Anda di halaman 1dari 65

2022

MODUL SKILLS LAB


BLOK KETERAMPILAN KLINIK DASAR 3
KELUHAN BERKAITAN DENGAN SISTEM
HEMOPOIETIK DAN LIMFORETIKULER

DISUSUN OLEH
TIM BLOK KKD 3
MEDICAL EDUCATION UNIT
FAKULTAS KEDOKTERAN EDITOR
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D
BANJARMASIN
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
MENGACU PADA KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL
INDONESIA (KKNI)

MODUL SKILLS LAB


BLOK KETERAMPILAN KLINIK DASAR 3
KELUHAN BERKAITAN DENGAN SISTEM
HEMOPOIETIK DAN LIMFORETIKULER

DISUSUN OLEH
TIM BLOK KKD 3

EDITOR
dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D

MEDICAL EDUCATION UNIT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2022
KONTRIBUTOR BLOK

dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D


dr. FX Hendriyono, Sp.PK
dr. Lena Rosida, M.Kes
dr. Ahmad Husairi, M.Ag, M.Imun
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan Modul Blok Keterampilan Klinik Dasar (KKD) III ini.
Penerbitan Buku Modul Blok Keterampilan Klinik Dasar III ini bertujuan agar proses
pembelajaran, khususnya Keterampilan Klinik, dalam sistem kurikulum berbasis kompetensi
dapat berjalan dengan lancar, baik dalam proses dalam proses maupun evaluasinya. Buku
modul ini diharapkan dapat memberikan panduan kepada institusi pendidikan, dosen,
mahasiswa dan staf administrasi.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama tim blok, tim
kontributor, tim MEU dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam membuat buku ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak
Fakultas yang telah berkontribusi aktif.
Kami menyadari masih banyak yang perlu diperbaiki demi kesempurnaan buku ini.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Banjarmasin, September 2022

Tim Blok
DAFTAR ISI

Halaman

1. Pendahuluan 1
2. Tujuan Blok 1
3. Praktik Keterampilan 1
4. Penilaian 1
5. Tata Tertib 2
6. Tim Blok 2
7. Referensi 2

Materi Blok Keterampilan Klinik Dasar III


1. Anamnesis pada Gangguan Sistem Hematopoietik dan
Limforetikuler 4
2. Pemeriksaan Darah Rutin 22
3. Teknik Pemasangan dan Pemberian Kateterisasi/Infus
Intravena 30
4. Teknik Dasar Injeksi 40
5. Pemeriksaan Rumple Leed (Rumple Leed Test) 59
Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

BLOK KETERAMPILAN KLINIK DASAR 3


KELUHAN BERKAITAN DENGAN SISTEM
HEMOPOIETIK DAN LIMFORETIKULER

1. PENDAHULUAN
Selain memahami berbagai teori di bidang kedokteran dan kesehatan, seorang
dokter juga dituntut untuk menguasai keterampilan klinis untuk menangani berbagai
kondisi yang diderita pasien. Modul-modul ketrampilan klinis ini disusun dengan tujuan
agar bisa menjadi materi acuan untuk mempelajari berbagai keterampilan klinis yang
diperlukan seorang dokter.
Modul Keterampilan Klinik Dasar 3 ini akan dilaksanakan pada semester 5. Pada
Modul ini, akan dipelajari lima keterampilan klinis yang akan diselesaikan dalam 6
minggu, yaitu anamnesis pada gangguan hematopoietik dan limforetikuler, pemeriksaan
darah rutin, kateterisasi/infus intravena, teknik injeksi, dan Rumple Leed test.

2. TUJUAN BLOK
Setelah menyelesaikan blok Keterampilan Klinis Dasar 3 pada sistem
hemopoietik dan limforetikuler ini, mahasiswa diharapkan mampu:
a. Melakukan anamnesis pada gangguan hematopoietik dan limforetikuler dengan
benar.
b. Melakukan pemeriksaan darah rutin (kadar hemoglobin dan laju endap darah)
dengan benar.
c. Melakukan pemasangan kateterisasi/infus intravena dengan benar.
d. Melakukan teknik injeksi (intramuskular, intrakutan, subkutan, dan intravena)
dengan benar.
e. Melakukan pemeriksaan dan menginterpretasi hasil Rumple Leed test dengan benar

3. PRAKTIK KETERAMPILAN
Praktik keterampilan/skills lab terdiri atas pembelajaran kemampuan dan
keterampilan pengambilan anamnesis, prosedural (pemeriksaan darah rutin, Rumple
Leed test) dan keterampilan terapeutik (kateterisasi/infus intravena, teknik injeksi).
Pada blok ini, masing-masing keterampilan dilatihkan secara demonstrasi oleh
instruktur pada pertemuan pertama, kemudian mahasiswa akan melakukan sendiri
keterampilan tersebut untuk pertemuan kedua.

4. PENILAIAN
a. Formatif
Prasyarat ujian:
• Kehadiran skills lab & OSCE Komprehensif: 100%
• Etika pada skills lab & OSCE Komprehensif: sufficient
b. Sumatif, terdiri atas:
• Pretest : 10%
• Posttest : 10%
• Nilai harian skills lab : 30%
• OSCE Komprehensif : 50% (Nilai Batas Lulus/NBL per Station: 70)

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 1


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

c. Standar Penilaian
Penilaian Acuan Patokan (PAP)/criterion-reference dengan nilai patokan
berdasarkan aturan institusi.
Skor Nilai Huruf Bobot Nilai Huruf
≥ 80 A 4
77 – < 80 A- 3,75
75 – < 77 B+ 3,5
70 – < 75 B 3
67 – < 70 B- 2,75
64 – < 67 C+ 2,5
60 – < 64 C 2
50 – < 60 D+ 1,5
40 – < 50 D 1
00 – < 40 E 0

5. TATA TERTIB
a. Mahasiwa wajib mengikuti seluruh proses kegiatan skills lab dan OSCE
Komprehensif (100%).
b. Ketidakhadiran harian skills lab dan OSCE Komprehensif hanya diperkenankan
apabila:
1. Sakit, yang dibuktikan dengan surat keterangan sakit dari dokter (surat sakit
maksimal 3 hari terhitung sejak hari pertama sakit).
2. Mendapat musibah kematian keluarga inti, dengan surat keterangan dari
orangtua/wali
3. Mendapat tugas dari fakultas/universitas, dengan surat keterangan dari
Koordinator Program Studi/Wakil Dekan/Dekan/Rektor
c. Apabila tidak hadir pada kegiatan skills lab/OSCE Komprehensif dengan alasan
selain yang tercantum pada poin (b) di atas, maka mahasiswa tidak berhak
mendapatkan penggantian waktu, dan akan mendapat nilai nol (0).
d. Apabila tidak hadir pada kegiatan skills lab/OSCE Komprehensif dengan alasan
seperti yang tercantum pada poin (b), mahasiswa dapat mengganti waktu skills
lab/OSCE Komprehensif sesuai dengan ketentuan administratif yang telah
ditetapkan oleh MEU dan diwajibkan mengerjakan tugas tambahan.
e. Bagi mahasiswa yang melanggar ketentuan administratif dan etika, maka
dinyatakan tidak lulus blok dan wajib mengulang pada tahun-tahun berikutnya

6. TIM BLOK
dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D
dr. FX Hendriyono, Sp.PK
dr. Lena Rosida, M.Kes
dr. Ahmad Husairi, M.Ag, M.Imun

7. SUMBER REFERENSI
1. Darce J, Kopelinann P. A Handbook of clinical skills. London: Hanson, 2004
2. Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s
principles of internal medicine. 17th ed. New York: Mc Graw Hill, 2008

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 2


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

3. Frenkel M, Koster M, Sibuea H. Pedoman dasar anamnesis dan pemeriksaan


jasmani. Jakarta: Sagung Seto, 2007.
4. Jameson JL, Kasper DL, Longo DL, et al. 20th edition Harrison’s principles of
internal medicine. New Yorl: McGraw-Hill Education, 2018.
5. Ludwig S, Ku BC. Pallor. In: Shah SS, Ludwig S (Eds). Symptom-based diagnosis
in pediatrics. McGraw-Hill Education, 2014.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK
UI, 2006.
7. Thomas J, Monaghan T. Oxford Handbook of Clinical Examination and Practical
Skills 2nd ed. Nottingham: Oxford University Press, 2007.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 3


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

ANAMNESIS PADA GANGGUAN


SISTEM HEMOPOIETIK DAN LIMFORETIKULER

Anamnesis pada sistem hemopoietik dan limforetikuler harus memperhatikan


dua hal, yaitu aspek komunikasi dan aspek isi dari anamnesis itu sendiri. Untuk aspek
anamnesis komunikasinya, masih sama seperti pada anamnesis untuk sistem-sistem
sebelumnya. Untuk aspek isi anamnesis sistem ini, perlu dipelajari terlebih dahulu
berbagai keluhan dan gangguan yang sering terjadi pada sistem hemopoietik dan
limforetikuler, untuk memudahkan proses clinical reasoning saat anamnesis. Selain itu,
keluhan yang muncul pada sistem hemopoietik dan limforetikuler tidak harus
bersumber dari sistem hemopoietik dan limforetikuler, bisa saja disebabkan oleh sistem
lain. Dengan demikian, pemahaman keterampilan anamnesis suatu sistem harus dengan
terus mengintegrasikannya dengan pemahaman keterampilan anamnesis sistem-sistem
lain, terutama yang sudah dipelajari sebelumnya.
Penjelasan berikut ini hanya panduan, diharapkan mahasiswa bisa
mengembangkan sendiri lebih lanjut untuk memperkaya anamnesis sistem. Selain itu,
untuk memudahkan mengingat dan memahami berbagai diagnosis banding yang bisa
muncul, dianjurkan untuk membuat pohon anamnesis menuju diagnosis banding
berdasarkan penjelasan tiap keluhan utama yang diberikan pada modul keterampilan
ini. Mahasiswa diharapkan telah membuat tabel perbandingan antar diagnosis
yang disebutkan dalam Modul ini atau ada dalam Standar Kompetensi Dokter
Indonesia pada sistem Hematologi-Imunologi, sebelum datang ke pertemuan
pertama Anamnesis.

Sesuai dengan Anamnesis secara umum yang telah dipelajari, berikut ini adalah
panduan anamnesis untuk gangguan sistem hemopoietik dan limforetikuler:
1. Anamnesis identitas pasien, yaitu nama lengkap, umur, jenis kelamin (bila
diperlukan), alamat, dan pekerjaan.
2. Menanyakan keluhan utama. Pada gangguan sistem hemopoietik dan limforetikuler,
keluhan utama yang sering muncul adalah:
• Pucat
• Perdarahan
• Demam dan rash
• Pembesaran kelenjar limfe
3. Menggali riwayat penyakit sekarang. Berdasarkan keluhan utama, dilakukan
penggalian lebih mendalam dengan menanyakan riwayat penyakit sekarang. Seperti
pada waktu anamnesis umum, hal-hal yang harus ditanyakan adalah:
• Onset: kapan pertama kali muncul keluhan.
• Frekuensi: berapa sering keluhan muncul.
• Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak),
kronis (sudah lama), atau intermitten (hilang timbul).
• Durasi: sudah berapa lama menderita keluhan.
• Sifat sakit/keluhan utama: sakitnya seperti apa, merupakan penjelasan sifat dari
keluhan utama, yang biasanya spesifik untuk setiap keluhan utama di atas.
Selain itu, perlu ditanyakan juga, apa hal yang memperberat keluhan.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 4


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

• Lokasi: di mana letak pasti keluhan, apakah tetap, atau berpindah-


pindah/menjalar.
• Hubungan dengan fungsi fisiologis lain: apakah ada gangguan sistem fisiologis
yang diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, gangguan
berjalan, dan sebagainya.
• Akibat yang timbul terhadap aktivitas sehari-hari, seperti tidak dapat bekerja,
hanya bisa tiduran, dan sebagainya.
• Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan
tertentu, pengambilan posisi tertentu, dan sebagainya. Apabila diberikan obat,
ditanyakan pula berapa dosis yang diberikan dan sudah berapa lama. Pada saat
membicarakan obat, yang digali tidak hanya obat yang diberikan dokter, tetapi
juga obat bebas yang dikonsumsi sendiri oleh pasien, serta obat herbal. Digali
pula bagaimana efek dari upaya untuk mengurangi keluhan itu, apakah berhasil
tapi tidak maksimal, atau tidak berhasil sama sekali.
4. Menanyakan keluhan penyerta (keluhan sistem) yang terkait dengan gangguan
hemopoietik dan limforetikuler. Penelusuran anamnesis sistem harus relevan dengan
keluhan utama pasien dan dugaan terhadap diagnosis yang akan ditegakkan,
termasuk diagnosis bandingnya.
5. Menggali riwayat penyakit dahulu, baik penyakit serupa maupun penyakit lain.
Selain itu, ditanyakan juga apakah pasien pernah harus rawat inap, dan karena apa,
serta berapa lama. Bila pernah mendapat pengobatan, ditanyakan riwayat
pengobatan yang telah dijalani. Selain itu, riwayat penggunaan alkohol dan obat
juga penting ditanyakan. Contohnya, beberapa obat seperti obat NSAID, warfarin,
dan lain-lain, bisa menyebabkan perdarahan. Penggunaan alkohol bisa berkaitan
dengan defisiensi vitamin B12.
6. Menggali penyakit keluarga, baik yang serupa dengan yang diderita sekarang,
maupun penyakit yang diturunkan.
7. Membuat resume anamnesis. Pada tahap ini, jawaban yang diberikan oleh pasien
dirangkai menjadi suatu alur riwayat penyakit yang kronologis. Jawaban pasien
tidak harus semuanya dimasukkan ke dalam resume, harus dipilah-pilah yang
berguna dalam perencanaan pemeriksaan, diagnosis, atau terapi. Hasil anamnesis
disusun dimulai dari waktu dan tanggal anamnesis, identitas, keluhan utama (KU),
riwayat penyakit sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit
keluarga (RPK)/lingkungan (RPL), dan anamnesis sistem. Diharapkan pada bagian
akhir resume anamnesis, penganamnesis sudah bisa membuat dugaan
diagnosis/diagnosis banding

Keluhan Utama yang Sering Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan


Limforetikuler
Pucat
Kondisi pucat adalah hasil temuan yang sangat nonspesifik yang bisa
merupakan manifestasi berbagai penyakit, atau bisa juga normal untuk individu
tertentu. Keluhan pucat menunjukkan adanya kesan penurunan warna kemerahan di
kulit dan membran mukosa, yang berhubungan dengan penurunan penyampaian
oksihemoglobin ke kulit atau membran mukosa. Penyebab potensialnya antara lain
adalah penurunan aliran darah yang bisa regional (misalnya trombosis) ataupun
sistemik (misalnya syok), dan aliran darah normal dengan penurunan kapasitas

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 5


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

membawa oksigen (misalnya anemia). Pada sebagian besar kasus, adanya keluhan pucat
mengarahkan ke anemia, karena anemia dianggap sebagai penyebab paling sering.
Perkecualian pada yang mempunyai penyebab konstitusional, misalnya karena warna
kulit yang lebih terang dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
Penyebab anemia bisa dipisahkan menjadi karena penurunan produksi eritrosit,
peningkatan destruksi eritrosit, atau kehilangan darah yang akut.
Pucat dengan penurunan produksi eritrosit atau produksi hemoglobin bisa
disebabkan oleh: anemia defisiensi besi, anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12,
anemia aplastik, keganasan (leukemia, limfoma, multiple myeloma), anemia penyakit
kronis, anemia Diamond-Blackfan, anemia Fanconi, intoksikasi timbal, anemia
sideroblastik, dan thalassemia.
Pucat karena peningkatan destruksi eritrosit bisa disebabkan oleh defek
membran eritrosit (misalnya sferositosis herediter, eliptositosis, stomatositosis,
piknositosis, hemoglobinuria nokturnal paroksismal), defek enzim eritrosit, defek
hexose monophosphate shunt (defisiensi G6PD), defisiensi piruvat kinase,
hemoglobinopati, sickle cell syndrome, anemia hemolitik autoimun, infeksi (misalnya
mononukelosis, campak, varicella, CMV, E. coli, Pneumococcus, Streptococcus,
demam tifoid, Mycoplasma), obat (misalnya antibiotik, metildopa), penyakit vaskular
kolagen dan inflamatorik, keganasan, anemia mikroangiopatik, diiseminated
intravascular coagulation, sindrom uremik hemolitik (HUS), trombotic
thrombocytpenic purpura, dan hemangioma kavernosa.
Pucat karena kehilangan darah bisa disebabkan karena trauma berat, lesi
anatomis, ulkus peptik atau bagian saluran cerna lain, dan hemosiderosis pulmoner
idiopatik.
Pada saat pasien datang dengan pucat, hal pertama yang perlu diperhatikan
(apalagi bila pasien datang dengan pucat disertai dengan perdarahan akut) adalah
tentang kemungkinan adanya ketidakstabilan hemodinamik yang memerlukan
intervensi emergensi dan stabilisasi dengan resusitasi cairan ataupun transfusi. Sampai
30% total volume darah bisa hilang sebelum manifestasi klinis nampak jelas. Pasien
yang memerlukan stabilisasi bisa datang dalam keadaan gangguan kesadaran, gangguan
status mental, sesak, pucat, dan mengeluhkan badannya dingin.
Identifikasi lebih pasti untuk penyakit-penyakit ini bisa dilakukan dengan
menggunakan hitung darah lengkap dan apusan darah tepi serta pemeriksaan penunjang
lainnya (Gambar 1a dan 1b), tetapi anamnesis bisa membantu dalam mengarahkan
pemeriksaan.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 6


