Anda di halaman 1dari 8

SINTEK JURNAL: Jurnal Ilmiah Teknik Mesin

ISSN: 2088-9038, e-ISSN: 2549-9645


Homepage: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/sintek

IDENTIFIKASI PENYEBAB POTENSIAL KECACATAN PRODUK


DAN DAMPAKNYA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS (FMEA)
Franka Hendra1,*, Riki Effendi2
1
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Pamulang
Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang, Tangerang Selatan
2
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia
*
E-mail: frank_orion_dec@yahoo.co.id

Diterima: 08-04-2018 Direvisi: 03-05-2018 Disetujui: 01-06-2018

ABSTRAK
Tujuan utama dari tulisan ini adalah untuk menganalisis dan mengidentifikasi kegagalan yang meminimalisis
resiko terjadinya kecacatan produk dalam proses produksi kran part S11037S serta mendeteksi faktor utama dari
penyebab kecacatan yang terjadi. Metode yang digunakan dengan pendekatan Seven Plus One Type of Waste dan
konsep Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Hasil yang diperoleh dari 28 jenis kecacatan pada prdouk kran
terdapat 5 jenis kecacataan yang frekuensi terjadi tinggi yaitu; Gomi, Hike, Kizu, Nami dan Su. Dari kelima jenis
cacat tersebut dapat diidentifikasi beberapa penyebab yang sering terjadi, diantara penyebab-penyebab itu ada
yang memiliki nilai RPN (Risk Priority Number) yang tinggi yaitu; 1. Gomi, penyebab dominan adalah karena
kelalaian operator pada saat produksi dengan nilai RPN = 60, 2. Hike, dengan penyebab tertinggi adalah
masuknya kotoran pada saat Plotting dengan RPN = 24, 3. Kizu, penyebab utama juga berasal dari kelalaian
operator dengan RPN = 36, dan 4. Nami, penyebab dominannya adalah material yang digunakan mempunyai
kualitas yang rendah. Sedangkan Su faktor penyebabnya mempunyai RPN yang masih rendah yaitu 4 sampai 6.
Kata kunci: Seven Plus One Type of Waste, FMEA, Defect

ABSTRACT
The main purpose of this paper is to analyze and identify failures for minimize the risk of product defects in the
production process faucet part S11037S and detect the main facto of the cause of disability that occurred. The
method used with Seven Plus One Type of Waste approach and the concept of Failure Mode Effect Analysis
(FMEA). Results obtained from 28 types of disability on the faucet prakuk there are 5 types of frequencies that
occur high frequency that is; Gomi, Hike, Kizu, Nami and Su. From the five types of defects can be identified
several causes that often occur, among the causes that there are high RPN (Risk Priority Number) that is; 1.
Gomi, the dominant cause is due to operator negligence at the time of production with the value of RPN = 60, 2.
Hike, with the highest cause is the entry of dirt at the time of Plotting with RPN = 24, 3. Kizu, the main cause is
also from operator negligence with RPN = 36 and Nami, the cause of the duplication is that the material used
has a low quality. While Su factro cause has a low RPN that is 4 to 6.
Keywords: Seven Plus One Type of Waste, FMEA, Defect

