Anda di halaman 1dari 7

E-Learning Sebagai Inovasi Media Pendidikan di Era Revolusi Industri dan Pendidikan 4.

1. PENDAHULUAN

Era pendidikan 4.0 merupakan istilah umum yang digunakan oleh para ahli teori pendidikan
untuk menggambarkan berbagai cara mengintegrasikan teknologi siber baik secara fisik maupun
tidak ke dalam pembelajaran. Ini merupakan lompatan dari Education 3.0 yang menurut Jeff
Borden, Education 3.0 mencakup pertemuan neuroscience, psikologi kognitif, dan teknologi
pendidikan, menggunakan teknologi digital dan mobile berbasis web, termasuk aplikasi,
perangkat keras dan perangkat lunak, dan " apa lagi dengan e di depannya. Pendidikan 4.0 jauh
di atas itu dan dalam beberapa hal, pendidikan 4.0 merupakan fenomena yang menjawab
kebutuhan akan munculnya revolusi industri keempat di mana manusia dan mesin diselaraskan
untuk menemukan solusi, memecahkan masalah dan tentu saja menemukan kemungkinan
inovasi baru.Revolusi Industri Keempat diumumkan di Davos pada tahun 2016, berbagai elemen
yang terkait dengan dimensi baru ini telah berlangsung selama hampir satu dekade. Istilah ini
mendapat publisitas luas ketika Kanselir Jerman Angela Merkel disorot di Hanover Fair tahun
2011, munculnya Industri 4.0 membuat manufaktur Jerman lebih kompetitif. istilah umum yang
digunakan oleh para ahli teori pendidikan untuk menggambarkan berbagai cara
mengintegrasikan teknologi siber baik secara fisik maupun tidak langsung ke dalam
pembelajaran. Ini adalah lompatan dari pendidikan 3.0. Education 3.0 mencakup pertemuan ilmu
saraf, psikologi kognitif, dan teknologi pendidikan, menggunakan digital dan berbasis web
seluler, termasuk aplikasi, perangkat keras, dan perangkat lunak. 22 Pendidikan 4.0 merupakan
fenomena yang muncul sebagai jawaban atas kebutuhan revolusi industri 4.0, dimana manusia
dan mesin disejajarkan untuk mencari solusi, memecahkan berbagai permasalahan yang
dihadapi, dan menemukan kemungkinan-kemungkinan baru untuk inovasi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kehidupan manusia modern.

Revolusi industri 4.0 terjadi sekitar tahun 2010. Perkembangan industri 4.0 berdampak pada
berbagai bidang termasuk pendidikan. Proses dalam kegiatan belajar mengajar saat ini
memanfaatkan teknologi digital (Davis, 2015). Kompetensi guru juga harus ditingkatkan untuk
mengikuti arus perkembangan informasi dan teknologi (Kagermann, 2014). Guru sebagai
pemimpin dalam pembelajaran dituntut untuk mampu beradaptasi dan siap berubah, guna
menghadapi tantangan di era industri 4.0 (Burritt and Christ, 2016). Guru diperlukan untuk
membentuk karakter siswa, panutan yang menumbuhkan semangat, kreativitas dan empati sosial.
Di era industri 4.0 siswa harus dibekali dengan keterampilan antara lain: berpikir kritis,
pemecahan masalah, kreatif, inovatif, serta berkomunikasi dan berkolaborasi. Siswa di era
Pendidikan 4.0 dituntut memiliki keterampilan yang terampil dalam menggunakan teknologi
baik dalam mencari, mengelola maupun menyampaikan informasi (Hussin, 2018). Keterampilan
yang harus dimiliki mahasiswa menurut Wold Economic Forum (2016) antara lain: (1) Complex
Problem Solving, (2) berkoordinasi dengan orang lain, (3) people management, (4) critical
thinking, (5) negosiasi, (6 ) pengendalian kualitas, (7) orientasi pelayanan, (8) penilaian dan
pengambilan keputusan, (9) pembelajaran aktif, dan (10) kreativitas, sehingga dapat memenuhi
tuntutan kebutuhan masa depan (Jack Ma, 2018). Keterampilan tersebut harus dikuasai oleh
mahasiswa agar dapat memenuhi tuntutan kebutuhan industri di masa yang akan datang.
Pemerintah Indonesia telah menyiapkan kurikulum yang menekankan pada STEAM (Science,
Technology, Engineering, the Arts, and Mathematics) untuk mencapai keberhasilan
implementasi peta jalan Making Indonesia (Hartanto, 2018). Pemerintah berupaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia berkualitas unggul akan dihasilkan dari
guru-guru yang mampu menguasai teknologi super cepat. Oleh karena itu, untuk menjawab
tantangan di era Pendidikan 4.0 guru tidak hanya mengubah cara mengajar tetapi harus mampu
meningkatkan dan menyesuaikan kompetensi, kualitas dan profesionalisme. Peningkatan sumber
daya manusia ini untuk memenuhi tuntutan industri masa depan. Dalam meningkatkan sumber
daya manusia, guru berperan dalam membangun kemampuan siswa.

