Anda di halaman 1dari 103

KONSEP TAZKIYATUN NAFS DALAM AL-QUR’AN DAN IMPLIKASINYA

DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

BADARUS
105 19 01042 10

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1436 H/2015 M
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS AGAMA ISLAM
Kantor: Jl. Sultan alauddin.No.295Gedungiqra Lt 4 Telp. (0411) 866972.Fax.(0411)865588 Makassar 90221

KARTU KONTROL BIMBINGAN SKRIPSI

Nama Penulis :BADARUS


NIM : 105 19 01042 10
FAK/Jurusan : Agama Islam/ Pendidikan Agama Islam
KELAS/JURUSAN : IX F/ PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PEMBIMBING I : Dra. Mustahidang Usman, M. Si
NO TANGGAL URAIAN PERBAIKAN PARAF

Makassar,13, Dzul Hijjah 1435 H


07, Oktober 2014 M

MENGETAHUI,
KETUA JURUSAN

Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si


NBM : 774234
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS AGAMA ISLAM
Kantor: Jl. Sultan alauddin.No.295Gedungiqra Lt 4 Telp. (0411) 866972.Fax.(0411)865588 Makassar 90221

KARTU KONTROL BIMBINGAN SKRIPSI

Nama Penulis :BADARUS


NIM : 105 19 00852 10
FAK/Jurusan : Agama Islam/ Pendidikan Agama Islam
KELAS/JURUSAN : IX. F/ PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PEMBIMBING II : Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si

NO TANGGAL URAIAN PERBAIKAN PARAF

Makassar, 13, Dzul Hijjah 1435 H


07, Oktober 2014 M

MENGETAHUI,
KETUA JURUSAN

Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si


NBM : 774234
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : Konsep Tazkiyatun Nafs Dalam Al-Qur’an dan

Implikasinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam

Nama Penulis :BADARUS

Nim : 105 19 01042 10

Fak/Jurusan : Agama Islam / Pendidikan Agama Islam

Setelah dengan seksama memeriksa dan meneliti, maka skripsi ini


dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diajukan dan dipertahankan
dihadapan Tim penguji ujian skripsi Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Makasar.

Makassar, 07 Oktober 2014

Disetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Mustahidang Usman, M. Si Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si


NIDN: 628184 NBM : 774 234

ii
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Kantor : Jln. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra Lt. IV Telp. (0411) 851914 Makassar 90223

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul ” Konsep Tazkiyatun Nafs Dalam Al-Qur’an dan


Implikasinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam “ telah diujikan
pada hari sabtu, 02 Jumadil Awal 1436 H. bertepatan dengan 21 Februari
2015 M dihadapan penguji dan dinyatakan telah diterima dan disyahkan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Agama Islam pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Makassar.

Makassar, 02 Jumadil Awal 1436


21 Februari 2015

Dewan Penguji :

1. Ketua : Drs.H.Mawardi Pewangi,M.Pd.I (………………..)


2. Sekretaris : Dr.Abd.Rahim Razaq,M.Pd. (…………………)
3. Penguji I : Dr. Hj. Maryam, M. Th. I (………………..)
Penguji II : Drs. KH. Nasruddin Razaq (………………..)

4. Pembimbing I : Dra. Mustahidang Usman, M. Si (………………)


5. Pembimbing II : Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si (……………….)

Disahkan Oleh
Dekan Fakultas Agama Islam

Drs.H.Mawardi Pewangi,M.Pd.I
NBM: 554 612
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Kantor : Jln. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra Lt. IV Telp. (0411) 851914 Makassar 90223

BERITA ACARA MUNAQASYAH


Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar telah
mengadakan sidang Munaqasyah pada:
Hari/Tanggal : Sabtu 21 Februari 2015 M / 02 Rabiul Awal 1436 H
Tempat : Kampus Unismuh Makassar Jln.Sultan Alauddin

MEMUTUSKAN
Bahwa saudara
Nama : Badarus
Nim : 105 19 01042 10
Judul Skripsi :”Konsep Tazkiyatun Nafs Dalam Al-Qur’an dan
Implikasinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam”

Dinyatakan : LULUS
Mengetahui:
Ketua Sekretaris

Drs.H.Mawardi Pewangi,M.Pd.I Dr.Abd.Rahim Razaq,M.Pd.


NBM: 554 612 NIDN: 092008590

Penguji I : Dr. Hj. Maryam, M. Th. I (…………………….)

Penguji II : Drs. KH. Nasruddin Razaq (………..……………)

Pembimbing I : Dra. Mustahidang Usman, M. Si (…………….……….)

Pembimbing II : Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si (…………………….)

Disahkan Oleh
Dekan Fakultas Agama Islam

Drs.H.Mawardi Pewangi,M.Pd.I
NBM: 554 612
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan penuh kesadaran, penulis/ peneliti yang bertanda tangan

di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar adalah hasil karya

sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan,

plagiat, dibuat atau dibantu secara langsung oleh orang lain baik

keseluruhan atau sebagian, maka skripsi dan gelar yang diperoleh

karenanya batal secara hukum.

Makassar, 13, DzulHijjah 1435 H


07, Oktober 2014 M

BADARUS

iii
PRAKATA

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Rabbil ‘alamin

atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, serta shalawat dan

salam atas junjungan kita Nabiyullah Muhammad saw.

Kesucian jiwa akan lebih memudahkan manusia memahami ilmu

Agama Islam maka dari itu penulis merasa sangat tertarik untuk mengkaji

seperti apa konsep tazkiyatun nafs dalam Al-Qur’an dan implikasinya

dalam pengembangan pendidikan islam.

Penulis sadar bahwa dalam menyusun skripsi ini banyak

tantangan dan rintangan yang dihadapi, namun berkat dorongan, nasehat,

serta motivasi yang diberikan oleh pihak yang bersangkutan,

Alhamdulillah Skripsi ini akhirnya dapat penulis selesaikan tepat pada

waktunya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa

terima kasih yang setulus – tulusnya kepada yang tercinta

1. Kedua orang tua penulis ayahanda dan ibunda Tercinta, terkasih dan

tersayang yang telah membimbing dan memberikan dukungan baik

moril maupun materil sejak kecil sampai sekarang sehingga penulis

v
mampu menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa

mengasihi dan melindungi mereka sebagaimana mereka mangasihi

penulis sejak masih dalam kandungan hingga sekarang ini.

2. Bapak Dr. H. Irwan Akib, M. Pd, sebagai Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar yang telah menyediakan fasilitas kampus

yang memadai seperti; ruang kuliah, perpustakaan, laboratorium,

ruang mikro teaching dan sebagainya, meskipun masih membutuhkan

perbaikan untuk pengembangan pendidikan.

3. Bapak Drs. H. Mawardi Pewangi, M. Pd. I, sebagai Dekan Fakultas

Agama Islam berserta seluruh staf yang telah mengembangkan

Fakultas dan memberikan bantuan dalam pengembangan

kemampuan dan keterampilan kepemimpinan kepada penulis.

4. Ibu Amirah mawardi, S. Ag,. M. Si sebagai Ketua Jurusan dan ibu Dr.

Hj. Maryam M. Th.I sebagai sekretaris jurusan Pendidikan Agama

Islam yang senantiasa membantu penulis dalam persoalan Akademik.

5. Dra. Mustahidang Usman, M. Si, selaku pembimbing I dan Ibu Amirah

Mawardi, S. Ag., M. Si, selaku pembimbing II yang senantiasa sabar

dalam mendampingi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

6. Bapak/Ibu para dosen yang telah melakukan tranformasi ilmu dan nilai

kepada penulis yang penuh manfaat dan berkah, semoga amal

jariahnya selalu mengalir.

vi
7. Saudara-saudariku tercinta, Liska yanti ilyas, Rahmat, Rijha, Juhriatul

Amin, Sahabuddin, Nasrul Amin dan sukardi, yang telah banyak

memberikan bantuan kepada penulis baik moril maupun materil.

8. Dan yang terakhir ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada teman-teman mahasiswa terutama Anggota pengurus HIMAS

(Himpunan Mahasiswa Sumenep) CABANG MAKASSAR, Rudi

setiawan, Ramlan Azzam, Ulil Amri, dan yang namanya tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu tetapi telah banyak membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, kepada Allah swt. kami memohon semoga semua pihak

yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya semoga senantiasa

memperoleh balasan disisi-Nya dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi

para pembaca umumnya dan lebih lagi bagi pribadi penulis, amin ya

Rabbal ’alamin.

Makassar, 13, Dzulhijjah 1435 H


07, Oktober 2014 M

BADARUS

vii
ABSTRAK

Badarus 105190104210 “Konsep tazkiyatun nafs dalam Al-qur’an


dan implikasinya dalam pengenbangan pendidikan Islam.” (dibimbing oleh
Amirah Mawardi dan Mustahidang Usman).
Penelitian yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: Untuk
mengetahui Konsep Nafs dalam Al-Qur’an surah ke 91 ayat 9-10, untuk
mengetahui bagaimana Konsep Tazkiyatun Nafs dalam Al-Qur’an, dan
mengetahui bagaimana implikasi Konsep Tazkiyatun Nafs dalam
pengembangan pendidikan islam
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan
(Library Researce) dengan pendekatan Kualitatif. Dalam hal ini peneliti
berusaha memfokuskan pada penelusuran dan penelaan literature serta
bahan pustaka yang dianggap ada kaitannya dengan Tazkiyatun nafs.
Variabel dalam penelitian ini adalah tazkiyatun nafs sebagai variabel
bebas dan dalam pendidikan Islam sebagai variabel terikat. Teknik
pengumpulan data yang ditempuh penulis adalah melakukan riset
kepustakaan (library research) yaitu suatu analisis yang penulis
pergunakan dengan membaca dan menelaah beberapa literatur. Teknik
analisis data, diolah melalui deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum konsep nafs
dalam Al-Quran menunjuk kepada sisi dalam diri manusia yang memiliki
potensi baik dan buruk. Al-Quran dalam menggunakan kata nafs untuk
menunjuk sisi dalam diri manusia itu, sedikitnya ada 4 pengertian yang
dapat diperoleh. Pertama, bahwa nafs berhubungan roh; kedua, bahwa
nafs berhubungan dengan potensi pikiran manusia; ketiga bahwa nafs
berhubungan dengan hati( al-qalb); dan keempat bahwa nafs
berhubungan dengan potensi kebaikan dan keburukan. Sedangkan
tazkiyatun nafs adalah proses penyucian jiwa dari perbuatan syirik dan
dosa, pengembangan jiwa manusia mewujudkan potensi-potensi menjadi
kualitas moral yang luhur (akhlakul hasanah), proses pertumbuhan,
pembinaan akhlakul karimah (moralitas yang mulia) dalam diri dan
kehidupan manusia. Implikasi konsep tazkiyatun nafs, Dalam
pengembangannya pendidikan Islam menyeimbangkan dua unsur
(jasmani dan rohani) secara integratif. Dengan diterapkannya Tazkiyatun
Nafs dalam kehidupan sehari-hari maka akan berimplikasi memperkuat
keimanan manusia, membentuk akhlakul karimah, mengembangkan
potensi manusia, membentuk kematangan emosional manusia dengan
lebih bijaksana dalam menyikapi problematika kehidupan dan menjauhkan
pemahaman manusia dari kehidupan materialism, hedonisme.

viii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................. ............ i


Halaman Persetujuan Pembimbing ......................................... ...... ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi ......................................... . iii
Halaman Pengesahan ................................................................. .... iv
Halaman Prakata .......................................................................... ... v
Halaman Abstrak ..................................................................... ........ viii
Daftar Isi............................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 6
D. Kegunaan Penelitian ........................................................ 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................... 8

A. Tazkiyatun Nafs ................................................................ 8


1. Pengertian Nafs .......................................................... 8
2. Klasifikasi Nafs ............................................................ 12
3. Fungsi Nafs ................................................................. 15
4. Manfaat Nafs dalam Kehidupan Sehari-hari................ 17
5. Pengertian Tazkiyatun Nafs ........................................ 21
6. Tingkatan Tazkiyatun Nafs ......................................... 24
B. Pendidikan Islam ............................................................. 26
1. Pengertian pendidikan islam ....................................... 26
2. Tujuan Pendidikan Islam ............................................. 31
3. Dasar-Dasar Pendidikan Islam ................................... 33
C. Ruang Lingkup Pendidikan Islam..................................... 36
1. Pengajaran Al-Qur’an................................................. 36

ix
2. Perbuatan Mendidik Sendiri......................................... 37
3. Anak Didik....................................................................37
4. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam............................ 37
5. Pendidikan .................................................................. 37
6. Materi Pendidikan Islam............................................... 37
7. Metode Pendidikan Islam............................................. 38
8. Evaluasi Pendidikan Islam........................................... 38
9. Sarana dan Prasarana Pendidikan Islam.................... 38
10. Lingkungan Sekitar……………………………………….38
D. Prinsip – prinsip Pendidikan Islam.................................... 38
1. Prinsip Integral dan Seimbang.................................... 38
2. Prinsip Membentuk Manusia yang Seutuhnya............ 39
3. Prinsip Selalu Berkaitan dengan Agama.................... 40
4. Prinsip Terbuka........................................................... 40
5. Prinsip Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat.... 41

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 43

A. Jenis Penelitian ................................................................ 43


B. Variabel penelitian ............................................................ 43
C. Definisi Operasional Variabel ........................................... 44
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 46
E. Teknik Pengelolaan Data ................................................. 47
F. Teknik Analisis Data ......................................................... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN…………............................................48

A. Konsep Tazkiyatun Nafs.................................................. 48


B. Metode Tazkiyatun Nafs...................................................52
1. Muhasabatun Nafs...................................................... 52
2. Taubat......................................................................... 53
3. Bergaul Dengan Orang-orang Shaleh........................ 53
4. Menghadiri Majlis Ta’lim............................................. 54

x
5. Do’a.............................................................................54
C. Implikasi konsep Tazkiyatun Nafs dalam Pengembangan
Pendidikan islam.............................................................. 60
1. Asal Kejadian Manusia............................................... 60
2. Kewajiban Hidup Manusia.......................................... 63
3. Tujuan Hidup Manusia................................................ 65
a. Memperkuat Keimanan Manusia Sebagai Dasar
Pijakan Dalam Beraktivitas Sehari-hari…………... 67
b. Membentuk Akhlakul Karimah……. ….................69
c. Mengembangkan Potensi Manusia………..……... 72
d. Membentuk Kematangan Emosional Manusia Dengan
Lebih Bijaksana Dalam Menyikapi Problematika
Kehidupan………………………………………..… 75
e. Menjauhkan pemahaman Manusia dari kehidupan
materialisme-hedonisme…………………………. 76
BAB V PENUTUP.............................................................................. 81

A. Kesimpulan......................................................................81
B. Saran .............................................................................. 82

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan oleh Allah swt. Dalam dua dimensi jiwa, ia

memiliki karakter, potensi, orientasi dan kecendrungan yang sama untuk

melakukan hal-hal positif dan negatif. Inilah salah satu ciri spesifik

manusia yang membedakan dengan makhluk lainnya, sehingga manusia

dikatakan makhluk alternatif. Artinya manusia bisa jadi baik dan tinggi di

hadapan Allah atau sebaliknya, ia pun bisa menjadi jahat dan jatuh

terperosok pada posisi yang rendah dan buruk seperti hewan bahkan

lebih rendah dan buruk dari pada hewan.

Manusia adalah makhluk dua dimensi dalam tabiatnya,

potensinya, dan dalam kecenderungan arahnya. Ini karena ciri

penciptaannya sebagai makhluk yang tercipta dari tanah dan hembusan

ilahi, menjadikannya memiliki potensi yang sama dalam kebajikan dan

keburukan, petunjuk dan kesesatan. Manusia mampu membedakan mana

yang baik dan mana yang buruk, dia mampu mengarahkan dirinya menuju

kebaikan atau keburukan dalam kadar yang sama.

Dimensi jiwa dalam kehidupan manusia sangat berpengaruh dalam

membina perjalanan keimanan, keislaman dan keihsanan seorang

muslim. Pentingnya wahana ruhani tersebut, dalam hal ini jiwa, karena

1
2

jiwa adalah eksistensi terdalam yang senantiasa membutuhkan konsumsi

spritual agar berkembang tubuh sehat dan mandiri. Sebab pendidikan

seorang muslim tidak akan berhasil secara maksimal apabila tidak bisa

mengolah rasa jiwanya sampai pada tahap kesucian, kemuliaan dan

keluhuran. Untuk mencapai tahapan keluhuran maka harus dimulai dari

tahap pertama yaitu tahap penyucian jiwa, tahap inilah yang dalam istilah

bahasa arab disebut tazkiyatun nafs. (  ‫) ت زك ية‬

Tazkiyatun dimaksudkan sebagai cara untuk memperbaiki

seseorang dari tingkat yang rendah ketingkat yang lebih tinggi dalam hal

sikap, sifat, kepribadian dan karakter. Semakain sering seseorang

melakukan tazkiyah pada karakter karakter kepribadiannya, semakin

Allah membawanya ketingkat keimanan yang lebih tinggi. Sebagaimana

firman Allah dalam (Q.S. Asy-syam : 9-10)

         

Terjemahannya:

sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan

sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.(Departemen

Agama. 2012 : 437).

