OLEH
F011181327
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian akhir guna memeroleh
gelar Sarjana Sastra di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Hasanuddin
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“When given the choice between being right or being kind, choose kind.”
—R. J. Palacio
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada papa, mama, saudara-saudara, teman-teman
saya, dan diri saya sendiri, serta seluruh korban kekerasan verbal yang masih
berjuang untuk memulihkan diri.
Terima kasih telah bertahan dan berusaha menjadi lebih baik terlepas dari
pengalaman buruk yang telah dilalui. Terima kasih pula karena kalian telah
menginspirasi saya untuk menulis skripsi ini.
ii
H AI,AMAN PSF;S] &tr]\,lAAI$
'tl
€.ili 81,, Ei}*.'str?3$ Fe A SAF; t? r3 f,
=ij
F AKLi I-T A.E" { T,E.f L] [EE*I&A1'',4
1!,id; itltlt ittt \cl:r.* -l Iiiii rll'rl lr.i:-ijli,t i..-;rulr 5i.:rg:.i ]'tj#ildrrr]l:l ri*:t*..,n
2"
3. Dr" I{.
'\-
4. Dr. Hj. Murrira
II
IV
LEMBAR PERSETUJUAN
v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
NIM : F011181327
Kekerasan Verbal Bahasa Indanesia oleh Tokoh Kale terhadap Tokoh Dinda
dalfim Ftlm Story af Kale (When Sorneone's in Love) Kurya Angga Dwimqs
Sepanjang pengetahuan penulis, tidak terdapat karya lain yang sama dengan judul
ini kecuali sebagai acuan atau kutipan yang telah dilakukan dengan mengikuti tata
penulisan karya ilmiah yang lazirn. Apabila di kemudian hari ditemukan karya
yang serupa, mirip, atau terbukti melakukan plagiarisme, penulis siap diberikan
Makassar,7 Juh2023
Yang menyatakan,
1\ ! !A\a ! \ al t1 \'r
WTil
1Afis1
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang atas segala
karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Tokoh Dinda dalam Film Story of Kale (When Someone’s in Love) Karya Angga
Skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan,
dukungan, dan bimbingan berbagai pihak selama ini. Pada kesempatan ini, penulis
1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan-Nya sehingga peneliti dapat
yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik;
3. Prof. Dr. Hj. Nurhayati, M.Hum., selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, saran, dan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi
arahan, kritik, dan saran yang diberikan demi penyempurnaan skripsi ini;
5. Dr. Hj. Munira Hasyim, S.S., M.Hum., selaku dosen penguji atas bimbingan,
arahan, kritik, dan saran yang diberikan demi penyempurnaan skripsi ini;
vii
viii
6. Prof. Dr. H. Lukman, M.S., selaku ketua panitia ujian atas saran dan masukan
7. Ibu Rismayanti, S.S., M.Hum., selaku sekretaris ujian atas saran dan masukan
8. Ibu Sumartina, S.E., atas segala bimbingan, arahan, dan bantuan dari awal
9. seluruh staf dan pengajar Departemen Sastra Indonesia dan Fakultas Ilmu
10. kedua orang tua penulis, Haing Gosali dan Selvia Mokuna, yang selalu
12. hewan peliharaan anjing penulis, Cory Amerika Gosali, yang selalu
13. Clarissa Mulialim sebagai support system utama, guru terbaik, dan sahabat
14. Yuri Ono yang selalu menolong dan memberikan bantuan terlepas dari
15. Sonia Editha Muhaji, Gabrielle Felicia Borel, Clarissa Mulialim, Yuri Ono,
Meike Sriwijaya, Maria Jessica Limoal, dan Cenivia Ciuandi sebagai anggota
grup Potato yang menyediakan hiburan, dukungan, serta doa selama proses
ix
pengerjaan skripsi ini. Terima kasih karena selalu ada untuk penulis di saat
16. Nur Indah Sari Rusmayani dan Dwi Syavira Dianty, S.S. yang tidak hanya
17. Nabila Cahyani, Rachmatul Maghfiroti Sabila, Puti Nazdira Amanda, dan
Annisa Aulya Putri sebagai anggota grup Brig10 atas kata-kata motivasi dan
18. Deni Ferdiansa, S.S. atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan mulai
19. Resky Amalia, Nur Indah Sari Rusmayani, Nathasya Salsabilah T, Deni
20. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, baik yang tanpa sadar
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga karya ilmiah ini dapat
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................... i
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN PENERIMAAN .............................................................................. iv
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
ABSTRAK ........................................................................................................... xii
ABSTRACT ......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................ 12
1.3 Batasan Masalah ..................................................................................... 12
1.4 Rumusan Masalah ................................................................................... 12
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................... 13
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................. 13
1.6.1 Manfaat Teoretis ............................................................................. 13
1.6.2 Manfaat Praktis ............................................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 15
2.1 Landasan Teori........................................................................................ 15
2.1.1 Psikolinguistik ................................................................................. 15
2.1.2 Kekerasan Psikologis ...................................................................... 28
2.1.3 Kekerasan Verbal ............................................................................ 31
2.1.4 Bentuk-bentuk Bahasa .................................................................... 53
2.2 Hasil Penelitian Relevan ......................................................................... 67
2.3 Kerangka Pikir ........................................................................................ 70
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 72
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian ............................................................. 72
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 73
3.2.1 Tempat Penelitian............................................................................ 73
x
xi
Kata kunci: psikolinguistik, kekerasan verbal, bentuk bahasa, film Story of Kale
xii
ABSTRACT
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
untuk berelasi. Kebutuhan ini secara alami ada dalam diri manusia bahkan
sebelum manusia lahir ke dunia. Secara naluri, manusia ingin memiliki hubungan
yang baik, sebuah hubungan mutualisme yang melengkapi dan menyokong satu
sama lain. Dukungan ini dibutuhkan dan menjadi alasan manusia dapat bertahan
semua hubungan memiliki sifat yang baik atau positif. Ada pula hubungan yang
Hubungan yang buruk bisa ditemukan di mana saja, baik itu dalam
hubungan ini ialah salah satu pihak dirugikan atau merasa dirugikan, sedangkan
mengkritik rambut B yang keriting atau sering kali memaksa B untuk mentraktir
dirinya. Apabila dilakukan tanpa maksud tertentu (tidak sengaja, tidak sadar, atau
bercanda) dan tidak sering, hubungan tersebut belum termasuk hubungan yang
buruk. Bisa saja itu hanyalah kekurangan atau kesalahan manusiawi, mengingat
memang tidak ada manusia yang sempurna. Namun, apabila perilaku tersebut
dilakukan secara terus menerus dengan maksud tertentu (untuk merugikan dan
1
2
psikis sebanyak 40% (1.079 kasus), kekerasan seksual 26% (689 kasus), fisik 22%
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat
pada seseorang. Kekerasan psikis yang sulit dibuktikan menjadi alasan tingginya
Bahasa merupakan alat komunikasi yang menjadi media utama manusia dalam
sebagai alat untuk mengungkapkan pandangan dan sikap terhadap suatu hal
3
(Saputra, 2020). Akan tetapi, dalam hubungan yang berisi kekerasan, bahasa
verbal dengan berfokus pada pelaku kekerasan verbal. Sejak tahun 2020 atau
sejak awal pandemi covid-19, berita mengenai hubungan pacaran yang dilandasi
korban, misalnya alasan korban sulit untuk keluar dari hubungan, alasan korban
mau bertahan dengan pelaku, dan bagaimana dampak kekerasan tersebut terhadap
korban. Pembahasan yang berfokus pada korban tersebut tidak menyediakan jalan
keluar atau langkah pencegahan bagi para korban atau pihak-pihak yang rentan
kekerasan verbal. Solusi yang tepat untuk suatu masalah didapat dari akar masalah
kekerasan verbal.
4
Data ujaran kekerasan verbal akan diambil dari karya sastra film. Karya
sastra film diambil sebagai objek penelitian karena beberapa faktor: yang pertama,
data ujaran kekerasan verbal sulit untuk dikumpulkan secara langsung karena
menjaga sikap dan kata ketika berada di hadapan orang banyak terutama orang
asing. Ujaran pelaku hanya bisa direkam oleh korban, tetapi tindakan tersebut,
terutama jika ketahuan, akan menempatkan korban dalam posisi bahaya. Kedua,
dibandingkan dengan jenis karya sastra lain seperti prosa dan puisi, karya sastra
ekspresi wajah, bahasa tubuh, nada dan intonasi, suasana, serta latar tempat dan
waktu terjadinya kekerasan verbal sama seperti yang bisa kita lihat di kehidupan
nyata.
Film yang diambil sebagai objek penelitian ini adalah film Story of Kale
perdana tahun 2020 di Netflix. Film ini merupakan film berbahasa Indonesia
meskipun judulnya berbahasa Inggris. Judul film yang berbahasa Inggris berkaitan
dalam hal gaya berpacaran dan tanggapan para tokoh terhadap suatu hal. Para
dalam satu ruangan yang sama dalam keadaan terkunci. Hal itu terlarang dalam
budaya Indonesia yang kental dengan nilai keagamaan. Dari sudut pandang
agama, hal tersebut dilarang karena dapat berujung pada dosa zina. Kedua tokoh
utama juga diceritakan tinggal di rumah yang sama padahal belum menikah. Hal
5
hubungan personal antara tokoh Kale dan tokoh Dinda yang berisi kekerasan.
Kisah cinta keduanya berawal dari Kale yang membantu Dinda mengakhiri
perdebatan tersebut berisi kekerasan verbal yang semakin lama semakin intens
dan eksplisit. Di akhir cerita, Dinda akhirnya mengakhiri hubungan dengan Kale.