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Gambar 1a. Diagnosis banding pasien dengan pucat menggunakan beberapa


pemeriksaan penunjang

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang paling sering ditemui. Pasien dengan
kondisi ini bisa datang dengan keluhan tambahan berupa kelelahan dan penurunan
kemampuan melakukan aktivitas yang berat, kram betis saat menaiki tangga, penurunan
kemampuan akademis atau performa di tempat kerja, intoleransi terhadap dingin,
penurunan resistensi terhadap infeksi, kesulitan menelan makanan padat (karena
esophageal webbing), gangguan pertumbuhan dan perkembangan (pada bayi dan anak),
luka di sudut bibir, kuku rapuh dan berbentuk seperti sendok. Anemia defisiensi besi
biasanya berkembang perlahan, bahkan beberapa pasien tetap tanpa gejala sampai
cadangan besinya cukup sedikit untuk mengganggu produksi eritrosit dan mengganggu
jaringan lain, sehingga kemudian timbul gejala di atas. Kebutuhan besi meningkat pada
bayi, anak, remaja, dan kehamilan. Riwayat makanan perlu digali, misalnya vegetarian
lebih mungkin untuk menderita anemia defisiensi besi, kecuali dietnya disuplementasi
dengan zat besi. Makanan yang mengandung susu sapi dalam jumlah besar dapat
meningkatkan defisiensi besi karena kurangnya intake besi dan hilangnya selera
terhadap makanan yang kaya zat besi. Kondisi lain yang menyebabkan penurunan
absorbsi besi dalam diet antara lain adalah celiac disease, Crohn disease, bedah bypass
lambung, pemakaian antasida atau tetrasiklin secara berlebihan. Riwayat adanya
kehilangan darah juga perlu dicari, terutama karena sesudah usia 1 tahun, defisiensi
makanan saja tidak cukup untuk menyebabkan defisiensi zat besi yang bermakna secara
klinis. Kehilangan darah pada kondisi ini bisa dari infeksi parasit di usus (misalnya
cacing tambang), perdarahan saluran cerna, keganasan (pada esofagus, lambung, usus,
atau kolon), varices esofagus (karena sirosis), penggunaan NSAID yang kronis, dan
haid dengan jumlah perdarahan yang banyak.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 7


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Gambar 1b. Diagnosis banding pasien dengan pucat menggunakan beberapa


pemeriksaan penunjang

Anemia defisiensi vitamin B12/folat (anemia megaloblastik) bisa datang dengan


keluhan tambahan berupa lidah nyeri, hilangnya selera makan, mual, muntah,
flatulensi, konstipasi atau diare, penurunan berat badan, demam ringan, parestesi,
kelemahan, gangguan BAK, gangguan penglihatan dan pendengaran, serta gangguan
kognitif. Onset penyakit ini biasanya samar dan tersembunyi. Pasien dengan anemia
defisiensi vitamin B12 biasanya sering mempunyai riwayat asupan diet yang buruk,
diet vegetarian yang ketat, penggunaan alkohol yang berlebihan, riwayat mengalami
gastrektomi parsial, gastritis, mengkonsumsi obat antasida, serta menderita malabsorpsi
(misalnya akibat Crohn disease, celiac disease, infeksi cacing pita). Pasien bayi, ibu
hamil, ibu menyusui, pasien dengan keganasan, menderita infeksi, memerlukan folat
lebih tinggi, sehingga kondisi defisiensi asam folat bisa terjadi. Selain itu defisiensi
folat juga sering terjadi pada pasien lansia, nutrisi atau diet yang buruk atau terlalu
ketat, penggunaan alkohol, malabsorpsi, dialisis, penyakit hati akut, obat-obatan
(misalnya antikonvulsan, sulfasalazin).
Anemia penyakit kronis termasuk ke dalam kategori karena penurunan produksi
eritrosit, dengan klasifikasi anemia normokromik dan normositik. Anemia penyakit
kronis mencakup semua penyakit inflamatorik (misalnya artritis rematoid, SLE, kolitis
ulseratif, Crohn disease), infeksi (misalnya TBC, HIV/AIDS, hepatitis, endokarditis
bakterial), atau malignansi (misalnya kanker paru, kanker payudara, limfoma) yang
berlangsung lama. Pasien datang dengan kelemahan umum atau malaise, cepat lelah,
myalgia, pusing, pingsan atau hampir pingsan, penurunan toleransi terhadap aktivitas
fisik, nyeri dada, intoleransi terhadap dingin, gangguan tidur, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan selera makan, dan penurunan kemampuan kognitif.
Pada anemia aplastik terjadi pansitopenia karena insufisiensi sumsum tulang.
Faktor risiko yang bisa mengakibatkan kondisi ini misalnya obat-obatan (karbamazepin,
metimazol, NSAID, kloramfenikol, PTU, sulfa, sitostatik), toksin (benzene, larutan
pembersih, insektisida, toluena), radiasi, virus (hepatitis, EBV, CMV, HIV, parvovirus

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 8


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

B19), dan anemia Fanconi. Pasien biasanya lelah, malaise, pucat, bintik-bintik
perdarahan di mukosa, dan sering mengalami infeksi.
Anemia Fanconi merupakan gangguan autosom resesif karena defek DNA
crosslink repair. Pasien biasanya berbadan pendek, menunjukkan hipo- atau
hiperpigmentasi, café-au-lait spot, mikrosefali, keterlambatan perkembangan,
malformasi ibu jari dan lengan bawah, gangguan pada mata dan telinga.
Anemia sideroblastik disebabkan oleh defek metabolisme hem, mengakibatkan
besi terjebak dalam mitokondria. Penyakit ini bisa diwarisi (akibat defek gen d-ALA-
sintase), atau bisa juga karena defisiensi vitamin B6, toksisitas timbal, penggunaan
alkohol, obat (misalnya kloramfenikol, INH, linezolid), defisiensi Cu, overdosis zink,
sindrom myelodisplastik, dan keganasan. Pasien bisa menunjukkan malaise, kelelahan,
sesak nafas saat aktivitas fisik, gangguan koordinasi, kegagalan pertumbuhan, diare
karena malabsorpsi, dan kelemahan otot.
Anemia Diamond-Blackfan adalah pure red cell aplasia kongenital yang
biasnaya terdeteksi saat lahir, atau lebih kemudian selama 18 bulan pertama. Pada
anemia Diamond-Blackfan terjadi defek intrinsik sel progenitor eritroid, sehingga
terjadi apoptosis. Pasien biasanya berbadan pendek dengan webbed neck, malformasi
ekstremitas atas (misalnya ibu jari dengan 3 ruas jari), mikrosefali, mikrognatia,
hipertelorism, tulang hidung datar, sumbing, dan retardasi pertumbuhan serta
perkembangan.
Thalassemia adalah gangguan sintesis hemoglobin dengan penurunan produksi
rantai alfa atau beta hemoglobin, akibat defek pada gen yang mengendalikan
produksinya. Terdapat 2 tipe utama thalassemia, yaitu thalassemia alfa dan beta, dan
masing-masing bisa mengambil bentuk mayor ataupun minor. Thalassemia mayor
terjadi bila defek diperoleh dari kedua orangtua, sedangkan thalassemia minor bila
defek diperoleh dari hanya satu orang tua, dan sebagian besar tidak menunjukkan
gejala. Pasien dengan thalassemia mayor bisa datang dengan keluhan pucat, mudah
lelah, ikterus, ulkus pada ekstremitas, pembesaran maksilla (chipmunk face), gigi
menjadi jarang, pembengkakan di kelenjar ludah, mulut terasa kering, pembesaran
abdomen, deformasi tulang tengkorak dan tulang lain karena hiperplasia eritroid dengan
ekspansi intramedulla dan penipisan tulang korteks, pertumbuhan yang lambat, dan
urine berwarna gelap. Riwayat keluarga menderita thalassemia perlu digali.
Leukemia merupakan penyakit progresif maligna dimana sumsum tulang dan
organ pembentuk darah lainnya melakukan overproduksi lekosit yang abnormal atau
imatur. Leukemia diklasifikasikan berdasar tipe lekosit yang terkena
(limfositik/limfoid/limfoblastik dan myeloid/myelogenik) serta berdasarkan seberapa
cepat penyakitnya berkembang (akut dan kronis). Dengan demikian terdapat acute
lymphocytic leukemia (ALL), acute myeloid leukemia (AML), chronic lymphocytic
leukemia (CLL) dan chronic myeloid leukemia (CML). Selain itu ada subtipe lain
seperti hairy cell leukemia (HCL).
ALL adalah penyakit (klonal) maligna sumsum tulang dimana prekursor limfoid
dini berproliferasi dan menggantikan sel hematopoietik normal sumsum tulang.
Penyakit ini adalah tipe leukemia yang paling sering pada anak. Pasien biasanya datang
dengan demam, kelelahan, pucat, pusing, jantung berdebar, sesak nafas dengan aktivitas
fisik ringan, sering mengalami infeksi, penurunan berat badan, perdarahan, pembesaran
kelemjar limfe, nyeri tulang, cepat kenyang dan perut terasa penuh, bercak-bercak
merah (perdarahan) terutama di ekstremitas bawah, serta rash.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 9


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

AML adalah penyakit maligna sumsum tulang dimana prekursor hematopoietik


terhenti pada stadium dini perkembangannya. Faktor risiko kondisi ini antara lain
adalah merokok, overweight, sindrom myelodisplastik, myelofibrosis, Down syndrome,
netropenia kongenital, anemia Fanconi, kondisi autoimun (artritis rematoid, kolitis
ulseratif), neurofibromatosis, faktor genetik, paparan radiasi, paparan benzene, dan
paparan terhadap kemoterapi. Pasien bisa datang dengan gejala yang biasanya
nonspesifik, seperti demam, kelelahan, pucat, dan penurunan tingkat energi, kemudian
sesak saat aktivitas, pusing, nyeri dada, riwayat infeksi saluran nafas atas, penurunan
berat badan, pembesaran kelenjar limfe, bercak-bercak perdarahan di tungkai bawah,
perdarahan gusi dan hidung dan perdarahan di lokasi lain seperti paru, saluran cerna,
saluran kencing, dan SSP, serta haid yang lebih banyak. Gejala akibat infiltrasi organ
oleh sel leukemia bisa berupa rasa penuh di kuadran kiri atas dan cepat kenyang (karena
splenomegali), pembengkakan gusi, pembesaran kelenjar limfe, dan rash kulit.
CLL adalah gangguan monoklonal yang ditandai oleh akumulasi progresif
limfosit yang tidak kompeten secara fungsional. Faktor risiko yang berhubungan
dengan CLL adalah riwayat keluarga dengan CLL, paparan radiasi elektromagnetik,
imunitas yang rendah, paparan zat kimia dan radiasi. Gejala yang bisa ditemui adalah
pembesaran kelenjar limfa, nyeri abdomen (splenomegali), penurunan berat badan,
infeksi yang sulit menyembuh, pucat, mudah berdarah dan memar, berkeringat malam,
dan nyeri tulang.
CML adalah gangguan myeloproliferatif yang ditandai oleh peningkatan
proliferasi sel granulositik tanpa kehilangan kapasitas untuk berdiferensiasi. Faktor
risiko yang sering dihubungkan dengan CML adalah radiasi dan paparan benzene.
Gejala yang sering ditemui antara lain cepat lelah, pucat, mudah terkena infeksi, mudah
memar atau perdarahan, nyeri perut, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan,
berkeringat malam, sakit kepala, nyeri tulang, dan pembesaran kelenjar limfe.
HCL adalah subtipe CLL yang lebih langka dan berprogresi dengan lambat.
HCL lebih sering terjadi pada laki-laki. Pasien bisa datang dengan gejala pucat, cepat
lelah, sesak nafas, sering mengalami infeksi, mudah berdarah dan memar, nyeri dan
pembengkakan di abdomen, dan penurunan berat badan.
Keempat tipe utama leukemia bisa dibedakan dengan pemeriksaan penunjang
(Gambar 3).
Multiple myeloma adalah keganasan sel plasma dimana sel plasma monoklonal
berproliferasi dalam sumsum tulang. Pasien bisa asimtomatik atau dengan gejala,
termasuk nyeri tulang, patah tulang (fraktur patologis), kelemahan, malaise, pucat,
perdarahan, infeksi, dan mual.
Anemia hemolitik bisa terjadi karena defisiensi G6PD, sferositosis herediter,
sickle cell anemia, gangguan imun, zat kimia toksik, obat, antivirus (misalnya
ribavirin), infeksi, defek prostesis katup jantung, disseminated intravascular
coagulation (DIC), hemolitic uremic syndrome (HUS), dan thrombotic
thrombocytopenic purpura (TTP). Anemia hemolitik terjadi bila destruksi eritrosit
terjadi secara prematur dan aktivitas sumsum tulang tidak bisa mengkompensasi
hilangnya eritrosit. Pasien dengan hemolisis bisa asimtomatik atau anemia ringan,
sampai anemia berat. Pasien bisa datang dengan pucat, kelemahan, sesak nafas, nyeri
dada, nyeri perut (karena batu empedu), urine berwarna gelap, dan ikterus.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 10


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Gambar 3 Perbandingan tipe leukemia

Sferositosis herediter adalah gangguan hemolitik familial karena berbagai


mutasi yang mengakibatkan defek protein membran eritrosit. Pasien biasanya pucat,
ikterus yang intermitten (dipicu oleh kelelahan, paparan dingin, distress emosional,
kehamilan), pembesaran abdomen (karena splenomegali), dan nyeri perut kanan atas
(karena penyakit kandung empedu). Perlu ditanyakan adanya riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama atau riwayat keluarga dengan pembedahan limpa atau kandung
empedu di usia muda (sebelum dekade keempat) atau riwayat keluarga dengan batu
empedu di usia muda.
Defisiensi G6PD adalah defisiensi enzim paling sering pada manusia, yang
diwariskan sebagai gangguan resesif yang X-linked. Pasien biasanya asimtomatik tapi
ikterus pada neonatus bisa ditemukan, yang muncul dalam 24 jam sejak lahir. Pada
pasien yang lebih dewasa, pasiennya menunjukkan gejala anemia yang bisa terjadi
karena hemolisis yang dipicu misalnya oleh infeksi, obat, dan ketoasidosis. Pada
hemolisis berat, pasien juga menunjukkan gejala ikterus, pembesaran abdomen karena
splenomegali, dan nyeri perut kanan atas.
Sickle cell disease adalah gangguan genetik akibat adanya bentuk hemoglobin
yang bermutasi, yaitu HbS. Kondisi ini biasanya muncul dini saat masa anak-anak,
dengan gejala nyeri akut yang bisa berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari
yang bisa mengenai abdomen, tulang, sendi, dan jaringan lunak. Nyeri kronis juga
sering dirasakan pada tulang dan sendi. Pasien juga bisa datang dengan nyeri dan
bengkak tangan dan kaki, anemia, pembesaran abdomen (karena splenomegali), mata
yang ikterik, infeksi, retardasi pertumbuhan, nyeri dada, nyeri perut kanan atas (karena
batu empedu), dan ulkus tungkai.

Perdarahan
Bila keluhan pasien berupa perdarahan, maka kita perlu membedakan antara
penyebab karena trauma/injury, penyebab karena trombosit (Gambar 4), dan penyebab
karena faktor pembekuan darah (Gambar 5). Perdarahan karena kelainan trombosit

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 11


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

(bisa karena penurunan jumlah/trombositopenia atau abnormalitas fungsi) biasanya


berupa perdarahan pembuluh darah kecil/mukokutan dengan gambaran ptekie, memar,
perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan saluran cerna, dan perdarahan genitourinaria.
Perdarahan karena defisiensi atau inhibitor faktor koagulasi cenderung tertunda dan
lebih bermakna secara kuantitatif, misalnya yang terjadi pada sendi, otot, saluran cerna,
otak, retroperitoneum, atau lokasi intervensi bedah atau medis sebelumnya.