Membaca ayat di atas, jelas bahwa mensucikan jiwa adalah

sesuatu yang penting dalam kehiudupan manusia. Jiwa yang bersih akan
3

menghasilkan prilaku yang bersih pula, karena jiwalah yang menentukan

suatu perbuatan itu baik atau buruk. Jadi dapat dikatakan bahwa puncak

kebahagian manusia terletak pada tazkiyatun nafs, sementara puncak

kesengsraan manusia terletak pada tindakan membiarkan jiwa mengalir

sesuai dengan tabiat alamiah.

Al Qur’an menyeru manusia untuk mengamati dirinya dan juga

untuk mensucikannya. Diri manusia rentan pada setiap perubahan yang

terjadi umumnya perubahan yang negatif. Al-qur’an memerintahkan

manusia untuk menjaga dirinya hingga ia terbingkai oleh fitrahnya.

Menjaga fitrah disini mencakup menjaga fisik dan juga jiwa dari semua

penyakit yang kerap mengganggu.

Al Qur’an telah memberi ekspresi tertinggi pada diri manusia. Hal

ini tampak jelas dari tujuan penting ajaran islam yakni menjaga diri

(eksistensi) manusia.

Pendidikan merupakan suatu tujuan dan proses menjaga

eksisistensi manusia. Secara lebih filosofis Muhammad Natsir dalam

tulisan “ Ideologi Didikan Islam” menyatakan, “yang dinamakan pendidikan

ialah suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan

kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”

Pendidikan sering dikatakan sebagai seni pembentukan masa

depan. Ini tidak hanya terkait dengan manusia seperti apa yang

diharapkan dimasa depan, tetapi juga dengan proses seperti apa yang
4

akan datang. Baik dalam konteks peserta didik maupun proses, oleh

karenanya pendidikan islam perlu memperhatikan realitas sekarang untuk

menyusun format langkah-langkah yang akan dilakukan.

Pendidikan islam dewasa ini menghadapi banyak tantangan yang

berusaha mengancam keberadaannya. Tantangan tersebut merupakan

bagian dari sekian banyak tantangan global yang memerangi kebudayaan

islam. Tantangan yang paling parah yang dihadapi pendidikan islam

adalah krisis moral spritual masyarakat, sehingga muncul anggapan,

bahwa pendidikan islam masih belum mampu merealisasikan tujuan

pendidikan islam secara holistik

Pendidikan islam merupakan salah satu aspek dari ajaran islam

secara keseluruhan. Karenanya, tujuan pendidikan islam tidak terlepas

dari tujuan hidup manusia dalam islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-

pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepada-Nya dan dapat

mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat.

Untuk merealisasikan semua tujuan pendidikan islam yang dicita-

citakan dan dirumuskan oleh para pemikir pendidikan islam, sangatlah

penting untuk melakukan reorientasi terhadap dasar-dasar pembentukan

dan pengembangan pendidikan islam yang pertama dan utama tentu saja

Al-qur’an dan Sunnah. Dasar pendidikan islam yang selanjutnya adalah

nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran-

ajaran Al-qur’an dan Sunnah atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan


5

menjauhkan kemudharatan bagi manusia. Kemudian, warisan pemikiran

islam juga merupakan dasar penting dalam pendidikan islam. Dalam hal

ini pemikiran para ulama, filosof, cendikiawan muslim, khususnya dalam

pendidikan menjadi rujukan penting pengembangan pendidikan islam. Al

Qur’an misalnya memberikan konsep dan prinsip yang sangat penting

bagi pendidikan yaitu penyucian jiwa manusia, penghormatan kepada akal

manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, serta

memelihara kebutuhan sosial.

Dari penulisan di atas jelaslah bahwa konsep-konsep tazkiyatun

nafs yang ada dalam Al Qur’an surah As-syam memberikan pengaruh

secara tidak langsung terhadap pengembangan pendidikan islam, serta

berfungsi sebagai pembentukan manusia yang berakhlakul karimah,

beriman dan bertakwa kepada Allah. Serta memiliki kekuatan spiritual

yang tinggi dalam hidup. Keduanya merupakan kebutuhan pokok hidup

manusia dalam mencapai kebahagiaan dunia akhirat.

Berangkat dari latar belakang diatas, penulis tertarik mengangkat

judul ”Konsep Tazkiyatun Nafs dalam Al Qur’an dan implikasinya

dalam pengembangan pendidikan islam”. Karena konsep Tazkiyatun

Nafs berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan islam, maka

penting untuk di perhatikan, di kembangkan dan di wujudkan di zaman

modern yang di tandai dengan kemiskinan moral spritual, karena konsep

dalam Al Qur’an. Berisikan tentang kebahagiaan dan kesempurnaan jiwa


6

serta ketinggian akhlak yang dapat membentuk orang keluar dari krisis

moral spritual.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat di rumuskan

beberapa masalah dalam penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana Konsep Nafs dalam Al-Qur’an surah ke 91 ayat 9-10?

2. Bagaimana Konsep Tazkiyatun Nafs dalam Al-Qur’an ?

3. Bagaimana implikasi Konsep Tazkiyatun Nafs dalam

pengembangan pendidikan islam ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui tentang konsep nafs dalam Al-Qur’an

2. Untuk mengetahui tentang konsep tazkiyatun nafs dalam Al

Qur’an.

3. Untuk mengetahui tentang implikasi konsep tazkiyatun nafs

dalam pengembangan pendidikan islam.

D. Kegunaan Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan mempunyai beberapa

kegunaan yaitu:

1. sebagai sumbangan pemikiran, yang mengharapkan mampu

menjadi saranapengembangan wawasan keilmuan dan


7

penghayatan serta pengalaman keagamaan dikalangan

akademisi khususnya dan masyarakat pada umumnya.

2. Sebagai bahan untuk menambah khazanah bacaan islam pada

perguruan-perguruan tinggi islam pada khususnya dan

perguruan-perguruan tinggi yang intens dengan studi keislaman.

3. Untuk mengembangkan kreatifitas potensi diri penulis dalam

mencurahkan pemikiran ilmiah lebih lanjut.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tazkiyatun Nafs

1. Pengertian Nafs

Dalam Ensiklopedi Islam (Al-Indunisi. H. 36. 2003) Nafs (nafsu)

adalah dipahami sebagai organ ruhani manusia yang memiliki pengaruh

yang paling banyak dan paling besar di antara anggota rohani lainnya

yang mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk melakukan

suatu tindakan.

Dalam kamus ilmu tasawuf kata nafs memiliki beberapa arti, yaitu

pertama, nafs adalah pribadi atau diri dalam susunan nafsio

fisik.(Jumantoro, H. 65. 2012) (psiko fisik) bukan merupakan dua dimensi

yang terpisah, kedua, arti nafs adalah kesadaran perikemanusiaan atau

“aku internal”. Maksudnya, segala macam kegelisahan, ketenangan, sakit,

dan sebagainya hanya diri sendirilah yang merasakan dan belum tentu

terekspresikan melalui fisik. Orang lain hanya dapat membayangkan apa

yang dirasakan oleh “aku internal” ketiga, arti nafs yang ketiga, yaitu dapat

diartikan spesies (sesama jenis). Keempat, diartikan sebagai kehendak,

kemauan dan nafsu-nafsu. Dengan kata lain nafs merupakan kekuatan

penggerak yang membangkitkan kegiatan dalam diri makhluk hidup dan

8
9

memotori tingkah laku serta mengarahkannya pada suatu tujuan atau

berbagai tujuan.

Nafs (nafsu) secara etimologis berhubungan dengan asal usul

“peniupan” yang sering secara silih berganti dipakai dalam literatur bahasa

Arab dengan arti “jiwa kehidupan” atau “gairah dan hasrat duniawi” suatu

istilah yang banyak digunakan dalam khazanah kaum sufi. Al-Ghazali

memperhatikan dua bentuk pengertian nafs (nafsu) tersebut. Satu

diantaranya adalah pengertian yang menggabungkan kekuatan amarah

dan nafs (nafsu) di dalam diri manusia. Sebenarnya kedua unsur tersebut

mempunyai maksud yang baik, sebab mereka bertanggung jawab atas

gejala-gejala jahat dalam pribadi seseorang dan sebaliknya bagi yang

merusak dari amarah dan nafsu harus ditertibkan dan harus dibatasi

tindakannya. Sedangkan pengertian kedua dari nafs (nafsu) ialah “

kelembutan ilahi” dengan demikian nafs (nafsu) dapat dipahami sebagai

keadaan yang sesugguhnya dari wujud atau perkembangan pada suatu

tindakan tertentu dalam pribadi yang secara keseluruhan. Ia mengandung

arti penjelasan hubungan yang sesungguhnya antara hati dan gairah

tubuh dan dalam keadaan tertentu dari kelembutan ilahi.

Nafs juga dipahami sebagai ruh akhir atau ruh yang diturunkan

Allah swt. Atau yang mendhohir kedalam jasadiyah manusia dalam rangka

menghidupkan jasadiyah itu, menghidupkan qalbu, akal fikir, inderawi dan

menggerakkan seluruh unsur dan organ dari jasadiyah tersebut agar

dapat berintraksi dengan lingkungannya di permukaan bumi dan dunia ini.


10

Nafs dalam Al-Qur‟an tercantum pada beberapa tempat, dengan

makna yang berbeda-beda, sesuai dengan ayat yang ada. Namun secara

umum makna-makna tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa

bagian :

a. Roh. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-an‟aam [6] : 93

          

 
Terjemahannya :

Seandainya kau lihat orang-orang zalim saat menghadapi

cengkraman maut dan makaikat mengulurkan tangan-tangannya

keluarkanlah jiwa (roh) mu (Departemen Agama RI : 2007 : 139)

Hal itiu terjadi pada saat orang kafir menghadapi detik-detik

kematiannya. Rohnya berpisah dari jasadnya. Kemudian malaikat

mengeluarkan dan mencabutnya dengan keras, lalu malaikat mengatakan

kepadanya, “keluarlah jiwamu” maksudnya adalah rohmu. Hal ini sebagai

penghinaan yang sangat merendahkan.

b. Nafs yang bermakna potensi pikiran manusia. Sebagaimana dalam

firman Allah dalam Q.S An-naml [27] : 14

     


11

Terjamahannya :

Mereka serius menentangnyadan jiwa (potensi pikiran) mereka

meyakininya dengan zalim dan sombong (Departemen Agama RI :

2007 : 387)

c. Nafs bermakna hati (al-qalb). Sebagaimana dalam firman Allah

dalam Q.S Yusuf [12] : 77

      

Terjemahannya :

Yusuf menyembunyikannya di dalam jiwa (hati)nya dan tidak di

tampakkan kepada mereka (Departemen Agama RI : 2007 : 244)

d. Nafs bermakna potensi kebaikan dan kebururkan.

Nafs memiliki berbagai sifat dan karakteristik. Ia mencintai dan

membenci, ia menggoda dan merayu, ia yakin dan kokoh, ia juga

membimbing pemiliknya kejalan yang benar dan mencelanya pada saat

melakukan perbuatan buruk. Nafs memiliki pengaruh nyata pada prilaku

manusia.

Sebagian besar ayat Al Qur‟an yang di dalamnya terdapat kata

“an-nafs” memiliki makna ini seperti yang terdapat dalam Q.S Qaaf [50] :

16.

       


12

Terjemahannya :

Dan sesungguhnuya kami menciptakan manusia dan mengetahui

apa yang dibisikkan (oleh setan) kedalam jiwa (potensi

keburukan)nya. (Departemen Agama RI : 2007 : 519)

Di ayat yang lain dalam Q.S An- Nazi‟at : [79] 40-41 Allah

berfirman:

             
Terjemahannya :

Dan adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan


menahan jiwa (potensi keburukan) dari hawa nafsunya, maka
sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya (tempat dia kembali).
(Departemen Agama RI : 2007 : 584)

Dari sini dapat dibatasi definisi nafs dari dua makna yang terakhir,

yaitu” sesuatu yang terdapat didalam diri manusia, yang tidak dapat

diketahui wujudnya, yang dapat menerima arahan kepada kebaikan dan

keburukan dan memiliki berbagai sifat dan karakter kemanusiaan, juga

memiliki pengaruh yang nyata pada prilaku manusia.” Nafs dengan makna

ini mencakup roh dan hati, dan segala yang ada pada manusia yang

terdiri dari potensi pengetahuan yang membuatnya mampu memisahkan

yang baik dan yang buruk.

2. Klasifikasi Nafs

Dalam Al-Qur‟an ada tiga macam an-nafs :

a. Nafs Ammarah (jiwa yang mengajak manusia untuk berbuat

jelek), sebagaimana terdapat dalam Al-Qur‟an surah Yusuf [12]:

53
13

   


Terjemahannya :

Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,

(Departemen Agama RI : 2007 : 357)

b. Nafs lawwamah (yaitu yang menyesali dirinya) sebagaimana

firman Allah dalam surah Al-Qiyamah [75] : 2

    


Terjemahannya :

Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya

sendiri (Departemen Agama RI : 2007 : 1000)

Maksudnya, jika ia berbuat kebaikan ia menyesal mengapa tidak

berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan. Jawaban (isi)

terhadap sumpah tersebut adalah, “Kamu pasti akan dibangkitkan.”

Dinamakan jiwa tersebut dengan „lawwamah‟ karena keadaan jiwa

tersebut yang selalu menyesali dirinya, tidak tetapnya berada di atas satu

keadaan. Di samping itu, ketika mati jiwa itu menyesali perbuatannya.

Bahkan jiwa orang mukmin menyalahkan dirinya ketika di dunia karena

apa yang dilakukannya berupa sikap meremehkan, kurang memenuhi

hak, lalai.

c. Nafs Muthmainnah ( jiwa yang tenang ) sebagaimana firman

Allah dalam surah Al-Fajr [89] : 27-30


14

           

    

Terjemahannya:

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku (Departemen Agama RI : 2007 :
1059)

Ayat diatas menjelaskan Mereka adalah orang-orang yang

beruntung. Balasan yang yang mereka terima jauh lebih besar daripada

yang mereka korbankan. Sewaktu di dunia, mereka memang harus

bersusah-payah menjaga keimanan dan memperbanyak amal

shalih. Mereka harus berjuang keras mengekang hawa nafsunya dan

menahan diri tidak mengumbar kesenangannya. Mereka juga harus

bersabar menjalani semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-

Nya. Demikian pula tatkala menghadapi berbagai godaan, cobaan dan

ujian; mereka harus tetap kokoh dan teguh. Sikap itu harus terus

dipelihara sekalipun harus menanggung penderitaan dan rasa sakit. Akan

tetapi, semua beban berat itu lenyap seketika tatkala mereka mengecap

kenikmatan surga. Demikian nikmatnya hingga seolah-olah tidak pernah

merasakan penderitaan sedikit pun.

Selain menyebutkan klasifikasi nafs, sangat perlu untuk

mengetahui sifat-sifat Nafs.

Menurut Ibn Ali Al- Kasyani menyebutkan sifat-sifat nafs sebagai


berikut :
15

a. Perbudakan hawa nafsu (hawa) nafs selalu ingin menikmati


kesenangan-kesenangan badani dan jasmani serta memenuhi
hasrat-hasrat dan berbagai keinginan hawa nafsu itu.
b. Sifat lainnya dari Nafs adalah kemunafikan (nifaq), yakni dalam
banyak hal nafs tidak cocok dengan batinnya, menyanjung-
nyanjung dan mnemuji manusia setinggi langit di hadapannya,
dan kemudian melecehkannya di belakang.
c. Sifat ketiga dari nafs adalah bermegah-megahan atau suka
pamer (riya‟).
d. Sifat lainnya dari nafs adalah mengklaim ketuhanan (uluhiyah)
dan keras kepala menentang Allah.
e. Sifat lainnya dari nafs adalah kikir dan tamak.

3. Fungsi nafs

Setelah dijelaskan pengertian dan klasifikasi Nafs selanjutnya

dijelaskan beberapa fungsi nafs. Nafs dalam diri manusia ibarat listrik.

Jasad ibarat sebuah rumah yang belum memiliki listrik, maka ia akan

gelap gulita mati dan tidak ada kehidupan yang dapat dilihat. Ketika Nafs

mengalir kedalam jasad, maka hidup dan bergeraklah jasad dengan

segala aktivitas kehidupannya. Begitulah dengan dengan sebuah Nafs

yang telah dialiri tenaga listrik, maka ia akan terang benderang dan di

dalamnya pun akan tampak tanda-tanda kehidupan. Begitu pula dengan

jasad manusia, apabila Nafs yang ada dalam jasad itu hanya sedikit

menampung daya ketuhanan, maka jasad itupun tidak dapat

melaksanakan aktivitasnya dengan benar. Ia tidak dapat lagi

membedakan mana yang halal dan mana yang haram dan seterusnya.

