Volume 6 - Nomor 1 - Juni 2019: Alamat Redaksi
Volume 6 - Nomor 1 - Juni 2019: Alamat Redaksi
Penilaian Mahasiswa terhadap Pembelajaran Mata Kuliah Keperawatan Islami di STIKes Jayakarta PKP
DKI Jakarta
Murtiningsih, Nedra Wati Zaly
4. Pengaruh Self Help Group terhadap Self Care pada Pasien Diabetes Melitus di PERSADIA Cabang Rumah
Sakit Muhammadiyah Bandung
Aghnia Ilmi Dinyati, Angga Wilandika, Iyep Dede Supriyatna
5. Bagaimanakah Senam Diabetes Dapat Mempengaruhi Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di
Kelurahan Kedungsari?
Robiul Fitri Masithoh, Sambodo Sriadi Pinilih
7. Persepsi Siswi SMAN Tanjungsari terhadap Pencegahan Primer Penyakit Kanker Serviks
Laili Rahayuwati, Mamat Lukman, Nessa Sontiva
9. Gambaran Kecemasan Orangtua pada Orientasi Masa Depan Remaja Tunagrahita di SLB Negeri Cileunyi
dan SLB C Sukapura
Siti Halinda Amelia, Taty Hernawaty, Wiwi Mardiah
Alamat Redaksi:
STIKes ‘Aisyiyah Bandung
Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6 Bandung 40264 Volume 6 | Nomor 1 | Juni 2019
Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269
DEWAN REDAKSI
Pelindung:
Ketua STIKes ‘Aisyiyah Bandung
Penanggung Jawab:
Fatiah Handayani, S.ST.,M.Keb.
Ketua:
Sajodin, S.Kep., M.Kes., AIFO.
Sekretaris/Setting/Layout:
Aef Herosandiana, S.T., M.Kom.
Bendahara:
Riza Garini, A.Md.
Penyunting/Editor :
Perla Yualita, S.Pd., M.Pd.
Mitra Bestari :
Neti Juniarti, BN, M.Health, M.Nurs, PhD (Universitas Padjadjaran)
DR. Sitti Syabariyah, S.Kp.,MS.Biomed (STIK Muhammadiyah Pontianak)
DR. Aprina Murhan, S.Kp, M.Kes (Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang Lampung)
Mohammad Afandi, S.Kep., Ns., MAN. (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
DR. Dessy Hermawan, S.Kep.Ners.,M.Biomed. (Universitas Malahayati)
Alamat Redaksi:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah
Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6, Bandung
Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269
e-mail: jka.aisyiyahbdg@gmail.com
DAFTAR ISI
4. Pengaruh Self Help Group terhadap Self Care pada Pasien Diabetes Melitus di
PERSADIA Cabang Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung
Aghnia Ilmi Dinyati, Angga Wilandika, Iyep Dede Supriyatna ................................. 37-45
ABSTRAK
Pasien stroke membutuhkan perawatan jangka panjang baik untuk mencegah stroke
berulang maupun meminimalisir komplikasi lanjut. Salah satu upaya untuk menyukseskan
perawatan, pasien stroke diwajibkan menjalankan Self-Management. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi Self-Management pada pasien stroke yang menjalani rawat jalan.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, yang melibatkan 40 pasien
stroke yang mampu berkomunikasi dengan baik, yang diambil menggunakan tehnik
consecutive sampling selama satu minggu, dari pasien yang menjalani Rawat Jalan. Data
dikumpulkan menggunakan Stroke Self-Management Questionnaire (SSMQ) yang terdiri
dari 4 domain (kapasitas, kepercayaan diri dalam beriteraksi, strategi dan bimbingan oleh
profesional kesehatan). Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif menggunakan
nilai mean. Hasil penelitian menunjukkan persentase responden dengan kategori Self-
Management tinggi (52,5%) lebih banyak dibandingkan dengan kategori rendah, hal yang
sama ditemukan pada domain-domain self-management; domain kepercayaan diri dalam
berinteraksi dan strategi (52,5%), serta bimbingan oleh profesional kesehatan (55%).
