FARMAKOGNOSI I
Dosen Pengampu :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan anugerah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah
Farmakognosi I, dengan judul “Perdagangan, Kontrol Kualitas, dan Bioaktivitas
Tumbuhan Obat sebagai Bahan Baku Fitofarma-setikal”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Nci Prof.Dr.Ir. Herny
E. I. Simbala, M.Si. yang telah membimbing dan memberikan tugas ini kepada kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca untuk penyempurnaan makalah ini dan menjadi pelajaran untuk pembuatan
makalah selanjutnya. Kiranya dengan makalah ini kita bisa mengerti dan lebih memahami
tentangTumbuhan Obat sebagai Bahan Baku Fitofarma-setikal. Atas perhatian dan
waktunya, kami sampaikan terima kasih..
Penulis
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
BAB II ISI.............................................................................................................................3
2.1 Perdagangan Obat Gubal............................................................................................3
3.2 Saran.........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
Dengan adanya rumusan masalah di atas, dapat diketahui tujuan praktikum ini,
yaitu untuk:
1. Mengetahui dan memahami bagaimana proses perdagangan dari obat gubal.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana control kualitas obat gubal.
3. Mengetahui dan memahami bagaimana bioaktivitas atau aksi farmakologi
tumbuhan obat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pembeli di luar negeri yang pada akhirnya dapat melestarikan perdagangan komoditi
tanaman obat maka perlu diselaraskan kualitas tanaman obat yang akan diekspor
dengan ketentuan ketentuan tersebut. Beberapa tanaman obat yang telah memasuki
perdagangan internasional ialah: Atropa Belladona, Catharantus roseus, Chincona
sp, Datura sp, Rauvolfia sp, dll. Pada tahun 1970 perdagangan internasional tanman
obat mencapai nilai 355 juta US dollar, dan tahun 1980 mencapai 550 juta US dollar.
Permintaan dunia akan tanaman obat diperkirakanakan terus meningkat apabila ada
jaminan suplai yang tetap serta kualitas yang baik sehingga dapat menyaingi
substitusi oleh bahan sintetik atau pembuatan formulasi baru.
Dari tanaman obat maka dapat diproduksi dan menjadi Obat Gubal. Obat Gubal
dapat dikatakan sebagai obat tradisional karena dibuat dari baham alami. Obat
tradisional yang diproduksi untuk tujuan diedarkan baik di wilayah Indonesia
maupun di luar negeri terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan menteri
kecuali untuk obat tradisional hasil prosuksi:
1. Industri Kecil Obat Tradisional dalam bentuk rajangan, pilis, tapel dan parem
2. Usaha jamu racikan
3. Usaha jamu gendong
Untuk Obat yang Wajib daftar, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Secara emprik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia.
2. Bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
3. Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat
sebagai obat.
4. Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotik.
Untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut diatas Industri Obat Tradisioanl (IOT)
dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) wajib melaksanakan Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
4
(Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 659/Menkes/SK/X/1991 tentang Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik)
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik adalah suatu pedoman yang
menjelaskan cara memperoduksi obat tradisional agar didapat produk yang aman
dengan sifat dan mutu yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Produk yang
bermutu adalah produk yang memenuhi spesifikasi, identitas dan karekteristik yang
telah ditetapkan. Produk yang aman adalah produk yang tidak mengandung bahan-
bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia seperti
menimbulkan penyakit atau keracunan. CPOTB menjelaskan persyaratan yang harus
dipenuhi tentang penanganan bahan baku obat tradisional dan seluruh mata rantai
pengolahan sampai menjadi produk akhir termasuk personalia yang terlibat dalam
pembuatan bahan baku. Ruang lingkup CPOTB adalah personalia, bangunan,
peralatan, sanitasi dan hygiene, pengolahan dan pengemasan, pengawasan
mutu, inspeksi diri, dokumentasi dan penanganan terhadap hasil pengamatan
produk di peredaran.
5
6. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
No:2326/DD/XII/80 tertanggal 31 Desember 1980 tentang Pencantuman bulan,
tahun dan jumlah batch pada kode produksi.
7. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No:1464/DD-
PR/VII/1983 tertanggal 5 Juli 1983 tentang Obat Tradisional yang mengandung
Etanol.
