Anda di halaman 1dari 53

-1-

BUPATIMOJOKERTO
PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO


NOMOR 14 TAHUN 2015
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG
BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN GEDEG
TAHUN 2015–2035

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MOJOKERTO,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (3)


Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 9 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mojokerto Tahun 2012-2032, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Gedeg Tahun 2015-2035;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 1950 Nomor 41), juncto Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II
Surabaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2730);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3046);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419);
-2-

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang


Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4247);
8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4722);
10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4724);
12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
13. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4746);
14. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
15. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
16. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
17. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
18. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
19. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
-3-

Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 5068);
20. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5188);
21. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5214);
22. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
23. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5280);
24. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5492);
25. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pemanfaatan
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4161);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang
Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4242);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang
Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4502);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4490);
-4-

31. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4532);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4761);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang
Pemberian Insentif dan Kemudahan Bidang Penanaman
Modal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4861);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4987);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5004);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Konservasi Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5083);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086);
-5-

43. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang


Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5098);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5185);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta
Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5221);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang
Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah;
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5393);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5468);
50. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern;
51. Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
30 Tahun 2015;
52. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan;
53. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan;
54. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang;
55. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun
2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan
Bencana Longsor;
-6-

56. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun


2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;
57. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun
2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah
Permukiman (KSNP-SPALP);
58. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun
2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta Rencana
Rincinya;
59. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12 Tahun
2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Wilayah Perkotaan /
Kawasan Perkotaan;
60. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13 Tahun
2009 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan
Ruang;
61. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung
Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah;
62. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009
tentang Petunjuk Teknik Tata Cara Kerjasama Daerah;
63. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27
Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis;
64. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009
tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
65. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika
dan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor
18/2009, 07 / PRT / M / 2009, 19 / PER /
M.KOMINFO/03/2009 dan 3/P/2009 tentang Pedoman
Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara
Telekomunikasi;
66. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan
Telekomunikasi;
67. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14 Tahun
2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang;
68. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun
2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan;
69. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun
2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan
Bagian-Bagian Jalan;
70. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010
tentang Pedoman Pengelolaan Sampah;
71. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun
2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jalan Khusus;
72. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 36 Tahun 2011
tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan antara
Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain;
-7-

73. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 43 Tahun 2011


tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional;
74. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun
2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;
75. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2012
tentang Batas Daerah Kabupaten Mojokerto dengan
Kabupaten Jombang;
76. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012
tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
77. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012
tentang Pedoman Penetapan Batas Daerah;
78. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.02/2013
tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
79. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M–DAG/PER/
12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 56/M-DAG/PER/9/2014;
80. Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2015
tentang Izin Lokasi;
81. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 08/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis
Sempadan Jaringan Irigasi;
82. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 75 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak lalu Lintas;
83. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun
2003 tentang Pengelolaan Hutan di Jawa
Timur(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
2003 Nomor 1 Seri E);
84. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Nomor 1 Seri
E);
85. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun
2008 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar
Tradisional, dan Penataan Pasar Modern di Provinsi Jawa
Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
2008 Nomor 2 Seri E);
86. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun
2010 tentang Pengelolaan Sampah Regional Jawa Timur
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
Nomor 4 Seri E);
87. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
2012 Nomor 3 Seri D);
-8-

88. Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2013 tentang


Mekanisme Pemberian Persetujuan Substansi Rancangan
Perda Kabupaten/Kota tentang Rencana Detail Tata
Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Kabupaten/Kota;
89. Peraturan Gubernur Nomor 20 Tahun 2014 tentang
Petunjuk Teknis Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum;
90. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 80 Tahun 2014
tentang Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Pengendalian
Ketat Skala Regional di Provinsi Jawa Timur;
91. Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 2 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Kebersihan dan Pertamanan;
92. Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 14 Tahun
2011 tentang Penanggulangan Bencana; dan
93. Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 9 Tahun
2012 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mojokerto
Tahun 2012-2032.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO


dan
BUPATI MOJOKERTO

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL TATA


RUANG BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN GEDEG TAHUN
2015–2035.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Mojokerto.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten
Mojokerto.
3. Bupati adalah Bupati Mojokerto.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Mojokerto sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
6. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola
ruang.
7. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
-9-

ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki


hubungan fungsional.
8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi
daya.
9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata
ruang.
10. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat
RTRW adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah
Kabupaten Mojokerto.
11. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat
RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata
ruang wilayah kabupaten yang dilengkapi dengan
peraturan zonasi kabupaten.
12. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang
meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang.
14. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
15. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana
tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
16. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan/atau aspek fungsional.
18. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai
perangkat daerah di Kabupaten/Kota.
19. Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat
BWP adalah bagian dari Daerah dan/atau kawasan
strategis Daerah yang akan atau perlu disusun rencana
rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang
ditetapkan di dalam RTRW Kabupaten Mojokerto yang
bersangkutan, dan memiliki pengertian yang sama
dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
20. Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disebut
Sub BWP adalah bagian dari BWP yang dibatasi dengan
batasan fisik dan terdiri dari beberapa blok, dan memiliki
pengertian yang sama dengan sub zona peruntukan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang.
21. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-
kurangnya oleh batasan fisik yang nyata seperti jaringan
jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara
tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau yang belum
- 10 -

nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana


jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan
rencana kota, dan memiliki pengertian yang sama
dengan blok peruntukan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
22. Sub blok adalah pembagian fisik di dalam satu blok
berdasarkan perbedaan sub zona.
23. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan
karakteristik spesifik.
24. Zona Industri adalah kawasan atau area kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri.
25. Sub zona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki
fungsi dan karakteristik tertentu yang merupakan
pendetailan dari fungsi dan karakteristik pada zona yang
bersangkutan.
26. Sub zona Aneka Industri adalah bagian dari zona
industri yang menghasilkan beragam kebutuhan
konsumen dibedakan ke dalam 4 golongan, yaitu Aneka
pengolahan pangan, Aneka pengolahan sandang, Aneka
kimia dan serat dan Aneka bahan bangunan yang
mengolah aneka bahan bangunan.
27. Sub zona Industri Besar adalah bagian dari zona industri
yang mempunyai ciri adanya penggunaan bahan mentah
dalam jumlah banyak, menggunakan mesin-mesin berat
dan modern, barang-barang yang dihasilkan juga banyak
dan besar, lebih banyak menggunakan tenaga mesin
daripada tenaga manusia, serta banyaknya tenaga kerja
100 orang atau lebih
28. Sub zona Industri Menengah adalah bagian dari zona
industri yang mempunyai ciri adanya penggunaan
bahan mentah dalam jumlah cukup banyak dan ringan,
modal lebih besar daripada industri kecil, sudah
menggunakan teknologi yang cukup tinggi tetapi masih
banyak menggunakan tenaga manusia serta banyaknya
tenaga kerja 20-99 orang.
29. Sub zona Sabuk Hijau adalah bagian dari zona RTH yang
berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk
membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan
(batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau
membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar
tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor
lingkungan sekitarnya.
30. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama
lindung atau budidaya.
31. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber
daya buatan.
32. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk di budidayakan atas dasar
- 11 -

kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya


manusia, dan sumber daya buatan.
33. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
34. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan
kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola
oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki
Izin Usaha Kawasan Industri.
35. Jaringan adalah keterkaitan antara unsur yang satu dan
unsur yang lain.
36. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan
yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat
pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki.
37. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap, dan
perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan
tanah, di bawah permukaan tanah, dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori,
dan jalan kabel.
38. Utilitas Umum adalah kelengkapan sarana pelayanan
lingkungan yang memungkinkan permukiman dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, mencakup sistem
penyediaan air bersih, sistem drainase air hujan, sistem
pembuangan limbah, sistem persampahan, sistem
penyediaan energi listrik, sistem jaringan gas, sistem
telekomunikasi dan lain-lain.
39. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang
menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik
serta usaha penunjang tenaga listrik.
40. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman
dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi
melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem
elektromagnetik lainnya.
41. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat
TPA adalah tempat untuk memproses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara
aman bagi manusia dan lingkungan.
42. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya
disingkat TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut
ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau
tempat pengolahan sampah terpadu.
43. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis.
- 12 -

44. Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik


geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis,
sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai
kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
45. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta
jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara
dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang
pengalirannya oleh garis sempadan.
46. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan
saluran/sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran
irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
47. Garis Sempadan adalah garis batas luar pengaman
untuk mendirikan bangunan dan/atau pagar yang
ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi
luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki
tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel
kereta api, jaringan tenaga listrik, dan pipa gas.
48. Garis Sempadan Sungai adalah garis batas luar
pengamanan sungai.
49. Ruang manfaat jalan (Rumaja) adalah ruang sepanjang
jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman
tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan
digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan, dan
ambang pengamannya.
50. Ruang milik jalan (Rumija) adalah ruang manfaat jalan
dan sejalur tanah tertentu diluar ruang manfaat jalan
yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran
jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa datang serta
kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan dan
dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu.
51. Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) adalah ruang
tertentu diluar ruang milik jalan yang penggunaannya
diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu
pandangan bebas pengemudi, konstruksi jalan, dan
fungsi jalan.
52. Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari
satu jaringan irigasi.
53. Penggunaan Lahan adalah fungsi dominan dengan
ketentuan khusus yang ditetapkan pada suatu kawasan,
blok peruntukan, dan/atau persil.
54. Kawasan Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang
terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan,
penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan
dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan,
serta peran masyarakat.
55. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
- 13 -

56. Perdagangan adalah kegiatan usaha transaksi barang


atau jasa seperti jual beli, sewa menyewa yang dilakukan
secara berkelanjutan dengan tujuan pengalihan hak atas
barang atau jasa dengan disertai imbalan atau
kompensasi.
57. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH
adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
58. Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki
dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten
yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara
umum.
59. Ruang terbuka hijau privat adalah, adalah RTH milik
institusi tertentu atau orang perseorangan yang
pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain
berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan
60. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang
bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di
dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara
maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota
oleh pejabat yang berwenang.
61. Taman Kecamatan adalah lahan terbuka yang berfungsi
sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif,
edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan
kecamatan. RTH kecamatan dapat dimanfaatkan oleh
penduduk untuk melakukan berbagai aktivitas di dalam
satu kecamatan
62. Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta
elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang
milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang
pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau
karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman
yang pada umumnya berwarna hijau.
63. Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki
tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu
penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan
aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.
64. Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat
RTNH adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang
tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang
diperkeras maupun yang berupa badan air.
65. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah,
dan Pemerintah Daerah.
66. Pengaturan Zonasi adalah ketentuan tentang persyaratan
pemanfaatan ruang sektoral dan ketentuan persyaratan
pemanfaatan ruang untuk setiap blok/zona peruntukan
yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
67. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur
tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona
- 14 -

peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana


rinci tata ruang.
68. Intensitas Ruang adalah besaran ruang untuk fungsi
tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan
koefisien lantai bangunan, koefisien dasar bangunan dan
ketinggian bangunan tiap bagian kawasan kabupaten
sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam
pembangunan kabupaten.
69. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat
KDB adalah bilangan pokok atas perbandingan antara
luas lantai dasar bangunan dengan luas
kapling/pekarangan.
70. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat
KLB adalah bilangan pokok atas perbandingan antara
total luas lantai bangunan dengan luas
kapling/pekarangan.
71. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH
adalah angka persentase perbandingan antara luas
seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang
diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas
tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan RTBL.
72. Tinggi Bangunan adalah jarak antara garis potong
mendatar/horizontal permukaan atap dengan muka
bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah
bawah.
73. Jarak antar bangunan adalah jarak antara satu bidang
bangunan dengan bangunan lain di sebelahnya.
74. Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian
petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta
api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan
jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya
yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api.
75. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan
dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
76. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar
penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
77. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang.
78. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang yang
selanjutnya disingkat PPNS Penataan Ruang, adalah
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana Penataan Ruang.
79. Kerja Sama Antar Daerah (KSAD) adalah kesepakatan
antara Gubernur dengan Gubernur atau Gubernur
dengan Bupati/Walikota atau antara Bupati/Walikota
dengan Bupati/Walikota lain yang dibuat secara tertulis
dan menimbulkan hak dan kewajiban.
- 15 -

BAB II
ASAS, SASARAN DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Asas yang digunakan dalam RDTR BWP Gedeg meliputi :
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. perlindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas.