Pada hakikatnya, Nafs memiliki fungsi menggerakkan dan

mendorong diri manusia untuk melahirkan beberapa hal, yakni :


16

a. Mendorong dan menggerakkan otak manusia agar berpikir dan

merenungkan apa-apa yang telah Allah ilhamkan berupa kebaikan dan

keburukan. Sehingga dapat menemukan hikmah-hikmah dari

keduanya.

b. Mendorong dan menggerakkan, qalbu (hati yang lembut) yang ada

dalam dada agar merasakan dua perasaan, yaitu perasaan ketuhanan

dan perasaan kemakhlukan, agar menerima ilham dan penampakan

isyarat-isyarat ketuhanan yang abstrak dan tersembunyi.

c. Mendorong dan menggerakkan panca indera kepada obyek-obyek

ayat-ayat Allah yang membumi dan kongkrit, rasa halal dan haram, hak

dan bathil. Agar kedua mata dapat malihat pemandangan yang indah

dan jelek, agar kedua telinga dapat mendengar suara yang merdu dan

tidak merdu (sumbang), suara yang halal dan haram, suara haq dan

bathil, agar kulit meraba benda yang halus dan kasar, benda yang halal

dan haram, benda yang haq dan bathil.

d. Mendorong dan menggerakkan organ-organ tubuh dalam kerja

sunnatullah, seperti : gerak jantung, kerja paru-paru, limpa, hati, ginjal,

dan yang lain-lainnya.

e. Mendorong dan menggerakkan diri agar melahirkan perbuatan-

perbuatan, sikap-sikap, tindakan-tindakan, gerak gerik dan penampilan

yang fitrah.
17

4. Metode Al-Qur’an

Di dalam Al-Qur‟an memiliki beberapa metode dalam penyucian

jiwa antara lain :

a. Zikir Kepada Allah Swt.

Mengingat Allah (Dzikrullah) merupakan salah satu anjuran yang

sangat ditekankan dalam Islam dan merupakan bentuk nyata dari

penghambaan kita kepada Allah Swt. Dzikrullah (mengingat Allah)

merupakan amalan yang sangat agung. Ia merupakan sebab

diturunkannya berbagai nikmat, Penolak segala bala‟ dan musibah. Dzikir

juga merupakan sebab kuatnya hati dan penyejuk hati manusia.

Aktifitas ini mempunyai manfaat yang sangat besar. Baik dalam

kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Begitu juga sebaliknya, seseorang

yang lalai dalam mengingat Allah tentu akan meraih kerugian yang tak

terhingga. Allah Swt menggolongkan orang-orang yang lalai dalam

mengingatnya sebagai kelompok yang rugi.sebagaimana dijelaskan dalam

QS.Al-munafiqun[63] : 9

             

    


Terjemahannya :

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu


melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat
demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.
(Departemen Agama RI : 2007 : 937)
18

Dzikir bukan hanya sebuah tutur kata dan lafadz yang keluar dari

lisan, melainkan suatu hakikat yang mengakar dalam jiwa sehingga dapat

menjadikan manusia terhubung dengan sang pencipta, yaitu Allah Swt.

Inti dari mengingat Allah adalah hati dan jiwa kita. Yaitu dengan

mengingat Allah Swt, manusia merasakan kehadiran dan Kebesaran-Nya.

Ucapan zikir yang keluar dari lisan seseorang merupakan reaksi dari

kontak yang terjadi antara jiwa manusia bersama Tuhan-Nya.

Mengingat Allah merupakan perantara penyucian jiwa. oleh karena

itu, hati manusia yang selalu terkontaminasi oleh berbagai keburukan

dapat dibersihkan melalui berdzikir. Berkaitan dengan hal ini, Imam Ali bin

Abi Thalib as dalam nasehatnya kepada putranya Imam Hasan Mujtaba

berkata, “ putraku,aku menasehatimu untuk senantiasa bertakwa kepada

Allah Swt dan membersihkan jiwamu melalui Dzikrullah”.

b. Shalat

Sholat merupakan salah satu bentuk pengabdian manusia kepada

Allah Swt yang wajib dilakukan, seperti dijelaskan dalam QS An- Nisa‟ [04]

: 103

            

         


Terjemahannya :

Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah


di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian
apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
19

ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.(Departemen


Agama RI : 2007 : 138)

Setiap perintah pasti memiliki sebuah tujuan dan manfaat, pun juga

dengan perintah sholat. Allah menurunkan perintah sholat pasti memiliki

suatu tujuan dan manfaat bagi manusia. Untuk dapat memahaminya,

maka harus dipahami secara utuh perintah tersebut, mulai arti sholat, latar

belakang, tujuan sholat, unsur – unsur dalam sholat. Ketika manusia

memahami perintah sholat secara utuh, maka manusia akan memahami

sebuah manfaat atau hikmah dari perintah sholat tersebut. Hal ini sangat

penting, karena dengan memahami hikmah atau manfaat sholat akan

meningkatkan motivasi untuk melaksanakan perintah sholat dan

beribadah dengan sepenuh hati kepada Allah Swt. Karena itu, disini akan

dibahas mengenai hikmah dari sholat itu sendiri.

Sholat diperintahkan dengan tujuan agar manusia selalu ingat

kepada Allah, mengingat akan Dzat Nya, sifat – sifat Nya, kenikmatan dan

kebesaran Nya, ancaman dan siksa Nya, serta ingat akan hokum – hokum

dan aturan yang telah ditetapkan Allah melalui sunnatullah – sunnatullah

Nya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Thaahaa [20] : 14

           
Terjemahannya :

Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)

selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk

mengingat Aku.(Departemen Agama RI : 2007 : 477)


20

Dengan mengingat Allah, manusia akan selalu ingat akan

kedudukannya sebagai hamba, budak Allah, yang harus selalu

melaksanakan perintah dan hukum – hukum Nya, bagaimana kebesaran

Allah dan pengasih dan pemurahnya Dia kepada manusia. Sehingga

mereka akan selalu termotivasi untuk beribadah kepada Allah. Ketika

menghadapi persoalan, manusia akan terbantu untuk menyelesikannya,

Sholat juga diperintahkan agar manusia dapat mencegah

perbuatan keji dan munkar,seperti dijelaskan dalam QS. Al- „Ankabuut [29]

: 45

             

          


Terjemahannya :

Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al


Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Departemen Agama RI : 2007 : 635)

Tujuan ini sangat berhubungan dengan tujuan mengingat tadi,

karena ketika manusia selalu ingat kepada Allah, maka ia akan takut,

malu untuk melakukan perbuatan keji dan munkar, suatu perbuatan yang

tidak mencerminkan kehambaan diri kepada Allah.

5. Manfaat Nafs dalam Kehidupan Sehari-hari

Nafs adalah kecenderungan jiwa pada perkara-perkara yang

selaras dengan kehendak manusia. Ia sejatinya diciptakan Allah untuk

menjaga keberlangsungan hidup manusia. Bisa dibayangkan, jika tak ada


21

nafsu, tak mungkin manusia menginginkan kualitas hidup yang baik.

Karenanya, nafsu tidak untuk dihilangkan, tetapi untuk diatur dan

dikendalikan sesuai dengan kehendak syariat. Meskipun pada prakteknya

mengendalikan hawa nafsu bukanlah perkara yang mudah. Di setiap

waktu, tempat, dan keadaan kita harus senantiasa sigap melawan bisikan

nafsu negative. Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya

dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga itulah

tempat tinggalnya.

Kita telah banyak mendengar dampak negative dan kerugian dari

hawa nafsu yang tidak terkendali dalam kehidupan sehari-hari. Nafsu

yang tidak terkendali menyebabkan terputusnya jalan nikmat dan

mendapatkan aib yang sulit dihilangkan. Tidak ada jalan lain saat

berhadapan dengan hawa nafsu kecuali melawannya. Karena kita tahu,

hawa nafsu hanya akan membawa pada kesesatan. Semakin diikuti

semakin jauh kita tersesat.

Banyak orang yang gagal dalam mengarungi hidupnya hanya

karena tidak pandai mengendalikan hawa nafsunya. Mereka terkadang

sadar bahwa perbuatan mereka adalah salah, , tetapi tetap dilakukan

demi mengejar kenikmatan yang sesaat. Sebagai seorang beriman

janganlah kita menuruti kemauan hawa nafsu, sebab nafsu senantiasa

mencegah kita menikmati rasa ibadah, menjauhkan kita dari Tuhan, dan

menghalangi kita melihat keagungan dan kebesaran-Nya.


22

Nafs tidak selalu bermakna negatif, asal kita tahu bagaimana

menguasai dan mengelola hawa nafsu tersebut. Apabila kita mengelola

nafsu yang ada menjadi kegiatan yang positif. Dalam kehidupan

seseorang manusia nafsu memiliki peran yang sangat penting. Nafsu

ibarat pedang bermata dua, di satu sisi apabila salah menggunakannya

akan membawa kerugian, tetapi apabila dikelola dan digunakan

sedemikian rupa akan berdampak baik. Hawa nafsu bila semakin kuat dan

keras ditekan, hati kita akan semakin merasakan kenikmatan dan

kebahagiaan.

Sikap kontrol diri atau mujahadah an-Nafs adalah satu sikap yang

diajarkan Islam agar manusia mampu menjadi pribadi yang tidak selalu

mengedepankan hawa nafsu dan emosinya dalam menjalani kehidupan.

Akan tetapi, mampu mengendalikan emosi dan hawa nafsunya dengan

selalu mengedepankan kejernihan hati dan pikiran serta perilaku mulia

yang dapat meninggikan derajatnya di hadapan Allah swt.

Maka dari penjelasan di atas terdapat beberapa manfaat nafs

dalam kehidupan sehari-hari yaitu :

a. Menambah ketentraman jiwa.

Seseorang yang memiliki sikap kontrol diri, hatinya akan merasa

tenteram dan nyaman, tidak pernah berburuk sangka terhadap

siapa pun yang ditemuinya, tidak mengucapkan sesuatu yang

dapat merugikan orang-orang yang ada di sekitarnya.


23

Rasulullah saw. Bersabda

Artinya :

"Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal


daging. Jika segumpal daging itu baik, maka seluruh tubuh juga baik.
Jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak.
Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati". (HR Muslim, no. 1599.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasâ`i,
Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Darimi, dengan lafazh yang
berbeda-beda namun maknanya sama.

b. Berpikir positif.

Selalu berpikir positif dalam segala hal, tidak pernah

mempunyai prasangka buruk terhadap apa pun dan siapa pun,

tidak memiliki perasaan untuk merendahkan, atau bahkan

menghina siapa pun yang ditemuinya. Ketika seseorang

memiliki perilaku berpikir positif, dia akan selalu

mempertimbangkan setiap ucapan dan perilakunya untuk

memberikan manfaat kepada orang lain.

c. Optimis dalam segala hal

Sikap optimis artinya keyakinan yang kuat bahwa kesungguhan

dan kerja keras yang kita lakukan akan mendapatkan petunjuk

dan pertolongan dari Allah swt. dengan berbagai macam kemu

dahan. Seperti firman Allah dalam Q.S Al- ankabut [29] : 69

          
24

Terjemahannya :

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami


akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah
beserta orang-orang yang berbuat baik. ( Departemen Agama RI
2007 :404 )

d. Bersabar ketika mendapat kegagalan

Seseorang yang memiliki sikap kontrol diri akan bersabar dan

menganggap bahwa setiap kegagalan dalam usahanya adalah

ujian baginya untuk meningkatkan usaha dan doanya lebih

maksimal lagi di kemudian hari. Seperti firman Allah dalam Q.S

Yusuf [12] : 87

             

       

Terjemahannya :

Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf


dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah
orang-orang yang kafir. (Departemen Agama RI 2007 : 247)

6. Pengertian Tazkiyatun Nafs

kata tazkiyah berasal dari bahasa arab, yakni masdar dari zakka

yang berarti pembersihan dan penyucian serta pembinaan dan

peningkatan jiwa menuju kepada kehidupan spritual yang tinggi. Menurut

Said Hawwa, secara etimologi mempunyai dua makna yakni penyucian

dan pertumbuhan. Tazkiyah adalah menjadikan sesuatu menjadi bersih


25

dan suci, baik pada dzatnya, keyakinan, maupun pada apa yang di

informasikan. Sebagaimana ungkapan, “addaltuhu” maksudnya, saya

menjadikannya adil, baik dalam dirinya sendiri atau pada keyakinan

manusia. Hati yang bersih dapat tumbuh dengan baik dan sempurna

Sebagimana Allah berfirman dalam Q.S An- Nur [24] : 21

              

     

Terjemahannya :

Kalau bukan kerena karunia Allah dan rahmat_Nya kepadamu,


niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji
dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa
yang Dia kehendaki dan Allah maha mendengar, maha mengetahui.
(Departemen Agama RI : 2007 : 352)

Diayat yang lain Allah berfirman dalam Q.S An- Nisaa‟ [04] : 49

           
Terjemahannya :

Tidaklah engkau memperhatikan orang-orang yang menganggap


dirinya suci (orang yahudi dan nasrani) sebenarnya Allah
mensucikan siapa yang Dia kehendaki. (Departemen Agama RI :
2007 : 86)

Dengan demikian tazkiyatun nafs tidak saja terbatas pada

pembersihan dan penyucian diri akan tetapi juga meliputi pembinaan dan

pengembangan diri. Sedangkan menurut istilah membersihkan jiwa dari

kemusyrikan dan cabang-cabangnya, merealiosasikan kesuciannya

dengan tauhid dan cabang-cabangnya dan menjadikan nana-nama Allah


26

sebaik akhlaknya, disamping ubudiyah yang sempurna kepada Allah

dengan membebaskan diri dari pengakuan rububiyah.

Padanan atau sinonim yang mirip dengan pengertian tazkiyah,

adalah tathhir yang berasal dari kata thahara yang artinya membersihkan.

Kata tathhir atau thahara konotasinya adalah membersihkan sesuatu yang

bersifat material atau jasmani yang bisa diketahui oleh idra-indra manusia.

Misalnya, membersihkan tangan dari kotoran, baik berupa najis maupun

noda-noda yang menempel pada jasmani maniusia. Sedangkan kata

tazkiyah konotasinya adalah membersihkan sesuatu yang bersifat

immaterial. Misalnya. Membersihkan angan-angan kosong, nafsu jahat

dan sebagainya.

Semua kamus menyatakan kata tazkiyah mempunyai dua arti,

meski para ahli bahasa berbeda pendapat mana di antaranya yang lebih

mendasar. Arti pertama adalah mensucikan dan membersihkan,

sedangkan arti kedua adalah memperbesar jumlah atau menambah.

Dengan demikian, frase tazkiyatun nafs, seperti banyak di akui oleh para

mufassir Al-Qur‟an dapat diartikan sebagai “penyucian” jiwa maupun “

penumbuihan” jiwa. Kebanyakan ahli ntafsir menekankan makna yang

pertama, terutama karena alasan-alasan teologis. Singkatnya, kewajiban

primer kaum muslim adal;ah tunduk kepada Alla, dan ini tidak akan

tercapai kecuali ndengan cara membersihkan diri dari semua hal-hal yang

dibenci Allah. Inilah yan g disebut “penyucian” Namun, jelas bahwa jiwa

harus pula tumbuh atas bantuan Allah. Bertumbuh juga dapat disebut
27

tazkiyah. Dengan demikian, kedua arti itu, yakni penyucian dan

pertumbuhan bisa saja berlaku bagi kata tazkiayah. Kita dapat pula

menganggap penyucian sebagai usaha menumbuhkan jiwa sehingga

kedua arti itu bisa diartikan saling berkait satu sama lain.

Dengan demikian, tazkiyatun nafs tidak saja mengandung arti

mensucikan jiwa. Tetapi juga mendorongnya untuk tumbuh subur dan

terbuka terhadap karunia Allah. Terjemahan dalam hal ini adalah merawat

jiwa. Muhammad abduh mengartikan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa)

dengan tarbiyatun nafs ( pendidikan jiwa ) yang kesempurnaannya dapat

dicapai dengan tazkiyatul aqli ( penyucian dan pengembangan akal ) dari

akidah yang sesat dan akhlak yang jahat. Sedangkan tazkiyatul aqli

kesempurnaanya dapat pula dicapai dengan tauhid murni.

Dalam kitab keajaiban jiwa Al-Ghazali mengartikan tazkiyatun nafs

(penyucian jiwa) dengan istilah thaharatun nafs dan imaratun nafs.