Perdagangan obat tradisional kurang lebih berarti sama dengan mengedarkan dan
bisa juga berarti mendistribusikan. Mengedarkan adalah menyajikan, menyerahkan
memiliki atau menguasai persediaan ditempat penjualan, dalam Perusahaan Obat
Tradisional atau di tempat lain, termasuk kendaraan dengan tujuan untuk dijual,
kecuali jika persediaan ditempat tersebut hanya untuk dipergunakan sendiri.
Obat tradisional yang didistribusikan bisa obat tradisional lokal, simplisia impor
atau obat tradisional untuk ekspor.
6
Beberapa Peraturan di Bidang Distirbusi:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No:1147/D/SK/IV/81 tentang larangan
produksi dan distribusi obat tradisional yang digunakan sebagai pelancar haid dan
sejenisnya yang berisi simplisia Angelicae sinensis Radix dan/atau Ligustici
Rhizoma
2. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawan Obat dan Makanan
No:02767/D/IX/87 tertanggal 10 September 1987 dan No:1826/DD/VIII/87
tertanggal 25 Agustus 1987 tentang larangan penjualan obat tradisional yang
dikaitkan dengan hadiah atau undian 3. Surat Edaran Direktorat Jenderal
Pengawan Obat dan Makanan No:PO.02.04.5.00075 tertanggal 9 Januari 1995
tentang penertiban terhadap peredaran obat tradsional asing yang tidak terdaftar.
7
aktif farmakologis melalui analisis kuantitatif metabolit sekunder yang akan
menjamin keseragaman khasiat.
Dapat diperkirakan sekitar 25% dari kandungan kimia obat-obatan modern
berasal dari tanaman, bahkan terdapat 60% kandungan kimia dari obat alami yang
ada pada beberapa obat antitumor dan antibakteri. Produk herbal biasanya berasal
dari tanaman liar dan tanaman yang dibudidayakan. Tanaman yang dibudidayakan
memberikan jaminan yang lebih baik karena tanaman yang digunakan untuk obat
adalah benar, sedangan tanaman liar memungkinkan terjadinya kesalahan tanaman
yang dipakai untuk obat herbal. Maka perlu dilakukan Teknik Analisa untuk
mengkonfirmasi kebenaran dari tanaman yang digunakan untuk obat herbal tersebut.
Metode kontrol kualitas obat herbal yang sering digunakan meliputi
pemeriksaan sensorik (makroskopik dan mikroskopik) dan pemeriksaan analitis
dengan menggunakan instrument seperti kromatografi lapis tipis, KCKT, GC-MS,
LC-MS, NIR, dll. Metode yang paling sering digunakan untuk analitis obat herbal
yaitu KCKT karena metode ini mudah untuk dipahami dan tidak terbatas oleh
volatilisasi atau stabilitas senyawa dari sampel. Secara umum KCKT digunakan
untuk menganalisis hampir semua senyawa dalam obat-obat herbal.
8
Standardisasi terhadap bahan baku perlu dilakukan dengan tujuan untuk
menjamin konsistensi mutu, keamanan dan khasiat obat bahan alam tersebut.
Tujuannya agar diperoleh bentuk bahan baku atau produk kefarmasian yang
bermutu, aman, serta bermanfaat. Dalam rangka standardisasi obat bahan alam,
diperlukan parameter standar yang mencakup parameter mutu simplisia dan ekstrak
yang digunakan sebagai bahan baku obat bahan alam.
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat jika tidak
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Sedangkan Ekstrak adalah
hasil ekstraksi, fraksinasi, atau subfraksinasi.
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali
dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan.
9
Secara umum adalah simplisia nabati yang telah melalui proses pasca panen dan
proses preparasi secara sederhana menjadi bentuk produk kefarmasian yang siap
pakai atau siap diproses lebih lanjut yaitu:
1. Jamu siap pakai dalam bentuk serbuk halus untuk diseduh sebelum diminum
2. Infus: siap dipakai untuk dicacah dan digodok sebagai jamu godokan
3. Diproses lebih lanjut untuk dijadikan produk sediaan farmasi lain yang
umumnya melalui proses ekstraksi, separasi dan pemurnian yaitu menjadi
ekstrak, fraksi atau bahan isolat senyawa murni
4. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan, maupun kegunaan
simplisia harus memenuhi persyaratan minimal untuk standardisasi simplisia
Untuk membuka tabir yang selama ini menyelimuti rahasia obat tradisional yang
terkenal dengan nama jamu, ramuan dan lain-lain yang penggunaannya masih
didasarkan kepada kebiasaan atau pengalaman dan belum banyak penggunaannya
yang didukung oleh data penelitian yang dapat di pertanggung jawabkan. Untuk itu
jelaslah kiranya bahwa upaya penelitian sangat diperlukan.
