2016 lalu, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61
negara dengan tingkat literasi yang rendah (Pratiwi, 2021).

Gambar 2: Peringkat literasi Indonesia

Sedangkan tingkat literasi pada peringkat yang pertama


ditempati oleh Negara Finlandia (hampir 100%). Data ini
menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal jauh dari
Singapura maupun Malaysia dalam hal minat baca. Kondisi ini
sangat memprihatinkan, karena rendahnya tingkat minat baca
siswa membuktikan bahwa Indonesia belum optimal dalam
mengembangkan proses pendidikan. Untuk m e n g o p ti m a l k a n
proses pengembangan pendidikan di perlukan solusi untuk

7
m e n i n g k a t k a n d a y a l i t e r a s i d a n m o ti v a s i s i s w a . L i t e r a s i s e n d i r i
d a p a t d i a r ti k a n s e b a g a i p e n g e t a h u a n a t a u k e t e r a m p i l a n d a l a m
bidang atau a k ti v i t a s tertentu, Literasi juga a r ti n y a adalah
kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan
untuk kecakapan hidup. melalui kemampuan berbahasa yaitu yang
mencakup kemampuan dalam menulis, berbicara, menyimak, dan
kemampuan berpikir lainnya.

Untuk menanggapi permasalahan literasi di Indonesia,


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek) membuat kebijakan mencanangkan
Kurikulum Merdeka yang sebelumnya disebut dengan
kurikulum prototype. Bahkan, literasi menjadi fokus utama
dalam pengembangan Kurikulum Merdeka tentu saja selain
keterampilan numerasi. Keterampilan Literasi merujuk pada
kemampuan dan keterampilan seorang dalam membaca,
menulis, menghitung dan memecahkan masalah pada keahlian
tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari. Selain
dari kebijakan pemerintah, terdapat opsi lain dengan
diadakannya gerakan sosialisasi yaitu “Gerakan Pelita
(Pentingnya literasi)” gerakan ini diikuti oleh setiap sekolah
tingkat pertama dan menengah. Sosialiasi ini menjelaskan
dampak negatif jika tidak adanya literasi bagi siswa. Dampak
negatif yang membuat banyak generasi yang pemalas, tidak
memiliki pengetahuan yang luas sehingga tidak dapat bersaing
dengan daerah lain maupun negara luar. Bahkan yang paling
sering adalah bahwa masyarakat Indonesia masih mudah
termakan oleh berita yang belum tentu kebenarannya kemudian
menyebarkannya atau bisa disebut juga dengan berita hoax. Di
opsi kedua, adanya kegiatan reading day yang diikuti oleh
siswa tingkat dasar yang dilaksanakannya di hari sabtu.
Kegiatan reading day dilakukan di masing-masing perpustakaan
sekolah. Namun sebelum itu, harus memaksimalkan

8
perpustakaan sekolah dengan melengkapi buku-buku yang
sesuai dengan ketertarikan siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Anisa, A. R., Ipungkarti, A. A., & Saffanah, K. N. (2021). Pengaruh
Kurangnya Literasi serta Kemampuan dalam Berpikir Kritis yang
Masih Rendah dalam Pendidikan di Indonesia. Current Research
in Education Series Journal, 01(1), 1–12.
Aulia Rahmanul Arby, Husnul Hadi, F. A. (2019). Keefektifan
Budaya Literasi terhadap Motivasi Belajar. Mimbar PGSD
Undiksha, 7(3), 181–188.
Fahmy, Z., Purwo Yudi Utomo, A., Edy Nugroho, Y., Tetty Maharani,
A., Akhla Alfatimi, N., Izmi Liyana, N., Galih Kesuma, R., & Titi
Wuryani, dan. (2021). Dampak Pandemi Covid-19 terhadap
Minat Baca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Sastra Indonesia, 10(2),
121–126. https://doi.org/10.15294/jsi.v10i2.48469
Ndasung, D. J. (2021). Pendidikan di Indonesia Pada Masa Pandemi
Covid-19. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(2), 3014–3018.
https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/1334
Ningrum, E. (2016). Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang
Pendidikan. Jurnal Geografi Gea, 9(1).
https://doi.org/10.17509/gea.v9i1.1681
Pratiwi, S. H. (2021). Upaya Meningkatkan Literasi Membaca Di
Masa Pandemi Melalui Kegiatan Seminggu Sebuku. Fitrah, 3(1),
27–48.
Subakti, H., Oktaviani, S., & Anggraini, K. (2021). Implementasi
Gerakan Literasi Sekolah Pada Masa Pandemi Covid-19 Dalam
Meningkatkan Minat Baca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Basicedu, 5(4), 2489–2495.
https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/1209
Tj, H. W. (2019). Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia
(Menghadapi Asean-China Free Trade Area). Ilmiah Manajemen
Bisnis, 155–160.

Anda mungkin juga menyukai