SINTEK JURNAL, Vol. 12 No. 1, Juni 2018


p-ISSN: 2088-9038, e-ISSN: 2549-9645 17
1. PENDAHULUAN (CA). Menurutnya ada banyak variasi lembar
kerja semacam itu [2].
Pada umumnya sebuah industri
FMEA dalam banyak publikasi
menginginkan suatu perbaikan yang terus
didefenisikan sebagai salah satu teknik
menerus pada produk yang dihasilkannya serta
sistematis pertama yang sangat terstruktur
proses yang dilakukan. Hal tersebut akan yang
untuk analisis kegagalan yang merupakan
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
langkah pertama dari studi keandalan sistem.
konsumen. Pada umumnya proses produksi
Ini melibatkan meninjau sebanyak mungkin
berpeluang terjadinya pemborosan (waste).
komponen, rakitan, dan subsistem untuk
Pemborosan merupakan aktivitas kerja yang
mengidentifikasi mode kegagalan, serta sebab
tidak menciptakan nilai tambah dalam proses
dan akibatnya. Untuk setiap komponen, mode
transpormasi input menjadi output. Diantara
kegagalan dan efek yang dihasilkannya pada
pemborosan yang terjadi pda proses produksi
akhir sistem dicatat dalam lembar kerja FMEA
adalah Defective Design yaitu desain produk
tertentu. Ada banyak variasi lembar kerja
yang tidak sesuai dengan standar yang telah
semacam itu. Sebuah FMEA dapat menjadi
ditentukan dan perspektif konsumen. Contoh
analisis kualitatif [3].
pemborosan pada proses produksi adalah
terjadinya kecacattan produk (defect), selain Terdapat lima tipe FMEA yang bisa
menurunkan kualitas produk hal ini juga diterapkan dalam sebuah industri manufaktur,
menciptakan pemborosan dari segi biaya yaitu: System, berfokus pada fungsi sistem
produksi dan mengakibatkan menurunnya secara global
kinerja bisnis dari perusahaan [1]. a. Design, berfokus pada desain produk
b. Process, berfokus pada proses produksi,
Salah satu pendekatan yang dapat
dan perakitan
dilakukan untuk meminimalisis hal tersebut
c. Service, berfokus pada fungsi jasa
diatas adalah dengan melakukan pendekatan
d. Software, berfokus pada fungsi software
Faluire Mode Effect Analysis (FMEA) untuk
mengelola system produksi lebih efektif dan
FMEA juga secara sistematis
efesien. Pendekatan ini mengevaluasi
mengidentifikasi akibat atau konsekuensi dari
kemungkinan terjadiya kegagalan dari sebuah
kegagalan sistem atau proses, serta
sistem desain, proses ataupun servis untuk
mengurangi atau mengeliminasi peluang
dibuat langkah-langkah penanggulangannya.
terjadinya kegagalan. FMEA merupakan living
Setiap kegagalan yang terjadi dikuantitatifkan
document sehingga dokumen perlu di update
untuk dibuat prioritas penanganannya.
secara teratur, agar dapat digunakan untuk
Berdasarkan paparan di atas maka dalam mencegah dan mengantisipasi terjadinya
penelitian ini difokuskan bagaiman pendekatan kegagalan. FMEA digolongkan menjadi 2 jenis
FMEA untuk menganalisis dan yaitu:
mengidentifikasi kegagalan yang
a. Desain FMEA yaitu alat yang digunakan
meminimalisis resiko terjadinya kecacatan
untuk memastikan bahwa potensial failure
produk dalam proses produksi.
modes, sebab dan akibatnya terlalu
diperhatikan terkait dengan karakteristik
2. METODE PENELITIAN
desain, digunakan oleh design responsible
engineer.
2.1. Metode Failure Mode and Effect
b. Proses FMEA yaitu alat yang digunakan
Analysis (FMEA)
untuk memastikan bahwa potential failure
modes, sebab dan akibatnya terlalu
Menurut Koch, John E (1990), Failure
diperhatikan terkait dengan karakteristik
Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah alat
prosesnya, digunakan oleh manufacturing
desain yang digunakan untuk menganalisis
engineer.
secara sistematis kegagalan komponen
postulated dan mengidentifikasi efek yang
pertama adalah Failure Mode Effect Anaysis
(FMEA), dan yang kedua, Criticality Analysis