Thaharatun nafs berarti pembersihan diri dari sifat-sifat tercela dan

imaratun nafs dalam arti memakmurkan jiwa ( pengembangan jiwa )

dengan sifat-sifat terpuji. Kalau orang sudah sampai melakukan proses

tersebut, dapatlah ia sampai pada tingkatan jiwa muthmainnah dan

bebaslah ia dari pengaruh hawa nafsu.

Para sufi mengartikan tazkiyatun nafs dengan takhalliyun nafs dan

tahliyatun nafs dalam arti melalui pelatihan jiwa yang berat

mengkosongkan diri dari akhlak tercela, dan mengisinya dengan akhlak

terpuji serta sampai pada usaha kerelaan memutuskan segala hubungan


28

yang dapat merugikan kesucan jiwa dan mempersiapkan diri untuk

menuerima pancaran nur ilahi (tajalli). Dengan bebasnya jiwa dari akhlak

tercela dan penuh dengan akhlak nterpuji, maka orang mudah

mendekatkan diri kepada Allah dalam arti kualitas, serta memperoleh Nur-

Nya, kemuliaan dan kesehatan mental dalam hidup.

7. Tingkatan Tazkiyatun Nafs

Secara harfiyah Maqamat (tingkatan) adalah bentuk jama‟ dari

maqam, maqam secara literal berarti tempat berdiri, stasiun, tempat,

lokasi, posisi atau tingkatan. Maqamat merupakan sisi-sisi daripada iman

dimana hati menduduki pada tiap-tiap sisi tersebut.

Menurut Abu Nashr al-sarraj maqam adalah :

Kedudukan atau tingkatan seorang hamba di hadapan Allah yang


diperoleh melalui serangkaian pengabdian (ibadah), kesungguhan
melawan hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati ( mujahadah ),
latihan-latihan spiritual ( riyadlah ), dan mengarahkan segenap jiwa
raga semata-mata kepada Allah serta memutuskan selain-Nya.

Allah berfirman dalam Q.S. Ibrahim [14] : 14

      

Terjemahannya :

Yang demikian itu (adalah untuk) yang takut maqam (menghadap)

kehadirat-Ku dan yang takut ancaman-Ku (Departemen Agama RI

2007 : 257)
29

Al-Qusyairi di dalam kitabnya berkata : maqamat adalah kondisi

dicapai oleh seorang hamba, dimana hati seorang hamba itu berada

didalamnya dan merasakan apa yang dialaminya dalam bentuk adab.

Untuk mencapai hal tersebut diperlukan sebuah usaha dan melalui

permohonan disertai usaha yang sulit. Maka dari itu, maqam bagi tiap-tiap

orang adalah tempat da mana hati seseorang berada dan itu dicapai

dengan riyadlah.

Maqamat, Ialah tingkatan seorang hamba dihadapan Allah dalam

hal ibadah, mujahadah, dan riyadlah serta pemusatan diri kepada Allah

swt. Yang ia tempatkan kepada-Nya. Jadi dapat disimpulkan, maqam

dikalangan kaum sufi merupakan jalan yang dapat mengantarkan untuk

memperoleh ma‟rifat (mengenal) Allah. Namun demikian para sufi

berbeda pendapat mengenai maqamat, baik mengenai pengertiannya

maupun mengenai jumlahnya dan perinciannya.

Berdasarkan uraian di atas dapatlah dipahami bahwa nafs

muthmainnah merupakan tingkatan tertinggi dari rentetan strata jiwa.

Pada tingkatan terakhir ini ia sudah bebas dari sifat-sifat kebinatangan

dan bebas dari sifat insaniyah plus hayawaniyah. Ia benar-benar memiliki

kualitas insaniyah yang sempurna, sehingga berkembang ke arah sifat

insaniyah plus ilahiyah.


30

B. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Sebelum membicarakan pengertian pendidikan islam maka perlu

diketahui terlebih dahulu pengertian pendidikan secara umum, sebagai

titik tolak memberikan pengertian pendidikan islam.

Pendidikan adalah usaha sadar dan teratur serta sistematis, yang

dilakukan oleh orang-orang yang bertanggung jawab untuk mempengaruhi

anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.

Pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak,

dalam petrttumbuhan jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat

dewasa.

Ada banyak definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli.

Sebagai tolak ukur dari definisi-definisi itu, Kamus Besar Bahasa

Indonesia memberikan penjelasan yang cukup memadai tentang makna

pendidikan yaitu :

Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata dasar didik, dan diberi
awalan men, menjadi mendidik yaitu kata kerja yang artinya
memelihara dan memberi latihan (ajaran). Pendidikan sebagai kata
benda berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang
atau kelompok orang dalamusaha dalam mendewasakanmanusia
melalui upaya pengajaran dan latihan.

Secara terminologis, para ahli pendidikan mendefinisikan kata

pendidikan dari berbagai tinjauan. Ada yang melihat dari kepentingan atau

fungsi yang diembannya, dari proses ataupun dilihat dari aspek yang

terkandung didalam pendidikan.


31

Hasan langgulung melihat arti pendidikan dari sisi fungsi, yaitu :

Pertama, dari pandangan masyarakat, yang menjadi tempat


berlangsungnya pendidikan sebagai satu upaya penting pewarisan
kebudayaan yang dilakukanoleh generasi tua kepada generasi muda
agar kehidupan masyarakat tetap berlanjut. Kedua, dari sisi
kepentingan individu, pendidikan diartikan sebagai upaya
pengembanganpotensi-potensi tersembunyi yang dimiliki manusia.

Adapun definisi pendidikan yang menitik beratkan pada aspek

serta ruang lingkupnya dikemukakan oleh Ahmad D. Marimba ia

mengatakan bahwa :

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh


pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam sistem pendidikan
nasional, istilah pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, atau latihan bagi
peranannya dimasa yang akan datang

Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, kalau ditelaah lebih

jauh, meskipun batasan yang dikemukakan para ahli pendidikan selintas

berbeda, terlihat rentang garis merah bahwa pendidikan merupakan

usaha pengembangan kualitas diri manusia dalam segala aspeknya. Jadi,

pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja untuk mencapai tujuan

tertentu dan melibatkan berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu

dan yang lainnya, sehingga membentuk satu sistem yang saling

mempengaruhi.

Penenaan makna pendidikan islam ialah menuju terhadap

pembentukan kepribadian, perbaikan sikap mental yang memadukan iman

dan amal saleh yang bertujuan pada individu dan masyarakat, penekanan

pendidikan yang mampu menanamkan ajaran islam dengan menjadikan


32

manusia yang sesuai dengan cita-cita islam yang berorientasi pada dunia

akhirat. Dan dasar yang menjadikan acuan pendidikan islam merupakan

sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang mengantarkan kepada

kreativitasyang dicita-citakan. Nilai-nilai yang terkandung harus

mencerminkan yang universal dan yang dapat mengevaluasi kegiatan

yang sedang berjalan.

Maka dalam hal ini konsep pendidikan menurut islam, tidak hanya

melihat bahwa pendidikan itu sebagai upaya mencerdaskan semata

(pendidikan intelek, kecerdasan) melainkan sejalan tentang konsep

tentang manusia dan hakikat eksistensinya. Secara definitif para pakar

pendidikan islam berbeda pendapat dalam menginterpretasi pendidikan

islam, dengan mempertentangkan peristilahan tarbiyah, ta‟lim dan ta‟dib.

Menurut Endang Syaifuddin MA, pendidikan islam dalam arti khas ialah:

Pendidikan yang materi didiknya terbatas pada agama islam (


aqidah,ibadah, muamalah dan akhlak islam) seperti pendidikan islam
di perguruan tinggi. Sedangkan dalam arti luas ialah suatu sitem
pendidikan umum yang berasaskan islam.

Menurut Prof. Dr. Omar Muhammad At-Toumy As-Syaebany,

mendefinisikan pendidikan Islam dengan:

“Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi,


masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai
suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara profesiprofesi
asasi dalam masyarakat”. Atau pendidikan Islam diartikan sebagai
usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya
atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam
sekitarnya melalui proses kependidikan yang dilandasi oleh nilai-nilai
Islami.”

Menurut Drs. D. Marimba, pendidikan Islam adalah


33

bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama

Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-

ukuran Islam.

Menurut Prof. Hasan Langgulung pendidikan Islam adalah pendidikan

yang memiliki tiga macam fungsi, yaitu:

a. Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan

tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan

ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup masyarakat itu sendiri.

b. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan

perananperanan tersebut dari generasi tua ke generasi muda.

kesatuan suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak

akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan

menyebabkan kehancuran masyarakat itu sendiri.

c. Memindahkan nilai-nilai yang betujuan memelihara keutuhan dan

kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan

hidup suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain tanpa

nilai-nilai keutuhan dan kesatuan suatu masyarakat, maka

kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik

yang akhirnya akan menyebabkan kehancuran masyarakat itu

sendiri.

Dari formulasi hakekat pendidikan di atas dapat dipahami, bahwa

proses kependidikan merupakan rangkaian usaha, membimbing dan

mengarahkan potensi hidup manusia, yang berupa kemampuan dasar


34

(fitrah) dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam

kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta

dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup, proses

tersebut senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai ideal Islam yang melahirkan

norma-norma dan akhlakul karimah untuk mempersiapkan kehidupan

dunia dan akhirat yang hasanah. Atau dengan kata lain pendidikan

merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh proses hidup dan

kehidupan adalah proses pendidikan, maka pendidikan Islam pada

dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup Islami, yang

diharapkan tercermin dan sikap hidup dan keterampilan hidup yang Islam,

sehingga akan membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat

secara sempurna lahir dan batin, material, spiritual dan moral sebagai

pencerminan dari nilai-nilai ajaran Islam.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa para ahli

pendidikan Islam berbeda pendapat mengenai rumusan pendidikan Islam.

Ada yang menitik beratkan pada segi pembentukan akhlak anak, ada pula

yang menuntut pendidikan teori dan praktek, sebagian lagi menghendaki

terwujudnya kepribadian Muslim dan lain-lain. Perbedaan tersebut

diakibatkan sesuatu hal yang lebih penting dari masing-masing ahli.

Namun, dari perbedaan tersebut terdapat titik persamaan yang secara

ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut: Pendidikan Islam adalah

bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam

masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.


35

2. Tujuan Pendidikan Islam

Pembangunan nasional di bidang pendidikan merupakan usaha

mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia

Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur.

Hal ini sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan nasional yang

tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 3 yang menyebutkan

bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sadar, serta

memiliki tujuan yang jelas, dengan harapan dalam penerapannya ia tidak

kehilangan arah dan pijakan. Sehingga dalam perkembangannya teori-

teori tentag tujuan pendidikan Islam menjadi perhatian yang cukup besar

dari pakar pendidikan. Dan dalam menetapkan sebuah tujuan pendidikan

Islam tetap berpijak pada prinsip-prinsip universal penetapan tujuan

pendidikan Islam.

Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap

dan mempunyai sifat statis serta tidak mengalami perkembangan, tetapi

tujuan itu merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang,

berkenaan dengan seluruh aspek kehidupanya. Dalam hal ini manusia


36

selalu dituntut untuk selalu berkembang sesuai dengan perkembangan

lingkungan dimana ia berada serta tujuan pendidikan pun dituntut untuk

mengikuti ritme dari kehidupn itu sendiri.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasan Langgulung,

berbicara tentang tujuan pendidikan tidak akan terlepas dari pembahasan

tentang tujuan hidup manusia, sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang

digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya baik

sebagai individu maupun anggota masyarakat.

Berdasarkan kepada pengertian pendidikan Islam yaitu sebuah

proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia yang seutuhnya,

bertakwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai

khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan pada ajaran Al-Quran dan

Sunnah, maka tujuan dalam konsep ini berarti terciptanya insan-insan

kamil setelah proses pendidikan berakhir.

Jelaslah kiranya bahwa tujuan pendidikan Islam diarahkan pada

sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang

seutuhnya; beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta mampu

mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang

berdasarkan pada ajaran Al-Quran dan Sunnah, dengan mengenalkan

manusia akan peranannya di antara semua makhluk, tanggung jawab

pribadinya dalam kehidupan, dan mengenalkan manusia akan alam serta

mencari untuk mengambil manfaat dari alam, sekaligus beribadah

kepada-Nya, yang tentunya untuk mewujudkan semua itu diperlukan


37

suatu keterampilan-keterampilan hidup yang tidak hanya mengarah

kepada keterampilan vokasional saja tetapi bagaimana peserta didik

mampu mengemban amanah sebagai abid (hamba Allah) serta khalifah

di muka bumi.

Dengan melihat kembali pada pengertian pendidikan Islam, maka

tujuan pendidikan Islam secara keseluruhan adalah membentuk insan

kamil yang bertakwa kepada Allah SWT. Ini berarti bahwa pendidikan

Islam diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan

masyarakat serta dapat mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam

sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

3. Dasar-dasar Pendidikan Islam

Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mecapi

suatu tujuan harus mempunyai landasan atau dasar sebagai landasan

berpijak dalam penentuan materi, interaksi, inovasi dan cita-citanya. Oleh

karena itu, seluruh aktivitas pendidikan meliputi penyusunan konsep

teoritis dan pelaksanaan operasionalnya harus memliki dasar yang kokoh,

hal ini dimaksudkan agar usaha yang terlingkup dalam pendidikan

mempunyai sumber keteguhan dan keyakinan yang tegas sehingga

praktek pendidikan tidak kehilangan arah dan mudah disimpangkan oleh

pengaruh-pengaruh dari luar pendidikan.

Dasar pendidikan yang dimaksud tidak lain ialah nilai-nilai tertinggi

yang dijadikan pandangan hidup masyarakat atau bangsa tempat


38

pendidikan itu dilaksanakan. Berkaitan dengan pendidikan Islam maka

pandangan hidup yang didasari seluruh proses pendidikan Islam adalah

pandangan hidup yang Islami yang merupakan nilai luhur yang bersifat

transenden, eternal dan universal, dalam hal ini yang dijadikan landasan

dalam pelaksanaan pendidikan Islam adalah Al-Quran, Sunnah nabi

Muhammad, ijtihad, al- Maslahatul Mursalah, istihsan dan qiyas. Dalam

hal ini Abdul Halim Soebahar dalam pelaksanaan dan pengembangan

pendidikan Islam memerlukan sebuah dasar, dasar yang kokoh, dimana

konsep program dan mekanisme yang akan diciptakan bersumber,

dengan sendirinya juga akan memperkokoh operasinal itu sendiri, dalam

hal ini ada empat dasar fundamental pendidikan Islam yaitu Al-Quran, As-

Sunnah, Al-Kaun, Ijtihad.

Menurut Hasan Langgulung, ada lima sumber nilai yang diaku

dalam Islam sebagai landasan pijakan pengembangan pendidikan Islam

yaitu :

Al-Quran dan Sunnah Nabi sebagai sumber asal. Kemudian qiyas,


artinya membandingkan masalah yang diseutkan oleh Al-Quran atau
Sunnah dengan masalah yang dihadapi oleh umat Islam tetapi nash
yang tegas dalam Al-Quran tidak ada. Kemudian kemaslahatan
umum yang tidak bertentangan dengan nash. Sedangkan sumber
kelima adalah Ijma‟ ulama dan ahli pikir Islam yang sesuai dengan
sumber dasar Al-Quran dan Sunnah Nabi.

Dari pendapat Hasan Langgulung tersebut dapat dipahami bahwa

Al-Quran dan As-Sunnah merupakan sumber nilai Islam yang paling

utama. Sebagai sumber asal, Al-Quran mengandung prinsip-prinsip yang

masih bersifat dengan tetap berpegang pada nilai dan prinsip dasar Al-
39

Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa “sumber

nilai yang menjadi dasar pendidikan Islam adalah Al-Quran dan Sunnah

Nabi Muhammad yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, maslahatul

mursalah, istihsan dan qiyas.

Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa Al-Quran dan

Sunnah Nabi merupakan sumber nilai yang utama. Al-Quran dan Sunnah

sebagai sumber dapat dijabarkan melalui ijtihad dan al-kaun (alam

semesta) yang merupakan ayat kauniyah atau juga disebut dengan ayat

Allah yang tidak tertulis yang merupakan bahan telaah bagi umat

manusia.

Tegasnya, Islam mensyariatkan bahwa alam semesta ini,

termasuk didalamnya manusia pada hakikatnya milik sang Maha Kuasa.