Bagian Kedua
Sasaran
Pasal 3
Sasaran dari RDTR BWP Gedeg adalah sebagai berikut :
a. menciptakan keselarasan, keserasian, keseimbangan
antar lingkungan permukiman dalam Kawasan
Perkotaan Gedeg ;
b. mewujudkan keterpaduan program pembangunan antar
kawasan maupun dalam Kawasan Perkotaan Gedeg;
c. terkendalinya pembangunan kawasan strategis dan
fungsional daerah, yang dilakukan pemerintah,
masyarakat dan swasta;
d. mendorongnya investasi masyarakat di dalam BWP
Gedeg; dan
e. terkoordinasinya pembangunan kawasan antara
pemerintah, masyarakat dan swasta.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
(1) Ruang Lingkup BWP Gedeg meliputi:
a. Desa Pagerluyung dengan luas ±132hektar;
b. Desa Gedeg dengan luas ±94,6 hektar;
c. Desa Jerukseger dengan luas ±167,2 hektar;
d. Desa Bandung dengan luas ±155,6 hektar;
e. Desa Gempolkerep dengan luas ±133,5 hektar;
f. Desa Gembongan dengan luas ±200,9 hektar; dan
g. Desa Ngares Kidul dengan luas ±172,4 hektar.
(2) Batas-batas administrasi BWP Gedeg meliputi:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Kemlagi;
b. Sebelah Selatan : Kota Mojokerto dan Kabupaten
Jombang;
c. Sebelah Barat : Desa Beratwetan dan
Kecamatan Kemlagi;
d. Sebelah Timur : Desa Pagerejo dan Desa
Kemantren Kecamatan Gedeg.
- 16 -

(3) Luas wilayah BWP Gedeg adalah ±1056,2 (seribu lima


puluh enam koma dua) hektar.
(4) Materi yang dibahas dalam RDTR BWP Gedeg meliputi:
a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang BWP
Gedeg;
b. rencana pola ruang;
c. rencana jaringan prasarana;
d. penetapan Sub BWP yang diprioritaskan
penanganannya;
e. ketentuan pemanfaatan ruang;
f. peraturan zonasi;
g. perijinan;
h. insentif dan disinsentif;
i. hak, kewajiban dan peran masyarakat; dan
j. sanksi.
(5) Ruang lingkup dan batas-batas administrasi BWP Gedeg
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 5
Tujuan penataan ruang BWP Gedeg sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (4) huruf a adalah “Mewujudkan BWP
Gedeg sebagai Kawasan Permukiman, Perdagangan, serta
industri yang bersinergi dengan pertanian yang
berkelanjutan”.

Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi
Pasal 6
Kebijakan penataan ruang BWP Gedeg meliputi:
a. menciptakan sinergi pembangunan berdasarkan ordo
dan fungsi masing-masing Sub BWP;
b. menciptakan ruang-ruang untuk pusat-pusat kegiatan
strategis yang dapat mempercepat pertumbuhan BWP;
dan
c. menciptakan lingkungan yang seimbang antara
terbangun dengan non terbangun.

Pasal 7
Strategi penataan ruang BWP Gedeg meliputi:
a. membentuk ruang yang bersinergi untuk mendukung
kegiatan utama perkotaan yang sesuai dengan karakter
wilayah;
b. menyediakan sarana dan prasarana pendukung semua
fungsi utama kawasan perkotaan;
- 17 -

c. menyediakan sarana dan prasarana pengembangan


fungsi utama perkotaan sebagai ibukota kecamatan
Gedeg;
d. membentuk ruang kegiatan industri yang berwawasan
lingkungan dan terintegrasi dengan seluruh elemen
kegiatan perkotaan Gedeg;
e. menyediakan aksesibilitas antar wilayah dan di dalam
BWP;
f. membentuk ruang kegiatan pertanian yang dapat
terintegrasi dengan perkembangan perkotaan; dan
g. membuat peraturan zonasi yang lebih detail pada ruang
yang berfungsi strategis.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
(1) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (4) huruf b meliputi :
a. rencana Pembagian Sub BWP dan Blok; dan
b. rencana zona lindung dan zona budidaya.
(2) Zona lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. zona perlindungan setempat;
b. zona RTH; dan
c. zona rawan bencana alam.
(3) Zona budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf ameliputi:
a. zona perumahan;
b. zona perdagangan dan jasa;
c. zona perkantoran;
d. zona sarana pelayanan umum;
e. zona industri;
f. kawasan industri;
g. zona peruntukan lainnya; dan
h. zona khusus.
(4) Peta rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Rencana Pembagian Sub BWP dan Blok
Pasal 9
(1) Rencana Pembagian Sub BWP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a meliputi :
a. Sub BWP I yang terdiri dari : Desa Pagerluyung dan
Desa Gedeg, dengan fungsi sebagai pusat
Perdagangan dan jasa, kesehatan, permukiman,
pemerintahan dan pendidikan;
- 18 -

b. Sub BWP II yang terdiri dari : Desa Jerukseger dan


Bandung dengan fungsi sebagai pusat perdagangan,
pertanian, dan permukiman; dan
c. Sub BWP III yang terdiri dari : Desa Gempolkerep,
Gembongan dan Desa Ngares Kidul dengan fungsi
sebagai Pusat Industri, permukiman dan pertanian.
(2) BWP Gedeg dibagi menjadi 10 blok meliputi :
a. Blok A1 pada Desa Pagerluyung dan Desa Gedeg (Sub
BWP I);
b. Blok A2 pada Desa Pagerluyung (Sub BWP I);
c. Blok B1 pada Desa Bandung (Sub BWP II);
d. Blok B2 pada Desa Jerukseger (Sub BWP II);
e. Blok B3 pada Desa Jerukseger dan Desa Bandung
(Sub BWP II);
f. Blok C1 pada Desa Gedeg (Sub BWP I), Desa
Bandung (Sub BWP II) dan Desa Gempolkerep (Sub
BWP III);
g. Blok C2 pada Desa Gedeg (Sub BWP I) dan Desa
Gempolkerep (Sub BWP III);
h. Blok C3 pada Desa Bandung, Desa Jerukseger (Sub
BWP I) dan Desa Gempokerep (Sub BWP III);
i. Blok D1 pada Desa Gembongan dan Desa Ngares
Kidul (Sub BWP III); dan
j. Blok D2 pada Desa Ngares Kidul (Sub BWP III).

Bagian Ketiga
Zona Lindung

Paragraf 1
Zona Perlindungan Setempat
Pasal 10
(1) Rencana zona perlindungan setempat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a meliputi:
a. sub zona sempadan sungai besar;
b. sub zona sempadan anak sungai;
c. sub zona sempadan irigasi; dan
d. sub zona sempadan kereta api;
(2) Rencana zona perlindungan setempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sub zona sempadan sungai besar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan minimum
75 (tujuh puluh lima) meter dari palung sungai
sepanjang alur sungai pada Sub BWP Idan Sub BWP
III, yang terdiri dari:
1. Sempadan Sungai Brantas yang melewati Desa
Gedeg dan Pagerluyung pada Sub BWP I dengan
panjang sempadan kurang lebih 2866,59 m; dan
2. Sempadan sungai brantas yang melewati Desa
Gembongan, Desa Gempolkerep pada Sub BWP
III dengan panjang sempadan kurang lebih
2543,08 m.
b. sub zona sempadan anak sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan minimum
15 (lima belas) meter dari palung sungai sepanjang
- 19 -

alur sungai pada Sub BWP I dan Sub BWP II, yang
terdiri dari sempadan anak sungai Brantas yang
berada pada sisi jalan Kolektor Gedeg-Kemlagi yang
melewati Desa Gedeg, Desa Bandung dan Desa
Jerukseger dan Gempolkerep pada Sub BWP I dan
Sub BWP II dengan panjang sempadan kurang lebih
6409,56 m;
c. sub zona sempadan irigasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c ditetapkan minimum sama
dengan kedalaman saluran irigasi atau sama dengan
ketinggian tanggul saluran irigasi, minimal 1 (satu)
meter di semua Sub BWP; dan
d. sub zona sempadan kereta api sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan minimum
pada belokan lebih dari 23 meter diukur dari
lengkung dalam sampai as rel dan 11 meter dan pada
jalur lurus.

Paragraf 2
Zona RTH
Pasal 11
(1) Rencana zona RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf b meliputi:
a. Zona RTH Publik; dan
b. Zona RTH Private.
(2) Rencana zona RTH Publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. sub zona RTH taman Kecamatan dan Hutan Kota;
b. sub zona RTH jalur hijau jalan;
c. sub zona RTH sabuk hijau (greenbelt) industri; dan
d. sub zona RTH Fungsi tertentu.
(3) Rencana sub zona RTH taman Kecamatan dan hutan
kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
meliputi:
a. sub zona RTH taman kecamatan berupa
pembangunan taman skala kecamatan pada Sub
BWP I dan Sub BWP II; dan
b. sub zona RTH hutan kota berupa pembangunan
Hutan Kota di Sub BWP I; dan Hutan Kota didalam
kawasan industri dengan prosentase 20% dengan
fungsi sebagai RTH kawasan industri pada Sub BWP
III.
(4) Rencana sub zona RTH jalur hijau sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. sub zona RTH jalur hijau jalan berupa jalur hijau dan
median jalan di sepanjang jaringan jalan kolektor dan
jalan lokal di Sub BWP I, Sub BWP II, dan Sub BWP
III; dan
b. sub zona RTH jalur hijau jalan berupa jalur hijau di
sepanjang jalur pejalan kaki pada Sub BWP I, Sub
BWP II, dan Sub BWP III.
(5) Rencana sub zona RTH Sabuk Hijau sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi Sub zona RTH
sabuk hijau berupa pembangunan penyangga
- 20 -

industri/green belt dengan luas 10 % dari luas kawasan


industri, mengelilingi kawasan industri yang berfungsi
untuk meredam polusi baik suara maupun udara yang
ditimbulkan oleh industri yang telah ada pada Sub BWP
III dan sebagai pemisah antar kegiatan industri dan
permukiman.
(6) Rencana sub zona RTH fungsi tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:
a. sub zona RTH fungsi tertentu berupa jalur hijau
jaringan listrik tegangan tinggi di Sub BWP I;
b. sub zona RTH fungsi tertentu berupa jalur hijau
sempadan rel kereta api di Desa Ngares Kidul dan
Desa Gempolkerep Sub BWP III; dan
c. sub zona RTH fungsi tertentu berupa
mempertahankan pemakaman yang ada dan
penambahan lahan pemakaman pada semua desa di
semua Sub BWP.
(7) Rencana Zona RTH Private sebagaimana dimaksud pasal
11 ayat (1) huruf b ditetapkan paling sedikit 10% dari
luasan Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Gedeg.