SINTEK JURNAL, Vol. 12 No. 1, Juni 2018


p-ISSN: 2088-9038, e-ISSN: 2549-9645 18
2.2. Tujuan Failure Mode and Effect terburuk dan penentuan terhadap rating
Analysis (FMEA) terdapat pada tabel 1.
Tujuan yang dapat dicapai oleh perusahaan
dengan penerapan FMEA: Tabel 1. Nilai Severity
a. Untuk mengidentifikasi mode kegagalan Rating Kriteria
dan tingkat keparahan efeknya Negligible severity (Pengaruh buruk yang dapat
b. Untuk mengidentifikasi karakteristik kritis diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan bahwa
1 akibat ini akan berdampak pada kualitas produk.
dan karakteristik signifikan
Konsumen mungkin tidak akan memperhatikan
c. Untuk mengurutkan pesanan desain kecacatan ini.
potensial dan defisiensi proses Mild severity (Pengaruh buruk yang ringan).
Untuk membantu fokus engineer dalam Akibat yang ditimbulkan
mengurangi perhatian terhadap produk dan 2
akan bersifat ringan, konsumen tidak akan
proses, dan membentu mencegah timbulnya merasakan penurunan kualitas.
permasalahan Moderate severity (Pengaruh buruk yang
3 moderate). Konsumen akan merasakan penurunan
2.3. Langkah-langkah Pembuatan FMEA kualitas, namun masih dalam batas toleransi.
Ada beberapa langkah dalam pembuatan High severity (Pengaruh buruk yang tinggi).
FMEA, adalah sebagai berikut [4]: 4 Konsumen akan merasakan penurunan kualitas
yang berada diluar batas toleransi.
a. Mereview proses
Potential severity (Pengaruh buruk yang sangat
b. Melakukan brainstrom waste potensial tinggi). Akibat yang ditimbulkan sangat
c. Membuat daftar waste, penyebab dan efek 5
berpengaruh terhadap kualitas lain, konsumen tidak
potensial akan menerimanya.
d. Menentukan tingkat severity
e. Menentukan tingkat occurrence b. Nilai Occurance
f. Menentukan tingkat detection Apabila sudah ditentukan rating pada
g. Menghitung RPN proses severity, maka tahap selanjutnya
Menghitung RPN yang mana RPN adalah menentukan rating terhadap nilai
merupakan hasil perkalian severity (S), occurance. Occurance merupakan
occurrence (O), dan detection (D), dimana kemungkinan bahwa penyebab kegagalan
persamaan matematisnya dapat dinyatakan akan terjadi dan menghasilkan bentuk
sebagai berikut: kegagalan selama masa produksi produk.
Penentuan nilai occurance bisa dilihat
RPN = (S) x (O) x (D).................. (1) berdasarkan tabel 2.
h. Membuat prioritas waste untuk di Tabel 2. Nilai Occurance
tindaklanjuti Berdasarkan Ratin
i. Mengambil tindakan untuk mengurangi Degree
Frekuensi g
atau menghilangkan waste tertinggi waste Remote 1 per 1000 pcs 1
kritis. Low 1 ~ 5 per 1000 pcs 2
j. Menghitung hasil RPN sebagai waste yang Moderate 5 ~ 20 per 1000
3
akan dikurangi atau dihilangkan. langkah pcs
ini dilakukan apabila kegiatan untuk High 20 ~ 50 per 1000
4
pcs
mengurangi waste kritis.
Very Hight 50 ~ 100 per 1000
5
pcs
Pengukuran terhadap besarnya nilai severity,
occurance, dan detection adalah sebagai
berikut:
c. Nilai Detection
a. Nilai Severity
Setelah diperoleh nilai occurance,
Severity adalah langkah pertama untuk
selanjutnya adalah menentukan nilai
menganalisa resiko, yaitu menghitung
detection. Detection berfungsi untuk upaya
seberapa besar dampak atau intensitas
pencegahan terhadap proses produksi dan
kejadian mempengaruhi hasil akhir proses.
mengurangi tingkat kegagalan pada proses
Dampak tersebut di rating mulai skala 1
sampai 10, dimana 10 merupakan dampak