Apabila manusia dengan segala bentuk dan fitrahnya mau menyadari

bahwa kelahiran dirinya sebagai hamba milik Allah dan berada dibawah

penguasaan-Nya, niscaya ia taat kepada-Nya. Oleh sebab itu mausia

tidak memiliki hak untuk menentukan sendiri cara hidup dan kewajibannya

melainkan harus mengikuti petunjuk-Nya yang berupa wahyu yang dibawa

para rasul-Nya. Figur manusia yang memenuhi kriteria tersebut hanya

mampu dihasilkan melalui system pendidikan Islam yang berlandaskan Al-

Quran dan As-Sunnah yang merupakan landasan utama dari pelaksanaan

pendidikan Islam.
40

C. Ruang Lingkup Pendidikan Islam

Pendidikan Islam mempunyai ruang lingkup sangat luas, karena

didalamnya banyak segi – segi atau pihak – pihak yang ikut terlibat baik

langsung atau tidak langsung.Objek ilmu pendidikan islam ialah situasi

pendidikan yang terdapat pada dunia pengalaman. Diantara objek atau

segi ilmu pendidikan islam dalam situasi pendidikan islam:

1. Pengajaran Al-Qur’an.

Pengajaran Al-Quran adalah pengajaran yang bertujuan agar

siswa dapat membaca Al-Quran dan mengerti arti kandungan yang

terdapat di setiap ayat-ayat Al-Quran. Akan tetapi dalam prakteknya

hanya ayat-ayat tertentu yang di masukkan dalam materi Pendidikan

Islam yang disesuaikan dengan tingkat pendidikannya.

2. Perbuatan Mendidik Sendiri

Sikap atau tindakan menuntun, membimbing, memberikan

pertolongan dari seorang pendidik kepada anak didik untuk menuju ke

tujuan pendidikan islam.

3. Anak Didik

Yaitu pihak yang merupakan objek terpenting dalam pendidikan.

Hal ini disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu diadakan atau

dilakukan hanyalah untuk membawa anak didik ke arah tujuan pendidikan

islam yang di cita -citakan.


41

4. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

Yaitu landasan yang menjadi fondamen serta sumber dari segala

kegiatan pendidikan islam ini dilakukan. Maksudnya pelaksanaan

pendidikan islam yaitu arah kemaana anak didik akan dibawa.

5. Pendidikan
Yaitu subjek yang melaksanakan pendidikan islam. Pendidik ini

mempunyai peran penting karena berpengaruh kepada baik atau tidaknya

hasil pendidikan islam.

6. Materi Pendidikan Islam

Yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu

agama islam yang disusun yang sedemikian rupa untuk disajikan kepada

anak didik.

7. Metode Pendidikan Islam

Ialah cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan

bahan atau materi pendidikan islam agar materi pendidikan islam tersebut

dapat dengan mudah diterima oleh anak didik

8. Evaluasi Pendidikan

Yaitu memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi atau

penilaian terhadap hasil belajar anak didik.

9. Sarana dan Prasarana Pendidikan Islam

Yaitu alat-alat yang dapat digunakan selama melaksanakan

pendidikan islam agar tujuan pendidikan islam tersebut lebih berhasil.


42

D. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam

1. Prinsip Integral dan Seimbang

a. Prinsip Integral

Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan

antara sains dan agama. Keduanya harus terintegrasi secara

harmonis. Dalam ajaran Islam, Allah adalah pencipta alam

semesta termasuk manusia. Allah pula yang menurunkan

hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya. Hukum-

hukum mengenai alam fisik disebut sunnatullah, sedangkan

pedoman hidup dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia

yang disebut dinullah yang mencakup akidah dan syari'ah.

Al-Qur‟an merupakan ayat yang diturunkan Allah (ayat

tanziliyah, qur‟aniyah). Selain itu, Allah memerintahkan agar

manusia membaca ayat Allah yang berwujud fenomena-

fenomena alam (ayat kauniyah, sunatullah). Hal itu berarti bahwa

pendidikan Islam harus dilaksanakan secara terpadu (integral)

b. Prinsip Seimbang

Pendidikan Islam selalu memperhatikan keseimbangan

di antara berbagai aspek yang meliputi keseimbangan antara

dunia dan akhirat, antara ilmu dan amal, urusan hubungan

dengan Allah dan sesama manusia, hak dan kewajiban. Hal ini

senada dengan Firman Allah dalam Q.S Al-Qasas [28] 77


43

            

Terjemahannya :

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu


(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi (Kementrian Agama RI 2007 :
394)

2. Prinsip Membentuk Manusia yang Seutuhnya

Pendidikan Islam dalam hal ini merupakan usaha untuk

mengubah kesempurnaan potensi yang dimiliki oleh peserta didik

menjadi kesempurnaan aktual, melalui setiap tahapan hidupnya.

Dengan demikian fungsi pendidikan Islam adalah menjaga keutuhan

unsur-unsur individual peserta didik dan mengoptimalkan potensinya

dalam garis keridhaan Allah. Prinsip ini harus direalisasikan oleh

pendidik dalam proses pembelajaran. Pendidik harus

mengembangkan baik kecerdasan intelektual, emosional maupun

spiritual secara simultan.

3. Prinsip Selalu Berkaitan dengan Agama

Pendidikan Islam bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu

sebagai materi, atau keterampilan sebagai kegiatan jasmani semata,

melainkan selalu mengaitkan semuanya itu dengan kerangka praktek

(amaliyah) yang bermuatan nilai dan moral. Jadi, pengajaran agama

dalam Islam tidak selalu dalam pengertian (ilmu agama) formal,


44

tetapi dalam pengertian esensinya yang bisa saja berada dalam

ilmu-ilmu lain yang sering dikategorikan secara tidak proporsional

sebagai ilmu sekuler.

4. Prinsip Terbuka

Pendidikan Islam pada dasarnya bersifat terbuka,

demokratis, dan universal. Menurut Jalaludin yang dikutip oleh

Bukhari Umar menjelaskan bahwa keterbukaan pendidikan Islam

ditandai dengan kelenturan untuk mengadopsi unsur-unsur positif

dari luar, sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan

masyarakatnya, dengan tetap menjaga dasar-dasarnya yang original

(shahih), yang bersumber pada Al-Qur‟an dan Hadist.

5. Prinsip Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat

Islam tidak mengenal batas akhir dalam menempuh

pendidikan. Hal tersebut mengingat tujuan yang ingin dicapai dalam

pendidikan Islam adalah terbentuknya "akhlak al-karimah".

Pembentukan itu membutuhkan waktu yang panjang, yaitu

sepanjang hayat manusia.

Tidak hanya itu, prinsip pendidikan Islam paling tidak mengacu

kepada lima Aspek :

a. Selalu mengacu kepada Al-Qur‟an dan Hadits.

b. Selalu mengarah kepada dunia dan akhirat.


45

c. Bersifat teoritis dan praktis

Pendidikan Islam tidak cukup hanya menyampaikan teori, karena

tujuan materi itu tidak lain untuk dilaksanakan guna mencapai amal

yang tinggi disisi Allah dan "Uswatun Hasanah" harus menjadi

pedoman yang utama di dalam hidupnya.

d. Sesuai dengan potensi yang dimiliki manusia

Setiap manusia mempunyai potensi yang berbeda. Potensi

manusia mempunyai beberapa hal, yaitu : Homo Rasional (

manusia sebagai pemikir), Manusia harus menggunakan akalnya

seoptimal mungkin, sehingga dapat menghasilkan karya-karya

yang dapat diambil manfaat oleh umat muslim yang lain. Disamping

itu manusia sebagai Homo Religius ( manusia sebagai makhluk

beragama), pendidikan Islam harus memotivasi umatnya untuk

selalu memperkuat imannya.

e. Berorientasi pada "Hablum Minallah Wa Hablum Minannas"


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kajian

kepustakaan (Library Research) dengan pendekatan Kualitatif yang

difokuskan pada penelusuran dan penelaan literature serta bahan pustaka

yang dianggap ada kaitannya dengan konsep tazkiyatun nafs

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah bagian yang akan diteliti. Menurut Suharsimi Arikunto,

(2010:161). Variabel penelitian adalah “yang menjadi objek penelitian atau

apa yang titik perhatian suatu penelitian”. Dengan demikian variabel

merupakan bagian penting dari suatu penelitian, karena merupakan objek

penelitian atau menjadi titik perhatian penelitian. Sedangkan menurut

Sutrisno Hadi dalam Hamid Darmadi (2011 : 20) variabel adalah gejala-

gejala yang menunjukkan variasi, baik dalam jenis maupun tingkatannya.

Menurut Sugiono (2013:60) variabel merupakan segala sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Dalam penulisan proposal ini yang diteliti adalah Konsep tazkiyatun nafs

dalam Al Qur’an dan implikasinya dalam pengembangan pendidikan

46
47

islam. Data variabel tersebut dianalisis berdasarkan literatur yang ada

tanpa memberikan analisis khusus.

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Konsep tazkiyatu nafs sebagai variabel indevendent variabel

(variabel bebas) yaitu menjadi sebab terjadinya atau adanya suatu

perubahan pada devendent variabel(variabel terikat).

2. Pendidikan Islam sebagai sebagai devendent variabel (variabel

terikat) yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

adanya indevendent variabel (variabel bebas).

C. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalah pahaman ataupun kekeliruan dalam

memahami maka perlu ditegaskan istilah judul tersebut. Adapun istilah

yang perlu penulis tegaskan :

1. Konsep Tazkiyatun Nafs dalam Al-Qur’an

Menurut Abul Qasim Husain bin Muhammad, beliau lebih populer


dikenal dengan Ragib Al-isfahani (wafat 502 H), beliau mengatakan
bahwa Tazkiyatun Nafs adalah upaya manusia untuk mensucikan jiwa dan
dirinya, sehingga ia mempunyai sifat terpuji pada dirinya di dunia tentunya
dan kelak di akhirat mendapatkan pahala dan balasan yang besar

Syeikh Sa’id Hawwa menjelaskan bahwa Taziyatun nafs adalah


salah satu tugas utama para rasul, ia merupakan tujuan yang dicapai oleh
orang-orang bertaqwa. Dan selamat atau celakanya manusia tergantung
sikapnya terhadap Tazkiyatun nafs, apakah ia acuh tak acuh dengan hal
ini. Karena Tazkiyatun Nafs adalah proses pembersihan jiwa dari kotoran
serta memperbaiki jiwa, maka tazkiyatun nafs dapat dilakukan dengan
berbagai bentuk ibadah, perbuatan baik dan berbagai amalan shalih serta
langkah-langkah mujahadah.

Buahnya yang paling nyata adalah perlakuanya yang baik

terhadap Allah dan terhadap manusia juga makhluk lain serta makluk di
48

muka bumi ini. Adabnya kepada Allah berupa komitmen melakukan

seluruh kewajibannya kepada Allah dan menjahui segala bentuk prilaku

dan perbuatan yang menyebabkan murka Allah, termasuk mengorbankan

harta, jiwa dan raganya berjihad dijalan Allah.

2. Implikasi

Implikasi menurut hasan shalidy dalam ensiklopedi indonesia

adalah penyelinapan, dalam pengertian umum yaitu sesuatu yang terlibat

dalam suatu masalah

3. Pendidikan Islam

Adapun yang dimaksud dengan pendidikan Islam sangat

beragam, hal ini terlihat dari definisi pendidikan Islam yang dikemukakan

oleh beberapa tokoh pendidikan berikut ini:

Prof.Dr. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan


pendidikan islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada
kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara
pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara
profesi-profesi asasi dalam masyarakat.

Dr. Muhammad Fadhil Al-Jamali memberikan pengertian


pendidikan islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta
mengajak manusia untk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang
tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih
sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun
perbuatan.

Pendidikan dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu

sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan

kehidupannya sesuai dengan cita-cita islam, sehingga dengan mudah ia

dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran islam.


49

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang ditempuh penulis yaitu melakukan

riset kepustakaan (library research) yaitu suatu analisis yang penulis

pergunakan dengan jalan membaca dan menelaah beberapa literatur

karya ilmiah yang ada kaitannya dengan skripsi yang akan diteliti dengan

menggunakan cara pengambilan data sebagai berikut:

1. Kutipan langsung yaitu kutipan secara langsung tanpa mengubah

satu katapun dari kata-kata pengarang yang biasa dengan Quotasi.

2. Kutipan tidak langsung yaitu mengutip seluruh isi bacaan dengan

menggunakan kata-kata sipeneliti atau si pembaca sendiri yang

biasanya juga dengan Parapharase.

Ada dua sumber penelitian skripsi ini :

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer maksudnya adalah berupa buku-buku yang

secara khusus membahas tentang konsep tazkiyatun nafs Sebagai

Sumber data utama (primer)

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah referensi atau buku-buku yang dapat

mendukung permasalahan pokok yang dibahas.


50

E. Teknik Pengelolaan Data

Seluruh data yang dihimpun melalui riset kepustakaan semua data

bersifat kualitatif, yaitu pengungkapan data melalui deskripsi (pemaparan),

sehingga dalam pengelolaannya yaitu mengadakan dan mengemukakan

sifat data yang diperoleh kemudian dianalisa lebih lanjut guna

mendapatkan kesimpulan.

F. Teknik Analisis Data

Sebagai peneliti kualitatif, pada tahap analisis setidak-tidaknya

ada tiga tahap yang dilalui dalam penelitian ini, yaitu: reduksi data (data

reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan

(conclusion drawing).

Tiga komponen tersebut berproses secara siklus. Model yang

demikian terkenal dengan sebutan model analisis interaktif (Interaktive

Model of Analysis).

Juga menggunakan metode induktif dan deduktif. Metode induktif

yaitu berpola pikir kesimpulan dari khusus ke umum. Sedang metode

deduktif yaitu berpola pikir dari umum ke khusus.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Konsep Tazkiyatun Nafs

Pembicaran konsep tazkiyatun nafs ini, berawal dari asumsi

bahwa terdapat hubungan yang erat antara ajaran Islam dengan jiwa

manusia. Tazkiyatun nafs merupakan salah satu unsur penting dalam

Islam yang untuk itulah nabi Muhammad dibangkitkan sebagaimana

dijelaskan Allah dalam Q.S Al- Jumu’ah [62] : 2

           

         
Terjemahannya :

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul
di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As
Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar
dalam kesesatan yang nyata. (Departemen Agama RI : 2007 :553)

Tazkiyatun nafs berhubungan erat dengan usaha manusia untuk

mendekatkan diri kepada Allah. Dasar argumentasinya, bahwa Allah tidak

bisa didekati oleh orang yang jiwanya tidak suci, karena Allah adalah

Tuhan Yang Maha Suci, yang hanya bisa didekati oleh orang yang berjiwa

suci pula. Oleh karenanya, tingkat kedekatan (qurb), pengenalan (ma‟rifat)

dan tingkat kecintaan (mahabbah) manusia terhadap-Nya sangat

bergantung pada kesucian jiwanya.

51
52

Dalam Al-Quran kata kerja tazkiyah digunakan sebanyak dua

belas kali. Biasanya Allah merupakan subjek dan ummat manusia menjadi

objek. Kebanyakan ayat ini berpesan bahwa rahmat dan bimbingan

Allahlah yang menyucikan dan memberkati umat meskipun manusia

mempunyai peranan penting tehadap hal itu.

Di antara kata tazkiyah itu tedapat dalam Q.S. As-syam [91] : 9-10

         
Terjemahannya :

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan

Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Departemen

Agama RI : 2007 :595)

M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menafsirkan, setelah

Allah bersumpah dengan sekian banyak hal, Allah berfirman menjelaskan

apa yang hendak ditekankan-Nya dengan sumpah-sumpah di atas, yaitu:

Sungguh telah beruntunglah meraih segala apa yang diharapkannya siapa

yang menyucikan dan mengembangkannya dengan mengikuti tuntunan

Allah dan Rasul serta mengendalikan nafsunya, dan sungguh merugilah

siapa yang memendamnya yakni menyembunyikan kesucian jiwanya

dengan mengikuti rayuan nafsu dan godaan setan, atau menghalangi jiwa

itu mencapai kesempurnaan dan kesuciannya dengan melakukan

kedurhakaan serta mengotorinya.

Sementara ulama memahami ayat di atas dalam arti, “telah

beruntunglah manusia yang disucikan jiwanya oleh Allah merugilah dia

yang dibiarkan berlarut dalam pengotoran jiwanya.” Namun makna yang


53

dikemukakan oleh M. Quraish Shihab sebelumnya lebih baik karena

mendorong seseorang untuk berupaya melakukan penyucian jiwa dan

peningkatan diri.

Menurut Al-Baqai Tazkiyah adalah upaya sungguh-sungguh manusia


agar matahari kalbunya tidak mengalami gerhana, dan bulannya pun
tidak mengalami hal serupa. Ia harus berusaha agar siangnya tidak
keruh dan tidak pula kegelapannya bersinambung. Cara meraih hal
tersebut adalah memperhatikan hal-hal spritual yang serupa dengan
hal-hal material yang digunakan Allah bersumpah itu.

Menurut Sayyid Qutub. tazkiyatun nafs adalah membersihkan jiwa


dan perasaan, mensucikan amal dan pandangan hidup,
membersihkan kehidupan dan hubungan seks, dan membersihkan
kehidupan masyarakat.

Menurut Muhammad Itris : tazkiyatun nafs dengan membersihkan


jiwa dari kekufuran dan kemaksiatan serta memperbaikinya dengan
perbuatan-perbuatan saleh. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan
persiapan kebaikan bagi jiwa yang mengalahkan atas persiapan
buruk baginya.

