Anda di halaman 1dari 74

GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM NOVEL DAUN YANG

JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

HUSNI

10533 7120 12

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
T.I\TVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS Kf,GTIRUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul skripsi : Gaya Bahasa Perbandingan dalam Novel Daun yang Jatuh Tak

Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye

Nama : Husni

Nim : 10533712012

KegfiAar

Setelah.dflperi$Qq& i persyaratan untuk

diujikan. ' ..'f \


fl' '"tr ,d

,.*LJ,

Prof. Dr. Muhanfit Frdruffi*,H*ui..r$ br. SyaSfluddin, M. Pd.

%
Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sasffa Indonesia
/

um.
W
Dr. Munirah, M. Pd.
NBM:951576
{.NIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAI{ ILMU PENDIDIKAN

LEMBAR PENGESAIIAN

Skripsi atas Nama HUSNI, NINI: 10533712012 diterima dan disahlian

oieh Panitia Ujian Skripsi berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas

h4uhammadiyah Makassar Nomor: 117 Tahun 143g w2arc, Tanggal 7

November 2016 M, sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana

Fendidikan pada Junrsan Pesdiilikan, Rahasa dan Sastra Indonesia Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pdiiidlkan U-niverqitas Muhaunmadiyah Makassar pada hari


..,.
Senin tanggal 14 Novemb€i2016
., :' :

25"Muhanarfr***,* I 438 H
26 o&b;r--F2ot6 r'{
*

l. Pengawas Umum (

2.

J.
Keilm
:F.
trr (

Selcretaris :_ Khaenrdtfin. S. Pd.,Iv.I. Pd. :

.,
r*,
4. Pengpji ry4#q6- Dr rMuh, Rapi Tang. M. S.
't
*eoBFe,#iettr
Bahri, S. Pd., M pd.

3. Dr. H. Nursalam, M. Si. " "'."'"')


4. Andi Paida, S. Pd., M. Pd. . . ..)

Disahl6n
MOTO

“Kemenangan yang seindah – indahnya

Dan sesukar – sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah

Menundukkan diri sendiri”

-Ibu Kartini-

Ketika pencapaian telah di tangan kita

Kesuksesan itu sebenarnya dekat dengan kegagalan

Di balik semua itu ada doa yang terselip dari IBU....

Kupersembahkan karya ini buat :

Ayahanda, Ibunda tercinta

Saudara- saudaraku, Keluarga besarku

Dan Sahabatku.....

Atas keikhlasannya dan motivasi dalam mendukung penulis

Mewujudkan impian menjadi kenyataan.

vii
ABSTRAK

Husni. 2016. Gaya Bahasa Perbandingan Dalam Novel Daun yang Jatuh Tak
Pernah Membenci Angin. Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pembimbing I Muh. Rapi Tang dan pembimbing II Syahruddin.
Tujuan utama penelitian adalah untuk mendeskripsikan gaya bahasa
perbandingan yang terdapat dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci
Angin. Berdasarkan latar belakang masalah, novel merupakan salah satu karya sastra
yang dapat ditulis secara ilmiah yang melukiskan peristiwa yang dialami oleh tokoh
yang ada di dalam sebuah novel, dan itu suatu proses kreatif dari pengarangnya, Tere
Liye termasuk pengarang yang dapat menciptakan karya yang produktif.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka yang bersifat deskriptif
kualitatif, penelitian yang menggambarkan variabel tidak dalam bentuk angka-angka
atau statistik, tetapi penelitian ini hanya akan memaparkan gaya bahasa perbandingan
yang digambarkan dalam setiap penulisannya dalam novel Daun yang Jatuh Tak
Pernah Membenci Angin karya Tere Liye. Dalam penerapan desain penelitian ini,
tahapan awalnya adalah mengumpulkan data, mengola dan selanjutnya menganalisis
data secara objektif atau apa adanya.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi
dengan jalan mengumpulkan data melalui sumber tertulis. Berdasarkan hasil analisis
data yang dihimpun dapat ditemukan dan ditunjukkan bahwa novel Daun yang Jatuh
Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye menggambarkan gaya bahasa
perbandingan yang terdapat dalam novel tersebut penuh dengan keajaiban sehingga
mampu memberikan inspirasi spiritual dan imajinasi.
Dari hasil analisis data, penulis menemukan penggunaan gaya bahasa pada
perumpamaan sebanyak 18 data, hiperbola sebanyak 7 data, personifikasi sebanyak 3
data, dan metafora sebanyak 1 data.

Kata kunci : novel, gaya bahasa

vii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul .................................................................................................. i

Halaman Judul......................................................................................................ii

Halaman Pengesahan Pembimbing ..................................................................... iii

Lembar Persetujuan Pembimbing ....................................................................... iv

Surat Pernyataan Keaslian Tulisan.......................................................................v

Surat Perjanjian ................................................................................................... vi

Moto ...................................................................................................................vii

Abstrak ............................................................................................................... viii

Kata Pengantar .................................................................................................... xi

Daftar Isi...............................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................4
C. Tujuan Penelitian...............................................................................4
D. Manfaat Penelitian.............................................................................5

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ..........................6

A. Kajian Pustaka.................................................................................6
B. Kerangka Pikir ...............................................................................30

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................32

A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................32


B. Data dan Sumber Data ...................................................................32
C. Teknik Pengumpulan Data.............................................................34
D. Teknik Analisis Data......................................................................34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...............................35

A. Hasil Penelitian .............................................................................35


B. Pembahasan...................................................................................49

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...............................................................50

A. Simpulan .......................................................................................50
B. Saran..............................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

KORPUS DATA............................................................................................ 52

SINOPSIS ...................................................................................................... 55

RIWAYAT HIDUP PENGARANG .............................................................. 61

RIWAYAT PENULIS ................................................................................... 64

X
L
A
M
P
I
R
A
N
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap

lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang

indah.Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang

ada.Sastra memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar

cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas

pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya

sebagai karya fiksi.

Salah satu bentuk karya sastra adalah novel.Novel adalah karya fiksi yang

dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya.Unsur-unsur tersebut sengaja

dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan dunia yang nyata lengkap dengan

peristiwa-peristiwa di dalamnya, sehingga nampak seperti sungguh ada dan

terjadi. Unsur inilah yang akan menyebabkan karya sastra (novel) hadir. Unsur

intrinsik sebuah novel adalah unsur yang secara langsung membangun sebuah

cerita. Keterpaduan berbagai unsur intrinsik ini akan menjadikan sebuah novel

yang sangat bagus. Kemudian, untuk menghasilkan novel yang bagus juga

diperlukan pengolahan bahasa.

Bahasa merupakan sarana atau media untuk menyampaikan gagasan atau

pikiran pengarang yang akan dituangkan sebuah karya yaitu salah satunya novel

tersebut. Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya

sastra.Berdasarkan yang diungkapkan Nurgiyantoro (2010: 272) bahasa dalam

1
2

seni sastra ini dapat disamakan dengan cat warna.Keduanya merupakan unsur

bahan, alat, dan sarana yang mengandung nilai lebih untuk dijadikan sebuah

karya.Sebagai salah satu unsur terpenting tersebut, maka bahasa berperan sebagai

sarana pengungkapan dan penyampaian pesan dalam sastra.

Bahasa dalam karya sastra mengandung unsur keindahan.Keindahan

adalah aspek dari estetika.Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Zulfahnur

dkk (1996: 9), bahwa sastra merupakan karya seni yang berunsur

keindahan.Keindahan dalam karya seni sastra dibangun oleh seni kata, dan seni

kata atau seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari

ekspresi jiwa. Terkait dengan pernyataan tersebut, maka membaca sebuah karya

sastra atau buku akan menarik apabila informasi yang diungkapkan penulis

disajikan dengan bahasa yang mengandung nilai estetik. Sebuah buku sastra atau

bacaan yang mengandung nilai estetik memang dapat membuat pembaca lebih

bersemangat dan tertarik untuk membacanya. Apalagi bila penulis menyajikannya

dengan gaya bahasa unik dan menarik.

Gaya bahasa dan penulisan merupakan salah satu unsur yang menarik

dalam sebuah bacaan. Setiap penulis mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam

menuangkan setiap ide tulisannya. Setiap tulisan yang dihasilkan nantinya

mempunyai gaya penulisan yang dipengaruhi oleh penulisnya, sehingga dapat

dikatakan bahwa, watak seorang penulis sangat mempengaruhi sebuah karya yang

ditulisnya.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa watak seorang penulis

mempengaruhi hasil karyanya. Jika penulis memiliki karakter lemah lembut, maka
3

kata-kata yang dituangkan akan melankolis dan mendramatisir alur cerita.

Sedangkan jika penulis memiliki watak keras, maka kalimat-kalimat yang terdapat

dalam hasil karyanya tak jauh berbeda dengan watak yang dimilikinya.

Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin diterbitkan pertama

kali pada November 2011.Sejak kemunculan novel Daun yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin mendapatkan tanggapan positif dari penikmat sastra.Tere-Liye

ingin menyebarkan pemahaman bahwa hidup ini sederhana melalui tulisannya.

Semua novel Tere- Liye memiliki cerita yang unik dengan mengutamakan

pengetahuan, moral, dan agama.Penyampaiannya tentang keluarga, moral, Islam,

dakwah, sangat mengena tanpa membuat pembacanya merasa digurui.

Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin bercerita tentang

seorang gadis pengamen kecil, yang merasakan kepahitan hidup serta kisah

percintaanya dengan sang malaikat. Ia mengemas Novel Daun yang Jatuh Tak

Pernah Membenci Angin dengan bahasa yang sederhana imajinatif, namun tetap

memperhatikan kualitas isi. Membaca Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin membuat pembaca seolah-olah melihat potret nyata kehidupan

masyarakat.Isi Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin menegaskan

bahwa keadaan ekonomi bukanlah menjadi hambatan seseorang dalam meraih

cita-cita dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-

citanya.Kemiskinan adalah penyakit sosial yang berada dalam ruang lingkup

materi sehingga tidak berkaitan dengan kemampuan otak seseorang.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti berminat untuk

menganalisis Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Analisis
4

terhadap Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin membatasi pada

segi gaya bahasa. Setelah membaca novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci

Angin, peneliti menemukan ada gaya bahasa perbandingan yang digunakan

pengarang dalam menyampaikan kisah novelDaun yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin dan banyak pengamat sastra yang mengakui kehebatan Tere

Liye dalam menggunakan gaya bahasa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diketahui rumusan

masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gaya bahasa

perbandingan dalam Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikangaya bahasa perbandingan

dalam Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah

keilmuan dalam pengajaran bidang bahasa dan sastra, khususnya

tentang gaya bahasa dan pembelajaran sastra tentang nilai-nilai

pendidikan dalam novel.

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa

pihak, antara lain:

a. Bagi Peneliti :Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari

masalah yang dirumuskan. Selain itu, dengan


5

selesainya penelitian ini diharapkan dapat menjadi

motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif

menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia

sastra dan pendidikan.

b. Bagi Pembaca : Hasil penelitian ini bagi pembaca diharapkan dapat

lebih memahami isi Novel Daun yang Jatuh Tak

Pernah Membenci Angin dan mengambil manfaat

darinya. Selain itu, diharapkan pembaca semakin jeli

dalam memilih bahan bacaan (khususnya novel)

dengan memilih novel-novel yang mengandung

pesan moral yang baik dan dapat menggunakan hasil

penelitian ini untuk sarana pembinaan watak diri

pribadi.

c. Bagi Peneliti yang Lain : Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan inspirasi maupun bahan

pijakan peneliti lain untuk melakukan

penelitian yang lebih mendalam.