SINTEK JURNAL, Vol. 12 No. 1, Juni 2018


p-ISSN: 2088-9038, e-ISSN: 2549-9645 19
produksi. Penentuan nilai detection bisa d. Pembahasan dan penarikan
dilihat pada tabel 3. kesimpulan berdasarkan hasil
. pengolahan yang telah dilakukan
Tabel 3. Nilai Detection
Berdasarkan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Rating Kriteria Frekuensi
Kejadian Berdasarkan paparan konsep FMEA untuk
Metode pencegahan nilai severity, occurance, dan detection pada
sangat efektif. Tidak pembuatan produksi Kran di PT. Surya Toto
1 ada kesempatan 1 per 1000 pcs Tbk ini. Setelah itu, kegiatan proses produksi
penyebab mungkin yang mempunyai nilai RPN besar dan
muncul. mempunyai peranan penting dalam suatu
Kemungkinan kegiatan produksi, dilakukan usulan perbaikan
1 ~ 5 per 1000
2 penyebab terjadi untuk menurunkan tingkat kecacatan produk.
pcs
sangat rendah.
Kemungkinan
3.1. Me-review proses
penyebab terjadi
bersifat moderat.
5 ~ 20 per Di PT. Surya Toto Indonesia terdapat
3 Metode pencegahan
1000 pcs beberapa no part yang melewati proses plating
kadang
memungkinkan diantaranya adalah no part S11037S. yang
penyebab itu terjadi. mana disetiap proses tersebut tidak selalu
Kemungkinan menghasilkan produk (OK), tetapi masih ada
penyebab terjadi beberapa produk (NG) karena proses tersebut.
masih tinggi.
20 ~ 50 per
4 Metode pencegahan Berikut daftar jenis cacat pada part yang
1000 pcs
kurang efektif. sudah di Plating Divisi Fitting PT. Surya Toto
Penyebab masih
Indonesia, Tbk. Serpong, seperti pada tabel 4.
berulang kembali.
Kemungkinan
Tabel 4. Jenis cacat part yang sudah diplating
penyebab terjadi
masih sangat tinggi.
50 ~ 100 per Jenis
5 Metode pencegahan No Keterangan
1000 pcs Cacat
tidak efektif.
Penyebab masih Putih pada permukaan body
berulang kembali. 1 Akami karena lapisan chrome tidak
rata
Sisa proses yang tajam (dari
2 Bari
machining)
2.4. Objek dan Metode Peneltian Lubang besar pada
3 Blow hole
permukaan body
A. Objek Peneltiian Bintik yang timbul pada
4 Gomi
Penelitian dilakukan di PT. X salah satu permukaan body dan kasar
perusahaan terbesar di Indonesia dalam bidang Bintik – bintik yang
5 Hike
manufaktur produk logam pada Divisi Fitting. mengumpul pada body
Permukaan drat yang terkena
6 Katamuki
B. Metode Penelitian proses buff (dari polishing)
a. Penelitian ini dimulai dengan studi 7 Kizu Luka pada permukaan body
literatur mengenai Seven Plus One 8 Kizu kaki Luka pada kaki body
Tjype Of Waste dan konsep Kasar karena lapisan chrome
Koge
9 tidak sempurna dan
implementasi FMEA. Chrome
berwarna putih
b. Pengumpulan Data, data diperoleh Kasar karena lapisan tidak
adalah data jenis cacat body kran pada 10 Koge nickel sempurna dan berwarna
part S11037S putih
c. Pengolahan data untuk menentukan Permukaan body yang kotor
11 Kotor air
bobot frekuensi terjadinya kecacatan. karena cairan plating
12 Kurokawa Permukaan body yang harus

SINTEK JURNAL, Vol. 12 No. 1, Juni 2018


p-ISSN: 2088-9038, e-ISSN: 2549-9645 20
diproses tetapi tidak
terproses dan masih terlihat 3.2. Melakukan brainstrom waste potensial
setelah plating
13 Mark Afkir karena proses marking Berdasarkan pengumpulan data yang
Permukaan berwarna pelangi dilakukan maka bisa dilihat frekuensi dari
14 Mawari karena lapisan chrome nya tingkat kecacatan pada kran pada diagram
tipis pareto berikut:
Permukaan body kasar
karena sisa abrasive belt
15 Menokori
tidak hilang dan masih
terlihat setelah plating
Permukaan body yang
16 Nami
bergelombang
17 Pit Bintik pada permukaan body
Warna putih abu – abu,
kehitam – hitaman karena
18 Shimi
proses chrome tidak
sempurna
Bercak – bercak pada
19 Silver
permukaan body
Permukaan body tidak
20 Skip
terlapisi dengan sempurna
Bintik bintik yang menyebar
21 Star dust
pada permukaan body
22 Su Lubang kecil pada
permukaan body
Gambar 1. Pareto Chart of Defect S11037S
23 Tripoly Body kotor karena tripoly
(saat proses plating)
24 Tsuki Bekas tambalan pada 3.3. Membuat daftar waste
permukaan body yang Setelah itu dibuatkan daftar waste penyebab
kelihatan setelah proses
dan efek potensial, Menentukan tingkat
plating
25 Tsuya Permukaan body buram
severity, occurrence, detection dan
setelah proses plating menghitung RPN. Pada penelitian ini akan
26 Ukihage Lapisan nickel yang dilakukan pembuatan FMEA pada lima jenis
terkelupas kecacatan yang mepunyai frekuensi kejadian
27 Ware Retak tertinggi.
28 Weld line Garis pertemuan body yang
yang tidak menyatu
29 Yogore Kotor

