Anda di halaman 1dari 16

STUDI KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) SEBAGAI

BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN AEK GODANG DI


PARUREAN MEDAN SUMATERA UTARA

Disusun oleh:
Hezekiel Baktiar H
NIM: 4411420064

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Capung adalah jenis hewan yang memiliki bentuk tubuh yang unik. Capung ini golongan
serangga yang melimpah yangtermasuk dalam ordo odonata. Bentuk tubuh, ukuran tubuh dan
warna tubuhnya sangat beranekaragam. Bentuk tubuhnya ada yang ramping dan ada yang
besar. Bentuk tubuh ramping ini ukuran tubuhnya kecil, sedangkan bentuk tubuh yang besar
ukuran tubuhnya lebih besar dari jenis yang ramping. Warna tubuhnya juga beranekaragam.
Warna capung yang banyak dijumpai di alam adalah capung warna hitam, merah bata, merah
cerah, biru, kuning, orange dan sebagainya. Hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri dari
jenis Capung. Bentuk dan warna dari berbagai jenis serangga sering menjadi inspirasi bagi
manusia untuk menciptakan benda yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Bentuk tubuh serangga seperti kumbang sumber inspirasi bagi manusia dalam menciptakan
sepeda motor yang unik, belalang sumber inspirasi untuk menciptakan berbagai macam robot
mainan, robot dalam film kartun, capung sumber inspirasi bagi manusia menciptakan
helikopter dan pesawat terbang. Helikopter dan pesawat terbang adalah alat transportasi yang
sangat dibutuhkan manusia. Adanya pesawat ini manusia bisa berpindah tempat dalam waktu
yang singkat dari suatu daerah ke daerah lain melalui udara seperti capung. Begitu juga
dengan coraknya yang beranekaragam pada tubuhnya juga menginpirasi manusia
menciptakan berbagai corak kain atau batik serta kain lainnya yang dibutuhkan manusia.
Pada dasarnya setiap mahkluk hidup yang diciptakan oleh sang pencipta pasti ada
manfaatnya. Manfaat atau
peran lain dari capung yang tidak kalah penting adalah perannya dalam lingkungan atau
ekosistem.

Capung sangat berperan penting dalam ekosistem. Peranan ini secara tidak langsung sangat
menguntungkan kehidupan manusia. Capung dalam ekosistem dikenal sebagai predator,
polinator, pengendali populasi nyamuk, indikator lingkungan atau ekosisitem dan
sebagainya. Capung predator hama adalah capung yang memangsa atau memakan hama
tanaman. Capung ini sangat menguntungkan para petani, dimana capung dapat
mengendalikan populasi hama secara alami. Kemudian capung polinator adalah capung yang
membantu proses penyerbukan bunga pada tanaman. Kemudian informasi yang cukup
penting juga adalah Capung merupakan
jenis hewan pengendali populasi nyamuk. Larva capung yang hidup di air biasanya memakan
jentik-jentik nyamuk. Jentik-jentik nyamuk ini mengalami metamorfosis menjadi nyamuk.
Jadi peristiwa larva capung yang memangsa jentik-jentik nyamuk memutuskan siklus hidup
nyamuk. Peran capung yang lain yang tidak kalah penting untuk dibahas adalah capung
sebagai hewan indikator lingkungan.
Capung sebagai hewan indikator suatu tempat atau lingkungan tercemar atau tidak.
Keberadaan capung dan kelimpahannya dalam suatu lingkungan tertentu akan menunjukkan
kondisi lingkungan tersebut. Suatu daerah atau lingkungan yang jenisnya beranekaragam dan
populasinya melimpah, hal ini membuktikan bahwa daerah atau lingkungan tersebut masih
bersih. Sebaliknya juga apabila suatu daerah atau lingkungan yang keberadaanya susah
ditemukan dan populasi capung rendah, maka hal ini juga membuktikan daerah tersebut
sudah tercemar. Pencemaran yang dimaksud dalam hal ini adalah pencemaran lingkungan
atau ekosistem perairan. Bahkan jika keadaan tidak ditemukan jenisnya sama sekali atau
populasinya hilang, hal ini membuktikan suatu keadaan daerah atau lingkungan tersebut
sudah
tercemar.

