Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Teknik Mesin, Vol. 19, No. 2, Oktober 2022, 45–50 DOI: 10.9744/jtm.19.2.

45–50
ISSN 1410-9867 print / ISSN 2656-3290 online

Implementasi FMEA untuk Peningkatan Produktifitas di PT. X

Didik Wahjudi1*, Andrew Cahyadi2


1,2 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra
Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236, Indonesia
* Penulis korespondensi; dwahjudi@petra.ac.id

ABSTRAK

PT. X yang merupakan perusahaan berskala internasional memiliki dua tipe mesin untuk
proses produksinya, yaitu mesin maker dan mesin combiner. Untuk dapat bersaing dengan
perusahaan lainnnya, PT. X dituntut untuk meningkatkan produktifitas mesinnya untuk
memenuhi demand yang ada. Metode failure mode and effect analysis (FMEA) telah banyak
diterapkan untuk mengelola risiko. Dalam penelitian ini, FMEA dipakai untuk memprioritaskan
pemborosan (waste) mana yang paling mengganggu produktifitas mesin combiner berdasarkan
wawancara dengan pihak pengelola perusahaan. Selanjutnya, metode Fishbone diagram dan 5-
whys dipakai untuk mengidentifikasi akar permasalahan yang menghambat produktifitas mesin
combiner tersebut. Wawancara lanjutan dilakukan untuk mendapatkan countermeasure dari
setiap akar permasalahan yang diperoleh. Pada bagian akhir, pihak manajemen perusahaan
diminta untuk memberikan penilaian pada WPN akhir dari setiap permasalahan yang
teridentifikasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif solusi yang telah diambil.
Penurunan signifikan pada WPN menunjukkan efektifitas dari countermeasure untuk mening-
katkan produktifitas mesin combiner.

Kata kunci: Produktifitas, waste priority number, failure mode and effect analysis (FMEA),
analisis akar permasalahan.

ABSTRACT

PT. X, a global manufacturing company, has two types of machines for its production process,
namely maker machines and combiner machines. To be able to compete with other companies, PT.
X is required to increase the productivity of the machines to meet the existing demand. The failure
mode and effect analysis (FMEA) method has been widely applied to manage risk. In this study,
FMEA is used to prioritize which waste most disrupts the productivity of the combiner machine
based on interviews with company managers. Furthermore, Fishbone diagram and 5-whys method
are used to identify the root causes that hinder the productivity of the combiner machine. Follow-up
interviews were conducted to obtain countermeasures from each root cause. At the end, the company
management is asked to provide the final WPN scores for each identified problem. It aims to find
out how effective the solution that has been taken is. A significant decrease in WPN indicates the
effectiveness of the countermeasure in increasing the productivity of the combiner machine.

Keywords: Productivity, waste priority number, failure mode and effect analysis (FMEA), root
cause analysis.

PENDAHULUAN perusahaan pasti membutuhkan sumberdaya. Bila


aktifitas tersebut tidak menghasilkan value bagi
Produktifitas merupakan salah satu daya saing pelanggannya, maka kegiatan tersebut termasuk
perusahaan yang harus dijaga terus menerus. Salah dalam kategori pemborosan.
satu penghambat dari produktifitas dari sebuah Pemborosan merupakan suatu aktifitas yang
perusahaan adalah pemborosan (waste). Perusahaan membutuhkan sumberdaya tetapi tidak menghasil-
perlu memahami apa yang dibutuhkan oleh pelang- kan value bagi pelanggan. [1] mengklasifikasikan
gan dari produk atau layanannya. Dengan demikian, pemborosan menjadi dua tipe. Tipe 1 adalah pem-
perusahaan dapat memakai sumberdaya yang di- borosan yang tidak dapat dihindarkan, misalnya
milikinya untuk menciptakan value bagi pelanggan- inspeksi atau pemberian persetujuan. Pemborosan
nya. Setiap aktifitas yang dilakukan oleh sebuah tipe 2 adalah pemborosan yang dapat dihilangkan