Peran guru di era Education 4.0 tidak akan tergantikan oleh teknologi hebat apapun. Guru tidak
hanya untuk mengisi ilmu pengetahuan siswa, tetapi guru memiliki peran dalam mendidik
karakter, etika, dan moral siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi saat ini dapat dimanfaatkan dengan baik dan maksimal untuk
menunjang efektifitas proses pendidikan. Demikian pula Pendidikan Agama Islam sangat
memungkinkan untuk mendapatkan sentuhan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses
pembelajarannya. Pemberian materi dan pelaksanaan proses pembelajaran dapat dilakukan
dengan memanfaatkan teknologi berbasis internet. Hal ini tentunya akan dapat mendukung
seorang guru dalam menyampaikan materi ajar tentang Islam kepada siswanya. Apalagi jika
dilihat dari penerapannya secara umum, pembelajaran selama ini cenderung monoton, kaku,
terpaku pada membaca buku teks, kurang inovatif, dan tidak memanfaatkan perkembangan
teknologi, sehingga pembelajaran cenderung membosankan. Tentunya hal ini juga akan
berdampak pada tidak efektifnya pencapaian tujuan pembelajaran itu sendiri. Apalagi
karakteristik siswa yang dididik saat ini jauh berbeda dengan generasi sebelumnya, sehingga
diperlukan pendekatan dan media pembelajaran yang lebih inovatif dan progresif untuk
mengakomodasi minat mereka. Sebagai alternatif pemecahan masalah tersebut sekaligus untuk
mengakomodir pergerakan perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat di era
revolusi industri 4.0, proses pembelajaran dan setiap komponen mata pelajaran perlu
dikembangkan dengan mentransformasikannya ke dalam virtual atau bentuk elektronik.