Hal inilah yang menjadikan capung sebagai hewan indikator lingkungan. Capung mengalami
metamorfosis di perairan dan di udara. Capung mengalami metamorphosis ametabola
(metamorfosis tidak sempurnya). Metamorfosis capung ini mulai dari telur, nimfa, dan
imago. Capung jantan dan betina melakukan perkawinan. Capung betina iniakan
menghasilkan telur. Kemudian capung betina mencari tempat yang sesuai untuk
perkembangan telurnya. Tempat yang sesuai adalah permukaan air yang bersih. Kemudian
capung betina meletakkan telurnya pada permukaan air. Perkembangan selanjutnya telur
berubah menjadi nimfa. Nimfa capung ini hidup di dalam air. Kemudian nimfa mengalami
perubahan menjadi tahap imago (capung). Imago menjadi capung dewasa yang hidup di
udara. Hal yang sangat penting diketahui adalah capung tidak pernah meletakkan telur pada
perairan yang sudah tercemar. Capung mencari perairan yang masih bersih. Apabila dalam
suatu lingkungan atau ekosistem perairan sudah tercemar maka akan susah menemukan jenis
capung dan populaisnya, sehingga dapat dikatakan lingkungan sudah kotor

Keberadaan capung dan berbagai perannya dalam ekosistem ini sangat penting untuk
dipelajari dan diketahui manusia. Setiap makhluk hidup memiliki peran penting. Selain dari
berbagai peran capung yang sudah diketahui seperti predator, polinator, hewan indikator dan
sebagainya. Kemungkinan masih ada peran yang lain yang lebih penting bagi lingkungan dan
kehidupan manusia. Kemudian dilihat dari habitatnya yang sangat luas di permukaan bumi,
kemungkinan masih ada jenis-jenis capung yang belum dikenal dan dipublikasikan manusia.
Oleh karena itu manusia harus mempelajari, mengenal dan mencari tahu berbagai jenis
capung di berbagai daerah di seluruh permukaan bumi, termasuk spesies baru. Populasi
capung tersebar di seluruh dunia. Menurut Susanti (1998) ada 5000-6000 jenis capung yang
tersebar di seluruh dunia dengan berbagai macam habitat. Berdasarkan permasalahan di atas
penulis terdorong melakukan penelitian pada lokasi yang berbeda di daerah Tapanuli Selatan
dengan judul “STUDI KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) SEBAGAI
BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN AEK GODANG DI DAERAH
PARUREAN MEDAN SUMATERA UTARA”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah,
yaitu sebagai berikut:
1. Belum adanya penelitian tentang Capung (Odonata) di Parurean Medan Sumatera Utara.
2. Mengidenfikasi keanekaragaman Capung (Odonata) di Aek Godang Medan Sumatera
Utara.
3. Masih kurangnya pemahaman sebagai media pembelajaran terkait Capung (Odonata)
yang ada di Aek Godang Medan Sumatera Utara.
4. Bagaimanakah pengaruh hubungan antara kualitas air terhadap keanekaragaman Capung
di Aek Godang Medan Sumatera Utara?
5.

1.3. Tujuan Penelitian:


1. Melakukan penelitian terkait Capung (Odonata) di Parurean Medan Sumatera Utara
2. Mengetahui tingkat keanekaragaman Capung (Odonata) di Aek Godang Medan Sumatera
Utara
3. Meningkatkan pemahaman pembelajaran Capung (Odonata) di Aek Godang, Medan
Sumatera Utara
4. Menganalisis pengaruh kualitas perairan Aek Godang terhadap Keanekaragaman Capung
di Medan Sumatera Utara
5. H

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti
 Memberikan informasi mengenai keanekargaman Capung (Odonata) di Aek
Godang Medan Sumatera Utara sehingga pada penelitian ini sendiri dapat menjadi
suatu tolak ukur dalam mengontrol kualitas perairan daerah tersebut.

2. Bagi Dunia Pendidikan


 Dapat memberikan pengetahuan yang relevan dan informasi mengenai tolak ukur
suatu kualitas air dapat dipengaruhi oleh Capung.
 Manfaat penelitian yang ada bagi dunia pendidikan berdasarkan judul yang telah
ditentukan untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama yaitu sebagai sumber media
pembelajaran Biologi untuk materi tentang keanekaragaman makhluk hidup
dalam pelestarian suatu ekosistem dan pada media pembelajaran tersebut, serta
siswa dapat memahami materi keanekaragaman makhluk hidup dalam
mengidentifikasikan pentingnya keanekaragaman makhluk hidup pada suatu
ekosistem yang ada.
 Manfaat penelitian bagi dunia pendidikan di Indonesia yang terdapat pada tingkat
Sekolah Menengah Atas yaitu untuk menjadikan siswa SMA berkembang dalam
hal pengetahuan kurikulum tentang Keanekaragaman Makhluk Hidup pada suatu
ekosistem yang berdasarkan pada tingakatan Filum dalam dunia Hewan yang
telah berdasarkan pada peranan akitivitas kehidupan.