Film Story of Kale (When Someone’s in Love) dipilih karena isi ceritanya
yang berfokus pada kekerasan verbal antara tokoh Kale dan tokoh Dinda dalam
hubungan pacaran. Dengan mengadopsi gaya hidup budaya barat, film ini tidak
membahas agama, budaya, moral, nilai, dan norma masyarakat lokal dalam
Misalnya, dalam film ini budaya patriarki atau penyalahgunaan ajaran agama
kekerasan verbal yang dilakukan oleh tokoh Kale berkaitan dengan masa lalu dan
sejarah psikologis tokoh Kale, yakni pengalaman dan luka batin tokoh Kale
digunakan oleh budaya barat dalam menjelaskan fenomena kekerasan dalam suatu
hubungan (Kolk, 2014). Latar belakang tokoh Kale tersebut menunjukkan adanya
6
hubungan antara kondisi psikologis (trauma masa kecil) dan bahasa (kekerasan
verbal) yang digunakan. Karena adanya hubungan antara psikologi dan bahasa,
Psikolinguistik merupakan gabungan dari dua ilmu, yaitu ilmu psikologi dan
mempelajari hubungan antara bahasa, perilaku, dan akal budi manusia. Uraian
mengenai integrasi dua ilmu ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam kajian pustaka.
bentuk bahasa yang digunakan pelaku ketika melakukan kekerasan verbal, alasan
kekerasan verbal.
buku Patricia Evans (2006, 2010). Evans merupakan penulis buku yang telah
mengamati, meneliti, dan menulis beberapa buku tentang kekerasan verbal selama
bentuk bahasa yang menjadi penanda kekerasan verbal, dan dampak kekerasan
7
verbal terhadap korban. Bahasan mengenai hal tersebut akan dielaborasi lebih
marah yang mengandung kekerasan. Jenis-jenis kekerasan verbal tokoh Kale yang
diekspresikan dalam bentuk bahasa, seperti kata (tidak, jangan, gila, anjing) atau
kalimat (kalimat interogatif, kalimat imperatif, atau kalimat yang diawali dengan
kamu yang (dalam bahasa Indonesia, kalimat yang diawali dengan dua kata
tersebut digunakan untuk menyalahkan, misalnya, “Bukan aku yang bodoh, kamu
yang tidak tahu menjelaskan!”)). Evans juga menyatakan bahwa pada hakikatnya
Di bawah ini akan dijelaskan dua contoh kekerasan verbal yang dilakukan
tokoh Kale, yaitu kekerasan verbal mengkritik dan menyalahkan. Namun, secara
mereferensikan tokoh-tokoh film dalam penelitian ini. Pada penelitian ini, tokoh
Kale sebagai pelaku kekerasan verbal akan disebut sebagai “pelaku” atau “Kale”,
sedangkan tokoh Dinda sebagai korban kekerasan verbal akan disebut sebagai
8
“pasangan” atau “Dinda”. Pemilihan istilah ini bertujuan agar seluruh pembahasan
Contoh kekerasan verbal Kale yang pertama adalah kekerasan verbal jenis
kritis atau penuh simpatik (dalam bentuk nasihat). Pada contoh (1), kekerasan
verbal terjadi ketika Kale dan Dinda sedang berada di studio rekaman. Pada saat
itu, Dinda hendak pergi ke ulang tahun temannya, Nina. Kale keberatan dengan
Contoh (1)
(26:25-26:30)
Kale : (1) Din, aku masih enggak yakin loh itu keputusan yang tepat loh
buat kamu. Ada Argo di sana. Dan lagian kita kan malam ini sudah
janji mau bikin proyek bareng, mau selesaiin lagu.
Dinda : Terus gimana?
Contoh (1) Aku masih enggak yakin loh itu keputusan yang tepat loh buat
kamu diujarkan oleh Kale untuk melarang Dinda pergi ke ulang tahun Nina.
dengan kata enggak (enggak yakin loh itu keputusan yang tepat). Kritikan tersebut
membuat Dinda ragu dan tidak percaya diri dengan keputusannya sehingga Dinda
mengikuti keinginan Kale untuk tidak pergi ke ulang tahun Nina. Hal itu
yang awalnya Dinda ingin pergi ke ulang tahun Nina menjadi tidak pergi ke ulang
tahun Nina. Kritikan ini termasuk kekerasan verbal karena bersifat membatasi
Contoh kekerasan verbal Kale yang kedua adalah kekerasan verbal jenis
tujuan agar seluruh tanggung jawab menjadi bagian pasangan. Hal itu dilakukan
pelaku agar pelaku menjadi pihak yang tak bersalah dalam hubungan. Pada contoh
(2), kekerasan verbal terjadi ketika Kale mendapat Dinda bertemu dengan Argo,
Padahal, Dinda telah menjawab dengan jujur dan menjelaskan baik-baik bahwa ia
Contoh (2)
(01:04:31-01:04:38)
Dinda : Kok kamu kek gini sih? Cemburuan, curigaan. Kayaknya hubungan
yang baik yang kamu omongin enggak kayak gitu deh.
Kale : (2) Kamu yang enggak bisa dipercaya!
Contoh (2) Kamu yang enggak bisa dipercaya diujarkan oleh Kale untuk
menjadikan Dinda pihak yang merusak hubungan keduanya, bukan Kale. Menurut
Kale, apa yang ia lakukan (cemburu dan curiga) merupakan akibat dari sifat Dinda
sendiri yang tidak bisa dipercaya. Kritikan ini termasuk kekerasan verbal karena
verbal Kale di atas ialah bentuk bahasa kata dan kalimat. Yang pertama bentuk
10
bahasa kata, yaitu kata enggak atau tidak. Kata tidak merupakan kekerasan verbal
yang berbentuk kata dasar dengan kelas kata adverbia. Dalam KBBI, kata tidak
menyatakan bahwa pasangan adalah pihak yang salah atau tidak benar.
sehat. Kata enggak yang digunakan dalam komunikasi juga menunjukkan bahwa
Bentuk bahasa yang kedua adalah bentuk bahasa kalimat, yaitu kalimat
Kamu yang enggak bisa dipercaya!. Kalimat Kamu yang enggak bisa dipercaya!
Indonesia, kalimat yang diawali dengan kamu yang diujarkan petutur untuk
mengasah diri”. Pada konteks yang negatif, kalimat dengan formula ini bertujuan
menyalahkan dan melempar tanggung jawab kepada pasangan. Pada contoh (2),
bentuk kata dan kalimat digunakan pelaku untuk mengontrol perilaku dan
tindakan pasangan. Pada contoh (1), pelaku mengkritik keputusan pasangan agar
contoh (2), pelaku menyalahkan pasangan agar pasangan tidak melihat pelaku
sebagai pihak yang salah (atau melakukan kesalahan). Kedua contoh ini
Pada contoh (1), pasangan salah mengambil keputusan, sedangkan pada contoh
pasangan akan “kehilangan” hak suaranya secara sukarela. Di saat yang sama,
dilakukan oleh Kale terhadap Dinda, serta bentuk-bentuk bahasa yang digunakan
meningkat. Bahasan kekerasan verbal yang berfokus pada pelaku juga diharapkan
kekerasan verbal yang tepat. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
diperlukan sebab tidak semua permasalahan yang terdapat dalam objek yang
diteliti dapat dijangkau. Batasan masalah juga memperjelas arah penelitian dan
1. Jenis-jenis kekerasan verbal dalam film yang dilakukan oleh tokoh Kale
1. Apa saja jenis-jenis kekerasan verbal tokoh Kale terhadap tokoh Dinda
Kale terhadap tokoh Dinda dalam film Story of Kale (When Someone’s
Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan
manfaat praktis.
serta lembaga dan institusi pengetahuan. Adapun manfaat teoretis penelitian ini
verbal.
Manfaat praktis adalah manfaat yang diperoleh oleh masyarakat yang dapat
diterapkan secara praktis. Adapun manfaat praktis penelitian ini ialah sebagai
berikut.
TINJAUAN PUSTAKA
penelitian ini.
2.1.1 Psikolinguistik
Bagian ini akan membahas ilmu psikologi dan ilmu linguistik secara
terpisah, kemudian bagaimana kedua ilmu tersebut berintegrasi dalam satu cabang
2.1.1.1 Psikologi
Kata psikologi berasal dari bahasa Yunani psyche dan logos. Kata psyche
berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi, secara etimologi, psikologi dapat
diartikan sebagai ilmu jiwa. Pengertian ini merupakan pengertian tradisional yang
dipakai ketika psikologi masih menjadi bagian dari ilmu filsafat (Suharti, 2021).
Seiring berjalannya waktu dan berubahnya zaman, kini psikologi diartikan sebagai
yang kasat mata atau bersifat jasmaniah, seperti duduk, tersenyum, atau berbicara.
15
16
(Suharti, 2021).
dapat dilihat dan diamati, tetapi kondisi jiwa atau psikis seseorang dapat diamati
dalam hal berkeyakinan: seseorang yang sedang marah merasa semua kritik
kritik-kritik tersebut bertujuan untuk menjadikan dirinya lebih baik. Atau dalam
hal berbicara: seseorang dengan kondisi jiwa yang sehat akan mengeluarkan kata-
kata atau bahasa yang lembut, sedangkan seseorang dengan kondisi jiwa sakit
menjadi "ilmu tentang perilaku dan proses mental”. Perilaku adalah segala hal
keadaan batin manusia, seperti persepsi atau mimpi. Dapat dikatakan bahwa
perilaku dan proses mental yang dimaksud Nevid sama dengan perilaku
menjadi objek material dan objek formal. Objek material adalah hal konkret yang
17
dikaji atau subjek penelitian. Objek material dalam ilmu psikologi adalah
manusia. Di sisi lain, objek formal adalah perspektif yang digunakan untuk
mengkaji objek material. Objek formal dalam ilmu psikologi adalah perilaku atau
ilmu yang mempelajari kondisi jiwa, mental, atau psikis manusia yang tercermin
dalam bentuk perilaku atau tingkah laku. Perilaku manusia juga dipelajari dalam
2.1.1.2 Linguistik
Linguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang berarti bahasa (Unsiah &
Yuliati, 2018). Artinya, linguistik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa atau
Linguistique Generale (Unsiah & Yuliati, 2018) menggagas tiga istilah untuk
menyebut bahasa, yaitu langage, langue, dan parole. Langage berarti bahasa
secara umum; langue berarti bahasa tertentu, seperti bahasa Jawa, bahasa Inggris
Objek kajian linguistik ialah bahasa manusia pada umumnya (Unsiah &
Yuliati, 2018). Pada hakikatnya, bahasa merupakan lambang bunyi arbitrer yang
(Iqbal, Azwardi, & Taib, 2017). Bahasa yang dikaji dapat berwujud lisan maupun
18
tulisan. Akan tetapi, tulisan dianggap sebagai bahasa sekunder karena manusia
bisa berbahasa (lisan) tanpa harus mengenal tulisan (Iqbal, Azwardi, & Taib,
2017).
studi bahasa, jangkauan waktu studi bahasa, dan jangkauan internal atau eksternal
studi bahasa. Berdasarkan jangkauan luas studi bahasa, objek kajian linguistik
dibagi menjadi linguistik umum dan linguistik khusus. Linguistik umum mengkaji
bahasa pada masa tertentu, misalnya bahasa Indonesia pada tahun 1945.
