Anda di halaman 1dari 42

SISTEM SARAF

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Anatomi dan Fisiologi Manusia
Dosen Pengampu: Mukminah, M.PH.

Oleh:
Kelompok 1
Ani Avta Viani 200104015
Muttakin Kurniawan 200104018
Putrali Aulia 200104022

PROGRAM STUDI S1 TADRIS IPA BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
2023

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami haturkan puji kehadirat-Nya dan segala syukur bagi yang Maha
Ghofur yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah- Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Anatomi dan Fsiologi Manusia
dengan judul “Sistem Saraf” makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Anatomi dan Fisiologi Manusia.
Alhamdulillah, berkat taufiq dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu, walaupun ada satu dan lain hal yang
terkadang menghambat penyelesaiannya. Adapun tujuan penulis menyelesaikan
makalah ini salah satunya adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Anatomi
dan Fisiologi Manusia Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca, khususnya penulis sendiri.
Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
penulis sadar bahwa ilmu yang penulis curahkan dalam makalah ini masih
sangatlah kurang sehingga penulis masih harus banyak belajar, sehingga kritik,
saran, serta masukan dari seluruh pihak sangat penulis harapkan agar dapat
memotivasi penulis dan menghasilkan karya yang lebih baik lagi. akhirnya
makalah ini dapat selesai, mudah- mudahan makalah ini menjadi amal shalih
bagi penulis dan bagi para pembacanya. Serta dapat bermanfaat bagi para
pembaca khususnya para mahasiswa prodi tadris ipa biologi.

Mataram, 26 Februari 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR (Jika Ada) ................................................................... iv
BAB I: PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 4
BAB II: PEMBAHASAN .............................................................................. 5
2.1 Struktur Anatomi Sistem Saraf .................................................................. 5
2.1.1 Mekanisme Kerja Sistem Saraf ............................................................... 10
2.1.2 Kelainan pada Sistem Saraf .................................................................... 15
2.2 Upaya Pencegahan Kelainan pada Sistem Saraf ........................................ 22
2.3 Pengaruh dan Cara Menghidari NAPZA ................................................... 28
BAB III: PENUTUP ...................................................................................... 33
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 33
3.2 Saran ........................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR (JIKA ADA)

Gambar 2.1 Bagian-bagian otak (Nugroho, 2013) .....................................................225


Gambar 2.2 Bagian area medula spinalis ...................................................................231
Gambar 2.3 Distribusi saraf kranial (Anonim) ..........................................................37
Gambar 2.4 Saraf spinalis (31 pasang) beserta nama dan letaknya (Baharuddin,
2013) ..........................................................................................................................225
Gambar 2.5 Sistem saraf otonom (Parasimpatik-Simpatik) (Nelson, 2015) ..............38
Gambar 2.6 Struktur Neuron (Anonim) .....................................................................38
Gambar 2.7 Selubung myelin normal dan selubung myelin pada GBS (Tandel et
al., 2016) ...................................................................................................................366
Gambar 2.8 Bagian neuron dan neuroglia (Anonim) .................................................39
Gambar 2.9 Papaver somniverum L...........................................................................163
Gambar 2.10 Contoh dari golongan stimulant ..........................................................164
Gambar 2.11 Cannabis sativa ....................................................................................167

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Seluruh aktivitas didalam tubuh manusia diatur oleh system saraf.


Dengan kata lain, system saraf berperan dalam pengontrolan tubuh manusia.
Denyut jantung, pernafasan, pencernaan, dan urinaria dikontrol oleh system
saraf. System saraf juga mengatur aliran darah, dan konsentrasi osmotic darah.

Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls


saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan
rangsangan (Feriyawati, 2006). Sistem atau susunan saraf merupakan salah
satu bagian terkecil dari organ dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang
paling kompleks. Susunan saraf manusia mempunyai arus informasi yang
cepat dengan kecepatan pemrosesan yang tinggi dan tergantung pada aktivitas
listrik (impuls saraf) (Bahrudin, 2013).

Alur informasi pada sistem saraf dapat dipecah secara skematis


menjadi tiga tahap. Suatu stimulus eksternal atau internal yang mengenai
organ-organ sensorik akan menginduksi pembentukan impuls yang berjalan ke
arah susunan saraf pusat (SSP) (impuls afferent), terjadi proses pengolahan
yang komplek pada SSP (proses pengolahan informasi) dan sebagai hasil
pengolahan, SSP membentuk impuls yang berjalan ke arah perifer (impuls
efferent) dan mempengaruhi respons motorik terhadap Susunan sistem saraf
terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat (otak dan medula spinalis)
dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan secara fisiologi yaitu saraf otonom
dan saraf somatik (Bahrudin, 2013).

Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis,
yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian
fungsional pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai penghubung
dan transmisi elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang
menunjang secara mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).

1
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang
yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan
luar berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey
area) (Chamidah, 2013).

Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang
merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh . SST tersusun dari semua
saraf yang membawa pesan dari dan ke SSP. Sel saraf (neuron) bertanggung
jawab untuk proses transfer informasi pada sistem saraf (Bahrudin, 2013). Sel
saraf berfungsi untuk menghantarkan impuls. Setiap satu neuron terdiri dari
tiga bagian utama yaitu badan sel (soma), dendrit dan akson (Feriyawati,
2006). Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi
sebagai jaringan ikat (Nugroho, 2013), selain itu juga berfungsi mengisolasi
neuron, menyediakan kerangka yang mendukung jaringan, membantu
memelihara lingkungan interseluler, dan bertindak sebagai fagosit. Jaringan
pada tubuh mengandung kira-kira 1 milyar neuroglia, atau sel glia, yang
secara kasar dapat diperkirakan 5 kali dari jumlah neuron (Feriyawati, 2006).

Dalam penyampaian impuls dari reseptor sampai ke efektor perifer


caranya berbeda-beda. Sistem saraf somatik (SSS) mencakup semua neuron
motorik somatik yang meng-inervasi otot, badan sel motorik neuron ini
terletak dalam SSP, dan akson-akson dari SSS meluas sampai ke sinapsis
neuromuskuler yang mengendalikan otot rangka. Sebagaian besar kegiatan
SSS secara sadar dikendalikan. Sedangkan sistem saraf otonom mencakup
semua motorik neuron viseral yang menginervasi efektor perifer selain otot
rangka. Ada dua kelompok neuron motorik viseral, satu kelompok memiliki
sel tubuh di dalam SSP dan yang lainnya memiliki sel tubuh di ganglia perifer
(Bahrudin, 2013).

Meningitis adalah konddisi infeksi pada meninges (selaput pelindung)


yang menyelimuti otak dan saraf tulang belakang. Ketika meradang, meninges

2
membengkak karena infeksi yang terjadi. System saraf dan otak bias rusak
pada beberapa kasus. Penyakit hydrocephalus ini bias terjadi pada orang-orang
dalam usia berapapun. Tapi biasanya penyakit ini menyerang bayi dan manula
(manusia lanjut usia). Neuritis adalah istilah gabungan yang digunakan dengan
adanya gangguan pada saraf tepi, entah itu karena rasa sakit, racun, seperti
pada neuritis akohol maupun karena tekanan. Penyakit parkinston adalah
degenerasi sel saraf secara bertahap pada otak bagian tengah yang berfungsi
mengatur pergerakan tubuh. Gegar otak, juga dikenal sebagai cedera otak
traumatis ringan, adalah cedera kepala yang mempengaruhi fungsi otak untuk
sementara. Epilepsy adalah sekelompok gangguan neurologis jangka panjang
yang cirinya ditandai dengan serangan-serangan epilitik.Alzheimer atau (AD)
adalah pikun yang amentia yang mengakibatkan hilangnya penalaran, ingatan,
dan melumpuhkan kemampuan merawat diri sendiri. Meskipun DA dapat
dimulai sejak usia 30 tahun, 90% pasien AD berusia di atas 65 tahun. Afasia
adalah gangguan fungsi bicara pada seseorang akibat kelainan otak. Orang
yang menderita afasia tidak mampu mengerti maupun menggunakan bahasa
lisan. Penyakit afasia biasanya berkembang cepat sebagai akibat dari luka
pada kepala atau stroke, tetapi juga dapat berkembang secara lambat karena
tumor otak, infeksi, atau dementia. Ataksia sebuah penyakit yang menyerang
system saraf. Ataksia menyerang (memberi efek pada) jari tangan serta
tangan, kaki, tubuh, vocal berbicara, dan juga pergerakan mata.

NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif.


NAPZA merupakan zat yang jika dikonsumsi akan mempengaruhi sistem
saraf pusat, sehingga dapat mengubah perasaan dan cara pikirorang yang
menggunakannya. (Saleh, 2014)
Narkotika adalah Zat/ obat yang berasal dari tanaman atau sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan dan perubahan
kesadaran, hilangnya rasa , mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan contohnya: Tanaman Papaver
somniverum L. dan ganja., tanaman paper somniverum semua bagian-bagian

3
termasuk buah dan jeraminya kecuali bijinya digunakan untuk membuat
opium, morfin dan heroin. (Saleh, 2014)
Psikotropika adalah Zat/obat alamiah atau sintetis bukan narkotika
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Beberapa psikotropika bermanfaat untuk pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi atau untuk tujuan IPTEK, serta mempunyai potensi yang
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh psikotropika antara lain
amobarbital, katina, bromazepan, diazepan, klobazem, nitrazepam.(Willy,
2015)
Zat adiktif adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan ketagihan
atau adiksi. Contohnya: Alkohol , rokok, cofein.
1.2 Rumusan Masalah
a. Jelaskan struktur anatomi system saraf ?
b. Jelaskan mekanisme kerja system saraf ?
c. Bagaimana cara menganalisis kelainan pada system saraf seperti
meningitis, hidrosefalus, neuritis, parkinson, gegar otak, epilepsy,
alzhelmer, afasia, dan ataksia ?
d. Jelaskan upaya pencegahan kelainan pada sitem saraf ?
e. Bagaimana cara menghindari NAPZA ?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui struktur anatomi system saraf
b. Untuk mengetahui mekanisme kerja system saraf
c. Untuk menganalisis kelainan pada system saraf seperti meningitis,
hidrosefalus, neuritis, parkinson, gegar otak, epilepsi, alzhelmer, afasia,
dan ataksia
d. Untuk mengetahui upaya pencegahan kelainan pada system saraf
e. Untuk mengetahui cara menghindari NAPZA.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Struktur Anatomi Sistem Saraf


System saraf adalah system koordinasi berupa penghantaran implus
saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan implus saraf dan pemberi tanggapan
rangsangan. System atau susunan saraf merupakan salah satu bagian terkecil
dari organ dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang paling kompleks.
Susunan saraf manusia mempunyai arus informasi yang cepat dengan
kecepatan pemrosesan yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (influs
saraf) (Baharuddin, 2013).
Susunan system saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf
pusat (otak dan medulla spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal)
dansecara fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatic (Baharuddin, 2013)
1. System saraf pusat
Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medulla
spinalis, yang merupakan pusat integritasi dan control seluruh aktifitas
tubuh. Bagian fungsional pada susunan saraf pusat adalah neuron akson
sebagai penghubung dan transmisi elektrik antar neuron, serta dikelilingi
oleh sel glia yang menunjang secara mekanik dan metabolic
a. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai
pusat pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam
rongga tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar (cerebrum),
otak kecil (cereblum) dan tak tengah (Khanifuddin, 2012).
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang
disadari. Otak besar ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan
kanan dan kiri. Tiap belahan tersebut terbagi menjadi 4 lobus yaitu
frontal, pariental, okspital, dan temporal. Sedangkan disenfalon adalah
bagian dari otak besar yang terdiri dari thalamus, hipotalamus, dan
epitalamus (Khafinuddin, 2012). Otak belakang/kecil terbagi menjadi

5
dua subdivisi yaitu metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon
berubah menjadi batang otak (pons) dan cereblum. Sedangkan
mielensefalon akan menjadi medulla oblongata (Nugroho, 2013). Otak
tengah/system limbic terdiri dari hipokampus, hipotalamus, dan
amigdala (Khafinuddin, 2012).

Gambar 2.1 Bagian-bagian otak (Nugroho, 2013)


Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan
serebrospinalis. Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub
araknoid disekitar otak dan medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi
ventrikal otak. Cairan ini menyerupai plasmadarah dan cairan
interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel
epindemal yang mengelilingi pembuluh darah serebral dan melapisi
kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan ini adalah sebagai
bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga
berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara
darah dan otak serta medulla spinalis (Nugroho, 2013).
b. Medulla spinalis (Sumsum tulang belakang)
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga
tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas
tulang pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi
dua lapis yaitu lapisan luar berwarna putih (white area) dan lapisan
dalam berwarna kelabu (grey area) (Chamidah, 2013). Lapisan luar
mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf.

6
Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf
motoric dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar
implus dari otak dank e otak serta sebagi pusat pengatur gerak reflex
(Khafinuddin, 2012).

Gambar 2.2 Bagian area medula spinalis


1. System saraf tepi
Susunan saraf tepi (SST) yaitu sraaf kranial dan saraf spinalis
yang merupakan garis komunikasi antara ssp dan tubuh. Sst tersusun
dari semua saraf yang membawa pesan dari dank e ssp (Baharuddin,
2013). Berdasarkan fungsinya sst terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
a. System saraf somatic (SSS)
Sistem ssaraf somatic terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan
31 pasang saraf spinal. Proses pada saraf somatic dipengaruhi oleh
kesadaran.
1. Saraf kranial
12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian
batang otak. Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari
serabut sensorik, tetapi sebagian besar tersusun dari serabut
sensorik dan motoric. Kedua belas sraf tersebut dijelaskan
pada( Gambar 2.5).
2. Saraf spinal
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda radiks
dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah

7
saraf gabungan motoric dan sensorik, membawa informasi ke
korda melalui neuron aferen dan meninggalan melalui eferen.
Saraf spinal (Gambar 2.6) diberi nama dan angka sesuai dengan
regia kolumna vertebra munculnya saraf tersebut.

Gambar 2.3 Distribusi saraf kranial (Anonim)

Gambar 2.4 Saraf spinalis (31 pasang) beserta nama dan letaknya
(Baharuddin, 2013).
b. System saraf otonom (SSO)

8
System saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh
yang tidak disadari. Jaringan danorgan tubuh yang diatur oleh
system saraf otonom adalah pembuluh darah dan jantung. System
ini terdiri atas system saraf simpatik dan system saraf parasimpatik.
Fungsi dari kedua system saraf ini adalah saling berbalikan, seperti
pada (Gambar2.7) dibawah ini.

Gambar 2.5 Sistem saraf otonom (Parasimpatik-Simpatik) (Nelson,


2015)
SST berdasarkan divisinya juga dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Divisi sensori (afferent) yaitu susunan saraf tepi dimulai dari
receptor pada kulit atau otot (effector) ke dalam pleksus, radiks,
dan seterusnya kesusunan saraf pusat. Jadi bersifat ascendens.
2. Divisi motoric (efferent) yang menghubungkan implus dari
SSP ke effector (Muscle and Glands) yang bersifat desendens
untuk menjawab implus yang diterima dari reseptor di kulit dan
otot dari lingkungan sekitar (Baharuddin, 2013).