1. Budidaya tanaman
Peneltian di bidang ini bertujuan untuk menghindari akan bahaya kepunahan
atau menipisnya populasi tanaman obat tertentu. Arah penelitian dapat ditujukan
untuk pengembangan tanaman obat untuk ekspor (menambah devisa) dan
menunjang industri obat modern atau tradisional serta melestarikan
plasmanutfah dari tanaman obat itu sendiri. Selain itu juga, ditujukan untuk
meningkatkan kualitas dan mutu simplisia yang dihasilkan, misalnya dengan :
a. Pemilihan bibit unggul berumur genjah, tahan hama, dan penyakit sehingga
menghasilkan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tinggi.
b. Pengolahan tanah, pemeliharaan, pemupukan yang tepat
c. Cara perlindungan tanaman yang dilakukan dengan seksama dan terpadu
serta menggunakan teknologi tepat guna.
10
Salah satu pranata yang telah diadakan oleh pemerintah dalam rangka penelitian
dan pengembangan tanaman obat adalah didirikannya Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (Balittro) di Bogor dalam lingkup Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, yang memungkinkan pelaksanaan program penelitian
dan pengembangan tanaman obat akan lebih mapan dan sebagaimana mestinya
karena selama ini belum pernah terpikirkan apalagi ditangani secara sungguh-
sungguh. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat diharapkan dapat
berperan banyak dalam penelitian dan pengembangan obat.
11
pemberian per oral 15.000mg/kg atau kurang telah dapat membunuh separuh
tikus yang mendapatkan pemberian tersebut.
Sedangkan untuk memnuhi ketentuan bahwa obat fitoterapi harus mempunyai
khasiat yang jelas, harus dilakukan uji khasiat dan toksisitas. Namun, karena
pengujian itu cukup rumit dan lama serta bila diisyaratkan sampai pada uji klinis
maka obat fitoterapi akan menjadi cukup mahal jika dibandingkan dengan obat
tradisional (jamu) yang sudah banyak beredar di masyarakat. Hal ini menjadi
tantangan karena dari para pemakai obat tradisional (jamu) menganggap bahwa
penggunaan jamu harganya relatif murah dan berkhasiat. Anggapan yang sudah
berakar ini sukar untuk dirubah, maka diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
khasiat nyata dari obat kelompok fitoterapi dengan harga terjangkau oleh
masyarakat luas.
Sejajar dengan upaya efisiensi penelitian kiranya perlu dikembangkan
pendekatan terpadu dalam bentuk koordinasi penelitian karena pada
kenyataannya sampai sekarang ini telah banyak penelitian yang dilakukan
terhadap tanaman obat, tapi masih terpisah-pisah sehingga pemanfaatannya
jarang terwujud.
12
Bahan yang berkhasiat yang belum diketahui sbeelumnya perlu diteliti secara
intensif, hal ini dilakukan atas dasar pada dugaan dan landasan ilmiah yang kuat,
melalui rangkaian penelitian farmakologi dasar.
d. Menemukan senyawa baru
Berdasarkan dugaan persamaan/kemiripan struktur kimia, penelitian diarahkan
pula untuk menemukan senyawa baru sebagai bahan baku obat modern atau
sebagai campuran obat tradisional lainnya.
STRATEGI PENELITIAN
Berdasarkan kepada arah penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka strategi
penelitian yang didasarkan pada prinsip-prinsip dan metode-metode penelitian yang
benar perlu ditetapkan. Dalam menetapkan strategi-strategi penelitian ini beberapa
hal perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :
1. Penelitian yang berencana
Mengingat biaya penelitian yang dibutuhkan cukup mahal dan melibatkan
tenaga ahli/peneliti yang tidak sedikit, maka penelitian sebaik-baiknay
direncanakan secara benar dengan arah-arah seperti di atas. Kesepakatan
bersama tentang apa yang hendak ditangani terlebih dahulu, cara
penanganannya, pembagian peran dan tugas perlu ditetapkan terlebih dahulu.