Paragraf 3
Zona Rawan Bencana Alam
Pasal 12
(1) Rencana zona rawan bencana alam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c meliputi
penanganan sub zona rawan banjir dan bencana lainnya.
(2) Zona rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. sub zona rawan bencana banjir pada Sub BWP I; dan
b. sub zona rawan bencana gerakan tanah pada
sempadan sungai Besar sungai Brantas di Sub BWP I
dan Sub BWP III.
(3) Rencana Penanganan Zona rawan bencana alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. rencana penanganan sub zona rawan bencana banjir
berupa:
1. pengendalian dan pembatasan pembangunan fisik
pada kawasan sempadan sungai besar di Sub
BWP I dan Sub BWP III;
2. pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH)
sempadan sungai yang ditujukan sebagai area
resapan (catchment areas) limpasan air hujan dan
permukaan serta fungsi pariwisata;
3. penanaman pohon ataupun bambu sebagai
penahan terjadinya longsor sekaligus sebagai
produsen oksigen;
4. pengendalian dan pembatasan penggunaan
perkerasan pada permukaan tanah terutama
pada daerah yang dekat dengan sungai karena
dapat mengurangi kecepatan pengaliran air atau
kemampuan resapan air;
5. membangun jalan inspeksi sebagai pembatas
pembangunan fisik di daerah Sempadan sungai;
- 21 -

6. peningkatan peresapan air tanah dengan dengan


pengadaan sumur-sumur resapan, penyediaan
ruang terbuka hijau (RTH), yang diarahkan pada
wilayah yang memiliki ruang terbuka yang
terbatas dan memiliki guna lahan yang tinggi
yaitu pada pusat Sub BWP I seperti pada kawasan
permukiman di Desa Gedeg, dan pada rencana
pengembangan kawasan industri di Sub BWP III;
dan
7. pemberdayaan masyarakat tanggap bencana
dengan kegiatan meliputi pembentukan forum
peduli banjir dan pendidikan masyarakat,
menyusun dan mensosialisasikan program
pengendalian banjir bersama pemerintah dan
pelaku pembangunan lain, serta mentaati
peraturan tata ruang dan pelestarian sumberdaya
air.
b. rencana penanganan sub zona rawan gerakan tanah
berupa:
1. larangan mendirikan bangunan di daerah
sempadan sungai pada Sub BWP I dan Sub BWP
III;
2. mensosialisasikan tindakan pasca bencana tanah
gerak seperti longsor;
3. memasang alat deteksi dini pada wilayah yang
potensial rawan gerakan tanah pada Sub BWP I
dan Sub BWP III;
4. melarang adanya kegiatan penggalian pasir atau
batu pada daerah aliran sungai Brantas;
5. pengelolaan DAS dengan membuat terasering dan
penanaman tanaman keras produktif bersama
masyarakat serta diikuti oleh pengembangan
tutupan tanah atau ground cover; dan
6. adanya kontrol yang kontinue terhadap kondisi
infrastruktur khususnya jaringan jalan, drainase
dan listrik terkait dengan penurunan kestabilan
tanah khususnya pada area sekitar sempadan
sungai.

Bagian Keempat
Zona Budidaya

Paragraf 1
Zona Perumahan
Pasal 13
(1) Rencana zona perumahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf a meliputi:
a. Sub Zona Perumahan kepadatan Tinggi (R2); dan
b. Sub Zona Perumahan kepadatan Sedang (R3).
(2) Rencana sub zona perumahan kepadatan tinggi (R2)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. rumah tunggal dengan fungsi tempat tinggal sebagai
rumah sederhana dan menengah yang dikembangkan
oleh masyarakat tersebar di semua Sub BWP;
- 22 -

b. rumah deret dengan fungsi tempat tinggal sebagai


rumah sederhana dan menengah yang dikembangkan
oleh masyarakat meliputi Sub BWP II;
c. rumah tunggal dan deret dengan fungsi tempat
tinggal sebagai rumah menengah dikembangkan oleh
pengembang meliputi Sub BWP III;
d. rumah tunggal dan deret dengan fungsi sebagai
rumah kampung meliputi Sub BWP I, Sub BWP II,
dan Sub BWP III; dan
e. rumah tunggal dengan fungsi rumah tinggal dan
rumah sewa dengan konsep vertical housing berupa
rusunawa dengan bagi pekerja industri pada Sub
BWP III.
(3) Rencana sub zona perumahan kepadatan sedang (R3)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. rumah tunggal dengan fungsi tempat tinggal sebagai
rumah sederhana dan menengah di semua Sub BWP;
b. rumah tunggal dengan fungsi rumah tinggal bagi
pekerja industri sebagai rumah sederhana dan
menengah pada Sub BWP III;
c. rumah deret dengan fungsi tempat tinggal, rumah
dinas sebagai rumah sederhana dan menengah pada
Sub BWP I dan Sub BWP II; dan
d. rumah deret dengan fungsi tempat tinggal sebagai
rumah menengah yang dikembangkan oleh
pengembang pada Sub BWP I dan Sub BWP III.

Paragraf 2
Zona Perdagangan dan Jasa
Pasal 14
(1) Rencana zona perdagangan dan jasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b meliputi:
a. sub zona perdagangan dan jasa tunggal (K-1);dan
b. sub zona perdagangan dan jasa deret (K-2).
(2) Rencana sub zona perdagangan dan jasa tunggal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. memantapkan peran dan meningkatkan kegiatan
perdagangan tradisional dengan membatasi
pertumbuhan pasar modern hanya di Pusat Ibu Kota
Kecamatan;
b. sub zona perdagangan dan jasa tunggal dengan
kegiatan toko dan warung tersebar di semua Sub
BWP dan sepanjang jalan Kolektor primer;
c. sub zona perdagangan dan jasa tunggal dengan
kegiatan pasar tradisional dilengkapi dengan
pedagang kaki lima (PKL) pada semua Sub BWP ;
d. perluasan pasar tradisional yang telah ada pada Sub
BWP III;
e. sub zona perdagangan dan jasa tunggal dengan
kegiatan pasar lingkungan dilengkapi dengan PKL
tersebar di semua Sub BWP;
f. sub zona perdagangan dan jasa tunggal dengan
kegiatan mini market tersebar di sekitar area
- 23 -

permukiman di jalan utama permukiman di semua


Sub BWP; dan
g. sub zona perdagangan dan jasa tunggal dengan
kegiatan jasa berupa jasa komunikasi, bengkel,
travel, restoran tersebar di semua Sub BWP.
(3) Rencana sub zona perdagangan dan jasa deret
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. sub zona perdagangan dan jasa deret dengan
kegiatan ruko pada Sub BWP I dan Sub BWP III;
b. sub zona perdagangan dan jasa deret dengan
kegiatan pertokoan pada semua Sub BWP; dan
c. sub zona perdagangan dan jasa deret dengan
kegiatan ruko dan pertokoan di sepanjang jalan
kolektor primer di Sub BWP I sepanjang jalan Raya
Pagerluyung dan Jalan Raya Gedeg, di Sub BWP II
pada sepanjang jalan Gedeg -Kemlagi dan Jalan Raya
Jerukseger, Jalan Raya Bandung.

Paragraf 3
Zona Perkantoran
Pasal 15
(1) Rencana zona perkantoran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) huruf c meliputi sub zona
perkantoran pemerintah.
(2) Rencana sub zona perkantoran pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sub zona perkantoran pemerintah yang telah ada
berupa kegiatan kantor desa/kelurahan terdapat
pada masing-masing desa/kelurahan pada semua
Sub BWP tetap dipertahankan; dan
b. sub zona perkantoran pemerintah berupa kegiatan
kantor kecamatan di Sub BWP I tetap dipertahankan.

Paragraf 4
Zona Sarana Pelayanan Umum
Pasal 16
(1) Rencana zona sarana pelayanan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf d meliputi:
a. sub zona pendidikan (SPU-1);
b. sub zona transportasi (SPU-2);
c. sub zona kesehatan (SPU-3);
d. sub zona olahraga (SPU-4);
e. sub zona sosial budaya (SPU-5); dan
f. sub zona peribadatan (SPU-6).
(2) Rencana sub zona pendidikan (SPU-1) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. sub zona pendidikan berupa taman kanak-
kanak/Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sekolah
dasar/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dikembangkan pada
tiap desa/kelurahan di semua Sub BWP seluas
kurang lebih 0,2 hektar;
- 24 -

b. sub zona pendidikan berupa sekolah menengah


pertama/Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau sederajat
di semua Sub BWP III; dan
c. sub zona pendidikan berupa sekolah menengah
atas/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah
atau sederajat meliputi Sub BWP III.
(3) Rencana sub zona transportasi (SPU-2) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pembangunan halte pada seluruh Sub BWP di sekitar
kegiatan komersial, pasar tradisional, zona
perkantoran, pendidikan dan kesehatan pada Sub
BWP I, Sub BWP II dan Sub BWP III;
b. pembangunan sarana prasarana pendukung jaringan
kereta api pada Sub BWPIII; dan
c. pembangunan halte pada sekitar kawasan industri
dan permukiman pekerja industri pada Sub BWP III.
(4) Rencana sub zona kesehatan (SPU-3) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. sub zona kesehatan berupa kegiatan Rumah Sakit
Wilayah Tipe B yaitu Rumah Sakit Umum Daerah RA
Basuni di Sub BWP I dengan peningkatan pelayanan
skala Kabupaten; dan
b. sub zona kesehatan berupa kegiatan puskesmas,
praktek dokter bersama di Sub BWP III dengan
peningkatan kondisi puskesmas melalui penambahan
lantai/vertical untuk meningkatkan pelayanan rawat
inap karena kondisi eksisting bangunan yang ada
terbatasi oleh penggunaan lahan lainnya.
(5) Rencana sub zona olahraga (SPU-4) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. sub zona olah raga berupa pembangunan sport centre
pada Sub BWP I dan Sub BWP II;dan
b. sub zona olah raga berupa lapangan olahraga
diarahkan pada pengembangan perumahan baru di
Sub BWP I dan Sub BWP II.
(6) Rencana sub zona sosial budaya (SPU-5) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. sub zona sosial budaya berupa kegiatan gedung
pertemuan/balai warga di semua Sub BWP; dan
b. fasilitas sosial budaya berupa gedung
pertemuan/balai warga dikembangkan pada
pengembangan perumahan baru yang terdapat di
semua sub BWP.
(7) Rencana sub zona peribadatan (SPU-6) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:
a. fasilitas peribadatan berupa masjid dan
musholla/langgar yang sudah ada terdapat di tiap
Sub BWP;
b. perencanaan fasilitas peribadatan berupa gereja yang
dikembangkan di Sub BWP I;
c. fasilitas peribadatan berupa vihara yang sudah ada
terdapat di Sub BWP III; dan
d. fasilitas peribadatan berupa masjid,
musholla/langgar dan gereja dikembangankan di tiap
Sub BWP terutama perumahan baru sesuai dengan
daya dukung penduduknya.
- 25 -