Hal ini juga tidak terlepas dari pergeseran kebutuhan masyarakat saat ini yang menganggap
kecepatan dalam mengakses informasi dan pengetahuan terkini hampir sama dengan kebutuhan
sekunder. Proses transformasi tersebut diharapkan mampu menjembatani realitas yang ada
dengan cita-cita dalam proses pendidikan, tentunya tanpa mengabaikan nilai-nilai pendidikan
yang terkandung di dalamnya. Salah satu alternatif pengembangan pembelajaran yang dapat
dilakukan di era revolusi industri 4.0 adalah pembelajaran elektronik atau yang sering disebut
dengan e-learning. Keberadaan dan urgensi e-learning dalam proses pembelajaran merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipungkiri sebagai konsekuensi logis dari perkembangan dan penetrasi
teknologi dan informasi di era digital ini. Di sisi lain, pemanfaatan dan pemanfaatan e-learning
juga diharapkan dapat mendukung kebijakan dan peran pemerintah dalam pemerataan akses
pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia di seluruh nusantara serta mengantarkan mereka
menjadi sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. mampu bersaing dengan dunia
global. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
yang menyatakan bahwa dalam suatu pendidikan, proses pembelajaran tidak hanya dapat
dilakukan dengan pendekatan konvensional tetapi juga dapat dilakukan dengan sistem jarak jauh.
Artinya pendidikan dan proses pembelajaran tidak hanya dilakukan secara monoton dalam
ruangan tertutup, dengan buku dan pertemuan dengan pendidik di kelas setiap saat, tetapi
pembelajaran juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi di bidang pendidikan seperti internet dan media sosial. Hal ini bertujuan untuk
memotivasi siswa agar lebih giat belajar dimanapun dan kapanpun serta selalu haus akan
informasi, sehingga semakin kaya akan ilmu.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah dan Perkembangan E-Learning Perkembangan e-learning sendiri hampir sejalan dengan
pesatnya dunia Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hal ini dimulai dengan semakin
dikenalnya komputer oleh masyarakat luas khususnya akademisi, yang kemudian mulai
digunakan dan dikembangkan untuk kepentingan pendidikan dengan tujuan untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi proses pendidikan. E-learning merupakan produk integrasi dan inovasi
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ke dalam dunia pendidikan. Sebagai salah satu
produk integrasi tersebut, e-learning diharapkan mampu membuka babak baru dalam dunia
pendidikan yang mampu memberikan kemudahan, kenyamanan, efisiensi, dan efektifitas
pembelajaran bagi peserta didik atau peserta didik. Sementara itu, e-learning berkembang cukup
pesat dari waktu ke waktu. E-learning pertama kali diperkenalkan oleh University of Illinois di
Urbana-Champaign dengan menggunakan sistem Computer-Assisted Instruction (CAI) dan
komputer yang disebut PLATO.22 Sejak itu, perkembangan e-learning dapat digambarkan
sebagai berikut. Isinya berupa materi pembelajaran dalam bentuk tulisan dan multimedia (video
dan audio) dalam format MOV, MPEG1, AVI dan sebagainya.

Ini adalah e-learning dalam bentuk yang sangat sederhana. Selanjutnya tahun 1994 merupakan
era pengembangan Computer Based Training menjadi paket-paket CBT yang lebih menarik,
seperti penggunaan animasi untuk bahan ajar, dan sebagainya. Selanjutnya tahun 1997
merupakan era perkembangan LMS (Learning Management System). Sejak tahun ini
perkembangan teknologi internet sudah mulai dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran,
namun masih tahap awal prosesnya. Berlanjut ke tahun 1999 yang merupakan era aplikasi e-
learning berbasis Web. Sejak tahun ini, LMS (Learning Management System) mulai
dikembangkan menuju aplikasi e-learning berbasis Web yang komprehensif, baik untuk peserta
didik (learnner) maupun administrasi belajar mengajar. Selain itu, LMS juga sudah mulai
digabung dengan website informasi, majalah dan surat kabar. Kontennya juga semakin kaya
dengan kombinasi video streaming, multimedia, dan tampilan interaktif dalam berbagai pilihan
format data yang lebih standar dan kecil 24. Pada tahun 2000, banyak perusahaan di bidang
bisnis mulai mengadopsi e-learning sebagai pusat pelatihan untuk karyawan mereka. Banyak
jenis alat untuk e-learning telah muncul. Kemudian dari tahun 2010 hingga sekarang media
sosial mulai banyak digunakan, sehingga e-learning semakin terinspirasi oleh media sosial
karena dinilai mampu memberikan inovasi dan suasana belajar yang lebih menyenangkan. Di
antara contoh media sosial yang dimaksud adalah Youtube, Twitter, Instagram, Facebook,
Skype, Hangout, dan lain-lain.