Menurut Muhammad Abduh : tazkiyatun nafs (penyucian jiwa)


dengan tarbiyatun nafs (pendidikan jiwa) yang kesempurnaannya
dapat dicapai dengan tazkiyatul aqli (penyucian dan pegembangan
akal) dari aqidah yang sesat dan akhlak yang jahat. Sedangkan
tazkiyatul aqli kesempurnaannya dapat pula dicapai dengan tauhid
murni

Menurut Said Hawwa tazkiyah secara etimologis mempunyai dua


makna, yaitu pennyucian dan pertumbuhan. Tazkiyah dalam arti
pertama adalah membersihkan dan mensucikan jiwa dari sifat-sifat
tercela, sedangkan arti yang kedua, adalah menumbuhkan dan
memperbaiki jiwa dengan sifatsifat terpuji. Dengan demikian
tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) tidak saja terbatas pada
pembersihan dan penyucian diri, tetapi juga meliputi pembinaan dan
pengembangan diri.

Menurut Al-Ghazali : tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dengan istilah


thaharatun nafs dan imaratun nafs. Thaharatun nafs berarti
pembersihan diri dari sifat-sifat tercela dan imaratun nafs dalam arti
memakmurkan jiwa (pengembangan jiwa) dengan sifat-sifat terpuji.
54

Tentang makna tazkiyatun nafs, para mufassir mempunyai

pandangan yang berbeda-beda:

1. Tazkiyah dalam arti para rasul mengajarkan manusia, sesuatu yang

jika dipatuhi, akan menyebabkan jiwa mereka tersucikan

dengannya.

2. Tazkiyah dalam arti mensucikan manusia dari syirik, karena syirik

itu oleh Al-Quran dipandang sesuatu yang bersifat najis.

3. Tazkiyah dalam arti mensucikan dari dosa.

4. Tazkiyah dalam arti mengangkat manusia dari martabat orang

munafik ke martabat mukhlisin.

Tazkiyah dimaksudkan sebagai cara untuk memperbaiki

seseorang dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi didalam

hal sikap, sifat, kepribadian dan karakter. Semakin sering manusia

melakukan tazkiyah pada karakter kepribadiannya, semakin Allah

membawanya ke tingkat yang lebih tinggi. Perkataan tazkiyatun nafs

tersimpul pengertian dan gagasan tentang:

1. Usaha-usaha yang bersifat pengembangan diri, yaitu usaha

mewujudkan potensi-potensi manusia menjadi kualitas-kualitas

moral yang luhur (akhlakul hasanah); dan

2. Usaha-usaha yang bersifat pembersihan diri, yaitu usaha

menjagadan memelihara diri dari kecenderungan immoral

(akhlakus sayyiah)
55

Dengan demikian, tazkiyatun nafs adalah proses penyucian,

pengembangan jiwa manusia, proses pertumbuhan, pembinaan dan

pengembangan akhlakul karimah (moralitas yang mulia) dalam diri dan

kehidupan manusia. Dan dalam proses perkembangan jiwa itu terletak

falah (kebahagiaan), yaitu keberhasilan manusia dalam memberi bentuk

dan isi pada keluhuran martabatnya sebagai makhluk yang berakal budi.

B. Metode Tazkiyatun Nafs

Dalam Al-Quran Allah menegaskan, bahwa kalau kita ingin

menjadi manusia yang beruntung, harus gemar membersihkan jiwa dan

berusaha sekuat tenaga menjauhkan diri dari hal-hal yang akan

mengotorinya. Adapun metode yang ditempuh untuk mendapatkan jiwa

yang suci sebagai berikut:

1. Muhasabatun nafs

Muhasabatun nafs artinya mengoreksi diri. Apabila kita merasa

jiwa ini kotor, segera bersihkan dengan taubat dan peningkatan amalia-

hamaliah yang saleh. Sebagai mana dalam Q.S Al-Hasyer [59] : 18

               

   


Terjemahannya :

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Departemen Agama RI : 2007 : 548)
56

2. Taubat

Taubat artinya perbaikan diri. Taubat merupakan tindak lanjut dari

introspeksi diri. Saat kita melaksanakan introspeksi diri, tentu kita akan

menemukan kekurangan-kekurangan diri. Apabila kita mampu

memperbaiki diri dan tidak mengulangi lagi, berarti kita telah melakukan

taubat. Sebagaimana dalam Q.S.Al-Imran [3] 133

          

 
Terjemahannya :

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada


surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa. (Departemen Agama RI : 2007 : 67)

3. Bergaul dengan orang-orang saleh

Manusia adalah makhluk sosial. Dengan demikian, lingkungan

memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan kepribadiannya.

Kalau kita ingin memiliki jiwa yang bersih, bergaullah dengan orangorang

yang jiwanya bersih. Sebagaimana dalam Q.S Al-Kahfi [18] 28

           

              

     


Terjemahannya :

Dan Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang


menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap
keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
57

(karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu


mengikuti orang yang hatinya Telah kami lalaikan dari mengingati
kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.(Departemen Agama RI : 2007 : 297)

4. Menghadiri majlis ta’lim

Orang yang berada di majlis ilmu untuk belajar bersama dengan

orang-orang saleh, untuk mengingat Allah, ikhlas untuk mencari keridloan-

Nya, akan mendapatkan rahmat dari-Nya dan jiwanya akan suci.

5. Doa

Berdoa dengan penuh kerendahan hati adalah cermin dari hamba

yang tunduk, patuh hanya kepada Allah, menyerahkan seluruh

kehidupannya secara total kepada Allah. Allah swt. Berfirman dalam Q.S.

Al-mu’min [40] : 60

          

   


Terjemahan :

Dan Tuhanmu berfirman Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan


Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina. (Departemen Agama RI 2007 :
474)

Itulah lima cara agar kita termasuk orang-orang yang mensucikan

jiwa. Jiwa kita akan terkotori dengan perbuatan-perbuatan maksiat dan

amalan amalan yang mendatangkan murka Allah swt. Artinya, setiap kali

kita melakukan kemaksiatan berarti kita sedang mengotori jiwa. “Dan

sesungguhnya merugilah orang yang mengotori jiwanya”.


58

Selain yang dikemukakan di atas, proses tazkiyatun nafs itu bisa

melalui usaha sebagai berikut:

1. Mengeluarkan Zakat atau Infaq, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S

At-taubah [9] 103

              

   


Terjemahannya :

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Departemen Agama RI : 2007 : 203)

    


Terjemahannya :

Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan.

(Departemen Agama RI : 2007 : 596)

2. Takut terhadap siksaan Allah dan menjalankan ibadah shalat,

sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-Fatir [35] 18

                

             

       


Terjemahannya :

Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan jika
seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk
59

memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun


meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya
yang dapat kamu beri peringatan Hanya orang-orang yang takut
kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat_Nya dan
mereka mendirikan sembahyang. dan barangsiapa yang mensucikan
dirinya, Sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya
sendiri. dan kepada Allahlah kembali(mu).(Departemen Agama RI :
2007 : 432)

3. Menjalankan pergaulan hidup secara terhormat (dengan menjaga

kesucian kehidupan seksual), sebagaimana dijelaskan dalam Q.S

An-Nur [24] : 28

              

          


Terjemahannya :

Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah


kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan
kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu
bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.(Departemen Agama RI : 2007 :353)

4. Proses pendidikan sebagaimana dilakukan Nabi kepada umatnya,

sebagaimann dijelaskan dalam Q. S Al-baqarah [2] : 129

          

      


Terjemahannya :

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan


mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau,
dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah
(As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Departemen Agama RI :
2007 : 20)
60

5. Melalui karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang yang

dikehendaki-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S An-Nur [24] :

21

            

             

           
Terjemahannya :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-


langkah syaitan. barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah
syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan
perbuatan yang keji dan yang mungkar. sekiranya tidaklah Karena
kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak
seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Departemen Agama RI : 2007 : 352)

Selain yang disebutkan di atas, terdapat pula metode yang

digunakan untuk tazkiyatun nafs, yakni sebagai berikut:

a. Meningkatkan kualitas spritual.

Yaitu dengan memprbanyak beribadah, namun yang menjadi fokus

utama adalah ketaatan menjalankan ibadah puasa, baik puasa

wajib (ramadhan) ataupun sunah ( senin kamis )

b. Meningkatkan kualitas mental.

Yaitu senantiasa belajar dan berlatih membiasakan diri berpikir

positif, bersikap positif, berprilaku positif, bertindak positif, dan

berpenampilan positif.
61

c. Meningkatkan kualitas sosial.

Yaitu senantiasa belajar dan berlatih melihat, menyaksikan, dan

turut merasakan penderitaan orang lain. Sesering mungkin melihat

ke bawah, yakni kepada orang-orang yang lebih susah dan

mengalami kekurangan ekonomi, namun sebagian mereka tetap

tabah dan penuh rasa percaya diri di hadapan Allah swt. Sesering

mungkin memberikan bantuan kepada orang yang benar-benar

membutuhkannya, baik berupa material, financial, moral maupun

spiritual.

d. Meningkatkan wawasan tentang orang-orang yang berjiwa besar

dan sehat secara holistik.

Yaitu dengan cara mempelajari riwayat hidup mereka. Seperti

sejarah para Nabi, sahabat-sahabat beliau, serta auliya-Nya.

e. Meminta bimbingan ahlinya.

Sebab dengan melalui ahlinya maksud dan tujuan tazkiyatun nafs

akan dapat tercapai dengan cepat, tepat mantap, dan

menyelamatkan.

Apabila semua metode di atas telah senantiasa dapat

dilaksanakan secara konsisten, niscaya kondisi jiwa tetap senantiasa

berada dalam limpahan nur-Nya, baik dalam kondisi lapang maupun

dalam kondisi sempit. Sehingga ia akan selalu dapat menghalau dorongan

hawa syahwat, kesenangan, kecintaan, dan kemabukan terhadap hal-hal

yang menimbulkan syirik, dosa, dan sifat rendah lainnya. Bahkan hakikat
62

dan energi dari dorongan itu menjauh dari jiwa itu. Hal itu disebabkan

karena rasa takut dan hormatnya terhadap jiwa yang telah menerima

ketajallian cahaya Tuhannya menuju kesucian dan keagungan jiwa itu

Oleh karena itu, bagi siapa saja yang tertarik untuk mengkaji serta

memahami eksistensi dan gejala jiwa, maka ia terlebih dahulu mengkaji

dan memahami jiwanya sendiri dengan baik dan benar. Pengetahuan

tentang jiwa (nafs) ini tidak akan mungkin diraih dengan sempurna,

lengkap dan utuh tanpa melalui penghayatan dzauq (rasa yang dalam),

kasyaf (ketersingkapan mata batin) dan musyahadah (penyaksian batin

secara langsung sebagai pelaku). Potensi ini akan hadir dalam jiwa yang

suci. Sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S. Asy-Syam [91] : 7-10

             

   


Terjemahannya :

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah


mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Departemen
Agama RI : 2007 : 595)

Kemenangan dan keberuntungan akan selalu dapat diraih oleh

orang-orang yang mensucikan jiwanya, sehingga ia dapat menangkap

isyarat ketakwaan, itulah jiwa muthmainnah, radhiyah dan mardhiyah.

Sedangkan kekalahan dan kerugian akan selalu diterima oleh orang-orang

yang mengotori dan memberi penyakit pada jiwanya, sehingga ia lebih

memilih isyarat kefasikan dan kejahatan, itulah jiwa amarah bissu


63

Dari uraian-uraian di atas dapatlah dipahami bahwa peserta didik

harus senantiasa memiliki niat yang suci serta memiliki kesucian jiwa,

karena hanya dengan niat yang suci serta kesucian jiwalah cahaya (ilmu)

Allah akan sampai kepadanya.

C. Implikasi Konsep Tazkiyatun Nafs dalam Pengembangan

Pendidikan Islam

Untuk menjelaskan implikasi konsep tazkiyatun nafs perlu

menguraikan mengenai potensi manusia dalam pandangan Islam

berpusat pada tiga hal pokok, yaitu asal kejadian manusia, tugas hidup

manusia, dan tujuan hidup manusia.

1. Asal Kejadian Manusia

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, bukan tercipta atau ada

dengan sendirinya. Inilah hakikat pertama tentang manusia. Ini masalah

keyakinan, dan Al-Quran berulang-ulang meyakinkannya kepada manusia

sampai kepada tingkat menantangnya agar mencari bukti-bukti, baik pada

alam raya maupun pada dirinya sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam

Q.S Arrum [30] : 40 menyatakan hakikat ini adalah sebagai berikut:

             

          
64

Terjemahannya :

Allah-lah yang menciptakan kamu, Kemudian memberimu rezki,


Kemudian mematikanmu, Kemudian menghidupkanmu (kembali).
Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat
berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha sucilah dia dan Maha
Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. (Departemen Agama RI :
2007 : 408 )

Selanjutnya Al-Quran menyimpulkan adanya dua asal kejadian

manusia. Pertama, manusia dijadikan dari tanah, yaitu ketika Allah

menciptakan Adam as. Kedua, manusia dijadikan dari nuthfah, yaitu ketika

Allah menciptakan manusia setelah Adam. Namun, baik pada asal

pertama maupun asal kedua, Allah meniupkan ruh kepada manusia. Dua

asal kejadian manusia ini dikemukakan secara serempak di dalam firman

Allah dalam Q.S As-Sajdah [32] : 7-8

              

     


Terjamahannya :

Yang memperindah segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-


baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina
(Departemen Agama RI : 2007 : 415 )

Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa pada diri manusia

terdapat dua unsur yang membentuk kejadiannya, yaitu tubuh dan ruh.

Tubuh bersifat material (jasmani). Ia bersal dari tanah dan akan kembali

ke tanah setelah manusia mati. Dilihat dari unsur ini, manusia adalah

makhluk biologis. Unsur inilah yang membuat manusia berbeda dari

malaikat, tetapi tidak berbeda dari binatang. Sementara itu, ruh bersifat
65

immaterial (rohaniyah). Ia berasal dari substansi immateri di alam gaib dan

akan kembali ke alam gaib setelah manusia mati. Sebagaimana dalam

Q.S. Al-Isra’ [17] : 85

               

Terjemahannya :

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu

termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan

melainkan sedikit. (Departemen Agama RI : 2007 : 290)

Dua unsur yang membentuk manusia tersebut mempunyai

kecenderungan untuk berkembang. Pada unsur jasmani, manusia

cenderung berkembang dari kecil menjadi besar dan dari lemah menjadi

kuat kemudian lemah lagi. Pada unsur rohani dari aspek berpikirnya,

manusia ada yang berkembang dari tidak tahu apa-apa menjadi tahu

banyak hal, lalu mati; ada pula yang berkembang dari tidak tahu menjadi

tahu, kemudian tidak tahu lagi karena pikun, lalu mati.

Kecenderungan pada unsur rohani secara garis besar terbagi

menjadi dua, yaitu kecenderungan menjadi orang yang baik dan

kecenderungan menjadi orang yang jahat. Adanya dua kecenderungan ini

ditegaskan Allah di dalam Q.S. Asy-Syam [91] : 7-10

             

   


66

Terjemahannya :

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah


mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Departemen
Agama RI : 2007 : 595 )

Akan tetapi kebanyakan nafsu memerintahkan kepada hal

tercela. Mengikuti perintah adalah mengerjakan apa yang diperintahkan

dan mengikuti perintah hawa nafsu adalah mengerjakan apa yang

diinginkannya yakni berupa syahwat. Jadi mengikuti hawa nafsu adalah

mengikuti dan melakukan keinginan dan tuntutan jiwa. Bangkitnya

syahwat dan nafsu disebabkan oleh adanya faktor pemicu sehingga

dengan dorongan nafsunya iya melakukan apa yang diinginkannya dan

yang dikehendaki. Namun, jika manusia selalu menuruti nafsunya tanpa

kendali, maka manusia akan mendapat celaan.

Memang nafsu sengaja diadakan sebagai bekal sekaligus sebagai

cobaan bagi manusia, apakah iya termasuk orang-orang yang selalu

memperturutkan hawa nafsunya sehingga menjerumuskannya kepada

kekejian ataukah iya dapat mengendalikannya.

2. Kewajiban Hidup Manusia

Alam semesta diciptakan oleh Allah bukan dengan main-main,

bukan tanpa tujuan. Manusia yang merupakan bagian dari alam itu pun

diciptakan untuk suatu tujuan. Allah menegaskan tujuan penciptaan

manusia dalam firman-Nya: dalam Q.S. Az-zariyat [51] : 56


67

      


Terjemahannya :

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka mengabdi kepada-Ku. (Departemen Agama RI : 2007 : 523 )

Berdasarkan firman Allah tersebut, kedudukan manusia dalam

system penciptaannya adalah sebagai hamba Allah. Kedudukan tersebut

berhubungan dengan peranan ideal, yaitu pola perilaku yang di dalamnya

terkandung hak, kewajiban dan tugas manusia yang terkait dengan

kedudukannya di hadapan Allah sebagai Pencipta. Dalam hal ini peranan

ideal manusia adalah melakukan ibadah kepada Allah.