9
2.2 Mekanisme Kerja Sistem Saraf
Jaringan saraf manusia bekerja dibantu oleh sel saraf khusus yang
disebut neuron.
Ketika tubuh menerima rangsangan, sel reseptor akan mengirim
informasi ini dalam bentuk implus berupa arus listrik untuk diteruskan ke
saraf sensorik.
Setelah itu, sinyal pesan tersebut akan dibawa ke otak untuk diproses
dan diartikan. Otak kemudian akan memerintahkan anggota gerak atau organ
tubuh untuk merespon sesuai dengan pesan tersebut.
Setiap saraf memiliki lapisan luar pelindung, yaitu myelin. Fungsinya
adalah untuk menyekat saraf dan membantu menyampaikan pesan.
Sel saraf (neuron) bertanggung jawab untuk proses transfer informasi pada
system saraf (Baharuddin, 2013). Sel saraf berfungsi untuk menghantarkan
implus. Setiap satu neuron terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel
(soma), dendrit dan akson (Feriyawati, 2006).
Bada sel (soma) memiliki satu atau beberapa tonjolan (Feriyawati,
2006). Soma berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruh dari
neuron (Nugroho, 2013). Badan sel (soma) mengandung organel yang
bertanggung jawab untuk memproduksi energy dan biosintesis molekul
organic, seperti enzim-enzim. Pada badan sel terdapat ukleus, daerah
disekeliling nucleus disebut perikarion. Badan sel biasanya memiliki beberapa
cabang dendrit (Baharuddin, 2013).
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang serta
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
menghantarkan rangsangan ke badan sel (Khafinuddin, 2012). Khas dendrit
adalah sangat bercabang dan masing-masing cabang membawa proses yang
disebut dendritic spines (Baharuddin, 2013).
Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan
informasi keluar dari badan sel (Feryawati, 2006). Di dalam akson terdapat
benang-benang halus disebut neurofibril dan dibungkus oleh beberapa lapis
selaput myelin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk

10
mempercepat jalannya rangsangan. Selaput myelin tersebut dibungkus oleh
sel-sel Schwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat
menyediakan makanan dan membantu pembentukan neurit. Bagian neurit ada
yang tidak dibungkus oleh lapisan myelin yang disebut nodus ranvier
(Khafinuddin, 2012).
Pada SSP, neuron menerima informasi dari neuron dan primer di
dendritic spine, yang mana ditunjukkan dalam 80-90% dari total neuron area
permukaan. Badan sel dihubungkan dengan sel yang lain melalui akson yang
ujung satu dengan yang lain membentuk sinaps. Pada amasing-masing sinap
terjadi omunikasi neuron dengan sel yang lain (Baharudin, 2013).

Gambar 2.6 Struktur Neuron (Anonim)

1. Sel penyokong atau Neuroglia (Sel Glial)


Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi
sebagai jaringan ikat (Nugroho, 2013), slain itu juga berfungsi mengisolasi
neuron, menyediakan kerangka yag mendukung jaringan, membantu
memelihara lingkungan interseluler, dan bertindak sebagai fagosit.
Jaringan pada tubuh mengandung kira-kira 1 milyar neuroglia, atau sel
glia, yang secara kasar dapat diperkirakan 5 kali dari jumlah neuron
(Feriyawati, 2006).

11
Sel glia lebih kecil dari neuron dan keduanya mempertahankan
kemampuan untuk membelah, kemampuan tersebut hilang pada banyak
neuron. Secara bersama-sama, neuroglia bertanggung jawab secara kasar
pada sengah dari volume system saraf. Terdapat perbedaan organisasi
yang penting antara jaringan system saraf pusat dan system saraf tepi,
terutama disebabkan oleh perbedaan pada
a. Macam-macam Sel Glia
Ada empat macam sel glia yang mmiliki fungsi berbeda yaitu
(Feriyawati, 2006):
 Astrosit/ Astroglia berfungsi sebagai “sel pemberi makan” bagi sel
saraf
 Oligodendrosit/ Oligodendrolia: sel glia yang bertanggung jawab
menghasilkan myelin dalam susunan saraf pusat. Sel ini
mempunyai lapisan dengan substansi lemak selubung myelin.
Myelin pada susunan saraf tepi dibentuk oleh sel Schwann. Sel ini
membentuk myelin maupun neurolemma saraf tepi. Myelin
menghalangi ion natrium dan kalium melintasi membrane neuronal
dengan hamper sempurna. Serabut saraf ada yang bermielin ada
yang tidak. Transmisi implus saraf disepanjang serabut bermielin
lebih cepat daripada serabut yang tak bermielin, karena implus
berjalan dengan cara meloncat dari nodus ke nodus yang lain
disepanjang selubung myelin (Feriyawati, 2006). Peran dari myelin
ini sangatlah penting, oleh sebab itu pada beberapa rang yang
selubung mielinnya mengalami peradangan ataupun kerusakan
seperti pada pasien GBS maka akan kehilangan kemampuan untuk
mengontrol otot-ototnya sehingga terjadi kelumpuhan pada otot-
otot tersebut. Perbedaan struktur dari selubung myelin normal
dengan selubung myelin pada pasien GBS dapat dilihat pada
gambar berikut:

12
Gambar 2.7 Selubung myelin normal dan selubung myelin pada GBS
(Tandel et al., 2016)
 Mikroglia: sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam
menghilangkan sel-sl otak yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel
jenis ini ditemukan diseluruh SSP dan dianggap penting dalam
proses melawan infeksi.
 Sel ependymal: sel gla yang berperan dalam produksi cairan
cerebrospinal

Gambar 2.8 Bagian neuron dan neuroglia (Anonim)

13
b. Neuroglia pada Sistem Saraf Tepi (SST)
Neuron pada system saraf tepi biasanya berkumpul jadi satu
dan disebut ganglia (tungal: ganglion). Akson juga bergabung menjadi
satu dan membentuk system saraf tepi. Seluruh neuron dan akson
disekat atau diseelubungi oleh sel glia.
Sel glia yang berperan terdiri dari sel satelit dan sel Schwann.
 Sel satelit
Badan neuron pada ganglia perifer diselubungi oleh sel
satelit. Sel satelit berfungsi untuk regulasi nutrisi dan produk
buangan antara neuron body dan cairan ekstraseluler. Sel tersebut
juga berfungsi untuk mengisolasi neuron dari rangsangan lain yang
tidak disajikan di sinap.
 Sel Schwann
Setiap akso pada saraf tepi, baik yang terbungkus dengan
myelin maupun tidak, diselubungi oleh sel Schwann atau
neorolemmosit. Plasmalemma dari akson disebut axolemma;
pembungkus sitoplasma superfisial yang dihasilkan oleh sel
Schwann disebut neurilemma (Baharudin, 2013).
Dalam penyampaian implus dari reseptor sampai ke efektor
perifer caranya berbeda-beda. System saraf somatic (SSS)
mencakup semua neuron motoric somatic yang meng-intervasi
otot, badan sel motoric neuron ini terletak dalam SSP, dan akson-
akson dari SSS meluas sampai ke sinapsis neuromuskuler yang
mengendalikan otot rangka. Sebagian besar kegiatan SSS secara
sadar dikendalikan. Sedangkan system saraf otonom mencakup
semua motoric neuron visceral yang menginervasi efektor perifer
selain otot rangka. Ada dua kelompok neuron motoric visceral,
satu kelompok memiliki sel tubuh di dalam SSP dan yang lainnya
memiliki sel tubuh di ganglia perifer (Baharuin, 2013).

14
Neuron dalam SSP dan neuron di ganglia perifer berfungsi
mengontrol efektor di perifer. Neuron di ganglia perifer dan SSP
mengontrolnya segala bergiliran. Akson yang memanjang dari SSP
ke ganglion disebut serat preganglionic. Akson yang
menghubungkan sel ganglion dengan efektor perifer dikenal
sebagai serat postganglionic. Susunan ini jelas membedakan
system (motoric visceral) otonom dari system motoric somatic.
System motoric somatic dan system motoric visceral memiliki
sedikit kendali kesadaran atas kegiatan SSO.
Interneuron terletak diantara neuron sensori dan motoric.
Interneuron terletak sepenuhnya didalam otak dan sumsum tulang
belakang. Mereka lebih banyak daripada semua gabungan neuron
lain, baik dalam jumlah dan jenis. Interneuron bertanggung jawab
untuk menganalisisinput sensoris dan koordinasi motoric output.
Interneuron dapat diklasifikasikan sebagai rangsang atau
penghambat berdasarkan efek pada membrane post sinaps neuron
(Baharuddin, 2013).
2.3 Kelainan pada Sistem Saraf
a. Meningitis
Meningitis adalah konddisi infeksi pada meninges (selaput
pelindung) yang menyelimuti otak dan saraf tulang belakang. Ketika
meradang, meninges membengkak karena infeksi yang terjadi. System
saraf dan otak bias rusak pada beberapa kasus. Tiga gejala meningitis yang
patut diwaspadai adalah demam, sakit kepala, dan leher yang terasa kaku.
.( Sherwood, 2016)
Secara umum, terdapat lima jenis meningitis:
 Meningitis bakterialis
Meningitis jenis ini disebabkan bakteri dan menyebar melalui
kontak jarak dekat. Jika tidak ditangani, bias menyebabkan
kerusakan otak parah, kehilangan indera pendengaran dan