Gambar 4 Diagnosis banding perdarahan yang berkaitan dengan gangguan pada


trombosit

Trombositopenia bisa terjadi karena:


1. Penurunan produksi trombosit akibat: obat (asam valproat, linezolid, tiazid, aurum,
kemoterapi); gangguan sumsum tulang karena malignansi, fibrosis dan granuloma;
aplasia sumsum tulang; alkohol; dan defisiensi vitamin B12.
2. Peningkatan hilangnya atau konsumsi trombosit akibat: sekuestrasi limpa,
autoimun (misalnya idiopathic thrombocytopenic purpura/ITP, HIV, SLE,
Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 12
Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

gangguan limfoproliferatif, obat seperti heparin, fenitoin, karbamazepin,


sulonamid, kuinin, abciximab, tirofiban), DIC, TTP, dan sepsis.
Gangguan ini bisa ditandai oleh adanya gambaran perdarahan, mudah memar, ptekie
atau purpura.
Gangguan fungsi trombosit terjadi karena:
1. Kongenital: von Willebrand disease
2. Akuisita: obat (aspirin, NSAID), gangguan myeloproliferatif (trombositemia
esensial, polisitemia vera), penyelubungan trombosit oleh protein abnormal
(multiple myeloma), dan uremia.

Gangguan faktor pembekuan bisa karena:


1. Kongenital: hemofilia A (yang paling sering)
2. Akuisita: penyakit hati, defisiensi vitamin K, gangguan adsorpsi faktor (misalnya
adsorpsi faktor X pada fibril amiloid), DIC, transfusi masif.

Gambar 5 Diagnosis banding perdarahan yang berkaitan dengan gangguan pada faktor
pembekuan

Usia dan jenis kelamin pasien harus dipertimbangkan saat mengevaluasi


perdarahan yang abnormal. Beberapa gangguan perdarahan yang diwariskan sering
muncul sejak bayi atau masa anak-anak dini. Perlu ditanyakan tipe perdarahan
(epistaksis, menoragi, atau hematoma) dan situasi saat terjadi perdarahan (misalnya
trauma, prosedur gigi, pembedahan). Perlu juga ditanyakan apakah ada produk darah,
obat (misalnya kontrasepsi oral), atau terapi hemostatik lain digunakan untuk
mengobati perdarahan. Informasi tentang status gizi, penggunaan alkohol, penyakit hati

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 13


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

atau ginjal, dan riwayat penyakit infeksi juga perlu ditanyakan, terutama bila onsetnya
baru.
Riwayat keluarga juga perlu ditanyakan karena hemofilia yang resesif terkait
kromosom X atau von Willebrand disease harus dipertimbangkan pada pasien dengan
riwayat keluarga sering mengalami perdarahan. Evaluasi penggunaan obat dan
suplemen bisa membantu mengidentifikasi perdarahan karena obat, misalnya obat yang
menghambat koagulasi (apixaban, dabigatran, enoxaparin, heparin, warfarin,
rivaroxaban), kortikosteroid, NSAID, klopidogrel, SSRI, alkohol, antibiotik
(sefalosporin, nitrofurantoin, penisilin, rifampisin, sulfonamid, vankomisin),
karbamazepin, kuinin, tiazid, asam valproat.
ITP merupakan trombositopenia dengan sumsum tulang yang normal tanpa
adanya penyebab lain untuk trombositopenianya. Patogenesis penyakit ini adalah
adanya antibodi antiplatelet. Gambarannya bisa akut pada anak, dan kronis pada
dewasa. Gejalanya bisa berupa ptekie, purpura, bulla hemoragik pada membran
mukosa, menoragi atau metroragi, epistaksis, perdarahan gusi, dan cenderung mudah
memar. Pada anak mungkin ada riwayat infeksi virus atau imunisasi dengan virus
hidup.
TTP adalah gangguan darah dengan ciri adanya pembekuan di pembuluh darah
kecil yang mengakibatkan penurunan jumlah trombosit. Penyakit ini terdiri dari anemia
hemolitik mikroangiopatik, purpura trombositopenik, gangguan neurologis, demam,
dan penyakit ginjal. Gejalanya biasanya terjadi secara akut atau subakut dengan
gambaran yang berkaitan dengan manifestasi neurologis (perubahan status mental,
kejang, hemiplegi, parestesi, ganggaun penglihatan, afasia), anemia disertai dengan
kelelahan, perdarahan ringan dan berat karena trombositopenia, ikterus, demam, dan
urine berwarna gelap.
DIC ditandai dengan aktivasi sistemik koagulasi darah, yang mengakibatkan
pembentukan dan deposisi fibrin, dan mengarah pada trombus mikrovaskular pada
berbagai organ, sehingga berkontribusi pada multiple organ dysfunction syndrome
(MODS). DIC biasanya merupakan komplikasi atau efek dari perkembangan penyakit
lain, seperti sepsis, trauma (neurotrauma), destruksi organ (pankreatitits), keganasan,
reaksi transfusi berat, komplikasi obstetrik (abruptio plasenta, HELLP syndrome,
eklamsi), gagal hati yang berat, reaksi penolakan transplantasi, dan hipertermia. Dengan
demikian, gejala DIC sering merupakan gejala kondisi yang mendasarinya. Selain itu,
ada gejala riwayat perdarahan di area seperti gusi, palatum molle, dan sistem
gastrointestinal. Gejala akutnya berupa ptekie dan ekimosa, bersama dengan perdarahan
akibat saluran infus atau kateter. Bila sesudah operasi, perdarahan bisa terjadi di sekitar
lokasi pembedahan, drain, dan trakeostomi. Juga bisa kelihatan gambaran trombosis di
pembuluh darah besar (DVT dan gagal ginjal karena trombosis mikrovaskular). Bila
mengenai sistem SSP bisa muncul gejala perubahan kesadaran dan defisit neurologis
fokal. Bila mengenai sistem pernafasan, bisa muncul gejala sesak. Bila mengenai sistem
saluran cerna, bisa muncul gejala hematemesis dan hematochezia. Pada sistem
genitourinaria bisa muncul gejala hematuria, oliguria, metroragi dan perdarahan uterus.
Gambaran di kulit bisa berupa ptekie, iterus, purpura, bulla hemoragik, sianosis akral,
nekrosis kulit ekstremitas bawah, perdarahan luka, dan gangren.
Von Willebrand disease adalah gangguan hemoragik heterogen yang diwariskan
secara genetik, diakibatkan oleh defisiensi atau disfungsi von Willebrand factor,
sehingga mengganggu hemostasis primer. Pasien datang dengan epistaksis, hematom,

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 14


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

perdarahan lama dari luka kecil atau trauma minor, perdarahan rongga mulut, haid
berlebihan, mudah memar, perdarahan berat sesudah pembedahan atau ekstraksi gigi,
ikterus, dan pembesaran abdomen karena splenomegali.
Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang diwariskan secara genetik yang
mengganggu kemampuan koagulasi. Terdapat 2 tipe utama hemofilia, yaitu hemofilia A
dan B.
Hemofilia A adalah gangguan resesif terkait kromosom X yang disebabkan oleh
defisiensi faktor pembekuan darah faktor VIII, yang bisa diperoleh secara genetik
ataupun karena mutasi spontan. Pasien datang dengan kondisi mudah memar,
kelemahan, sesak nafas, nyeri dan kaku sendi, hematemesis, melena, nyeri perut,
hematuria, kolik renal, epistaksis, perdarahan mulut, hemoptisis, perdarahan berlebihan
dan lebih lama pada trauma ringan. Pasien biasanya mempunyai riwayat perdarahan
serupa di keluarga.
Hemofilia B adalah gangguan resesif terkait kromosom X yang disebabkan oleh
defisiensi faktor pembekuan darah faktor IX. Gambarannya biasanya berupa nyeri sendi
karena perdarahan, deformitas sendi, perdarahan lebih lama sesudah menjalani prosedur
yang mengakibatkan luka atau karena trauma ringan, sering memar, lemah,
hematemesis, melena, nyeri perut, hematuria, kolik renal, epistaksis, perdarahan mulut,
dan hemoptisis. Pasien biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan gangguan
perdarahan.

Demam dengan rash


Anamnesis yang lengkap untuk pasien dengan demam dan rash mencakup
pertanyaan tentang status imunologis, obat yang dikonsumsi dalam bulan-bulan
sebelumnya, riwayat perjalanan, status imunisasi, paparan pada hewan piaraan atau
hewan lain, riwayat gigitan hewan (termasuk artropoda), paparan pada makanan
tertentu, adanya gangguan jantung, adanya bahan prostesis, paparan pada individu yang
sakit, dan paparan seksual. Anamnesis juga harus mencakup lokasi rash, arah distrbusi
dan kecepatan penyebaran.
Rash adalah erupsi kulit dengan morfologi dan lokasi yang jelas yang berkaitan
dengan gangguan fungsi kulit. Diagnosis banding untuk rash bisa didasarkan pada
morfologinya, dan membedakan yang mana lesi primer dan sekunder. Sesudah itu,
dilakukan penilaian distribusi dan progresi lesi, serta keterlibatan membran mukosa.
Pada blok ini, rash yang akan dibahas hanya yang merefleksikan penyakit sistemik, dan
tidak mencakup rash lokal yang juga berhubungan dengan demam. Selain itu, untuk
tujuan praktis, pengklasifikasian di bawah ini didasarkan pada gambaran penyakit yang
paling tipikal, akan tetapi morfologi rash bisa bervariasi bersama dengan
perkembangan penyakit atau perkembangan rash itu sendiri.
Diagnosis banding demam dan rash bisa diklasifikasikan berdasarkan tipe rash,
yaitu:
• Demam dan rash makulopapular yang terdistribusi sentral, dimana lesinya terutama
tipe trunkal (terdistribusi terutama di badan, lebih sedikit di akral atau ekstremitas),
adalah tipe rash yang paling sering ditemui. Diagnosis bandingnya adalah:
meningokoksemia akut, drug reaction with eosinophilia & systemic symptom
(DRESS) atau drug-induced hypersensitivity syndrome (DIHS), campak, rubella,
eritema infeksiosa, eksantema subitum (roseola), infeksi HIV primer,
mononukleosis infeksiosa, exanthematous drug-induced eruption, Rickettsial

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 15


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

spotted fever, leptospirosis, Lyme disease, demam tifoid, demam dengue, eritema
marginatum (demam rematik), systemic lupus erythematosus (SLE),
tripanosomiasis, West Nile fever, infeksi viurs Zika.
• Demam dan rash yang tersebar di perifer mencakup Rocky Moutain spotter fever,
demam Chikungunya, sifilis sekunder, hand-foot-and-mouth disease, eritema
multiforme, rat bite fever, dan endokarditis bakterial.
• Demam dan rash eritematus deskuamatif yang konfluens adalah scarlet fever,
Kawasaki disease, Streptococcal toxic shock syndrome, Staphylococcal scalded
skin syndrome (SSSS), sindrom eritroderma eksfoliatif, DRESS/DIHS, Stevens-
Johnson syndrome (SJS), toxic epidermal necrolysis (TEN).
• Demam dan rash vesikulobullosa atau pustular: hand-foot-and-mouth syndrome,
SSSS, TEN, DRESS, varicella, folkulitis Pseudomonas, variola, infeksi HSV
primer, Rickettsial pox, acute generalized exanthematous pustulosis, eritema
gangrenosum.
• Demam dan rash yang mirip urtikaria: vaskulitis urtikaria.
• Demam dengan rash nodular: eritema nodosum, Sweet syndrome/acute febrile
neutophilic dermatosis, angiomatosis basilar.
• Demam dan rash berupa purpura: Rocky Mountain spotted fever, rat-bite fever,
endokarditis, demam dengue, meningokoksemia akut atau kronis, purpura
fulminans, infeksi gonococcus diseminata, TTP atau hemolytic uremic syndrome
(HUS).
• Demam dengan rash berupa ulkus dan/atau eschar: rickettsial spotted fever, rat-
bite fever, rickettsial pox, ektima gangrenosum, tularemia, antraks.
Sebagian besar penyakit di klasifikasi di atas sudah diperoleh di blok keluhan
yang berkaitan dengan sistem integumentum, hanya beberapa penyakit yang akan
dibahas di sini. Akan tetapi, semua diagnosis banding terkait sistem lain yang tidak
dibahas di sini tetap harus dipertimbangkan saat melakukan diagnosis banding.
Infeksi HIV primer disebabkan oleh virus HIV. Bentuk rash-nya biasanya
berupa makula dan papula difus nonspesifik, kadang bisa juga terjadi rash berupa
urtikaria, vesikel di oral, atau ulkus di genital. Gambaran lain yang bisa ditemui pada
infeksi dini bisa asimtomatik atau bisa juga berupa gejala yang bermanifestasi pada
berbagai sistem, dengan gejala paling sering adalah demam, menggigil, malaise,
pembengkakan kelenjar limfe, nyeri tenggorokan, nyeri otot, kurang nafsu makan,
penurunan berat badan, mual, nyeri sendi, dan nyeri kepala. Riwayat paparan dengan
HIV juga perlu digali, seperti hubungan seksual tanpa proteksi, pasangan seksual
multipel, riwayat atau sedang menderita penyakit infeksi menular seksual, berbagi pakai
suntikan obat intravena, menerima produk darah, kontak mukosa dengan darah yang
terinfeksi atau trauma akibat tusukan jarum suntik.
Mononukleosis infeksiosa disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr (EBV).
Bentuk rash-nya makulopapular difus, urtikaria, kadang ptekie di langit-langit mulut
dan di orofaring posterior. Sebagian besar pasien dengan infeks EBV biasanya
asimtomatik. Gambaran lain yang bisa ditemui adalah malaise dan keleahan
berkepanjangan, nyeri tenggorokan, demam ringan, myalgia, mual, kurang nafsu
makan, pembesaran kelenjar limfe, bengkak kelopak dan sekitar mata, dan ikterus.
Perlu juga digali riwayat kontak dengan pasien dengan keluhan nyeri tenggorokan, yang
mungkin disebabkan oleh infeksi EBV.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 16


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Exanthematous drug-induced eruption disebabkan oleh pemberian obat,


misalnya antibiotika, antikonvulsan, diuretik, dan lain-lain. Rash-nya biasanya berupa
makula dan papula merah cerah, gatal, simetris di badan dan ekstremitas, kadang bisa
berkonfluensi. Kondisi ini biasanya terjadi 2-3 hari sesudah paparan (bila sudah pernah
mengalami gejala ini sebelumnya), atau sesudah 2-3 minggu. Akan tetapi kondisi ini
bisa terjadi kapan pun, bahkan segera sesudah obat dihentikan. Gambaran lain yang bisa
ditemui bervariasi, tapi juga sering ditemukan demam. Pasien harus dianamnesis
tentang riwayat obat yang diperoleh, baik yang diresepkan maupun yang dibeli sendiri,
juga perlu ditanyakan riwayat efek samping obat atau makanan, jarak antara pemberian
obat dan munculnya gejala, cara, dosis, dan frekuensi pemberian obat, serta apakah
membaik sesudah obat dihentikan.
Leptospirosis disebabkan oleh infeksi Leptospira interrogans atau spesies
Leptospira lain. Bentuk rash-nya berupa rash makulopapular eritematus yang tidak
gatal, tapi juga bisa berupa urtikaria, ptekia, atau lesi deskuamatif. Perlu ditanyakan
riwayat paparan terhadap air atau tanah yang terkontaminasi urine atau organ hewan
terinfeksi. Gambaran lain yang bisa ditemui adalah demam, menggigil, nyeri kepala,
mata merah, myalgia (terutama di betis dan punggung), batuk kering, mual, kurang
nafsu makan, diare, nyeri tenggorokan, dan ikterus.
Demam dengue disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang disebarkan oleh
nyamuk Aedes. Rash-nya berupa erupsi makular atau makulopapular eritematus yang
dimulai di badan, dan menyebar secara sentrifugal ke ekstremitas (terutama permukaan
fleksor) dan wajah, bisa disertai gatal/hiperestesi ataupun tidak. Sesudah demam turun,
bisa muncul ptekie dan purpura di ekstremitas. Gejala lain yang dikeluhkan adalah
demam bifasik, sakit kepala, wajah kemerahan, nyeri otot (biasanya di punggung
bawah, lengan, tungkai) dan tulang (biasanya di lutut dan bahu), mual, muntah,
pembesaran kelenjar limfe, malaise, kurang nafsu makan, mata merah, nyeri
tenggorokan, dan pada demam berdarah dengue bisa terdapat perdarahan gusi,
epistaksis, hematuria, melena, hematemesis, nyeri abdomen, penurunan suhu, muntah,
dan perubahan status mental.
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang diakibatkan virus
Chikungunya yang ditularkan oleh nyamuk Aedes. Gambaran rash-nya berupa erupsi
makulopapular eritematus yang difus terutama di area badan, tapi bisa juga terjadi di
ekstremitas dan wajah. Sesudah rash ini menghilang, sering berkembang menjadi
ptekie, urtikaria, dan berakhir dengan deskuamasi. Gambaran lain yang bisa ditemui
adalah demam tinggi dan menggigil (bifasik), nyeri sendi berat dan pembengkakan
yang poliartikuler dan migratorik, terutama di sendi-sendi kecil (misalnya tangan,
pergelangan tangan dan kaki), sakit kepala, mata merah, wajah kemerahan, pembesaran
kelenjar limfe, myalgia, nyeri tenggorokan, nyeri perut, dan konstipasi.
Demam rematik adalah proses inflamasi autoimun yang berkembang karena
sekuele dari infeksi Streptococcus grup A. Bentuk rash-nya biasanya papul dan plak
anular yang eritematus dan tidak gatal di badan dan ekstremitas proksimal, yang bisa
muncul dan sembuh dalam beberapa jam sampai beberapa minggu. Gambaran lain yang
bisa ditemui adalah nyeri tenggorokan, diikuti dengan nyeri dan bengkak di banyak
sendi yang simetris, terutama di sendi-sendi besar (lutut, pergelangan kaki dan tangan,
siku), malaise, sesak nafas saat aktivitas atau di malam hari, nyeri dada, gerakan-
gerakan menyentak yang abnormal dan tidak disengaja (chorea). Adanya rash dan
chorea lebih jarang terjadi pada dewasa. .

