REPUBLIK INDONESIA
6. Undang …
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
MEMUTUSKAN :
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
Pasal 1
Ayat (1), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Pasal 2 Undang-undang
Nomor 5 Drt. Tahun 1959 dirobah dan ditambah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
(1). Bintang Republik Indonesia dibagi dalam lima kelas yaitu:
a. Bintang Republik Indonesia Adipurna (I)
b. Bintang Republik Indonesia Adipradana (II)
c. Bintang Republik Indonesia Utama (III)
d. Bintang Republik Indonesia Pratama (IV)
e. Bintang Republik Indonesia Nararya (V)
(3). Bintang berukuran sebagai berikut:
Bintang Republik Indonesia
Adipurna : Jari-jari sinar emas yang terpanjang 20 mm.
Bintang Republik Indonesia
Adipradana: Sama dengan Bintang republik Indonesia
Adipurna
Bintang Republik Indonesia
Utama: Sama dengan Bintang Republik Indonesia Adipurna
Bintang Republik Indonesia
Pratama: Sama dengan Bintang Republik Indonesia Adipurna.
Bintang Republik Indonesia
Nararya: Sama dengan Bintang Republik Indonesia Adipurna.
(4). Bintang disertai Patra yang bentuk dan kombinasi warnanya
sama dengan Bintangnya dengan ukuran yang lebih besar,
ialah:
a. Pada Patra Bintang Republik Indonesia Adipurna:
- Jari-jari Sinar Emas yang terpanjang 45 mm.
- Jari-jari sampai ujung pentol mutiara 35 mm.
b. pada …
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
Pasal II
Ayat (1), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Pasal 2 Undang-undang
Nomor 6 Drt. Tahun 1959 dirobah dan ditambah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
(1). Bintang Mahaputera dibagi dalam lima kelas, yaitu :
a. Bintang Mahaputera Adipurna (I)
b. Bintang Mahaputera Adipradana (II)
c. Bintang Mahaputera Utama (III)
d. Bintang Mahaputera Pratama (IV)
e. Bintang Mahaputera Nararya (V)
(3). Bintang berukuran sebagai berikut:
Bintang Mahaputera Adipurna: Jari-jari sinar emas yang
terpanjang 20 mm.
Bintang Mahaputera Adipradana: Sama dengan Bintang
Mahaputera Adipurna.
Bintang …
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7-
Pasal III
1. Pasal 5 Undang-undang Nomor 65 Tahun 1958 ditambah satu
ayat menjadi ayat (2) baru yang berbunyi sebagai berikut:
(2). Bintang disertai Patra yang bentuk dan kombinasi
warnanya sama dengan bintangnya, berukuran garis
tengah 50 mm.
2. Ayat (2) Pasal 5 Undang-undang Nomor 65 Tahun 1958
dirubah dan ditambah selanjutnya menjadi ayat (3) yang
berbunyi sebagai berikut:
(3). Pita Bintang berupa pita kalung yang berukuran lebar 35
mm dan berwarna dasar kuning dengan 5 lajur merah
lebar 1 mm yang membagi dalam bagian-bagian yang
sama.
3. Pasal 8…
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
Pasal IV
1. Pasal 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1959 ditambah satu
ayat menjadi ayat (2) baru yang berbunyi sebagai berikut:
(2). Bintang disertai Patra yang bentuk dan Kombinasi
warnanya sama dengan bintangnya, berukuran garis
tengah 60 mm.
2. Ayat (2) Pasal 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1959
dirubah dan ditambah selanjutnya menjadi ayat (3) yang
berbunyi sebagai berikut:
(3). Pita Bintang berupa Pita Kalung yang berukuran lebar 35
mm dan berwarna dasar merah dengan 3 lajur berwarna
putih lebar 3,5 mm yang membagi dalam bagian-bagian
yang sama.
3. Pasal 9 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1959 ditambah satu
ayat menjadi ayat (2) baru yang berbunyi sebagai berikut:
(2). Bagi …
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-9-
Pasal V
Bagi mereka yang berdasarkan ketentuan Undang-undang yang
terdahulu telah mendapat Bintang Sakti, Bintang Darma dan
Bintang Gerilya, berlaku ketentuan tersebut dalam Undang-undang
ini.
Pasal VI
Ayat (1) dan ayat (5) Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1963
dirobah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1). Bintang Jasa dibagi dalam tiga kelas, yaitu:
a. Bintang Jasa Utama
b. Bintang Jasa Pratama.
c. Bintang Jasa Nararya.