6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Penulisan yang Relevan

Hasil Penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan acuan serta

masukan pada penelitian ini adalah:

1. Ririh Yuli Atminingsih dalam penelitian berjudul “Analisis Gaya

Bahasa dan Nilai Pendidikan Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”.

Dalam kesimpulannya gaya bahasa yang digunakan dalam Novel Laskar Pelangi

antara lain: personifikasi, hiperbola, antitesis, simile, metafora, epizeukis, eponim,

anadipsis, repetisi, parifrasis, tautologi, koreksio, pleonasme, ironi, paradoks,

satire, hipalase, innuendo, metonomia, sinekdoke pars prototo, sinekdoke totum

pro parte, alusio, epitet, antonomasia, ellipsis, asidenton, tautotes, anaphora,

pertanyaan retoris.

Ririh juga menyatakan alasan pengarang menggunakan gaya bahasa pada

novel Laskar Pelangi adalah untuk mengungkapkan ekspresi jiwa atau perasaan

tertentu, untuk menunjukkan kreativitas seni dalam bentuk bahasa, untuk

membangkitkan imajinasi pembaca, untuk memberikan kesan keindahan pada

novel, untuk memperjelas makna kata, untuk menampilkan variasi dan gaya yang

berbeda dengan karangan novel lain. Nilai pendidikan yang digunakan adalah

nilai religius, nilai moral, dan nilai sosial. Persamaan karya ilmiah Ririh Yuli

Atminingsih dengan penulis yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa dengan judul

novel yang berbeda. Perbedaannya adalah terdapat dalam simpulan

6
7

penelitian.Karya ilmiah Ririh dalam simpulannya terdapat 38 nilai religious,

moral, dan sosial.

2. Triyatmi dalam penelitian berjudul “Kajian Gaya Bahasa dalam Kain

Rentang Kampanye Pemilu 2004” penelitian ini disimpulkan: Gaya bahasa yang

digunakan dalam kain rentang kampanye 2004, baik kampanye legislative, calon

presiden, dan calon wakil presiden sebagai berikut: a) Empat jenis gaya bahasa

yang digunakan: (1) Gaya bahasa perbandingan meliputi eufemisme, epitet,

hiperbola, simile, personifikasi, sinekdoke, dan asosiasi; (2) Gaya bahasa

perulangan, meliputi anaphora dan aliterasi; (3) Gaya Bahasa sindiran (satire); (4)

Gaya bahasa pertentangan (oksimoron). b) Tidak ditemukan gaya bahasa

penegasan. c) Gaya bahasa yang sering digunakan dalam kain rentang kampanye

2004 adalah eufemisme dan epitet.

Alasan penggunaan gaya bahasa pada kain rentang kampanye 2004, yaitu:

a) Penyesuaiaan konsep yang menjadi dasar penulisan kain rentang oleh masing-

masing tim sukses partai; b) Kain rentang yang dibuat merupakan salah satu

media publikasi yang digunakan untuk sosialisasi program kerja partai yang

bersangkutan; c) Bahasa yang sederhana, simpatik, dan meyakinkan merupakan

media yang mudah diingat dan menarik perhatian massa calon pemilih. Persamaan

karya ilmiah Triyatmi dengan penulis yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa,

tetapi dalam simpulan karya ilmiah Triyatmi tidak ditemukan gaya bahasa

penegasan. Perbedaannya adalah objek yang diteliti.Objek yang diteliti Triyatmi

adalah kain rentang kampanye pemilu 2004, sedangkan penulis objek yang diteliti

adalah Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye.
8

3. Endang Lindarti dalam penelitian berjudul “Analisis Struktur dan Nilai

Pendidikan dalam Cerita Rakyat di Kabupaten Karanganyar”.Simpulan yang

ditulisnya yaitu antarsastra dan nilai kehidupan terdapat interaksi yang kuat.Jadi

antara nilai sastra dan nilai-nilai didik merupakan dua fenomena sosial yang saling

melengkapi dalam kehadirannya dalam karya sastra sebagai suatu yang

penting.Dalam cerita rakyat tersebut, nilai didik yang terkandung adalah nilai

moral, religius, sosial, dan budaya. Persamaan karya ilmiah Endang Lindiarti

dengan penulis yaitu sama-sama di dalam penelitiannya 39 terdapat simpulan

yang mengandung unsur nilai moral, religi, sosial, dan budaya.

Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul

Analisis Gaya Bahasa Perbandingan dalam Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin” Karya Tere Liye”

2. Hakikat Sastra

Sastra berasal dari bahasa sansakerta shastra yang artinya adalah "tulisan

yang mengandung intruksi" atau "pedoman". Dari makna asalnya dulu, sastra

meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia, seperti

catatan ilmu pengetahuan, kitab - kitab suci, surat - surat, undang - undang, dan

sebagainya. Sastra dalam arti khusus yang digunakan dalam konteks kebudayaan,

adalah ekspresi gagasan dan perasaan manusia. Jadi, pengertian sastra sebagai

hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengungkapkan

gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya.

Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah “kesusastraan”. Kata kesusastraan

merupakan bentuk dari konfiks ke-an dan susastra. Menurut Teeuw (1988: 23)
9

kata susastra berasal dari bentuk su + sastra. Kata sastra dapat diartikan sebagai

alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi, atau pengajaran. Awalan su-

pada kata susastra berarti “baik, indah” sehingga susastra berarti alat untuk

mengajar, buku petunjuk, buku instruksi, atau pengajaran yang baik dan indah.

Kata susastra merupakan ciptaan Jawa atau Melayu karena kata susastra tidak

terdapat dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno.

Konfiks ke-an dalam bahasa Indonesia menunjukkan pada “kumpulan”

atau “hal yang berhubungan dengan”. Secara etimologis istilah kesusastraan dapat

diartikan sebagai kumpulan atau hal yang berhubungan dengan alat untuk

mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran, yang baik dan indah.

Bagian “baik dan indah” dalam pengertian kesusastraan menunjuk pada isi yang

disampaikan (hal-hal yang baik; menyarankan pada hal yang baik) maupun

menunjuk pada alat untuk menyampaikan, yaitu bahasa (sesuatu disampaikan

dengan bahasa yang indah).

Banyak batasan mengenai definisi sastra, antara lain:

1. Sastra adalah seni

2. Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam

3. Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa, sedang yang dimaksud dengan

pikiran adalah pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran, dan semua kegiatan

mental manusia

4. Sastra adalah inspirasi kehidupan yang dimaterikan (diwujudkan) dalam

sebuah bentuk keindahan


10

5. Sastra adalah semua buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang

mendalam dan kekuatan moral dengan sentuhan kesucian kebebasan

pandangan dan bentuk yang mempesona.

a. Teori Prosa Fiksi

(1) Prosa

Kata prosa diambil dari bahasa Inggris, prose. Kata ini sebenarnya

memiliki pengertian yang lebih luas, tidak hanya mencakup pada tulisan yang

digolongkan sebagai karya sastra, tapi juga karya non fiksi, seperti artikel, esai,

dan sebagainya. Agar tidak terjadi kekeliruan, pengertian prosa ini dibatasi pada

prosa sebagai genre sastra. Prosa menurut KBBI adalah karangan bebas (tidak

terikat oleh kaidah yg terdapat dalam puisi).

Kajian kesusastraan sering mengistilahkan prosa sebagai fiksi (fiction),

teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discourse). Prosa yang

sejajar dengan istilah fiksi (arti rekaan) dapat diartikan karya naratif yang

menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, tidak sungguh-sungguh terjadi di

dunia nyata. Tokoh, peristiwa dan latar dalam fiksi bersifat imajiner. Hal ini

berbeda dengan karya nonfiksi. Dalam nonfiksi tokoh, peristiwa, dan latar bersifat

faktual atau dapat dibuktikan di dunia nyata (secara empiris).

Prosa terbagi atas dua yaitu :

a) Prosa lama: prosa lama umumnya tidak diketahui nama pengarangnya. Prosa

lama merupakan warisan leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Prosa lama berisi petuah atau nasehat dalam kehidupan sehari-hari. Yang
11

termasuk ke dalam jenis prosa lama antara lain: Dongeng, cerita rakyat, kisah,

riwayat, dan hikayat.

b) Prosa baru: prosa baru adalah prosa yang diciptakan pada masa sekarang.

Umumnya prosa baru diketahui secara pasti nama penulis aslinya. Yang

termasuk ke dalam jenis prosa baru antara lain: novel, roman, biografi, dan

cerpen.

(2) Fiksi

Pertama kali karya fiksi masuk ke Indonesia merupakan karya novel

terjemahan,masa ini dinamakan Sastra Melayu Lama sekitar tahun 1870-an.Pada

tahun 1920 terbitlah karya sastra berupa prosa seperti novel, cerpen, drama dan

lain sebagainya. Angkatan ini dikenal dengan Angkatan Balai Pustaka, karya

karya novelis Indonesia yang terkenal pada masa ini adalah Siti Nurbaya, Salah

Asuhan, dan Si Cebol Merindukan Bulan.

Pada masa berikutnya muncullah angkatan Pujangga Baru sebagai reaksi

keras atas banyak sensor oleh Penerbit Balai Pustaka. Karya-karya yang terkenal

pada masa ini adalah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Belenggu dan Di

bawah Lindungan Ka'bah. Lalu muncullah Angkatan '45, angkatan ini lebih

realistik dibanding angkatan sebelumnya. Sastrawan yang terkenal di masa ini

adalah : Chairil Anwar, Idrus, dan Trisno Sumardjo. Angkatan berikutnya adalah

Angkatan 1950-1960. Ciri karya sastra dari angkatan ini di dominasi oleh Cerpen

dan Puisi.

Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang

bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra


12

realisme-sosialis Karya yang terkenal pada masa ini adalah Mochtar Loebis,

Ramadhan K.H, dan W.S. Rendra Dan berikutnya datanglah Angkatan 1966-1970

yang karya sastranya menganut aliran surealis,arketipe dan absurd. Sastrawan

terkenal pada masa ini adalah : Taufik Ismail, Umar Kayam, dan Titis Basino.

Kemudian pada dekade berikutnya karya sastra lebih di dominasi oleh

roman, angkatan ini dinamakan angkatan 1980-1990. Sastrawan terkenal pada

zaman ini adalah Nh. Dini dan Pipiet Senja. dan berikutnya adalah Angkatan

Reformasi. Pada masa ini banyaknya karya sastra berupa Novel, Cerpen, dan Puisi

yang bertemakan sosial dan politik. Dan terakhir adalah Angkatan 2000-an.

Novelis terkenal pada masa ini adalah Andrea Hirata.

b. Pengertian Novel

Kata novel berasal dari bahasa Itali novella yang secara harfiah berarti

sebuah barang baru yang kecil‟, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek

dalam bentuk prosa‟. (Nurgiyantoro, 2005: 9). Dalam bahasa Latin kata novel

berasal novellus yang diturunkan pula dari kata noveis yang berarti

baru.Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis lain, novel ini baru

muncul (Tarigan, 2013: 164).