Sebaliknya, persentase kategori rendah lebih banyak ditemukan pada domain kapasitas
(52,5%).
ABSTRACT
Stroke patients require a long-term treatment, both to prevent recurrent stroke and to
minimize further complications. One of the efforts to succeed the stroke patients’ treatment is
Self-Management. This study aimed to identify the self-management of stroke outpatients. This
quantitative descriptive study involved 40 stroke outpatients in RSAI who are able to
communicate well, taken by using consecutive sampling techniques for one week. The data
were collected by using a Stroke Self-Management Questionnaire (SSMQ) consisting of 4
domains (capacity, confidence in interaction, strategy, and guidance by health professionals).
The collected data were analyzed descriptively by using the mean value. The result showed that
the percentage of respondents with high self-management category (52,5%) was higher than
the low category. Furthermore, the percentage of the good category was higher in the domain
of confidence in interaction, strategy (52.5%), as well as guidance by health professionals
(55%). Meanwhile, the percentage of the low category was found higher in the domain of
capacity (52.5%).
13
14 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
kolesterol karena punya arterosklerosis. Pada komplikasi lebih lanjut lainnya. Kedua penelitian
aspek pengelolaan gejala untuk mengatasi gejala tersebut mengukur self-management secara
sisanya seperti kelumpuhan, gangguan motorik parsial dan tidak mencakup aspek keseluruhan
dan gangguan kognitif. Pada aspek pengobatan dari self-management yang diharapkan. Penelitian
dan perawatan pasien harus melakukan kontrol Brillianti (2016), menyatakan bahwa hasil
untuk tahap awal dianjurkan kontrol satu minggu pengukuran self-management pasien stroke yang
sekali dan selanjutnya wajib kontrol satu bulan menjalani rawat jalan di Puskesmas kurang baik.
sekali agar terpantau kondisi kesehatannya. Pengukuran tersebut meliputi empat domain self-
management. Penelitian ini juga menemukan ada-
Barlow (2002), menyatakan bahwa
nya hubungan self-management dengan kualitas
self-management didefinisikan dengan cara
hidup akan tetapi tidak menjelaskan secara rinci
yang berbeda-beda, tetapi secara umum self-
bagaimana gambaran self-management itu sendiri
management yaitu kemampuan individu untuk
serta bagaimana gambaran self-management pada
mengatur gejala, pengobatan, konsekuensi
masing-masing domain.
fisik, psikis dan perubahan gaya hidup sebagai
respon terhadap adanya penyakit kronis yang Pasien dengan self-management yang
dialaminya. Sebuah tinjauan menyebutkan bahwa rendah beresiko tinggi mengalami komplikasi
self-management dapat menunjukkan perubahan lanjut dan stroke berulang. Leira, et al (2004)
pe-rilaku dalam mengelola diri sehingga dapat komplikasi yang ditimbulkan oleh adanya stroke
menambah motivasi untuk meningkatkan berulang dapat menyebabkan gangguan pada
kesehatan dirinya (Boger, 2014). Selain itu, irama jantung dan tekanan darah. Razka, utiya
dukungan self-management pada pasien stroke (2017), menemukan depresi pada pasien dengan
bertujuan untuk memfasilitasi perubahan stroke berulang sebesar 11-68%. Adapun masalah
perilaku, memengaruhi kemampuan individu fisik yang ditimbulkan dari adanya stroke berulang
untuk mengatasi kondisinya, dan meningkatkan menurut Feigin (2007), akan menimbulkan
kualitas hidup (Sivia, 2011). gerakan lengan dan tungkai baik secara parsial
maupun total, kesulitan dalam berbicara dan
Sumber lain menemukan bahwa dukungan
menelan. Semakin banyak komplikasi akan
self-management pada pasien stroke dapat
menimbulkan beban bagi keluarga. Sejalan
mempercepat terapi rehabilitasi (Parke et al.,
dengan penelitian Rosida dan Listyana (2012),
2015). Pasien yang menjalankan self-management
menemukan bahwa keluarga ketika merawat
dengan baik akan memiliki kesehatan fisik yang
pasien stroke akan mengalami perasaan stress,
baik (Bots et al., 2005).
merasa lelah, masalah keuangan dan beban
Meski demikian, banyak pasien stroke buat keluarga. Dari uraian di atas bahwa self-
yang gagal menjalankan self-management dengan management menjadi komponen sangat penting
baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bagi pasien stroke.