Perlu diketahui pula bahwa pada awalnya e-learning dirancang dan dikembangkan untuk
keperluan pembelajaran jarak jauh, yaitu suatu bentuk pembelajaran alternatif yang ditujukan
untuk memecahkan masalah keterbatasan waktu dan ruang yang dihadapi dalam proses
pembelajaran di dunia pendidikan. pendidikan, seperti juga ada. Di negara kita Indonesia dimana
e-learning mulai dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai sarana penunjang pembelajaran jarak
jauh sejalan dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (SK Mendiknas)
No. 107/U/2001 tentang PTJJ (Dikti Jarak Jauh) yang secara khusus memungkinkan
penyelenggaraan pendidikan melalui Pendidikan Jarak Jauh dengan memanfaatkan teknologi
informasi. Kemudian, seiring dengan perkembangan zaman, e-learning mulai digunakan untuk
mendukung pembelajaran tatap muka (konvensional), khususnya pada jenjang perguruan tinggi
(PT), sekolah menengah atas (SMA), dan sekolah menengah pertama (SMP). Fungsi atau Peran
E-Learning untuk Kegiatan Pembelajaran Dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran, e-
learning dapat berfungsi sebagai beberapa kategori peran. Beberapa fungsi e-learning untuk
kegiatan atau proses pembelajaran antara lain sebagai pelengkap (penambahan), pelengkap
(complement), dan substitusi (pengganti). Untuk lebih jelasnya berikut adalah penjelasan dari
masing-masing fungsi e-learning untuk kegiatan pembelajaran: E-learning dikatakan berfungsi
sebagai suplemen (tambahan) jika siswa atau peserta didik memiliki kebebasan untuk memilih
antara memanfaatkan materi yang tersedia pada e-learning atau tidak. Artinya siswa tidak
diwajibkan atau diwajibkan untuk mengakses platform e-learning dan juga tidak diharuskan
untuk memanfaatkan materi yang tersedia di dalamnya melainkan hanya bersifat opsional.

Namun, mahasiswa yang ingin menggunakannya tentunya akan memiliki tambahan


pengetahuan, wawasan, pengetahuan dan informasi bermanfaat yang lebih luas. E-learning
berfungsi sebagai pelengkap (complement), jika materi yang tersedia pada platform e-learning
dimaksudkan dan diprogram untuk melengkapi dan mendukung materi pembelajaran yang
diterima siswa dari pembelajaran tatap muka di kelas. Artinya materi atau soal latihan yang
tersedia pada platform e-learning yang digunakan diprogramkan sebagai materi penguatan bagi
siswa yang mampu menguasai dan memahami materi yang didapat dari kegiatan belajar
mengajar tatap muka di kelas secara cepat (fast peserta didik). Selain itu, materi e-learning juga
dapat diarahkan sebagai program remedial bagi siswa yang mengalami kesulitan menguasai dan
memahami materi pelajaran kegiatan belajar mengajar di kelas (slow learner) dengan
memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengakses materi e-learning yang telah telah
disediakan untuk mereka, sehingga mereka dapat memiliki lebih banyak waktu dan kesempatan
untuk lebih memahami materi pelajaran yang telah dipelajari dengan guru di kelas.
Sedangkan peran e-learning sebagai substitusi (pengganti) dalam pembelajaran konvensional
adalah membantu memudahkan siswa dalam mengatur kegiatan belajarnya agar sesuai dengan
waktu dan kegiatan lainnya. Dalam konteks ini, setidaknya ada tiga pilihan model kegiatan
pembelajaran yang dapat dipilih, yaitu: a) tatap muka (konvensional); b) melalui internet
sepenuhnya; c) kombinasi atau kombinasi tatap muka dan melalui internet. Dari penjelasan di
atas dapat kita pahami bersama bahwa e-learning tidak hanya dapat digunakan untuk
mewujudkan pembelajaran jarak jauh, tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana penunjang dan
penunjang kegiatan pembelajaran tatap muka, untuk mata pelajaran atau mata pelajaran apapun
termasuk didalamnya. Pendidikan Agama Islam (PAI), baik di lembaga pendidikan formal
maupun nonformal. Penggunaan dan pemanfaatan e-learning dalam pembelajaran sebenarnya
tidak lepas dari penggunaan internet itu sendiri. Artinya, tentu ada kelebihan dan kekurangan di
dalamnya. Internet telah menjadi pilihan dan alternatif yang sangat strategis untuk kegiatan
belajar dengan terciptanya kemudahan akses terhadap berbagai macam informasi kapan saja dan
dimana saja. Munir menyatakan setidaknya ada tujuh keunggulan dan manfaat e-learning,
khususnya e-learning berbasis internet seperti yang diuraikan di bawah ini: 1. Tersedianya
fasilitas e-moderating yang memungkinkan guru dan siswa lebih mudah berinteraksi dan
berkomunikasi melalui fasilitas internet tanpa dibatasi oleh waktu, jarak, dan tempat. 2. Guru dan
siswa dapat mengakses dan menggunakan bahan ajar atau petunjuk pembelajaran yang
terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga kedua belah pihak dapat saling mengevaluasi
sejauh mana materi dan bahan ajar telah dipahami dan dikuasai. 3. Siswa dapat mempelajari atau
mereview bahan ajar dimana saja dan kapan saja. Selain itu, materi e-learning juga dapat
disimpan di gadget, komputer, atau laptop sehingga siswa dapat lebih mudah mengulang materi
dan bahan ajar. 4. Jika siswa membutuhkan informasi tambahan tentang materi atau bahan ajar
yang dipelajarinya, siswa dapat mengaksesnya secara langsung dan mudah melalui fasilitas
internet. 5. Guru maupun siswa dalam jumlah banyak tetap dapat berdiskusi secara online,
sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan dengan lebih mudah dan luas. 6. Siswa
yang biasanya cenderung pasif menjadi lebih aktif 7. Relatif lebih efisien dari segi waktu, tempat
dan biaya.