(Lyons, dalam Iqbal, Azwardi, & Taib, 2017). Contoh cabang ilmu
Syarifuddin, Datoh, & Yuliana, 2019). Keempat cabang ilmu ini mempelajari
bahasa secara internal, seperti bunyi bahasa, pembentukan kata dan kalimat, serta
19
2.1.1.3 Psikolinguistik
linguistik memiliki cabang ilmu baru yang menghubungkan kedua ilmu tersebut
menjadi satu, yaitu psikologi bahasa atau psikolinguistik. Istilah psikologi bahasa
dilalui oleh manusia dalam mereka berbahasa”. Pengertian ini diperoleh sebagai
“studi tentang proses-proses mental dalam pemakaian bahasa; dan Clark dan
Clark yang menyatakan bahwa psikolinguistik berkaitan erat dengan tiga hal,
2023).
hubungan antara bahasa dan pikiran dalam proses berbahasa dan dalam
memeroleh bahasa.”
memahaminya.”
21
bahasa, penggunaan bahasa, dan pemahaman bahasa, sebagai alat berpikir dan
berkomunikasi.
menjadi dasar perilaku berbahasa (linguistik) manusia. Proses mental atau aspek
pemahaman atau memori bahasa, dan proses produksi bahasa (Antonius, 2019).
(1) komprehensi (proses mental dalam memahami ujaran), (2) produksi (proses
mental sebelum membentuk ujaran), (3) aspek biologis dan neurologis yang
membuat manusia mampu berbahasa, dan (4) pemerolehan bahasa pada anak.
mengkaji aspek lain dari bahasa. Apabila morfologi mengkaji aspek kata bahasa,
sintaksis mengkaji aspek kalimat bahasa, dan semantik mengkaji aspek makna
bahasa; psikolinguistik mengkaji aspek psikis dari bahasa. Aspek psikis tersebut
pemahaman bahasa, produksi bahasa, pemerolehan bahasa, dan aspek biologis dan
bahasa berfungsi sebagai alat berpikir. Aspek personal yang dikaji psikolinguistik
ialah bagaimana bahasa digunakan sebagai alat berpikir serta bagaimana proses
yang internal yang dapat dilihat dalam bentuk produksi bahasa (Antonius, 2019).
manusia itu sendiri, secara interpersonal, bahasa digunakan untuk keperluan dan
dan pemahaman bahasa (petutur), yakni fungsi makna bahasa dalam membangun
psikolinguistik adalah bahasa. Bahasa tersebut ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek
personal dan aspek interpersonal. Objek kajian penelitian ini adalah bahasa
Indonesia yang mengandung kekerasan verbal yang akan ditinjau dari aspek
digunakan sebagai alat komunikasi. Akan tetapi, penelitian ini hanya berfokus
pada pelaku (penutur), yaitu alasan pelaku menggunakan bahasa kekerasan verbal
dalam berkomunikasi.
merupakan perpaduan dari dua ilmu besar, yaitu psikologi dan linguistik. Suharti
berikut.
1. Kompetensi
2. Akuisisi
3. Performansi
5. Gangguan Bahasa
7. Pembelajaran Bahasa
intonasi.
kemahiran berbahasa.
manusia.
dan otak. Otak sendiri dapat diartikan sebagai pikiran atau perlengkapan berpikir
mempengaruhi.
dengan pikiran, di antaranya adalah teori Wilhelm Von Humboldt, teori Sapir-
Whorf, teori Jean Piaget, teori L. S. Vygotsky, teori Noam Chomsky, teori Eric
budaya atau ingin memiliki pandangan hidup yang baru harus mempelajari
2. Teori Sapir-Whorf
Sapir berpendapat bahwa manusia hidup dalam “belas kasih” bahasa, bahwa
yang sama, bahwa jalan pikiran seseorang ditentukan oleh bahasanya. Teori
atau nama dari benda itu. Hal itu menunjukkan bahwa perkembangan
4. Teori L. S. Vygotsky
yang disertai dengan pembelajaran bahasa, kedua unsur yang terpisah itu
anak-anak mampu berkembang dari satu kata menjadi kalimat dan menjadi
wacana.
kebahasaan dari lahir. Hal itu tidak berhubungan dengan perilaku seperti
yang dikatakan oleh Piaget, dan tidak berhubungan pula dengan kecerdasan
perangkat alami yang tersedia dalam otak manusia. Akan tetapi, bahasa
Piaget.
7. Teori Bruner
manusia berpikir lebih sistematis. Bahasa dan pikiran ini kemudian menjadi
Kekerasan psikologis adalah segala perbuatan yang merusak harga diri atau
rasa aman seseorang (Doherty & Berglund, 2008). Kekerasan ini biasanya terjadi
29
dalam hubungan yang tidak memiliki kesetaraan kuasa dan kontrol. Artinya, salah
satu pihak dalam hubungan tersebut (pelaku) bertindak lebih berkuasa dan
mengontrol ini dapat berujung pada kekerasan fisik (Doherty & Berglund, 2008).
2001). Istilah yang lebih umum digunakan secara bergantian ialah kekerasan
tubuh, seperti tatapan yang merendahkan, gerakan cabul, dan sikap atau perilaku
yang mengancam (Hunt, 2013). Kekerasan psikologis dapat terjadi dalam jenis
hubungan apa saja, misalnya dalam hubungan personal (berpacaran atau suami-
istri), hubungan orang dewasa dengan anak-anak (termasuk hubungan orang tua
Kekerasan yang termasuk dimensi ini ialah (1) berteriak; (2) menyebut
mengabaikan anak; (7) terlalu kritis atau kritik yang berlebihan; (8) bersifat
dan bersikap negatif; (9) mengejek atau menertawakan pasangan; (10) tidak
ialah: (1) mengabaikan pasangan sebagai bentuk hukuman, (2) merajuk, (3)
silent treatment atau mendiamkan pasangan tanpa alasan yang jelas, (4)
gerakan atau sikap enggan karena dengki, (5) tidak memedulikan pasangan,
(1) ancaman untuk menyakiti, melukai, atau membunuh; (2) ancaman cerai
Perbuatan dan perilaku yang termasuk dalam dimensi ini ialah: (1)
bekerja, bersekolah, atau melakukan hal yang pasangan ingin lakukan; (5)
uang pasangan; (7) melarang pasangan pergi; (8) mencampuri hal-hal yang
mobil (agar pasangan tidak bisa pergi); (10) stereotip gender atau jenis
(misalnya karena perempuan lebih lemah atau karena istri harus menurut
kekerasan verbal sebagai “words that attack or injure, that cause one to believe
the false, or that speak falsely of one (kata-kata yang menyerang atau melukai,
yang menyebabkan seseorang untuk percaya pada hal yang tidak benar; atau
berbicara salah tentang suatu hal). Misalnya, ketika A berbuat kesalahan dan B
Padahal, tingkat intelektual seseorang tidak diukur dari berapa banyak kesalahan
orang bodoh, sama seperti melakukan hal dengan benar tidak membuat orang
pantas”. Kata bodoh pada ujaran B sebelumnya termasuk kekerasan verbal karena
memiliki sifat menghina, membentak, memaki, dan berisi kata yang tidak pantas.
juga termasuk kekerasan verbal (You, 2021). Bentakan biasa diisi dengan makian,
kata-kata kasar, dan tuduhan yang membuat pasangan merasa sakit hati dan tidak
dapat berbuat apa-apa karena pelaku selalu merasa benar (dan harus dibenarkan)
dalam keadaan apa pun. Bentakan seperti ini juga tidak memberikan kesempatan
pasangan,
hubungan pertemanan);
orang lain;
3. Manipulasi Emosional
abusive;
4. Gaslighting
sendiri, misalnya:
pernyataan sebelumnya.
(WebMD, 2020)
Kekerasan verbal dapat terjadi pada siapa saja dan dalam hubungan apa
saja, tetapi yang akan dibahas dalam penelitian ini hanyalah kekerasan verbal
kekerasan verbal dalam bahasa Indonesia dan oleh penulis Indonesia masih
berfokus pada kekerasan verbal pada anak, seperti kekerasan verbal dalam
dalam hubungan pacaran akan dipatok dari buku Evans (2006, 2010). Lebih lanjut
Ujaran-ujaran yang mengatakan apa, siapa, dan bagaimana seseorang, atau apa
yang orang tersebut pikirkan, rasakan, dan inginkan merupakan ujaran yang
contoh ujaran yang paling sering digunakan pelaku kekerasan verbal. Ujaran-
(mental anguish) (Evans, The Verbally Abusive Man (Can He Change?), 2006).
terjadi? Apa yang membuat pelaku kekerasan verbal melakukan atau mengatakan
verbal memiliki sosok “Wanita Impian” dalam dirinya yang berfungsi sebagai
pelengkap dalam hidupnya. Wanita Impian ini lahir dari sebagian diri pelaku yang
tidak terintegrasi atau terpisah dari dirinya. Misalnya, apabila pelaku sejak kecil
dilarang menangis jika terluka, pelaku akan belajar untuk menutup diri dari
emosinya sendiri. Sisi emosional ini didefinisikan pelaku sebagai sisi feminin, sisi
yang tidak boleh pelaku miliki, dan sisi itulah yang membentuk Wanita Impian
feminin, emosional pelaku. Karena Wanita Impian ini adalah setengah dirinya,
Wanita Impian tidak bisa memiliki pikiran sendiri. Yang dipikirkan dan dirasakan
oleh Wanita Impian harus selaras dengan yang dipikirkan dan dirasakan pelaku.