Pendapat Tarigan diperkuat dengan pendapat Arifin,H.M (1993: 32)

bahwa novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek

kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.Novel yang

diartikan sebagai memberikan konsentrasi kehidupan yang lebih tegas, dengan

roman yang diartikan rancangannya lebih luas mengandung sejarah perkembagan

yang biasanya terdiri dari beberapa fragmen dan patut ditinjau kembali.
13

Badudu J.S, 1984 :51 menyatakan nama cerita rekaan untuk cerita-cerita

dalam bentuk prosa seperti: roman, novel, dan cerpen. Ketiganya dibedakan bukan

pada panjang pendeknya cerita, yaitu dalam arti jumlah halaman karangan,

melainkan yang paling utama ialah digresi, yaitu sebuah peristiwa-peristiwa yang

secara tidak langsung berhubungan dengan cerita peristiwa yang secara tidak

langsung berhubungan dengan cerita yang dimasukkan ke dalam cerita ini. Makin

banyak digresi, makin menjadi luas ceritanya.

Nurgiyantoro (2005: 15) menyatakan, novel merupakan karya yang

bersifat realistis dan mengandung nilai psikologi yang mendalam, sehingga novel

dapat berkembang dari sejarah, surat-surat, bentuk-bentuk nonfiksi atau dokumen-

dokumen, sedangkan roman atau romansa lebih bersifat puitis.Dari penjelasan

tersebut dapat diketahui bahwa novel dan romansa berada dalam kedudukan yang

berbeda.

Jassin (dalam Nurgiyantoro, 2005: 16) membatasi novel sebagai suatu

cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang di sekitar kita, tidak

mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang dan lebih

mengenai sesuatu episode. Mencermati pernyataan tersebut, pada kenyataannya

banyak novel Indonesia yang digarap secara mendalam, baik itu penokohan

maupun unsur-unsur intrinsik lain.

Novel biasanya memungkinkan adanya penyajian secara meluas (expands)

tentang tempat atau ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia

dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (Efendi,S, 1982). Masyarakat

tentunya berkaitan dengan dimensi ruang atau tempat, sedangkan tokoh dalam
14

masyarakat berkembang dalam dimensi waktu semua itu membutuhkan deskripsi

yang mendetail supaya diperoleh suatu keutuhan yang berkesinambungan.

Perkembangan dan perjalanan tokoh untuk menemukan karakternya, akan

membutuhkan waktu yang lama, apalagi jika penulis menceritakan tokoh mulai

dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Novel memungkinkan untuk menampung

keseluruhan detail untuk perkembangkan tokoh dan pendeskripsian ruang.

Sebagian besar orang membaca sebuah novel hanya ingin menikmati cerita

yang disajikan oleh pengarang. Pembaca hanya akan mendapatkan kesan secara

umum dan bagian cerita tertentu yang menarik. Membaca sebuah novel yang

terlalu panjang yang dapat diselesaikan setelah berulang kali membaca dan setiap

kali membaca hanya dapat menyelesaikan beberapa episode akan memaksa

pembaca untuk mengingat kembali cerita yang telah dibaca sebelumnya. Hal ini

menyebabkan pemahaman keseluruhan cerita dari episode ke episode berikutnya

akan terputus.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa novel adalah

sebuah cerita fiktif yang berusaha menggambarkan atau melukiskan kehidupan

tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur.Cerita fiktif tidak hanya sebagai cerita

khayalan semata, tetapi sebuah imajinasi yang dihasilkan oleh pengarang adalah

realitas atau fenomena yang dilihat dan dirasakan.

b. Ciri-ciri Novel

Ciri-ciri novel sebagai berikut :

a. Sajian cerita lebih panjang dari cerita pendek dan lebih pendek dari roman.

Biasanya cerita dalam novel dibagi atas beberapa bagian.


15

b. Bahan cerita diangkat dari keadaan yang ada dalam masyarakat dengan ramuan

fiksi pengarang.

c. Penyajian berita berlandas pada alur pokok atau alur utama yang batang tubuh

cerita, dan dirangkai dengan beberapa alur penunjang yang bersifat otonom

(mempunyai latar tersendiri).

d. Tema sebuah novel terdiri atas tema pokok (tema utama) dan tema bawahan

yang berfungsi mendukung tema pokok tersebut.

e. Karakter tokoh-tokoh utama dalam novel berbeda-beda. Demikian juga

karakter tokoh lainnya.Selain itu, dalam novel dijumpai pula tokoh statis dan

tokoh dinamis.Tokoh statis adalah tokoh yang digambarkan berwatak tetap

sejak awal hingga akhir. Tokoh dinamis sebaliknya, ia bisa mempunyai

beberapa karakter yang berbeda atau tidak tetap. Pendapat tersebut di atas

dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri novel adalah cerita yang lebih panjang dari

cerita pendek, diambil dari cerita masyarakat yang diolah secara fiksi, serta

mempunyai unsur intrinsik dan ekstrinsik. Ciri-ciri novel tersebut dapat

menarik pembaca atau penikmat karya sastra karena cerita yang terdapat di

dalamnya akan menjadikan lebih hidup.

c. Macam-macam Novel

Ada beberapa jenis novel dalam sastra. Jenis novel mencerminkan

keragaman tema dan kreativitas dari sastrawan yang tak lain adalah pengarang

novel. Nurgiyantoro (2005: 16) membedakan novel menjadi novel serius dan

novel popular.
16

1) Novel Populer

Novel populer adalah perekam kehidupan dan tidak banyak

memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Sastra

popular menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan dengan tujuan

pembaca akan mengenali kembali pengalamannya. Oleh karena itu, sastra

populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan

dirinya.

Kesusastraan yang diresmikan (konon) adalah kesusastraan yang sejauh ini

banyak dipelajari di pendidikan (tinggi).Kesusastraan yang dilarang adalah

karya-karya yang dianggap menggangu status quo (kekuasaan) seperti yang

telah terjadi seperti zaman Balai Pustaka yaitu karya Marco Kartodikromo. Pada

zaman Orde Baru, karya-karya Pramudya Ananta Toer atau kasus cerpen karya

Ki Panji Kusmin, Langit Makin Mendung, menjadi contoh yang terlarang pula.

Sementara itu, karya sastra yang dipisahkan adalah karya sastra daerah yang

ditulis dalam bahasa daerah.Dalam posisi itu, karya sastra yang diremehkan

adalah karya sastra yang dianggap populer, sastra hiburan.

Beracuan dari pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan bahwa novel

popular adalah cerita yang bisa dibilang tidak terlalu rumit. Alur cerita yang

mudah ditelusuri, gaya bahasa yang sangat mengena, fenomena yang diangkat

terkesan sangat dekat. Hal ini pulalah yang menjadi daya tarik bagi kalangan

remaja sebagai kalangan yang paling menggemari novel populer.Novel populer

juga mempunyai jalan cerita yang menarik, mudah diikuti, dan mengikuti selera

pembaca.Selera pembaca yang dimaksudkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan


17

kegemaran naluriah pembaca, seperti motif-motif humor dan heroisme sehingga

pembaca merasa tertarik untuk selalu mengikuti kisah ceritanya.

2) Novel Serius

Novel serius atau yang lebih dikenal dengan sebutan novel sastra

merupakan jenis karya sastra yang dianggap pantas dibicarakan dalam sejarah

sastra yang bermunculan cenderung mengacu pada novel serius.Novel serius

harus sanggup memberikan segala sesuatu yang serba mungkin, hal itu yang

disebut makna sastra.Novel serius yang bertujuan untuk memberikan hiburan

kepada pembaca, juga mempunyai tujuan memberikan pengalaman yang berharga

dan mengajak pembaca untuk meresapi lebih sungguh-sungguh tentang masalah

yang dikemukakan.

Berbeda dengan novel populer yang selalu mengikuti selera pasar, novel

sastra tidak bersifat mengabdi pada pembaca.Novel sastra cenderung

menampilkan tema-tema yang lebih serius.Teks sastra sering mengemukakan

sesuatu secara implisit sehingga hal ini bisa dianggap menyibukkan

pembaca.Nurgiyantoro (2005: 18) mengungkapkan bahwa dalam membaca novel

serius, jika ingin memahaminya dengan baik diperlukan daya konsentrasi yang

tinggi disertai dengan kemauan untuk itu.Novel jenis ini, di samping memberikan

hiburan juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada

pembaca atau paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan

secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.

Kecenderungan yang muncul pada novel serius memicu sedikitnya

pembaca yang berminat pada novel sastra ini.Meskipun demikian, hal ini tidak
18

menyebabkan popularitas novel serius menurun.Justru novel ini mampu bertahan

dari waktu ke waktu. Misalnya, roman Romeo Juliet karya William Shakespeare

atau karya Sutan Takdir, Armin Pane, Sanusi Pane yang memunculkan polemik

yang muncul pada dekade 30-an yang hingga saat ini masih dianggap relevan dan

belum ketinggalan zaman (Nurgiyantoro, 2005:21).

Beracuan dari pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan bahwa novel

serius adalah novel yang mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara

penyajian yang baru pula. Secara singkat disimpulkan bahwa unsur kebaruan

sangat diutamakan dalam novel serius. Di dalam novel serius, gagasan diolah

dengan cara yang khas. Hal ini penting mengingat novel serius membutuhkan

sesuatu yang baru dan memiliki ciri khas daripada novel-novel yang telah

dianggap biasa.Sebuah novel diharapkan memberi kesan yang mendalam kepada

pembacanya dengan teknik yang khas ini.

3. Hakikat Gaya Bahasa

Secara etimologis stylistics berkaitan dengan style (gaya), dengan

demikian stylistics dapat diterjemahkan dengan ilmu tentang gaya yang erat

hubungannya dengan linguistik.

Linguistik merupakan ilmu yang berupaya memberikan bahasa dan

menunjukkan bagaimana cara kerjanya, sedangkan stylistics merupakan bagian

dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa,

yang walaupun tidak secara eksklusif, terutama pemakaian bahasa dalam sastra.

(Tuner dalam Pradopo, 2005: 161).


19

Gaya dalam ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau penggunaan

bahasa dalam karya sastra (Damayanti.D. 2013). Sebelum ada stilistika, bahasa

karya sastra sudah memiliki gaya yang memiliki keindahan.

Gaya adalah segala sesuatu yang “menyimpang” dari pemakaian

biasa.Penyimpangan tersebut bertujuan untuk keindahan.Keindahan ini banyak

muncul dalam karya sastra, karena sastra memang syarat dengan unsur

estetik.Segala unsur estetik ini menimbulkan manipulasi bahasa, plastik bahasa dan

kado bahasa sehingga mampu membugkus rapi gagasan penulis. (Endraswara,

2003: 71)

Dapat dikatakan bahwa setiap karya sastra hanyalah seleksi beberapa

bagian dari suatu bahasa tertentu.Hubungan antara bahasa dan sastra sering

bersifat dialektis.Sastra sering mempengaruhi bahasa sementara itu sastra juga

tidak mungkin diisolasi dari pengaruh sosial dan intelektualitas.