Tabel 5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Kran

Potential Effect Rekomendasi Tindakan


No Potential Cause of Failure S D O RPN
of Failure Perbaikan
1 Gomi adalah a. Kelalaian operator pada 5 3 4 60 a. Diberikan pengawasan dan
bintik yang saat proses produksi motivasi dalam bekerja
timbul pada b. Penjadwalan pembersihan
permukaan body 4 2 2 16 secara berkala pada mesin
dan kasar b. Masuk kotoran pada saat Platting
proses Platting c. Melakukan pelatihan
2 2 3 12 kepada operator dalam
c. Proses Polishing tidak meningkatkan skill
sempurna dalamekerja

SINTEK JURNAL, Vol. 12 No. 1, Juni 2018


p-ISSN: 2088-9038, e-ISSN: 2549-9645 21
Potential Effect Rekomendasi Tindakan
No Potential Cause of Failure S D O RPN
of Failure Perbaikan
2 Hike adalah a. Kelalaian operator pada 2 3 3 18 a. Diberikan pengawasan dan
Bintik-bintik saat proses produksi motivasi dalam bekerja
yang b. Masuk kotoran pada saat 4 2 3 24 b. Penjadwalan pembersihan
mengumpul proses Platting secara berkala pada mesin
pada Body Platting
c. Proses Polishing tidak 4 2 2 16 c. Melakukan pelatihan
sempurna kepada operator dalam
meningkatkan skill dalam
bekerja
3 Kizu adalah luka a. Karena benturan body 5 2 3 30 a. Diberikan kain pada kit
permukaan pada dengan kit box (Tempat box untuk melapisi
Body penyimpanan barang) barang/body
b. Kelalaian operator pada 3 3 4 36 b. Diberikan pengawasan dan
saat proses produksi motivasi dalam bekerja
c. Proses Machining kurang 4 2 4 32 c. Melakukan pelatihan
sempurna kepada operator dalam
meningkatkan skill dalam
bekerja
4 Nami adalah a. Material yang digunakan 3 1 2 6 a. Diberikan bahan material
permukaan kualitasnya rendah yang kualitas baik
Body yang b. Proses Casting tidak 3 1 1 3
bergelombang sempurna b. Diberikan pengawasan dan
c. Moll Body belum di 1 2 2 4 motivasi dalam bekerja
bersihkan c. Melakukan permbersihan
Moll Body dengan rutin
dan terjadwal
5 Su adalah a. Masuk kotoran pada saat 1 2 4 8 a. Penjadwalan pembersihan
lubang kecil proses Platting secara berkala pada mesin
pada permukaan b. Bahan material yang Platting
Body digunakan kualitasnya 2 3 1 6 b. Diberikan bahan material
rendah yang kualitas baik
c. Proses Casting tidak
sempurna 4 2 4 32 c. Melakukan pelatihan
kepada operator dalam
meningkatkan skill dalam
bekerja