Pratiwi, (2012) yang menemukan bahwa (50%)
Peran perawat dalam self-management
pasien stroke memiliki pengelolaan diet yang
pasien stroke adalah sebagai pendidik dan
masih rendah. Penelitian Sulistyawan (2014)
fasilitator. Sebagai pendidik perawat bertanggung
menjelaskan bahwa lebih dari setengah pasien
jawab memberikan edukasi terhadap pasien
stroke (54,0%) tidak patuh melakukan rehabilitasi.
dan keluarga untuk meningkatkan kemampuan
Pengelolaan diet dan ketidakpatuhan rehabilitasi
pasien menjalankan self-management. Selain
dapat meningkatkan resiko stroke berulang dan
sebagai fasilitator, perawat bisa menjadi tempat ini telah mendapatkan persetujuan etik (Ethical
untuk bertanya dan berdiskusi memecahkan Approval) dari Komisi Etik Penelitian Universitas
masalah yang dihadapi pasien dan keluarga dalam Padjadjaran dengan Nomor: 154/UN6.KEP/
menjalankan self-management ataupun program EC/2018.
perawatan dan rehabilitasi (Setyowati, 2007).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Oleh karena itu, rumusan masalah pada penelitian
ini adalah “Bagaimanakah gambaran self- Berdasarkan data karakteristik demografi
management pada pasien stroke yang menjalani dari 40 responden menunjukkan 52.5% berjenis
Rawat Jalan? ” kelamin perempuan, usia responden umumnya
memasuki lanjut usia sebanyak 65%. hampir
METODOLOGI
seluruh responden tinggal bersama pasangan
Rancangan penelitian ini menggunakan (80%), tidak memiliki riwayat stroke berulang
deskriptif kuantitatif dengan teknik consecutive (80%), tidak bekerja (80%), biaya pengobatan
sampling, sampel yang terlibat pada penelitian menggunakan BPJS (95%), dan jenis stroke yang
sebanyak 40 pasien pasca stroke. Pengumpulan dialami adalah iskemik (97,5). Seluruh responden
data dilaksanakan pada bulan Februari 2018 di yang (100%) mengaku memiliki riwayat penyakit
Poliklinik Syaraf Rumah Sakit Al-Islam Bandung. sebelumnya dimana sebagian besar riwayat
Instrumen yang digunakan yaitu adalah penyakitnya itu hipertensi (60%). Sebagian besar
instrumen baku SSMQ (Stroke Self-Management responden yaitu lama menderita stroke lebih
Questionnaire), yang dikembangkan oleh Boger, dari 1 tahun (62,5%), ketergantungan mandiri
(2014). Instrumen terdiri dari 28 pernyataan yang (67,5%), berjenis kelamin perempuan (52,5%),
memiliki nilai uji reliabilitas sebesar 0,928. Analisa berusia lanjut kurang dari 65 tahun (65%) dan
data yang digunakan dengan menggunakan berpendidikan SMA (45%), tinggal bersama
nilai mean, karena data yang dihasilkan dalam pasangan (80%).
penelitian ini berdistribusi normal. . Penelitian
Tabel 1. Kategori Self-Management pada Pasien Stroke dan Masing-masing Domainnya yang
Menjalani Rawat Jalan di RSAI Bandung.