Paragraf 5
Zona Industri
Pasal 17
(1) Rencana zona industri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf e berupa sub zona aneka industri.
(2) Rencana zona industri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yaitu mempertahankan Pabrik Gula Gempolkerep dan
rencana industri baru pada Sub BWP II.
(3) Rencana pengembangan sub zona aneka industri disertai
dengan :
a. penataan lingkungan industri dan sekitarnya;
b. penyediaan dan pengembangan jaringan jalan yang
didukung peningkatan kapasitas jalan untuk
menunjang aktifitas zona industri;
c. penyediaan RTH di setiap pengembangan industry
baru sebesar 20% dari luas industri;
d. semua kegiatan industri dan pergudangan harus
mempunyai ijin lingkungan;
e. keberadaan sawah irigasi yang berada di sekitar
kawasan industri sebagai lahan yang harus
dilindungi keberadaannya yang dilindungi dengan
penyangga hijau; dan
f. penyediaan badan pengolah limbah atau IPAL.

Paragraf 6
Kawasan Industri
Pasal 18
(1) Rencana kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf f yaitu pengembangan kawasan
industri baru pada Sub BWP III dengan pengembangan
kegiatan industri berupa Aneka Industri yang meliputi:
a. industri aneka pengolahan pangan;
b. industri aneka pengolahan sandang;
c. industri aneka kimia dan serat yang mengolah bahan
baku melalui proses kimia;dan
d. industri aneka bahan bangunan yang mengolah
aneka bahan bangunan.
(2) Pengembangan kegiatan industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1) terdiri dari Kelas Industri
Menengah dan Industri Besar.
(3) Rencana pengembangan kawasan industri disertai
dengan :
a. penyediaan rencana zonasi kawasan;
b. penyediaan sarana prasarana pendukung kawasan
industri;
c. penyediaan dan pengembangan jaringan jalan yang di
dukung peningkatan kapasitas jalan untuk
menunjang aktifitas kawasan industri;
d. penyediaan sempadan hijau di setiap pengembangan
industri berdiameter 50 m;
e. penyediaan RTH kawasan industri sebesar 20% dari
luas kawasan industri;
- 26 -

f. penyediaan badan pengolah limbah atau IPAL;


g. semua kegiatan industri dan pergudangan harus
mempunyai ijin lingkungan; dan
h. keberadaan sawah irigasi yang berada di sekitar
kawasan industri sebagai lahan yang harus
dilindungi keberadaannya.

Paragraf 7
Zona Peruntukan Lainnya
Pasal 19
(1) Rencana zona peruntukan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf g meliputi:
a. Sub zona pertanian(PL-1); dan
b. Sub zona pariwisata (PL-2).
(2) Rencana sub zona pertanian (PL-1) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) di
BWP Gedeg ditetapkan pada daerah pinggiran
kawasan perkotaan di Sub BWP II, dan Sub BWP III;
b. Sub zona pertanian dengan kegiatan pertanian lahan
basah dipertahankan di Sub BWP I,Sub BWP II, dan
Sub BWP III; dan
c. mempertahankan jaringan irigasi teknis yang telah
ada dan membangun jaringan irigasi baru untuk
mendukung KP2B.
(3) Rencana sub zona pariwisata (PL-2) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. daya tarik wisata rintisan wisata air Sungai Brantas;
b. pengembangan sempadan sungai di Sub BWP I dan
Sub BWP III sebagai “Taman Bertema” dengan fungsi
ruang publik dan ruang inspeksi sungai untuk
mencegah timbulnya kawasan terbangun di
sempadan sungai. “Taman Bertema” juga
direncanakan difungsikan sebagai wisata berorientasi
sungai dengan pembatasan lahan terbangun dan
kegiatan yang diijinkan hanya yang mendukung
konservasi dan keberadaan sungai;
c. pengembangan lahan pertanian sebagai Desa wisata
dengan kegiatan wisata edukasi sebagai upaya untuk
mempertahankan keberlangsungan Kawasan
Pertanian Pangan yang berkelanjutan di Sub BWP II
dan Sub BWP III; dan
d. menerbitkan Surat Kesepakatan Bersama antara
Pemerintah Pusat dengan Pengelola Daerah Aliran
Sungai Brantas dan Pemerintah Darah untuk
mensinergikan tugas dan wewenang pengelolaan.

Paragraf 8
Zona Peruntukan Khusus
Pasal 20
(1) Rencana zona khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf h meliputi:
- 27 -

a. Sub zona TPS (KH-2); dan


b. Sub zona Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (KH-
3).
(2) Rencana sub zona TPS (KH-2) terdapat pada Sub BWP II
dan TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa :
a. pengembangan TPS yang telah ada di Sub BWP II
menjadi Rencana TPS Terpadu;
b. pembangunan TPS Lingkungan pada Sub BWP I, Sub
BWP II serta Sub BWP III;
c. TPS terpadu melayani skala kecamatan;
d. TPS lingkungan melayani skala lingkungan;
e. TPS terpadu dikembangkan dengan sistem
pengolahan sampah berupa kegiatan pengomposan
dan pemilahan sampah lanjut dari pemilahan
sampah skala lingkungan/rumah tangga;
f. TPS lingkungan dilengkapi dengan sarana prasarana
pendukung TPS;
g. pada zona dan kawasan industri diarahkan untuk
mengembangkan sub zona TPS khusus dengan
pengolahan mandiri di dalamnya;
h. TPS pada kawasan industri Sub BWP III Desa
Ngareskidul terintegrasi dengan pengolahan sampah
skala lingkungan pada perumahan pekerja industri di
Desa Ngareskidul; dan
i. buangan TPS kawasan industri yang akan dibuang ke
TPA Daerah harus diolah terlebih dahulu sehingga
tidak mencemari lingkungan.
(3) Rencana sub zona Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
(KH-3) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berupa :
a. pengelolaan limbah pada fasilitas kesehatan Rumah
Sakit di Sub BWP I, Puskesmas pada Sub BWP III
serta untuk pengelolaan limbah zona dan kawasan
industri di Sub BWP III;
b. IPAL kawasan industri di Sub BWP III Desa
Ngareskidul melayani buangan limbah dari kegiatan
industri skala kawasan industri secara khusus;
c. zona IPAL kawasan industri terintegrasi dengan
kegiatan industri dan kegiatan lain didalam kawasan
industri;
d. zona IPAL pada zona industri Sub BWP III Desa
Gempolkerep terintegrasi dengan kegiatan industri di
dalam zona industri dan pengolahan limbah pada
permukiman pekerja di sekitar zona industri di Desa
Gempolkerep; dan
e. hasil akhir limbah yang telah diolah pada IPAL harus
memenuhi syarat 95 % tidak mengandung zat-zat
yang berbahaya bagi lingkungan.
- 28 -

BAB V
RENCANA JARINGAN PRASARANA

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
Rencana jaringan prasarana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (4) huruf c meliputi:
a. rencana pengembangan jaringan pergerakan;
b. rencana pengembangan jaringan energi/kelistrikan;
c. rencana pengembangan jaringan telekomunikasi;
d. rencana pengembangan jaringan air minum;
e. rencana pengembangan jaringan drainase;
f. rencana pengembangan air limbah; dan
g. rencana pengembangan prasarana lainnya.

Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
Pasal 22
Rencana pengembangan jaringan pergerakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf a meliputi:
a. sistem jaringan jalan;
b. sistem jaringan pedestrian;
c. sistem pelayanan angkutan umum dan parkir; dan
d. jaringan kereta api.

Pasal 23
(1) Rencana pengembangan jaringan jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 huruf a meliputi:
a. jaringan jalan Arteri Primer;
b. jaringan jalan kolektor primer dan kolektor
sekunder;
c. jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder; dan
d. jaringan jalan lingkungan primer dan sekunder.
(2) Jaringan jalan arteri primer adalah rencana jaringan
jalan arteri primer sebagai jalan tol yaitu jalan tol
Mojokerto – Kertosono yang melalui Desa Gedeg dan
jalan interchange tol Mojokerto – Kertosono yang melalui
Desa Pagerluyung dan Desa Bandung.
(3) Jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. jalan kolektor primer meliputi jalan Mojokerto –
Gedeg, Batas Kabupaten Lamongan – Batas Gedeg;
dan Gedeg – Batas Kabupaten Jombang; dan
b. jalan kolektor sekunder terdiri dari Jalan Raya
Bandung, Jalan Raya Terusan Jerukseger, dan
Jalan Raya Jerukseger.
(4) Jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
Jalan Gedeg Lokal 1, Jalan Gedeg Lokal 2, Jalan
Pagerluyung Lokal 2a, Jalan Bandung Lokal 1, Jalan
Bandung Lokal 2, Jalan Bandung Lokal 1a, Jalan
- 29 -

Pagerluyung Lokal 2b, Jalan Gembongan Lokal 1a,


Jalan Gembongan Lokal 1, Jalan Gembongan Lokal 2a,
Jalan Gembongan Lokal 2b, Jalan Gembongan Lokal 2c,
Jalan Gembongan Lokal 3, Jalan Gembongan Lokal,
Jalan Jerukseger 1.
(5) Jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan
sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi: Jalan Gedeg 1a, Jalan Gedeg 6a, Jalan
Pagerluyung 12, Jalan Bandung 1, Jalan Jerukseger 1.
(6) Rencana Pengembangan jaringan jalan meliputi:
a. rencana peningkatan hierarki jalan;
b. rencana perbaikan jalan;
c. rencana pembangunan jalan baru; dan
d. rencana pembangunan sarana prasarana pelengkap
jalan.
(7) Rencana Peningkatan Hierarki jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) huruf a adalah peningkatan
fungsi jalan Lokal menjadi kolektor sekunder di Jalan
Gembongan 10, Jalan Gedeg 8, Pagerluyung lokal 2b.
(8) Rencana Perbaikan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) huruf b adalah :
a. pelebaran jalan pada Desa Ngareskidul Blok NK-2,
Blok NK-1, Blok NK-4; Jalan Gembongan Lokal 3,
Jalan Gembongan Lokal 2a, Jalan Bandung Lokal 2,
Jalan Bandung 9, Jalan Pagerluyung Lokal 3, Jalan
Bandung Lokal 1, Jalan Gedeg 4, Jalan Gedeg 3,
Jalan Pagerluyung Lokal 2a, Jalan Pagerluyung 11,
Jalan Gembongan Lokal 3 dan Jalan Jerukseger 3a;
dan
b. rencana perbaikan jalan yaitu di Jalan Gempolkerep
7b, Jalan Gempolkerep 8c dan Jalan Jerukseger 12.
(9) Rencana Pembangunan jalan baru sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) huruf c adalah :
a. rencana jaringan jalan arteri primer sebagai jalan tol
yaitu jalan tol Mojokerto – Kertosono yang melewati
Desa Gedeg di Sub BWP I;
b. rencana jaringan jalan arteri primer sebagai
interchange Jalan tol Mojokerto – Kertosono yang
melewati Desa Pagerluyung di Sub BWP I;
c. rencana Pembangunan jalan lingkungan baru di
Desa Pagerluyung, Gempolkerep, Gembongan,
Ngareskidul dan Jerukseger; dan
d. rencana pembangunan jalan lingkungan pada
kawasan industri dan zona permukiman pekerja
industri di Sub BWP III
(10) Rencana pembangunan sarana prasarana pelengkap
jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d
adalah :
a. rencana pembangunan pos pantau lalu lintas di
jalan raya Gedeg;
b. rencana pembuatan marka jalan pada jalan
kolektor, lokal dan lingkungan; dan
c. rencana penambahan lampu penerangan jalan pada
semua jaringan jalan di semua Sub BWP.
(11) Peta rencana pengembangan jaringan jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sebagaimana
- 30 -

tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian


tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 24
(1) Rencana pengembangan jalur pedestrian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 huruf b, merupakan
prasarana pejalan kaki berupa penyediaan trotoar
meliputi:
a. perbaikan kondisi perkerasan pada trotoar yang
sudah ada Sub BWP III di Jalan Gempolkerep
bagian utara;
b. pembangunan trotoar kawasan permukiman di Sub
BWP II di koridor jalan Gedeg-Kemlagi dan pada
zona perumahan pekerja industri di Sub BWP III;
c. pembangunan pada sub zona pendidikan di Jalan
Raya Gedeg;
d. pembangunan trotoar pada kawasan perdagangan di
Sub BWP I pada Jalan Raya Gedeg, Sub BWP II pada
jalan Raya Pagerluyung, Sub BWP III di Desa
Gempolkerep pada Jalan Raya Gempolkerep;
e. pembangunan trotoar pada zona perkantoran di
Jalan Raya Gedeg;
f. pembangunan trotoar pada zona industri dan
kawasan Industri di Sub BWP III;
g. pembuatan dan pengembangan jalur pengguna
sepeda pada sekitar zona pendidikan, perkantoran
dan industri;
h. pengembangan desain jalur pejalan kaki juga
diarahkan dengan penggunaan vegetasi sebagai
peneduh pejalan (RTH koridor); dan
i. perkerasan trotoar diarahkan dengan menggunakan
perkerasan paving agar dapat menyerap air dan
dilengkapi dengan jaringan drainase.
(2) Peta rencana pengembangan jalur pedestrian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 25
(1) Sistem pelayanan angkutan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 huruf c meliputi:
a. perencanaan angkutan desa;
b. perencanaan Angkutan Kota Dalam Provinsi;
c. semua jalan utama penghubung BWP Gedeg dengan
desa-desa di sekitar BWP Gedeg serta penghubung
pusat-pusat kegiatan BWP akan dilayani oleh rute
AKDP;
d. semua jalan penghubung antar permukiman
direncanakan dilayani oleh rute Angkutan Desa; dan
e. pembangunan halte untuk angkutan desa maupun
AKDP yang direncanakan diletakkan pada setiap
pusat kegiatan di permukiman, zona perdagangan,
fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan di semua
SUB BWP yaitu pada jalan Gedeg-Kemlagi, Jalan
- 31 -

Gempolkerep, dan pada kawasan industri Desa


Ngareskidul.
(2) Sistem parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf c meliputi:
a. penyediaan lahan parkir pada fasilitas perdagangan
dan jasa, dengan kegiatan Ruko pada semua Sub
BWP, pada semua pasar tradisional di semua Sub
BWP, parkir pada kegiatan pertokoan pada semua
Sub BWP, parkir untuk fasilitas kesehatan pada
Rumah Sakit Umum Daerah RA Basuni di Sub BWP I,
zona perkantoran, kesehatan, peribadatan,
pendidikan dan sejenis diutamakan sistem diluar
badan jalan (off street); dan
b. penyediaan lahan parkir pada bangunan baru sebagai
satu kesatuan unit bangunan.
(3) Peta rencana sistem pelayanan angkutan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 26
Rencana Jaringan Kereta Api sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 huruf d meliputi:
a. rencana reaktifasi jalur kereta api yang melalui Sub BWP
III Desa Ngares Kidul dan Desa Gempolkerep;
b. rencana pembangunan sarana pendukung jaringan
kereta api pada Sub BWP III berupa pos pantau
perlintasan dan palang pintu perlintasan kereta api;
c. rencana pengamanan jalur rel kereta api dengan
pengendalian lahan di sekitar sempadan kereta api pada
Sub BWP III khususnya pada sempadan kereta api di
dalam kawasan industri; dan
d. Peta Rencana Jalur Kereta Api, sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan
Pasal 27
(1) Rencana pengembangan jaringan energi/kelistrikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b meliputi:
a. pengembangan jaringan distribusi primer berupa
jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT);
b. pengembangan jaringan distribusi sekunder,
meliputi:
1. jaringan energi/kelistrikan berupa jaringan SUTR
yang ada terdapat di seluruh jalan selain jalan
yang dilewati jaringan SUTT dan jaringan SUTM;
2. jaringan Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR)
meliputi seluruh jalan dan pengembangan
perumahan baru selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b angka 1 di BWP Gedeg;
- 32 -

3. pengembangan jaringan SUTM dan SUTR di


kawasan industri Sub BWP III;
4. pengembangan jaringan SUTM pada jalan-jalan
penghubung zona pertanian pada semua Sub
BWP;
5. perencanaan jaringan listrik SUTR pada kawasan
perumahan pekerja industri di Sub BWP III; dan
6. pengembangan sistem jaringan bawah tanah
terpadu untuk sub zona pengembangan prioritas.
(2) Pembangunan dan penambahan penerangan jalan umum
yang meliputi :
a. penambahan penerangan jalan umum yang melewati
seluruh jalan kolektor, jalan lokal dan jalan
lingkungan pada semua Sub BWP;
b. pembangunan fasilitas penerangan jalan umum yang
melewati jalan lokal dan kolektor di rencana kawasan
industri di sub BWP III; dan
c. pembangunan fasilitas penerangan jalan umum pada
jalan-jalan penghubung zona pertanian pada semua
sub BWP.
(3) Pembangunan gardu listrik pada kawasan industri di
Sub BWP III Desa Gempolkerep dan Desa Ngares Kidul,
wilayah permukiman di Sub BWP I Desa Gedeg, Desa
Pagerluyung dan Sub BWP II Desa Jerukseger, pada zona
pertanian di Sub BWP II, III dan pada zona perdagangan
Sub BWP I dan II.
(4) Penambahan pengaman gardu pada semua gardu listrik
untuk menghindari bahaya kontak oleh orang.
(5) Peta rencana pengembangan jaringan energi/kelistrikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keempat
Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
Pasal 28
(1) Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c meliputi:
a. pengembangan jaringan telekomunikasi berupa
jaringan kabel telepon di semua Sub BWP terutama
Sub BWP I, II, dan III yang terdapat pengembangan
perumahan baru;
b. pengembangan jaringan telekomunikasi berupa Base
Transfer Station (BTS) yang tersebar di Sub BWP II
Desa Jerukseger dan Sub BWP III Desa Gembongan;
c. jaringan telekomunikasi berupa jaringan nirkabel
dikembangkan pada pengembangan perumahan baru
dengan konsep BTS bersama yaitu pada:
1. kawasan industri di sub BWP III Desa Gempol
Kerep untuk melayani kawasan industri Gempol
Kerep dan Ngares Kidul;
2. zona perdagangan sub BWP III di Desa
Gempolkerep untuk melayani kawasan
perdagangan di Gempolkerep; dan
- 33 -

3. zona perumahan di sub BWP I Desa Pagerluyung,


Desa Gedeg dan sub BWP II di Desa Jerukseger.
d. pengembangan jaringan telekomunikasi berupa TV
Kabel dan serat optic (fiber optic) pada zona
perumahan, perdagangan, perkantoran, pelayanan
umum, zona industri dan kawasan industri pada
semua Sub BWP.
(2) Peta rencana pengembangan jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kelima
Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum
Pasal 29
(1) Rencana pengembangan jaringan air minum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d meliputi:
a. jaringan perpipaan;
b. bak penampung air/tandon; dan
c. kran air bersih siap minum.
(2) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi penambahan sambungan pelanggan
PDAM untuk menggantikan pemakaian air sumur
khususnya pada wilayah pusat kawasan perkotaan yaitu
di Desa Pagerluyung Sub BWP I, Desa Gempolkerep Sub
BWP III, Desa Jerukseger dan Desa Bandung Sub BWP II
dan sambungan perpipaan pada kawasan industri yakni
pada Sub BWP III.
(3) Pembangunan Bak penampungan air berupa tandon di
Sub BWP II serta Rencana pembangunan reservoir pada
kawasan industri pada Desa Ngareskidul dan Desa
Gembongan di Sub BWP III untuk memenuhi kebutuhan
penduduk permukiman pekerja industri di sekitar
kawasan industri.
(4) Pembangunan kran air bersih siap minum diletakkan di
tempat-tempat sarana pelayanan umum seperti
puskesmas, sekolah, Taman Kecamatan, dan pada
beberapa titik-titik keramaian yang terdapat di semua
Sub BWP.
(5) Peta pengembangan jaringan air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Bagian Keenam
Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
Pasal 30
(1) Jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 huruf e meliputi:
a. jaringan drainase primer;
b. jaringan drainase sekunder/conveyor; dan
c. jaringan drainase tersier/collector.
- 34 -

(2) Rencana pengembangan jaringan drainase sebagaimana


dimaksud dalam ayat 1 meliputi :
a. pemeliharaan/normalisasi saluran drainase ;
b. rencana pembangunan saluran drainase;
c. rencana pembangunan kolam konservasi; dan
d. rencana pembangunan sumur resapan.
(3) Rencana pemeliharaan jaringan drainase sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi :
a. normalisasi saluran drainase dan perbaikan saluran;
b. normalisasi saluran drainase dan perbaikan saluran
pada kawasan rawan banjir; dan
c. mempertahankan kondisi lingkungan di sekitar das
tetap lestari sehingga tidak mengganggu fungsi
sungai sebagai drainase primer.
(4) Rencana Pembangunan saluran drainase sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :
a. pembangunan jaringan drainase sekunder/conveyor;
dan
b. pembangunan jaringan drainase tersier/collector.
(5) Rencana pembangunan jaringan drainase
sekunder/conveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a meliputi:
a. pembangunan jaringan conveyor pada zona
perumahan baru pada Sub BWP I, Sub BWP III, zona
perdagangan pada Sub BWP I dan III serta pada
kawasan industri Sub BWP III; dan
b. pembangunan jaringan conveyor pada zona
perdagangan direncanakan berupa saluran drainase
tertutup yang dilengkapi dengan bak kontrol dan inlet
dimana drainase tersebut dapat juga dimanfaatkan
sebagai trotoar dengan penambahan vegetasi berupa
pot-pot diatasnya.
(6) Rencana pembangunan jaringan drainase
tersier/collector sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b meliputi:
a. pembangunan jaringan collector pada semua zona
budidaya;
b. pemisahan jaringan drainase dengan jaringan irigasi
pada Sub BWP II dan Sub BWP III; dan
c. pembuatan eco drainase dengan pembuatan sistem
biopori di dalam saluran drainase collector sehingga
penyerapan air ke dalam tanah lebih tinggi
khususnya pada zona perdagangan di tepi jalan dan
dalam lingkungan permukiman kepadatan tinggi di
semua Sub BWP.
(7) Rencana pembangunan kolam konservasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah rencana
pembangunan kolam penampung air limpasan dari
saluran conveyor di kawasan industri sub BWP III, untuk
mencegah terjadinya banjir pada kawasan industri dan
sebagai RTH kawasan.
(8) Peta rencana pengembangan jaringan drainase
sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
- 35 -