37
Wanita Impian harus menginginkan dan mengharapkan hal yang sama dengan
pelaku. Dengan kata lain, pasangan dan pelaku hanya memiliki satu otak, yaitu
otak pelaku. Ketika pasangan tidak berlaku seperti yang pelaku harapkan (yaitu
ketika pasangan berlaku sebagai dirinya sendiri bukan sebagai Wanita Impian),
pelaku akan merasa “diserang” dan kehilangan dirinya, sehingga berujung pada
Wanita Impian ideal terbagi menjadi dua bentuk bergantung pada di usia
muda, Wanita Impian yang ideal baginya adalah seorang ibu, tepatnya seorang ibu
Abusive Man (Can He Change?), 2006). Pelaku kekerasan verbal dengan Wanita
Impian seperti ini biasanya berujung pada kekerasan verbal yang implisit atau
kasar (atau jika ada, frekuensinya sedikit) atau kekerasan fisik karena bagi pelaku,
Wanita Impian yang ideal baginya adalah boneka Barbie, perempuan yang bisa
Abusive Man (Can He Change?), 2006). Pelaku kekerasan verbal dengan Wanita
Impian Barbie biasanya berujung pada kekerasan verbal yang eksplisit (overt).
Tipe kekerasan verbal ini biasanya melibatkan banyak kata-kata kasar seperti
anjing, pelacur, dan sebagainya, dan bisa berujung atau disertai kekerasan fisik.
38
Pelaku kekerasan verbal tidak konsisten atau tidak terpaku pada satu bentuk
kekerasan verbal saja, misalnya implisit atau eksplisit terus-menerus. Tipe Wanita
Impian ideal hanya menentukan bentuk kekerasan verbal yang dominan dilakukan
pelaku. Pelaku dengan Wanita Impian seorang Ibu dominan melakukan kekerasan
melakukan kekerasan fisik. Di sisi lain, pelaku dengan Wanita Impian boneka
karena masalah psikis yang dialami pelaku. Pelaku kekerasan verbal merupakan
psikologis atau cacat psikis (Evans, The Verbally Abusive Man (Can He
realitas karena traumanya, sehingga secara ekstrem, pelaku seperti lumpuh secara
psikologis.
kekerasan verbal tidak selamanya berisi kata-kata kasar atau diujarkan dengan
nada tinggi atau suara keras; ada pula kekerasan verbal yang wujudnya seolah
tidak berbahaya, tetapi menimbulkan efek psikologis yang besar pada pasangan.
Oleh karena itu, kekerasan verbal tidak bisa hanya dinilai dari suara atau bentuk
kata-katanya, tetapi juga dari tujuan atau maksud ujarannya. Di bawah ini akan
Edition), 2010).
malah berkata bahwa komentar itu hanya bercanda dan tidak seharusnya
Partner)
pasangan memang pendiam atau pemalu, dan, pada hakikatnya, tidak ada
yang salah dengan sifat tersebut. Namun, kritikan pelaku itu akan membuat
pasangan merasa ada yang salah dengan dirinya dan tertekan apabila tidak
bisa memberikan banyak tanggapan dalam suatu perkumpulan. Hal ini juga
Brainwashing))
eksplisit.
Way)
agak susah bagi kamu untuk masuk ke sana karena kamu tidak bertalenta”
yang lemah lembut membuat pasangan merasa tidak memiliki hak atau
Controlling)
pasangan yang menjadi korban kekerasan verbal tidak sadar bahwa dirinya
Pasangan secara sadar atau tidak sadar akan berusaha mengubah dirinya
kecil, tetapi tidak muncul pada konflik besar. Lalu di beberapa kesempatan,
hal yang sebaliknya terjadi: kekerasan verbal muncul di konflik besar dan
8. Menjadi Masalah Utama (Verbal Abuse is the Issue (the Problem) in the
Relationship)
berselingkuh. Hal ini akan berujung pada pasangan yang merasa bingung
sedang marah atau apakah ada sesuatu yang mengganjal pelaku selalu
menjawab bahwa ia tidak marah dan semuanya baik-baik saja. Contoh lain
dan langkah yang tepat untuk mengatasinya. Jenis-jenis kekerasan verbal menurut
1. Menahan (Witholding)
sebagai berikut.
tidak jika pada akhirnya Anda akan melakukan apa yang Anda
inginkan?
2. Melawan (Countering)
terlihat (dan merasa) lebih benar atau lebih dominan dari pasangan. Contoh
a. Anda salah.
3. Mengabaikan (Discounting)
itu?
milikmu!
mengulanginya lagi!
marah, kejengkelan, atau rasa tidak aman (insecure) yang dirasakan oleh
47
sederhana sekalipun.
dengannya. (bualan)
(13) Jika saya jadi Anda, saya tidak akan menerima tawaran
itu.
49
8. Merendahkan (Trivializing)
dalam lukisannya, dan pelaku malah merespons dengan, “Pasti enak rasanya
dan pekerjaan pasangan. Komentar tersebut juga berfokus pada sisi negatif
dari cerita pasangan. Hal itu membuat pasangan merasa dirinya yang salah
maksud pernyataannya.
9. Merongrong (Undermining)
pasangan.
panggilan yang tidak senonoh, seperti lonte, gendut, bodoh, dan sebagainya;
atau penggunaan panggilan sayang seperti sayang, cinta, manis dengan nada
sarkastis.
51
kesepakatan, atau lupa bahwa topik tertentu yang sifatnya penting sudah
sebagai berikut:
berikut.
cara meniadakan apa yang terjadi pada pasangan dan biasanya diikuti
52
seperti itu pada Anda karena saya menyayangi Anda”. Contoh jenis
b. Anda mengada-ngada.
mengamuk, atau berteriak. Perbuatan marah ini terjadi tanpa bisa diprediksi
menyalahkan pasangan ini akan membuat pasangan sedih dan merasa bahwa
Jenis-jenis kekerasan verbal yang ditemukan dalam film Story of Kale (When
Someone’s in Love) karya Angga Dwimas Sasongko ada empat, yaitu mengkritik
calling).
53
Bentuk bahasa adalah rupa satuan gramatikal atau leksikal yang terdiri atas
terdiri atas fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana, sedangkan
unsur suprasegmental bahasa berupa nada, tekanan, intonasi, dan jeda. Pada
penelitian ini, data bentuk bahasa kekerasan verbal yang diambil hanya unsur
2.1.4.1 Kata
kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang
dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas”. Morfem merupakan bagian terkecil
bahasa yang tidak dapat dibagi lagi (Verhaar dalam Darwis, 2012). Satu kata
dapat terdiri atas satu atau lebih morfem. Misalnya, kata tidur terdiri atas satu
morfem (tidak bisa dibagi lagi), sedangkan kata tiduran terdiri atas dua morfem,
tidur dan akhiran -an. Kata tidur disebut sebagai kata dasar, sedangkan kata
tiduran disebut sebagai kata turunan atau kata yang telah mengalami proses
morfologis.
penambahan afiks atau imbuhan (Darwis, 2012). Terdapat empat jenis afiks dalam
bahasa Indonesia, yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Afiks yang
54
ditambahkan di depan kata disebut prefiks, contohnya prefiks men- pada kata
menari, prefiks pe- pada kata pelari, dan prefiks ber- pada kata berair. Afiks yang
ditambahkan di tengah kata disebut infiks, misalnya infiks -er- pada kata gerigi
yang berasal dari kata gigi. Afiks yang ditambahkan di akhir kata disebut sufiks,
seperti sufiks -an pada kata tiduran, sufiks -i pada kata tulisi, dan sufiks -kan pada
kata bawakan. Afiks yang ditambahkan di depan dan akhir kata disebut konfiks,
bahasa Indonesia secara garis besar terbagi menjadi dua (Darwis, 2012), yaitu
reduplikasi penuh dan reduplikasi parsial. Reduplikasi penuh ada yang utuh,
seperti bunga-bunga dan lari-lari; dan ada yang terbagi, seperti berbunga-bunga
dan berlari-larian. Reduplikasi parsial terbagi lagi menjadi dua, ada yang
mengubah vokal atau konsonan kata, seperti sayur-mayur dan ramah-tamah; dan
ada yang berupa singkatan, seperti pepohonan dan lelaki. Kata-kata seperti kupu-
kupu atau gara-gara, walaupun terlihat seperti perulangan, tidak termasuk kata
reduplikasi. Kedua kata tersebut masih merupakan kata dasar karena kata kupu
dan gara tidak memiliki makna, atau dengan kata lain kedua kata tersebut tidak
Komposisi atau kata majemuk adalah proses penggabungan dua kata atau
lebih yang membentuk makna baru yang berbeda dari makna unsur-unsur
pembentuknya (Darwis, 2012). Kata majemuk dapat berupa satu kata atau lebih.
Contoh kata majemuk yang berupa satu kata ialah kata matahari dan kacamata,
sedangkan kata majemuk yang lebih dari satu kata ialah meja hijau (pengadilan),
55
gulung tikar (bangkrut), dan cuci tangan (tidak ikut campur). Gabungan kata yang
tidak membentuk makna baru disebut dengan frasa. Contoh frasa ialah jual beli,
rumah baru, dan tidur siang. Ketiga makna frasa tersebut dapat ditelusuri dari
kelas katanya. Secara garis besar, terdapat tujuh kelas kata dalam bahasa
1. Verba
dikenal dengan istilah kata kerja. Kata verba dapat dilekati oleh afiks meng-,
dapat didampingi oleh kata di, ke, dari, sangat, lebih, atau agak (Darwis,
2012). Contoh kata verba ialah duduk, mengejar, dibayar, lompat, dan
paham.
2. Adjektiva
bentuk, waktu, jarak, sikap batin, dan cerapan. Kata adjektiva ditandai
2012); dapat didahului oleh pewatas sangat, lebih, paling, terlalu; dan dapat
Contoh kata adjektiva ialah merah, kecil, boros, cekung, lama, gemuk,
3. Adverbia
verba, yaitu kata baru pada frasa baru datang dan kata belum pada frasa
belum terkirim. Pewatas adjektiva, yaitu kata sangat pada frasa sangat
tinggi dan kata cukup pada frasa cukup banyak. Pewatas nomina, yaitu kata
4. Nomina
Kelas kata nomina lazim disebut sebagai kata benda. Kata berkelas kata
tidak dapat didampingi oleh kata tidak, tetapi berpotensi didahului kata dari
(Darwis, 2012). Contoh kata nomina ialah anak, kemiskinan, kucing, meja,
5. Pronomina
persona antara lain kata saya, dia, kami, mereka, beliau, -nya, -mu, -ku.
Pronomina penunjuk antara lain kata ini, itu, di sana, situ, begini, begitu.
berapa, di mana.
6. Numeralia
besar, kata numeralia dibagi menjadi dua, yaitu numeralia kardinal (pokok)
ketiga pada frasa ketiga pemain, bilangan pecahan, dan bilangan desimal.