Dari Tabel 5 dapat disimpulkan mode-mode pencegahan yang telah dilakukan masih
kegagalan yang menyebabkan jenis cacat dan mengalami kegagalan produk sebesar 8,4 dan
perhitungan nilai RPN terbesar dapat 2 pcs. Pencegahan yang dilakukan belum bisa
didiskripsikan sebagai berikut: menekan jumlah kegagalan sesuai toleransi
a. Gomi yaitu bintik yang timbul pada yang ditetapkan pada perusahaan.
permukaan body dan kasar yang disebabkan d. Occurance adalah 4, 2 dan 3 dibuktikan
karena terjadi proses Polishing yang tidak dengan fakta dilapangan dimana jumlah
sempurna, gomi bisa terjadi karena masuknya produk yang gagal berupa Gomi dengan
kotoran pada saat proses Platting. Yang frekuensi kegagalan 30,3 dan 14 pcs dari 1000
akibatnya proses Assembling tertunda karena pcs kran.
body yang defect tidak sesuai dengan mutu
kualitas yang ditetapkan. Berdasarkan hal
tersebut Gomi diberi bobot nilai. A. Hike yaitu bintik-bintik yang mengumpul pada
b. Severity adalah 5, 4 dan 2 karena akibat yang body yang disebabkan karena bisa terjadi
ditimbulkan sangat berpengaruh terhadap masuknya kotoran pada saat proses Platting,
kualitas kran. Body yang mengalami Gomi proses Polishing yang tidak sempurna. Yang
selanjutnya dilakukan proses perbaikan akibatnya proses Assembling tertunda karena
kembali agar barang dapat dijual kembali. body yang defect tidak sesuai dengan mutu
c. Detection adalah 3, 2 dan 2 karena kualitas yang ditetapkan. Berdasarkan hal
berdasarkan fakta lapangan, metode tersebut Hike diberi bobot nilai:
SINTEK JURNAL, Vol. 12 No. 1, Juni 2018
p-ISSN: 2088-9038, e-ISSN: 2549-9645 22
a. Severity adalah 2, 4 dan 4 karena akibat terhadap kualitas kran. Body yang
yang ditimbulkan sangat berpengaruh mengalami Nami selanjutnya dilakukan
terhadap kualitas kran. Body yang proses perbaikan kembali agar barang
mengalami Hike selanjutnya dilakukan dapat dijual kembali.
proses perbaikan kembali agar barang dapat b. Detection adalah 1, 1 dan 2 karena
dijual kembali. berdasarkan fakta lapangan, metode
b. Detection adalah 3, 2 dan 2 karena pencegahan yang telah dilakukan masih
berdasarkan fakta lapangan, metode mengalami kegagalan produk sebesar 1, 3
pencegahan yang telah dilakukan masih 11 pcs. Pencegahan yang dilakukan
mengalami kegagalan produk sebesar 13,3 belum bisa menekan jumlah kegagalan
dan 2 pcs. Pencegahan yang dilakukan sesuai toleransi yang ditetapkan pada
belum bisa menekan jumlah kegagalan perusahaan.
sesuai toleransi yang ditetapkan pada c. Occurance adalah 2, 1 dan 2 dibuktikan
perusahaan. dengan fakta dilapangan dimana jumlah
c. Occurance adalah 3, 3 dan 2 dibuktikan produk yang gagal berupa Nami dengan
dengan fakta dilapangan dimana jumlah frekuensi kegagalan 4, 1 dan 4 pcs dari
produk yang gagal berupa Hike dengan 1000 pcs kran.
frekuensi kegagalan 9, 11 dan 4 pcs dari D. Su yaitu lubang kecil pada permukaan body
1000 pcs kran. disebabkan pada saat proses Casting tidak
B. Kizu yaitu luka pada permukaan body yang sempurna, serta masuknya kotoran pada saat
disebabkan Pada saat proses Machining proses Platting dan pemilihan material yang
kurang sempurna, terjadi dikarenakan adanya kualitasnya kurang baik. Berdasarkan hal
benturan antara body dengan kit box. Yang tersebut Su dibobot nilai:
akibatnya proses Assembling tertunda karena a. Severity adalah 1, 2 dan 4 karena akibat
body yang defect tidak sesuai dengan mutu yang ditimbulkan sangat berpengaruh
kualitas yang ditetapkan. Berdasarkan hal terhadap kualitas kran. Body yang
tersebut Kizu diberi bobot nilai : mengalami Su selanjutnya dilakukan proses
a. Severity adalah 5, 3 dan 4 karena akibat perbaikan kembali agar barang dapat dijual
yang ditimbulkan sangat berpengaruh kembali.
terhadap kualitas kran. Body yang b. Detection adalah 2, 3 dan 2 karena
mengalami Kizu selanjutnya dilakukan berdasarkan fakta lapangan, metode
proses perbaikan kembali agar barang dapat pencegahan yang telah dilakukan masih