Bagian Ketujuh
Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah
Pasal 31
Rencana pengembangan jaringan air limbah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf f meliputi :
a. pembangunan IPAL Zona Industri Pabrik Gula
Gempolkerep di Sub BWP III;
b. pembangunan IPAL komunal, di Sub BWP I dan Sub
BWP III yaitu :
1. Moduler Sewerage dan IPAL Desa Ngares Kidul, Desa
Gembongan dan Desa Gempolkerep untuk
memfasilitasi perumahan pekerja Kawasan industri;
dan
2. Moduler Sewerage dan IPAL Desa Gedeg.
c. pembangunan IPAL Grey Water di Kawasan Industri di
Desa Ngares Kidul Sub BWP III;
d. pembangunan IPAL Kesehatan RSUD pada Sub BWP I
dan Puskesmas pada Sub BWP III; dan
e. Peta rencana pengembangan jaringan air limbah
sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedelapan
Rencana Pengembangan Prasarana lainnya
Pasal 32
Rencana pengembangan sistem prasarana lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf g meliputi:
a. rencana pengembangan sistem persampahan;
b. rencana jalur evakuasi bencana;dan
c. rencana jaringan irigasi

Pasal 33
(1) Rencana pengembangan sistem persampahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a meliputi:
a. pengembangan TPS yang telah ada menjadi TPS
terpadu di Sub BWP II;
b. pembangunan TPS di Desa Ngareskidul dan Desa
Gembongan Sub BWP untuk melayani persampahan
zona perumahan dan kawasan industri;
c. rencana pembangunan TPS di Desa Jerukseger Sub
BWP II dan TPS di Desa Gempolkerep Sub BWP III;
d. rencana penambahan gerobak sampah dan arm roll
untuk menciptakan sistem persampahan BWP Gedeg
yang terkendali dan menghilangkan kebiasaan
masyarakat membakar sampah di lingkungan rumah.
Gerobak akan direncanakan untuk melayani
khususnya kegiatan permukiman, perdagangan dan
pelayanan umum seperti sekolah dan puskesmas;
- 36 -

e. TPS terpadu dikembangkan dengan sistem


pengolahan sampah berupa kegiatan composting dan
pemilahan sampah yang terintegrasi dengan
pemilahan sampah skala lingkungan/rumah tangga;
f. TPS lingkungan dilengkapi dengan sarana prasarana
pendukung TPS;
g. pada zona dan kawasan industri diarahkan untuk
mengembangkan sub zona TPS khusus dengan
pengolahan mandiri di dalamnya;
h. TPS zona industri di sub BWP III terintegrasi dengan
pengelolaan persampahan di lingkungan permukiman
pekerja industri di sekitarnya; dan
i. buangan TPS kawasan industri yang akan di dibuang
ke TPA Daerah harus diolah terlebih dahulu sehingga
tidak mencemari lingkungan.
(2) Peta rencana pengembangan sistem persampahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 34
(1) Rencana pengembangan jaringan prasarana lainnya
berupa jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 huruf b meliputi:
a. penanganan rawan bencana banjir dan longsor akibat
gerakan tanah; dan
b. penetapan jalur evakuasi dan lokasi evakuasi.
(2) Pengembangan jaringan prasarana lainnya berupa
penanganan rawan bencana banjir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penanganan rawan bencana banjir di area sekitar
sempadan sungai Brantas di Desa Jerukseger, Desa
Pagerluyung, Desa Gedeg, Desa Gempolkerep, Desa
Gembongan dan Desa Ngares Kidul; dan
b. membangun flood control pada beberapa titik di
sungai Brantas yaitu di Desa Pagerluyung Sub BWP
II, Desa Ngareskidul dan Desa Gempolkerep Sub BWP
III.
(3) Pengembangan jaringan prasarana lainnya berupa
penanganan rawan bencana longsor akibat gerakan
tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. penanganan rawan bencana longsor akibat gerakan
tanah pada area di sepanjang Sungai Brantas di Sub
BWP I dan Sub BWP III;
b. pengendalian bangunan di sekitar sempadan sungai
Brantas di Desa Pagerluyung, Desa Gedeg, Desa
Gempolkerep, Desa Gembongan dan Desa Ngares
Kidul; dan
c. pembangunan jalan inspeksi pada sempadan sungai
Brantas untuk mempermudah pengecekan kondisi
tanah secara berkala khususnya pada tanah dengan
kelerengan terjal.
- 37 -

(4) Pengembangan jaringan prasarana lainnya berupa


penetapan lokasi evakuasi korban bencana dan jalur
evakuasi bencana banjir, meliputi:
a. rencana lokasi evakuasi korban bencana banjir
diarahkan untuk menempati fasilitas umum yaitu
Kantor Desa Jerukseger, Kantor Desa Pagerluyung,
Kantor Desa Gedeg, Kantor Kecamatan Gedeg di Desa
Gedeg, Kantor Desa Gembongan dan Taman
Kecamatan Desa Ngares Kidul sebagai tempat
evakuasi banjir;
b. jalur evakuasi banjir direncanakan melalui jalan :
1. Jalan Lokal Ngareskidul 7 – Jalan Lokal Ngares
Kidul 3 – Taman Kecamatan Desa Ngares Kidul;
2. Jalan Lokal Ngareskidul 8 - Jalan Lokal
Ngareskidul 1 - Jalan Lokal Ngareskidul 3 -
Taman Kecamatan Desa Ngares Kidul;
3. Jalan Lokal Ngareskidul 3 – Jalan Lokal
Gembongan 1 – Kantor Desa Gembongan;
4. Jalan Lokal Gembongan 13- Jalan Lokal
Gembongan 10 – Kantor Desa Gembongan;
5. Jalan Raya Gedeg – Kantor Kecamatan Gedeg;
6. Jalan Lokal gempolkerep 1 - JalanGedeg –
Kemlagi – Kantor Desa Gedeg;
7. Jalan Raya Gedeg – Jalan LokalGedeg 5 – Kantor
Desa Gedeg;
8. Jalan Raya Pagerluyung – Jalan Lokal Gedeg 5 –
Kantor Desa Pagerluyung; dan
9. Jalan Raya Pagerluyung – Jalan Lokal
Pegerluyung 9 – Kantor Desa Pagerluyung.
c. membangun community self help pada tiap-tiap
permukiman disemua Sub BWP sehingga bisa
bertindak sebagai pengontrol dan pelaksana
penanganan bahaya pada awal bencana;
d. menyiapkan lokasi dan kelengkapan lokasi evakuasi
bencana banjir di semua Sub BWP; dan
e. untuk kegiatan tanggap darurat maka perlu
dikembangkan adanya stok obat-obatan dan bahan
makanan yang dapat dikoordinir pengelolaannya
melalui Puskesmas Desa Gembongan dan Rumah
Sakit RA Basuni di Desa Gedeg.
(5) Pengembangan jaringan prasarana lainnya berupa
penetapan lokasi evakuasi korban bencana dan jalur
evakuasi bencana longsor meliputi:
a. rencana lokasi evakuasi korban bencana longsor
akibat gerakan tanah diarahkan untuk menempati
fasilitas umum yaitu Kantor Desa Jerukseger, Kantor
Desa Pagerluyung, Kantor Desa Gedeg, Kantor
Kecamatan Gedeg di Desa Gedeg, Kantor Desa
Gembongan dan Taman Kecamatan Desa Ngares
Kidul sebagai tempat evakuasi bencana longsor
akibat gerakan tanah;
b. jalur evakuasi longsor direncanakan melalui jalan :
1. Jalan Lokal Ngareskidul 7 – Jalan Lokal Ngares
Kidul 3 – Taman Kecamatan Desa Ngares Kidul;
- 38 -

2. Jalan Lokal Ngareskidul 8 - Jalan Lokal


Ngareskidul 1 - Jalan Lokal Ngareskidul 3 -
Taman Kecamatan Desa Ngares Kidul;
3. Jalan Lokal Ngareskidul 3 – Jalan Lokal
Gembongan 1 – Kantor Desa Gembongan;
4. Jalan Lokal Gembongan 13- Jalan Lokal
Gembongan 10 – Kantor Desa Gembongan;
5. Jalan Raya Gedeg – Kantor Kecamatan Gedeg;
6. Jalan Lokal gempolkerep 1 - JalanGedeg –
Kemlagi – Kantor Desa Gedeg;
7. Jalan Raya Gedeg – Jalan LokalGedeg 5 – Kantor
Desa Gedeg;
8. Jalan Raya Pagerluyung – Jalan Lokal Gedeg 5 –
Kantor Desa Pagerluyung; dan
9. Jalan Raya Pagerluyung – Jalan Lokal
Pegerluyung 9 – Kantor Desa Pagerluyung
c. membangun community self help pada tiap-tiap
permukiman di semua Sub BWP sehingga bisa
bertindak sebagai pengontrol dan pelaksana
penanganan bahaya pada awal bencana longsor; dan
d. untuk kegiatan tanggap darurat maka perlu
dikembangkan adanya stok obat-obatan dan bahan
makanan yang dapat dikoordinir pengelolaannya
melalui Puskesmas Desa Gembongan dan Rumah
Sakit RA Basuni di Desa Gedeg.
(6) Peta rencana pengembangan jaringan prasarana lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 35
Rencana pengembangan jaringan prasarana lainnya berupa
Rencana Pemeliharaan dan pembangunan jaringan irigasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c meliputi :
a. mempertahankan kondisi lingkungan sekitar sempadan
sungai dan anak sungai Brantas sebagai Jaringan irigasi
Primer supaya tidak berubah fungsi menjadi non RTH;
b. pemeliharaan jaringan irigasi teknis yang sudah ada
pada zona pertanian pada semua Sub BWP;
c. pembangunan dan perbaikan jaringan irigasi pada lahan
pertanian di Sub BWP II dan Sub BWP III menjadi irigasi
teknis;
d. pemisahan sistem jaringan drainase dengan sistem
jaringan irigasi pada zona permukiman yang berdekatan
dengan zona pertanian di semua Sub BWP; dan
e. peta rencana pengembangan jaringan irigasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
- 39 -