Kategori
Self-Management pada Pasien Stroke Tinggi Rendah
f % f %
Self-management 21 52,5 19 47,5
Domain Kapasitas 19 47,5 21 52,5
Domain Kepercayaan dalam berinteraksi 21 52,5 19 47,5
Domain Strategi 21 52,5 19 47,5
Domain Bimbingan oleh profesional kesehatan 22 55,0 18 45,0
Dari tabel di atas secara keseluruhan self- banyak ditemukan pada domain kepercayaan
management pada pasien stroke yang menjalani dalam berinteraksi, domain strategi (52,5%), dan
rawat jalan di RS Al-Islam Bandung, lebih dari domain bimbingan oleh profesional kesehatan
setengah responden memiliki kategori baik (55%) sedangkan dengan responden yang
(52,5%). Adapun dari masing-masing domain, kategori buruk lebih banyak ditemukan pada
persentase responden dengan kategori baik lebih domain kapasitas (52,5%).
Tabel 2. Item dengan Skor Terendah dari Masing-masing Domain Self-Management pada Pasien
Stroke yang Menjalani Rawat Jalan di RS Al-Islam Bandung.
Domain Self-Management
Item Pertanyaan Rata-rata Skor
Pada Pasien Stroke
Saya tidak yakin tanda-tanda dan gejala-gejala berarti
Kapasitas 2,80
bahwa kesehatan saya berubah
Kepercayaan diri dalam Saya megetahui bagaimana mendapatkan
2,45
berinteraksi Pertolongan jika saya kawatir terkait kondisi saya
Saya merasa nyaman meminta pertolongan kepada
Strategi teman-teman untuk membantu saya mengerjakan hal-hal 2,40
yang penting untuk kesehatan saya
Saya tidak dapat menyanggah apa yang para petugas
Bimbingan oleh profesional
kesehatan putuskan untuk dilakukan terkait stroke yang 2,48
kesehatan
saya derita
Dari tabel di atas untuk keseluruhan item, skor (2,4), item tersebut merupakan item yang
item dengan rata-rata skor terendah ditemukan paling tidak pernah dilakukan oleh responden.
pada domain strategi, yaitu dari pernyataan saya Selain itu, item-item dengan skor terendah ini
merasa nyaman meminta pertolongan kepada merupakan item prioritas untuk diperbaiki pada
teman-teman untuk membantu saya dengan nilai masing-masing domain.
Tabel 3 Distribusi Self-Management Pada Pasien Stroke Yang Menjalani Rawat Jalan di RS Al-Islam
Bandung Berdasarkan Karakteristik Responden.
Self-Management
Karakteristik Responden Tinggi Rendah Jumlah
f (%) f (%)
Umur ≤ 65 14 ( 53,85) 12 (46,15) 26
> 65 8 (57,14) 6 (42,86) 14
Jenis Kelamin Laki-laki 10 (52,60) 9 (47,40) 19
Perempuan 11 (52,40) 10 (47,60) 21
Pekerjaan Bekerja 6 (75,00) 2 (25,00) 8
Tidak Bekerja 15 (46,90) 17 (53,10) 32
Pendidikan SD 2 (28,60) 5 (71,40) 7
SMP 3 (75,00) 1 (25,00) 4
SMA 9 (50,00) 9 (50,00) 18
Perguruan Tinggi 7 (63,60) 4 (36,40) 11
Biaya Pengobatan Umum 1 (50,00) 1 (50,00) 2
BPJS 20 (52,60) 18 (47,40) 38
Riwayat Stroke Berulang Ya 5 (62,50) 3 (37,50) 8
Tidak 16 (50,00) 16 (50,00) 32
Jenis stroke Iskemik 21 (53,80) 18 (46,20) 39
Hemoragik 0 (0) 1 (100) 1
Self-Management
Karakteristik Responden Tinggi Rendah Jumlah
f (%) f (%)
Lama Menderita Stroke > 1 Tahun 9 (64,30) 5 (35,70) 14
1-2 Tahun 10 (66,70) 5 (33,30) 15
< 1 Tahun 3 (27,30) 8 (72,70) 11
Riwayat Penyakit Sebelumnya Hipertensi 12 (50,00) 12 (50,00) 24
Hipertensi + DM 3 (75,00) 2 (25,00) 4
Kolesterol 4 (66,70) 2 (33,30) 6