Analisis stilistika digunakan untuk menemukan suatu tujuan estetika

umum yang tampak dalam sebuah karya sastra dari keseluruhan unsurnya.Dengan

demikian, analisis stilistika dapat diarahkan untuk membahas isi.Penelitian 14

stilistika berdasarkan asumsi bahwa sastra mempunyai tugas mulia (Endraswara,

2003: 72).Lebih lanjut, Suwardi menambahkan bahwa bahasa memiliki pesan

keindahan dan sekaligus membawa makna. Gaya bahasa sastra berbeda dengan

gaya bahasa sehari-hari. Gaya bahasa sastra digunakan untuk memperindah teks

sastra.

Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin stilus

dan mengandung arti leksikal „alat untuk menulis‟ (Aminuddin, 2009: 72).
20

Aminuddin juga menjelaskan bahwa dalam karya sastra istilah gaya mengandung

pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan

menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan

makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.

Bagaimana seorang pengarang mengungkapkan gagasannya dalam wacana ilmiah

dengan cara pengarang dalam kreasi cipta sastra, dengan demikian akan

menunjukkan adanya perbedaan meskipun dua pengarang itu berangkat dari satu

ide yang sama.

Beracuan dari beberapa pendapat di atas gaya dapat disimpulkan dengan

tatanan yang bersifat lugas, jelas, dan menjauhkan unsur-unsur gaya bahasa yang

mengandung makna konotatif. Sedangkan pengarang dalam wacana sastra justru

akan menggunakan pilihan kata yang mengandung makna padat, reflektif,

asosiatif, dan bersifat konotatif. Selain itu, tatanan kalimat-kalimatnya juga

menunjukkkan adanya variasi dan harmoni sehinnga mampu menuansakan

keindahan dan bukan hanya nuansa makna tertentu saja. Oleh sebab itulah

masalah gaya dalam sastra akhirnya juga berkaitan erat dengan masalah gaya

dalam bahasa itu sendiri .

a. Pengertian Gaya Bahasa

Sudrajat (2009: 13) menyatakan bahwa sesungguhnya gaya bahasa dapat

digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan

ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks

15 tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara

tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra
21

tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas

dan citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang

terdapat dalam sebuah karya sastra.

Kemudian Ratna, 2013: 84 mengatakan bahwa gaya bahasa bukan sekedar

saluran, tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial

itu sendiri.Gaya bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk

mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Stilistika

dengan demikian memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan

terhadap substansi kultural pada umumnya.

Retorika merupakan penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis

yang diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu bagaimana

seorang pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan

gagasannya.Pengungkapan bahasa dalam sastra mencerminkan sikap dan perasaan

pengarang yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan

pembaca.Untuk itu, bentuk pengungkapan bahasa harus efektif dan mampu

mendukung gagasan secara tepat yang memiliki segi estetis sebagai sebuah

karya.Kekhasan, ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan

yang berasal dari imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam pengungkapan bahasa

dan gagasan sangat menentukan keefektifan wacana atau karya yang dihasilkan.

Hal ini bisa dikatakan bahwa bahasa akan menentukan nilai kesastraan yang akan

diciptakan.

Karya sastra adalah sebuah wacana yang memiliki kekhasan

tersendiri.Seorang pengarang dengan kreativitasnya mengekspresikan gagasannya


22

dengan menggunakan bahasa dengan memanfaatkan semua media yang ada dalam

bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang seorang pegarang dalam memanfaatkan

dan menggunakan bahasa tidak akan sama satu sama lain dan tidak dapat ditiru

oleh pengarang lain karena hal ini sudah menjadi bagian dari pribadi seorang

pengarang. Kalaupun ada yang meniru pasti akan dapat ditelusuri sejauh mana 16

persamaan atau perbedaan antara karya yang satu dengan yang lainnya. Hal ini

dapat diketahui mana karya yang hanya sebuah jiplakan atau imitasi.

Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi

dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan

konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya

bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana bahasa

itu digunakan.

Bahasa sastra adalah bahasa khas (Endraswara, 2003: 72).Khas karena

bahasanya telah direkayasa dan dioles sedemikian rupa. Dari polesan itu

kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Dengan demikian seharusnya

pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh pengarang. Bukan hanya suatu

kebetulan gayadiciptakan oleh pengarang demi keistimewaan karyanya. Jadi dapat

dikatakan jika pengarang pandai bersilat bahasa, kaya, dan mahir dalam

menggunakan stilistika maka karyanya akan semakin mempesona dan akan lebih

berbobot. Stilistik adalah penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya

sastra yang akan membangun aspek keindahan karya sastra.

Endraswara, 2003: 72 menyatakan bahwa nilai seni sastra ditentukan oleh

gaya bahasanya. Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian seorang


23

pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak

hanya menyangkut masalah kata tetapi juga rangkaian dari kata-kata tersebut yang

meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan (Keraf, 2006: 112)

termasuk kemahiran pengarang dalam memilih ungkapan yang menentukan

keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu karya yang merupakan hasil

ekspresi diri

Zhang (1995: 155) menjelaskan bahwa ”Literary stylistics is a discipline

mediating between linguistics and literary criticism. Its concern can be simply and

broadly defined as thematically and artistically motivated verbal choices” (“gaya

bahasa sastra adalah disiplin mediasi antara linguistik dan kritik sastra.Disisi

laindapat sederhana dan secara luas didefinisikan sebagai tematik dan artistik

termotivasi pilihan verbal”). Dengan kata lain, objek tersebut adalah untuk

mengetahui nilai-nilai tematik dan estetika yang dihasilkan oleh linguistik bentuk,

nilai-nilai yang menyampaikan visi penulis, nada dan sikap, yang bisa

meningkatkan afektif atau kekuatan emotif pesan yang memberikan sumbangan

untuk karakterisasi dan membuat fiksi realitas fungsi lebih efektif dalam kesatuan

tematik.

Beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pengertian gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran

dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini

terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan

makna yang sebenarnya.


24

b. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek-

efek tertentu. Oleh karena itu, penelitian gaya bahasa terutama dalam karya sastra

yang diteliti adalah wujud (bagaimana bentuk) gaya bahasa itu dan efek apa yang

ditimbulkan oleh penggunaannya atau apa fungsi penggunaan gaya bahasa

tersebut dalam karya sastra. Gaya bahasa yang digunakan oleh sastrawan

meskipun tidaklah terlalu luar biasa, namun unik karena selain dekat dengan

watak dan jiwa penyair juga membuat bahasa digunakannya berbeda dalam

makna dan kemesraannya. Dengan demikian, gaya lebih merupakan pembawaan

pribadi.

Gaya bahasa dipakai pengarang hendak memberi bentuk terhadap apa

yang ingin disampaikan. Dengan gaya bahasa tertentu pula seorang pengarang

dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan penglihatan batinnya, serta

denganitu pula ia menyentuh hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal

dari dalam batin seorang pengarang maka gaya bahasa yang digunakan oleh

seorang pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap

atau karakteristik pengarang tersebut. Demikian pula sebaliknya, seorang yang

melankolis memiliki kecenderungan bergaya bahasa yang romantis. Seorang yang

sinis memberi kemungkinan gaya bahasaya sinis dan ironis. Seorang yang gesit

dan lincah juga akan memilki gaya bahasa yang hidup dan lincah.

Perrin (dalam Tarigan, 2013: 141) membedakan gaya bahasa menjadi tiga.

Gaya bahasa tersebut yaitu: (1) perbandingan yang meliputi metafora, kesamaan,

dan analogi; (2) hubungan yang meliputi metonomia dan sinekdoke; (3)
25

pernyataan yang meliputi hiperbola, litotes, dan ironi. Nurgiyantoro (2003: 175)

membedakan gaya bahasa menjadi tiga. Gaya bahasa tersebut antara lain: (1)

perbandingan yang meliputi perumpamaan metafora, dan penginsanan; (2)

pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes, dan ironi; (3) pertautan yang

meliputi metonomia, sinekdoke, kilatan, dan eufemisme.

Sementara itu, Bagas (2007: 21-30) berpendapat gaya bahasa dibagi

menjadi lima golongan, yaitu: (1) gaya bahasa penegasan, yang meliputi repetisi,

paralelisme; (2) gaya bahasa perbandingan, yang meliputi hiperbola, metonomia,

personifikasi, perumpamaan, metafora, sinekdoke, alusio, simile, asosiasi,

eufemisme, pars pro toto, epitet, eponym, dan hipalase; (3) gaya bahasa

pertentangan mencakup paradoks, antithesis, litotes, oksimoron, hysteron,

prosteron, dan okupasi; (4) gaya bahasa sidiran meliputi ironi, sinisme, innuendo,

melosis, sarkasme, satire, dan antifarsis; (5) gaya bahasa perulangan meliputi

aliterasi, antanaklasis, anaphora, anadiplosis, asonansi, simploke, nisodiplosis,

epanalipsis, dan epuzeukis”. Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

gaya bahasa dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa

perbandingan, (2) gaya bahasa perulangan, (3) gaya bahasa sindiran, (4) gaya

bahasa pertentangan, (5) gaya bahasa penegasan.

4. Gaya Bahasa Perbandingan

Bagas (2007: 62) berpendapat bahwa gaya bahasa perbandingan adalah

bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan

mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti,

semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lain. Jadi dapat


26

disimpulkan bahwa gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang

mengandung maksud membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau

mempunyai persamaan sifat (bentuk) dari dua hal yang dianggap sama.

Adapun gaya bahasa perbandingan ini meliputi: hiperbola, metonomia,

personifikasi,perumpamaan, pleonasme, metafora, sinekdoke, alegori, eponym,

dan hipalase.

a. Hiperbola

Keraf (2006: 135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam gaya

bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-

besarkan suatu hal. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dari

kenyataan, contoh: hatiku hancur mengenang dikau, berkeping-keping jadinya.

b. Metonomia

Keraf (2006: 142) berpendapat bahwa metonomia adalah suatu gaya bahasa

yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena

mempunyai pertalian yang sangat dekat.

Sementara iitu, Aminuddin (2009: 15) mengatakan bahwa metonomia

adalah penggunaan bahasa sebagai sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan

sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek

tersebut.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metonomia adalah

penamaan terhadap suatu benda dengan menggunakan nama yang sudah terkenal

atau melekat pada suatu benta tersebut, contoh: ayah membeli kijang.
27

c. Personifikasi

Keraf (2006: 140) berpendapat bahwa personifikasi adalah semacam gaya

bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang

tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Personifikasi juga dapat

diartikan majas yang menerapakan sifat-sifat manusia terhadap benda mati

Maulana (2008: 1).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa personifikasi adalah

gaya bahasa yang memperamalkan benda-benda mati seolah-olah hidup atau

mempunyai sifat kemanusiaan. Berdasarkan pendapat tersebut gaya bahasa

personifikasi mempunyai contoh: pohon melambai-lambai diterpa angin.

d. Perumpamaan

Efendi,S (1982: 175) berpendapat bahwa perumpamaan adalah gaya

bahasa perbandingan yang pada hakikatnya membandingkan dua hal yang

berlainan dan yang dengan sengaja kita anggap sama. Gaya bahasa perumpamaan

dapat disimpulkan yaitu perbandingan dua hal yang hakikatnya berlainan dan

yang sengaja dianggap sama. Terdapat kata laksana, ibarat, dan sebagainya yang

dijadikan sebagai penghubung kata yang diperbandingkan.