Untuk menetapkan pilihan perlu ditetapkan kriteria yang merupakan
pegangan/acuan dasar yang telah disepakati bersama.
2. Penelitian yang terkoordinasi
Agar perkembangan penelitian dapat diikuti dengan teratur, khususnya
penelitian yang telah direncanakan kiranya perlu dilakukan koordinasi yang
baik. Untuk itu perlu dikembangkan mekanisme koordinasi yang praktis dan
terarah, sehingga pemantauan kegiatan dimungkinkan untuk dilakukan.
3. Penelitian yang berdasarkan kepada prioritas masalah
Sesuai dengan pandangan atau pendapat bahwa pemanfaatan tanaman sebagai
bahan obat tradisional harus ditangani secara terarah dan tuntas, maka
hendaknya macam dan tahap penelitian didasarkan pada prioritas masalah yang
akan diselesaikan, bukan semata-mata didasarkan pada keinginan atau minat.
Sejauh mungkin dicegah penelitian yang dilakukan tanpa adanya masalah yang
jelas dan dilakukan tanpa kaidah-kaidah penelitian yang berlaku. Untuk itu
dalam keadaan biaya dan tenaga peneliti yang terbatas, maka penetapan
13
penelitian yang berdasarkan prioritas masalah yang jelas adalah menjadi sangat
penting.
14
aktivitas yang dilakukan. Lead compound inilah yang akan dikembangkan lebih
lanjut menjadi obat.
Ada berbagai macam uji bioaktivitas yang dapat dimanfaatkan. Dalam hal ini,
lingkup yang disampaikan dibatasi tentang uji bioaktivitas in vitro, yakni
bioaktivitas antioksidan, antidiabetes, sitotoksik, antibakteri, dan bioautografi.
1. Uji Antioksidan
Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa stres oksidatif memainkan
peran penting dalam patogenesis berbagai kondisi klinis yang menyebabkan
penyakit kardiovaskular, penyakit hati, penyakit paru-paru, gangguan
pencernaan, gangguan neurologis, kerusakan otot, diabetes, dan penuaan. Stres
oksidatif disebabkan oleh ketidakseimbangan kemampuan tubuh untuk
menangkap spesies radikal bebas. Dua jenis utama spesies radikal bebas adalah
spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen reaktif (RNS). Oleh karena
itu, senyawa atau ekstrak bahan alam yang memiliki bioaktivitas sebagai
antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas dapat digunakan untuk
pencegahan dan penundaan berbagai penyakit tersebut sebagai sumber
antioksidan eksogen. Itulah sebabnya sampai saat ini, banyak penelitian
skrining bahan alam yang bertujuan untuk mendapatkan ekstrak atau lead
compound yang memiliki bioaktivitas antioksidan. Ada berbagai macam
metode uji bioaktivitas antioksidan, yang paling banyak dilaporkan adalah
metode penangkapan radikal bebas α,α-difenil-β-picrylhydrazyl (DPPH).
Metode penangkapan radikal bebas DPPH merupakan metode uji
bioaktivitas untuk mengevaluasi potensi antioksidan suatu senyawa, ekstrak,
atau sumber biologis lainnya. Ini adalah metode uji aktivitas antioksidan paling
sederhana yang diperkenalkan oleh Bois pada 1958, di mana senyawa atau
ekstrak yang akan diuji dicampur dengan larutan DPPH dan absorbansi dicatat
setelah periode yang ditentukan. Dengan kemajuan dan kecanggihan teknik
instrumental, metode ini telah mengalami berbagai modifikasi untuk memenuhi
persyaratan meskipun pendekatan dasar tetap sama, yaitu melihat perubahan
warna radikal bebas DPPH yang berwarna ungu menjadi kuning jika ekstrak
atau senyawa uji memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan (Lampiran 1).
Metode uji bioaktivitas antioksidan DPPH yang dilakukan oleh peneliti
merupakan modifikasi dari metode Yen dan Chen. Pada awalnya, pengujian
15
dilakukan dengan penggunaan kuvet untuk diukur pada spektrofotometer.