3. Bagi Masyarakat Umum


 Dapat memberikan informasi khusus kepada masyarakat yang tinggal di Aek
Godang Tentang Kualitas Air pada Aek Godang dapat dipengaruhi oleh Capung,
serta Masyarakat tersebut dapat mengetahui dan menjaga kualitas air yang
berguna untuk kehidupan sehari hari di Aek Godang tersebut.

1.5. Batasan Istilah


 Keanekaragaman adalah menjelaskan tentang berbagai spesies capung yang
berhasil diidentifikasi keberadaannya.

 Kondisi adalah suatu keadaan yang dimana pada peneltiian ini menjelaskan
tentang kualitas air sebagai bioindikator dan bertujuan untuk menjaga kelestarian
lingkungan dan kualitas air Aek Godang Medan Sumatera Utara

 Populasi adalah suatu istilah yang menjelaskan tentang jumlah spesies Capung
yang terdapat pada suatu habitat tertentu dengan menggunakan parameter
kepadatan dan frekuensi Capung.

1.6. Definisi Isitlah:


Untuk menghindari timbulnya pengertian ganda maka pada penelitian ini peneliti perlu
memberikan definisi istilah sebagai berikut:

 Kualitas air adalah suatu karakteristik mutu yang diperlukan untuk pemanfaatan
tertentu dari berbagai sumber air. Pada kualitas air ini merupakan suatu dasar baku
mengenai syarat kualitas air yang dapat dimanfaatkan. Kualitas air merupakan suatu
ukuran yang dimana pada air tersebut memiliki uji fisika, kimia, biologi dan uji
kenampakan yang berdasarkan pada bau dan warna

 Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya dan


perilakunya di alam bebas yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila
terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan
perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai suatu penunjuk
kualitas lingkungan.

 Capung pada penelitian ini yang dimanfaatkan sebagai bioindikator adalah capung
yang pada umumnya sering ditemukan pada Aek Godang Medan Sumatera Utara.
Pada Capung ini sendiri biasanya ditemukan di dedaunan di Aek Godang Medan
Sumatera Utara.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori


1. Capung:
Secara ekologi, Odonata berkembang biak di sekitar lingkungan perairan. Dalam siklus
hidupnya, larva (nimfa) yang selama hidupnya berada di dalam air (bagian dasar perairan).
Beberapa capung menempati habitat perairan tertentu, seperti jenis Rhinocypa fenestrata
(Burmeister 1839) memiliki habitat di sekitar perairan sungai bersih dan mengalir dengan
intensitas cahaya matahari sedang seperti di bawah naungan pohon (Rahadi et al. 2013), bahkan
beberapa jenis hanya hidup di lingkungan perairan yang masih bersih. Sebab itu, keberadaan
capung di lingkungan dapat menjadi bioindikator perairan, bahwa secara tidak langsung
kehadiran capung dapat menandakan bahwa di sekitar lingkungan tersebut masih terdapat air
bersih. Perubahan dalam populasi capung dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk menandai
adanya polusi (lingkungan yang tercemar).

Secara umum capung dibedakan menjadi dua jenis, yaitu capung dan capung jarum. Berdasarkan
klasifikasi ilmiah, ordo Odonata mempunyai dua sub-ordo yaitu Anisoptera (capung) dan
Zygoptera (capung jarum). Keduanya memiliki perbedaan yang cukup jelas, dari bentuk mata,
sayap, tubuh dan perilaku terbangnya. Anisoptera (capung) memiliki sepasang mata majemuk
yang menyatu, ukuran tubuh yang relatif besar daripada Zygoptera (capung jarum), ukuran sayap
depan lebih besar daripada sayap belakang serta posisi sayap terentang saat hinggap, dan mampu
terbang cepat dengan wilayah jelajah luas. Zygoptera (capung jarum) memiliki sepasang mata
majemuk terpisah, ukuran tubuh relatif kecil, ukuran sayap depan dan belakang sama besar serta
posisi sayap dilipat diatas tubuh saat hinggap, kemampuan terbang cenderung lemah dengan
wilayah jelajah tidak luas (Rahadi et al. 2013).
Dalam ekosistem, capung mempunyai peran yang besar dalam menjaga keseimbangan rantai
makanan. Capung berperan sebagai predator serangga kecil lainnya, bahkan kanibal terhadap
jenisnya. Dalam konteks pertanian capung mampu menekan populasi serangga yang berpotensi
sebagai hama pertanian sebagai mangsanya (Feriwibisono 2011). Dalam konteks lain, capung
dapat memangsa nyamuk, lalat dan serangga lain yang merugikan (Susanti 1998). Sehinnga
kehadiran capung dalam suatu ekosistem dapat menjadi indikator keseimbangan ekosistem
tersebut.