45
Jurnal Teknik Mesin, Vol. 19, No. 2, Oktober 2022, pp. 45-50

tanpa menyebabkan dampak negatif, misalnya cacat [7] mengusulkan metode yang menggunakan
produk. Pada awalnya [2] mengusulkan 7 macam FMEA untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan
pemborosan, yaitu defect (kecacatan), over-production waste dan menyebutnya waste-FMEA (W-FMEA).
(produksi berlebihan), waiting (menunggu), trans- Dalam metode ini, waste diurutkan berdasarkan
porttasi, inventory (stok), motion (pergerakan), dan waste priority number (WPN). WPN merupakan hasil
extra-processing (pemrosesan berlebih). Belakangan perkalian dari tingkat keparahan dampak waste (S),
[3] mengusulkan pemborosan yang ke delapan, yaitu peluang terjadinya waste (O), dan efektivitas pengen-
non-utilized talent (kemampuan yang tidak terpakai). dalian untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya
Beberapa penelitian sudah menemukan cara untuk waste (D). Berdasarkan jangkauannya, WPN diklasi-
mengurangi pemborosan ini, sekaligus meingkatkan fikasikan menjadi kategori rendah, sedang, dan
produktifitas perusahaan. [4] mengusulkan metode tinggi [7].
yang diberi nama visual stream mapping (VSM), Analisis penyebab permasalahan (root cause
sedangkan [5] mengusulkan pemakaian waste iden- analysis) biasanya dilakukan dengan memakai Fish-
tification diagram (WID) untuk mengidentifikasi bone diagram dan metode 5-whys. Fishbone diagram
waste. Untuk perusahaan yang belum memiliki pen- memberikan pendekatan terhadap penyelesaian
catatan data yang lengkap, kedua metode di atas masalah yang bersifat kualitatif secara lebih ter-
sulit diterapkan. Oleh karena itu, dalam penelitian struktur. Fungsi utama diagram ini adalah untuk
ini penulis memakai metode berbasis failure mode memfasilitasi diskusi yang dapat mengidentifikasi
and effect analysis (FMEA) yang dipadukan dengan akar penyebab atau penyebab utama permasalahan.
metode 5-whys untuk memprioritaskan pemborosan Fishbone diagram yang juga seringkali disebut se-
mana yang paling kritis dan mengusulkan solusi bagai diagram sebab-akibat memberikan analisis
terhadap permasahalan tersebut. penyebab melalui brainstorming yang lebih ter-
Dalam penelitian ini, akar permasalahan ter- struktur dan menjadi awal untuk melakukan ana-
hadap rendahnya produktifitas mesin combiner akan lisis lebih mendalam. Akar permalasalahan biasanya
diidentifikas dengan memakai Fishbone diagram dikategorikan menjadi 5M + 1E, yaitu man, machine,
dan metode 5-whys. Selanjutnya, FMEA akan di- method, material, measurement, dan environment.
pakai untuk menentukan tingkat permasalahan 5-whys merupakan metode lain yang sering di-
yang menghambat produktifitas mesin combiner. gunakan untuk mengidentifikasi akar permasalah-
Setelah tingkat permasalahan didapatkan, peneliti an. Cara ini menghasilkan investigasi yang lebih
akan mewawancarai pengelola pabrik untuk me- mendalam dan biasanya digunakan bersamaan
nentukan countermeasure yang dapat meningkatkan dengan Fishbone diagram. Dengan mengajukan
produktifitas mesin combiner. Keefektifan imple- pertanyaan “why” 5 kali secara berturut-turut, kita
mentasi dari countermeasure akan dilihat dengan dapat menemukan inti penyebab permasalahan dan
membandingkan waste priority number (WPN) awal akar penyebab permasalahan juga menjadi lebih
dengan WPN akhir. Penurunan WPN yang besar mudah terlihat [8].
menunjukkan countermeasure yang diusulkan sudah
efektif. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE Identifikasi jenis-jenis waste dilakukan melalui