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 17


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

SLE adalah penyakit autoimun kronis yang paling sering terjadi pada
perempuan muda sampai setengah baya. Kondisi ini ditandai oleh adanya antibodi
terhadap antigen-antigen di nukelus dan sitoplasma, inflamasi multisistem, dan
perjalanan yang sering mengalami relaps dan remisi. Penyakit ini bisa mengenai hampir
semua sistem organ, walaupun terutama mengenai kulit, sendi, ginjal sel darah, dan
sistem saraf. Perjalanan penyaktnya sangat bervariasi. Gambaran rash-nya berupa
erupsi makulopapular eritematus terutama di bagian yang terpapar matahari, kemerahan
berbentuk kupu-kupu di pipi dan hidung yang nyeri atau gatal (malar rash), kadang
juga ditemuia adanya urtikaria dan purpura yang bisa diraba. Gambaran lain yang bisa
ditemui adalah nyeri sendi, demam, malaise, myalgia, mual, nyeri perut, pembesaran
kelenjar limfe, pucat, penurunan berat badan, hipersensitivitas terhadap paparan sinar
matahari di kulit, nyeri dada, kejang, sakit kepala, dan gangguan mood. Perlu juga
digali adanya riwayat penyakit serupa pada keluarga.
Eritema multiformis adalah penyakit kulit yang akut, sembuh sendiri, dan sering
rekuren, dan dianggap sebagai reaksi hipersensitivitas tipe IV, yang bisa disebabkan
oleh infeksi (misalnya HSV atau Mycoplasma pneumoniae, EBV), obat (misalnya sulfa,
fenitoin, penisilin), dan idiopatik. Eritema mutiformis bisa muncil dalam berbagai
spektrum keparahan, mulai EM minor (erupsi lokal kulit tanpa keterlibatan atau dengan
keterlibatan minimal membran mukosa), dan EM mayor (dengan keterlibatan membran
mukosa dan sampai 10% area badan mengalami pelepasan epidermis). Bentuk rash-nya
berupa target lesion, yaitu eritema sentral yang dikelilingi oleh daerah yang bersih dan
cincin eritema lain), berukuran bisa sampai 2 cm, simetris, ditemukan di lutut, siku,
telapaka tangan dan kaki. Rash ini menyebar secara sentripetral. Pasien biasanya
berusia < 20 tahun. Kadang juga ditemukan erupsi papular atau versikular, dan bila
ekstensif bisa melibatkan membran mukosa (eritema multiformis mayor). Gambaran
lain yang bisa ditemui biasanya nampak lebih jelas pada EM mayor, yaitu demam, nyeri
tenggorokan, muntah, nyeri dada, diare, erosi mukosa mulut, kesulitan makan dan
minum atau membuka mulut, mata terasa terbakar, gangguan penglihatan, nyeri
kencing, luka di genital, dan sesak nafas. Pasien perlu dianamnesis tentang riwayat
adanya infeksi sebelumnya (misalnya HSV, EBV), dan semua penggunaan obat baik
yang diresepkan maupun yang dibeli sendiri, terutama dalam 2 bulan terakhir.
Kawasaki disease adalah penyakit akut yang ditandai oleh vaskulitis arteri
berukuran medium, dengan predileksi di arteri koroner, Kondisi ini biasanya idiopatik,
terjadi pada anak < 8 tahun. Rash-nya biasanya serupa dengan EM, berupa rash
polimorfik (makulopapular difus), eritema pada telapak tangan dan kaki, kadang diikuti
indurasi yang nyeri, deskuamasi jari tangan dan kaki yang dimulai di sekitar kuku
dalam 2-3 minggu sejak demam, eritema serta fissura bibir, eritema di mukosa mulut
dan faring. Gambaran lain yang bisa ditemui adalah demam yang berkepanjangan,
pembesaran kelenjar limfe di leher, nyeri tenggorokan, bibir pecah-pecah, lidah merah
seperti strawberry, mata merah, tangan dan kaki bengkak, adanya lekukan-lekukan
transversal yang dalam di kuku (Beau’s lines) dalam 1-2 bulan sejak demam, dan nyeri
sendi yang menahan berat badan.
DRESS atau DIHS adalan erupsi hipersensitivitas obat yang berat dengan gejala
konstitusional, seperti demam, malaise, limfadenopati, hepatitis, myokarditis, nefritis
dan pneumonitis interstisial. Keterlibatan organ hati sering terjadi dan merupakan
komplikasi paling serius, bisa berkembang menjadi hepatitis fulminans. Komplikasi
lain yang serius adalah hiptermia dan dehidrasi. Gambaran rash-nya berupa erupsi

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 18


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

makulopapular atau eksfoliatif, sering pada wajah, disertai dengan edema. Rash juga
bisa berupa urtikaria, vesikel, bulla, pustula, purpura, dan eritroderma. Gejala lain yang
timbul adalah demam, pembesaran kelenjar limfe minimal pada 2 lokasi, dan gambaran
lain sesuai organ yang terlibat. Penyebab tersering adalah antikonvulsan (fenitoin,
karbamazepin, lamotrigin, valproat, dan lain-lain) dan sulfonamid, dan allopurinol.
Kondisi ini sering terjadi sampai 8 minggu sesudah pemberian obat.

Pembesaran kelenjar limfe


Pembesaran kelenjar limfe (limfadenopati) bisa merupakan hasil temuan pada
pemeriksaan fisik saat pasien diperiksa untuk penyakit lain, atau bisa menjadi gejala
yang menjadi keluhan utama pasien. Dokter harus memutuskan apakah limfadenopati
ini temuan yang normal atau memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk biopsi.
Limfonodi submandibular yang datar dan lunak sering teraba pada anak yang sehat dan
dewasa muda. Orang dewasa yang sehat mungkin bisa diraba limfonodi inguinalnya
sampai 2 cm, yang dianggap normal.
Limfadenopati mungkin merupakan manifestasi primer atau sekunder dari
berbagai penyakit. Pada praktek pelayanan primer, lebih dari dua per tiga pasien dengan
limfadenopati mempunyai penyebab nonspesifik atau penyakit saluran nafas atas
(karena virus atau bakteri) dan < 1% merupakan keganasan.
Anamnesis harus menunjukkan situasi dimana limfadenopati ini terjadi. Gejala
seperti nyeri tenggorokan, batuk, demam, berkeringat malam, kelelahan, penurunan
berat badan, atau nyeri pada limfonodi harus digali. Usia, jenis kelamin, pekerjaan,
paparan terhadap hewan piaraan, perilaku seksual, dan penggunaan obat juga
merupakan hal yang perlu dianamnesis. Misalnya, anak-anak dan dewasa muda
biasanya mengalami gangguan yang lebih jinak seperti infeksi saluran nafas karena
virus atau bakteri, mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis, dan tuberkulosis.
Sebaliknya, sesudah usia 50 tahun, insidensi gangguan maligna semakin meningkat,
dan gangguan jinak semakin berkurang. Keterlibatan limfonodi di area anatomis yang
lokal atau sistemik juga perlu dicari. Limfadenopati yang generalisata biasanya
berhubungan dengan gangguan nonmaligna seperti mononukleosis infeksiosa (EBV
atau CMV), toksoplasmosis, AIDS, SLE, penyakit virus lain, dan beberapa penyakit
jaringan ikat. Namun perlu diperhatikan juga bahwa ALL dan CLL serta limfoma
maligna juga bisa menunjukkan gambaran limfadenopati generalisata pada orang
dewasa.
Lokasi pembesaran kelenjar juga bisa mengarahkan pada penyebabnya.
Limfadenopati di depan telinga bisa karena infeksi konjungtiva. Limfadenopati di leher,
yang merupakan lokasi paling sering, biasnaya penyebabnya jinak, seperti infeksi
saluran nafas atas, lesi mulut dan gigi, mononukelosis infeksiosa, atau penyakit virus
lain. Penyebab yang maligna pada limfadenopati leher mencakup kanker metastatik dari
kepala dan leher, payudara, paru, dan tiroid. Pemebsaran kelenjar supraklavikula selalu
abnormal, dan merefleksikan adanya limfoma kanker lain atau proses infeksi di area
paru, payudara testis, ovarium, atau retroperitoneum. Penyebab limfadenopati
supraklavikula yang jinak antara lain adalah tuberkulosis, sarkoidosis, dan
toksoplasmosi. Limfadenopati di aksilla biasanya karena trauma atau infeksi lokal
ekstremitas atas yang ipsilateral, sedangkan penyebab malignanya antara lain melanoma
atau limfoma, dan kanker payudara. Limfadenopati inguinal biasanya karena infeksi
atau trauma ekstremitas bawah dan bisa mengiringi infeksi menular seksual seperti

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 19


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

limfogranuloma venereum, siflis primer, herpes genitalis, atau chancroid. Penyebab


malignanya antara lain limfoma dan kanker metastatik akibat lesi primer di rektum,
genitalia, atau ekstremitas bawah (melanoma).
Ukuran dan adanya nyeri juga parameter yang perlu digali. Ukuran < 1 cm2
hampir selalu karena penyebab yang jinak. Bila ada nyeri tekan, biasnaya akibat proses
inflamasi, atau bisa juga pada kondisi maligna seperti leukemia. Limfoma biasanya
cenderung mengakibatkan pembesaran limfonodi yang simetris, bisa digerakkan, dan
tidak nyeri. Limfodenopari karena kanker metastatik biasanya keras, tidak bisa
digerakkan dan tidak nyeri.
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan limfadenopati adalah sebagai
berikut:
1. Infeksi
a. Virus: mononukleosis infeksiosa (EBV, CMV), hepatitis infeksiosa, herpes
simpleks, varicella zoster virus, rubella, rubeola, adenovirus, HIV,
ketatokonjungtivitis epidemik
b. Bakteri: Streptococcus, Staphylococcus, cat-scratch disease, Brucellosis,
Tularemia, chancroid, tuberkulosis, sifilis, difteri, lepra
c. Jamur: histoplasmosis, koksidiomikosis, parakoksidiomikosis
d. Chlamydia: lymphogranuloma venereum, trachoma
e. Parasit: toksoplasmosis, Leishmaniasis, Tripanosomiasis, filariasis
f. Rickettsia: risckettsialpox, Q fever
2. Penyakit imunologis: (juvenile) artritis rematoid, penyakit jaringan ikat campuran,
SLE, dermatomyositis, Sjogren’s syndrome, serum sickness, hipersensitivitas obat
(fenitoin, hidralazin, alopurinol, pirimidon, karbamazepin, dsb), sirosis bilier
primer, penyakit penolakan transplantasi, sindrom limfoproliferatif autoimun,
immune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS).
3. Maligna:
a. Hematologi: Hodgkin’s disease, non Hodgkin’s lymphoma, ALL, CLL, hairy
cell leukemia, histositosis maligna, amiloidosis
b. Metastatik: dari berbagai lokasi primer
4. Penyakit penyimpanan lipid: Gaucher’s disease, Niemann-Pick disease, Fabry
disease, Tangier disease
5. Penyakit endokrin: hipertiroidism
6. Gangguan lain: Castleman’s disease, sarkoidosis, limfadenitis dermatopatik,
graulomatosis limfomatid, Kikuchi’s disease, Rosai-Dorfman disease, Kawasaki’s
disease, histiositosis X, hipertrigliseridemia berat, pseudotumor inflamatorik
limfonodi, gagal jantung kongestif.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 20


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Checklist Anamnesis

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Aspek komunikasi
1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2 Mendengarkan secara aktif
3 Tidak memotong pembicaraan pasien selama masih
relevan
4 Menggunakan bahasa yang bisa dipahami pasien
5 Mempertahankan kontak mata dengan pasien
6 Menunjukkan empati
Aspek anamnesis
1 Menanyakan identitas pasien: nama, umur, jenis
kelamin (bila perlu), alamat, pekerjaan
2 Menanyakan keluhan utama
3 Menggali riwayat penyakit sekarang
• Onset
• Frekuensi
• Sifat munculnya keluhan
• Durasi
• Sifat keluhan
• Lokasi
• Hubungan dengan fungsi fisiologis lain
• Akibat terhadap aktivitas sehari-hari
• Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan
4 Menanyakan keluhan penyerta (berdasarkan sistem)
5 Menggali riwayat penyakit dahulu:
• Ada tidaknya penyakit seperti ini sebelumnya
• Penyakit lain yang pernah diderita
6 Menggali riwayat penyakit keluarga
• Ada tidaknya penyakit serupa
7 Membuat resume anamnesis
8 Menyadari keterbatasan diri dengan merujuk jika
tidak mampu
TOTAL NILAI

Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tetapi kurang benar
2 = dilakukan dengan benar

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 21


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

PEMERIKSAAN DARAH RUTIN

Pengukuran Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin (Hb) dapat diukur menggunakan berbagai metode, antara lain
metode Sahli, oksihemoglobin, sianmethemoglobin atau hematology analyzer.
Metode Sahli tidak dianjurkan lagi, karena mempunyai kesalahan inheren yang
besar. Alat metode Sahli sulit distandarisasi, selain itu tidak semua jenis Hb dapat
ditetapkan menggunakan metode ini. Jenis hemoglobin yang tidak dapat diukur
menggunakan metode Sahli antara lain: karboksihemoglobin, methemoglobin, dan
sulfhemoglobin.
Meskipun tingkat kesalahan metode Sahli cukup besar, tetapi untuk tes
penyaring kasus anemia di puskesmas masih dapat digunakan.
Ada dua metode yang dapat diterima dalam pengukuran Hb (hemoglobinometri)
klinis, yaitu metode oksihemoglobin dan sianmethemoglobin, keduanya mengukur Hb
menggunakan alat spektrofotometri.
Metode oksihemoglobin hanya mengukur hemoglobin yang dapat diubah
menjadi oksihemoglobin, sedang karboksihemoglobin dan senyawa hemoglobin yang
lain tidak terukur.
International Committee for Standardization in Hematology (ICSH)
merekomendasikan metode sianmethemoglobin untuk mengukur Hb, karena mudah
dilakukan, terstandarisasi dan hampir semua jenis hemoglobin dapat terukur, kecuali
sulfhemoglobin.

Pengukuran kadar hemoglobin menggunakan alat hematology analyzer


Prinsip dasarnya adalah metode sianmethemoglobin. Darah diisap secara
otomatis oleh alat kemudian dicampur dengan reagen dan diukur dengan fotometer.
Alat ini juga sekaligus mengeluarkan hasil jumlah leukosit, jumlah trombosit, jumlah
eritrosit, indeks eritosit dan hematokrit.
Sebelum dilakukan pengukuran, alat harus dikalibrasi dan dikontrol dengan
bahan control komersial. Jika hasil kontrol sesuai dengan nilai range bahan kontrol,
maka alat baru boleh untuk mengukur darah pasien. Dengan alat hematology analyzer,
pengukuran akan lebih cepat, tetap, dan teliti.

Cara kerja
1. Hidupkan alat dengan menekan tombol power.
2. Biarkan alat melakukan persiapan sendiri secara otomatis hingga muncul kalimat
Ready pada layar.
3. Lakukan kontrol dengan bahan control; jika masuk dalam nilai range, lanjutkan
dengan pengukuran darah pasien.
4. Jika tidak masuk dalam nilai range kontrol, maka lakukan kalibrasi. Setelah
kalibrasi selesai, lakukan kontrol kembali.
5. Hasil akan keluar dalam bentuk print out.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 22


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Hasil print out

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 23


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Keterangan

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 24


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Sumber kesalahan:
a. Darah lisis
b. Antikoagulan tidak sesuai (seharusnya menggunakan K3EDTA)
c. Volume darah tidak sesuai dengan jumlah antikoagulan
d. Tidak dilakukan kalibrasi dan kontrol

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 25


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Laju Endap Darah

Laju endap darah (LED) atau erythrocyte sedimentation rate (ESR) adalah suatu
tes untuk mengukur kecepatan sedimentasi eritrosit di dalam plasma dalam tabung yang
sudah distandarisasi. Ada 2 metode untuk pengukuran LED, yaitu metode Wintrobe dan
metode Westergren. Metode yang direkomendasikan oleh ICSH (International Council
for Standardization in Haematology) adalah metode Westergren yaitu menggunakan
tabung LED yang disebut sebagai tabung Westergren. Hasil pengukuran LED
satuannya adalah mm/jam.
Pemeriksaan LED berguna untuk mengetahui adanya proses peradangan dalam
tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti: infeksi, keganasan, atau proses
imunologi.
Faktor yang mempengaruhi LED antara lain adalah:
- Faktor plasma
mempercepat : fibrinogen, 2-, -, -globulin, kolesterol
memperlambat : albumin, lesitin

- Faktor eritrosit
mempercepat : anemia
memperlambat : sferosit
(LED pada pasien dengan eritrosit bentuk mikrositik lebih
lambat dibanding bentuk makrositik)

Mengukur LED metode Westergren


Proses pengukuran LED metode Westergren berlangsung dalam 3 tahap:
- Tahap 1
Disebut pembentukan rouleaux (rouleaux formation), ditandai dengan penyusunan
letak eritrosit yang berlangsung selama 10 menit, kecepatannya sangat lambat
- Tahap 2
Disebut sedimentasi, yang berlangsung selama 40 menit, kecepatannya agak cepat
- Tahap 3
Disebut konsolidasi, berlangsung selama 10 menit, kecepatannya melambat.