Ibadah dalam pengertian yang luas tidak berpusat pada lapangan

kegiatan ritual dalam hubungan vertikal antara manusia dan Allah, tetapi

juga meliputi segala lapangan kegiatan sosial dalam hubungan horizontal

antara manusia dan semua makhluk dalam kerangka penghambaan diri

kepada Allah. Lapangan kegiatan yang disebut terakhir inilah yang

dikategorikan ke dalam tugas dan kewajiban manusia sebagai khalifah

Allah di muka bumi. Ini berarti bahwa dalam sistem penciptaan, manusia

mempunyai dua kedudukan yang saling terkait, yaitu sebagai hamba Allah

dan sebagai Khalifah-Nya di muka bumi. Kedudukan yang disebut terakhir

antara lain dikemukakan di dalam Q.S. Al-Baqarah [02] : 30


68

             

              

 
Terjemahannya :

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:


"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(Departemen Agama RI : 2007 : 06)

3. Tujuan Hidup Manusia

Beribadah kepada Allah dan menjalankan kekhalifahan di muka

bumi,dilihat dari sisi manusia disebut tugas hidup, dan dilihat dari sisi Allah

disebut tujuan Allah menciptakan manusia atau tujuan yang dikehendaki

oleh Allah. Yang diciptakan adalah milik yang menciptakan. Manusia

adalah makhluk ciptaan Allah. Maka manusia adalah milik Allah. Sebagai

yang dimiliki, manusia pada hakikatnya tidak mempunyai kehendak selain

mengikuti kehendak yang memilikinya, yaitu kehendak Allah. Memeng

Allah telah menciptakan pada diri manusia satu kebebasan dasar, yaitu

kebebasan memilih; suatu kebebasan yang didasarkan atas sifat asasi

manusia. Kebebasan inilah yang akan membuatnya memilih apakah akan

mengikuti kehendak Allah ataukah akan mendurhakainya.


69

Jika manusia pada hakikatnya tidak mempunyai alternatif selain

menuruti kehendak Allah, maka ia mesti melaksanakan segala aktivitas

sesuai dangan kehendak Allah. Manusia yang melaksanakannya akan

diridhai Allah, sementara yang mendurhakai-Nya akan dimurkai. Dengan

demikian tujuan hidup mausia adalah mencapai keridlaan Allah.

Manusia yang diridhai Allah inilah yang di sebut nafs

muthmainnah (jiwa yang tenang), yaitu manusia yang telah mencapai

kesempurnaannya dengan cahaya hati, manusia yang masuk dalam

kelompok hamba-hamba Allah dan memperoleh kesenngan abadi berupa

surga, manusia yang menghadap Allah dengan hati yang bersih; manusia

yang digambarkan Allah dalam Q.S. Al-fajr [89] : 27-30

           

    


Terjemahannya :

Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati


yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam syurga-Ku. (Departemen
Agama RI : 2007 :594)

Dari ketiga hal pokok di atas menegaskan, bahwa manusia tidak

mungkin dapat menjalankan tugas-tugas hidupnya tanpa memiliki cukup

pengetahuan yang berkaitan dengan tugas-tugas itu serta kemampuan

dan kemauan untuk menjalankannya. Oleh sebab itu, manusia harus

mengembangkan berbagai potensi yang ada di dalam dirinya, dan untuk

itu ia perlu mengetahui asal kejadiannya serta unsur-unsur jasmani dan


70

rohani yang ada di dalamnya, Dengan diterapkannya tazkiyatun nafs

Maka implikasinya adalah sebagai berikut :

a. Memperkuat Keimanan Manusia Sebagai Dasar Pijakan Dalam

Beraktivitas Sehari-hari.

Salah satu modal awal pembentukan karakter kepribadian baik

pada manusia adalah dengan tumbuhnya keimanan yang kokoh, yang

menjadikan manusia dijauhkan dari sifat sombong dan tinggi hati, akan

tetapi selalu rendah diri dan tawaduk dengan segala hal yang ada

disekitarnya, yang semuanya itu didapat dari sehatnya jiwa seseorang.

Dengan kata lain, keberadaan keimanan akan membentuk kepribadian

manusia membumi dengan lingkungan sekitarnya, dan bukannya

melangit yang menyebabkan lingkungan sekitar merasa enggan

berdampingan atau berdekatan dengannya. Hal tersebut karna potensi

keimanan telah melekat, sehingga melahirkan perbuatan yang ihsan,

karena segala perbuatannya didasari dengan niat ibadah.

Akan tetapi lain halnya bila kejiwaan (psikis) manusia, jauh dari

keimanan. Hal tersebut, akan menyebabkan melemahnya keingian-

keinginan positif, hilangnya loyalitas ketaatan, menghilangkan

semangat (gairah), sulit mendapatkan ilmu, menimbulkan perasaan

sedih, khawatir, gundah, gelisah, kecil hati, stres dan lain sebagainya.

Dengan hilangnya ketenangan, kebahagiaan, dan lain sebagainya itu

telah menyebabkan kondisi psikis dan fisik manusia terganggu,


71

sehingga sejauh apapun pembelajaran yang disampaikan tidak akan

terserap dengan baik.

Dalam konsep Islam pada kajian kesehatan jiwa, keimanan pada

Allah merupakan modal penting untuk menyembuhkan kejiwaan

seseorang dari berbagai penyakit psikis yang menjangkitinya, karena

perasaan Iman dapat mewujudkan perasaan aman dan tentram,

mencegah perasaan gelisah, serta dapat berfungsi sebagai motivator

manusia disetiap aktivitasnya. Dengan kata lain bila keimanan kepada

Allah telah tertanam dalam diri manusia akan membantu menghalangi

dan mencegah manusia dari penyakit-penyakit kejiwaan. Dalam ilmu

psikologi, kegelisahan merupakan penyebab utama timbulnya gejala-

gejala penyakit kejiwaan. Maka tidak salah bila keamanan dan

perasaan tentram jiwa orang mukmin karena ditimbulkan oleh

keimanan.

Bagi seorang mukmin, ketenangan, keamanan, dan ketentraman

jiwa dapat terwujud disebabkan keimanannya kepada Allah, yang

memberinya cita-cita dan harapan akan pertolongan, perlindungan,

dan penjagaan dari Allah SWT, dengan beribadah serta mengerjakan

segala amal demi mengharap keridaan Allah. Oleh karena itulah, ia

akan merasa bahwa Allah SWT, senantiasa bersamanya dan

senantiasa akan menolongnya, hal ini menjadi jaminan bahwa dalam

jiwanya tertanam perasaan aman dan tentram, karena dijauhkan dari

sifat merasa takut terhadap apapun dalam kehidupan ini, yang telah
72

diatur oleh Allah dan manusia hanya menjalaninya dan memilihnya

saja.

Keimanan akan memandu individu pada kaidah-kaidah dasar

kesehatan dan perilaku preventif. Keimanan akan menuntunnya untuk

dapat mewujudkan keseimbangan fisik dan psikis, yang membuat

individu dalam menjalankan dan melakukan segala aktivitas dengan

proporsional, baik itu dalam makan, minum, tidur, menikah, sosial

kemasyarakatan, maupun dalam merespon semua stimulus dalam

dirinya dengan jalan yang halal dan baik, serta dijauhkan dari

perbuatan zdalim yang merugikan orang lain, dan menghindari jalan

yang haram dan buruk. Buah dari hal itu, ia akan mempunyai

keteguhan jiwa dan keluhuran budi.

Dengan begitu, pada taraf ini ia sudah mempunyai bekal yang

cukup untuk mengaplikasikan nilai-nilai Islam atas segala sikap,

tindakan, dan keputusannya dalam menjalani kehidupan. Dengan kata

lain, keberadaan iman akan membentuk Islam dan melahirkan perikalu

ihsan yang merupakan buah daripada iman dan islam. Oleh

karenanya, pendidikan Islam dimudahkan proses pembelajarannya,

karena keimanan telah membentuk pondasi kebaikan bagi setiap

peserta didik dalam belajar Islam.

b. Membentuk Akhlakul Karimah

Para ahli pendidikan muslim sejak awal menyadari sepenuhnya

bahwa pemahaman tentang kepribadian manusia yang melahirkan


73

perilaku merupakan dasar pijakan bagi keberhasilan pendidikan.

Dalam hal tersebut, Ibnu Sina berkata :

Adalah sebuah keharusan, perhatian diarahkan pada pemeliharaan


akhlak manusia, yakni dengan menjaganya agar tidak mengalami
luapan amarah, takut dan sedih. Caranya melalui perhatian seksama
yang dilakukan manusia atas perihal dirinya dan apa yang
dibutuhkannya. Hal ini mempunyai dua kegunaan: kegunaan bagi jiwa
manusia dan kegunaan bagi badannya. Sebab, ia sejak dini
tumbuhkan dengan (kebiasaan) akhlak mulia sesuai bahan makanan
yang dikonsumsinya dan akhlak ini dapat menjaga kesehatan jiwa dan
badannya sekaligus”.

Dalam terminologi Islam klasik penyakit jiwa ini disebut sebagai

akhlaq tercela (akhlaq mazmumah) kebalikan dari akhlaq yang terpuji

(akhlaq mahmudah), atau bisa juga disebut dengan akhlaq yang buruk

(akhlaq sayyi’ah) kebalikan dari akhlaq mulia atau baik. Imam Ghazali

menyebutnya dengan akhlaq khabisah. Akhlaq yang tercela dan buruk

itu, akan membentuk kepribadian buruk yang merupakan bagian dari

kelainan psikis, dan kesemuanya ini akan menyebabkan jiwa manusia

menjadi kotor dan jauh dari hidayah Allah.

Akhlaq menjadi barometer penilaian umum, baik dan buruknya

kepribadian seseorang, karena akhlaq berkaitan dengan hati nurani,

maka sifat tersebut hanya dapat terukur dari sikap, tindakan dan

tingkah-lakunya (akhlaqnya). Maka, dalam akhlaqul-karimah moralitas

yang digunakan, berpijak pada norma-norma agama Islam, disamping

adat-istiadat dan norma sosial lainnya. Karena secara teoritik norma

Islam tidak betentangan dengan norma sosial. Bahkan bersifat

komplementer, mengarahkan dan mencerahkan pranata sosial. Maka


74

seseorang yang berkepribadian islami akan merasa nyaman dan

tentram berada di tengah-tengah lingkungan keluarga dan masyarakat.

Hal ini tentu berdampak positif bagi perkembangan kejiwaan,

kreatifitas, daya nalar bahkan terhadap prestasi akademik seseorang

anak di sekolah. Dengan demikian, kepribadian islami berdampak

positif terhadap kejiwaan manusia

Kesehatan jiwa memiliki peran dalam membentuk kepribadian

manusia, dengan menjalani kehidupan manusia normal pada

umumnya dengan menghiaskan diri dengan akhlaq yang terpuji, yang

tidak terlepas dengan tiga esensi dasar yaitu; Islam, Iman dan Ihsan,

sebab anak yang termasuk kepribadian Islami secara otomatis

mempunyai ketaqwaan yang tinggi. Semuanya dapat dibentuk dan

dikembangkan melalui usaha pendidikan, bimbingan dan latihan-

latihan yang sejalan dengan agama dan norma-norma ajaran Islam.

Oleh karena itu, seorang anak harus mendapatkan pendidikan

akhlak secara baik, karena pendidikan akhlaq adalah pendidikan yang

berusaha mengenalkan, menanamkan serta menghayatkan manusia

akan adanya sistem nilai yang mengatur pola, sikap dan tindakan

manusia atas isi bumi, yang mencakup hubungan manusia dengan

Allah, sesama manusia (termasuk dengan dirinya sendiri) dan dengan

alam sekitar.
75

c. Mengembangkan Potensi Manusia

Pada hakikatnya bila manusia ditilik menurut fitrah-nya, maka ia

memiliki dua atribut, yaitu makhluk jasmani dan rohani. Dalam

perkembangannya, setidaknya ada dua faktor yang mempengaruhi

apakah ia tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang bermatabat,

atau sebaliknya menjadi pribadi yang kurang bermatabat. Dua faktor

tersebut, adalah faktor warisan dan faktor lingkungan (bi„ah). Faktor

warisan ialah keadaan yang dibawa manusia sejak lahir yang diperoleh

dari orang tuanya. Seperti, warna kulit, bentuk kepala, dan tempramen.

Sedangkan faktor lingkungan ialah keadaan sekitar yang melingkupi

manusia, baik benda-benda seperti air, udara, bumi, langit, dan

matahari, termasuk individu dan kelompok manusia. Kedua faktor inilah

yang nantinya akan mempengaruhi baik buruknya kondisi kejiwaan

manusia dalam menjalani aktivitas kehidupannya. Maka, Peranan

kesehatan jiwa akan terlihat sangat penting dalam rangka

mengembangkan potensi manusia kearah yang lebih baik. Untuk

mengantisipasi potensi manusia tersebut, ada beberapa hal yang perlu

ditumbuh kembangkan:

a) Akal

Dalam dunia pendidikan, fungsi intelektual atau kemampuan akal

manusia (peserta didik) dikenal istilah kognitif.40 Tujuannya

mengarah kepada perkembangan intelegensi yang mengarahkan

manusia sebagai individu untuk dapat menemukan kebenaran yang


76

sebenar-benarnya. Dengan usaha pemberian ilmu dan

pemahaman dalam rangka memandaikan manusia dalam hal ini

aspek akal meliputi: rasio, qalb atau hati yang berpotensi untuk

merasa serta meyakini hati nurani, yang diidentikkan dengan

mendidik kejujuran dalam diri sendiri untuk membedakan baik dan

buruk.

b) Fisik

Kekuatan fisik merupakan bagian pokok dari tujuan pendidikan

kekuatan iman yang ditopang oleh kekuatan fisik. Seperti panca

indera, anggota badan, system saraf dan unsur-unsur biologis lain

lebih banyak menempuh cara penguatan dan pelatihan seperti

mengkonsumsi gizi secara memadai dan berolah raga, melatih

masing-masing aspek sesuai dengan kekhususannya. Dengan

demikian sehatnya fisik, merupakan modal awal untuk

mengembangkan potensi kebaikan yang ada pada diri manusia.

c) Ruhaniyah dan nafsiyah (ruh dan kejiwaan)

Ruh dan kejiwaan merupakan dimensi yang memiliki pengaruh

dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat hidup sehat,

tentram dan bahagia. Bentuk pengembangannya, agar menjadikan

manusia betul-betul menerima ajaran islam dengan menerima

seluruh cita-cita ideal yang terdapat dalam al-Qur‟ an, peningkatan

jiwa dan kesetiaannya yang hanya kepada Allah semata dan

moralitas islami yang diteladani dari tingkah laku kehidupan Nabi


77

Muhammad SAW, yang merupakan bagian pokok dalam tujuan

pendidikan islami. Biasanya dilakukan dengan amalan-amalan

mendekatkan diri pada Allah seperti shalat malam, berpuasa

sunnah, banyak berdzikir kepada-Nya, membangun sikap ridho

terhadap takdir serta kehendak-Nya. Keduanya ini merupakan daya

manusia untuk mengenal Tuhannya, dirinya sendiri, dan mencapai

ilmu pengetahuan. Sehingga dapat menentukan manusia

berkepribadian baik.

d) Keberagamaan

Manusia adalah makhluk yang ber-Tuhan atau makhluk yang

beragama. Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir seluruh

ahli jiwa sependapat bahwa pada diri manusia terdapat keinginan

dan kebutuhan yang bersifat universal. Keinginan akan kebutuhan

tersebut merupakan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan

dicintai Tuhan. Dalam pandangan Islam, sejak lahir seorang anak

telah mempunyai jiwa agama, yaitu jiwa yang mengakui adanya zat

yang maha pencipta dan Maha mutlak yaitu Allah Swt. Sehingga

tinggal bagimana pendidikan, orang tua dan lingkungan-lah yang

menentukan anak tersebut, yaitu beragama atau tidak

beragamakah?.

e) Sosial

Manusia adalah makhluk individual sekaligus makhluk sosial,

keserasian antara individu dan masyarakat tidak mempunyai


78

kontradiksi antara tujuan sosial dan tujuan individual. Maka,

tanggung jawab sosial merupakan dasar pembentuk masyarakat.