Dengan kata lain, setiap kalimat yang dipakai dalam gaya bahasa

perumpamaan, tidak dapat disatukan, dan hanya bisa dibandingkan. Hal tersebut

akan terlihat jelas pada contoh berikut ini: setiap hari tanpamu laksana buku tanpa

halaman.
28

e. Pleonasme

Keraf (2006: 133) berpendapat bahwa pleonasme adalah semacam acuan

yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk

menyatakan satu gagasan atau pikiran.Apabila kata yang berlebihan tersebut

dihilangkan maka tidak mengubah makna/ arti.

Gaya bahasa pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang

sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun

hanya sebagai gaya, contoh: ia menyalakan lampu kamar, membuat supaya kamar

menjadi terang.

f. Metafora

Keraf (2006: 139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi yang

membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat.

Sementara itu menurut Badudu (1984: 1) metafora juga dapat diartikan dengan

majas yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Kedua benda

yang diperbandingkan itu mempunyai sifat yang sama, dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan secara

implisit yang tersusun singkat, padat, dan rapi; contoh: generasi muda adalah

tulang punggung negara.

g. Alegori

Keraf (2006: 140) berpendapat bahwa alegori adalah gaya bahasa

perbandingan yang bertautan satu dengan yang lainnya dalam kesatuan yang utuh.

Gaya bahasa alegori dapat disimpulkan kata yang digunakan sebagai

lambang yang untuk pendidikan serta mempunyai kesatuan yang utuh, contoh:
29

hati-hatilah kamu dalam mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi lautan

kehidupan yang penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami istri, antara

nahkoda dan juru mudinya itu seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya

ia akan sampai ke pulau tujuan.

h. Sinekdoke

Keraf (2006: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah semacam bahasa

figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan

keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinekdoke adalah gaya

bahasa yang menggunakan nama sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya,

contoh: akhirnya Maya menampakkan batang hidungnya.

i.Eponim

Keraf (2006: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya bahasa di

mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu

sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat. Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa eponim adalah pemakaian nama seseorang yang dihubungkan

berdasarkan sifat yang sudah melekat padanya, contoh: kecantikannya bagai

Cleopatra.

j. Hipalase

Keraf (2006: 142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam gaya

bahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan sebuah

kata yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Maksud pendapat di

atas adalah hipalase merupakan gaya bahasa yang menerangkan sebuah kata tetapi
30

sebenarnya kata tersebut untuk menjelaskan kata yang lain., contoh: dia berenang

di atas ombak yang gelisah. (bukan ombak yang gelisah, tetapi manusianya).

B. Kerangka Pikir

Kerangka teori merupakan rangkaian penjelas untuk mendeskripsikan

relevansi antarelemen dalam penilaian ini. Penelitian ini merupakan penelitian

studi sastra yang mengkaji Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Karya Tere Liye dengan menggunakan gaya bahasa perbandingan.

Karya sastra merupakan sebuah hasil kreasi sastrawan menciptakan sebuah

dunia baru,meneruskan proses penciptaan di dalam semesta alam,bahkan

menyempurnakannya.Ada berbagai jenis karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan

drama. Novel merupakan karya sastra prosa yang berbentuk cerita fiktif maupun

realitas yang berusaha menggambarkan kehidupan tokoh-tokohnya dengan

menggunakan alur.

Dalam Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye

penulis akan menganalisis dari segi gaya bahasa perbandingan yang digunakan

pengarang yang terdapat di dalamnya. Hasil analisis tersebut mampu menjelaskan

gaya bahasa perbandingan yang digunakan oleh pengarang yaitu dalam novelnya,

serta dapat mengetahui karakteristik dari pengarang untuk menarik para pembaca

dalam memahaminya.

Untuk memahami lebih jelas, berikut gambaran bagan kerangka pikir dalam

penelitian ini:
31

Bagan Kerangka Pikir

Karya Sastra

Puisi Prosa Fiksi Drama

“Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah


Membenci Angin” Karya Tere Liye

Gaya Bahasa

Penegasan Perbandingan Sindiran Pertentangan

a. Perumpamaan

bHiperbola

c. Personifikasi

d. Metafora

Analisis

Temuan
32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian tidak terikat pada satu tempat karena objek yang dikaji

berupa naskah (teks) sastra, yaitu Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci

Angin Karya Tere Liye.Penelitian ini bukan penelitian yang analisisnya bersifat

statis melainkan sebuah analisis yang dinamis yang dapat terus dikembangkan.

B. Data dan Sumber Data

1. Data

Data yang di gunakan adalah deskriptif kualitatif dengan metode analisis isi.

Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan apa yang menjadi masalah,

kemudian menganalisis dan menafsirkan data yang ada. Metode analisis isi yang

digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen, dalam penelitian ini dokumen

yang dimaksud adalah novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

karya Tere Liye.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen.

Dokumen yang digunakan adalah Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci

Angin Karya Tere Liye cetakan ke-5 berjumlah 264 halamanan yang diterbitkan

oleh penerbitan PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2011.

32
33

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pegumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

catat,karenadata-datanya berupa teks.Adapun

langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: membaca

Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye secara

berulang-ulang, mencatat kalimat-kalimat yang menyatakan pemakaian gaya

bahasa perbandingan.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

model analisis mengalir, yang meliputi tiga komponen, yaitu 1) reduksi data; 2)

penyajian data; dan 3) penarikan simpulan. Analisis model mengalir mempunyai

tiga komponen yang saling terjalin dengan baik, yaitu sebelum, selama dan

sesudah pelaksanaan pengumpulan data. Penjelasannya sebagai berikut:

1. Reduksi data

Pada langkah ini data yang diperolah dicatat dalam uraian yang

terperinci.Dari data-data yang sudah dicatat tersebut, kemudian dilakukan

penyederhanaan data. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan

masalah yang akan dianalisis, dalam hal ini tentang gaya bahasa perbandingan

yang terdapat di dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

yang mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini.

2. Sajian data

Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun secara

teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian


34

dianalisis sehingga diperoleh deskripsi tentang gaya bahasa perbandingan yang

digunakan, kejelasan makna dari gaya bahasa tersebut.

3. Penarikan simpulan/ verifikasi

Pada tahap ini dibuat kesimpulan tentang hasil dari data yang diperoleh sejak awal

penelitian.Kesimpulan ini masih memerlukan adanya verifikasi (penelitian

kembali tentang kebenaran laporan) sehingga hasil yang diperoleh benar-benar

valid.Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus-

menerus mulai dari awal, saat penelitian berlangsung, sampai akhir laporan.
35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Seperti yang telah dikemukakan dalam Bab II bahwa gaya bahasa adalah

cara khas pengungkapan seorang pengarang melalui bahasa untuk menimbulkan

kesan tertentu kepada pendengar atau pembaca. Sedangkan gaya bahasa

perbandingan adalah gaya bahasa yang berusaha membuat ungkapan dengan cara

membandingkan sesuatu atau keadaan dengan hal yang lain. Maka dari itu, berikut

ini penulis menganalisis gaya bahasa perbandingan yang digunakan pengarang

dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

Gaya bahasa yang akan dianalisis dalam novel Daun yang Jatuh Tak

Pernah Membenci Angin yaitu gaya bahasa terbagi atas kelompok, yakni;

perumpamaan, hiperbola, personifikasi, dan metafora.

Agar sistematis dan konkret, maka dalam penyajian analisis data penulis

menguraikan indikator penelitian yaitu jenis gaya bahasa perbandingan yang

digunakan pengarang Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

Di dalam menguraikan hasil penelitian ini, penulis menguraikan secara

sistematis sesuai dengan rumusan masalah yaitu mendeskripsikan gaya bahasa

perbandingan yang digunakan Tere Liye dalam novelnya yang berjudul Daun yag

Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

35
36

(1) Perumpamaan atau Simile

Perumpamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit.

Perbandingan bersifat eksplisit mempunyai maksud bahwa ia langsung menyatakan

sesuatu sama dengan hal yang lain. Pemanfataan gaya bahasa bentuk perumpamaan

atau simile ditandai dengan kata pembanding seperti,seumpama,laksana,

selayaknya,dan sebagainya.Kata pembanding tersebut digunakan untuk

menggambarkan bahwa satu hal yang sedang dibicarakan mempunyai kesamaan

atau sama dengan hal lain, diluar yang dibicarakan.

Adapun penggunaan gaya bahasa perumpamaan pada novel Daun yang

Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye dapat dibedakan dari kata

pembandingnya. Berikut ini data penggunaan gaya bahasa perumpamaan dengan

menggunakan kata pembanding seperti.

(1) Sekeliling kami seperti membeku oleh tarian lampu mobil, sementara

wajahku dan dia terlihat tersenyum indah di foto itu. (Hal.83)

(2) Beruntung adikku banyak mengambil alih pembicaraan (sebenarnya

dia memang

selalu mendominasi pembicaraan; mulutnya persis seperti mitraliur).

(Hal. 102)

(3) Yang semakin sulit adalah perkembangan perasaanku

padanya.Lamban. Merangkak seperti kura-kura. (Hal. 109)

(4) Kenapa galau perasaanku mirip seperti kematian ibu. (Hal.154)

(5) Aku akan terbang seperti sehelai daun. (Hal. 157)


37

Dari contoh data-data di atas dapat diketahui bahwa penggunaan bentuk

gaya bahasa perumpamaan dengan menggunakan kata pembanding seperti dapat

memperkuat makna pengungkapan cerita.Tere Liye seolah-olah dengan bentuk

pengandaian tersebut ingin meyakinkan pembaca tentang deskripsi cerita yang

dibandingkan. Pendeskripsian cerita dengan menggunakan gaya bahasa

perumpamaan membuat pembaca seakan terkesima dan percaya dengan sesuatu

yang diceritakan pengarang melalui bentuk cerita yang menggunakan kata

pembanding seperti. Pada data (1) Sekeliling kami seperti membeku oleh tarian

lampu mobil, sementara wajahku dan dia terlihat tersenyum indah di foto

itu,kalimat tersebut menceritakan tentang keadaan disekelilingnya ramai oleh tarian

lampu yang menyala diibaratkan wajah dan dia terlihat tersenyum di foto bersama.

Pada data (2) Beruntung adikku banyak mengambil alih pembicaraan

(sebenarnya dia memang selalu mendominasi pembicaraan; mulutnya persis

seperti mitraliur). Pernyataan tersebut mengandung makna seolah - olah adiknya

mirip mulutnya seperti mitraliur yang artinya senapan mesin yang siap memakan

korbannya.

Pada data(3) Yang semakin sulit adalah perkembangan perasaanku

padanya. Lamban. Merangkak seperti kura-kura.Pernyataan tersebut mengandung

arti perasaan yang dialami Tania sama halnya si kura-kura lambat dalam

pergerakan.

Pada data (4) Kenapa galau perasaanku mirip seperti kematian ibu.Maksud

dari pernyataan tersebut yakni menyamakan keadaan Tania yang merasa kesepian

disaat hatinya galau sama halnya semenjak kematian ibunya.


38

Pada data (5) Aku akan terbang seperti sehelai daun. Pernyataan tersebut

mengandung makna aku (Tania) menyamakan dirinya terbang seperti sehelai daun

tanpa beban.

Perhatikan data berikut ini :

(6) Aku mendesah, teringat kalimat itu, “Kebaikan itu seperti pesawat

terbang, Tania. Jendela-jendela bergetar, layar teve bergoyang,

telepon genggam terinduksi saat pesawat itu lewat.” Bagai garpu tala

yang beresonansi kebaikan menyebar dengan cepat. (Hal. 184).