Nimfa capung memangsa serangga- serangga kecil lain yang hidup di dalam air. Nimfa capung
dapat menampung polutan bersifat racun yang berasal dari mangsanya. Kenyataan ini bisa
diartikan bahwa kelangsungan hidup capung tergantung dari pencemaran habitatnya, sehingga
capung dapat digunakan sebagai bioindikator lingkungan aquatik (Watson, 1991). Selain itu,
capung juga berperan dalam bidang kesehatan maupun pertanian.

Klasifikasi Capung

Klasifikasi

Kingdom: Animalia

Filum: Arthropoda

Kelas: Insecta

Ordo: Odonata

Ciri ciri Capung

Odonata merupakan ordo dari kelompok serangga karnivora seperti capung


(Anisoptera/Epiprocta) dan Capung Jarum (Zygoptera). Capung umumnya berukuran lebih besar
daripada Capung Jarum, dan bertengger dengan sayap dibentangkan ke sisi; Capung Jarum
memiliki tubuh ramping, dan sayap mereka berada di atas tubuh pada saat istirahat. Capung
memiliki kepala bulat besar sebagian besar ditutupi oleh mata majemukyang berkembang dengan
baik, kaki yang berfungsi untuk menangkap mangsa (serangga lainnya), dua pasang sayap
transparan yang panjangbergerak secara independen, dan perut memanjang. Mereka memiliki
tiga ocelli dan antena pendek. Mulut berada di bawah kepala dan memiliki rahang pengunyah
sederhana pada individu dewasa. Siklus hidup saat fase larva berada di perairan sebagai
pemangsa hewan air yang lebih kecil dan setelah menjadi imago aerial, sehingga disebut
dragonfly

Morfologi Capung
Capung diklasifikasikankedalam kingdom animalia, kelasinsekta, ordo odonata, dan memiliki 2
sub ordo yakni sub ordo Anisoptera (dragonflies) dan sub ordo Zygoptera (damselflies)
(Triplehorn, 2005). Patty (2006) menyatakan capung diberi nama Odonata oleh Fabricius pada
tahun 1793. Nama tersebut diambil dari bahasa Yunani: odonta-gnata yang berarti rahang
bergigi. Capung termasuk kelompok insekta atau serangga yang memiliki ciri-ciri terdiri atas tiga
bagian, a) kepala (caput), b) dada (toraks), c) perut (abdomen).

a). Kepala (Caput)


Kepala capung ukurannyarelatif besar dibanding tubuhnya, bentuknya membulat/memanjang ke
samping dengan bagian belakang berlekuk ke dalam. Bagian yang sangat menyolok pada kepala
adalah sepasang mata majemuk yang besar yang terdiri dari banyak mata kecil (ommatidium).
Diantara kedua mata majemuk terdapat sepasang antena pendek, halus seperti benang
(Patty,2006).
Capung memiliki sepasang mata, tiap matanya memiliki sekitar 30 ribu lensa berbeda. Dua mata
nyaris bulat, masing-masing hampir separuh ukuran kepalanya, dengan ukuran mata yang
demikian capung memiliki wilayah pandang yang luas dan dapat mengetahui keadaan yang ada
dibelakangnya (Ansori, 2013). Mulut capung berkembang sesuai dengan fungsinya sebagai
pemangsa, bagian depan terdapat labrum (bibir depan), di belakang labrum terdapat sepasang
mandibula (rahang) yang kuat untuk merobek badan mangsanya. Di belakang mandibula terdapat
sepasang maksila yang berguna untuk membantu pekerjaan mandibula, dan bagian mulut yang
paling belakang adalah labium yang menjadi bibir belakang (Patty, 2006).

b). Dada (Toraks)


Bagian dada (toraks) terdiri dari tiga ruas adalah protoraks, mesotoraks, dan metatoraks, masing-
masing mendukung satu pasang kaki. Menurut fungsinya kaki capung termasuk dalam tipe kaki
raptorial yaitu kaki yang dipergunakan untuk berdiri dan menangkap mangsanya. Sayap capung
bentuknya khas yaitu lonjong/memanjang dan tembus pandang, kadang-kadang berwarna
menarikseperti coklat kekuningan, hijau, biru, atau merah. Lembaran sayap ditopang oleh venasi,
para ahli mengidentifikasi dan membedakan capung dengan melihat susunan venasi pada sayap
(Patty, 2006).

c). Perut (Abdomen)


Abdomen terdiri dari beberapa ruas, ramping dan memanjang seperti ekor atau agak melebar.
Ujungnya dilengkapi tambahan seperti umbai yang dapat digerakkan dengan variasi bentuk
tergantung jenisnya (Patty, 2006).