15
menimbulkan infeksi pada darah (septikemia). Penderita
meningitis bakterialis kebanyakan bayi berusia dibawah satu tahun.
 Meningitis virus
Meningitis jenis ini disebabkan virus adalah virus yang bias
menyebar melalui batuk, bersin dan lingkungan yang tidak higenis.
Meningitis virus memiliki kesamaan gejala dengan flu. Anak
berusia di bawah lima tahun dan seseorang dengan system
kekebalan tubuh lemah memiliki risiko lebih besar untuk tertular
meningitis virus.
 Meningitis jamur
 Meningitis jamur biasanya merupakan hasil dari menyebarnya
jamur di sumsum tlang belakang melalui aliran darah. Resiko
seseorang terkena meningitis jamur akan meningkat ketika system
kekebalan tubuhnya terganggu, seperti pada penderita HIV dan
kanker. Beberapa gejala meningitis jamur adalah penderita akan
sensitive terhadap cahaya dan merasa kebingungan.
 Meningitis parasite
Meningitis jenis ini disebabkan oleh parasite yang biasanya masuk
ke dalam tubuh melalui hidung. Amuba yang menyebabkan
meningitis parasite umumnya adalah Naegleria fowleri. Amuba ini
biasanya ditemukan pada danau, sungai air tawar bersuhu hangat,
sumber air panas bumi, kolam renang yang tidak dirawat,
pemanasan air dan tanah.
 Meningitis Non-infeksi
Ada lebih dari satu factor penyebab meningitis non-infeksi.
Meningitis jenis ini tidak menular dan memiliki gejala umum yang
sama seperti meningitis jenis lainnya.
b. Hydrocephalus
Penderita hydrocephalus akan mengaami penumpukan cairan di
dalam otak. Akibatnya adalah terjadi peningkatan tekanan otak. Jika tidak
segera di obat, bias fatal. Sebab tekanan ini mampu merusak jaringan yang

16
ada dalamnya. Bahkan juga mampu melemahkan fungsi otak. Penyakit
hydrocephalus ini bias terjadi pada orang-orang dalam usia berapapun.
Tapi biasanya penyakit ini menyerang bayi dan manula (manusia lanjut
usia). .( Sherwood, 2016)
c. Neuritis
Neuritis adalah istilah gabungan yang digunakan dengan adanya
gangguan pada saraf tepi, entah itu karena rasa sakit, racun, seperti pada
neuritis akohol maupun karena tekanan. Gejala yang timbul karena perih
ada macam-macam biasanya berupa rasa sakit yang justru menghebat pada
malam hari, dan tidak berkurang kendati si penderita beristirahat.
(Muttaqin, 2014)
Jenis-jenis dinamakan neuritis sesuai dengan plexus atau urat saraf yang
terserang, misalnya :
 Neuritis kekusutan brachial yang mungkin disebabkan infeksi, luka
ataupun tekanan.
 Neuritis gugu radialis, dapat cidera apabila lengan dibiarkan
bergelantungan pada sisi alat pengusung atau meja operasi.
 Tekanan pada nervus ulnaris, dapat timbul karena berletakan pada
siku pada saat berbaring.
 Kompresi nervus medianus dalam saluran karpal.
d. Parkinson
Penyakit parkinston adalah degenerasi sel saraf secara bertahap
pada otak bagian tengah yang berfungsi mengatur pergerakan tubuh.
Gejala yang banyak diketahui orang dari penyakit parkinston adalah
terjadinya tremor atau gemetaran. Tetapi gejala-gejala penyakit parkinston
pada tahap awal sulit dikenali, misalnya ;
 Merasa lemah atau terasa lebih kaku pada sebagian tubuh.
 Gemetaran halus pada salah satu tangan saat beristirahat
Setelah gejala awal di atas, maka akan muncul gejala-gejala yang
akan dialami oleh penderita penyakit Parkinson ;
 Tremor makin parah dan enyebar.

17
 Otot terasa kaku dan tidak fleksibel.
 Pergerakan menjadi lambat.
 Berkurangnya keseimbangan dan juga koordinasi tubuh.
Penderita penyakit ini juga bias mengalami gejala fisik dan
psikologis lain seperti depresi, konstipasi, sulit tidur atau insomnia,
kehilangan indera penciuman atau anosmia, bahkan muncul
masalah daya ingat.
e. Gegar otak
Gegar otak, juga dikenal sebagai cedera otak traumatis ringan,
adalah cedera kepala yang mempengaruhi fungsi otak untuk sementara.
Gejala mungkin termasuk kehilangan kesadaran (LOC), ilang ingatan,
sakit kepala, kesulitan berpikir, konsentrasi atau keseimbangan, mual,
penglihatan kabur, gangguan tidur, dan perubahan suasana hati. Salah satu
dari gejala ini dapat muncul segera, atau muncul beberapa hari setelah
cedera. Gegar otak harus dicurigai jika seseorang secara tidak langsung
atau langsung memukul kepalanya dan mengalami salah satu gejala gegar
otak. Gegar otak dapat mengakibatkan perubahan suasana hati termasuk
mudah tersinggung, kehilangan minat pada aktivitas atau barang favorit,
menangis, dan menampilkan emosi yang tidak sesuai dengan situasi.
.(Guyton, 2014)
Penyebab umum termasuk tabrakan kendaraan bermotor, jatuh,
cedera olahraga, dan kecelakaan sepeda. Factor risiko termasuk minum
alcohol dan riwayat gegar otak sebelumnya. Mekanisme cedera melibatkan
pukulan langsung ke kepala atau kekuatan di tempat lain di tubuh yang
diteruskan ke kepala. Hal ini diyakini mengakibatan disfungsi neuron,
karena ada peningkatan kebutuhan glukosa, tetapi suplai darah tidak
mencukupi. .(Guyton, 2014)
f. Epilepsi
Epilepsy (berasal dari kata kerja Yunani Kuno yang berarti
“mengusai, memiliki, atau menimpa”) adalah sekelompok gangguan
neurologis jangka panjang yang cirinya ditandai dengan serangan-serangan

18
epilitik. Serangan epiliptik ini episodenya bias bermacam-macam mulai
dari serangan singat dan hamper tak terdeteksi hingga guncangan kuat
untuk periode yang lama. Dalam epilepsy, serangan cenderung berulang,
dan tidak ada penyebab khusus tidak dianggap mewakili epilepsy.
(Guyton, 2014)
Dalam kebanyakan kasus, penyebabnya tidak diketahui, walaupun
beberapa orang menderita epilepsy sebagai akibat dari cedera otak, stroke,
kanker otak, dan penyalahgunaan obat dan alcohol, di antaranya. Kejang
epiliptik adalah akibat dari aktivitas sel saraf kortikal yang berlebihan dan
tidak normal di dalam otak. Diagnosisnya biasanya termasuk
menyingkirkan kondisi-kondisi yang mungkin menyebabkan gejala-gejala
serupa (seperti sinkop) serta mencari tahu apakah ada penyebab-penyebab
langsung. Epilepsy sering bias dikonfirmasikan dengan
elektroensefalografi (EEG). (Guyton, 2014)
Dalam praktik, epilepsy didefinisikan sebgai dua atau lebih
serangan epilepsy, yang terpisah lebih dari 24 jam, tanpa sebab yang jelas,
sementara serangan epilepsy didefinisikan sebagai tanda dan gejala
sementara yang serangan epilepsy didefinisikan sebagai tanda dan gejala
sementara yang dihasilkan oleh aktivitas listrik abnormal di dalam otak.
Epilepsy juga dapat dilihat sebagai gangguan dimana seseorang sudah
mengalami paling tidak satu kejang epilepsy dengan risiko berkelanjutan
untuk serangan selanjutnya. (Guyton, 2014)
Forum Internasional Melawan Epilepsi dan Biro Internasional
untuk Epilepsi sebagai mitra kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mendefinisikan epilepsy dalam pernyataan bersama tahun 2005
sebagai “gangguan otak yang ditandai oleh predisposisi terus-menerus
yang menghasilkan serangan epilepsy dan oleh adanya konsekuensi
neurobbiologis, kognitif, psikologis, dan social atas kondisi ini. Definisi
epilepsy mensyaratkan terjadinya paling tidak satu serangan epilepsy.”
g. Alzeimer