Kemudian dengan tersedianya microplate reader, metode uji DPPH ini dapat
dilakukan dengan menggunakan 96 well microplate di mana volume total
reaksi adalah 10 kali lebih kecil dibandingkan uji menggunakan tabung reaksi.
Hal ini tentunya membuat uji lebih murah dan cepat karena menggunakan
reagen yang lebih sedikit dan lebih cepat sehingga pembacaan tidak dilakukan
satu per satu. Pendekatan ini juga dapat dilakukan untuk uji bioaktivitas
lainnya, seperti antidiabetes dengan metode α-glukosidase inhibitory activity.
Penggunaan microplate juga dilakukan untuk uji sitotoksik terhadap sel kanker.
Gambar 1. Uji Antioksidan dengan Metode DPPH Free Radical Scavenging Activity
2. Uji Antidiabetes
Diabetes melitus (DM) adalah salah satu penyakit serius yang tidak menular
yang menyerang banyak orang di seluruh dunia. Ini adalah penyakit
metabolisme kronis yang terjadi ketika pankreas memproduksi cukup insulin
(hormon yang mengatur gula darah) ataupun ketika insulin yang diproduksi
tidak dapat digunakan secara efektif oleh tubuh. Menurut Federasi Diabetes
Internasional, secara global diperkirakan ada 382 juta orang dengan DM pada
2013 dan jumlah ini diprediksi akan meningkat 55% menjadi 592 juta pada
2035. Riskesdas17 menyebutkan prevalensi diabetes dari penduduk Indonesia
berusia ≥15 tahun sepanjang tahun 2013–2018 sebesar 2%. Menurut data
Sample Registration System tahun 2014 dari Kementerian Kesehatan, diabetes
yang disertai komplikasi adalah penyebab kematian tertinggi ketiga di
Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk terus mencari obat-obatan untuk
perawatan DM. α-Glukosidase adalah salah satu enzim penghidrolisis
karbohidrat sehingga menghambat enzim ini merupakan salah satu mekanisme
16
obat antidiabetes untuk mencegah terjadinya hiperglikemia dengan
mengendalikan pemecahan karbohidrat. Skrining ekstrak atau senyawa yang
memiliki aktivitas sebagai penghambat α-glukosidase dilakukan secara in vitro
dengan menggunakan substrat sintetis, yaitu p-nitrofenil-α-D-glukosa yang
dapat dipecah oleh α-glukosidase menjadi p-nitrofenol dan glukosa.
Pengukuran aktivitas enzim dapat dilakukan dengan mengukur absorbansi p-
nitrofenol terlepas yang akan memberikan warna kuning menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Penambahan ekstrak atau
senyawa yang memiliki sifat menghambat aktivitas enzim ini akan
menyebabkan p-nitrofenol yang terlepas berkurang.
3. Uji Sitotoksik
Menurut WHO, beban kanker global diperkirakan telah meningkat menjadi
18,1 juta kasus baru dan 9,6 juta kematian pada 2018; satu dari 5 pria dan satu
dari 6 wanita di seluruh dunia akan menderita dalam masa hidup mereka, dan
satu dari 8 pria dan satu dari 11 wanita akan meninggal karena penyakit ini.
Indonesia berada pada urutan ke-8 di Asia Tenggara dan urutan ke-23 di Asia
dalam hal angka kejadian penyakit kanker (136,2/100.000 penduduk), di mana
angka kejadian tertinggi untuk laki-laki adalah kanker paru, sedangkan untuk
wanita adalah kanker payudara. Menurut Riskesdas, terjadi peningkatan
prevalensi tumor/kanker di Indonesia dari 1,4 per 1.000 penduduk pada 2013
menjadi 1,79 per 1.000 penduduk pada 2018. Oleh sebab itu, pencarian obat
kanker harus terus dilakukan. Uji sitotoksik in vitro menggunakan sel kanker
merupakan metode uji bioaktivitas untuk skrining potensi antikanker dari bahan
alam. Uji sitotoksik dilakukan dengan menginkubasi sel kanker dengan fraksi
uji. Inkubasi diakhiri dengan penambahan zat yang dapat bereaksi dengan sel
hidup, seperti 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium (MTT) atau
AlamarBlue®.