Jenis Capung
Capung Besar (Sub Ordo Anisoptera)
Menurut Sigitet al. (2013) untuk membedakan sub Ordo anisoptera dapat dilihat dari bentuk
mata, sayap, tubuh, serta perilaku terbangnya. Sub ordo Anisoptera memiliki bentuk mata yang
menyatu, bentuk tubuh yang Lebih besar daripada capung jarum, Bentuk sayap depan lebih besar
daripada sayap belakang, Dan posisi sayap terentang saat hinggap.
Menurut Department of EnvironmentClimate Change and Water (NSW) (2009) jenis jenis
capung terdiri atas dua sub ordo salah satunya yakni, Sub Ordo Anisoptera terdiri atas beberapa
famili yakni Famili Austropetaliidae, Aeshnidae, Brachytronidae, Telephlebiidae, Lindeniidae,
Gomphidae, Petaluridae, Synthemistidae, Gomphomacromiidae, Pseudocorduliidae,
Cordulephyidae, Austrocorduliidae, Macromiidae, Corduliidae, Libellulidae.

Capung Jarum (Sub Ordo Zygoptera)


Menurut Sigitet al. (2013) untuk membedakan sub Ordo tersebut dapat dilihat dari bentuk mata,
sayap, tubuh, serta perilaku terbangnya. Sub Ordo Zygoptera memiliki bentuk mata terpisah,
bentuk tubuh cenderung lebih ramping, bentuk kedua sayap sama besar, posisi sayap saat
hinggap yakni dilipatkan diatas tubuhnya.
Sub ordo zygopteraterdiri atas beberapa famili yakni Famili Lestidae, Hemiphlebiidae,
Chorismagrionidae, Synlestidae, Megapodagrionidae, Chlorocyphidae, Calopterygidae,
Lestoideidae, Diphlebiidae, Isostictidae, Platycnemidae: Disparoneurinae, Coenagrionidae
(Department of EnvironmentClimate Changeand Water (NSW), 2009).

Siklus Hidup Capung


Siklus hidup capung dimulai dari telur berada di dalam air dan akan menjadi predator untuk
organisme akuatik kecil pada fase nimfa. Berbagai spesies dapat menempati habitat air tawar,
termasuk air terjun, sungai, danau, kolam, rawa-rawa dan muara (West, 2006). Nimfa
diperkirakan terdiri dari 10-13 instar (fase pertumbuhan berulang dan ekdisis (pergantiankulit))
(Ansori, 2008). Setelah ganti kulit 10-15 kali menjadi nimfa tua (Mature) (Sigit et al., 2013).
Nimfa memangsa jentik-jentik nyamuk, ikan-ikan kecil dan lain-lain.
Nimfa memiliki bentuk tubuh yang berbeda dengan bentuk dewasanya, yaitu mempunyai
sepasang mata yang besar, kaki yang berkembang dengan baik dan bagian mulut yang
dipergunakan untuk menangkap dan mengigit mangsanya. Ketika telah mencapai titik tumbuh
maksimal, nimfa akan merayap menuju ke permukaan air dan menempel pada sebuah kayu,
batang, atau objek lainnya untuk melakukan pergantian kulit yang terakhir. Imago yang baru
terbentuk ini akan mengalami pengerasan dan pewarnaan kulit dalam waktu yang relative
lambat, beberapa spesies memerlukan waktu satu sampai dua hari untuk melakukan proses ini
(Ansori, 2008). Hingga akhirnya menjadi imago. Seluruh proses siklus tersebut dapat
berlangsung dalam waktu enam bulan, tetapi bagi kebanyakan spesies membutuhkan waktu satu
atau dua tahun.
Capung damselflies (Zygoptera) hanya dapat hidup beberapa minggu, Sedangkan capung
dragonflies (anisoptera) dapat bertahan hidup hingga tiga atau empat minggu dan di Inggris
jarang sekali yang dapat hidup hingga dua bulan, hal ini karena banyak yang mati karena predasi,
atau cuaca buruk untuk mereka ataupun mereka saling memangsa saat terbang(Caroline,2005).
Capung memiliki karakter istimewa yaitu dapat melakukan perkawinan di udara. Sebelum
kawin, capung jantan akan membengkokkan perutnya ke arah depan dan menyalurkan
spermatozoa ke dalam organ seperti kantung kemih pada sternite kedua dari perut. Dalam
perkawinan, capungjantan menggunakan terminal classper yang dimillikinya untuk memegang
capung betina pada daerah sekitar leher, capung betina kemudianmembengkokkan perutnya ke
arah depan menuju ke sternite kedua dari perut capung jantan, yang merupakan tempat terjadinya
transfer spermatozoa ke tubuh betina yang sebenarnya. Mekanisme ini tidak ditemukan pada
serangga ordo lain (Ansori, 2008)
Capung (dragonflies) merupakan insekta hemimetabola. Nimfa hidup di air dan perilakunya
sangat berbeda dengan hewan dewasa. Bentuk capung memiliki warna-warna yang terang dan
lebih aktif bergerak dibandingkan kebanyakan insekta air yang hidup di darat (terestial). Kondisi
ini sebenarnya dipengaruhi banyak hal diantaranya keadaan air, besar kecilnya arus air dan
faktor-faktor ekologi lain (Mahajoeno et al., 2001).