19
Alzheimer atau (AD) adalah pikun yang amentia yang
mengakibatkan hilangnya penalaran, ingatan, dan melumpuhkan
kemampuan merawat diri sendiri. Meskipun DA dapat dimulai sejak usia
30 tahun, 90% pasien AD berusia di atas 65 tahun. Penyebabnya
tampaknya kombinasi factor penuaan dan gentik, lifestyle, dan lingkungan.
Penyakit ini dimulai dengan kehilangan ingatan dan berkembang menjadi
disorientasi, perubahan kepribadian, kehilangan kognisi dan pengenalan,
dan kehilangan bahasa. ( Martini, 2014)
Alzeimer bukan penyakit menular, melainkan merupakan sejenis
sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hamper bersamaan,
sehingga otak tampak mengerut dan mengecil. Alzheimer juga dikatakan
sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua. Risiko untuk mengidap
Alzheimer, meningkat seiring dengan pertahanan usia. Bermula pada usia
65 tahun, seseorang mempunyai risiko lima persen mengidap penyakit ini
dan akan meningkat dan kali lipat setiap lima tahun, kata seorang dokter.
Menurutnya, sekalipun penyakit ini dikaitkan dengan orang tua,
namun sejarah membuktikan bahwa penyakit pertama yang dikenal pasti
mengidap penyakit ini ialah wanita dalam usia awal 50-an. Penyakit
Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia sekitar 65 tahun
ke atas. Di Negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih
dari 4 juta orang usia lanjut penderita penyakit Alzheimer. Angka ini
diperkirakan akan meningkat sampai hamper 4 kali pada tahun 1050. Hal
tersebut berkaitan dengan lebihtingginya harapan hidup pada masyarakat
di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
Sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat sedikitnya 5 juta penderita
Alzheimer pada tahun 2015. .( Martini, 2014)
h. Afasia
Afasia adalah gangguan fungsi bicara pada seseorang akibat
kelainan otak. Orang yang menderita afasia tidak mampu mengerti
maupun menggunakan bahasa lisan. Penyakit afasia biasanya berkembang
cepat sebagai akibat dari luka pada kepala atau stroke, tetapi juga dapat

20
berkembang secara lambat karena tumor otak, infeksi, atau dementia.
Evaluasi medis dari penyakit ini dapat dilaksanakan oleh ahlipenyakit
saraf hingga ahli patologi bahasa. (Indah, 2017)
Penyebab dari afasia adalah kerusakan pada hemisfer otak besar.
Terutama pada bagian area Broca’s Wernicke’s. kerusakan pada kedua
area ini dapat menyebabkan penyakit stroke atau luka kepala, yang dapat
menyebabkan afasia. Area Broca’s ditemukan oleh Pirre Broca yang
diketahui berpengaruh pada kemampuan mengerti bahasa, sedangkan area
Wernicke’s ditemukan oleh Karl Wernicke yang diketahui berpengaruh
pada kemampuan berbicara. (Indah, 2017)
Afasia pada bagian Broca’s akan menyebabkan kesulitan dalam
mengekspresikan bahasa. Berbicara masih bias tetapi ritmenya hilang
hanya beberapa kata yang diungkapkan.
Afasia pada bagian Wernicke’s akan menyebabkan kesulitan dalam
mengarang. Kemampuan berbicara sangat baik, tetapi isinya berantakan,
dengan kekacauan diksi atau tata bahasa. (Indah, 2017)
i. Ataksia
Ataksia berarti ketidakmampuan koordinasi tubuh yang tidak
disebabkan kelemahan otot. Kata ataksia digunakan untuk mengartikan
koordinasi yang buruk atau secara spesifik untuk menunjukkan sebuah
penyakit yang menyerang system saraf. Ataksia menyerang (memberi efek
pada) jari tangan serta tangan, kaki, tubuh, vocal berbicara, dan juga
pergerakan mata. System koordinasi yang buruk ini disebabkan oleh
sejumlah perbedaan kesehatan atau kondisi saraf. (Muttaqin, 2014)
Banyak ataksia disebabkan oleh hilangnya fungsi otak, otak kecil,
yang mana berfungsi sebagai pusat koordinasi. Bagian kanan dari otak
kecil mengontrol koordinasi bagian kanan tubuh sedangkan bagian kiri
mengontrol koordinasi bagian kiri. Again tengah otak kecil mengontrol
pergerakan kompleks dari berjalan, kepala, dan trunk stability, pergerakan
mata, vocal berbicara, dan menelan. Ataksia juga dapat disebabkan oleh
tidak berfungsinya jalan masuk dan keluar dari otak kecil. Informasi

21
masuk ke otak kecil dari saraf spinal dan bagian lain dari otak dan sinyal-
sinyal dari otak kecil keluar ke saraf spinal lalu ke otak. Walaupun otak
kecil tidak secara langsung mengontrol kekuatan, (fungsi motoric) atau
perasaan, sensor motoric harus bekerja secara normal untuk menghsilkan
masukan yang bener ke otak kecil. Seorang yang mengalami kerusakan
koordinasi dapat dikatakan orang tersebut terkena ataksia. (Muttaqin,
2014)
2.4 Upaya Pencegahan Kelainan pada Sistem Saraf
Gangguan saraf atau yang dalam istilah medis dikenal dengan sebutan
“neuropati”, adalah kondisi terganggunya fungsi saraf, yang dapat terjadi
karena penyakit tertentu, maupun cedera. Gejala yang dirasakan dapat
bervariasi, mulai dari yang ringan seperti kram, hingga yang berat seperti
kelumpuhan. Seperti apa gangguan saraf yang umum terjadi, dan adakah cara
mencegah gangguan saraf sejak dini?
Gangguan saraf ada banyak sekali jenisnya. Tergantung pada
penyebabnya, penyakit ini dapat memiliki gejala yang beragam. Beberapa cara
pencegahan untuk meminimalisir risiko terjadinya gangguan system saraf
yakni:
a. Meningitis
Pencegahan :
Cara terbaik untuk mencegah meningitis adalah dengan menerima
vaksinasi yang tersedia. Tetapi karena penyait ini bias dibilang jarang,
vaksinasi meningitis belum termasuk dalam jadwal vaksin wajib di
Indonesia.
Di Indonesia, terdapat dua jenis vaksin meningitis, yaitu vaksin
meningokokus polysakarida dan vaksin meningokokus konjugat. Vaksin
meningokokus polysakarida bias diberikan untuk usia berapa pun dan
mampu memberi perlindungan sebesar 90-95 persen. Untuk anak di bawah
usia 5 tahun, vaksin ini bias bertahan 1-3 tahun. Sedangkan untuk dewasa
akan melindungi selama 3-5 tahun. Untuk vaksin meningokokus konjugat