17
Gambar 3. Prosedur Uji Sitotoksik menggunakan Sel Kanker Payudara
18
4. Uji Antibakteri
Uji antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram
terhadap bakteri uji, seperti Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,
Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Untuk pengujian antibakteri,
setiap bakteri ditempatkan dalam cawan petri, dicampur dengan media, dan
dibiarkan membeku pada suhu kamar. Kemudian, cakram kertas ditempatkan
pada permukaan agar, sampel diteteskan pada cakram lalu diinkubasi selama 24
jam. Bioaktivitas antibakteri terlihat dengan pengukuran zona hambatan
pertumbuhan.
5. Bioautografi
Bioautografi adalah suatu teknik untuk mengisolasi hit atau lead compound
menggunakan proses kromatografi lapis tipis (KLT) atau kromatografi kertas
yang diikuti oleh sistem uji bioaktivitas. Aplikasi utama bioautografi adalah
untuk skrining uji bioaktivitas secara cepat, misalnya untuk pencarian bioaktif
antioksidan, antibakteri, dan penghambatan enzim serta dalam isolasi senyawa
aktif yang diarahkan pada target. Selain itu, metode ini tidak memerlukan
jumlah sampel yang banyak. Dengan menggunakan metode ini telah berhasil
diisolasi, antara lain empat senyawa antioksidan dari Perilla frutescens var.
acuta dengan beberapa senyawa antimikrob yang diisolasi dari sekam,
kotiledon, dan umbi Tylosema esculentum.
19
2.3.3 Peran Uji Bioaktivitas untuk Penelitian Herbal
Indonesia memiliki banyak herbal yang telah digunakan turun-temurun,
tetapi dokumentasi terkait khasiatnya hanya berupa data empiris. Oleh karena itu,
perlu dilakukan uji bioaktivitas untuk mendapatkan pembuktian ilmiah dari
khasiat herbal tersebut. Kebanyakan penelitian mengenai manfaat obat herbal
dilakukan dengan ekstraksi menggunakan pelarut organik, sedangkan cara
tradisional penggunaan herbal adalah dengan diseduh atau direbus dengan air.
Oleh karena itu, penelitian menggunakan ekstrak air perlu dilakukan mengingat
kandungan senyawa yang terekstrak dalam air mungkin berbeda dengan yang
terekstrak dalam pelarut organik.
Salah satu herbal yang banyak digunakan untuk pengobatan alternatif
penyakit kanker adalah benalu. Hasil penelitian pada 2003–2006 terhadap ekstrak
air benalu nangka (Macrosolen cochinchinensis) menunjukkan aktivitas
antioksidan in vitro dan antikanker in vitro serta in vivo. Ekstrak ini relatif tidak
toksik berdasarkan hasil uji toksisitas in vitro dengan metode brine shrimp
lethality test (BSLT) dan toksisitas akut in vivo pada hewan coba mencit.
Walaupun M. cochinchinensis tergolong dalam satu famili dengan Dendrophthoe
pentandra, yaitu Loranthaceae, tetapi tidak terdapat kandungan senyawa utama
quercitrin (quercetin-3-ramnosida) ketika tumbuh pada inang nangka ataupun
inang lainnya. Hasil hidrolisis ekstrak air benalu nangka menunjukkan
terbentuknya quercetin, yang berarti ekstrak air ini mengandung glikosida
quercetin lainnya. Di Eropa, benalu spesies Viscum album yang tumbuh pada
berbagai inang telah digunakan sebagai obat alternatif untuk mengobati kanker.
Obat-obatan ini sudah bermerk dagang, di antaranya Iscador, Helixor, dan Eurixor
yang sudah dalam tahap uji klinis.
Penelitian sebelumnya oleh kelompok penelitian menunjukkan bahwa
beberapa ekstrak air mendidih atau ekstrak pelarut organik benalu Indonesia
(Dendrophthoe pentandra) menunjukkan berbagai bioaktivitas, seperti
antioksidan, antidiabetes, dan sitotoksik terhadap sel kanker ataupun larva udang.