2.2. Landasan Teori


Indonesia merupakan salah satu negara disebut “Mega Biodiversity” setelah Brazil dan
Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia, yang mana dari setiap
spesies jenis tersebut terdiri atas ribuan plasma nutfah dalam kombinasi yang cukup unik
sehingga terdapat aneka gen dalam individu. Total keanekaragaman hayati di Indonesia adalah
sebesar 325.350 jenis flora dan fauna. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam,
suaka margasatwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan
pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang dapat memberi perlindungan
bagi keanekaragaman hayati. Menurut Hadi (2013) capung merupakan serangga terbang yang
canggih. Capung bisa melayang-layang di udara, menyelam di air, terbang mundur dan terbalik,
berputar 360 derajat dengan tiga kepakan sayap dan mencapai kecepatan 30 mil per jam. Capung
memiliki empat sayap transparan yang ultra fleksibel dan melekat pada toraks oleh otot-otot
terpisah. Setiap sayap dapat bermanuver secara independen, memungkinkan capung melakukan
berbagai manuver penerbangan. Seekor capung dapat kehilangan seluruh sayapnya dan masih
bisa menangkap mangsa. Saat ini diperkirakan terdapat 5000-6000 jenis capung. Capung tersebar
di seluruh dunia, jumlah yang sangat melimpah terutama di berbagai macam habitat.
Capung (ordo Odonata) adalah salah satu jenis serangga dalam kelas insekta. Odonata berasal
dari kata “odont” yang berarti gigi (yang mengacu pada mandibula pada capung dewasa) (Abbot
2010). Ordo odonatan dibedakan menjadi dua subordo yaitu Anisoptera (capung) dan Zygoptera
(capung jarum). Kedua sub ordo tersebut dapat dibedakan dari bentuk tubuhnya, yaitu bentuk
tubuh Anisoptera lebih besar dari pada Zygoptera. Bentuk mata pada Anisoptera menyatu
sedangkan pada Zygoptera terpisah. Perilaku terbang Anisoptera memiliki wilayah jelajah yang
lebih luas dibandingkan Zygoptera (Rahadi 2013).
Capung memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan habitat. Capung hanya hidup di
habitat yang spesifik, khususnya pada habitat yang bersih dari residu yang berbahaya (Baruah &
Salkia, 2015; Shukla et al. 2016). Sehingga keberadaannya dijadikan sebagai indikator bagi
lingkungan yang bersih (Rismayani, 2018).
Capung merupakan salah satu komponen keanekaragaman hayati yang memegang peranan
penting dalam jaringan makanan (Strong et al., 1984). Capung memiliki peranan dalam
ekosistem sebagai agen pengendali hayati. Capung sebagai agen pengendali hayati yaitu sebagai
predator dandapat mengurangi populasi hama pada tanaman pangan. Salah satu peran capung
adalah sebagai predator hama, bahkan capung jarum (Subordo: Zygoptera) ikut berperan sebagai
musuh alami yang dapat mengurangi populasi hama tanaman pangan (Ariwibowo, 1991). Hal ini
menunjukkan posisi penting keberadaan capung dalam keseimbangan ekologi. Capung juga
dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran lingkungan (bioindikator).
Capung merupakan salah satu predator nyamuk, mulai dari tahap nimfa maupun serangga
dewasa. Nimfa capung memakan larva nyamuk, demikian juga dengan capung dewasa memakan
nyamuk dewasa. Capung memiliki kemiripan habitat berkembang biak dengan nyamuk seperti
Aedes aegypty. Capung mencari mangsa pada siang hari bersamaan dengan waktu keluarnya
Aedes aegypty. Kesamaan habitat tersebut akan menyebabkan predasme capung-nyamuk
berjalan efektif (Nugroho, 1994; Odum, 1990). Sepanjang hidupnya yang rata-rata setahun,
seekor capung memangsa ribuan serangga yang merugikan seperti nyamuk dan lalat. Capung
sering terlihat di daerah terbuka terutama di dekat kawasan perairan, tempat mereka
berkembangbiak dan berburu makanan. Ketika kondisi perairan berubah, maka siklus hidup
capung turut berubah dan dapat mengakibatkan populasinya menjadi menurun.
2.2. Kerangka Berfikir
Pada penelitian ini yang merupakan penelitian yang bersifat eksploratif dan terdapat adanya jenis
penelitian kuantitatif. Adapun kerangka berfikir yang dapat mendukung penelitian tersebut dapat
dilihat melalui diagram alir dibawah.
AEK Godang Parurean