22
hanya untuk usia 11-55 tahun, biasanya diberikan pada jamaah haji dan
tidak dianjurkan dijadikan sebagai imunisasi rutin. .( Sherwood, 2016)
b. Hydrocephalus
Pencegahan :
Secara umum, tidak ada pencegahan khusus untuk kondisi
hidrocepalus. Vaksinasi meningitis dapat menjadi salah satu tindakan
encegahan untuk kasus hidrocepalus yang disebabkan adanya infeksi
meningitis. Penanganan hydrocephalus tidak dapat mengembalikan
kondisi otak yang mengalami kerusakan sebelum menjalani prosedur
perawatan. .( Sherwood, 2016)
Jika dibiarkan terus menerus, kondisi hydrocephalus ini akan
menyebabkan komplikasi dan penurunan kondisi pasien. Oleh karena itu,
deteksi dini serta penanganan sedini mungkin, sedapat mungkin dilakukan
untuk mencegah terjadinya perburukan dari kondisi tersebut.
c. Neuritis
Pencegahan :
Multiple sclerosis adalah suatu kondisi yang diduga menyebabkan
neuritis. Oleh karena itu, orang yang terkena multiple sclerosis harus
dirawat secara teratur oleh seorang ahli saraf.
Seperti yang telah disebutkan, tidak hanya risiko menderita neuritis optic
pada apasien dengan multiple sclerosis, tetapi ada juga risiko menderita
multiple sclerosis pada pasien dengan neuritis optic. Oleh karena itu, orang
dengan neuritis optic kadang-kadang mendapatkan suntikan interferon
untuk mencegah multiple sclerosis. .( Sherwood, 2016)
d. Parkinson
Pencegahan :
 Menghindari trauma otak dengan menghindari benturan yang keras
karena pada dasarnya penyakit
 Meningkatkan latihan fisik dan aktivitas mental
 Menjauh dari zat beracun
 Menghindari kelelahan mental

23
 Membatas asupan vitamin B6
 Mengenakan sesuatu yang sederhana
 Memiliki cara makan yang benar
 Pencegahan infeksi
 Mengkonsumsi the hijau
 Menerapkan pola hidup yang sehat dan mengkonsumsi makanan
bernutrisi
 Melakukan olahraga dengan teratur
 Pola makan pencegahan Parkinson
 Menghindari lemak hewani
 Menghindari produk susu
 Minum-minuman berkafein
e. Gegar otak
Pencegahan :
Pencegahan mTBI melibatkan langkah-langkah umum seperti
memakai sabuk pengamanan, menggunakan airbag di mobil, dan alat
pelindung seperti helm untuk olahraga berisiko tinggi. Orang lanjut usia
idorong untuk mengurangi risiko jatuh dengan menjaga lantai bebas dari
kekacauan dan memakai sepatu tipis, datar, dengan sol keras yang tidak
mengganggu keseimbangan.(Guyton, 2014)
Peralatan pelindung seperti helm dan penutup kepala lainnya serta
perubahan kebijakan seperti larangan pemeriksan tubuh di liga hoki remaja
telah terbukti mengurangi jumlah dan tingkat keparahan gangguan otak
pada atlet. Pencegahan sekunder seperti protocol kembali bermain untuk
atlet dapat mengurangi risiko gegar otak secara berulang. Teknologi
“system telemetri dampak kepala” baru ditempatkan di helm untuk
mempelajari mekanisme cedera dan dapat menghasilkan pengetahuan yang
berpotensi membantu mengurangi risiko gegar otak. .(Guyton, 2014)
Intervensi pendidikan, seperti selbaran, video, lokakarya, dan
ceramah, dapat meningkatkan pengetahuan otak dari berbagai kalangan,

24
khususnya atlet dan pelatih muda. Pengetahuan gegar otak yang kuat dapat
dikaitkan dengan pengenalan gejala gegar otak yang lebih besar, tingkat
pelaporan perilaku gegar otak yang lebih tinggi, dan pembebasan hukuman
dan pembebsan terkait tubuh, sehingga menurunkan risiko mTBI.
Karena kejadian gegar otak dalam olahraga, atlet muda seringkali
tidak mengungkapkan gegar otak dan gejalanya. Alas an umum untuk
tidak mengungkapkannya termasuk kesadaran akan gegar otak tersebut,
keyakinan bahwa gegar otak tersebut tidak cukup serius, dan tidak ingin
meninggalkan permainan atau tim karena cedera mereka. Tingkat gegar
otak yang dilaporkan sendiri di antara U-20 dan pemain persatuan rugby
elit di irlandia adalah 45-48%, menunjukkan bahwa banyak gegar otak
yang tidak dilaporkan. Perubahan aturan atau penegakan aturan yang ada
dalam olahraga, seperti konflik “head-down tackling”, atau “spearing”,
yang dikaitkan dengan tingkat cedera yang tinggi, juga dapat mencegah
gegar otak. .(Guyton, 2014)
f. Epilepsi
Pencegahan :
Walaupun banyak kasus yang tidak dicegah, usaha untuk
mengurangi cedera kepala, yaitu dengan penanganan yang baik untuk
wilayah sekitar kepala saat kelahiran, dan menekan parasite dari
lingkungan seperti misalnya cacing pita dapat memberikan hasil yang
efektif. Langkah yang dilakuka di salah satu wilayah Amerika Tengah
untuk menurunkan tingkat infeksi cacing pita telah berhasil menurunkan
kasus baru epilepsy hingga 50%. (Guyton, 2014)
g. Alzheimer
Pencegahan :
Hingga kini belum ada cara pasti dalam mencegah penyakit
Alzhemer karena penyebabnya yang belum diketahui. Namun dengan
makin banyaknya informasi yang didapat dari penelitian, bukan tidak
mungkin suatu saat nanti cara mencegah atau pun mengobati Alzheimer
dapat ditemukan.(Martini, 2014)

25
Penyakit jantung sering dikaitkan dengan risiko mengidap penyakit Alzheimer.
Jika seseorang memiliki risiko tinggi terkena penyakit jantung, maka
dirinya pun lebih rentan terkena penyakit Alzheimer. Karena itu
lakukanlah beberapalangkah berikut ini agar jantung tetap sehat dan
terhindar dari risiko terkena penyakit Alzheimer. .
 Kosumsi makanan sehat yang kadar lemak dan kolesterolnya
rendah. Tingkatkan asupan serat, seperti buah-buahan dan sayur-
sayuran.
 Berhenti merokok dan batasi konsumsi minuman keras.
 Jika anda menderita stroke, diabetes, hipertensi, atau kolestrol
tinggi, teraturlah dalam mengkonsumsi obat yang disarankan oleh
dokter, serta menjalaninasihat dari dokter mengenai pola hidup
sehat.
 Jika anda mengalami kelebihan berat badan atau obesitas,
berusahalah untuk menurunkan berat badan secara aman.
 Pastikan anda selalu rutin memeriksakan tekanan darah, serta kadar
kolestrol dan gula secara teratur agar anda selalu waspada.
 Berolahraga secara rutin sedikitnya dua setengah jam tiap minggu,
seperti bersepeda atau berjalan kaki.
 Umumnya, orang-orang yang aktif secara social, fiik, dan mental
tidak akan mudah terkena penyakit Alzheimer. Karena itu
lakukanlah hal-hal yang menyenangkan yang dapat menstimulasi
gerak tubuh dan pikiran anda. Misalnya dengan mengikuti gerak
jalan, menulis blog santai, membaca, bermain music, danbermain
bulu tangkis. (Martini, 2014)
h. Afasia
Pencegahan :
 Berolahraga secara teratur
 Makan-makanan yang sehat, hindari kolestrol khususnya
 Menjaga konsumsi alcohol rendah dan menghindari penggunaan
tembakau

26
 Mengontrol tekanan darah
 Segera pergi ke UGD jika anda mulai mengalami pembengkakan,
kehangatan, kemerahan, dan/atau nyeri pada ekstremitas unilateral
(terutama kaki) karena ini adalah gejala thrombosis vena dalam
yang dapat menyebabkan stroke
Untuk mencegah afasia akibat cedera traumatis,tindakan
pencegahan harus dilakukan saat melakukan aktivitas berbahaya
seperti :
 Mengenakan helm saat mengendari sepeda, sepeda motor, ATV,
atau kendaraan bergerak lainnya yang beerpotensi terlibat dalam
kecelakaan.
 Mengenakan sabuk pengaman saat mengemudi atau mengendarai
mobil
 Mengenakan alat pelindung yang tepat saat bermain olahraga
kontak fisik, terutama sepak bola atau menahan diri dari aktivitas
semacam itu.
 Minimalkan penggunaan antikoaagulan (termasuk aspirin) jika
memungkinkan karena meningkatkan risiko perdarahan setelah
cedera kepala.
Selain itu, seseorang harus mencari pertolongan medis setelah
mengalami trauma kepala akibat jatuh atau kecelakaan. Semakin
cepat seseorang mendapat perhatian medis untuk cedera otak
traumatis, semakin kecil kemungkinannya untuk mengalami efek
jangka panjang atau parah. (Indah, 2017)
i. Ataksia
Pencegahan :
Belum ada cara pengobatan yang efektif untuk menyembuhkan
penyakit ini secara tuntas, secara penyebabnya adalah rusaknya jaringan
otak kecil dan saraf tulang belakang. Untuk saat ini, para penderita hanya
dapat melakukan terapi sesuai gejala yang dialami. Tetapi, bukanlah hal
yang mustahil kalau ada masa yang akan dating ditemukan obat yang