58
7. Kata Tugas
kata yang hanya bermakna apabila dirangkaikan dengan kata-kata dari kelas
kata lain. Terdapat lima jenis kata tugas, yaitu preposisi, konjungsi,
interjeksi, artikula dan partikel. Preposisi atau kata depan, yaitu akan, dari,
di, ke, pada. Konjungsi atau kata penghubung, yaitu bahwa, tetapi, dan,
supaya. Interjeksi atau kata seru, yaitu aduh, ayo, astaga, hai, nah. Artikula,
yaitu sang, sri, si, para. Partikel, yaitu -kah, -lah, -tah, dan pun.
bahasa Indonesia ke dalam 13 kategori, yaitu kelas kata verba, adjektiva, nomina,
1. Verba
Kata-kata yang termasuk dalam kelas kata verba tidak dapat didampingi
oleh partikel tidak dan tidak dapat didampingi oleh partikel di, ke, dari,
sangat, lebih, atau agak. Contoh kelas kata verba ialah memahat,
2. Adjektiva
memiliki ciri morfologis -er, -if, dan -i; dan dibentuk menjadi nomina
3. Nomina
didampingi oleh partikel tidak dan memiliki potensi untuk didahului oleh
(penunjuk waktu), gram (ukuran), Mey (nama diri), kecap (benda), dan
lain sebagainya.
4. Pronomina
pronomina dia. Contoh pronomina lain ialah aku, kamu, -nya, ku-, dan lain
sebagainya.
5. Numeralia
didampingi oleh partikel tidak atau sangat. Misalnya, kata satu, seratus,
6. Adverbia
sintaksis. Contoh kelas kata adverbia ialah sudah, tidak, sekali, jangan,
7. Interogativa
Contoh kelas kata interogativa ialah apa, -kah, bagaimana, siapa, di mana,
8. Demonstrativa
9. Artikula
mendampingi nomina dasar, pronominal, dan verba pasif. Contoh kelas kata
artikula ialah si, sang, sri, para, kaum, dan lain sebagainya.
10. Preposisi
kelas kata lain. Misalnya, kata dari (dari rumah), di (di atas), ke (ke pasar),
61
demi (demi uang), tanpa (tanpa kehadirannya), buat (buat ibu), gara-gara
11. Konjungsi
satuan lain (kata, frasa, klausa) dalam konstruksi sintaksis. Misalnya, kata
12. Fatis
dialek regional. Contohnya, kok, ayo, deh, kan, nah, sih, ya, dan lain
sebagainya.
13. Interjeksi
2.1.4.2 Kalimat
terdiri atas satu klausa atau lebih, dan memiliki intonasi akhir (Tarigan, 2021).
62
Intonasi akhir berupa tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!).
respons yang diharapkan (Tarigan, 2021), kalimat dibagi menjadi empat jenis,
1. Kalimat Deklaratif
deklaratif tidak bermarkah khusus dan diakhiri dengan intonasi akhir tanda
c. Kemarin adik saya dipanggil guru karena bolos sekolah tiga hari.
2. Kalimat Imperatif
ditandai dengan intonasi akhir tanda seru (!); dan susunan fungsi
berupa satu kata saja, berupa kalimat dengan subjek dan predikat verba, atau
sebagai berikut.
dikandung.
(2) Pergi!
atau hendaknya.
dilarang.
untuk tidak melakukan sesuatu dan ditandai dengan kata awas dan hati-
hati.
biarkan(lah).
3. Kalimat Interogatif
apa, bagaimana, berapa, atau partikel -kah, tidak, dan bukan. Kalimat
interogatif diakhiri dengan intonasi akhir tanda tanya (?). Contoh kalimat
4. Kalimat Eksklamatif
nya dan pola kalimat yang diinversi dari Subjek-Predikat menjadi Predikat-
intonasi akhir tanda seru (!). Contoh kalimat eksklamatif ialah sebagai
berikut.
terhadap penelitian ini, yaitu: (1) Artikel jurnal Kekerasan Verbal di Televisi dan
Kabupaten Kolaka: Kajian Psikolinguistik oleh Rosnawati; dan (3) Artikel jurnal
dan sebagainya), satuan lingual (kata, frasa, kalimat), pembentukan kata (abreviasi
dan akronimisasi), jenis kalimat (kalimat positif, kalimat negatif, kalimat tanya,
Pemaparan bahasa di usia 0-13 tahun dapat membantu LAD bekerja secara
(Azhar, 2014).
dilakukan siswa sekolah lanjutan atas di Kabupaten Kolaka dan faktor penyebab
yang dilakukan siswa dengan pengaruh didikan orang tua dan guru di sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerasan verbal yang dilakukan oleh siswa
merupakan hasil meniru dari orang tua dan guru (Rosnawati, 2013).
makhluk halus, dan pelabelan negatif berupa menghina fisik. Peneliti juga
Terdapat tiga kondisi emosi utama yang memicu terjadinya kekerasan verbal,
yakni senang, jengkel, dan marah. Peneliti juga membahas dampak emosional
terdahulu terletak pada fokus penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Azhar
dilakukan siswa lanjutan atas di Kabupaten Kolaka beserta faktor penyebab siswa
khusus membahas kekerasan verbal jenis labeling yang dilakukan oleh mahasiswa
di Universitas Jamber.
pada klasifikasi dan analisis jenis-jenis kekerasan verbal yang terdapat dalam
film. Film yang dijadikan objek penelitian secara khusus menceritakan hubungan
pacaran dua tokoh utama yang di dalamnya terdapat kekerasan verbal. Kekerasan
gambaran besar alur penelitian. Sumber data penelitian ini ialah film Story of Kale
Netflix pada tahun 2020. Data penelitian yang diperoleh dari film tersebut berupa
kekerasan verbal dipetakan menurut jenisnya dan bentuk bahasa yang digunakan.
Pendekatan Psikolinguistik
METODE PENELITIAN
berbentuk kata, skema, dan gambar. Penelitian kualitatif dilakukan melalui tiga
diamati atau diobservasi terlebih dahulu. Kemudian, informasi yang diperoleh dari
observasi direduksi agar fokus pada masalah tertentu. Terakhir, dilakukan seleksi
manusia yang tercermin dalam perilaku berbahasa, dalam hal ini kondisi
72
73
penelitian adalah film yang bisa diunduh di laptop dan ditonton di rumah.
Penelitian dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan, yaitu dari bulan Juli
2022 s.d. September 2022. Waktu penelitian dalam jangka waktu tiga bulan cukup
karena objek penelitian mudah diakses dan data-data yang tersedia terbatas.
Sumber data penelitian ini adalah film Story of Kale (When Someone’s in
Love) karya Angga Dwimas Sasongko yang diakses melalui aplikasi Netflix. Film
verbal yang diujarkan oleh tokoh Kale. Jadi, seluruh data dalam penelitian ini
akan diperoleh dari ujaran-ujaran kekerasan verbal tokoh Kale dalam film.
panyampelan total (total sampling). Pada penyampelan total, jumlah sampel sama
dengan jumlah populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ujaran tokoh
penyampelan total diambil karena data berjumlah kurang dari 100. Data ujaran
Data pada penelitian kualitatif dapat dikumpulkan dengan empat cara, yaitu
data dengan dokumen. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, dan karya seni.
Menurut Sugiyono (2003:240), yang termasuk dokumen karya seni ialah gambar,
dan teknik catat, dengan peneliti sebagai instrumen penelitian. Secara terperinci,
teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti akan dijelaskan sebagai
berikut.
(time stamp).
verbal Evans.
75
dianalisis.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
merupakan proses mencari dan menyusun data hasil observasi dengan cara
dalam pola, memilih mana data yang penting dan yang akan dipelajari (seleksi),
dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.
kategori kekerasan verbal bahasa Indonesia dan bukan kekerasan verbal bahasa
Indonesia. Setelah itu, data-data yang termasuk dalam kategori kekerasan verbal
4.1 Jenis-jenis Kekerasan Verbal Kale dalam Film Story of Kale (When
Someone’s in Love)
mengandung kekerasan verbal. Dari ke-20 data tersebut, ditemukan empat jenis
kekerasan verbal yang dilakukan oleh tokoh Kale terhadap tokoh Dinda dalam
film Story of Kale (When Someone’s in Love) karya Angga Dwimas Sasongko.
calling).
bentuk dan jenis kekerasan verbal, tetapi juga menunjukkan proses peningkatan
intensitas kekerasan verbal mulai dari sebelum, awal, pertengahan, dan akhir
pacaran. Secara garis besar, terdapat empat adegan utama yang memperlihatkan
kekerasan verbal yang dilakukan oleh Kale. Berdasarkan urutan kejadian, keempat
adegan tersebut, yaitu (1) ketika Dinda memberikan perhatian pada anggota band-
nya, (2) ketika Dinda hendak pergi ke ulang tahun Nina, (3) ketika Dinda bertemu
dengan Argo di kamar hotel, dan (4) ketika Dinda hendak mengakhiri hubungan.