dijual kembali. mengalami kegagalan produk sebesar 5, 9
b. Detection adalah 2, 3 dan 2 karena dan 3 pcs. Pencegahan yang dilakukan
berdasarkan fakta lapangan, metode belum bisa menekan jumlah kegagalan
pencegahan yang telah dilakukan masih sesuai toleransi yang ditetapkan pada
mengalami kegagalan produk sebesar 2, 16 perusahaan.
dan 4 pcs. Pencegahan yang dilakukan c. Occurance adalah 4, 1 dan 4 dibuktikan
belum bisa menekan jumlah kegagalan dengan fakta dilapangan dimana jumlah
sesuai toleransi yang ditetapkan pada produk yang gagal berupa Su dengan
perusahaan. frekuensi kegagalan 25, 1 dan 21 pcs dari
c. Occurance adalah 3, 4 dan 4 dibuktikan 1000 pcs kran.
dengan fakta dilapangan dimana jumlah
produk yang gagal berupa Kizu dengan
frekuensi kegagalan 18, 23 dan 26 pcs dari 4. KESIMPULAN
1000 pcs kran.
Berdasarkan pengurutan nilai RPM didapat
C. Nami yaitu permukaan body yang
jenis cacat Gomi, Kizu, Su, Hike, Nami yang
bergelombang disebabkan pada saat proses
mempunyai tingkat kegagalan mayor dan
Casting yang tidak sempurna, Moll body yang
mempunyai peranan penting dalam proses
kotor dan pemilihan material yang
pembuatan body kran pada no part S11037S.
kualitasnya kurang baik. Yang akibatnya
Dampak yang ditimbulkan dari kelima jenis cacat
proses Assembling tertunda karena body yang
ini, sangat berpengaruh besar terhadap penurunan
defect tidak sesuai dengan mutu kualitas yang
kualitas produk pada body kran yang berada pada
ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut Nami
diluar batas toleransi berdasarkan nilai Severity
diberi bobot nilai.
dan jumlah cacat dihasilkan mempunyai jumlah
a. Severity adalah 3, 3 dan 1 karena akibat
kegagalan tertinggi.
yang ditimbulkan sangat berpengaruh
SINTEK JURNAL, Vol. 12 No. 1, Juni 2018
p-ISSN: 2088-9038, e-ISSN: 2549-9645 23
Dari kelima jenis cacat tersebut dapat di
identifikasi beberapa penyebab yang sering terjadi,
diantara penyebab-penyebab itu adaa yang
memiliki nilai RPN (Risk Priority Number) yang
tinggi yaitu; Gomi, penyebab dominan adalah
karena kelalaian operator pada saat produksi
dengan nilai RPN = 60, Hike, dengan penyebab
tertinggi adalah masuknya kotoran pada saat
Plotting dengan RPN = 24, Kizu, penyebab utama
juga berasala dari kelalaian operator dengan RPN
= 36 dan Nami, penyebab doinannya adalah
material yang digunakan mempunyai kualitas
yang rendah. Sedangkan Su faktro penyebabnya
mempunyai RPN yang masih rendah yaitu 4
sampai 6.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Gaspesz, Vincent (2007), Lean Six Sigma for
Manufacturing and Servive Industry, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Pages: 20
[2] Koch, John E., ed (1990).. Jet Propulsion
Laboratory Reliability Analysis Handbook, Jump
up Project Reliability Group. Pasadena,
California: Jet Propulsion Laboratory
[3] Marvin Rausand & Arnljot Hoylan, Wiley Series.
(2004). System Reliability Theory: Models,
Statistical Methods, and Applications, in
probability and statistics, Second Edition.
[4] Robin E McDermott & Raymond J Mikulak.
2010. The Basics Of FMEA, Second Edition.
[5] Andiyanto, Surya. Sutrisno, Agung dan
Punahsignon, Charles. 2017. Penerapan Metode
FMEA (Failure Mode Effect Analysis) Untuk
Kuantifikasi dan Pencegahan Resiko Akibat
Terjadinya Lean Waste. Jurnal Poros Teknik
Mesin UNSRAT.
[6] Ford Co. 2011. Failure Mode Effect Analysis
Handbook (with Robusness Linkage). Ford
Cooperation.
[7] Gaspesz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for
Manufacturing and Servive Industry. PT Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta
[8] Kalpakjian, Serope; Steven R. Schmid (2001).
Manufacturing Engineering and Technology.
Prentice Hall
[9] Ulrich, Karl T. 2012. Product Design and
Development. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc.

SINTEK JURNAL, Vol. 12 No. 1, Juni 2018


p-ISSN: 2088-9038, e-ISSN: 2549-9645 24

Anda mungkin juga menyukai