27
ampuh untuk menuntaskan penyakit ini, mengingat penelitian yang yang
dilakukan secara terus menerus oleh para ahli. Penyakit ateksia adalah
penyakit langka sampai sekarang belum ada 1 (satu) kasupun pasien
ataksia yang dinyatakan sembuh, penyakit ataksia tidak bias disembuhkan
dan belum ada obatnya.( Sherwood, 2016)
2.5 Pengaruh NAPZA Terhadap Sistem Saraf
NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif.
NAPZA merupakan zat yang jika dikonsumsi akan mempengaruhi sistem
saraf pusat, sehingga dapat mengubah perasaan dan cara pikirorang yang
menggunakannya. (Saleh, 2014)
Pengertian dari istilah NAPZA sebagai berikut:
1. Narkotika
Narkotika adalah Zat/ obat yang berasal dari tanaman atau
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan dan
perubahan kesadaran, hilangnya rasa , mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
contohnya: Tanaman Papaver somniverum L. dan ganja., tanaman
paper somniverum semua bagian-bagian termasuk buah dan jeraminya
kecuali bijinya digunakan untuk membuat opium, morfin dan
heroin.(Saleh, 2014)

Gambar 2.9 Papaver somniverum L


2. Psikotropika
Psikotropika adalah Zat/obat alamiah atau sintetis bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas

28
mental dan perilaku. Beberapa psikotropika bermanfaat untuk
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau untuk tujuan
IPTEK, serta mempunyai potensi yang mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Contoh psikotropika antara lain amobarbital, katina,
bromazepan, diazepan, klobazem, nitrazepam.(Saleh, 2014)
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan
ketagihan atau adiksi. Contohnya: Alkohol , rokok, cofein.
Jenis-jenis NAPZA
Berdasarkan sifat pengaruhnya terhadap sistem koordinasi,
NAPZA dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: stimulan, depresan, dan
halusinogen. (Saleh, 2014)
1. Golongan Stimulan
Golongan stimulan dapat merangsang sistem saraf pusat yang
menyebabkan organ tubuh( seperti jantung dan otak) bekerja lebih
cepat, sehingga menyebabkan pengguna lebih bertenaga serta
cendrung lebih senang dan gembira untuk waktu sementara senyawa
yang terasuk golongan stimulan, yaitu:
a. Amfetamin meliputi dextroamphetamin, metamphetamine/ sabu-
sabu, ritalin, dan dexedrine. Amfetamin memberikan efek tidak
cepat lelah, merasa sulit tidur, perasaan mudah tersinggung, gugup,
mudah tersinggung, keringat dingin, hipertensi. Penggunaan terus-
menerus menyebabkan kecanduan dan kematian.
b. Ekstasi, mendorong tubuh untuk melakukan aktivitas yang
melampau batas maksimum dari kekuatan tubuh. Ekstasi dapat
menyebabkan diare, rasa haus yang berlebihan, hiperaktif, sakit
kepala dan pusing, menggigil, detak jantung lebih cepat, mual-
mual, muntah-muntah, hilang nafsu makan, gelisah pucat,
berkeringat, dehidrasi, kecanduan, saraf otak terganggu, gangguan
hati serta tulang dan gigi keropos.

29
c. Kokain (crack dan coke), dapat memicu metabolisme sel,
menyebabkan adiksi yang sangat kuat, dan mengakibatkan
kematian yang tinggi.
d. Kafein terdapat pada kopi dan teh, buah kola, dan guaran
mengandung zat kimia yang tergolong stimulan. Kafein berkhasiat
untuk menstimulasi susunan syaraf pusat dengan efek
menghilangkan rasa lapar, letih, dan mengantuk. Kafein dapat
meningkatkan daya konsentrasi dan suasana jiwa dan juga
menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan hipertensi
e. Alkohol ( dalam jumlah sedikit), merupakan minuman hasil
fermentasi buah-buahan, sayur-sayuran, dan biji-bijian (Willy,
2015)

Gambar 2.10 Contoh dari golongan stimulan


2. Golongan depresan (penenang),
Golongan depresan mengakibatkan menekan,/ mengurangi
kerja sistem saraf, sehingga menurunkan aktivitas pemakaiannya
menjadi lambat atau tertidur. Senyawa yang termasuk golongan
depresan.yaitu:
a. Opiat meliputi opium, morfin, heroin, kodoin, dan metadon. Opiat
dapat menimbulkan perasaan “high” untuk sesaat, lalu nyaman dan
tenang (seperti mengantuk). Opiat dapat menyebabkan kematian
jika Over dosis. (OD)

30
b. Barbiturat, meliputi berbagai macam obat penenang dan obat tidur.
Contohnya valium, lexoten, mandrax, rohypnol, luminal, dan
librium. Barbiturat memberikan efek mengantuk sampai tertidur,
tergantung pada dosisnya.
c. Alkohol( dalam jumlah banyak) menyebabkan pandangan menjadi
kabur, bicara tidak jelas, pusing hingga tidak sadarkan diri,
menghambatkan kemampuan mental, dan menurunkan daya ingat.
d. Ganja

Gambar 2.11 Cannabis sativa


Ganja atau mariyuana merupakan zat adiktif narkoba dari
golongan kanabi onoid. Ganja terbuat dari daun, bunga, biji, dan
ranting muda tanaman mariyuana (Cannabis sativa) yang sudah
kering. (Willy, 2015)

Tanda-tanda penyalahgunaan ganja, yaitu gembira dan


tertawa tanpa sebab, santai dan lemah, banyak bicara sendiri,
pengendalian diri menurun, menguap atau mengantuk, tetapi susah
tidur, dan mata merah, serta tidak tahan terhadap cahaya dan badan
kurus karena susah makan. Tanda-tanda gejala putus obat (ganja),
yaitu sukar tidur, hiperaktif, dan hilangnya nafsu makan. Tanda-
tanda gejala overdosis, yaitu ketakutan, daya pikir menurun,
denyut nadi tidak teratur, napas tidak teratur, dan mendapat
gangguan jiwa. (Willy, 2015)
3. Halusinogen bersifat mengacaukan sistem saraf pusat, memberikan
pengaruh halusinasi (melihat suatu hal/ benda yang sebenarnya tidak

31
ada) yang berlebihan dan lama-kelamaan membuat perasaan khawatir
yang berlebihan, (paranoid). Contonya ganja ( dalam jumlah sedikit),
bungan kecubung, bensin, lem, dan jamur kotoran sapi ( contonya
Panaeolus cyanesce yang mengandung zat psilosibin dan psilosin).
(Willy, 2015)
Jadi, cara untuk menghindari NAPZA yakni jangan pernah
untuk menggunakan narkoba. Mengetahui berbagai dampak negative
dan bahaya penggunaan narkoba. Memilih pergaulan yang baik dan
menghindari pergaulan yang dapat menjerumuskan kita pada
penyalahgunaan narkoba/NAPZA. Mengikuti kegiatan yang bersifat
positif seperti berolahraga ataupun mengikuti kegiatan organisasi yang
memberikan pengaruh positif kepada kita. Selalu mengingatkan bahwa
pengguna narkoba dan pengedar narkoba memiliki aturan hokum yang
dapat menjerat pengguna maupun pengedar narkoba. Menjalin
hubungan interpersonal yang baik dengan pasangan maupun dengan
anak-anak akan memungkinkan kita melihat gejala awal
penyalahgunaan narkoba pada anak-anak, dan hubungan dan
komunikasi dengan baik dengan keluarga dan buat mereka merasa
nyaman dan aman. Mengenal bahwa penyalahgunaan narkoba
disebabkan karena dampak krang pedulinya keluarga kepada kepada
keluarganya. Bila mempunyai masalah maka cari jalan keluar yang
baik dan tepat dan jangan jadikan narkoba sebagai jalan pelarian.