Nilai normal LED dengan metode Westergren adalah:


- Wanita : 0-20 mm/jam
- Laki-laki : 0-15 mm/jam

Peralatan dan reagen:


1. Tabung Westergren, dengan skala 200 mm
Skalanya terbalik, yaitu angka 200 ada di bagian bawah dan angka 0 ada di bagian
atas
2. Rak tabung LED dengan karet di bagian bawahnya yang masih baik untuk menahan
darah
3. Tabung reaksi untuk mencampur darah dengan NaCl
4. Tabung penampung darah (vacutainer) volume 3 ml, berisi antikoagulan K3EDTA.
5. Larutan garam fisiologis (NaCl 0,85% atau 0,9%)

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 26


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Spesimen:
Darah vena 3 ml dimasukkan ke dalam tabung penampung darah yang berisi
antikoagulan K3EDTA.

Cara kerja:
1. Isap (jangan pakai mulut) NaCl 0,85% menggunakan tabung Westergren hingga
angka skala 150, kemudian keluarkan ke dalam tabung reaksi.
2. Isap darah ber-antikoagulan K3EDTA menggunakan tabung Westergren hingga
skala 0, kemudian keluarkan ke dalam tabung reaksi yang berisi NaCl 0,85% atau
0,9%.
3. Homogenkan larutan darah dalam tabung reaksi tersebut dengan menghisap dan
mengeluarkannya menggunakan tabung Westergren sebanyak 3 kali.
4. Jika sudah homogen, isap larutan tersebut hingga skala 0.
5. Letakkan pipet/tabung Westergren pada raknya dan diamkan selama 1 jam.
6. Baca penurunan eritrosit tepat 1 jam setelah dididiamkan pada raknya dalam satuan
mm/jam.

Pengawasan mutu: Gunakan tabung Westergren yang berkalibrasi baik

Sumber kesalahan:
1. Pengisian tabung tidak tepat tanda 0
2. Kelebihan antikoagulan, menyebabkan LED turun
3. Bila lebih dari 1 jam, hasil akan meningkat
4. Kenaikan/penurunan suhu akan menaikkan/menurunkan hasil
5. Kemiringan tabung akan menaikkan hasil
6. Gelembung udara akan mengakibatkan kesalahan hasil
7. Adanya koagulan fibrin/jendalan mengakibatkan kesalahan hasil
8. LED harus dikerjakan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan darah
9. Hindari tercemarnya alkohol pada waktu mengambil darah vena
10. Pencucian tabung dilakukan dengan air, alkohol dan tahap akhir dengan aseton.
Jangan menggunakan deterjen/dikhromat.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 27


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

CHECKLIST PENETAPAN KADAR HB DENGAN ALAT


HEMATOANALYZER

Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2
A Persiapan
1 Mencuci tangan dengan metode 6 langkah
2 Mengenakan sarung tangan
3 Menghidupkan alat hingga ready to use, kalibrasi dan kontrol

B Penetapan Hb dengan alat hematology analyzer


1 Homogenkan darah dengan membolak-balikkan botol
sebanyak 5-10 kali.
2 Buka tutup botol darah lalu masukkan ke dalam probe (jarum
penghisap dari alat) hingga hampir ke darah botol, lalu tekan
tombol penghisap.
3 Biarkan alat menghisap hingga selesai, ditandai dengan probe
terangkat secara otomatis.
4 Biarkan alat selesai mengukur hingga selesai, ditandai dengan
alat akan mem-print hasil pengukuran secara otomatis
5 Tutup botol spesimen dan kembalikan ke rak
6 Robek kertas hasil print out, lalu analisis hasil pengukuran
tersebut.

C Penutup
1 Jika sudah selesai, bersihkan peralatan dan matikan alat
dengan menekan shutdown pada layar alat dan ikuti perintah
pada layar.
2 Membersihkan meja pemeriksaan dengan desinfektan
3 Mencuci tangan pada air mengalir dan melepas sarung tangan

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 28


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

CHECKLIST PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH

Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Mencuci tangan dengan 6 langkah
2 Mengenakan sarung tangan steril
3 Menyiapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan LED
4 Isap NaCl fisiologi menggunakan tabung Westergren
sampai skala "150" menggunakan penghisap. Lalu
pindahkan NaCl tersebut ke dalam tabung reaksi yang
sudah disiapkan
5 Homogenkan darah, lalu isap menggunakan tabung
Westergren sampai skala "0" menggunakan penghisap.
Lalu pindahkan darah tersebut ke dalam tabung reaksi
yang sudah disiapkan
6 Campurkan darah dan NaCl dalam tabung reaksi agar
homogen dengan cara menghisap dan mengeluarkan
dengan hati-hati menggunakan tabung Westergren
sebanyak 3x dalam tabung reaksi tersebut
7 Isap campuran darah tersebut dengan tabung Westergren
hingga pas pada skala "0". Lalu tekan ujung pipet ke
bantalan rak penggantung LED, kemudian lepas penghisap
dan tekan mulut pipet agar ketika melakukan
penggantungan, darah tidak keluar.
8 Pindahkan posisi pipet pada tempat penjepit yang sesuai,
lalu jepitkan pipet Westergren tersebut
9 Diamkan hingga 1 jam pada meja yang datar dan tanpa
getaran
10 Bersihkan alat yang digunakan
11 Lepas sarung tangan dan cuci tangan pada air mengalir
12 Setelah satu jam, baca tinggi endapan eritrosit pada skala
berapa dan laporkan dalam mm/jam

Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tetapi tidak benar/tidak lengkap
2 = dilakukan dengan benar

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 29


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

TEKNIK PEMASANGAN DAN PEMBERIAN


KATETERISASI/INFUS INTRAVENA

Pendahuluan
Pemasangan infus intravena adalah suatu tindakan bedah sederhana yang
bertujuan untuk memberikan jalan bagi keperluan terapi, baik terapi cairan dan
transfusi, maupun terapi medikamentosa. Untuk keperluan terapi cairan dan transfusi,
tindakan ini sering dilakukan antara lain untuk resusitasi cairan, agar fungsi
hemodinamik cairan tubuh kembali normal pada keadaan dehidrasi, shock, perdarahan,
dan lain sebagainya. Untuk tujuan terapi medikamentosa, tindakan ini dilakukan agar
efek terapeutik suatu obat yang diberikan cepat timbul, misalnya pada keadaan gawat
darurat. Selain itu, tindakan ini juga berguna pada pemberian obat-obatan tertentu yang
tidak bisa diberikan peroral, sehingga disebut juga terapi parenteral.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan ini adalah sterilitas (tindakan
aseptik), fiksasi, dan kecepatan aliran. Sterilitas mutlak dilakukan supaya mikroba atau
jasad renik tidak masuk ke dalam tubuh. Untuk itu tempat penusukan vena harus
disucihamakan, jarum harus tetap steril, tempat penampung darah harus steril. Selain itu
harus dijamin juga bahwa fiksasi cukup baik agar kanula atau jarum tidak mudah
bergerak atau tercabut. Dalam rangka fiksasi ini, maka perlu dipertimbangkan
pemilihan tempat vena yang akan dipunksi. Pemilihan tempat ini juga
mempertimbangkan ukuran dan mudahnya vena tersebut dapat terlihat. Pada orang
dewasa biasanya vena superfisial di lengan dan tungkai

Teknik Pemasangan Kateterisasi/Infus Intravena


Ada beberapa hal yang mendasar yang merupakan prinsip-prinsip teknik
melaksanakan pemasangan infus, yaitu pengenalan dan pemilihan bahan dan peralatan,
serta pemilihan tempat atau lokasi vena yang dipunksi.
Pengenalan dan pemilihan bahan dan peralatan yang harus dikuasai untuk
tindakan infus intravena meliputi pengenalan dan pemilihan:
1. Cairan infus
2. Infusion set
3. Jarum infus (kateter intravena)

Cairan infus ada beberapa macam, tergantung bahan yang terkandung di


dalamnya. Berdasarkan bahan yang terkandung di dalamnya, cairan infus digolongkan
atas:
• Elektrolit
Termasuk golongan ini adalah larutan NaCl 0,9% (PZ), Ringer, Ringer Laktat,
Hartmann, Darrow, Natrium Laktat 1/6 M, NaHCO3 7,5% dan 8,4% (Bik-Nat) dan
larutan dialisis.
• Karbohidrat dengan Elektrolit
Termasuk jenis larutan ini adalah Larutan Glukosa 5%, 10%, 20% dan 40%,
Dextrose 5%, 10%, 20% dan 50%, Fruktose 5%, Maltose 10%, Ringer-Dextrose,
Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0,9%, Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0,45%,
Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0,225%, dan Larutan Dextrose 10% dengan NaCl
0,9%.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 30


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

• Larutan Protein
Termasuk jenis larutan ini adalah Larutan L-asam amino 350 Kcal, L-asam amino
600 Kcal + Sorbitol, L-asam amino 500 Kcal + Sorbitol, dan L-asam amino 1000
Kcal.
• Plasma Expander
Termasuk jenis ini adalah Dextran 70, Dextran 40, Human Albumin 5% dan 25%,
Human Plasma, Gelatin (dengan jembatan Urea) dan PVP.

Infusion set adalah suatu alat berbentuk pipa yang biasanya terbuat dari plastik,
dimana satu ujung berhubungan dengan botol/tabung cairan infus dan ujung yang lain
berhubungan dengan jarum infus. Bagian atau ujung yang berhubungan dengan botol
cairan infus berbentuk tabung melebar yang berfungsi untuk mengatur kecepatan
tetesan infus. Bagian yang lain yang berhubungan dengan jarum infus pada ujungnya
terdapat tabung karet elastis tempat injeksi/suntikan jarum untuk memberikan obat dan
cairan lain melalui jarum spuit injeksi. Pada pertengahan pipa plastik infusion set
terdapat klem yang berfungsi untuk mengatur kecepatan tetesan cairan infus. Infusion
set bersifat disposible untuk sekali pakai.

Gambar 1. Bagian-bagian Infusion set


(https://www.alodokter.com/komunitas/topic/kehabisan-cairan-infus)

Jarum infus ada 2 macam, yaitu jarum infus tanpa plastik kateter dan jarum infus
yang menggunakan plastik kateter. Jarum infus tanpa plastik kateter biasanya
dilengkapi dengan karet plastik elastik berbentuk sayap (wing) pada pangkal jarum
sebagai alat fiksasi jarum pada permukaan kulit, sehingga jarum tidak bergerak
kemana-mana. Jarum infus berbentuk demikian dikenal dengan istilah wing needle.
Jarum infus yang dilengkapi plastik kateter atau kanula sekarang sudah menjadi pilihan
utama dibanding wing needle, karena relatif kurang traumatik bagi kulit pasien dan
menimbulkan reaksi jaringan yang minimal. Jarum pada jarum infus jenis ini
sebenarnya hanya sebagai penuntun (trokar) ke dalam pembuluh darah, dan dapat
dilepas jika kanula sudah berada di dalam pembuluh darah. Jarum jenis ini dikenal luas
dengan beberapa nama merk dagang, antara lain Surflo®, Abbocath®, Medicath®, dan
Venocath®. Dibanding wing needle, Surflo® pemasangannya lebih sulit dan
Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 31
Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

memerlukan teknik-teknik tertentu. Baik wing needle maupun Surflo mempunyai


ukuran dari nomor 14, 16, 18, 20, 22, dan 24, dimana semakin besar nomor, semakin
kecil diameter jarumnya. Pemilihan ukuran jarum tergantung kondisi fisiopatologis
pasien, kebiasaan, umur, dan keperluan pemberian. Pada keadaan syok sebaiknya
menggunakan nomor 14 atau 16, pada keadaan untuk memberikan kalori dan glukosa
ke dalam sirkulasi sebaiknya menggunakan nomor 20.

Gambar 2 Macam-macam Jarum Infus (https://blog-


ruangguru.blogspot.com/2017/04/ukuran-dan-arahan-warna-jarum-infus.html)

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 32


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Pemilihan Tempat atau Lokasi Vena yang Dipunksi


Semua pembuluh darah vena di tubuh dapat dijadikan lokasi pemasangan infus.
Namun yang dipilih biasanya adalah pembuluh darah ekstremitas, khususnya lengan,
terutama bila jangka waktu pemberiannya lama agar mudah merawatnya. Ada 3 syarat
yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi vena yang diinfus, yaitu: (1) pada
bagian sedistal mungkin, (2) lurus atau tidak bercabang, dan (3) tidak pada persendian.
Jika yang dipilih adalah vena yang terletak di persendian, maka diperlukan suatu alat
untuk memfiksasi sendi tersebut agar kateter infus tadi tidak mudah terlepas. Khusus
pada bayi, yang dipilih adalah vena-vena pada kepala atau pada vena umbilikalis (infus
tali pusat). Lokasi vena tempat punksi kateter dapat dilihat pada gambar-gambar
berikut:

Gambar 3. Lokasi vena-vena untuk kateterisasi pada ekstremitas inferior

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 33


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Gambar 4. Lokasi vena-vena untuk kateterisasi pada ekstremitas superior

Prosedur Pemasangan Infus Intravena


Langkah-langkah dalam tindakan pemasangan infus intravena adalah sebagai
berikut:
1. Siapkan bahan dan peralatan infus, yaitu:
• Cairan infus (misalnya RL) 1 botol
• Infusion set 1 buah
• Surflo atau wing needle (missal No. 20) 1 buah
• Gunting pendek untuk memotong benang/kain 1 buah
• Kapas alkohol 70%
• Plester atau perekat adhesive lain 1 rol
• Kain kasa steril 1 buah
• Larutan Betadin® sebagai antiseptik
• Torniquet 1 buah
• Spuit beserta jarum steril 1 buah
• Bengkok 1 buah
• Perlak kecil beserta alasnya 1 buah kalau perlu.
• Spalk 1 buah (kalau perlu).
2. Ambillah botol cairan infus, bukalah kemasannya, dan periksalah etiketnya sesuai
atau tidak dengan yang diperlukan, kualitas cairannya, apakah ada kekeruhan,
perubahan warna, partikel-partikel kotoran, dan sebagainya, serta tanggal
Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 34
Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

kedaluwarsanya. Letakkan botol cairan infus di tempat yang lebih tinggi dari lengan
naracoba, biasanya pada tempat gantungan infus yang sudah tersedia di samping
tempat tidur dekat naracoba.
3. Bukalah infus set, letakkan klem infus ke dekat chamber, kemudian tutuplah klem
semaksimal mungkin. Pasanglah infus set dengan menusukkan bagian yang tajam ke
tempatnya pada puncak botol infus, lalu alirkan cairan ke dalam tabung pengatur
tetesan (chamber) sampai pada batas yang ada atau sekitar ½ bagian tabung tersebut.
4. Bukalah klem infus semaksimal mungkin dan alirkan cairan infus melewati pipa
infus sampai seluruh pipa terisi cairan. Usahakan jangan sampai ada gelembung
udara di dalam pipa infus tersebut. Tutup kembali klem infus secara maksimal.
5. Jika menggunakan wing needle, bukalah jarum dari kemasannya, lalu sambungkan
pipa wing needle ke ujung pipa infus, bukalah klem untuk mengalirkan cairan infus
sampai mengalir keluar dari ujung jarum. Setelah itu klem ditutup kembali.
6. Siapkan plester yang dipotong sepanjang kira-kira 10 cm sebanyak 3 buah.
7. Siapkan naracoba dalam keadaan duduk atau berbaring, terutama harus dalam
keadaan rileks. Letakkan perlak kecil di bawah tempat pemasangan.
8. Tentukan lokasi vena yang akan dipunksi pada ekstremitas.
9. Lakukan pencucian tangan secara aseptik, kemudian pakai sarung tangan.
10. Pasanglah torniquet pada bagian proksimal ekstremitas yang akan dipunksi venanya
untuk membendung aliran vena, sehingga memungkinkan penonjolan vena yang
dipilih dari permukaan kulit. Jika vena yang diinginkan terletak profunda, biasanya
tidak mudah untuk terlihat, maka lakukanlah perabaaan, tepukan ringan, atau pijatan
ringan (milking) pada pembuluh vena tersebut agar lebih menonjol.
11. Lakukan tindakan asepsis pada daerah sekitar vena yang akan dipunksi dengan kapas
alkohol 70%.
12. Bukalah pelindung jarum pada Surflo®/Abbocath® atau wing needle. Lakukan
tusukan pada permukaan vena dengan sudut 30-45° dan arah lubang jarum
menghadap ke atas dengan kedalaman yang cukup untuk menembus kulit sampai
menembus dinding anterior vena dan jarum masuk ke dalam vena. Untuk
menghindari ujung jarum menembus dinding posterior vena, setelah dirasa ujung
jarum telah masuk lumen vena, putarlah jarum 180o agar lubang jarum menghadap
ke bawah/dinding posterior vena. Jika jarum telah tepat masuk ke dalam lumen vena,
maka akan terlihat darah mengalir mengisi penuh bagian pangkal jarum yang
berbentuk pipa buntu (pada Surflo® atau Abbocath®) atau darah akan mengalir
sampai tercampur dengan cairan infus yang mengisi pipa plastik pada wing needle.
Untuk Surflo® atau Abbocath®: tariklah sedikit ke belakang bagian jarum (trokar)
dan lepaskan tourniquet, kemudian doronglah ke depan bagian plastik (kanula) yang
terletak di sebelah luarnya secara hati-hati sampai pangkalnya sehingga seluruh
panjang kanula masuk ke dalam lumen vena dengan arah sejajar dengan permukaan
vena. Pasanglah selang infus ke pangkal kanula.
13. Segera bukalah klem secara maksimal agar cairan infus mengalir deras masuk ke
dalam vena. Amati lengan penderita apakah terjadi ekstravasasi atau tidak. Jika
terjadi ekstravasasi, maka akan tampak penonjolan kulit di sekitar vena tersebut, dan
tetesan menjadi lambat sampai berhenti sama sekali. Kontrol ulang sekali lagi untuk
memastikannya. Jika terjadi ekstravasasi, cabut kanula dari vena tersebut, dan
lakukan pengulangan punksi pada vena yang sama dengan tempat yang lebih
proksimal atau pada vena lain yang baru pada tempat yang lain.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 35