Pada adegan (1), kekerasan verbal yang dilakukan Kale bersifat implisit,
bahkan tidak disadari. Kekerasan verbal pada adegan ini berupa kritikan yang
Dinda. Pada adegan (2), kekerasan verbal yang dilakukan Kale masih implisit,
76
77
tetapi mulai bersifat koersif. Intensitas kekerasan verbal yang dilakukan Kale pada
adegan ini meningkat dan lebih berkesan memaksa. Kekerasan verbal berupa
kritikan yang memiliki tujuan yang sama dengan adegan (1), hanya saja kesannya
lebih menuntut. Pada adegan ini, Kale juga menggunakan kontak fisik untuk
Pada adegan (3), kekerasan verbal yang dilakukan Kale bersifat eksplisit
bahkan hampir berujung pada kekerasan fisik. Kekerasan verbal Kale pada adegan
hotel dan nyaris menampar Dinda. Pada adegan (4), kekerasan verbal Kale
bersifat implisit-eksplisit. Sebagian besar kekerasan verbal Kale pada adegan ini
berupa kritikan, tetapi terdapat pula bentakan dan kontak fisik yang koersif.
dipengaruhi oleh konteks adegan. Dalam keempat adegan tersebut, Kale bertujuan
adegan (1), kekerasan verbal Kale nyaris tidak terdeteksi karena pada saat itu Kale
dan Dinda belum berpacaran. Di sisi lain, pada adegan (2), (3), dan (4), kekerasan
verbal Kale mulai eksplisit karena Kale dan Dinda sudah berstatus pacaran.
dan tindakan Dinda tidak mencerminkan Wanita Impian ideal Kale. Di dalam
film, dijelaskan bahwa Kale ditinggalkan ibunya sewaktu kecil dan ayahnya yang
sakit hati menjadi tidak peduli padanya. Dapat disimpulkan bahwa Wanita Impian
78
Kale adalah sosok seorang ibu. Hal itu menjelaskan alasan Kale masih
sebagainya. Kale hanya tidak terima apabila Dinda memiliki pendapat yang
berbeda dengan dirinya. Di sisi lain, Dinda juga memiliki pengalaman serupa. Ibu
alasan mengapa Dinda bertahan berpacaran dengan Kale terlepas dari kekerasan
verbal dan nonverbal yang dilakukan oleh Kale. Di bawah ini akan diuraikan lebih
tokoh Kale yang termasuk dalam kekerasan verbal mengkritik. Kesepuluh tuturan
kekerasan verbal tersebut terjadi dalam tiga konteks, yaitu ketika Dinda ingin
pergi ke ulang tahun Nina, ketika Dinda ingin mengakhiri hubungan, dan ketika
Contoh 1
Dialog di bawah ini terjadi ketika Dinda ingin pergi ke ulang tahun Nina.
Pada saat itu, Dinda dan Kale sedang berada di studio rekaman untuk merekam
lagu ciptaan keduanya. Ketika Kale sibuk memainkan lagunya, Dinda berkata
bahwa ia berharap mereka tidak terlalu lama di studio karena Dinda hendak pergi
ke ulang tahun Nina. Nina merupakan adik Argo, mantan Dinda, tetapi sekaligus
sahabat baik Dinda sejak kecil. Di bawah ini merupakan tuturan yang menyatakan
(21:53-22:02)
Kale : Ya aku paham sih kamu pengen jadi temen yang baik, tapi kalo
dengan ke sana kamu bisa ketemu dia (Argo) lagi kan… (1) Aku
enggak yakin itu keputusan yang tepat deh buat kamu.
Dinda : Ya kalo emang ada dia (Argo) di sana aku bisa kok ngehindar,
tinggal enggak usah diladenin aja.
Contoh (1) Aku enggak yakin itu keputusan yang tepat deh buat kamu
diujarkan oleh Kale untuk melarang Dinda pergi ke ulang tahun Nina. Larangan
tersebut disampaikan secara implisit melalui kritikan yang ditandai dengan kata
enggak (enggak yakin itu keputusan yang tepat). Kritikan tersebut membuat
Dinda ragu dan tidak percaya diri dengan keputusannya sehingga Dinda
mengikuti keinginan Kale untuk tidak pergi ke ulang tahun Nina. Hal itu
yang awalnya Dinda ingin pergi ke ulang tahun Nina menjadi tidak pergi ke ulang
tahun Nina. Kritikan ini termasuk kekerasan verbal karena bersifat membatasi
Contoh 2
Dialog berikut masih terjadi dalam konteks Dinda ingin pergi ke ulang
tahun Nina. Karena Nina adalah adik Argo, mantan Dinda, Kale keberatan dengan
tahun Nina, Dinda memberikan solusi yang dapat dilihat pada dialog di bawah ini.
(22:03-22:10)
Dinda : Ya kalo emang ada dia (Argo) di sana aku bisa kok ngehindar,
tinggal enggak usah diladenin aja.
Kale : (2) Yakin bisa?
80
Contoh (2) Yakin bisa? diujarkan oleh Kale yang meragukan keputusan
Dinda yang ingin pergi ke ulang tahun Nina. Keraguan tersebut disampaikan
melalui kritikan yang ditandai dengan pertanyaan retoris Yakin bisa?. Kritikan
tersebut membuat Dinda ragu dan tidak percaya diri dengan keputusannya
sehingga Dinda mengikuti keinginan Kale untuk tidak pergi ke ulang tahun Nina.
psikologis, yaitu yang awalnya Dinda ingin pergi ke ulang tahun Nina menjadi
tidak pergi ke ulang tahun Nina. Kritikan ini termasuk kekerasan verbal karena
Contoh 3
Dialog di bawah ini masih terjadi dalam konteks Dinda hendak pergi ke
ulang tahun Nina. Pada bagian ini, Kale memaksa Dinda untuk memilih antara
dirinya dan Nina sambil mencengkeram kedua lengan Dinda. Paksaan itu
(26:54-27:02)
Dinda : Kok kamu kayak Argo sih sekarang?
Kale : (3) Aku enggak kayak Argo, Din, aku cuma bantuin kamu nentuin
pilihan aja. Kamu tinggal milih.
Contoh (3) Aku enggak kayak Argo, Din, aku cuma bantuin kamu nentuin
pilihan aja diujarkan oleh Kale untuk melarang Dinda pergi ke ulang tahun Nina.
dengan kata enggak (enggak kayak Argo). Kritikan tersebut membuat Dinda
keinginan Kale untuk tidak pergi ke ulang tahun Nina. Hal itu membuktikan
bahwa perkataan Kale memengaruhi Dinda secara psikologis, yaitu yang awalnya
Dinda ingin pergi ke ulang tahun Nina menjadi tidak pergi ke ulang tahun Nina.
hubungan dengan Kale. Kale merasa keberatan dengan keputusan Dinda karena ia
merasa hubungan mereka selama ini baik-baik saja dan tidak ada masalah. Di
Contoh 4
(13:31-13:38)
Kale : (4) Kamu enggak bisa tiba-tiba bilang putus kek gini.
Dinda : Ini enggak tiba-tiba.
Contoh 5
(14:29-14:35)
Kale : Ini hubungan dua orang bukan cuma kamu doang. Jadi kalo ada
apa-apa ngomong dong! (5) Kamu jangan bikin keputusan sendiri!
Dinda : Aku tahu ini hubungan dua orang, Le! Tapi aku kapan punya
keputusan aku sendiri kalo yang dibelain harus hubungan ini terus?
Contoh 6
(17:45-17:49)
Kale : (6) Jangan ambil keputusan sendiri, jangan emosional!
Dinda : Aku enggak emosional, aku juga mikir!
Contoh (4), (5), dan (6) diujarkan oleh Kale untuk melarang Dinda pergi ke
ulang tahun Nina. Larangan tersebut disampaikan secara eksplisit melalui kritikan
yang ditandai dengan kata enggak bisa dan jangan. Kritikan tersebut membuat
82
Dinda ragu dan tidak percaya diri dengan keputusannya sehingga Dinda
mengikuti keinginan Kale untuk tidak pergi ke ulang tahun Nina. Hal itu
yang awalnya Dinda ingin pergi ke ulang tahun Nina menjadi tidak pergi ke ulang
tahun Nina. Kritikan ini termasuk kekerasan verbal karena bersifat membatasi
Kedua kutipan di bawah ini terjadi dalam konteks yang sama, yakni ketika
Dinda ingin mengakhiri hubungan dengan Kale. Pada saat itu, Dinda bersikeras
untuk mengakhiri hubungan dan menjelaskan bahwa keinginannya itu sudah lama
ia pikirkan. Akan tetapi, Kale tetap keberatan dan berusaha mengajak Dinda
Contoh 7
(16:15-16:17)
Kale : (7) Kamu cuma lagi emosi aja kok.
Contoh 8
(16:30-16:45)
Kale : Kamu dulu juga enggak mau kita bikin proyek bareng, kamu bilang
itu mauku doang. (8) Tapi kebukti, kan, pada saat itu kamu emosi
doang? Jadi enggak mikir jernih?
Contoh (7) dan (8) diujarkan oleh Kale yang meragukan keputusan Dinda
yang ditandai dengan kata emosi. Kritikan tersebut bertujuan membuat Dinda ragu
dan tidak percaya diri dengan keputusannya. Kritikan ini termasuk kekerasan
verbal karena bersifat merusak citra pasangan dengan cara tidak memvalidasi
perasaan dan keputusan Dinda. Akan tetapi, Dinda bersikeras untuk mengakhiri
83
hubungan dan pada akhirnya tetap meninggalkan Kale. Pada konteks ini, kritikan
Contoh 9
Dialog di bawah ini masih terjadi dalam konteks Dinda ingin mengakhiri
hubungan dengan Kale. Kale keberatan dengan keputusan tersebut dan berkali-
kali mengatakan bahwa Dinda hanya terbawa emosi semata. Perkataan Kale
tersebut dibantah Dinda beberapa kali bahwa ia tidak emosi dan bahwa ia sudah
(16:54-17:30)
Kale : Kita bisa punya mini album. Kamu bisa ngembangin bakat kamu
yang enggak pernah kamu bayangin itu. Enggak puas dengan jadi
manajer aja. (9) Semua yang kita alamin, kita lewatin, itu karena
kita pikir baik-baik. Kita bikin keputusannya sama-sama, Din. Aku
dan kamu.
Dinda : Le, udah dong, kamu enggak bisa terus dorong aku balik ke titik
itu.
Contoh (9) Semua yang kita alamin, kita lewatin, itu karena kita pikir baik-
baik diujarkan oleh Kale yang meragukan keputusan Dinda untuk mengakhiri
klausa kita pikir baik-baik yang mengindikasikan bahwa keputusan yang diambil
Dinda tidak dipikir baik-baik. Kritikan tersebut bertujuan membuat Dinda ragu
dan tidak percaya diri dengan keputusannya. Kritikan ini termasuk kekerasan
verbal karena bersifat merusak citra pasangan dengan cara tidak memvalidasi
perasaan dan keputusan Dinda. Akan tetapi, Dinda bersikeras untuk mengakhiri
hubungan dan pada akhirnya tetap meninggalkan Kale. Pada konteks ini, kritikan
Contoh 10
Dialog di bawah ini terjadi dalam konteks Dinda perhatian pada anggota
band-nya, seperti mendengarkan curahan hati mereka dan menghafal yang mana
saja burger favorit setiap anggotanya. Pada saat itu, Kale merasa cemburu karena
merasa kurang spesial. Ia ingin semua perhatian Dinda hanya tertuju padanya.