Karakteristik E-Learning

Istilah e-learning terdiri dari huruf e yang merupakan singkatan dari kata electronic dan learning
yang berarti pembelajaran. Jadi, secara sederhana e-learning dapat berarti kegiatan pembelajaran
yang memanfaatkan atau menggunakan perangkat elektronik. Adapun definisi e-learning sendiri
sebenarnya sangat beragam, namun secara umum keragaman definisi elearning dimulai dari dua
pandangan dasar tentang e-learning, yaitu:

1. Pembelajaran berbasis elektronik, yaitu kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan teknologi


informasi dan komunikasi khususnya perangkat elektronik. Artinya, tidak hanya internet, tetapi
semua perangkat elektronik seperti film, video, kaset, OHP, slide, LCD proyektor, kaset, dll
selama menggunakan perangkat elektronik.
2. Berbasis internet, yaitu pembelajaran dengan menggunakan fasilitas internet yang bersifat
online sebagai instrumen utama. Artinya, memiliki persepsi bahwa e-learning harus
menggunakan internet yang bersifat online, yaitu fasilitas komputer yang terhubung dengan
internet. Artinya peserta didik dalam mengakses materi pembelajaran tidak terbatas pada jarak,
ruang dan waktu, bisa dimana saja dan kapan saja.

Kedua pandangan atau persepsi di atas diperkuat dan didukung oleh pendapat beberapa ahli yang
berpendapat tentang definisi e-learning. Salah satu ahli yang mendukung pengertian e-learning
sebagai pembelajaran berbasis elektronik adalah Cisco dan Cornellia yang menjelaskan “e-
learning adalah penyampaian konten melalui semua media elektronik termasuk internet, intranet,
ekstranet, siaran satelit, audio/video tape. , tv interaktif, dan CD ROM.”12 Pendapat ini sejalan
dengan definisi e-learning menurut American Society for Training and Development (ASTD)
yang dikutip oleh Rusman sebagai berikut: “E-Learning adalah seperangkat aplikasi yang luas
dan proses yang meliputi pembelajaran berbasis web, pembelajaran berbasis komputer, ruang
kelas virtual dan digital. Sebagian besar disampaikan melalui internet, intranet, pita audio dan
video, siaran satelit, TV interaktif, dan CD-ROM. Definisi e-learning berbeda-beda tergantung
pada organisasi dan cara penggunaannya tetapi pada dasarnya melibatkan sarana komunikasi
elektronik, pendidikan, dan pelatihan. Sementara itu, persepsi bahwa e-learning adalah
pembelajaran berbasis internet juga didukung oleh beberapa ahli, salah satunya adalah
Rosenberg, yang berpendapat bahwa e-learning adalah penggunaan dan pemanfaatan teknologi
internet untuk menyampaikan serangkaian solusi dan informasi yang dapat memperluas
pengetahuan dan meningkatkan keterampilan. Pandangan ini juga didukung oleh pendapat
Fernando Alonso sebagaimana dikutip oleh Lantip Diat Parsojo dan Riyanto yang mengatakan
bahwa “Learning Management Systems (LMS) atau platform e-Learning adalah perangkat
perangkat lunak khusus yang dimaksudkan untuk menawarkan pendidikan virtual dan/atau on-
line lingkungan pelatihan, Disimpulkan bahwa elearning memiliki dua konsep yaitu e-learning
dalam arti luas dan e-learning dalam arti sempit. media elektronik seperti video, televisi,