observasi di lantai produksi P.T. X. Hasil observasi
Failure mode and effect analysis (FMEA) me- kemudian dikonfirmasi melalui wawancara dengan
rupakan metode untuk mendeteksi dan menghindari pihak perusahaan untuk menentukan WPN dan
masalah terkait produk dan proses sebelum terjadi akar penyebab terjadinya waste. Sebelum melaku-
[6]. Awalnya, FMEA digunakan untuk menyelesai- kan wawancara dengan para narasumber, peneliti
kan masalah terkait keselamatan. Saat ini, FMEA mengembangkan table kriteria penilaian untuk
sudah digunakan untuk menyelesaikan beberapa masing-masing skor 1−10 pada indeks severity,
masalah yang berkaitan dengan peningkatan kuali- occurrence, dan detection yang sesuai dengan situasi
tas, keterlambatan proyek, dan keandalan [7]. FMEA di lapangan. Hal ini perlu dilakukan agar hasil
mengurutkan tingkat kekritisan atau prioritas peniliaian lebih obyektif. Tabel kriteria penilaian
masalah berdasarkan risk priority number (RPN), indeks severity, occurrence, dan detection diberikan
yang merupakan perkalian dari indeks severity, pada Tabel 1, 2, dan 3.
occurence, dan detection [7]. Indeks severity meng- Hasil analisis akar penyebab permasalahan
ukur dampak kegagalan ketika hal itu terjadi, dengan memakai Fishbone diagram dan metode 5-
sedangkan indeks occurence menggambarkan ke- whys diberikan pada Gambar 1. Ada 12 jenis akar
mungkinan atau frekuensi penyebab kegagalan itu penyebab tidak produktifnya mesin combiner yang
terjadi. Terakhir, indeks detection menunjukkan teridentifikasi melalui observasi di lapangan dan
efektivitas kontrol untuk mendeteksi atau mencegah wawancara. Selanjutnya, delapan orang staf menjadi
mode kegagalan tersebut. Ketiga indeks ini memiliki narasumber untuk memberikan penilaian pada
skala dari 1 hingga 10. severity, occurrence, dan detection dari 12 poin

46
Wahjudi: Implementasi FMEA untuk Peningkatan Produktifitas di PT.X

penyebab belum maksimalnya produktifitas mesin prioritas tinggi dan sedang. Terdapat penurunan
combiner. Untuk mendapatkan nilai WPN, hasil siginifikan pada skor WPN akhir dibandingkan
penilaian indeks severity, occurrence, dan detection dengan WPN awal. Dengan demikian, adanya coun-
dari wawancara dengan delapan staf dirata-rata, termeasure untuk setiap permasalahan tersebut di-
dikalikan dan dibulatkan ke atas. Selanjutnya waste harapkan dapat meningkatkan produktifitas mesin
dipilah berdasarkan kategori tinggi, sedang dan combiner terutama melalui peningkatan pada availa-
rendah. Nilai WPN tertinggi didapat sebesar 315 dan bility mesin.
terendah sebesar 56. Dengan demikian, tiga klasifi-
kasi yang didapat sebagai berikut: Tabel 2. Kriteria penilaian occurrence
• WPN tinggi : 228 – 315 Nilai Klasifikasi Deskripsi
• WPN sedang : 142 − 228 10 Hampir pasti Kejadian hampir pasti terjadi
• WPN rendah : 56 – 142 terjadi hampir setiap hari (< 6x dalam 1
minggu)
Tabel 1. Kriteria penilaian severity 9 Sangat tinggi Angka kemunculan kejadian
sangat tinggi (< 4x dalam 1
Nilai Klasifikasi Deskripsi
minggu)
10 Ekstrim Tidak dapat melakukan 8 Tinggi Angka kemunculan kejadian
aktivitas produksi selama tinggi (< 3x dalam 1 minggu)
lebih dari dua hari 7 Cukup Tinggi Angka kemunculan kejadian
9 Serius Potensi downtime besar, cukup tinggi (< 2x dalam 1
target tidak tercapai dan minggu)
kerugian materi berlebih (< 2 6 Sedang Angka kemunculan kejadian
hari) sedang (< 3x dalam 2 minggu)
8 Sangat signifikan Potensi downtime besar tanpa 5 Cukup sedang Kemungkinan terjadi tak
penanganan langsung karena menentu / sesekali (< 1x dalam 2
membutuhkan analisa dahulu minggu)
dan potensi kegagalan lebih 4 Kecil Kemungkinan terjadi kecil (< 1x
dari satu penyebab, target dalam 1 bulan)
tidak tercapai (< 1 hari) 3 Sangat kecil Kemungkinan terjadi sangat
7 Signifikan Potensi downtime besar, kecil (< 1x dalam 2 bulan)
potensi timbul produk cacat, 2 Hampir tidak Kemungkinan terjadi sangat
ada potensi kegagalan lainnya pernah jarang (< 1x dalam 3 bulan)
namun penyebab sudah pasti 1 Langka Hampir tidak mungkin terjadi
(< 1 shift) (tidak ada histori)
6 Sedang Potensi penurunan performa
karena terdapat fungsi yang
Tabel 3. Kriteria penilaian detection
tidak optimal, potensi timbul
produk cacat, ada potensi Nilai Klasifikasi Deskripsi
penghentian karena 10 Hampir Tidak ada desain kontrol
kegagalan lainnya (< 3 jam) mustahil
5 Rendah Penghentian minor disertai 9 Desain kontrol tidak terbukti
Hampir tidak
potensi timbul produk cacat, (coba-coba), tidak dapat
ada
sedikit waktu terbuang (< 1 diandalkan
jam) 8 Desain kontrol memiliki
4 Sangat rendah Penghentian minor, sedikit Sangat rendah kemampuan buruk dalam
waktu terbuang (< 30 menit) mendeteksi
3 Minor Performa mesin dan / faktor di 7 Cenderung Desain kontrol kemungkinan
luar mesin tidak maksimal Rendah besar melewatkan problem
(tanpa penghentian proses) 6 Desain kontrol mungkin dapat
2 Sangat minor Performa mesin tidak Rendah
melewatkan problem
maksimal (tanpa penghentian 5 Desain kontrol memiliki
proses) Sedang kemungkinan tidak berfungsi
1 Tidak ada Tidak ada pengaruh sepenuhnya
4 Cenderung Desain kontrol tidak terlalu efektif
Setelah itu dilakukan diskusi dengan pihak Tinggi
manajemen perusahaan untuk mencari solusi alter- 3 Kemungkinan tinggi untuk
natif (countermeasure) terhadap waste dengan prio- Tinggi mendeteksi dengan desain kontrol
tersebut
ritas tinggi dan sedang. Diskusi yang dilakukan
2 Kemungkinan sangat tinggi
meliputi kondisi aktual sekarang, kondisi ideal, coun- Sangat Tinggi untuk mendeteksi dengan desain
termeasure, dan penilaian WPN setelah penerapan kontrol tersebut
countermeasure. Tabel 4 menunjukkan akar perma- 1 Terlihat secara jelas / terdapat
Hampir pasti
salahan, kondisi aktual, kondisi ideal, countermea- desain kontrol yang pasti dapat
terdeteksi
sure, WPN awal dan WPN akhir pada waste dengan mendeteksi