Dialog di bawah ini terjadi setelah Dinda mempertanyakan Kale yang diam
(42:22-42:47)
Kale : Ya lagi mikir aja apa aku harusnya enggak usah ngambil tawaran
kamu untuk jadi additional player-nya Arah.
Dinda : Kok gitu?
Kale : Ya biar enggak usah ngeliat kamu perhatian sama orang lain.
Dinda : Kan aku manajer mereka, wajar enggak sih kalo aku perhatian
sama mereka?
Kale : (10) Apa iya semua manajer kayak kamu?
Contoh (10) Apa iya semua manajer kayak kamu? diujarkan oleh Kale yang
meragukan cara Dinda dalam berlaku sebagai manajer yang baik. Keraguan
Apa iya semua manajer kayak kamu?. Kritikan tersebut bertujuan membuat Dinda
ragu dan tidak percaya diri dengan dirinya. Kritikan ini termasuk kekerasan verbal
karena bersifat merusak citra pasangan melalui ejekan yang dinyatakan dalam
pendapatnya dan mengabaikan kritikan Kale. Pada konteks ini, kritikan Kale tidak
tuturan tokoh Kale yang termasuk dalam kekerasan verbal menuduh. Keenam
85
tuturan kekerasan verbal tersebut terjadi dalam konteks yang sama, yaitu ketika
Contoh 11
Kale bertemu dengan Argo di depan lift di lantai kamar hotel Dinda. Pada
saat itu, Kale langsung panik dan berjalan cepat menuju kamar Dinda untuk
bertanya alasan Argo menemui Dinda di hotel. Dinda langsung menjawab bahwa
Argo hendak menikah dan hanya datang untuk berpamitan. Argo berpamitan
karena memang dulu dirinya dan Dinda hampir menikah. Tindakan Argo ini
merupakan tanda perdamaian antara dirinya dan Dinda. Akan tetapi, Kale tidak
(01:04:14-01:04:28)
Kale : Tadi gimana emang? Ngapain aja?
Dinda : Ngapain aja? Aku kan udah bilang dia cuma pamit doang. Emang
menurut kamu aku ngapain?
Kale : (11) Enggak percaya.
Dinda : Enggak percaya? Terus menurut kamu aku ngapain? Emang aku
serendah itu di mata kamu?!
Contoh (11) Enggak percaya diujarkan oleh Kale untuk menuduh Dinda
Tuduhan tersebut timbul karena Kale yakin bahwa Dinda memang berselingkuh.
Tuduhan itu membuat Dinda tersinggung dan marah. Hal itu membuktikan bahwa
perkataan Kale memengaruhi Dinda secara psikologis, yaitu yang awalnya Dinda
tidak marah menjadi marah. Tuduhan ini termasuk kekerasan verbal karena
bersifat merusak harga diri pasangan dengan cara memandang rendah pasangan.
86
masa lalu. Kale mengatakan bahwa Dinda tidak bisa dipercaya dan mengungkit
beberapa kejadian ketika Dinda tidak meminta izin saat pergi ke suatu tempat.
Dinda membela diri dengan mengatakan bahwa Kale sendiri yang mengatakan
bahwa Dinda tidak perlu melapor jika hendak pergi ke mana-mana. Setelah
tuturan pada contoh (12). Contoh (13) dan (14) diujarkan berurutan setelah contoh
(12).
Contoh 12
(01:05:11-01:05:12)
Kale : (12) Kamu masih enggak bisa lupain Argo, kan?
Contoh 13
(01:05:18-01:05:27)
Kale : (13) Aku cuma pengganti Argo, kan? Ya kan?
Dinda : Le, stop. Aku udah bilang sama kamu berkali-kali aku udah
enggak ada apa-apa sama Argo!
Contoh 14
(01:06:00-01:06:06)
Kale : (14) Kamu masih cinta kan sama Argo? Jujur!
Dinda : Le, aku di sini sama siapa? Sama kamu atau sama Argo?
Contoh (12), (13), (14) diujarkan oleh Kale untuk menuduh Dinda masih
kata kan. Tuduhan tersebut timbul karena Kale yakin bahwa Dinda memang
masih memiliki perasaan pada Argo. Tuduhan itu membuat Dinda bingung dan
secara psikologis. Tuduhan ini termasuk kekerasan verbal karena bersifat merusak
harga diri pasangan dengan cara tidak mempercayai dan menghargai pernyataan
pasangan.
Kedua kutipan di bawah ini masih terjadi dalam konteks yang sama. Pada
bagian ini, Kale telah diliputi rasa marah dan cemburu. Ia tidak lagi
mendengarkan jawaban dan klarifikasi Dinda dan menyuruh Dinda untuk segera
Contoh 15
(01:06:00-01:06:06)
Kale : Kamu masih cinta kan sama Argo? (15) Jujur!
Dinda : Le, aku di sini sama siapa? Sama kamu atau sama Argo?
Contoh 16
(01:06:06-01:06:10)
Kale: Susah banget sih buat jujur! (16) Jujur!
Contoh (15) dan (16) diujarkan oleh Kale untuk menuduh Dinda masih
kata jujur. Tuduhan tersebut timbul karena Kale yakin bahwa Dinda memang
masih memiliki perasaan pada Argo. Tuduhan itu membuat Dinda bingung dan
secara psikologis. Tuduhan ini termasuk kekerasan verbal karena bersifat merusak
harga diri pasangan dengan cara tidak mempercayai dan menghargai pernyataan
pasangan.
88
Dalam film Story of Kale (When Someone’s in Love), ditemukan dua tuturan
verbal tersebut terjadi dalam konteks yang sama, yaitu ketika Dinda ingin pergi ke
Pada saat itu, Kale dan Dinda sedang berada di studio rekaman untuk
mengerjakan mini album yang berisi lagu ciptaan keduanya. Setelah beberapa
saat, Dinda memastikan bahwa mereka tidak terlalu lama di studio karena ia ingin
pergi ke ulang tahun Nina. Kale keberatan dengan keinginan Dinda dan mengeluh
bahwa mengajak Dinda ke studio berdua saja itu sangat sulit. Dinda lalu
membalas bahwa itu semua hanyalah keinginan Kale, bahwa Kale-lah yang ingin
mengujarkan contoh (17). Contoh (18) diujarkan sesaat setelah contoh (17).
Contoh 17
(23:30-22:35)
Kale : (17) Aku tuh ninggalin Mark and The Company tuh buat kamu,
buat proyek ini.
Contoh (17) Aku tuh ninggalin Mark and The Company tuh buat kamu, buat
proyek ini diujarkan oleh Kale untuk melarang Dinda pergi ke ulang tahun Nina.
ditandai dengan kata buat (buat kamu, buat proyek ini). Ujaran menyalahkan
mengikuti keinginan Kale untuk tidak pergi ke ulang tahun Nina. Hal itu
yang awalnya Dinda ingin pergi ke ulang tahun Nina menjadi tidak pergi ke ulang
tahun Nina. Kritikan ini termasuk kekerasan verbal karena bersifat merusak
Contoh 18
(23:37-23:47)
Kale : (18) Aku dimusuhin anak-anak tuh gara-gara kamu, gara-gara
proyek ini. Terus mereka sekarang udah jadi opening act-nya Padi,
(sedangkan) kita di sini masih ribut soal hal kek gitu.
Dinda : Ya, bukan salahku dong?
Contoh (18) Aku tuh ninggalin Mark and The Company tuh buat kamu, buat
proyek ini diujarkan oleh Kale untuk melarang Dinda pergi ke ulang tahun Nina.
ditandai dengan kata gara-gara (gara-gara kamu, gara-gara proyek ini). Ujaran
sehingga Dinda mengikuti keinginan Kale untuk tidak pergi ke ulang tahun Nina.
psikologis, yaitu yang awalnya Dinda ingin pergi ke ulang tahun Nina menjadi
tidak pergi ke ulang tahun Nina. Kritikan ini termasuk kekerasan verbal karena
Dalam film Story of Kale (When Someone’s in Love), ditemukan dua tuturan
yang termasuk dalam kekerasan verbal melabeli. Kedua tuturan kekerasan verbal
90
tersebut terjadi dalam dua konteks, yaitu ketika Dinda ingin mengakhiri hubungan
dan ketika Kale mendapati Dinda bertemu dengan Argo di kamar hotel.
Contoh 19
hubungan dengan Kale. Sebelum dialog di bawah ini, Kale sudah beberapa kali
membujuk Dinda untuk tidak mengakhiri hubungan, tetapi Dinda tetap kukuh
ingin berpisah dengan Kale. Karena Kale terus-menerus mengatakan bahwa Dinda
hanya emosi, Dinda akhirnya jujur bahwa selama enam bulan terakhir ia
(17:53-18:15)
Dinda : Enam bulan terakhir aku punya hubungan lain, aku selingkuh dari
kamu. Dan aku ngelakuin ini semua dengan sadar.
Kale : (19) Gila lu. Hancur, hancur, gila lu.
Contoh (19) Gila lu diujarkan oleh Kale untuk melabeli Dinda secara
negatif. Label negatif tersebut ditandai dengan kata gila. Pelabelan tersebut
menyatakan penilaian Kale terhadap Dinda, bahwa Dinda sudah tidak waras (sakit
verbal karena bersifat merusak citra pasangan dengan cara menghina pasangan
dengan kata yang bermakna negatif. Dinda hanya diam mendengar perkataan label
negatif tersebut. Pada konteks ini, pelabelan negatif Kale tidak berhasil
Contoh 20
dengan Argo di kamar hotel. Sebelum dialog di bawah ini, Dinda sempat
mempertanyakan sikap Kale yang sering cemburu dan curiga pada dirinya. Kale
91
menanggapi hal tersebut dengan menyalahkan Dinda, bahwa Dinda-lah yang tidak
bisa dipercaya sehingga ia terus-menerus merasa curiga pada Dinda. Kale lalu
mengungkit kejadian di masa lalu untuk membuktikan bahwa Dinda tidak bisa
dipercaya.
(01:04:41-01:04:56)
Kale : Dua minggu lalu kamu jalan sama Nina enggak bilang sama aku.
Argo datang dari lift, malam ini… (20) Anjing! Mau kamu apa
sih?!
Dinda : Aku enggak harus laporan terus kan tiap ngapa-ngapain? Kamu kok
yang ngomong sama aku.