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

14. Apabila telah berhasil, tempelkanlah kasa yang telah diberi desinfektan (Betadin),
kemudian dipasang di bawah kanula kateter intravena, pasangkan plester di atas
tempat tusukan pada vena, dan lakukan fiksasi sekali lagi membentuk simpul kupu-
kupu dengan menggunakan plester secara melingkar pada pipa infus set sedemikian
rupa agar menjamin aliran cairan yang lancar.
15. Aturlah tetesan infus yang diinginkan dengan mengatur klem infus. Tempelkan label
pada botol cairan infus yang berisi identitas penderita, jenis, dan jumlah cairan yang
diberikan selama 24 jam, tandai botol cairan yang keberapa, dan kecepatan tetesan
cairan per menit serta jadwal pemberiannya.
16. Periksalah kembali peralatan dan bersihkan kotoran yang ada, seperti tetesan darah
ataupun tetesan cairan infus yang mungkin ada dan melekat pada lengan dan sekitar
naracoba.

Sumber-sumber Kegagalan Pemasangan Infus Intravena


Banyak hal yang dapat menyebabkan kegagalan melakukan infus yang bersumber
dari:
1. Terjadi ekstravasasi jarum infus.
2. Pipa saluran infus tertekuk/terlipat atau buntu.
3. Pipa penyalur udara pada botol cairan infus tidak berfungsi
4. Tempat masuknya infus set ke dalam botol cairan melalui bagian jarum penusuk
kurang dalam, sehingga tidak mencapai cairan infus.
5. Kateter atau jarum di dalam vena buntu atau terlipat.
6. Ekstremitas tempat masuknya infus pada keadaan fleksi, terjerat, atau masih ada
“stewing”

Pedoman Tambahan
Ada beberapa pedoman tambahan dalam pemberian infus, yaitu:
A. Cairan dengan konsentrasi tinggi lebih dari 10% selalu diberikan melalui jarum
dengan ukuran yang besar atau melalui pipa CVP.
B. Larutan gula konsentrasi 5% sebagai cairan standar pelarut.
C. Cairan elektrolit yang pekat (misalnya KCl) selalu disuplai dalam ampul dan
pemberiannya harus diencerkan terlebih dahulu pada botol infus. Tidak boleh
langsung secara intravena.
D. Larutan asam-amino harus diberikan bersama atau sesudah (piggy-back) cairan
gula/kalori.
E. Kanula infus paling lama dipakai dalam waktu 72 jam, sedangkan jarum wing
needle paling lama 48 jam.

Kompilikasi pemasangan dan pemberian infus adalah:


1. Flebitis (radang vena)
2. Hematoma
3. Ekstravasasi
4. Infeksi lokal atau sistemik
5. Perlukaan pada serabut saraf.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 36


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Cara Menghitung Tetesan


Perhitungan jumlah tetesan sangat tergantung kebutuhan dan jadwal pemberian
cairan infus per hari. Tetesan dalam satuan jumlah tetesan per menit ditentukan dari
jumlah cairan infus yang dibutuhkan.
Infus set yang tersedia ada 2 jenis, yaitu infus set makro dan infus set mikro.
Perhitungan jumlah tetesan adalah sebagai berikut:
- infus set makro: 1 cc = 15 tetes atau 20 tetes (tergantung pada produk yang
digunakan)
- infue set mikro: 1 cc = 60 tetes (khusus untuk anak kurang dari 12 bulan)

Jumlah tetesan dicari dari rumus di bawah ini:


Jumlah cairan yang ingin dimasukkan (cc)
Tetesan/mnt = --------------------------------------------------------------------------------------
Lama waktu pemberian infus (jam) x (60 dibagi jumlah tetesan/ml)

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 37


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Checklist Teknik Persiapan Pemasangan Infus

Skor
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2 Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan, fungsi, dan
efek sampingnya
3 Meminta persetujuan secara lisan
4 Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
➢ kateter iv sesuai ukuran
➢ cairan iv sesuai indikasi
➢ infus set
➢ kapas alkohol 70%
➢ gunting
➢ sarung tangan
➢ tiang infus
➢ plester
➢ perlak kecil untuk alas
➢ kassa steril
➢ cairan povidon iodin
➢ torniquet
5 Menggunting plester (2 pendek, 1 panjang)
6 Mempersiapkan kassa steril (digunting separuh dan diberi larutan
antiseptik)
7 Meletakkan botol infus pada tempatnya
8 Membuka kemasan infus set
9 Mengatur letak klem pengatur tetesan ke dekat chamber
9 Memutar klem pengatur tetesan sampai selang tertutup
10 Menjaga sterilitas penusuk botol
11 Membuka penutup botol infus
12 Menusukkan ujung penusuk infus set ke botol secara tegak lurus
13 Menekan chamber sampai cairan terisi setengah
14 Menaikkan ujung infus set sejajar chamber
15 Membuka maksimal klem pengatur tetesan sampai cairan infus
mengisi seluruh selang infus set
16 Tutup kembali klem pengatur tetesan secara maksimal

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 38


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Checklist Teknik Pemasangan Infus

Skor
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
1 Mencuci tangan secara aseptik
2 Mengenakan sarung tangan
3 Menyiapkan kapas alkohol 70%, kassa, dan kateter iv ke dekat
pasien
4 Menentukan lokasi pemasangan infus
5 Melakukan stewing dengan mengencangkan torniquet
6 Melakukan tindakan asepsis pada lokasi pemasangan infus
7 Menusukkan jarum kateter iv dengan sudut 30-45o pada kulit lokasi
pemasangan infus, dengan lubang jarum menghadap ke atas
8 Memperhatikan pangkal jarum untuk melihat apakah darah mengisi
ruang vakum yang menandakan kateter iv telah masuk pembuluh
vena
9 Melepaskan torniquet
10 Mengubah sudut jarum menjadi sejajar dengan vena, kemudian
memutar jarum kateter iv 1800 agar lubang jarum menghadap ke
bawah
11 Menarik sedikit ke belakang bagian jarum (trokar)
12 Memasukkan kanula masuk ke dalam lumen vena sehingga seluruh
panjang kanula masuk ke dalam lumen vena dengan arah sejajar
dengan permukaan vena
13 Menghubungkan pangkal kanula dengan selang infus
14 Membuka pengatur tetesan (klem) secara maksimal
15 Menutup tempat tusukan dengan kassa steril yang sudah diberi
larutan povidon iodin
16 Memfiksasi karet dan selang infus
17 Mengatur kembali tetesan sesuai dengan jumlah cairan yang
diberikan
18 Membuang sampah dan memasukkan peralatan yang sudah
digunakan ke dalam bengkok
19 Melepas sarung tangan dan mencuci tangan pada air mengalir.

Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tetapi tidak benar/tidak lengkap
2 = dilakukan dengan benar

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 39


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

TEKNIK DASAR INJEKSI

Pendahuluan
Jalur (rute) pemberian obat adalah jalur tempat obat datang berkontak dengan
tubuh. Parenteral berarti diberikan melalui jalan selain traktus digestivus. Obat yang
diberikan melalui jalur parenteral memasuki jaringan tubuh dan sistem sirkulasi melalui
injeksi. Obat yang disuntikkan lebih cepat diabsorbsi daripada obat oral. Jalur
parenteral digunakan ketika pasien mengalami muntah, tidak dapat menelan, dan/atau
intake cairan oral yang terbatas.
Prosedur pemberian obat parenteral bersifat invasif, sehingga memiliki risiko
yang lebih besar dibandingkan obat yang diberikan secara non parenteral. Berhubung
infeksi dapat berasal dari berbagai sumber, dokter harus menggunakan teknik yang
aseptik pada pemberian obat secara parenteral.
Ada empat jalur pemberian obat secara parenteral, yaitu:
1. Injeksi subkutan (sc): injeksi ke dalam jaringan tepat profundal dari dermis
2. Injeksi intramuskular (im): injeksi ke dalam venter (body) otot seran lintang
3. Injeksi intradermal (id) atau intrakutan (ic): injeksi ke dalam dermis tepat profundal
dari epidermis
4. Injeksi atau infus intravena (iv): injeksi ke dalam vena.
Masing-masing tipe injeksi di atas memerlukan seperangkat keterampilan
tertentu untuk menjamin obat mencapai lokasi yang tepat. Kegagalan menginjeksikan
obat secara benar dapat menimbulkan komplikasi, seperti respons obat yang tidak
sesuai (misalnya terlalu cepat atau terlalu lambat), jejas saraf dengan nyeri yang
berhubungan, perdarahan yang terlokalisir, nekrosis jaringan, dan abses steril.
Keterampilan teknik injeksi pada skillab ini dilakukan pada media fantom.
Mahasiswa berlatih keterampilan teknik injeksi intramuskuler, intrakutan, subkutan,
dan intravena pada media fantom. Penguasaan keterampilan teknik injeksi pada fantom
ini akan membantu mahasiswa ketika melakukan injeksi ke pasien yang sesungguhnya
pada waktu praktik profesi.
Setelah melaksanakan kegiatan skillab teknik dasar injeksi ini, mahasiswa akan
dapat:
1. Melakukan teknik injeksi intramuskuler pada media fantom dengan benar dan
sistematik
2. Melakukan teknik injeksi intrakutan pada media fantom dengan benar dan
sistematik
3. Melakukan teknik injeksi subkutan pada media fantom dengan benar dan sistematik
4. Melakukan teknik injeksi intravena pada media fantom dengan benar dan
sistematik.

Teknik Injeksi
Berdasarkan tujuan dan tempat pemberian, injeksi terbagi menjadi 4 tipe::
1. Injeksi intramuskular (ke dalam otot)
2. Injeksi intrakutan atau intradermis (ke dalam kulit)
3. Injeksi subkutan atau hipodermis (ke dalam jaringan lemak subkutan atau
hipodermis)
4. Injeksi intravena (ke dalam vena)

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 40


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Teknik injeksi dapat dilakukan dengan baik jika mahasiswa memiliki


pemahaman prinsip dasar berupa:
1. Penguasaan pengetahuan tentang anatomi kulit, jaringan subkutan, otot seran
lintang, dan distribusi pembuluh darah dan serabut saraf pada daerah-daerah injeksi
(Gambar 1)
2. Penguasaan prinsip tindakan asepsis (Tabel 1) dan sterilitas instrumen
3. Penguasaan sifat-sifat obat-obatan yang digunakan.

Gambar 1. Insersi jarum pada injeksi intramuskular, intradermal, dan subkutan

Tabel 1. Pencegahan infeksi selama injeksi


Prinsip Teknik
Mencegah kontaminasi Ampul tidak boleh dibiarkan terbuka dan larutan obat
larutan obat harus segera diambil
Mencegah kontaminasi jarum Hindari jarum bersentuhan dengan permukaan yang
terkontaminasi (misalnya sisi luar ampul atau vial,
permukaan luar penutup jarum, tangan petugas
kesehatan, meja, atau permukaan meja).
Hindari menyentuh sepanjang plunger spuit atau
bagian dalam barrel spuit. Jagalah ujung spuit tertutup
dengan penutup atau jarum
Menyiapkan kulit Cucilah kulit yang terkontaminasi dengan kotoran,
drainase, atau feses menggunakan sabun dan air
Mengurangi pemindahan Lakukan sanitasi tangan sekurang-kurangnya 15 detik
mikroorganisme

Mengambil Obat dari Sediaan Ampul


Prosedur pengambilan larutan obat dari sediaan ampul adalah sebagai berikut:
1. Lakukan sanitasi tangan
2. Ketuklah batang (stem) ampul (Gambar 2A) atau putarlah pergelangan tangan
secara cepat (Gambar 2B) sambil memegang ampul secara vertikal

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 41


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

A B

Gambar 2. Mengetuk batang ampul (A) dan memutar pergelangan tangan secara cepat
sambil memegang ampul secara vertikal (B)

3. Bungkuskanlah bantalan kasa kecil di sekitar leher ampul


4. Lakukan gerakan snapping untuk mematahkan bagian atas ampul sepanjang garis
yang tercetak di leher ampul (Gambar 3)

Gambar 3. Gerakan snapping untuk mematahkan bagian atas ampul

5. Pasanglah jarum (jarum berfilter) ke spuit. Lepaskan penutup jarum dengan menarik
penutup jarum secara lurus
6. Tariklah obat dalam jumlah yang diinginkan, ditambah sedikit lebih banyak (sekitar
lebih dari 30%). Gunakan salah satu cara seperti di Gambar 4 atau Gambar 5

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 42


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Gambar 4. Menarik obat dari ampul posisi tegak

Gambar 5. Menarik obat dari ampul posisi terbalik

7. Tunggu sampai jarum telah ditarik untuk mengetuk spuit dan keluarkan udara
dengan hati-hati dengan menekan tombol plunger
8. Lakukan cuci tangan.

Mengambil Obat dari Vial


Prosedur pengambilan larutan obat dari sediaan vial adalah sebagai berikut:
1. Lakukan sanitasi tangan
2. Bukalah penutup metal atau plastik pada vial yang melindungi sumbat karet,
dianjurkan menggunakan alat seperti gunting
3. Sapulah bagian atas sumbat karet dengan swab antimikroba dan biarkan menjadi
kering
4. Cabutlah penutup jarum dari jarum atau kanula yang tumpul dengan menarik
secara lurus
5. Peganglah plunger spuit hanya di bagian tombol
8. Tariklah udara ke dalam spuit sebanyak dosis obat yang akan diambil
9. Peganglah vial di permukaan yang rata
10. Tusuklah sumbat karet di bagian sentral dengan ujung jarum dan suntikkan udara
yang terukur ke dalam ruang di atas larutan (Gambar 6). Jangan menyuntikkan
udara ke dalam larutan
Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 43
Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Gambar 6. Menyuntikkan udara dengan posisi vial tegak

11. Baliklah vial obat. Jagalah ujung jarum agar berada di bawah permukaan larutan
obat (Gambar 7)

Gambar 7. Memposisikan ujung jarum di dalam larutan

12. Peganglah vial dengan satu tangan dan gunakan tangan yang lain untuk menarik
larutan obat. Sentuhlah plunger spuit hanya di bagian tombol
13. Tariklah jumlah obat sambil memegang spuit secara vertikal dan setinggi mata
(Gambar 8)

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 44


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Gambar 8. Menarik larutan obat dari vial obat setinggi mata dokter

14. Jika gelembung udara menumpuk di dalam spuit, ketuklah laras spuit secara tajam
dan pindahkan jarum melewati cairan ke dalam ruang udara untuk menyuntik
kembali gelembung udara ke dalam vial. Kembalikan ujung jarum ke dalam larutan
dan lanjutkan penarikan obat
15. Setelah dosis yang benar ditarik, cabutlah jarum dari vial dan pasang kembali secara
hati-hati penutup jarum ke jarum. Beberapa fasilitas membutuhkan pergantian
jarum, jika jarum telah digunakan untuk menarik obat, sebelum memberikan obat ke
pasien
16. Lakukan sanitasi tangan.