Hipertensi + gangguan 0 (0) 1 (100) 1
jantung
Hipertensi + 2 (50,00) 2 (50,00) 4
dislipidem
DM + Kolesterol 0 (0) 1 (100) 1
Tingkat ketergantungan A 16 (59,30) 11 (40,70) 27
B 3 (33,30) 6 (66,70) 9
C 2 (50,00) 2 (50,00) 4
Status Tinggal Sendiri 0 (0) 1 (100) 1
Pasangan 16 (50,00) 16 (50,00) 32
Keluarga / anak 4 (57,10) 3 (42,90) 7
Berdasarkan tabel di atas persentase bahwa dari segi kehidupan prognosis stroke
responden yang memiliki Self-Management iskemik lebih baik dibandingkan dengan stroke
yang tinggi cenderung lebih banyak ditemukan hemoragik. Penelitian lain Herminawati (2013),
pada responden usia < 65 tahun (53,85%), biaya penderita stroke iskemik akan menjalani masa
pengobatan menggunakan BPJS (52,6%), tinggal rawat kurang lebih 7-10 hari sedangkan untuk
bersama keluarga (57,1%), memiliki riwayat stroke hemoragik masa rawatnya akan lebih lama
stroke berulang (62,5%), lama menderita stroke sekitar 14-21 hari. Lama rawat yang lebih panjang
> 1 tahun (54,2%), jenis stroke yang dialami pada pasien hemoragik akan memungkinkan
stroke iskemik (53,8%), tingkat ketergantungan terjadinya infeksi nosokomial (infeksi saluran
berkategori A (mandiri) (59,3%), bekerja (75%) kemih dan pneumonia) (Muttaqin, 2008). Pasien
dan berpendidikan lebih dari SD (50-75%). yang stroke hemoragik sebagian besar masuk
Rumah Sakit dalam kondisi ti-dak sadar atau
Salah satu karakteristik yang
adanya penurunan kesadaran. Stroke hemoragik
memengaruhi self-management adalah jenis
berprognosis buruk karena dari perdarahan
stroke. Stroke iskemik cenderung memiliki
intraserebral yang dialami bisa mengakibatkan
prognosis lebih baik. Dalam penelitian ini sebagian
kecacatan yang utama (Junaidi, 2011). Dengan
besar stroke iskemik, dari 97,5% itu lebih dari
terjadinya infeksi nasokomial ini akan menambah
hampir setengah responden (53,8%) adalah
biaya pengobatan. Dengan prognosis yang lebih
pasien stroke iskemik yang secara fisiologis
bagus, pasien stroke iskemik cende-rung lebih
prognosisnya lebih baik dibanding dengan stroke
sedikit mengalami komplikasi, sehingga secara fisik
hemoragik. Hal ini sejalan dengan penelitian
kondisinya lebih bagus dan lebih memungkinkan
yang dilakukan Ikawati (2011) yang mengatakan
mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya anggota keluarga untuk mengubah gaya hidupnya
dengan lebih baik. melalui informasi yang diberikan. Boger (2014)
mengatakan self-management berhasil pada
Dari sisi domain, temuan dengan
tingkat individu disamping adanya dukungan
kategori tinggi lebih banyak ditemukan pada
dari keluarga dan lingkungan untuk mengelola
domain kepercayaan diri dalam beriteraksi,
sendiri strokenya. Masyithah (2012), menyatakan
domain strategi, dan domain bimbingan oleh
bahwa keluarga memiliki fungsi strategi dalam
profesional kesehatan. Dimana pada domain
menurunkan angka kekambuhan, meningkatkan
kepercayaan diri dalam berinteraksi bahwa
kemandirian dan taraf hidup pasien, sehingga
pasien stroke di RS Al-Islam dapat berinteraksi
dapat beradaptasi kembali dengan masyarakat
dengan petugas kesehatan secara baik dalam
dan kehidupan sosialnya.
mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan
oleh penyakit strokenya. Hal ini sejalan dengan Pada bimbingan oleh profesional
penelitian Mulyati, Yetti, dan Sukmarini (2013) kesehatan yaitu gambaran penilaian pasien stroke
mengatakan bahwa komunikasi antar petugas di RS Al-Islam tentang pelaksanaan bimbingan
kesehatan dengan pasien merupakan faktor yang oleh petugas kesehatan dalam mengelola stroke
paling dominan yang dapat memengaruhi self- baik berupa informasi, keputusan maupun saran.
management. Penelitian lain Sinaulan (2012) Hal ini sejalan dengan pernyataan Boger (2014)
mengatakan komunikasi dengan pasien terlebih besar kecilnya peran yang diberikan oleh tenaga
dengan penguatan spiritual akan menjadi sugesti kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien stroke
positif yang akan meningkatkan kesembuhan dapat menguatkan self-management ketika
pasien. Penguatan spiritual di Rawat Jalan Rumah penderita stroke lebih banyak mendapatkan
Sakit Al-Islam yaitu dengan membimbing pasien bimbingan dari tenaga kesehatan, maka akan
melakukan do’a bersama untuk kesembuhan semakin terarah self-managementnya menuju
sebelum memulai pemeriksaa, mendengarkan peningkatan status kesehatan. Ketiga domain ini
lantunan ayat-ayat suci Al-Qu’ran dan adanya menjadikan modal yang baik bagi pasien. Karena
tauziah oleh para ustadz melalui media elektronik dalam merawat stroke tidak mungkin pasien
(televisi). Hal ini dapat menguatkan kondisi menjalankan perawatan nya sendiri, dia harus
spiritual pasien, sehingga pasien diharapkan akan beriteraksi dengan petugas, dia harus mengakses
melakukan self-management yang lebih tinggi informasi dari petugas tentang terapi, penanganan
diberbagai domain. komplikasi dan rehabilitasi yang harus dijalankan.
Di Rumah Sakit Al-Islam pasien selama menunggu
Adapun untuk domain strategi dimana
pemeriksaan mendengarkan penyuluhan melalui
cara yang dimiliki oleh pasien stroke di RS Al-Islam
audio line tentang berbagai penyakit seperti
dalam mengelola strokenya, baik yang dilakukan
penanganan tentang penyakit stroke, diabetes
secara mandiri, maupun dalam melibatkan
militus, jantung, gastritis dan masih banyak yang
keluarga, teman sebaya, dan semua penderita
lainnya, yang dilakukan oleh bagian promkes
stroke. Minarti (2000) mengatakan adanya
Rumah Sakit.
pengaruh peran pemberdayaan keluarga terhadap
kemandirian pasien stroke. Penelitian lain Ada satu temuan terkait domain kapasitas
Friedman, Bowden & Jones (2003) mengatakan dalam penelitian ini ada dalam ka-tegori rendah
bahwa anggota keluarga merupakan sumber sebanyak 52,2%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
dalam memberikan bantuan dalam membantu sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak
80,0%, sehingga tidak memiliki penghasilan untuk yang masuk kategori lebih tinggi, dan ada satu
mencari masalah kesehatan yang dialaminya. domain yang masih berkategori rendah. Namun
Kapasitas yang dimaksud adalah indikator ada item yang menjadi perhatian perawat karena
pengaruh dari perburukan dan kemunduran ada item yang memiliki skor terendah yaitu pada
pada self-management. Kapasitas berisi tentang domain strategi dengan skor (2,4) dimana item
pengetahuan penderita tentang kesehatan seperti pernyataannya bahwa pasien merasa nyaman
sejauh mana penderita mengetahui tentang meminta pertolongan kepada teman-teman untuk
penyakit strokenya, kecatatan fisik yang dapat membantu mengerjakan hal-hal yang penting
berupa kelumpuhan, dan ketetapan hati dalam untuk kesehatannya, maknanya bahwa responden
menerima kondisi sakitnya. Kapasitas dapat di RS Al-Islam tidak terlalu bagus menjalankan