Sementara itu, ekstrak pelarut organik Selaginella (cakar ayam) menunjukkan
bioaktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara MCF7. Uji bioaktivitas
dengan menggunakan pendekatan langsung preparasi seduhan dan rebusan
sebagai sampel yang diuji tanpa melalui proses pengeringan ekstrak akan sangat
membantu memberi gambaran langsung aktivitas herbal tersebut. Hasil analisis
20
empat sampel seduhan daun benalu dari famili Loranthaceae (M1; M2; M3; M4)
dan satu sampel seduhan cakar ayam (Selaginella sp.) (S) menunjukkan bahwa
semua sampel benalu mempunyai aktivitas antioksidan, antidiabetes, dan
sitotoksisitas yang tinggi, sedangkan sampel cakar ayam menunjukkan aktivitas
yang secara signifikan lebih rendah pada benalu. Benalu dari famili Loranthaceae
dan cakar ayam menunjukkan aktivitas antioksidan, antidiabetes, dan antikanker.
Tumbuhan ini secara empiris sudah digunakan maka aman untuk diformulasi
sebagai obat herbal ataupun minuman kesehatan. Selain itu, seduhan dan rebusan
campuran benalu (D. curvata) dan cakar ayam juga menunjukkan aktivitas
antikanker in vitro sehingga dapat dikembangkan sebagai teh herbal pencegah
kanker. Rebusan daun benalu D. curvata dilaporkan mengandung senyawa
quercitrin.
Untuk keanekaragaman hayati yang secara umum telah dikonsumsi oleh
masyarakat sebagai obat herbal, seperti benalu dan cakar ayam, hasil uji
bioaktivitas dapat menjadi pembuktian ilmiah yang menunjang data empiris yang
ada. Hal ini akan membuat manfaat obat herbal lebih meyakinkan untuk
dipromosikan sehingga dapat meningkatkan nilai komersialnya. Pelaku industri
herbal juga akan semakin tertarik untuk memproduksi berbagai jenis obat herbal,
seperti jamu, atau mengembangkan lebih lanjut yang sudah ada menjadi obat
herbal terstandar ataupun fitofarmaka. Selain itu, hasil penelitian uji bioaktivitas
dari herbal ini juga dapat dilanjutkan untuk pemanfaatannya dalam penelitian
terkait drug discovery.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perdagangan obat gubal atau obat tradisional harus memenuhi persyaratan yang
ditetapkan, yaitu terbukti aman dan bermanfaat, tidak mengandung bahan kimia
sintetik atau isolasi yang berkhasiat sebagai obat, tidak mengandung bahan yang
tegolong obat keras. Dan juga ada beberapa peraturan di bidang produksi dan bidanh
distribusi yang harus kita perhatikan dalam perdagangan obat gubal. Perdagangan
obat tradisional kurang lebih berarti sama dengan mengedarkan dan bisa juga berarti
mendistribusikan. Mengedarkan adalah menyajikan, menyerahkan memiliki atau
menguasai persediaan ditempat penjualan, dalam Perusahaan Obat Tradisional atau
di tempat lain, termasuk kendaraan dengan tujuan untuk dijual, kecuali jika
persediaan ditempat tersebut hanya untuk dipergunakan sendiri.
Kontrol kualitas merupakan hal yang penting dalam memproduksi obat gubal.
Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standardisasi
suatu simplisia. Standardisasi terhadap bahan baku perlu dilakukan dengan tujuan
untuk menjamin konsistensi mutu, keamanan dan khasiat obat bahan alam tersebut.
Jadi tujuan kontrol kualitas ini yaitu, agar mendapatkan produk kefarmasian yang
bermutu, aman, dan bermanfaat.
Uji bioaktivitas adalah penggunaan suatu sistem pengujian untuk mengetahui
aktivitas biologis dari sampel uji. Misalnya bioaktivitas antibakteri. Uji bioaktivitas
ini dilakukan untuk mengetahui senyawa aktif dalam bahan uji lalu akan
dikembangkan lebih lanjut menjadi obat
3.2 Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari tulisan
maupun bahasan yang kami sajikan. Oleh karena itu, mohon diberikan saran agar
kami bisa membuat makalah lebih baik lagi dan semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi kita semua, serta menjadi wawasan kita dalam memahami perdagangan, kontrol
kualitas, dan bioaktivitas/aksi farmakologi obat gubal.
22
DAFTAR PUSTAKA
23