47
Jurnal Teknik Mesin, Vol. 19, No. 2, Oktober 2022, pp. 45-50

Dari seluruh penyebab belum maksimalnya penurunan WPN yang signifikan karena counter-
produktifitas mesin combiner, penurunan WPN measure yang disarankan mencakup perbaikan pada
terbesar terjadi pada permasalahan mengenai akti- aspek occurrence dan detection, yaitu dengan me-
vitas cleaning area suction tidak rutin dengan WPN nerapkan SOP, melakukan penjadwalan dan menen-
awal 315 dan WPN akhir 79. Problem ini mengalami tukan person in-charge.

Gambar 1. Hasil analisis akar permasalahan

Tabel 4. Faktor penyebab rendahnya produktifitas mesin combiner beserta countermeasure-nya

WPN WPN
Deskripsi Prior. Kondisi Aktual Kondisi Ideal Countermeasure Akhir
Awal
Cleaning area 315 Tinggi Saling melempar Dibersihkan secara Menjadwalkan dan 78,75
suction tidak rutin tanggung jawab rutin agar daya hisap memastikan pada siapa
maksimal tanggung jawab dipegang
Skill operator tidak 280 Tinggi Mekanik sering Operator memahami - Melakukan training, terutama 120
standard dipanggil untuk beban pekerjaannya, penegasan pekerjaaan yang
menangani problem sehingga proses masih menjadi ranah operator
yang seharusnya bekerja menjadi
para operator efektif - Mempersiapkan beberapa
mumpuni operator yang multiskill
Planned maint. 256 Tinggi Engineering harus DepEngineering - Menyelaraskan pemahaman 176
tidak sesuai jadwal mengalah pada pegang kendali penuh antar departemen
yang telah Dept. Produksi, saat maintenance - Mempersiapkan aktivitas
ditetapkan banyak jadwal jatuh tempo maintenance dengan
maintenance yang menyertakan urgency level
terlewatkan
Rekam jejak 252 Tinggi Aktivitas / trouble Pencatatan dilengkapi Membuat format yang lebih 54
trouble / uptime terekam pada dan online agar lengkap dan berbasis data
tidak lengkap logbook memudahkan (availability sheet)
evaluasi
Ketidakhomogenan 240 Tinggi Base rod mono dan Material yang - Memperbaiki pemahaman 112
base rod charcoal tidak digunakan homogen
homogen kelolosan dan tidak boleh - Melakukan checking terlebih
dan sudah menjadi kelolosan, apapun dahulu, tidak sepenuhnya
finish good alasannya bergantung pada QC