diartikan juga sebagai penilaian kemampuan diri item ini. Hal ini bisa dikarenakan belum adanya
pasien stroke untuk menghadapi dampak stroke peer grup khusus untuk pasien stroke. Penelitian
dan mencari solusi masalah kesehatan terkait self- dipasien lain menemukan adanya peer grup
management stroke. dapat menjadikan support sesama penderita
yang akan meningkatkan motivasi mereka dalam
Dampak dari kapasitas yang rendah pasien
beradaptasi dengan penyakitnya (menerima),
tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya,
sehingga mampu membangun koping yang lebih
sehingga pasien akan memerlukan bantuan dari
efektif dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya
keluarganya. Melcon (2006), menyatakan bahwa
(Dhina, Widayati 2015). Walaupun ini bukan pada
pasien yang pulih dengan tingkat kecacatan yang
pasien stroke, karena pada pasien stroke sendiri
lebih berat tidak dapat mandiri, karena sebagian
belum ditemukan adanya peer grup yang ada
besar aktivitas memerlukan bantuan. Penelitian
hanya grup support bagi corgi-ver stroke.
lain mengatakan bahwa penyesuaian diri
merupakan suatu proses psikologis untuk bisa Pada item kepercayaan diri dalam
beradaptasi, mengatasi, dan mengelola tantangan berinteraksi dengan skor (2,45) dimana
hidup sehari-hari (Santrock, 2006). pernyataannya saya mengetahui bagaimana
mendapatkan pertolongan jika saya khawatir
Dampak dari stroke tidak hanya dari
terkait kondisi saya. Bergensen et al (2010),
aspek neurologis tetapi juga dapat berdampak
mengatakan secara psikologis pasien stroke
pada aspek spiritual, dimana pasien akan
akan mengalami kecemasan. Pasien stroke akan
mengalami kehilangan kepercayaan pada Tuhan
merasa khawatir ketika pertolongan untuk
sebagai yang memebri kekuatan dan kesembuhan.
melakukan pengobatan terlambat. Hal ini sejalan
Hal ini sejalan dengan penelitian Utami dan
dengan peneitian Muttaqin (2011), pertolongan
Supratman (2009), yang mengatakan bahwa
sedini mungkin akan memberikan kesembuhan
pasien stroke akan mengalami krisis keprcayaan
dan menurunkan angka kematian serta kecacatan
terhadap Tuhan yang memberikan kekuatan, arti
yang akan terjadi.
hidup yang dialaminya dan juga kesembuhan.
Kapasitas ini berorientasi pada individu, dengan Adapun item pernyataan dalam domain
adanya perburukan baik dari segi fisik maupun bimbingan oleh profesional kesehatan yaitu saya
kemunduran aspek spritual, sehingga pasien tidak dapat menyanggah apa yang para petugas
stroke akan terhambat dalam menjalankan self- kesehatan putuskan untuk dilakukan terkait
managementnya. stroke yang dideritanya. Secara kultur masyarakat
indonesia tidak terbiasa menyanggah arahan,
Meskipun ketiga domain lebih banyak
saran dari petugas kesehatan karena petugas masalah kesehtan terkait penyakit stroke.
kesehatan dihormati sebagai profesi yang dihargai,
Saran yang dapat dilakukan bagi
yang tidak pantas untuk disanggah. Hal ini sejalan
Rumah Sakit untuk mengembangkan program
dengan penelitian Alven (2008) yang menyatakan
terutama dalam memperbaiki self-management
bahwa petugas kesehatan dalam memberikan
pasien stroke yang menjalani Rawat Jalan di RS
konseling petugas kesehatan dominan menguasai
Al-Islam. Dengan beberapa penambahan program
pembicaraan dan tidak memberikan kesempatan
edukasi yang lebih diprioritaskan yang dapat
pada pasien untuk memberikan pendapat sehu-
menguatkan aspek kapasitas. Dimana aspek
bungan dengan kondisi kesehatannya. Padahal
kapasitas yang dibutuhkan oleh pasien yaitu aspek
bisa jadi pasien menemukan beberapa hal yang
pengetahuan tentang kesehatannya, keterbatasan
mana saran dari petugas kesehaatan itu tidak
fisik berupa kelumpuhan dan ketetapan hati dalam
aplikatif dalam kehidupannya.