komputer, radio, tape, LCD proyektor, telepon, dan lain-lain, sedangkan dalam arti sempit
elearning dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang menggunakan fasilitas internet
sebagai medianya.

Oleh karena itu, e-learning dalam arti sempit juga sering disebut dengan pembelajaran online
atau online learning dan virtual learning. Berdasarkan uraian singkat pengertian e-learning di
atas, dapat dipahami bahwa pada hakikatnya e-learning adalah suatu proses atau kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan berbagai jenis alat dan media elektronik khususnya gadget,
komputer atau laptop dan juga internet. yang bertujuan untuk menunjang proses pembelajaran
baik sebagai pelengkap, pelengkap atau pengganti Istilah e-learning sering disebut juga dengan
pembelajaran jarak jauh atau distance learning. Hal ini dikarenakan pada awalnya e-learning
sengaja dirancang untuk memfasilitasi pembelajaran jarak jauh yang diterapkan sebagai alternatif
pembelajaran karena keterbatasan waktu, ruang, dan biaya yang terlibat dalam pembelajaran
konvensional. Jadi, dalam prosesnya, guru dan siswa berada di tempat yang terpisah, sehingga
bahan ajar yang disampaikan berupa media elektronik yang disampaikan melalui internet. Media
yang dimaksud bisa berupa website, chatting, video conference, dan lain sebagainya. Namun di
Indonesia, e-learning yang diterapkan selama ini masih merupakan perpaduan antara
pembelajaran online dan pembelajaran tatap muka.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah kualitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filosofi
pospositivisme, digunakan untuk mengkaji kondisi objek alam, dimana peneliti sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan), analisis
data induktif/kualitatif, dan hasil penelitian mekanisasi makna daripada generalisasi. Penelitian
ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif sebagai metode
ilmiah sering digunakan dan dilakukan oleh sekelompok peneliti di bidang ilmu-ilmu sosial,
termasuk pendidikan. Sejumlah alasan juga dikemukakan, intinya penelitian kualitatif
memperkaya hasil penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk membangun
pengetahuan melalui pemahaman dan penemuan. Pendekatan penelitian kualitatif adalah proses
penelitian dan pemahaman berdasarkan metode yang menyelidiki fenomena sosial dan masalah
manusia. Dalam penelitian ini peneliti membuat gambaran yang kompleks, memeriksa kata-kata,
laporan rinci dari pandangan responden dan melakukan studi pada situasi alam. Berdasarkan
latar belakang di atas, melalui penelitian ini, penulis mengkaji secara mendalam pemanfaatan e-
learning di SMA sebagai bentuk inovasi media pembelajaran PAI di era revolusi industri 4.0.
Untuk menjawab hal tersebut, pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Keabsahan data
penelitian yang diperoleh diuji dengan menggunakan teknik triangulasi, selanjutnya dilakukan
analisis mendalam dengan menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman yang
meliputi empat langkah utama yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data (data
display). ), dan verifikasi data (pengambilan kesimpulan/verifikasi).

Anda mungkin juga menyukai