Pencemaran air AEK Godang


Medan Sumatera Utara

Mempengaruhi Kualitas Air AEK


Godang

1. Fungsi Bioindikator 1. Daur Hidup Capung


2. Jenis Bioindikator 2. Manfaat Capung Bagi Aek Godang
3. Jenis Capung
4. Ekologi Capung

Mengukur Bioindikator Perairan


AEK Godang dan
Keanekaragaman Capung

Indeks Indeks BOD


Keanekaragaman
Indeks Dominansi
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian

LOKASI:
 Sungai
 Desa Parurean Kabupaten Tapanuli Utara

WAKTU PENELITIAN:
 Bulan September Tahun 2023

3.2. Pendekatan Penelitian Dan Jenis Penelitian


 Pendekatan penelitian yang dilakukan pada proposal ini merupakan
pendekatan penelitian secara kualitatif
 Pada proposal ini terdapat jenis penelitian eksploratif dengan cara melakukan
survey ke daerah penelitian yang akan dilakukan pada proposal ini.

3.3. Desain Penelitian


Sungai Aek Godang merupakan sungai yang melewati daerah hutan, pemukiman, dan
lahan pertanian. Sungai Aek Godang juga merupakan sumber mata air beberapa desa
di Kecamatan Parurean Kabupaten Tapanuli Utara (Desa Hutabaru Desa Hanopan,
Desa Arse, Desa Natambang Roncitan dan sebagainya). Pada lokasi atau kawasan
yang sudah ditetapkan ini, peneliti melakukan pengamatan langsung dan koleksi
sampel lapangan. Seluruh data Odonata diambil dengan menggunakan metode jelajah
(visual day flying). Pengambilan data dilakukan dengan mengobservasi Odonata di
lokasi penelitian dengan mencatat seluruh data jenis capung (Odonata), dan jumlah
individu. Pengambilan data dan sampel di lapangan dilakukan pada pagi hari mulai
pukul 07.00 sampai 10.00 WIB. Pemilihan waktu penelitian berdasarkan waktu
aktifnya capung, sehingga diharapkan dapat ditemukan jenis capung yang beragam.

3.4. Variabel Penelitian


 Variabel Terikat: Capung (Odonata)
 Variabel Bebas: Kualitas Perairan Aek Godang
 Variabel Kendali: Bioindikator

3.5. Subyek Penelitian


 Populasi Penelitian: Keanekaragaman Capung
 Teknik Sampling: Observasi Deskriptif

3.6. Alat Dan Bahan Penelitian

3.7. Prosedur Penelitian

3.8. Teknik Dan Instrumen Penelitian

NO Fokus Penelitian
Teknik Instrumen Teknik
Pengambilan analisis
1. Jumlah Spesies Studi Wawancara Deskriptif
Capung Dokumenter dan
Eksplorasi
Langsung
2. Manfaat Capung Studi Panduan Deskriptif
Bagi Ekosistem Dokumenter Secara
Perairan observasi
langsung
3. Faktor Studi Menggunaka Deskriptif
Bioindikator Dokumenter n indeks BOD
terhadap
Keanekaragaman
Capung
4. Ekosistem Studi Panduan yang Deskriptif
Perairan documenter dilakukan
Berdasarkan secara
Indeks observasi
Dominansi
Capung
3.9. Teknik Analisis Dan Penafsiran Data