Injeksi Intramuskular (i.m)


Jalur injeksi intramuskular (i.m.) mendepositkan larutan obat ke dalam jaringan
otot seran lintang yang dalam. Tipe injeksi ini memungkinkan obat diabsorbsi lebih
cepat dibandingkan jalur subkutan.
Injeksi im memerlukan jarum yang lebih panjang dengan gauge yang lebih
besar untuk menembus jaringan otot yang dalam. Kekentalan obat, tempat injeksi, berat
badan pasien, dan jumlah jaringan adiposa memengaruhi pemilihan ukuran jarum.
Pasien dewasa yang kurus memerlukan jarum dengan panjang 5/8-1 inci. Pasien rata-
rata membutuhkan jarum 1 inci. Pasien dengan berat badan lebih dari 70 kg
memerlukan jarum dengan panjang 1-1,5 inci. Pasien dengan berat badan lebih dari 90
kg membutuhkan jarum 1,5 inci.
Panjang jarum yang dianjurkan untuk pasien dewasa berdasarkan tempat injeksi
adalah: m. vastus lateralis 16-25 mm, otot ventrogluteal 38 mm, dan m. deltoideus 25-
38 mm. Panjang jarum yang direkomendasikan untuk bayi adalah 25 mm, balita 25-32
mm, dan anak yang lebih tua 38-51 mm.
Tempat injeksi pada pediatri berbeda berdasarkan usia anak. Tempat injeksi
pada pediatri yang dianjurkan adalah paha anterolateral untuk bayi sampai usia 12
bulan, deltoid pada anak-anak berusia ≥ 18 bulan, dan ventrogluteal untuk anak-anak
semua umur.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 45


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Otot seran lintang kurang peka terhadap obat yang iritatif dan kental. Orang
dewasa normal yang tumbuh dengan baik dapat menolerir secara aman 2-5 ml obat
pada otot yang lebih besar seperti ventrogluteal. Namun demikian, secara klinis tidak
lazim memberikan obat lebih dari 3 ml pada injeksi tunggal karena tubuh tidak dapat
mengabsorbsi obat dengan baik pada dosis tersebut. Pasien tua dan kurus sering hanya
menolerir 2 ml pada injeksi tunggal. Otot bayi yang lebih tua dan anak kecil dapat
menolerir 1 ml obat pada satu tempat. Anak dengan otot yang lebih besar dapat
menolerir maksimal 2 ml obat.
Lakukan pemberian injeksi im sedemikian rupa sehingga jarum tegak lurus
dengan permukaan tubuh dan sedekat-dekatnya ke sudut 90 derajat. Rotasikan tempat
injeksi im untuk menurunkan risiko hipertrofi. Hindari injeksi ke otot yang atrofi,
karena absorbsi obat berlangsung buruk.
Metode Z-track direkomendasikan untuk injeksi im. Metode Z-track merupakan
teknik menarik kulit selama injeksi. Metode ini dapat mencegah kebocoran larutan obat
ke jaringan subkutan, menyegel obat dalam otot, dan meminimalisir iritasi. Untuk
menggunakan metode Z-track, gunakanlah jarum berukuran yang sesuai dengan spuit
dan pilihlah tempat injeksi im. Tempat yang lebih disukai adalah otot yang besar dan
terletak di dalam seperti ventrogluteal. Tariklah kulit dan jaringan subkutan di atas otot
sekitar 2,5-3,5 cm ke lateral dengan sisi ulnar tangan yang non dominan. Tahanlah kulit
di posisi ini sampai injeksi diberikan (gambar 9A).

Gambar 9. Metode Z-track pada injeksi intramuskular

Setelah dilakukan antisepsis di tempat injeksi, injeksikan jarum secara dalam ke


otot. Biarkan jarum dimasukkan selama 10 detik untuk memungkinkan obat tersebar
secara merata. Lepaskan tarikan kulit setelah menarik jarum. Aksi ini akan
meninggalkan jalur zigzag yang menyegel jalur suntikan jarum di tempat bidang

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 46


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

jaringan meluncur melintas satu sama lain (gambar 9B). Obat tersegel dalam jaringan
otot.
Tempat injeksi. Ketika memilih tempat injeksi im, tentukanlah bahwa tempat
tersebut bebas dari nyeri, infeksi, nekrosis, memar, dan lecet. Pertimbangkan juga
lokasi tulang, saraf, dan pembuluh darah di dalamnya, serta volume obat yang akan
diberikan. Otot dorsogluteal tidak direkomendasikan sebagai tempat injeksi karena
lokasi nervus ischiadicus (sciatic nerve). Jika jarum mengenai n. ischiadicus, pasien
dapat mengalami paralisis tungkai parsial atau paralisis tungkai permanen.
Lokasi ventrogluteal. Otot ventrogluteal mencakup m. gluteus medius dan m.
gluteus minimus. Otot ini merupakan tempat injeksi yang aman untuk orang dewasa
dan anak-anak.
Pasien harus berada di salah satu posisi yaitu telentang (supinasi) atau miring
(lateral) untuk melokasikan m. ventrogluteal. Letakkanlah telapak tangan (the heel of
your hand) di atas trochanter major femur pasien dengan pergelangan tangan hampir
tegak lurus dengan femur. Gunakanlah tangan kanan untuk panggul kiri pasien dan
tangan kiri untuk panggul kanan pasien. Arahkan ibu jari tangan ke lipat paha pasien.
Arahkan jari telunjuk ke SIAS (spina iliaca anterior superior) pasien. Bentangkan jari
tengah ke belakang sepanjang crista iliaca pasien ke arah pantat. Jari telunjuk, jari
tengah, dan crista iliaca membentuk segitiga berbentuk V. Tempat injeksi adalah pusat
dari segitiga tersebut (gambar 10A).

Gambar 10. A. Pandangan anatomis tempat injeksi ventrogluteal, B. Injeksi di tempat


ventrogluteal menghindari saraf dan pembuluh darah mayor
Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 47
Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Pasien berbaring miring atau ke belakang sambil memfleksikan lutut dan panggul untuk
merelaksasikan otot ventrugluteal.
Cara lain yang bisa dipakai adalah dengan menarik garis khayal dari SIAS ke os
coccygeus. Daerah injeksi adalah di daerah 1/3 cranial lateral dari garis khayal tersebut.
Musculus vastus lateralis. M. vastus lateralis adalah tempat injeksi lain yang
digunakan pada orang dewasa. Otot ini merupakan tempat yang disukai untuk
pemberian agen biologik (misalnya imunisasi) pada bayi, balita, dan anak-anak. Otot ini
tebal dan berkembang dengan baik. Otot ini terletak di permukaan anterolateral paha.
Otot ini terbentang pada orang dewasa dari seluas tangan di atas lutut sampai seluas
tangan di bawah trochanter major femur (gambar 11A).

Gambar 11. A. Penanda untuk tempat m. vastus lateralis, B. Pemberian injeksi im di


tempat vastus lateralis

Gunakan 1/3 tengah otot untuk injeksi. Untuk merelaksasikan otot ini, minta pasien
berbaring telentang dengan lutut sedikit fleksi dan kaki terputar ke luar atau mengambil
posisi duduk.
Musculus deltoideus. Meskipun m. deltoideus merupakan tempat yang mudah
diakses, otot ini dapat tidak berkembang dengan baik pada banyak orang dewasa.
Gunakan lokasi injeksi ini untuk volume obat yang kecil (2 ml atau kurang), pemberian
imunisasi rutin pada balita, anak-anak yang lebih tua, dan orang dewasa, atau ketika
tempat lain tidak bisa diakses.
Lokasikan m. deltoideus dengan memaparkan sepenuhnya lengan atas dan bahu
pasien. Minta pasien merelaksasikan lengannya di sisi atau dengan menyokong lengan
pasien dan memfleksikan siku. Jangan menggulung baju ketat apapun. Persilakan
pasien untuk duduk, berdiri, atau berbaring. Palpasi tepi bawah processus acromialis.
Processus acromialis membentuk dasar segitiga pada garis dengan titik tengah
permukaan lateral lengan atas. Tempat injeksi adalah bagian pusat segitiga, sekitar 3-5
cm di bawah processus acromialis (Gambar 12A). Lokasikan apeks segitiga dengan
menempatkan 4 jari menyilang m. deltoideus dengan jari telunjuk di sepanjang
processus acromialis. Tempat injeksi adalah lebar 3 jari di bawah processus acromialis
(Gambar 12B).

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 48


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Gambar 12. A. Penanda lokasi musculus deltoideus, B. Pemberian injeksi


intramuskular di lokasi musculus deltoideus

Pelaksanaan. Urutan pelaksanaan injeksi im adalah sebagai berikut:


1. Lakukan informed consent pada pasien
- Jelaskan tujuan tindakan injeksi im yang akan dilakukan, prosedurnya,
manfaatnya, kerugian (efek sampingnya), obatnya
- Sampaikan kepada pasien bahwa injeksi dapat menimbulkan rasa
ketidaknyamanan, misalnya rasa sedikit terbakar atau menyengat
- Jelaskan kepada pasien beberapa tempat suntikan yang bisa dilakukan
- Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
- Minta persetujuan pasien secara lisan untuk dilakukan tindakan injeksi im
2. Jika pasien menyetujui tindakan injeksi, tanyakan riwayat alergi obat
3. Lakukan sanitasi tangan
4. Siapkan bahan dan peralatan injeksi im:
- Satu set spuit injeksi + jarum disposable steril sesuai ukuran
- Jarum steril (pengganti) 1 buah dengan panjang dan gauge yang sesuai
(opsional)
- Kapas atau kasa + larutan alkohol 70%
- Bantalan kasa steril 1 buah
- Sarung tangan yang bersih
- Larutan obat sediaan injeksi im dalam bentuk vial atau ampul
- Bengkok 1 buah
- Gunting (bila diperlukan)
- Kotak sampah medis antibocor
- Obat lifesaving seperti larutan adrenalin 1/1000, larutan dexametason, larutan
antihistamin
- Peralatan tindakan gawat darurat bila diperlukan.
5. Pasang jarum pada spuit sekuat-kuatnya. Periksa keutuhan pompa spuit dengan
mendorong dan menarik spuit beberapa kali. Pastikan tidak terjadi kebocoran di
sambungan jarum spuit dan pangkal pompa spuit
6. Masukkan larutan obat dari vial atau ampul ke dalam spuit (lihat cara mengambil
obat dari ampul dan vial)
7. Lakukan sanitasi tangan dan pasanglah handschoen yang bersih
Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 49
Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

8. Persilahkan pasien menuju ke bed (disesuaikan dengan posisi pasien pada saat
diinjeksi, misalnya apabila posisi pasien berbaring. Apabila posisi pasien duduk,
pasien dibolehkan untuk duduk di kursi)
9. Minta pasien melepaskan (membuka) kain penutup di tempat suntikan
10. Pilih tempat suntikan yang tepat. Perhatikan integritas dan ukuran otot. Palpasi
apakah ada rasa nyeri tekan atau bagian yang keras. Jika ada, hindari area tersebut.
Jika pasien sering disuntik, rotasikan tempat injeksi. Gunakan ventrogluteal jika
memungkinkan
11. Bantu pasien ke posisi yang nyaman. Posisi pasien bergantung pada tempat
suntikan yang dipilih (misalnya duduk, berbaring telentang, miring, atau tengkurap)
12. Relokasikan kembali tempat injeksi menggunakan penanda anatomik
13. Bersihkan tempat injeksi dengan usapan antiseptik. Lakukan usapan di pusat
tempat injeksi dan rotasikan ke arah luar dalam arah melingkar sekitar 5 cm
14. Lepaskan penutup jarum dengan menarik secara lurus
15. Pegang spuit di antara ibu jari dan telunjuk tangan yang dominan
16. Lakukan injeksi dengan teknik Z-track:
a. Posisi sisi ulnar tangan dokter yang tidak dominan berada tepat di bawah
tempat injeksi dan tarik kulit ke lateral sekitar 2,5-3,5 cm. Pertahankan posisi
tersebut sampai obat diinjeksikan. Injeksikan jarum secara cepat dengan tangan
yang dominan (Gambar 9A)
b. Pilihan: jika massa otot kecil, pegang venter otot di antara ibu jari dan telunjuk
c. Setelah jarum menembus kulit dan sampai ke otot, dengan tangan tidak
dominan masih menarik kulit, pegang ujung bawah barrel spuit dengan jari-jari
tangan non dominan untuk menstabilkan spuit. Gerakkan tangan yang dominan
ke ujung plunger spuit. Hindari menggerakkan spuit
d. Tarik plunger spuit ke belakang 5-10 detik. Jika tidak ada darah yang muncul,
suntikkan obat secara lambat dengan kecepatan 10 detik/ml
e. Tunggu 10 detik, tarik jarum secara halus dan mantap, lepaskan tarikan kulit,
dan tempelkan kasa secara lembut di atas tempat injeksi.

Injeksi juga dapat dilakukan tanpa teknik Z-track, yaitu:


- Regangkan kulit secara rata di antara 2 jari dan pertahankan ketegangan kulit
untuk insersi jarum
- Tusukkan jarum secara cepat ke dalam jaringan dengan posisi jarum tegak lurus
terhadap permukaan tubuh pasien.
- Segera setelah jarum berada di tempatnya, gunakanlah ibu jari dan telunjuk
tangan non dominan untuk memegang ujung bawah spuit. Pindahkan tangan
dominan dokter ke ujung plunger
- Tariklah plunger spuit ke belakang 5-10 detik
- Jika tidak ada darah yang muncul, suntikkan larutan secara lambat (10 detik/ml
obat)
- Tarik jarum secara halus dan mantap pada sudut yang sama ketika jarum
dimasukkan

17. Lakukan tekanan lembut dengan kasa ke tempat suntikan. Jangan memijat tempat
suntikan. Pasang perban jika diperlukan
18. Bantu pasien ke posisi yang nyaman

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 50


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

19. Buang jarum dan spuit ke dalam wadah sampah medis antibocor
20. Lepaskan sarung tangan dan lakukan sanitasi tangan
21. Tetap bersama pasien selama beberapa menit dan observasi keberadaan reaksi
alergi.

Evaluasi. Tunggu sekitar 15 menit untuk mengevaluasi kondisi penderita.


1. Tanyakan apakah pasien merasakan nyeri akut, terbakar, mati rasa, atau kesemutan
di tempat injeksi
2. Inspeksi tempat injeksi, perhatikan keberadaan memar atau indurasi. Jika ada,
lakukan kompres hangat di tempat injeksi

Injeksi Intrakutan/Intradermal (ic/id)


Teknik injeksi ini sering digunakan untuk tes kulit (skin test, misalnya skrining
tuberculosis dan tes alergi) dan pemberian imunisasi BCG. Teknik ini relatif lebih sulit
dibandingkan teknik injeksi intramuskular. Skin test sering membutuhkan inspeksi
tempat tes secara visual sehingga tempat injeksi intradermal (i.d.) harus bebas dari lesi
dan jejas dan relatif tidak berambut. Lokasi tempat i.d. yang ideal adalah kulit di regio
antebrachii anterior sisi medial (the inner forearm) dan regio dorsum superior (upper
back).
Teknik injeksi intrakutan ini lebih mudah menggunakan spuit injeksi kecil
dengan ukuran 1 ml (spuit tuberculin) dengan jarum pendek (3/8-5/8 inci, 25-27 gauge).
Sudut penusukan jarum adalah 5-15 derajat (lihat Gambar 1). Hanya sejumlah kecil
obat yang diinjeksikan secara intradermal (0,01-0,1 ml). Jika gelembung (bleb) tidak
muncul atau tempat injeksi berdarah setelah jarum ditarik, maka kemungkinan obat
telah masuk ke dalam jaringan subkutan. Dalam keadaan demikian, hasil tes kulit
menjadi tidak valid.
Perlengkapan injeksi intrakutan:
1. Spuit 1 ml dengan jarum 3/8-5/8 inci, 25-27 gauge
2. Gauze pad yang kecil
3. Alcohol swab
4. Obat dalam vial atau ampul
5. Sarung tangan bersih
6. Medical record
7. Puncture-proof container.
Prosedur injeksi intrakutan (Gambar 13):
1. Persiapkan peralatan dan vial/ampul cairan obat
2. Jelaskan tujuan pemberian obat, aksi dan kemungkinan efek samping obat. Berikan
kesempatan pasien untuk mengajukan pertanyaan. Beritahukan bahwa injeksi akan
menyebabkan rasa terbakar atau tersengat yang ringan
3. Lakukan higiene tangan dan pasanglah sarung tangan yang bersih.
4. Tentukan tempat injeksi yang tepat.
5. Bantulah pasien pada posisi yang nyaman. Pasien dapat duduk atau berbaring,
lengan bawah disokong di tempat yang rata.
6. Bersihkan tempat injeksi dengan swab antiseptik misalnya dengan kapas alkohol
70%.
7. Rentangkan kulit tempat injeksi dengan jari telunjuk atau ibu jari tangan

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 51


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

8. Tusukkan jarum secara lambat ke kulit dengan sudut 5-15 derajat sampai terasa
tahanan. Jarum ditusukkan melalui epidermis sekitar 3 mm di bawah permukaan
kulit. Jarum ditusukkan sedekat-dekatnya dengan permukaan kulit dan dipertahankan
sejajar (paralel) dengan permukaan kulit. Dorong pompa spuit untuk mengalirkan
cairan obat tanpa melakukan aspirasi terlebih dahulu. Jika ujung jarum yang
ditusukkan benar masuk ke dalam kulit (intrakutan), maka segera setelah cairan obat
masuk akan terbentuk gelembung kecil (bleb) di ujung jarum pada kulit tersebut dan
tanpa perdarahan. Penekanan atau pemijatan bagian gelembung yang terbentuk tidak
dianjurkan pada injeksi untuk imunisasi BCG atau tes kulit. Pada tes kulit, buatlah
lingkaran dengan diameter 5 cm mengelilingi tempat injeksi tadi, dan tunggu sekitar
5-10 menit untuk melihat reaksi yang terjadi. Pada tes TB, hasil dibaca setelah 48-72
jam
9. Buang spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke
wadah sampah medis antibocor. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan vial
cairan obat.