Contoh (20) Anjing! diujarkan oleh Kale untuk melabeli Dinda secara
negatif. Label negatif tersebut ditandai dengan kata anjing. Pelabelan tersebut
atau sama dengan hewan. Pelabelan ini termasuk kekerasan verbal karena bersifat
merusak citra pasangan dengan cara menghina pasangan dengan kata yang
berkonotasi negatif. Dinda melawan perkataan Kale, tetapi tidak merespons label
negatif yang diberikan Kale padanya. Pada konteks ini, pelabelan negatif Kale
4.2 Bentuk Bahasa Kekerasan Verbal dalam Film Story of Kale (When
Someone’s in Love)
terdapat bentuk atau pola bahasa tertentu yang menjadi penanda terjadinya
kekerasan verbal. Dalam film Story of Kale (When Someone’s in Love) karya
Angga Dwimas Sasongko, ditemukan dua bentuk bahasa yang digunakan dalam
Bentuk bahasa kata merupakan bentuk bahasa kekerasan verbal yang paling
dominan ditemukan dalam film Story of Kale (When Someone’s in Love) karya
kategori kata adverbia (enggak, jangan), kategori kata fatis kan, kategori kata
adverbia terdiri atas dua kata, yaitu kata enggak dan kata jangan. Kata
enggak merupakan bahasa cakapan (tidak formal) dari kata tidak. Dalam
salah, atau dalam debat, kata tersebut bukanlah penanda kekerasan verbal.
kata enggak untuk menolak dan menyangkal keputusan dan pendapat Dinda.
Contoh data ujaran Kale yang menggunakan kata enggak ialah sebagai
berikut.
(1) Aku enggak yakin itu keputusan yang tepat deh buat kamu.
(2) Aku enggak kayak Argo, Din, aku cuma bantuin kamu nentuin
pilihan aja.
enggak yang diikuti dengan kata yakin menjadi frasa enggak yakin juga
94
Dinda.
lengan Dinda dan memaksa Dinda memilih antara dirinya dan Nina.
pelaku kekerasan domestik. Kata enggak yang diikuti kata kayak menjadi
frasa enggak kayak atau tidak seperti mengoreksi pendapat Dinda dan
salah.
keputusan Dinda mengakhiri hubungan. Kata enggak yang diikuti kata bisa
pernyataan Dinda. Ketika itu, Kale mendapati Dinda bertemu dengan Argo
apa yang mereka lakukan, tetapi ketika Dinda menjawab dengan jujur Kale
menolak pernyataan itu. Kata enggak yang diikuti kata percaya menjadi
data ujaran Kale yang menggunakan kata jangan ialah sebagai berikut.
adalah kata kan. Kata kan merupakan kependekan dari kata bukan. Dalam
KBBI, kata bukan memiliki makna ‘kata tanya untuk mengukuhkan isi atau
maksud suatu pernyataan yang digunakan sesudah pernyataan itu’. Kata kan
sisi lain, kata kan juga digunakan dalam pertanyaan yang bersifat menuduh,
yang tidak memerlukan jawaban, sehingga pada pertanyaan ini kata kan
kata kan untuk menuduh. Contoh data ujaran Kale yang menggunakan kata
bukan bertanya. Apabila kata kan tidak digunakan, ketiga ujaran itu
adjektiva terdiri atas dua kata, yaitu kata emosi dan kata emosional. Dalam
KBBI, kata emosi memiliki makna ‘marah’ yang digunakan dalam konteks
(emosi + sufiks -al) dengan kelas kata adjektiva. Kata emosi dan emosional
dalam penggunaannya.
dipikir panjang dengan logika. Kedua kata tersebut juga merupakan bentuk
Dalam film Story of Kale (When Someone’s in Love) karya Angga Dwimas
(2) Kamu dulu juga ga mau kita bikin proyek bareng, kamu bilang itu
mauku doang. Tapi kebukti, kan, pada saat itu kamu emosi
doang?
preposisi terdiri atas dua kata, yaitu kata buat dan kata gara-gara. Dalam
KBBI, kata buat memiliki makna ‘bagi; untuk’. Kata untuk merupakan
99
makna ‘sebab; lantaran (sesuatu yang menjadi penyebab)’. Kata buat dan
penggunaannya.
gara untuk menyalahkan Dinda atas keputusan pelaku sendiri. Contoh data
(1) Aku tuh ninggalin Mark and The Company tuh buat kamu, buat
proyek ini.
ini.
pergi ke ulang tahun Nina. Pada kedua contoh tersebut, Kale menggunakan
100
Kale sendiri. Pada contoh (1), Kale menggunakan kata buat untuk
terdiri atas dua kata, yaitu kata gila dan kata anjing. Kedua kata tersebut
gila dan kata anjing merupakan kekerasan verbal yang berbentuk morfem
dasar dengan kelas kata interjeksi. Kata gila dan anjing digabungkan
penggunaannya.
marah. Contoh data ujaran Kale yang menggunakan kata-kata umpatan ialah
sebagai berikut.
(2) Dua minggu lalu kamu jalan sama Nina enggak bilang sama aku.
Pada contoh (1), Kale menggunakan kata umpatan gila karena marah
(sarafnya terganggu atau pikirannya tidak normal)”. Kata gila termasuk kata
umpatan karena berisi hinaan, yakni menyamakan Dinda dengan orang yang
tidak waras.
marah Dinda bertemu dengan Argo di kamar hotel. Dalam KBBI, kata
merupakan kata yang kasar, kotor, dan tidak sopan. Dengan menggunakan
tersebut menyebabkan rasa takut dan rendah diri pada pasangan. Karena
bahwa kata enggak, jangan, kan, emosi, emosional, buat, gara-gara, anjing, dan
gila merupakan penanda terjadinya kekerasan verbal karena, dalam konteks film,
secara mental untuk mengikuti keinginan pelaku. Kata-kata tersebut tidak menjadi
penanda kekerasan verbal apabila digunakan dalam konteks lain yang tidak
Dalam film Story of Kale (When Someone’s in Love) karya Angga Dwimas
Pada contoh (1), Dinda hendak pergi ke ulang tahun Nina, tetapi Kale
keberatan karena Nina adalah adik Argo, jadi pastilah Argo akan hadir di
dengan isi pernyataan tersebut. Makna pertanyaan retoris Yakin bisa? adalah
tidak bisa. Secara tidak langsung, Kale menyatakan bahwa Dinda tidak bisa
103
Apa iya semua manajer kayak kamu? bermakna berbalik dengan isi
kayak kamu? adalah tidak semua manajer seperti Dinda. Secara tidak
demikian karena itu bukanlah hal yang biasa dilakukan manajer. Pertanyaan
retoris Apa iya semua manajer kayak kamu? merupakan kekerasan verbal
imperatif yang hanya terdiri atas verba adjektival jujur. Kedua kalimat
menunjukkan bahwa kalimat imperatif Kale bersifat kasar dan tidak sopan.
bahwa kalimat interogatif berupa pertanyaan retoris (Yakin bisa, Apa iya semua
manajer kayak kamu?) dan kalimat imperatif (Jujur!) merupakan kekerasan verbal
digunakan dalam konteks lain yang tidak bertujuan menyakiti atau memanipulasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
yang akan dipaparkan sebagai berikut. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa
ditemukan beberapa jenis kekerasan verbal dalam film Story of Kale (When
Someone’s in Love) karya Angga Dwimas Sasongko dan seluruh kekerasan verbal
tidak semua keinginan Kale dituruti oleh Dinda karena Dinda kukuh
106
107
(anjing, gila). Di sisi lain, terdapat dua bentuk kalimat yang digunakan
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan penulis bagi peneliti yang tertarik untuk
meneliti tentang kekerasan verbal dalam film ialah peneliti selanjutnya diharapkan
untuk mengkaji lebih banyak sumber maupun referensi yang terkait dengan
kekerasan verbal dari segi psikolinguistik agar hasil penelitian yang diperoleh
lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
108
109
Hunt, J. (2013). Verbal & Emotional Abuse: Victory Over Verbal and Emotional
Abuse. California: Aspire Press.
Iqbal, M., Azwardi, & Taib, R. (2017). Linguistik Umum. Banda Aceh: Syiah
Kuala University Press.
Keraf, G. (2007). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kolk, B. A. (2014). The Body Keeps the Score (Brain, Mind, and Body in the
Healing of Trauma). United States: Penguin Publishing Group.
Komnas Perempuan. (2021, Maret 5). "Perempuan dalam Himpitan Pandemi:
Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan
Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid-19". Catahu 2021: Catatan
Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2020.
Kridalaksana, H. (1982). Kamus Linguistik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Kuswoyo, H. (2021). "Neuropsikolinguistik". Dalam W. D. Khusnah, S. Ningsih,
J. Shiddiq, N. Saputra, H. Kuswoyo, N. M. Jalal, . . . J. H. Purba, Kajian
Psikolinguistik (hal. 88-101). Aceh: Yayasan Penerbit Muhammad Zaini.
Laksamana, S. (Produser), & Sasongko, A. D. (Sutradara). (2020). Story of Kale
(When Someone's in Love) [Gambar Hidup]. Indonesia.
Lestari, T. (2016). Verbal Abuse: Dampak Buruk dan Solusi Penanganannya
pada Anak. Yogyakarta: Psikosain.
Maiuro, R. (2001). "Preface: Sticks and Stones May Break My Bones, But Names
Will Also Hurt Me: Psychological Abuse in Domestically Violent
Relationships". Dalam C. Ahrens, I. Arias, L. Bennet, A. Blickenstaff, D.
W. Campbell, J. Campbell, . . . R. M. Tolman, K. D. O'Leary, & R. D.
Maiuro (Penyunt.), Psychological Abuse in Violent Domestic Relations
(hal. ix-xx). United States: Springer Publishing Company.
Mayorita, D. (2021). Toxic Relationsh*t: Bagaimana Sindrom Gadis Baik
Menjebakmu dalam Hubungan Tidak Baik. Yogyakarta: Buku Mojok
Group.
Muhamad, R. N. (2021). "Kekerasan Verbal Berupa Labeling oleh Mahasiswa di
Universitas Jember: Suatu Kajian Psikolinguistik". Jurnal Ilmiah Bahasa
dan Sastra, 301-321.
Nevid, J. S. (2018). Psikologi: Konsepsi dan Aplikasi. (M. Chozim, Penerj.)
Bandung: Penerbit Nusa Media.
Nurhayati. (2023). Penggunaan Bahasa di Media Sosial: Kajian Psikolinguistik.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
110