Oleh karena itu Pendidikan sosial ini setidaknya bisa membimbing

tingkah laku manusia dibidang sosial, ekonomi, dan politik menuju

pribadi yang Islami.

d. Membentuk Kematangan Emosional Manusia Dengan Lebih Bijaksana

Dalam Menyikapi Problematika Kehidupan

Manusia bijaksana, adalah manusia yang dapat mengedepankan

akhlaqul karimah dalam menyikapi persoalan kehidupannya, tentunya

dengan mengoptimalkan kinerja akal dan hati dalam memberikan

keputusan dan menyikapi kehidupan, dengan tidak disertai sikap

arogansi, egois, emosi, marah, takut, dan lain sebagainya dalam

menjalankan aktivitas kehidupannya, inilah yang dimaksud dengan

kematangan emosional.

Terdapat tiga ciri perilaku dan pemikiran pada seseorang yang

emosinya dianggap matang, yaitu memiliki disiplin diri, determinasi diri,

dan kemandirian. manusia yang memiliki disiplin diri dapat mengatur

diri, hidup teratur, menaati hukum dan peraturan. Manusia yang

memiliki determinasi diri akan dapat membuat keputusan sendiri dalam

memecahkan suatu masalah dan melakukan apa yang telah

diputuskan, tidak mudah menyerah dan menganggap masalah baru

lebih sebagai tantangan daripada ancaman. Individu mandiri akan

berdiri di atas kaki sendiri, Ia tidak banyak menggantungkan diri pada


79

bimbingan dan kendali orang lain, melainkan lebih mendasarkan pada

diri pada kemampuan, kemauan dan kekuatannya sendiri.

Kematangan emosional menjadikan manusia lebih berfikir logis,

kritis dan kreatif, serta dapat mengambil keputusan secara cepat dan

tepat. Oleh karenanya, pendidikan Islam akan menghasilkan output

yang kritis dan kreatif, yang didalalamnya memiliki tiga ciri utama yaitu;

1) mempunyai pemikiran asli atau orisinil (originality), 2) mempunyai

keluwesan (flexibility), dan 3) menunjukkan kelancaran proses berfikir

(fluency). Dari sinilah daya fikir seseorang ini akan lebih maju.

e. Menjauhkan pemahaman Manusia dari kehidupan materialisme-

hedonisme

Dalam teori kesehatan jiwa barat, mengatakan bahwa tingkah

laku manusia adalah suatu fungsi dari faktor-faktor ekonomi dan sosial.

Pandangan hidup yang materialistik, individualistik dan hedonistik ini,

membawa implikasi menempatkan manusia pada derajat yang tinggi,

causa-prima yang unik, pemilik akal budi yang hebat, serta memiliki

kebebasan penuh untuk berbuat apa saja yang dianggap baik bagi

dirinya. dengan kebebasan dan kedaulatan penuh akan menimbulkan

konsep pribadi yang ekstrim, yang pada gilirannya akan

mengembangkan sifat anarkhis, karena meniadakan hubungan

trasendal dengan Tuhan.

Dalam al-Qur‟ an, kesehatan jiwa tidak hanya mengutamakan

pengembangan pada potensi manusia saja, akan tetapi aspek


80

ketuhanan yang merupakan potensi dan kebutuhan dasar manusia

merupakan prioritas utama yang sangat diperhatikan. Hal tersebut

dikarenakan, semua tingkah laku manusia yang dapat mengarahkan

pada terwujudnya ketenangan dan kebahagiaan hidup bukanlah

sesuatu yang hanya dapat diamati (observable) dan bersifat

materialistik saja, tetapi juga sesuatu yang transenden yang tidak

dalam jangkauan manusia, yaitu nilai-nilai keruhanian dan hal ini

merupakan aspek-aspek pendidikan islam.

Dalam pendidikan Islam, dua unsur (jasmani dan rohani) yang

membentuk manusia dengan segala potensinya sama-sama mendapat

perhatian. Unsur rohani tidak lebih diutamakan atas unsur jasmani,

demikian pula sebaliknya, karena unsur-unsur itu saling mempengaruhi.

Kalau unsur jasmani dan rohani mendapat perhatian yang sama, maka

demikian pula aspek akal dan perasaan pada unsur rohani mendapat

porsi perhatian yang seimbang dalam pendidikan Islam. Aspek akal

dengan daya berpikirnya dilatih untuk mempertajam penalaran.

Sementara daya perasa dilatih dan diasuh dengan baik untuk

mempertajam hati nurani dan kata hati. Cara yang digunakan untuk tujuan

ini ialah ibadah-ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan bebagai

bentuk penyucian (tazkiyah) ruh yang lain.

Tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam adalah tercapainya

kesempurnaan insani. Apabila tujuan itu diterjemahkan ke dalam

kebiasaan tingkah laku dan sikap yang hakiki, maka tujuan yang
81

selanjutnya yang hendak dicapai adalah individu-individu yang baik, dalam

arti selalu berorientasi terhadap terciptanya kebaikan bagi individu dan

masyarakat, selain bertingkah laku sesuai dengan sifat-sifat yang

digariskan Allah bagi para hamba-Nya yang saleh.

Tujuan terbentuknya individu yang muttaqin dan muthmain

mustahil tercapai tanpa pendidikan yang integratif yang mencakup seluruh

unsur-unsur yang ada pada diri manusia. Maka pendidikan seharusnya

mengajarkan kemampuan berpikir, mengembangkan kecerdasan religius

dan spritualnya, dan secara terus-menerus melakukan penyucian jiwanya

(tazkiyatun nafs).

Proses pendidikan yang integratif dalam tataran praktis

berorientasi pada tiga aspek, yakni iman, ilmu dan amal. Tegasnya

pendidikan yang terintegrasi tidak pernah dan tidak akan mendikotomikan

antara kehidupan dunia-akhirat, jasmani-rohani dan individu-masyarakat,

akan tetapi mencakup segala aspek kehidupan manusia di dunia yang

nantinya akan berimplikasi pada kehidupan akhirat.

Tentang perlunya pendidikan integratif bagi kehidupan manusia

dapat merujuk pada salah satu misi agung Rasulullah Saw. yaitu misi

pendidikan yang integratif seperti di isyaratkan dalam Al-Quran Q. S Al-

Jumuah [62] : 2

           

         
Terjemahannya :
82

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul
di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As
Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar
dalam kesesatan yang nyata. (Departemen Agama RI : 2007 : 553)

Hal itu jelas menuntut adanya sistem pendidikan yang mampu

memadukan secara harmonis dan seimbang antara apa yang menjadi

prinsip-prinsip dalam Al-Quran sebagai pedoman hidup (asas al-hayah)

dengan seluruh ayat-ayat-Nya (qauliyah dan kauniyah) sebagai fasilitas

hidup (wasailul hayah).

Implikasi tujuan di atas dalam praktek operasionalnya, maka harus

pula ditekankan aktivitas mengasuh, melatih, mengarahkan, membina,

dan mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya, termasuk potensi

spritual. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhaimin dalam bukunya

Pengembangan Kurikulum Agama Islam dari Sekolah Dasar sampai

Perguruan Tinggi menyatakan, bahwa fungsi pendidikan secara umum

adalah sebagai proses mengaktualisasikan atau menumbuhkembangkan

seluruh potensi dan kemampuan manusia dalam kehidupan nyata agar

dapat berkembang secara maksimal.

Agar fungsi pendidikan tersebut dapat terlaksana dengan

maksimal, maka pendidikan khususnya pendidikan Islam bukan hanya

proses mentransfer ilmu pengetahuan atau budaya dari satu generasi ke

generasi selanjutnya tetapi lebih dari pada itu, pendidikan Islam harus

dijadikan sebagai suatu bentuk proses pengaktualisasian yang integratif

sejumlah potensi yang dimiliki manusia. Potensi-potensi itu meliputi


83

jasmani, rohani, intelektual, emosional, dan spiritual, atau dalam istilah

psikologi modern disebut IQ, EQ, dan SQ. potensi-potensi yang

merupakan berbagai macam kecerdasan dalam istilah psikologi tersebut

berfungsi menyiapkan individu muslim yang memiliki kepribadian

paripurna bagi kemaslahatan seluruh umat manusia.

Dengan proses pendidikan yang mampu mengembangkan seluruh

aspek kecerdasan tersebut, manusia mampu membentuk kepribadiannya,

mentransfer kebudayaan dari satu komunitas kepada komunitas lain serta

pendidikan Islam mampu mengembangkan di dalam jiwa individu

kesiapan untuk menempuh jalan yang baik dan menjahui jalan yang

buruk.

Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan Implikasi konsep

tazkiyatun nafs, Dalam pengembangannya pendidikan Islam

menyeimbangkan dua unsur (jasmani dan rohani) secara integratif.

dengan diterapkannya Tazkiyatun Nafs dalam kehidupan sehari-hari maka

akan berimplikasi memperkuat keimanan manusia, membentuk akhlakul

karimah, mengembangkan potensi manusia, membentuk kematangan

emosional manusia dengan lebih bijaksana dalam menyikapi problematika

kehidupan dan menjauhkan pemahaman manusia dari kehidupan

materialism, hedonisme.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan tentang Konsep tazkiyatun nafs

dalam Al-Qur’an dan implikasinya dalam pengembangan pendidikan islam

maka penulis menutup pembahasan skripsi ini dengan mengemukakan

beberapa kesimpulan :

1. Secara umum nafs dalam Al-Quran menunjuk kepada sisi dalam

diri manusia yang memiliki potensi baik dan buruk. Pada hakikatnya

potensi positif lebih kuat dari pada potensi negatif. Hanya saja daya

tarik keburukan lebih kuat dari pada kebaikan kepada nafs. Untuk

itulah manusia senantiasa dituntut memelihara kesucian nafs-nya

dan jangan sekali-kali mengotorinya. Al-Quran dalam

menggunakan kata nafs untuk menunjuk sisi dalam diri manusia itu,

sedikitnya ada 4 pengertian yang dapat diperoleh. Pertama, bahwa

nafs berhubungan dengan roh, kedua, bahwa nafs berhubungan

dengan potensi pikiran kehidupan, ketiga bahwa nafs berhubungan

dengan hati (al-qalb), dan keempat bahwa nafs berhubungan

dengan potensi kebaikan dan keburukan..

2. Tazkiyatun nafs adalah proses penyucian jiwa dari perbuatan syirik

dan dosa, pengembangan jiwa manusia mewujudkan potensi-

potensi menjadi kualitas-kualitas moral yang luhur (akhlakul

84
85

hasanah), proses pertumbuhan, pembinaan akhlakul karimah

(moralitas yang mulia) dalam diri dan kehidupan manusia. Dan

dalam proses perkembangan jiwa itu terletak falah (kebahagiaan),

yaitu keberhasilan manusia dalam memberi bentuk dan isi pada

keluhuran martabatnya sebagai makhluk yang berakal budi.

3. Implikasi konsep tazkiyatun nafs, Dalam pengembangan

pendidikan Islam menyeimbangkan dua unsur (jasmani dan rohani)

secara integratif. Dengan diterapkannya Tazkiyatun Nafs dalam

kehidupan sehari-hari maka akan berimplikasi memperkuat

keimanan manusia, membentuk akhlakul karimah,

mengembangkan potensi manusia, membentuk kematangan

emosional manusia dengan lebih bijaksana dalam menyikapi

problematika kehidupan dan menjauhkan pemahaman manusia

dari kehidupan materialism, hedonisme.

B. Saran

1. Kepada para Ulama’ agar lebih memperhatikan kajian Tazkiyatun

Nafs untuk memperbaiki kehidupan manusia menjadi lebih baik dan

di ridhai oleh Allah SWT.

2. Kepada pemerintah agar dapat bekerja sama dengan para ulama’

untuk mengadakan kajian-kajian dan diharap kepada setiap

individu mempunyai kesadaran untuk menjadi lebih baik.

3. Penulisan karya ilmiah tentang “konsep tazkiyatun nafs” ini hanya

sebagian kecil dari pemikiran yang ada mengenai konsep


86

tazkiyatun nafs, Al-Quran sebagai kerangka utamanya. Masih

banyak tulisan yang mengetengahkan keistimewaannya sebagai

pedoman pembelajaran. Dengan demikian, perlu adanya penelitian

lebih lanjut untuk mengungkap pengetahuan ilmiah yang lebih

komprehensip mengingat bahwa nafs merupakan elemen dasar

psikis
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahannya


Ali, Muhammad Daud, 2006, Penidikan Agama Islam,Rajawali Pres.
Jakarta
Al-yamani, Yahya Ibn Hamzah, 2012, Pelatihan Lengkap Tazkiyatun Nafs,
Zaman, jakarta
Al-Jamaly, Muhammad Fadlil,1986. Filsafat Pendidikan dalam Al-Quran,
PT Bina Ilmu, Surabaya

Al- Ghazali,2013. Terjemahan Ringkas Ihya’ Ulumuddin, Al-furqon, Gresik


Al-Jamaly, Muhammad Fadlil, 1986 Filsafat Pendidikan dalam Al-Quran,
PT Bina Ilmu, surabaya

Al-Indunisi, Syaifuddin, 2003. Ensiklopedi Islam, Rajawali Pres. jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (suatu pendekatan


praktik). Cet. IV. Bulan Bintang : Jakarta
Arief, Armai, 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
Ciputat Pers, jakarta

Baharuddin, 2004. Paradigma Psikologi Islami, Pustaka Pelajar,


yogyakarta
Bahri, Media Zainul, 2005. Menembus Tirai Kesendirian-nya, Prenada,
jakarta
Darwis, Djamaludin. 2001. Dinamika Pendidikan Islam, dalam Paradigma
Pendidikan Islam. Editor. Ismail SM, Nurul Huda, Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
Daradjat, Zakiyah,2004, Ilmu Pendidikan islam, Bumi Aksara, jakarta
Eskavari, Muhammad Fana’i, 2009. Ratapan Suci Para Sufi, Al Huda,
jakarta
Hasan, Muhammad Tholhah, 2006 Dinamika Pemikiran tentang
Pendidikan Islam, Lantabora Press, Malang

Ibnu Taimiyah, 2013. Tazkiyatu Nafs, darus sunnah, jakarta timur


Ied al Hilali, Salim, 1992. Tazkiyatun Nufus Para Nabi, Pustaka Imam
Syafi’i

87
Karzon, Anas Ahmad, 2010. Tazkiyatun Nafs, akbar media, Jakarta timur
Kamaruddin, Ukim , 2013. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya.
Rajawali Pres. Jakarta
Rossidy.Imrondan Bustanul Amari, 2007. Pendidikan yang Memanusiakan
Manusia dengan Paradigma Pembebasan, Pustaka Minna, Malang

Solihin, M, 2002 Kamus Tasawuf, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.


Mahmud, 2011. Pemikiran Pandidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung
Muhaimin, 2002. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam dari
Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, Remaja Rosda Karya,
Bandung

Nugroho, Muhammad Aji. 2011. Konsep Jiwa dalam Al-Qur’an; Solusi


Qur’ani Untuk Penciptaan Kesehatan Jiwa dan Implikasinya
Terhadap Pendidikan Islam. Tesis, Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga. Yogyakarta

Najati, Muhammad Usman. 2005. Psikologi Dalam Al-Qur’an; Terapi


Qur’ani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. Terj. M. Zaka al-
farisi, CV. Pustaka Setia. Bandung

Nizar, Samsul dan Syaifuddin muhammad, 2010. Isu-isu Kontemporer


Tentang Pendidikan Islam, Kalam Mulia. Jakarta
Nata, Abuddin, 1998. Metodologi Studi Islam, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
---------------------, 2012. Kepita Selekta Pendidikan Islam, Rajawali Pres,
Jakarta.
Syadid, Muhammad, 2002. Manhaj Tarbiyah, Media Insani. Solo
Tohirin, 2011, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Islam, Rajawali Pres,
Jakarta.
Taufiq, Muhammad Izzuddin, 2006, Panduan Lengkap dan Praktis
Psikologi Islam, Gema Insani, jakarta.

Tafsir, Ahmad, 1992, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja


Rosdakarya, Bandung.

88
RIWAYAT HIDUP

Badarus. Lahir di Desa Sepanjang Kecamatan


Sapeken Kabupaten Sumenep (Jawa Timur) lahir
pada tanggal 10 Oktober 1998 Anak pertama dari
pasangan Bapak Badri dan Ibu Rusma. Penulis
memulai Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) di
SDN Sepanjang VI Tanrialang Desa Sepanjang
Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep pada
tahun 1996 tamat pada tahun 2002, kemudian
melanjutkan sekolah ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
Madrasah Tsanawiyah Darul Jihad Sepanjang pada tahun 2002 dan tamat
pada tahun 2005, setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas (SMA) di MAN Sumenep Kabupaten Sumenep pada
tahun 2005 dan tamat pada tahun 2008.

Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan Strata Satu (S1)


di Perguruan Tinggi Universitas Muhammadiyah Makassar pada Jurusan
Pendidikan Agama Islam dan mengakhiri status sebagai mahasiswa pada
tahun 2015

Selama masa perkuliahan penulis tidak aktif di organisasi kampus


tetapi penulis aktif di Organisasi Daerah yaitu Himpunan Mahasiswa
Sapeken (HIMAS)

Anda mungkin juga menyukai