32
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
System saraf adalah system koordinasi berupa penghantaran
implus saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan implus saraf dan
pemberi tanggapan rangsangan. Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf
yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan
yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol
interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya.
Susunan system saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari
saraf pusat (otak dan medulla spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan
spinal) dan secara fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatic.
Jaringan saraf manusia bekerja dibantu oleh sel saraf khusus yang
disebut neuron. Ketika tubuh menerima rangsangan, sel reseptor akan
mengirim informasi ini dalam bentuk implus berupa arus listrik untuk
diteruskan ke saraf sensorik. Setelah itu, sinyal pesan tersebut akan
dibawa ke otak untuk diproses dan diartikan.
Penyakit yang bias terkena pada system saraf yaitu meningitis,
hidrosefalus, neuritis, Parkinson, gegar otak, epilepsy, Alzheimer,
afasia, dan ataksia.
Cara terbaik untuk mencegah meningitis ialah dengan menerima
vaksinasi yang tersedia.Vaksinasi meningitis dapat menjadi slaah satu
tidakan pencegahan untuk kasus hidrocepalus yang disebabkan adanya
infeksi meningitis. Orang dengan neuritis optic kadang-kadang
mendapatkan suntikan interferon untuk mencegah multiple sclerosis.
Parkinson dalam pencegahannya yakni dengan menghindari benturan
yang keras karena adanya dasarnya penyakit, meningkatkan latihan
fisik dan aktivitas mental, menjauh dari zat eracun, menghindari
kelelahan mental, dan membatas asupan vitamin B6. Gegar otak dalam
pencegahan seperti memakai sabuk pengamanan, menggunakan airbag
di mobil, dan alat pelindung seperti helm. Langkah penceghan penyakit
epilepsy langkah yang dilakukan di salah satu wilayah Amerika Tengah

33
untuk menurunkan tingkat infeksi cacing pita telah berhasil
menurunkan kasus baru epilepsy hingga 50%. Langkah pencegahan
penyakit Alzheimer konsumsi makanan sehat yang kadar lemak dan
kolestrolnya rendah. Tingkatkan asupan serat, seperti buah-buahan dan
sayur-sayuran, berhenti merokok dan batasi konsumsi minuman keras.
Jika mnderita stroke, diabetes, hipertensi, atau kolestrol tinggi,
teraturlah dalam mengkonsumsi obat yang disarankan oleh dokter
mengenai pola hidup sehat. Langkah pencegahan afasia yakni belum
ada cara pengobatannya yang efektif untuk menyembuhkan penyakit ini
secara tuntas, namun mulailah berolahraga secara teratur, makan-
makanan yang sehat.
Cara untuk menghindari NAPZA yakni jangan pernah untuk
menggunakan narkoba. Mengetahui berbagai dampak negative dan
bahaya penggunaan narkoba. Memilih pergaulan yang baik dan
menghindari pergaulan yang dapat menjerumuskan kita pada
penyalahgunaan narkoba/NAPZA. Mengikuti kegiatan yang bersifat
positif seperti berolahraga ataupun mengikuti kegiatan organisasi yang
memberikan pengaruh positif kepada kita. Selalu mengingatkan bahwa
pengguna narkoba dan pengedar narkoba memiliki aturan hokum yang
dapat menjerat pengguna maupun pengedar narkoba. Menjalin
hubungan interpersonal yang baik dengan pasangan maupun dengan
anak-anak akan memungkinkan kita melihat gejala awal
penyalahgunaan narkoba pada anak-anak, dan hubungan dan
komunikasi dengan baik dengan keluarga dan buat mereka merasa
nyaman dan aman. Mengenal bahwa penyalahgunaan narkoba
disebabkan karena dampak krang pedulinya keluarga kepada kepada
keluarganya. Bila mempunyai masalah maka cari jalan keluar yang baik
dan tepat dan jangan jadikan narkoba sebagai jalan pelarian.

34
3.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini kami sadar bahwasanya makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, karena masih banyak kekurangan
dan kesalahan baik dari segi materi pembahasan maupun ejaan kata,
maka dari itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca agar di kemudian hari kami dapat menyusun
makalah lebih baik lagi. Harapan kami semoga dengan adanya makalah
ini dapat menambah wawasan kita tentang materi Anatomi dan
Fisiologi Manusia.

35
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008, Material edika Indonesia, Cetakan Pertama, Depertemen


Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, Jakarta, 39.
Anonim, Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obatan Terlarang Di Kalangan
Remaja serta Akibat Antisipasinya. DPC Granat Surakarta. Bernas, 19
September 2005.
Baharuddin, R., Singh, D., & Razali, R. (2013). Usability dimensions for mobile
applications-a review. Research Journal of Applied Sciences, Engineering
and Technology, 5(6), 2225–2231. https://doi.org/10.19026/rjaset.5.4776
Chamidah, N., & Saifudin, T. (2013). Estimation of children growth curve based
on kernel smoothing in multi-response nonparametric regression. Applied
Mathematical Sciences, 7(37–40), 1839–1847.
https://doi.org/10.12988/ams.2013.13168
Dr.lita fariyawati . (2016). Anatomi Sistem Saraf Dan Peranannya Dalam
Regulasi Kontraksi Otot Rangka. Universitas Sumatra Utara, 3–11.
Guyton, A.C., & Hall, J.E (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Guyton AC, Hall JE. Aktivitas Otak-Tidur, Gelombang Otak, Epilepsi, Psikosis.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Singapore: Elsevier Saunders.
2014; 779-80.
Indah, Rohmati Nur (2017). Gangguan Berbahasa: Kajian Pengantar. Malang:
UIN-Maliki PRESS.
Kadir, A., Nugroho, L. E., Susanto, A., & Santosa, P. I. (2013). Leaf
Classification Using Shape, Color, and Texture Features. 225–230.
http://arxiv.org/abs/1401.4447
Khanifudin, Ahmad. 2012. Organ Pada Sistem Saraf. http://khanifudin.files.
Wordpress.com/2012/03/system-saraf.pdf diakses tanggal 21 Desember
2014.
Martini, F.H., Nath, J.L., Bartholomew, E..F. (2014) Fundamentals of Anatomy &
Physiology. San Fransisco : Pearson.

36
Minatti, G., Faenzi, M., Martini, E., Caminita, F., De Vita, P., González-Ovejero,
D., Sabbadini, M., & Maci, S. (2015). Modulated Metasurface Antennas for
Space: Synthesis, Analysis and Realizations. IEEE Transactions on Antennas
and Propagation, 63(4), 1288–1300.
https://doi.org/10.1109/TAP.2014.2377718
Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatn Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Saleh et al, 2014. Fenomena Penyalahgunaan NAPZA Di Kalangan Remaja. E-
Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 2 (no. 3).
Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. ED 8. Jakarta: EGC; 2016:
182-3.
Sulistyawati, A. I., & Indah, Y. (2017). Pengungkapan Islamic Social Reporting
Pada Indeks Saham Syariah Indonesia. Akuisisi: Jurnal Akuntansi, 13(2), 15–
27. https://doi.org/10.24127/akuisisi.v13i2.166
Tandel H, Vanza J, Pandya N, Jani P. 2016. Guillain-Barre Syndrome (GBS): A
Riview. Ejpm; 3(2): 366-371.
Twaha, S., Idris, M. H., Anwari, M., & Khairuddin, A. (2012). Applying grid-
connected photovoltaic system as alternative source of electricity to
supplement hydro power instead of using diesel in Uganda. Energy, 37(1),
185–194. https://doi.org/10.1016/j.energy.2011.11.051
Willy, Heriadi. 2015. Berantas Narkoba, Tak Cukup Hanya Bicara (Tanya
Jawab). Yogyakarta, Kedaulatan Rakyat.

37

Anda mungkin juga menyukai