Setelah planned 216 Sedang Tidak ada deadline Mesin siap dijalankan - Mempelajari setting timing 96
maintenance, sehingga pengerjaan (sesuai estimasi finger agar lebih efisien
butuh waktu relatif memanfaatkan pengerjaan), dan
selama waktu yang engineering pegang - Menambahkan estimasi
lama untuk setting durasi pengerjaan agar
tersedia kendali penuh saat
aktivitas maintenance kedepannya dapat menetapkan
baseline
Spare part tidak 196 Sedang Terkadang tidak Memperhitungkan - Melakukan crosscheck spare 63
tersedia tersedia dan harus ROL dan ROQ, part yang tidak terdata.
menunggu lama tersedia di inventori - Memastikan kontrol inventori
dilakukan dengan teliti

48
Wahjudi: Implementasi FMEA untuk Peningkatan Produktifitas di PT.X

KESIMPULAN [2] T. Ohno, Toyota Production System, New York,


NY: Productivity Press, 1988.
Penelitian ini mengidentifikasi dua belas penye- [3] J. K. Liker, The Toyota Way: 14 Management
bab rendahnya produktifitas mesin combiner di P.T. Principles from the World's Greatest Manufac-
X. Melalui penerapan metode FMEA berdasarkan turer, New York, NY: McGraw-Hill, 2004.
wawancara dengan pihak manajemen perusahaan, [4] M. Rother, and J. Shook, Learning to See: Value
telah didapat countermeasure untuk penyebab- Stream Mapping to Create Value and Eliminate
penyebab tersebut. Pembahasan pada penelitian ini Muda, Cambridge, MA: Lean Enterprise Insti-
hanya dibatas pada penyebab dengan WPN tinggi tute, Inc., 1999.
dan sedang. Meskipun tidak semua countermeasure [5] J. Dinis-Carvalho, F. Moreira, S. Bragança, E.
dapat direalisasikan selama waktu penelitian ini,
Costa, A. Alves, and R. Sousa, “Waste iden-
beberapa countermeasure yang telah diterapkan
tification diagrams,” Production Planning &
telah mendapatkan respon baik dari PT. X. Demikian
Control, vol. 26, no. 3, pp. 235-247, 2014.
juga countermeasure yang belum dijalankan menun-
jukkan penurunan WPN yang signifikan dari hasil [6] R. E. McDermott, R. J. Mikulak, and M. R.
wawancara lanjutan dengan pihak manajemen. Beauregard, The Basics of FMEA, New York,
Dengan demikian efektifitas usulan countermeasure NY: Taylor & Francis Group, LLC, 2009.
untuk meningkatkan produktifitas mesin combiner [7] R. V. B. de Souza, and L. C. R. Carpinetti, “A
sudah dapat dikonfirmasi. Saran untuk perbaikan FMEA-based approach to prioritize waste reduc-
selanjutnya adalah mengevaluasi efektifitas dari tion in lean implementation,” International
semua countermeasure secara berkala. Journal of Quality & Reliability Management,
vol. 31, no. 4, pp. 346-366, 2014.
DAFTAR PUSTAKA [8] U. Murugaiah, S. J. Benjamin, M. S. Maratha-
muthu, and S. Muthaiyah, “Scrap loss reduction
[1] J. P. Womack, and D. T. Jones, Lean Thinking: using the 5-whys analysis,” International
Banish Waste and Create Wealth in Your Corpo- Journal of Quality & Reliability Management,
ration, Free Press, 2003. vol. 27, no. 5, pp. 527-540, 2010.

49

Anda mungkin juga menyukai