menerima kondisi sakitnya. Pemberian edukasi
Pada item domain kapasitas yaitu perlu ditingkatkan lagi oleh perawat, selain yang
pernyataan bahwa saya tidak yakin tanda-tanda diberikan oleh promkes tentang pengelolaan
dan gejala-gejala berarti bahwa kesehatan saya pasien stroke, penguatan dalam spiritual yang
akan berubah. Dalam hal ini pasien merasa berupa do’a kesembuhan sebelum memulai
adanya kecemasan atas pengobatan yang sudah pemeriksaan, keagaaam yang dapat menguatkan
dijalaninya tidak akan merubah kondisi fisiknya aspek spiritual. Tentang rehabilitasi atau latihan-
dan penyakit yang pasien rasakan. Hal ini latihan yang diperlukan oleh pasien stroke. Juga
diperlukan penguatan dari segi spiritual bahwa pada Rumah Sakit mengusulkan dibentuknya peer
pasien harus merasa yakin adanya kesembuhan group khusus untuk pasien stroke yang bisa saling
dari Allah sebagai yang memberikan penyakit. menguatkan diantara pasien.
Clarke (2009), mengatakan bahwa salah satu
Selain itu perawatan pada pasien stroke
untuk mengurangi kecemasan pasien yaitu dengan
diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan
adanya dukungan spiritual yang sesuai dengan
dari Rumah Sakit sampai perawatan dirumah
kebutuhan dan keyakinan pasien.
dengan melakukan home care atau sistem rujukan
SIMPULAN DAN SARAN yang baik.
Boger, E. J. (2014). Self-Management Following Friedman, MM, Bowden, O & Jones, M. (2003).
Stroke: Concept and Measurement. Family Nursing : Theory and Practice .
Disertasi Program Doktor Filosofi Philadelphia : Appleton&Lage.
Universitas Southampton.
Herminawati, (2013). Perbedaan lama rawat inap
Boger, E. J., Demain, S. H., & Latter, S. M. (2015). antara stroke hemoragik dan stroke non
Stroke self-management: A focus hemoragik di RSUD Tugerejo Semarang.
group study to identify the factors http.//ejournal.Stikestelogerejo.ac.id/
influencing self-management following index/php//ilmukeperawatan/article/
stroke. International Journal of Nursing view/108/0. 15 Maret 2018.
Studies, 52(1), 175–187. https://doi.
Ikawati, Z. (2011), Farmakoterapi Penyakit Sistem
org/10.1016/j.ijnurstu.2014.05.006
Saraf Pusat, Bursa Ilmu, Yogyakarta.
Boger, E. J., Hankins, M., Demain, S. H., Latter, S. M.
Kemenkes RI. (2013). Pedoman Pengendalian
(2015). Development and psychometric
Stroke. http://www.perpustakaan.
evaluation of a new patient -reported
depkes.go.id/cgibin/koha/opacdetail.
outcome measure for stroke self -
pl?biblionumber=3340. diakses 04
management: The Southampton Stroke
Desember 2017 (16:45)
Self - Management Questionnaire (SSSMQ).
Health and Quality of Life Outcomes. 13:1- Li, H., Jiang, Y., & Lin, C. (2014). Factors associated
9. with self-management by people
undergoing hemodialysis: A descriptive
Bots C.P, et all (2005) Medical-Surgical Nursing.
study. International Journal of Nursing
Clinical Management for Positive
Studies , 208-216.
Brillianti, P. A. (2016). Hubungan Slef Management