BAB VI
PENETAPAN SUB BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN
YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA

Pasal 36
(1) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf d
adalah Sub BWP I dan III yang meliputi:
a. pengembangan fungsi zona; dan
b. kebutuhan penanganan.
(2) Pengembangan fungsi zona sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan pada kawasan industri pada Desa
Ngares Kidul dan Desa Gembongan;
b. pengembangan lingkungan permukiman pekerja
industri pada Desa Ngares Kidul dan Desa
Gembongan; dan
c. penataan koridor jalan zona perdagangan jalan
kolektor Desa Gedeg dan pada zona perdagangan di
area interchange Desa Pagerluyung di Sub BWP I.
(3) Kebutuhan penanganan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. penataan kawasan secara lebih rinci dengan
penyusunan RTBL untuk rencana Penataan Koridor
Perdagangan dan Lingkungan Permukiman Pekerja
kawasan industri;
b. penataan kawasan dengan penyusunan rencana detail
kawasan industri yang mengatur:
1. peraturan zonasi kawasan industri;
2. penataan intensitas bangunan;
3. pengaturan sirkulasi angkutan umum dan
angkutan barang;
4. penataan sistem drainase;
5. penyediaan RTH sebagai estetika lingkungan dan
unsur ekologi kawasan;
6. penyediaan sempadan hijau seluas 50 m di setiap
perbatasan zona industri dengan zona permukiman;
7. penataan dan penyediaan ruang untuk sektor
informal;
8. penyediaan permukiman untuk memfasilitasi
pekerja industri; dan
9. pengembangan badan pengolahan limbah.
(4) Peta Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
- 40 -

BAB VII
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 37
Ketentuan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (4) huruf e meliputi perwujudan tata
ruang dan indikasi program pemanfaatan ruang.

Bagian Kedua
Perwujudan Tata Ruang
Pasal 38
Perwujudan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 meliputi:
a. program perwujudan rencana pola ruang;
b. program perwujudan rencana jaringan prasarana;
c. program perwujudan BWP yang diprioritaskan
penanganannya; dan
d. tabel ketentuan pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37, sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Program Perwujudan Rencana Pola Ruang
Pasal 39
(1) Program Perwujudan Rencana Pola Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf a meliputi:
a. rencana zona lindung; dan
b. rencana zona budidaya.
(2) Perwujudan rencana zona lindung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penetapan zona lindung BWP Gedeg dengan program
utama penetapan zona lindung BWP Gedeg meliputi:
1. zona perlindungan setempat;
2. zona RTH kota; dan
3. zona rawan bencana.
b. mengoptimalkan dan mengembalikan ke fungsi zona
perlindungan setempat untuk kepentingan konservasi
meliputi:
1. penghijauan, penguatan tebing (membuat
plengsengan), pengembangan kali bersih,
pengembangan pariwisata dan penelitian; dan
2. penetapan batas penghijauan dan pembatasan
kawasan terbangun.
c. mengoptimalkan dan pemeliharaan RTH publik untuk
peningkatan kualitas lingkungan meliputi:
1. penyediaaan RTH kota sehingga mencapai 30%
(tiga puluh persen) dari luas DAS, dengan
mengembangkan RTH taman, RTH jalur hijau
jalan, dan RTH fungsi tertentu; dan
- 41 -

2. pengawasan, perawatan, dan pemeliharaan


kondisi RTH agar dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
d. perlindungan dan penanganan zona rawan bencana,
meliputi perbaikan sistem drainase pada areal rawan
banjir dan penyediaan ruang untuk evakuasi
bencana.
(3) Perwujudan rencana zona budidaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengembangan perumahan sebagai dampak
perkembangan BWP Gedeg meliputi:
1. pengembangan perumahan baru yang
dikembangkan baik oleh pengembang maupun
masyarakat;
2. penyediaan prasarana permukiman secara layak
baik untuk individual maupun komunal;dan
3. pembangunan rusunawa untuk pemenuhan
kebutuhan pekerja kawasan industri.
b. pengembangan perdagangan jasa untuk
mengoptimalkan fungsi BWP Gedeg sebagai PPK pada
RTRW Daerah meliputi:
1. pembangunan dan perluasan pasar regional di Sub
BWP II dan III;
2. penyediaan ruang bagi perdagangan informal
terutama pada pusat perdagangan dan jasa; dan
3. pengaturan lingkungan kawasan perdagangan
bentuk ruko dan pertokoan.
c. pengembangan zona perkantoran pemerintah
program utama meliputi:penyediaan prasarana
pendukung sub zona perkantoran pemerintahan
antara lain meliputi jalur pejalan kaki, RTH,
penerangan jalan, parkir, sampah dan
peresapan/pengaliran air;
d. pengembangan zona sarana pelayanan umum untuk
mengoptimalkan fungsi BWP Gedeg dengan program
meliputi:
1. sub zona pendidikan meliputi pemerataan taman
kanak-kanak dan sekolah dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (MI) pada pada pengembangan
perumahan baru;
2. sub zona transportasi meliputi pembangunan
halte pada zona perdagangan, zona kesehatan,
zona perkantoran dan fasilitas pendidikan;
3. sub zona kesehatan meliputi pengembangan
rumah sakit di Sub BWP I;
4. sub zona olahraga berupa pengembangan
lapangan olahraga pada pengembangan
perumahan baru di Sub BWP I, Sub BWP II dan
Sub BWP III; dan sport center pada Sub BWP I dan
Sub BWP II;
5. sub zona sosial budaya berupa pengembangan
gedung pertemuan/balai warga pada pada
pengembangan perumahan baru di Sub BWP I,
Sub BWP II dan Sub BWP III; dan
6. sub zona peribadatan meliputi pengembangan
masjid, musholla/langgar dan gereja di tiap Sub
- 42 -

BWP terutama perumahan baru sesuai dengan


daya dukung penduduknya.
e. pengembangan zona industri yang telah ada di Sub
BWP III, dengan penyediaan prasarana pendukung
sub zona industri meliputi penyediaan dan
pengembangan jaringan jalan, penyediaan sempadan
hijau, perlindungan terhadap sawah irigasi yang
berada di sekitar kawasan industri, pembangunan
IPAL;
f. pengembangan kawasan industri berupa sub zona
aneka industri yaitu industri pengolah hasil
pertanian dan non pertanian di Sub BWP III,
penyediaan prasarana pendukung sub zona industri
meliputi penyediaan permukiman pekerja industri,
pembangunan Hutan Kota sebagai RTH Kawasan
Industri, penyediaan dan pengembangan jaringan
jalan, penyediaan sempadan hijau, perlindungan
terhadap sawah irigasi yang berada di sekitar
kawasan industri, penyediaan bahan pengolah
limbah/IPAL
g. zona peruntukan lainnya untuk mengoptimalkan
fungsi BWP Gedeg dengan program meliputi:
1. sub zona pertanian berupa pengembangan
pertanian lahan basah di Sub BWP II;
2. pengembangan wisata edukasi dengan
memanfaatkan lahan pertanian yang sudah ada;
dan
3. pembangunan “Taman Bertema” pada daerah
sempadan sungai di Sub BWP III.
h. zona khusus dengan program meliputi:
1. pengadaan sistem pengolahan sampah pada TPS
di Sub BWP II dan pengembangan fungsi RTH
sebagai sabuk hijau (green belt) TPS; dan
2. pengadaan TPS di setiap Sub BWP dan TPS pada
Sub BWP III yang difungsikan untuk melayani
zona industri dan kawasan industri.

Bagian Keempat
Program Perwujudan Rencana Jaringan Prasarana
Pasal 40
(1) Perwujudan rencana jaringan prasarana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf b meliputi:
a. pengembangan jaringan pergerakan;
b. pengembangan jaringan energi/kelistrikan;
c. pengembangan jaringan telekomunikasi;
d. pengembangan jaringan air minum;
e. pengembangan jaringan drainase;
f. pengembangan jaringan persampahan; dan
g. pengembangan jaringan prasarana lainnya.
(2) Penetapan sistem jaringan pergerakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pembangunan jaringan jalan tol Kertosono-Mojokerto
yang melalui Desa Gedeg;
b. pembangunan interchange jalan tol Kertosono-
Mojokerto yang melalui Desa Pagerluyung;
- 43 -

c. pembangunan jalan kolektor penghubung pusat


permukiman dan kawasan industri serta
pembangunan jalan lingkungan pada permukiman
baru;
d. penambahan fasilitas pelengkap jalan pada Jalan
Raya Gedeg dan Jalan Raya Gempolkerep yang
melalui Desa Pagerluyung, Desa Gedeg, Desa
Gempolkerep, Desa Gembongan, dan Desa
Ngareskidul;
e. perencanaan dan penataan trayek angkutan
penumpang desa dan AKDP;
f. penyediaan lahan parkir pada fasilitas perdagangan
dan jasa, perkantoran dan pelayanan umum (off
street), penyediaan lahan parkir pada bangunan baru
sebagai satu kesatuan unit bangunan serta penataan
RTH yang menjadi kesatuan pada lahan parkir; dan
g. perbaikan dan penyediaan jalur pejalan kaki berupa
trotoar.
(3) Penetapan sistem jaringan energi/kelistrikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengamanan area sekitar SUTT;
b. pengembangan jaringan SUTM pada kawasan baru
yang akan dikembangkan; dan
c. pengembangan jaringan SUTR meliputi seluruh jalan
BWP Gedeg.
(4) Penetapan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. perluasan jaringan prasarana telekomunikasi berupa
jaringan kabel telepon di seluruh Sub BWP;
b. penyediaan dan perawatan tower Base Transceiver
Station (BTS) secara bersama; dan
c. penyediaan dan pemerataan TV Kabel.
(5) Penetapan sistem jaringan air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. peningkatan sarana dan prasarana pendukung
fasilitas air minum berupa keran air bersih siap
minum;
b. pembangunan tandon di Sub BWP II yang digunakan
sebagai tendon air dari PDAM untuk melayani BWP
Gedeg dan peningkatan pelayanan jaringan PDAM
yang sudah ada; dan
c. perlindungan terhadap daerah resapan air.
(6) Penetapan sistem jaringan drainase sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. perbaikan saluran drainase berupa normalisasi dari
endapan tanah dan tumpukan sampah;
b. pengembangan drainase baru di daerah permukiman
baru, pusat kawasan perkotaan dan kawasan
industri untuk mencegah genangan dan banjir;
c. pengembangan sistem eco drainase yaitu perpaduan
antara drainase dan biopori khususnya pada daerah
rawan banjir, permukiman dan pusat perkotaan;
d. pemantapan sistem drainase sesuai hirarkinya
sebagai sistem primer, sekunder dan tersier; dan
e. pengembangan kolam konservasi di Sub BWP III.
- 44 -

(7) Penetapan sistem jaringan persampahan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:
a. perluasan TPS Sub BWP II;
b. pengembangan fasilitas penunjang pada TPS terpadu
di Sub BWP II dengan sistem composting;
c. pengembangan fasilitas penunjang pada TPS di
semua Sub BWP ; dan
d. pengembangan persampahan permukiman, sarana,
jalan, pasar, dan industri melalui pemilahan sampah,
penambahan gerobak, dan penentuan alur ritasi.
(8) Penetapan sistem jaringan prasarana lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi:
a. penyediaan jalur khusus untuk evakuasi bencana
banjir; dan
b. pengembangan fasilitas penunjang untuk evakuasi
bencana banjir dan longsor.