(7) Tubuhku langsung kaku. Amat berat leherku menoleh, seperti

diganduli beban berkilo-kilo. (Hal. 189).

(8) Kakiku seperti di ikat sejuta tali temali saat beranjak berdiri. (Hal.

189)

(9) Ya,Tuhan cepat sekali terbentuk jarak di antara kami. Seperti bumi

yang merekah. (Hal.190)

(10) Di otak Anne sepertinya semua kejadian ini seperti permainan

perang-perangan. (Hal. 228)

Penggunaan kata pembanding seperti pada data (6) Aku mendesah,

teringat kalimat itu, “Kebaikan itu seperti pesawat terbang, Tania. Jendela-

jendela bergetar, layar teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat

pesawat itu lewat”. Mengibaratkan kebaikan itu seperti pesawat terbang meleset

terbang begitu cepat.


39

Pada data (7) Tubuhku langsung kaku. Amat berat leherku menoleh,

seperti diganduli beban berkilo-kilo.Pernyataan tersebut menyamakan

kedaannya (Tania) begitu lelah dengan beban yang dipikulnya.

Pada data (8) Kakiku seperti di ikat sejuta tali temali saat beranjak

berdiri. Pernyataan tersebut merupakan gaya bahasa perumpamaan, karena

pengarang mengumpamakan kaki (Tania) seperti di ikat sejuta tali temali saat

beranjak berdiri.

Pada data (9) Ya,Tuhan cepat sekali terbentuk jarak di antara kami.

Seperti bumi yang merekah. Pernyataan tersebut menyamakan jarak diantara

Tania dengan Danar sama dengan bumi yang merekah. Yang menggunakan kata

pembanding.

Pada data (10) Di otak Anne sepertinya semua kejadian ini seperti

permainan perang-perangan.Pernyataan tersebut pengarang menganggap di otak

Anne semua kejadian yang terjadi sama halnya dengan permainan perang-

perangan.Ditandai dengan kata pembanding seperti.

Pemakaian kata pembanding bagai juga terdapat pada data-data berikut :

(11) Waktu benar-benar berlalu melesat bagai desingan peluru.

(Hal.109)

(12) Perasaan masing-masing sudah jelas bagai bintang di langit.

(Hal.205)

(13) Semua perasaan ini kembali bagai seribu anak panah yang

menghunjam. (Hal. 252)


40

Penggunaan kata pembanding bagai pada data-data di atas dimkasudkan

untuk memperkuat dan meyakinkan pembaca untuk benar-benar ikut merasakan

apa yang dialami oleh tokoh-tokohnya.Selain itu juga untuk membuat cerita

seakan-akan lebih hidup dan sesuai dengan kenyataannya. Penggunaan kata bagai

pada data (11) Waktu benar-benar berlalu melesat bagai desingan peluru

.Pernyataan tersebut untuk menyamakan langsung pada keadaan waktu yang

berlalu sama halnya dengan desingan peluru melesat begitu cepat.

Pada data (12) Perasaan masing-masing sudah jelas bagai bintang di

langit. Pernyataan tesebut menyamakan perasaan sama halnya dengan bintang

yang berada di langit.Hal tersebut di tandai dengan kata pembanding bagai.

Pada data (13) Semua perasaan ini kembali bagai seribu anak panah yang

menghunjam. Pernyataan tersebut menyamakan perasaan dengan anak panah yang

datang menghunjam secara bertubi-tubi.

Selanjutnya perhatikan data-data berikut ini:

(14) Tak ada rumah kardus kami yang dulu seperti monumen,menjadi

landmark di tanah seluas setengah hektar itu. (Hal. 231)

(15) Bentuk daunnya sempurna seperti sebungkah hati. (Hal. 232)

(16) Daun berbentuk hati yang kuning mengening. Seperti hatiku yang

tiba-tiba kering. (Hal. 235)

(17) Perasaan hatinya sudah terang benderang seperti purnama di

angkasa. (Hal. 242)

(18) Di setiap kalimat aku terpaksa berhenti karena hatiku perih seperti

diiris-iris sembilu. (Hal. 243)


41

Pada data (14) Tak ada rumah kardus kami yang dulu seperti

monumen,menjadi landmark di tanah seluas setengah hektar itu. Pernyataan

tersebut pengarang ingin menyamakan rumah yang di tempati keluarga Tania

seperti monumen landmark.

Pada data (15) Bentuk daunnya sempurna seperti sebungkah hati.

Pernyataan tersebut pengarang menyamakan bentuk daun yang ada di dekat

rumah Tania sama dengan bentuk hati.

Pada data (16) Daun berbentuk hati yang kuning mengening. Seperti

hatiku yang tiba-tiba kering.Pernyataan tersebut yang menggunakan kata

pembanding seperti untuk membandingkan daun yang berbentuk hati namun

sudah menguning dibuat kesamaan dengan hati Tania tiba – tiba kering.

Pada data (17) Perasaan hatinya sudah terang benderang seperti purnama

di angkasa. Pernyataan tersebut pengarang membandingkan suasana hati Tania

terang benderang seperti purnama yang ada di angkasa.

Pada data (18) Di setiap kalimat aku terpaksa berhenti karena hatiku perih

seperti diiris-iris sembilu. Pernyataan tersebut pengarang mengibartkan perasaan

Tania kepada Danar terhenti oleh kalimat-kalimat yang diucapkan Tania sama

halnya dengan perasaannya diiris-iris.

2. Hiperbola

Hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu

pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal. Adapun

penggunaan gaya bahasa hiperbola dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin karya Tere Liye adalah dapat dilihat pada data-data berikut ini :
42

(19) Membekukan seluruh perasaan. Mengkristalkan semua keinginan.

(Hal.7)

(20) Hujan deras turun membungkus kota ini. Suara jutaan butir air yang

menghunjam bumi terdengar keras hingga ke dalam. Adi yang

kebetulan menemaniku berkeliling mencari novel karangan tiba - tiba

menarik tanganku (Hal. 13)

(21) “Tahukah kau, aku bisa menghentikan hujan ini!” Adi berteriak

meningkahi suara air menimpa bebatuan dan suara klakson mobil

yang memenuhi macet jalanan. (Hal. 14)

(22) Tenang, Kakak tenang saja. Dede sudah pasang beker di perut Tania.

. (hal. 90)

Pemilihan kosakata dengan menggunakan majas hiperbola oleh Tere Liye

dalam mendeskripsikan cerita salah satunya dimaksudkan untuk meyakinkan

pembaca bahwa apa yang dialami oleh tokoh cerita benar-benar bisa ikut

dirasakan oleh pembaca. Pada data (19) Membekukan seluruh perasaan.

Mengkristalkan semua keinginan. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa

apa yang di alami oleh tokoh tersebut ( Tania ) membuat perasaannya seakan –

akan kedinginan oleh turunnya hujan di malam hari.

Pada data (20) Hujan deras turun membungkus kota ini. Suara jutaan butir

air yang menghunjam bumi terdengar keras hingga ke dalam. Adi yang kebetulan

menemaniku berkeliling mencari novel karangan tiba - tiba menarik

tanganku.Pernyataan tersebut mengandung makna kota yang di tempati Tania

turun hujan yang begitu lebat. Dan suara jutaan air yang turun dari langit begitu
43

dahsyat sampai – sampai terdengar di dalam perpustakaan tempat Tania sering

mencari novel.

Pada data (21) “Tahukah kau, aku bisa menghentikan hujan ini!” Adi

berteriak meningkahi suara air menimpa bebatuan dan suara klakson mobil yang

memenuhi macet jalanan. Pernyataan tersebut seakan – akan pengarang ingin

menceritakan bahwa tokoh Adi seorang yang keras kepala dia tidak

mempedulikan suara klakson mobil dan seolah- olah dia dapat menghentikan

hujan.

Pada data (22) Tenang, Kakak tenang saja. Dede sudah pasang beker di

perut Tania. . Dari pernyataan tersebut pengarang ingin menceritakan adik

(Dede) Tania benar-benar rakus dalam hal makanan hal ini dapat diketahui dia

mengetahui kapan waktunya makan saat beker yang berdering di dalam meminta

untuk makan.

Perhatikan data-data berikut ini :

(23) Demi membaca e-mail berdarah-darah itu, esoknya aku memutuskan

pulang segera ke Jakarta. (Hal. 230)

(24) Hatiku pedih menggelembungkan kemarahan.(Hal. 244)

(25) Kau membunuh perasaan ini seketika tanpa ampun saat pertama kali

bersemi.

(Hal. 249)

Pada data (23) Demi membaca e-mail berdarah-darah itu, esoknya aku

memutuskan pulang segera ke Jakarta.Dalam pernyataan tersebut pengarang


44

melukiskan suatu kemarahan terhadap seorang Tania ketika dia membaca e-mail

yang di kirim oleh adiknya (Dede).

Pada data (24) ) Hatiku pedih menggelembungkan kemarahan. Dalam

kutipan ini pengarang menyampaikan kepada pembaca bahwa yang di rasakan

Tania hatinya sangat pedih dan di ambang oleh kemarahan.

Pada data (25) Kau membunuh perasaan ini seketika tanpa ampun saat

pertama kali bersemi. Dalam kutipan ini pengarang menggambarkan perasaan

Tania saat pertama kali merasakan getaran cinta terhadap Danar namun dalam

sekejap perasaan itu merubah menjadi kebencian.

3. Personifikasi

Personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada

barang yang tak bernyawa atau ide abstrak. Adapun penggunaan gaya bahasa

personifikasi dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membeci Angin karya

Tere Liye adalah dapat di lihat pada data-data berikut :

(26) Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. (Hal.154)

(27) Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah ke

mana.(Hal.197)

(28) Angin malam memainkan anak rambut. (Hal. 236)

Pada data (26) Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Pada

pernyataan tersebut pengarang menggambarkan seolah-olah daun yang jatuh di

terpa angin memiliki sifat seperti manusia.


45

Pada data (27) Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah ke

mana. Pada pernyataan tersebut pengarang menggambarkan pada kalimat biarkan

angin merengkuhnya melekatkan pada sifat insani kepada sesuatu yang abstrak.

Pada data (28) Angin malam memainkan anak rambut. Pada pernyataan

tersebut pengarang menggambarkan memainkan anak rambut seolah-olah

berperilaku seperti manusia.

4. Metafora

Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara

langsung. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata

pembanding : seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya. Adapun gaya bahasa

metafora dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin dapat

diperhatikan pada data berikut.

(29) Dan kau bahkan memutuskan untuk menyiram mati hingga ke akar-

akarnya perasaan itu.(Hal. 251)

Data di atas dikategorikan sebagai bentuk metafora karena dalam kalimat

atau klausa tersebut ada dua hal yang berbeda yang diperbandingkan secara

langsung sehingga seolah – olah sama persis dengan hal lain yang digunakan

sebagai pembanding. Pada data (29) Dan kau bahkan memutuskan untuk

menyiram mati hingga ke akar-akarnya perasaan itu. Perasaan Tania

dibandingkan matinya akar pohon , karena perasaan yang dialami oleh Tania

sangatlah sakit yang menyebabkan matinya perasaan itu hingga ke akar – akarnya.
46

B. Pembahasan

Karya sastra merupakan salah satu wadah yang sangat berperan penting

untuk menggali nilai-nilai kultural. Selain itu juga dapat memperkaya khazanah

ilmu pengetahuan. Karya sastra juga memiliki korelasi sosial dari hasil interaksi

individu, masyarakat, suku dan bangsa. Sehingga sastra dapat mengungkapkan

fenomena ataupun peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere

Liye merupakan salah satu novel best seller penulis yang terkemuka di Indonesia.