Gambar 13. Injeksi intrakutan membentuk gelembung (bleb) yang kecil

Injeksi Subkutan
Teknik injeksi ini hampir serupa dengan teknik injeksi intrakutan. Perbedaannya
hanya pada ukuran spuit dan jarum injeksi, serta tempat injeksinya. Teknik injeksi ini
dapat dilakukan pada lengan atas (regio brachium) sebelah extensor dan pada daerah
belakang paha sebelah lateral (regio femoralis posterior lateral). Teknik ini dapat
menggunakan spuit ukuran 2, 3, atau 5 cc dengan ukuran jarum ½ sampai 1 inci (no. 22
gauge atau lebih kecil). Teknik ini biasanya dilakukan untuk pemberian obat-obatan
tertentu seperti epinefrin atau adrenalin pada terapi asma bronkhiale akut atau pada
keadaan shock.

Prosedur (pada lengan atas sebelah ekstensor lihat Gambar 14)


1. Persiapkan peralatan dan vial cairan obat, namun jumlah cairan obat yang diaspirasi
dari vial obat hanya 1 cc.
2. Persiapkan naracoba untuk serelaks mungkin, posisi dapat duduk atau berbaring,
lengan dalam posisi pronasi sehingga bagian ekstensor naracoba menghadap
operator.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 52


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

3. Lakukan tindakan asepsis dengan kapas alkohol 70% pada daerah yang dipilih
untuk injeksi, kira-kira 10 cm di atas siku.
4. Pegang kulit pada bagian yang ditentukan dengan tangan kiri seperti mencubit (lihat
Gambar 14) agar permukaan kulit terangkat. Tusukkan spuit + jarum pada kulit
yang terangkat di antara 2 jari tangan kiri tadi dengan arah miring sampai kira-kira
ujung jarum masuk ke lapisan subkutis (jaringan hipodermis). Tarik sedikit pompa
spuit untuk melakukan aspirasi, untuk memastikan jarum tidak menembus
pembuluh darah, lalu dorong pompa spuit untuk mengalirkan cairan obat sampai
habis secara perlahan. Cabut spuit + jarum lalu lepaskan pegangan tangan kiri,
kemudian hapus tempat bekas suntikan dengan kapas alkohol 70%.
5. Buang spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke
wadah sampah medis antibocor. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan vial
cairan obat.

Gambar 14. Teknik injeksi subkutan

Injeksi Intravena
Teknik injeksi ini digunakan pada keadaan dimana efek obat diperlukan secepat
mungkin. Oleh karena obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah tanpa melalui
perantaraan jaringan lain, maka teknik injeksi ini relatif mempunyai komplikasi yang
lebih besar daripada teknik injeksi lainnya. Tempat yang lazim dipilih adalah vena
mediana atau basilika pada lengan bawah volar dan vena-vena pada dorsum manus,
vena malleolaris anterior pada dorsum pedis, vena-vena pada tungkai dan vena
femoralis. Teknik ini dapat menggunakan spuit ukuran 2, 3, atau 5 cc dengan ukuran
jarum 1¼ atau 1½ inchi.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 53


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

Prosedur (Gambar 15, injeksi pada vena mediana atau basilica dan vena malleolaris
anterior)
1. Persiapkan peralatan dan vial cairan obat, jumlah cairan obat yang diaspirasi dari
vial obat hanya 1 cc.
2. Persiapkan naracoba untuk serelaks mungkin, posisi dapat duduk atau berbaring,
lengan dalam posisi supinasi dan sedikit fleksi pada sendi siku.
3. Pasang torniquet pada lengan atas untuk membendung vena basilika dan vena
mediana. Identifikasi penonjolan vena tersebut dan kemudian lakukan tindakan
asepsis dengan kapas alkohol 70% pada kulit di atas vena tersebut
4. Tusukkan spuit + jarum pada kulit di atas vena tersebut dengan arah jarum
diusahakan separalel mungkin dengan vena.
5. Segera setelah ujung jarum masuk ke dalam lumen vena dan darah masuk dan
bercampur dengan cairan obat di dalam spuit, lepaskan torniquet.
6. Dorong pompa spuit untuk mengalirkan cairan obat secara perlahan-lahan.
7. Persiapkan kapas alkohol 70%, lalu dengan hati-hati cabut spuit + jarum dari vena.
Bersamaan ujung jarum lepas dari vena, tempelkan kapas alkohol 70% untuk
mencegah darah keluar, lalu tekan beberapa saat.
8. Lipat siku naracoba, dan minta naracoba memegang dan menekan kapas alkohol
70% tadi. Pertahankan posisi ini selama kurang lebih 5 menit agar luka tusukan
menutup dengan sendirinya akibat proses koagulasi.
9. Buang spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke
wadah sampah medis antibocor. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan vial
cairan obat.

Gambar 15. Teknik injeksi intravena

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 54


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

CHECKLIST INJEKSI DENGAN TEKNIK INTRAMUSKULAR (I.M.)


NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI 0 1 2
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Melakukan informed consent
3. Menanyakan riwayat alergi obat
4. Mencuci tangan
5. Menyiapkan bahan dan alat: spuit (plastik pembungkus dibuka
pada salah satu sisinya), kapas/kasa beralkohol, obat (cairan),
sarung tangan bersih, dan bengkok, serta obat lifesaving
6. Memasang jarum ke spuit dan memeriksa keutuhan pompa
spuit
7. Memasukkan larutan obat dari vial/ampul ke dalam spuit
8. Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan jari)
dan mendorong pompa spuit sampai cairan obat keluar sedikit
melalui jarum, serta memastikan sampai volume obat yang
diinginkan
9. Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan bersih
10. Meminta pasien untuk menuju ke bed atau kursi
11. Meminta pasien melepaskan (membuka) kain penutup di
tempat suntikan
12. Memilih tempat suntikan yang tepat
13. Membantu pasien ke posisi nyaman dan rileks
14. Melakukan antisepsis pada daerah suntikan
15. Melakukan injeksi di tempat suntikan dengan teknik Z-track
atau teknik non Z-track
16. Mencabut jarum secara halus dan mantap pada sudut yang
sama ketika jarum dimasukkan, dan menekan bekas suntikan
dengan lembut dengan kasa
17. Membuang jarum, spuit dan kapas yang sudah dipakai ke
dalam tempat sampah medis antibocor
18. Melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan
19. Mengevaluasi pasien dalam waktu 15 menit

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 55


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

CHECKLIST INJEKSI DENGAN TEKNIK INTRAKUTAN

NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI 0 1 2
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Melakukan informed consent
3. Menanyakan riwayat alergi obat
4. Mencuci tangan
5. Menyiapkan bahan dan alat: spuit (plastik pembungkus dibuka
pada salah satu sisinya), kapas/kasa beralkohol, obat (cairan),
sarung tangan bersih, dan bengkok, serta obat life saving
6. Memasang jarum dan memeriksa keutuhan pompa spuit
7. Memasukkan larutan obat dari vial/ampul ke dalam spuit
8. Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan
jari) dan mendorong pompa spuit sampai cairan obat ke luar
sedikit melalui jarum, serta memastikan sampai volume obat
yang diinginkan
9. Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan bersih
10. Meminta pasien untuk menuju ke bed atau kursi
11. Menentukan tempat injeksi yang tepat, misalnya lengan bawah
anterior sisi medial. Menyiapkan pasien dengan posisi lengan
lurus, bagian anterior lengan bawah pasien menghadap dokter
12. Melakukan antisepsis di daerah injeksi
13. Menusukkan jarum spuit ke kulit dengan sudut 5-15 derajat.
Setelah masuk kulit, posisi jarum disejajarkan dengan
permukaan kulit dan ditusukkan sepanjang ± 3 mm
14. Memasukkan cairan obat ke intrakutan dan mengevaluasi obat
masuk ke intrakutan (terbentuk gelembung kecil di kulit).
Jangan menekan atau memijat bagian gelembung yang
terbentuk.
15. Mencabut spuit + jarum dengan hati-hati
16. Membuang spuit dan kapas yang sudah dipakai ke dalam
wadah sampah medis antibocor, lalu memeriksa kelengkapan
alat
17. Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
18. Menginterpretasi hasil injeksi intrakutan
19. Mengevaluasi efek samping obat pada pasien dalam waktu 15
menit.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 56


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

CHECKLIST INJEKSI DENGAN TEKNIK SUBCUTAN (S.C.)

NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Melakukan informed consent
3. Menanyakan riwayat alergi obat
4. Mencuci tangan
5. Menyiapkan bahan dan alat: spuit (plastik pembungkus dibuka
pada salah satu sisinya), kapas/kasa beralkohol, obat (cairan),
sarung tangan bersih, dan bengkok, serta obat lifesaving
6. Memasang jarum ke spuit dan memeriksa keutuhan pompa
spuit
7. Memasukkan larutan obat dari vial/ampul ke dalam spuit
8. Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan
jari) dan mendorong pompa spuit sampai cairan obat keluar
sedikit melalui jarum, serta memastikan sampai volume obat
yang diinginkan
9. Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan bersih
10. Meminta pasien untuk menuju ke bed atau kursi
11. Mempersiapkan pasien, posisi duduk/berbaring dengan posisi
lengan dalam keadaan pronasi.
12. Melakukan antisepsis dengan kapas alkohol 70% pada lengan
kira-kira 10 cm di atas siku
13. Memegang kulit dengan cara mencubit dengan tangan kiri.
14. Memasukkan jarum antara dua jari tangan kiri dengan arah
miring sampai lapisan subcutan. Melakukan aspirasi dan
mengalirkan obat dengan perlahan-lahan
15. Mencabut spuit + jarum dan melakukan antisepsis pada bekas
suntikan
16. Membuang spuit dan kapas yang sudah dipakai ke dalam
tempat sampah medis antibocor, lalu memeriksa kelengkapan
alat
17. Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
18. Mengevaluasi pasien dalam waktu 15 menit

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 57


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

CHECKLIST INJEKSI DENGAN TEKNIK INJEKSI INTRAVENA (I.V.)

NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Melakukan informed consent
3. Menanyakan riwayat alergi obat
4. Mencuci tangan
5. Menyiapkan bahan dan alat: spuit (plastik pembungkus dibuka
pada salah satu sisinya), kapas/kasa beralkohol, obat (cairan),
sarung tangan bersih, dan bengkok, serta obat lifesaving
6. Memasang jarum ke spuit dan memeriksa keutuhan pompa
spuit
7. Memasukkan larutan obat dari vial/ampul ke dalam spuit
8. Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan
jari) dan mendorong pompa spuit sampai cairan obat keluar
sedikit melalui jarum, serta memastikan sampai volume obat
yang diinginkan
9. Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan bersih
10. Meminta pasien untuk menuju ke bed atau kursi
11. Memasang torniquet pada lengan atas pasien
12. Memilih tempat suntikan yang tepat
13. Melakukan tindakan antisepsis pada daerah vena yang disuntik
dengan kapas alkohol
14. Memasukkan spuit + jarum pada kulit di atas vena tersebut.
15. Melepaskan torniquet
16. Mendorong pompa spuit
17. Mencabut spuit + jarum dengan hati-hati
18. Membuang spuit & kapas yang sudah dipakai ke dalam wadah
sampah medis antibocor, lalu memeriksa kelengkapan alat
19. Melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan
20. Mengevaluasi pasien dalam waktu 15 menit

Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tetapi tidak benar
2 = dilakukan dengan benar

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 58


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

PEMERIKSAAN RUMPLE LEED (RUMPLE LEED TEST)

Pemeriksaan Rumple Leed (RL test) bertujuan untuk mendeteksi kelainan


vaskuler dan trombosit. Pasien dengan kelainan vaskuler biasanya datang dengan
perdarahan kulit. Kelainan kulit yang tampak biasanya berupa petekie dan purpura.
Akan tetapi ada juga pasien yang tidak menunjukkan kelainan kulit, sehingga perlu
dideteksi dengan RL test.
Tes Rumple Leed atau dikenal juga dengan percobaan pembendungan atau uji
tourniquet adalah salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan dalam bidang
hematologi. Prosedur ini diberikan kepada mahasiswa agar mereka dapat memahami
bahwa tes RL dapat dipakai untuk menguji ketahanan kapiler dan fungsi trombosit,
sehingga dapat menjadi salah satu cara diagnostik mengetahui adanya kelainan dalam
proses hemostasis primer atau pada pasien dengan tendensi perdarahan. Ketahanan
kapiler dapat menurun pada penderita dengue hemorrhagic fever (DHF), ITP, purpura,
dan scurvy.
Walaupun tes ini tidak memiliki spesifikasi yang tinggi, namun WHO
merekomendasikan tes ini untuk membantu diagnosis DHF:
Cara melakukan tes Rumple Leed:
1. Penderita dalam posisi berbaring
2. Pasang manset dengan ukuran yang sesuai pada lengan kanan bagian atas
3. Periksa tekanan darah sistolik dan diastolik penderita
4. Tentukan ukuran tekanan yang berada di antara sistolik dan diastolik
5. Pompa kembali tensimeter pada tekanan yang telah ditentukan (point 4)
6. Biarkan selama 5-10 menit (jangan sampai tekanan turun atau naik)
7. Buka pompa setelah prosedur 6 selesai
8. Lihat pada lengan bawah bagian volar, apakah terdapat bintik-bintik kemerahan
dalam diameter 5 cm.
9. Melakukan interpretasi hasil.

Interpretasi hasil tes Rumple Leed:


Pada pemeriksaan terdapat > 20 petekie pada daerah lengan bawah dengan
diameter 2,8 cm, maka dinyatakan anak positif DHF.
Kriteria: (+) jumlah petekhie ≥ 20
(±) jumlah petekhie 10-20
(-) jumlah petekhie ≤ 10

Tes tourniquet mempunyai nilai yang rendah dalam diagnosis infeksi demam
Dengue di rumah sakit, namun ketika digunakan pada komunitas, hasil positif dari tes
tourniquet sangat membantu dalam memprediksi adanya infeksi Dengue, tetapi hasil
yang negatif dari tes tourniquet tidak menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi
Dengue.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 59


Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler

CHECKLIST PEMERIKSAAN RUMPLE LEED


NILAI
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien atau
orang tua pasien
3 Meminta persetujuan pasien
4 Meminta pasien untuk berbaring, rileks dan tenang
5 Mencuci tangan secara aseptik dan mengeringkannya
6 Memasang manset pada lengan kanan atas pasien sesuai
dengan usia
7 Memeriksa tekanan darah pasien (menentukan besarnya
tekanan sistolik dan diastolik)
8 Menentukan ukuran tekanan yang berada di antara tekanan
sistolik dan diastolik
9 Memompa kembali tensimeter sampai air raksa berhenti pada
tekanan yang telah ditentukan (point 8). Biarkan selama 5-10
menit (jaga jangan sampai tekanan turun/naik drastis)
10 Membuka udara dari pompa tensimeter dan melihat pada
lengan bawah bagian volar, apakah terdapat bintik-bintik
kemerahan dalam diameter 2,8 cm.
11 Melepas manset dari lengan pasien
12 Memberitahu bahwa pemeriksaan sudah selesai dan
mempersilakan pasien untuk duduk
11 Mencuci tangan secara aseptik dan mengeringkannya
12 Melakukan interpretasi hasil
13 Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada pasien/keluarga
14 Mengucapkan salam penutup

Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tetapi tidak benar
2 = dilakukan dengan benar

Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2022/2023 60

Anda mungkin juga menyukai