(5). a. Bintang disertai patra yang bentuk dan kombinasi
warnanya sama dengan bintangnya masing-masing dengan
ukuran jari-jari sama terpanjang 30 mm.
b. Pita bintang merupakan pita kalung berukuran lebar 35
mm, yang mempunyai warna dasar kuning dan warna lajur
biru selebar 1,5 mm; untuk Bintang Jasa Utama enam
lajur, Bintang Jasa Pratama lima lajur dan Bintang Jasa
Nararya empat lajur.
Pasal VII …
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
Pasal VII
Pasal 2 dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1971 dirobah
dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Bintang Yuda Darma adalah Bintang Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia dibagi dalam tiga kelas yaitu:
a. Bintang Yuda Darma Utama.
b. Bintang Yuda Darma Pratama.
c. Bintang Yuda Darma Nararya.
Pasal 6
Bintang Yuda Darma Utama dan Bintang Yuda Darma Pratama
disertai Patra yang bentuk dan kombinasi warnanya sama dengan
bintangnya yang berukuran 60 mm.
Pasal VIII
Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1966 dirobah dan
ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Bintang Kartika Eka Pakci adalah Bintang T.N.I. Angkatan Darat
dibagi dalam tiga kelas yaitu:
a. Bintang Kartika Eka Pakci Utama.
b. Bintang Kartika Eka Pakci Pratama.
c. Bintang Kartika Eka Pakci Nararya.
Pasal IX
Ayat (1) Pasal 2 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1968 dirobah
dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1). Bintang …
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
Pasal X
Pasal 2 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1968 dirobah dan
ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Bintang Swa Buwana Paksa adalah Bintang T.N.I . Angkatan
Udara, dibagi dalam tiga kelas, yaitu:
a. Bintang Swa Buwana Paksa Utama.
b. Bintang Swa Buwana Paksa Pratama.
c. Bintang Swa Buwana Paksa Nararya.
Pasal XI
1. Ayat (1) Pasal 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1961
dirobah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1). Bintang Bayangkara adalah Bintang Kepolisian Negara
Republik Indonesia dibagi dalam tiga kelas, yaitu:
a. Bintang Bayangkara Utama
b. Bintang Bayangkara Pratama.
c. Bintang Bayangkara Nararya. Bintang Bayangkara
Utama disertai Patra yang bentuk dan kombinasi
warnanya sama dengan bintangnya, berukuran garis
tengah 75 mm.
2. Ayat (1) dan (2) Pasal 6 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1961 dirobah dan ditambah seluruhnya sehingga berbunyi
sebagai berikut:
(1). a. Pita …
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
Pasal XII
Urutan derajat/tingkat Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang
berbentuk Bintang adalah sebagai berikut:
1. Bintang Republik Indonesia Adipurna (I)
2. Bintang Republik Indonesia Adipradana (II)
3. Bintang Republik Indonesia Utama (III)
4. Bintang Republik Indonesia Pratama (IV)
5. Bintang Republik Indonesia Nararya (V)
6. Bintang Mahaputera Adipurna (I)
7. Bintang Mahaputera Adipradana (II)
8. Bintang Mahaputera Utama (III)
9. Bintang Mahaputera Pratama (IV)
10. Bintang Mahaputera Nararya (V)
11. Bintang Sakti/Bintang Darma/Bintang Gerilya/Bintang Jasa
Utama.
12. Bintang Jasa Pratama
13. Bintang …
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
Pasal XIII
Pasal 6 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 4 Drt. Tahun
1959, dengan berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal XIV
Jenis-jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk
Bintang dan urutan derajat/tingkat Tanda Kehormatan Republik
Indonesia yang berbentuk Bintang yang bertentangan dengan
Undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal XV
Pemakaian Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk
Bintang didasarkan atas urutan derajat/tingkat sebagaimana tersebut
dalam Pasal XII ini.
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
KETENTUAN PENUTUP
Pasal XVI
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal V, Undang-
undang ini tidak berlaku bagi mereka yang berdasarkan ketentuan
Undang-undang yang terdahulu telah mendapat Tanda Kehormatan
Republik Indonesia yang berbentuk Bintang.
Pasal XVII
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 9 Nopember 1972
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
JENDERAL TNI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal, 9 Nopember 1972
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
SUDHARMONO S.H.
MAYOR JENDERAL T.N.I.
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1972
TENTANG
PEROBAHAN DAN TAMBAHAN KETENTUAN MENGENAI BEBERAPA
JENIS TANDA KEHORMATAN REPUBLIK INDONESIA YANG
BERBENTUK BINTANG DAN TENTANG URUTAN DERAJAT/
TINGKAT JENIS TANDA KEHORMATAN REPUBLIK INDONESIA
YANG BERBENTUK BINTANG
UMUM.