Beliau mampu menuangkan ide gagasan lewat tulisannya. Dan bagi pembaca yang

membaca karyanya akan larut dalam setiap peristiwa yang di alaminya. Salah

satunya novel yang analisis oleh penulis. Rangkaian kata yang di tuangkan begitu

indah dengan memperkaya gaya bahasa yang terdapat dalam novel tersebut.

Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye

merupakan novel yang sarat dengan konflik, ditulis dengan gaya yang menarik.

Novel tersebut terdiri dari 264 halaman, di terbitkan oleh PT Gramedia Pustaka

Utama .Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin mengangkat tema

yang sangat menarik yaitu tentang perasaan yang terpendam dan semua gejolak

permasalahan kehidupan.

Seperti dalam judul novel tesebut seorang wanita dan lelaki yang saling

memendam perasaan satu sama lain, namun tak pernah saling mengungkapkan.

Mereka memendam rasa dengan semua permasalahan yang muncul, memendam

rasa yang terus menerus tumbuh seiring dengan berjalannya kehidupan. Pada

akhirnya perasaan satu sama lain tidak dapat di satukan. Mereka berdua hanya
47

menyembunyikan semua yang terpendam. Danar yang dianggap sebagai malaikat

di keluarga Tania. Memberikan kasih sayang, perhatiian, dan teladan tanpa

mengharap budi sekalipun. Namun, Tania hanya membalas semua itu dengan

membiarkan mekar perasannya.

Pemilihan dan pemakaian gaya bahasa atau majas pada data-data yang

telah dianalisis memperlihatkan kejelian penulis dalam memanfaatkan majas

tertentu untuk memperindah deskripsi ceritanya. Mengenai majas yang terdapat

pada novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin yaitu meliputi majas

perumapamaan atau simile, majas hiperbola, majas personifikasi, dan majas

metafora.

Berdasarkan analisis data –data penggunaan majas dalam mendeskripsikan

cerita yang mampu menghidupkan penggambaran realita kehidupan. Jelasnya

dengan penggunaan kosakata tersebut pengungkapan maksud menjadi lebih

mengesankan, lebih hidup, dan lebih menarik.

Kosakata yang digunakan dalam menggambarkan keadaan tokoh sungguh

berbeda dengan pengarang lain. Pemilihan dan pemakaian majas yang begitu

tepat, menimbulkan efek sugestivitas terhadap pembaca dengan gaya bahasanya

Tere Liye langsung membidik pusat kesadaran terhadap pembaca. Tere Liye

melalui novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin memiliki kekhasan

dan keunikan tersendiri dalam pemilihan dan pemakaian kosakata dan gaya

bahasa atau majas. Hal itu menjadikan style tersendiri bagi Tere Liye sebagai

seorang pengarang yang berbakat.


48

Adapun frekuensi penggunaan gaya bahasa perbandingan yang digunakan

Tere Liye dalam novelnya berjudul Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci

Angin dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel frekuensi Penggunaan Gaya Bahasa Perbandingan dalam Novel

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye

No Jenis Gaya Halaman Frekuensi Persentase

Bahasa

1 Perumpamaan 83, 102, 109(2), 18 62.06

154, 157, 184,

189(2),190, 228,

205, 252, 231,

232,235, 242, 243

2 Hiperbola 7, 13, 14 ,90 ,230, 7 24,13

244, 249

3 Personifikasi 154, 197, 236 3 10,34

4 Metafora 251 1 3,44

Jumlah 29 100%

Dari hasil analisis di atas menunjukkan bahwa penggunaan gaya bahasa

perumpamaan dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

sebanyak 18 kali atau 62,06 %. Gaya bahasa hiperbola sebanyak 7 kali atau

24,13%, gaya bahasa personifikasi sebanyak 3 kali atau 10,34%, dan gaya bahasa
49

metafora sebanyak 1 kali atau 3,44 %. Jadi jumlah gaya bahasa perbandingan

yang digunakan oleh Tere Liye dalam novelnya yang berjudul Daun yang Jatuh

Tak Pernah Membenci Angin adalah 29 kali.


50

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pemakaian gaya bahasa dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin membuat pengungkapan maksud menjadi lebih

mengesankan, lebih hidup, lebih jelas, dan lebih menarik. Beberapa gaya

bahasa perbandingan yang terdapat dalam pembahasan novel Daun yang

Jatuh Tak Pernah Membenci Angin yaitu perumpamaan, hiperbola,

personifikasi, dan metafora. Penggunaan perumpamaan ada 18 data,

hiperbola ada 7 data, personifikasi ada 3 data, dan metafora ada 1 data.

Data – data tersebut merupakan contoh pemanfaatan bentuk

penggunaan gaya bahasa perbandingan yang unik dan menimbulkan efek –

efek estetis pada pembaca. Tere Liye mampu memilih dan memanfaatkan

kosakata – kosakata yang disesuiakan dengan makna dalam kalimat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengajukan beberapa

saran sebagai berikut :

1. Hendaklah bagi peneliti selanjutnya, agar lebih mengembangkan

penelitian pustaka yang menyangkut tentang sastra agar menambah

khasanah perbendaharaan sastra.

2. Bagi penikmat sastra, hendaknya lebih aktif mempelajari karya –

karya sastra agar kemampuan mengapreasi sastra yang dimiliki dapat

berkembang.
50
51

3. Bagi pembaca hendaknya lebih menyenangi karya karya sastra untuk

dibaca dan dipelajari.


52

KORPUS DATA

No. Data Gaya Bahasa Hal.

A. Majas Perumpamaan

1. Sekeliling kami seperti membeku oleh tarian lampu mobil, 83


sementara wajahku dan dia terlihat tersenyum indah di foto
itu.
2. Beruntung adikku banyak mengambil alih pembicaraan 102
(sebenarnya dia memang selalu mendominasi pembicaraan;
mulutnya persis seperti mitraliur).

3. Yang semakin sulit adalah perkembangan perasaanku 109


padanya.Lamban. Merangkak seperti kura-kura.
4. Kenapa galau perasaanku mirip seperti kematian ibu. 154

5. Aku akan terbang seperti sehelai daun. 157

6. Aku mendesah, teringat kalimat itu, “Kebaikan itu seperti 184


pesawat terbang, Tania. Jendela-jendela bergetar, layar
teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat pesawat
itu lewat.” Bagai garpu tala yang beresonansi kebaikan
menyebar dengan cepat.

7. Tubuhku langsung kaku. Amat berat leherku menoleh, 189


seperti diganduli beban berkilo-kilo. (Hal. 189).
8. Kakiku seperti di ikat sejuta tali temali saat beranjak 189
berdiri.
9. 190
Ya,Tuhan cepat sekali terbentuk jarak di antara kami.
Seperti bumi yang merekah.
10. Di otak Anne sepertinya semua kejadian ini seperti 228
permainan perang-perangan.
53

11. 109
Waktu benar-benar berlalu melesat bagai desingan peluru.

12. 205
Perasaan masing-masing sudah jelas bagai bintang di
langit.
13. Semua perasaan ini kembali bagai seribu anak panah yang 252
menghunjam.
14. Tak ada rumah kardus kami yang dulu seperti 231
monumen,menjadi landmark di tanah seluas setengah
hektar itu.
15. Bentuk daunnya sempurna seperti sebungkah hati. 232

16. Daun berbentuk hati yang kuning mengening. Seperti 235


hatiku yang tiba-tiba kering.
17. 242
Perasaan hatinya sudah terang benderang seperti purnama
di angkasa.
18. Di setiap kalimat aku terpaksa berhenti karena hatiku perih 243
seperti diiris-iris sembilu.
B. Majas Hiperbola

1. Membekukan seluruh perasaan. Mengkristalkan semua 7


keinginan.
2. Hujan deras turun membungkus kota ini. Suara jutaan butir 13
air yang menghunjam bumi terdengar keras hingga ke
dalam. Adi yang kebetulan menemaniku berkeliling
mencari novel karangan tiba - tiba menarik tanganku.
3. “Tahukah kau, aku bisa menghentikan hujan ini!” Adi 14

berteriak meningkahi suara air menimpa bebatuan dan

suara klakson mobil yang memenuhi macet jalanan.

4. Tenang, Kakak tenang saja. Dede sudah pasang beker di 90


54

perut Tania. .
5. 230
Demi membaca e-mail berdarah-darah itu, esoknya aku
memutuskan pulang segera ke Jakarta.
6. Hatiku pedih menggelembungkan kemarahan. 244

7. 249
Kau membunuh perasaan ini seketika tanpa ampun saat
pertama kali bersemi.
C. Personifikasi

1. Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. 154

2. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah ke 197


mana.
3. Angin malam memainkan anak rambut. 236

D. Metafora

1. Dan kau bahkan memutuskan untuk menyiram mati hingga 251


ke akar-akarnya perasaan itu.
55

SINOPSIS

Novel ini bercerita tentang dua pengamen kecil, mereka adik-kakak

terlahir dari rahim yang sama yang putus sekolah selama tiga tahun dan

merasakan kepahitan hidup pula. Kepahitan hidup itu bermula ketika ayah mereka

meninggal, Tania pada saat itu berumur delapan tahun dan Dede berumur tiga

tahun. Tania, Dede, dan Ibu sudah tidak bisa lagi mengontrak rumah itu karena

mereka sudah menunggak tiga bulan, tidak mampu membayarnya. Mereka

kebingugan harus tinggal di mana, mereka tak mempunyai keluarga. Dan akhirnya

mereka memutuskan untuk tinggal di rumah kardus di bantara sungai.

Kehidupan pun terasa menyesakkan. Ibu harus mencari uang untuk

bertahan hidup bersama Tania dan Dede. Tania dan Dede pun harus mengamen

sepanjang jalan, dan menatap iri ketka melihat anak-anak seumuran mereka

berlalu lalang memakai seragam sekolah untuk pergi sekolah.

Pada suatu malam, pada saat mengamen, disaat lelahnya di bus kota tiba-

tiba kaki Tania tertancap paku. Wajar saja kaki Tania tertancap paku, Tania dan

Dede tidak memakai alas kaki, maka dengan mudahnya kaki mereka akan mudah

tertancap paku. Pada peristiwa dan malam itulah mereka bertemu seorang pria

dengan wajah menyenangkan bernama Danar. Dia menolong Tania yang sedang
56

meringis kesakitan. Membantu mencabut paku yang masih menancap pada kaki

Tania, kemudian membersihkan darah yang bercucuran dengan sapu tangan

berwarna putih yang dikeluarkan dari saku celananya dan dibalutkan pada luka

kaki Tania. Kemudian Danar memberikan beberapa uang sepuluh ribuan kepada

Tania dan Dede menyarankan untuk membeli obat merah.