Bagian Kelima
Perwujudan Bagian Wilayah Perkotaan Kecamatan Gedeg yang
Diprioritaskan Penanganannya

Pasal 41
Perwujudan BWP Gedeg yang diprioritaskan penanganannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat c meliputi:
a. penataan kawasan secara lebih rinci dengan penyusunan
RTBL untuk rencana penataan koridor perdagangan dan
lingkungan permukiman pekerja kawasan industri;
b. penataan kawasan dengan penyusunan rencana detail
kawasan industri yang mengatur :
1. peraturan zonasi kawasan industri;
2. penataan intensitas bangunan;
3. pengaturan sirkulasi angkutan umum dan angkutan
barang;
4. penataan sistem drainase;
5. penyediaan RTH sebagai estetika lingkungan dan unsur
ekologi kawasan; ;
6. penyediaan sempadan hijau seluas 50 m di setiap
perbatasan zona industri dengan zona permukiman;
7. penataan dan penyediaan ruang untuk sektor informal;
8. penyediaan permukiman untuk memfasilitasi pekerja
industri; dan
9. pengembangan badan pengolahan limbah.

BAB VIII
PERATURAN ZONASI
Pasal 42
(1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (4) huruf f disusun sebagai pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang serta berdasarkan rencana rinci tata
ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.
(2) Ketentuan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
- 45 -

b. ketentuan tata bangunan;


c. ketentuan prasarana dan sarana minimum;
d. ketentuan pelaksanaan;
e. ketentuan perubahan peraturan zonasi; dan
f. ketentuan khusus.
(3) Muatan ketentuan peraturan zonasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), meliputi peta zonasi, tabel
matriks kegiatan dan pemanfaatan ruang zonasi dan
zoning text sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

BAB IX
PERIZINAN
Pasal 43
(1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 4
huruf g adalah perizinan yang terkait dengan izin
pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum
pelaksanaan pemanfaatan ruang.
(2) Perijinan merupakan dasar bagi pejabat yang
berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang
berdasarkan rencana tata ruang yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah ini.
(3) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut
prosedur sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
(5) Pemberian izin pemanfaatan ruang yang berdampak
besar dan penting wajib dilakukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(6) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau
diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar
maka batal demi hukum.
(7) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui
prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak
sesuai dengan rencana tata ruang , dibatalkan oleh
pejabat yang berwenang.
(8) Terhadap kerugian yang ditimbukan akibat pembatalan
izin yang diperoleh melalui prosedur yang benar dapat
dimintakan penggantian yang layak kepada instansi
pemberi izin.
(9) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat
adanya perubahan rencana tata ruang, dapat
dibatalkan oleh Pejabat yang berwenang dengan
memberikan ganti kerugian yang layak.
(10) Setiap pejabat yang berwenang dilarang menerbitkan
izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(11) Dalam hal kegiatan perizinan mencakup kegiatan:
a. izin lokasi/fungsi ruang;
b. izin pemanfaatan ruang; dan
c. kualitas ruang.
- 46 -

(12) Dalam hal pelaksanaan prosedur pemberian ijin lokasi


terlebih dahulu harus mengurus pertimbangan teknis
pertanahan dalam rangka ijin lokasi.
(13) Mekanisme ketentuan perizinan akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.

BAB X
KETENTUAN INSENTIF DAN DISINSENTIF
Pasal 44
(1) Pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat 4 huruf h adalah :
a. insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai
dengan rencana tata ruang dan indikasi arahan
peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini; dan
b. disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang
yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi
keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam
pemanfaatan ruang wilayah daerah dilakukan oleh
Pemerintah Daerah kepada masyarakat.
(3) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan
oleh instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.
(4) Insentif kepada masyarakat diberikan, antara lain
dalam bentuk :
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi silang;
c. imbalan;
d. sewa ruang;
e. urun saham;
f. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
h. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta
dan/atau Pemerintah Daerah.
(5) Disinsentif kepada masyarakat diberikan, antara lain
dalam bentuk :
a. pembatasan penyediaan infrastruktur;
b. pengenaan kompensasi; dan/atau
c. penalti.
(6) Tata cara pemberian insentif dan disinsentif akan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XI
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

Hak Masyarakat
Pasal 45
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata ruang wilayah dan rencana
rinci di daerah;
- 47 -

b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat


penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang
terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah
dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian.

Kewajiban Masyarakat
Pasal 46
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan
sebagai milik umum.

BAB XII
PERAN MASYARAKAT
Pasal 47
Dalam pemanfaatan ruang di daerah, peran serta
masyarakat dapat berbentuk:
a. pemanfaatan ruang daratan, perairan, dan ruang udara
berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama,
adat, atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan
yang mencakup lebih dari satu wilayah daerah/kota di
daerah;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan
RTRW dan rencana tata ruang kawasan yang meliputi
lebih dari satu wilayah;
d. pembangunan sistem informasi tata ruang;
e. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai
dengan RTRW daerah yang telah ditetapkan; dan
f. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan
ruang dan/atau kegiatan menjaga, memelihara, serta
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
- 48 -

Pasal 48
Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta
masyarakat dapat berbentuk:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan
kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah
daerah/kota di daerah, termasuk pemberian informasi
atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan
dimaksud;
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan
dengan penertiban pemanfaatan ruang; dan
c. melakukan penyidikan terhadap tidak pidana tertentu
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang yang menjadi dasar hukumnya
dengan wewenang berada di tangan PPNS (Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang).

BAB XIII
KERJASAMA DAERAH

Pasal 49
(1) Kegiatan Penataan Ruang yang menimbulkan dampak
lintas daerah dilaksanakan kerjasama antar daerah.
(2) Ketentuan mengenai kerjasama antar daerah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

BAB XIV
KELEMBAGAAN

Pasal 50
(1) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan secara terpadu dan
komprehensif melalui suatu koordinasi dan kerja sama
antara pemerintah kabupaten dan pihak-pihak lain
yang terkait dengan pemanfaatan ruang dan
pelaksanaan kegiatan pembangunan.
(2) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan
penataan ruang dan kerja sama antar sektor/antar
daerah bidang penataan ruang dibentuk BKPRD.
(3) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Keputusan Bupati.

BAB XV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 51
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46, dikenai sanksi administratif.
- 49 -

Pasal 52
(1) Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang
dilakukan terhadap penyelenggaraan pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana pola ruang, rencana
jaringan prasarana dan peraturan zonasi.
(2) Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada
pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan
perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula
kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang
menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
(3) Sanksi administratif yang dikenakan kepada pemanfaat
ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dapat
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif
(4) Sanksi administratif yang dikenakan kepada pejabat
pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam pada
ayat (2) ditetapkan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Mekanisme dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.

BAB XVI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 53
Dalam penyelidikan pemanfaatan ruang, wewenang berada
di tangan PPNS yaitu Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan
Ruang, adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana Penataan Ruang.

Pasal 54
Kedudukan PPNS Penataan Ruang di bawah Bupati.

Pasal 55
Wewenang PPNS dalam melakukan penyelidikan, meliputi :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana
dalam bidang penataan ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana dalam bidang penataan
ruang;
- 50 -

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang


sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dalam
bidang penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang
berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang
penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta
melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan
dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang
penataan ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam
bidang penataan ruang.

Pasal 56
Tanggung jawab PPNS dalam melakukan penyelidikan,
bertanggung jawab kepada Bupati.

Pasal 57
(1) PPNS Penataan Ruang mempunyai tugas pokok sebagai
berikut:
a. melakukan penyidikan tindak pidana Penataan
Ruang;
b. mewujudkan tegaknya hukum dalam pengendalian
pemanfaatan ruang dengan melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana penataan ruang dalam
koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri;dan
c. melakukan pembinaan ke dalam agar tercipta suatu
kesiapan dalam rangka melaksanakan tugas
penyidikan tindak pidana penataan ruang.
(2) PPNS Penataan Ruang mempunyai kewajiban sebagai
berikut:
a. memberitahukan atau melaporkan tentang
penyidikan yang dilakukan kepada Penyidik Polri;
b. memberitahukan perkembangan penyidikan yang
dilakukannya kepada Penyidik Polri;
c. meminta petunjuk dan bantuan penyidikan kepada
Penyidik Polri sesuai kebutuhan;
d. memberitahukan penghentian penyidikan yang
dilakukannya;dan
e. menyerahkan berkas perkara, tersangka dan barang
bukti kepada penuntut umum melalui Penyidik Polri.
(3) PPNS Penataan Ruang mempunyai fungsi menegakkan
hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang yang
menyangkut tindak pidana penataan ruang.
(4) PPNS memberitahukan dimulainya penyidikan kepada
Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(5) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55, memerlukan tindakan
penangkapan dan penahanan, PPNS melalukan
koordinasi dengan Pejabat Penyidik Kepolisian Negara
- 51 -

Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan.
(6) PPNS menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut
umum melalui Pejabat Penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
(7) Pengangkatan PPNS dan tata cara serta proses
penyidikan dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB XVII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 58
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam pasal 46
dikenai sanksi pidana, sebagaimana peraturan
perundangan yang berlaku.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.

BAB XVIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 59
(1) RDTR BWP Gedeg berlaku selama 20 (dua puluh) tahun.
(2) RDTR BWP Gedeg sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat ditinjau kembali minimal 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.
(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang
berkaitan dengan bencana alam skala besar yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
dan/atau perubahan batas dan/atau wilayah Daerah
yang ditetapkan dengan Undang-Undang, evaluasi/revisi
rencana detail tata ruang zona sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.
(4) Peraturan Daerah tentang RDTR BWP Gedeg ini
dilengkapi dengan Buku Rencana, Peraturan Zonasi dan
Album Peta sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini

Pasal 60
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus
ditetapkan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak
Peraturan Daerah ini diundangkan.
- 52 -

BAB XIX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 61
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan
ruang daerah tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan
Peraturan Daerah ini.
(2) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan
telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini
tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan tetapi tidak
sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini
berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan
pembangunannya, izin tersebut disesuaikan
dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan
Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan
pembangunannya, dilakukan penyesuaian dengan
masa transisi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan
pembangunannya dan tidak memungkinkan
untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan peraturan daerah ini, izin
yang telah diterbitkan tetap berlaku dan tidak
dapat diperluas.
c. pemanfaatan ruang pada BWP Gedeg yang
diselenggarakan tanpa izin dan bertentangan dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini akan ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan
d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan
Peraturan Daerah ini agar dipercepat untuk
mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 62
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 53 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Mojokerto.

Ditetapkan di Mojokerto
pada tanggal 8 Desember 2015

Pj. BUPATI MOJOKERTO,

MOCH. ARDI P.

Diundangkan di Mojokerto
pada tanggal 8 Desember 2015

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO,

HERRY SUWITO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2015 NOMOR

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO,


PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 / 2015

Anda mungkin juga menyukai