Dalam Undang-undang Nomor 4 Drt. Tahun 1959 tentang ketentuan-ketentuan
umum mengenai Tanda Kehormatan dikenal adanya sistim Bintang berkelas dan tidak
berkelas (tunggal). Bintang berkelas lima dengan pita selempang dipakai untuk
bintang-bintang berkelas satu, pita kalung untuk bintang-bintang berkelas dua, pita
gantung untuk bintang-bintang berkelas tiga dan bintang-bintang kelas selanjutnya
serta untuk satyalencana-satyalencana.
Disamping bintang berkelas lima, dikenal pula adanya bintang berkelas tiga
dengan pita kalung dipakai untuk bintang kelas satu, pita gantung untuk bintang kelas
dua dan bintang kelas tiganya, serta untuk bintang tidak berkelas (tunggal); Bintang-
bintang berkelas lima, berkelas tiga dan tidak berkelas (tunggal); tidak jelas
mencerminkan tinggi rendahnya derajat/tingkat bintang yang satu terhadap yang lain.
Kebiasaan-kebiasaan protokoler di dalam maupun di luar-negeri, telah
menimbulkan pandangan-pandangan, bahwa istilah/sebutan yang dipergunakan dan
bentuk-bentuk pita dari Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk
Bintang belum mencerminkan tinggi rendahnya derajat/tingkat daripada Bintang yang
satu terhadap yang lain.
Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, dirasakan perlu untuk
menyesuaikan istilah/sebutan dan bentuk-bentuk pita dengan derajat/tingkat Tanda
Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang, yaitu untuk bintang-bintang
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
yang derajatnya tinggi adalah berpita selempang, dan seterusnya dipergunakan pita
kalung, pita gantung. Dalam Undang-undang masing-masing, Tanda Kehormatan
Republik Indonesia yang berbentuk Bintang telah diatur pula kedudukan
derajat/tingkatnya terhadap tanda-tanda kehormatan bintang-bintang yang satu tingkat
diatas dan satu tingkat dibawahnya. Akan tetapi oleh karena pengaturan derajat/tingkat
Tanda Kehormatan Bintang-bintang tidak menyeluruh (tidak terhadap seluruh bintang-
bintang yang ada) timbul tafsiran yang berbeda-beda mengenai derajat/tingkat Tanda
Kehormatan yang satu terhadap yang lain.
Dikeluarkannya Undang-undang ini, dimaksudkan pula untuk memberikan
keselarasan dan kepastian tentang, urutan derajat/tingkat tanda-tanda Kehormatan
Republik Indonesia yang berbentuk Bintang yang satu terhadap yang lainnya yang
telah ada.
Dalam Undang-undang ini dipergunakan istilah/sebutan dari tiap Tanda
Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang berkelas yang mempunyai
arti dan makna yang mencerminkan kedudukannya.
Pasal I
Mengingat kedudukan dari Bintang Republik Indonesia sebagai Tanda
Kehormatan yang tertinggi dari semua Bintang, maka untuk ini ditentukan
perobahan dalam bentuk pitanya menjadi pita selempang bagi semua kelas.
Pasal II
Sudah selayaknya apabila Bintang-bintang Mahaputra Adipurna dan Mahaputra
Adipradana dilengkapi dengan pita selempang mengingat bahwa Bintang
Mahaputera kedudukannya tepat dibawah Bintang Republik Indonesia dan
merupakan Tanda Kehormatan tertinggi untuk jasa-jasa kepada Negara dalam
bidang-bidang tertentu di luar bidang militer.
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
Pasal III
Cukup jelas.
Pasal IV
Tanda Bintang Gerilya berbentuk oval, untuk Pakaian Sipil Lengkap (PSL)
dipakai pada leher baju jas sebelah kiri dan untuk "Pakaian Sipil Harian (PSH)
pada dada sebelah kiri diatas saku baju. (khusus bagi kaum wanita di dada
sebelah kiri).
Pasal XVI
Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang yang
pernah diberikan, masih tetap berlaku menurut Undang-undang tentang Tanda
Kehormatan Republik Indonesia yang belum diadakan perobahan dengan
Undang-undang ini. Untuk itu bagi yang sudah mendapat Tanda Kehormatan
Republik Indonesia yang berbentuk Bintang, tidak mengalami perobahan apa-
apa.
Pasal XVII
Cukup jelas.
--------------------------------
CATATAN
www.bphn.go.id