Ke esokkan harinya, Tania dan Dede pergi mengamen kembali, dengan

luka yang masih terasa perih pada kaki Tania. Pada saat mengamen itu, Tania dan

Dede bertemu kembali dengan Danar. Dan Danar memberikan hadiah kepada

Tania dan Dede yaitu sepasang sepatu dan kaos kaki. Dede seketika langsung

menerimanya dengan bahagia dan memakainya, sedangkan Tania malu-malu

menerimanya. Malam itu mereka terlihat lucu, dengan pakaian yang kotor

memakai kaos kaki putih dan sepatu yang bagus. Malam itu mereka berbincang-

bincang, saling berkenalan. Terihat sangat akrab. Dan Danar pun mengantarkan

Tania dan Dede pulang ke rumah kardusnya.

Ke esokkan harinya Ibu memberitahukan kabar baik kepada Tania dan

Dede, dan salah satu kabar bahagia itu adalah Tania dan Dede akan kembali

sekolah, semua itu berkat dukungan Danar, dan Danar pula yang akan membiayai

mereka. Saat itu Tania benar-benar bahagia dan berterima kasih kepada Danar.
57

Meskipun Tania dan Dede sudah kembali sekolah, namun mereka tetap

mengamen seperti biasanya seusai pulang sekolah sampai sebelum magrib tiba..

Kemudian akhir-akhir itu kesehatan Ibu mulai membaik. Sembuh begitu

saja tanpa diobati. Seminggu kemudian Ibu kembali bekerja menjadi tukang cuci.

Dari penghasilan sebagai tukang cuci, hasil Tania dan Dede mengamen, juga

tambahan bantuan dari Danar, akhirnya Ibu memutuskan untuk mengontrak

sebuah kamar sederhana berdinding tembok. Kehidupan mereka pun semakin

membaik.

Danar pun selalu mengunjungi, menengok mereka di rumah kontrakkan

itu. Memberikan beberapa makanan dan juga hadiah, tidak terlepas memberikan

bantuan beberapa kebutuhan untuk mereka. Namun, pada suatu hari Danar

mebawa teman istrinya yang bernama Ratna. Semenjak hari itu Ratna merebut

semua posisi Tania, dan Tania pun merasa kesal dan tersisihkan atas kehadiran

Ratna. Tania sangat cemburu. Ratna selalu hadir dan ikut kemana pun Danar

pergi, bahkan ketika mereka pergi ke Dufan sebagai hadiah untuk Dede karena

telah menyelesaikan legonya, Ratna pun ikut.

Beberapa minggu kemudian, tiba-tiba Ibu tak sadarkan diri sakit parah dan

dibawa ke rumah sakit. Tania dan Dede sangat kaget dan merasakan takut.

Beruntung Danar selalu siap siaga menjaga mereka. Dan tidak pernah disangka,
58

bagai petir di siang bolong. Ibu meninggal, usaha kuenya terhenti. Kini dua anak

kecil pengamen itu menjadi yatim-piatu. Dan Danar pun mengurus Tania dan

Dede. Menyekolahkan mereka, hidup bersama, tinggal bersama Danar.

Setelah kepergian Ibu, Danar memutuskan untuk membeli sepetak tanah

untuk tempat tinggal Danar, Tania, dan Dede. Kemudian Tania pun lulus sekolah

SD, dan Tania mendapatkan ASEAN Scholarship beasiswa SMP di Singapura.

Dan Tania pun kembali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah

SMAnya, Tania harus hidup mandiri di sana, meninggalkan Dede, Danar, dan

pusara Ibu. Namun, mereka tetap berkomunikasi dengan baik lewat e-

mail/chatting. Tania sangat merindukan Danar dibandingkan merindukan Dede.

Setelah berjuang dengan keras akhirnya Tania lulus SMA dengan hasil

ujian terbaik melampaui 0,1 digit nomor satu orang yang selalu membuatnya

menjadi nomor dua. Tania mendapatkan pengahargaan Kristal pohonlime, dan

Tania pun mendapatkan tawaran dari kepala sekolahnya untuk melanjutkan

pendidikan yang lebih tinggi di NUS dengan beasiswa hingga lulus dan bebas

memilih jurusan apa pun sesuai dengan apa yang Tania inginkan. Sedangkan

Dede kini melanjutkan pendidikannya kuliah di dekat tempat tinggal mereka. Dan

Danar kini sudah menjadi GM di perusahaan marketingnya.


59

Hari-hari menyakitkan pun sangat dirasakan oleh Tania, dan ketika liburan

NUS Tania memutuskan untuk tidak pulang. Pernikahan Danar dan Ratna tinggal

tiga minggu lagi, Tania memutuskan untuk tidak pulang.

Setelah pernikahan mereka terjadi kebahagian yang dirasakan oleh Ratna

hanya sementara. Hal ini dikarenakan perubahan Danar berubah drastis. Pada

suatu hari Tania mendapatkan e-mail yang menyakitkan dari Ratna,ia

menceritakan keadaan rumah tangganya kepada Tania membuat Tania kaget tidak

menyangka. Bagaimana mungkin malaikat yang dicintainya yang dimatanya

begitu sempurna, tak akan mungkin membiarkan siapun menangis kini

membiarkan istriya sendiri menangis karenanya.

Tania pun akhirnya memutuskan untuk pulang, membantu dan mencari

tahu masalah yang sebenarnya dengan bantuan Dede. Dan tidak disangka akhirnya

teka-teki itu mulai bermunculan. Danar benar-benar berubah tidak ada lagi wajah

yang menyenangkan itu, selalu pulang larut malam, dan sikapnya menjadi dingin.

Tania pun tahu dari Dede bahwa Danar pun mempunyai perasaan yang sama

seperti Tania. Seperti liontin yang pernah Tania dapatkan dari Danar ternyata itu

benar-benar special, meski Dede dan Ibu juga mendapatkannya.

Tania pun menemui Danar dan mempertanyakan semuanya, Tania

menangis dan membicarakannya dengan suara tersendat. Danar hanya diam dan
60

seolah-olah tak mengerti. Tania mengungkapkan semuanya. Namun semuanya

sudah terlambat, cinta itu sangat membuat mereka menyesakkan. Kini Ratna

tengah hamil empat bulan dan Danar harus mempertanggung jawabkan

pernikahannya itu. Tania pun telah menerima semua keadaannya itu, mencoba

memahaminya. Cinta tak harus memiliki. Tania akan kembali lagi ke Singapura,

dan tidak akan kembali lagi. Meninggalkan Dede, Danar, Ratna, toko buku, semua

kenangan, dan pusara Ibu.


61

RIWAYAT HIDUP PENGARANG

“Tere Liye” merupakan nama pena dari seorang novelis yang diambil dari

bahasa India dengan arti : untukmu, untuk-Mu, dan nama aslinya adalah

Darwis. Tere-Liye lahir pada tanggal 21 Mei 1979. Tere liye mempunyai seorang

istri yang bernama Riski Amelia, dan dikaruniai anak yang bernama Abdullah

Psai. Lahir dan besar di pedalaman Sumatera, berasal dari keluarga petani, anak

keenam dari tujuh bersaudara. Darwis berasal dari Sumatra Selatan, Indonesia.

Riwayat pendidikannya nya:

1. SDN 2 Kikim Timur Sumasel

2. SMPN 2 Kikim Timur Sumsel

3. SMUN 9 Bandar Lampung

4. Fakultas Ekonomi UI

Tampaknya Tere-Liye tidak ingin dikenal oleh pembacanya. Hal itu

terlihat dari sedikitnya informasi yang pembaca dapat melalui bagian “tentang

penulis” yang terdapat pada bagian belakang sebuah novel. Agak sulit ketika

mencari tahu tentang Tere-Liye. Tere Liye telah menghasilkan 14 buah novel.

Yaitu:

1. Daun yg Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka Umum,

2010

2. Pukat (Penerbit Republika, 2010)


62

3. Burlian (Penerbit Republika, 2009)

4. Hafalan Shalat Delisa (Republika, 2005)

5. Moga Bunda Disayang Allah (Republika, 2007)

6. The Gogons Series: James & Incridible Incidents (Gramedia Pustaka

Umum, 2006)

7. Bidadari-Bidadari Surga (Republika, 2008)

8. Sang Penandai (Serambi, 2007)

9. Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (Grafindo, 2006; Republika 2009)

10. Mimpi-Mimpi Si Patah Hati (AddPrint, 2005)

11. Cintaku Antara Jakarta & Kuala Lumpur (AddPrint, 2006)

12. Senja Bersama Rosie (Grafindo, 2008)

13. ELIANA ,serial anak-anak mamak

14. Ayahku (Bukan) Pembohong

Tere-liye tidak seperti penulis lain yang biasanya memasang foto, contact

person, profil lengkap pada setiap bukunya sehingga ketika buku/novel tersebut

meledak biasanya langsung membuat penulis tersebut terkenal dan diundang serta

melanglangbuana kemana-mana. Tere-liye ingin menyebarkan pemahaman

bahwa hidup ini sederhana melalui tulisannya. Semua novel Tere- Liye memiliki

cerita yang unik dengan mengutamakan pengetahuan, moral, dan agama.


63

Penyampaiannya tentang keluarga, moral, Islam, dakwah, sangat mengena tanpa

membuat pembacanya merasa digurui.


1

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru

Argesindo.

Arifin, H. M. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi aksara.

Badudu. J. S. 1984. Sari Kasusastraan Indonesia 2. Bandung: Pustaka Prima.

Bagas. 2007. “Majas Perbandingan”.Dalam http://bagas.wordpress.com/2007/09


/05/belajar- majas-atau-gaya-bahasa/ diakses pada tanggal 20 Januari
2010.

Damayanti. D. 2013. Buku Pintar Sastra Indonesia: Puisi, Sajak, Syair dan Majas.
Yogyakarta: Araska

Efendi, S. 1982. Panduan Berbahasa Fiksi dan Puisi.Pekanbaru:UNRI Press.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metode Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,


Teori, dan Aplikasi. Jakarta: PT Buku Seru

Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press. Sudjiman, Panuti. 1998. Bunga Rampai Stilistika.
Jakarta: Pustaka Jaya.

Sudrajat, Yayat.2009.Makna Dalam Wacana.Bandung:Yrama Widya.

Tarigan, Henry Guntur. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung:Penerbit

Angkasa
2

Zhang, Zhiqin. 2010. “The Interpretation of a Novel by Hemingway in Terms of

Literary Stylistics”. The International Journal of Language Society and

Culture.Volume 30, Nomor 155.Tahun 2010.

Zulfahnur, dkk. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Depdikbud.


RIWAYAT PENULIS

Husni. Lahir di Buriko Kab. Wajo, pada tanggal 09 Januari

1993, dari pasangan Ayahanda Ambo Lau dan Ibunda Hj.

Lamming anak pertama dari lima bersaudara. Penulis

pertama kali menempuh pendidikan di SD 232 Tellesang

Kec. Pitumpanua pada tahun 2000 dan tamat pada tahun

2006, pada tahun yamg sama penulis melanjutkan

pendidikan di SMP Negeri 3 Pitumpanua dan tamat pada tahun 2009. Kemudian

melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Pitumpanua dan tamat pada tamat pada

tahun 2012. Ditahun yang sama pula penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan

tinggi Universitas Muhammadiyah Makassar dan terdaftar sebagai mahasiswa jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(FKIP) Program Strata Satu (S1).

Berbekal semangat, kerja keras, doa serta kasih sayang kedua orang tua, atas izin

Allah SWT penulis mengakhiri perkuliahan dengan menyusun karya tulis ilmiah yang

berjudul Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye.

Anda mungkin juga menyukai