DAFTAR PUSTAKA
Baruah C dan Saikia PK. 2015. Abundance and Diversity of Odonata in Different Habitats of
Barpeta District, Assam, India. International research journal Of Biological sciences vol 4 (9) :
17-27
Bun, T.H, Keng, W.L and Harmalainen, M.2010. Aphotographic guide to the Dragonflis of
Singapore. Singapore: Kepmedia Internasional
Cai Y, Ng CY, Ngiam RWJ. Diversity, Distribution, and Habitat Characteristics of Dragonflies
in Nee soon Frewshwater swamp forest, Singapore. Gardens Bulletin Singapore 70 : 123-153
Falcão de SÃ R, Castellani MA, Ribeiro AEL. Perez-Maluf R. Moreira AA. Nagamoto NS, do
Nascimento AS.
2012. Faunal analysis of the species Anastrepha in the fruit growing complex Gavião River.
Bahia. Brazil. Bull insect 65 (1) : 37-42
Hassal C, Thompson DJ. 2008. The Effects of Environmental warming on Odonata : a review.
International Journal of Odonatalogy 11, 131-153
Hartika W, Diba F, Wahdina. 2017. Keanekaragaman Jenis Capung (Odonata) pada Ruang
Terbuka Hijau Kota Pontianak. Jurnal Hutan Lestari Vol 5 (2) : 156-163
Ilhamdi ML. 2018. Pola Penyebaran Capung (Odonata) di Kawasan Taman Wisata Alam
Suranadi Lombok Barat. Jurnal Biologi Tropis, Vol 18 (1)
Kalkman VJ, Clausnitzer V, Djikstra KDB, Orr AG, Paulson DR, van Tol J. 2008. Global
Diversity of Dragonflies (Odonata) in Freshwater. Hydrobiologia 595: 351-363
Magurran AE. 1998. Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helm Limited. London
[MAB] Man and Biosphere-Indonesia. 2008. Proposal Management Plan Cagar Biosfer Giam
Siak Kecil-Bukit Batu, Provinsi Riau, Sumatra, Indonesia
Nuraeni S, Budiaman, Yaspeta S. 2019. Identification of Dragonfly and Damselfly Species
Around Mahaka River, Hasanuddin University Teaching Forest. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Sciencce 343 Orr AG. 2006. Odonata in Bornean Tropical Rain orest
Formations : Diversity. Endemicity and Implications for Conservation Management. Dalam buku
Forest and Dragonflies, ed. Adolfo Cordera Riviera: 51-78
Pamungkas DW. 2015. Keragaman Jenis Capung dan Capung Jarum (Odonata) di Beberapa
Sumber Air di Magetan, Jawa Timur. Proseding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas
Indonesia, 1 (6): 1295-1301
Rahman A dan Mujiyanto. 2013. Komunitas Fitoplankton di Taman Nasional Karimunjawa,
Jepara, Jawa Tengah. Widyariset, Vol 16 (3) : 395-402
Rizal S dan Hadi M. 2015. Inventarisasi Jenis Capung (Odonata) Pada Areal Persawahan di Desa
Pundenarum Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak. BIOMA vol 17 (1): 16-20 Dow RA,
Advento AD, Turner EC, Caliman JP, Foster WA, Naim M, Snaddon Jl & Sudharto Ps. 2018.
Odonata from the BEFT Project area, Riau Province, Sumatra, Indonesia. Journal of the
International Dragonfly fund. 1-22.
Selvarasu et al. 2019. Divversity of odonates (Insecta : Odonata) in Different Habitats of Vellore
District, Tamil, Nadu, India in Eastern Ghats. International Journal Of Recent Scientific
Research Vol. 10 (04) : 32127- 32130
Sigit, W. Feriwibisono, B. Nugrahani,M.P. Putri,B. Makitan, T, 2013. Naga Terbang Wendit.
Malang: Indonesia Dragonfly Society.
Siregar AZ. 2016. Keanekaragaman dan Konservasi Status Capung di Kampus Hijau Universitas
Sumatera Utara, Medan-Indonesia. Jurnal Pertanian Tropik vol 3 (1): 25-30
Triandhika K, Haryanto D, Bilal M, Richard M, Setia TM. 2018. Keanekaragaman Ikan Air
Tawar di Tiga Tipe Habitat di Kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu Riau,
Sumatera. Proseding Studi Kekayaan Hayati Di Areal Inti Blok Humus Cagar Biosfer Giam Siak
Kecil Bukit Batu Riau: 94-103
Wijayanto AG. Nafisah NA, Laily Z, Zaman MN. 2016. Inventarisasi capung (Insecta : Odonata)
dan variasihabitatnya di Resort Tegal Bunder dan Teluk Terima Taman Nasional Bali Barat
(TNBB).

Anda mungkin juga menyukai