Anda di halaman 1dari 93

ANALISIS PENGEMBANGAN BISNIS PADA PRODUK PERMEN LOLIPOP

DENGAN METODE BUSINESS MODEL CANVAS DAN


INTEGRASI SWOT-AHP
(Studi Kasus UD “Darmadaksa Multikarya” di Malang)

SKRIPSI

Oleh:
LUKMAN HAKIM NUR PRASETIYO
NIM 155100307111003

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
Lukman Hakim Nur Prasetiyo. 155100307111003.
AnalisisPengembanganBisnis Pada
ProdukPermenLolipopDenganMetodeBusiness Model Canvas dan
Integrasi SWOT-AHP(Studi Kasus UD “DharmadaksaMultikarya” di
Malang)TA. Pembimbing:Dr. Siti Asmaul Mustaniroh, STP, MP. Dan
Ardaneswari Dyah Pitaloka C., STP.,MP.

RINGKASAN
UD DarmadaksaMultikarya merupakan salah satu produsen permen
lolipop di Malang. Usaha inimemproduksipermendenganbahangula,
glukosa, pewarna dan perasa. Permen di Indonesia
saatinisudahsemakinberkembang,
halinimenuntutusahainiuntukmemilkistrategipengembangan agar
memilkiproduk yang berdayasaing. Oleh karenaitu,
penelitianbertujuanuntukmenganalisispengembanganusaha yang ada di
usahasaatinimenggunakanmetodebusiness model canvas (BMC) dan
intergrasi SWOT-AHP.
Metode ini membantu dalam memahami, menjelaskan dan
memprediksi aktivitas yang sebaiknya dilakukan atau tidak serta untuk
dapat menghasilkan keuntungan bagi usahanya. Berdasarkan analisis
SWOT yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwaKekuatan yang paling
berpengaruh terhadap pengembangan usaha adalah produk yang
berkualitas (0,604),darikelemahan yaitu keterbatasan dalam teknologi
(0,174), darisegipeluangyaitu produsen permen lolipop yang masih
sedikit (0,542), dandari ancaman yaitu mitra berpengaruh terhadap
penjualan (0,223). Prioritasstrategipengembanganyang disusun
berdasarkan matriks SWOT yang didapatkan yaitu 6 alternatif strategi
dengan prioritas tertinggi yaitu, Memanfaatkan media sosial dan e-
commercedengannilai 0,244.Meningkatkankemampuan skill dan
kerjasamauntukmencapaitujuan usahadengannilai 0,188. Perencanaan
untuk mengantisipasi perubahan harga pada bahandengannilai 0,169.

Kata Kunci:Permen lolipop, Pengembangan bisnis

i
Lukman Hakim Nur Prasetiyo. 155100307111003. Business
Develompement Analysis of Lolipop Product with Business Model Canvas
Method and SWOT-AHP Intergration (Study Case of UD “Darmadaksa
Multikarya” in MalangSupervisor:Dr. Siti Asmaul Mustaniroh, STP,
MP. and Ardaneswari D. P. Citraresmi., STP.,MP.

SUMMARY
UD DarmadaksaMultikaryaisone of the producers of lollipops in
Malang. It produces lollipops with sugar, glucose, dyes, and seasoning.
Lollipop candies in Indonesiaare growing, the business must have a
development strategy to have a competitive product. Therefore, the
research aims to analyze the development of existing business using
business model canvas (BMC) and SWOT-AHP integration.
This method helps in understanding explain and predicting
activities that should or not to be done and to generate profits for the
business. Based on the SWOT analysis it has been carried out results
that the most influential strength to the business development is a quality
product (0.604), from the weakness is the development in Technology
(0.174), in terms of opportunity is lack competitors (0.542), and from
threats are influential partners against sales (0.223). The priority of the
development strategy compiled based on the SWOT Matrixobtained six
alternative strategies with highest priority, utilizing social media and e-
commerce with a value of 0.244. Improve skills and cooperation to
achieve business objectives with a value of 0.188. Planning to anticipate
price changes on the material with a value of 0.169.

Keywords:Business development, lollipops,

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gula menjadi salah satu produk olahan industri tebu yang memiliki tingkat
konsumsi mencapai 5,7 juta ton pada tahun 2017 (Kemenprin, 2017). Pada tahun
2016 produksi gula nasional mencapai 2.363.042 ton. Provinsi Jawa Timur
memberikan kontribusi hingga 52,34% dari total produksi gula nasional, dimana
produksi gula di Jawa Timur meningkat mencapai 16% pada tahun 2016 (BPS,
2017). Kota Malang menjadi salah satu penghasil gula terbesar di provinsi Jawa
Timur. Berdasarkan data BPS (2018), produktivitas gula di Kota Malang mencapai
6.712 kg/Ha dengan nilai produksi gula sebesar 273.540 ton pada tahun 2017.
Salah satu perusahaan gula yang ada di Malang adalah PG. Kebon Agung dimana
pada tahun 2017 dapat memproduksi gula hingga 90.742 ton (Shodiq, 2018).
Tingginya produksi gula di Kota Malang berpotensi besar untuk dikembangkan
menjadi produk olahan, salah satunya permen lolipop.
Salah satu produsen permen lolipop adalah UD Darmadaksa Multikarya yang
terletak Boro Jambangan, Saptorenggo, Kec. Pakis, Malang, Jawa Timur. Bahan
baku permen diperoleh dari beberapa supplier gula yang ada di Malang dan
sekitarnya. Setiap bulannya supplier tersebut memasok gula hingga 500 kg. UD
menerapkan tipe proses produksi make by order, dengan kapasitas produksi
hingga 1200 kg setiap bulannya sesuai dengan pesanan yang diterima. Pangsa
pasar UD meliputi daerah Malang, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi
sedangkan sistem pemasarannya yaitu dengan penjualan secara online dan
offline. Penjualan online menggunakan website dan sosial media sedangkan
penjualan offline dilakukan dengan cara menawarkan produk secara langsung dan
bermitra dengan agen untuk penjualan produk diluar Pulau Jawa.
Banyaknya persaing akan berimplikasi terhadap manajemen strategi yang
digunakan, sehingga perlu dilakukan pendekatan strategis sebagai upaya
pengembangan usaha. Berkembangnya suatu usaha akan berimplikasi terhadap
meningkatnya daya saing usaha sehingga usaha dapat mempertahankan
eksistensinya (Karel et al, 2013). Peningkatan daya saing merupakan upaya
strategi pengembangan usaha untuk tetap bertahan (Sedyastuti, 2018). Strategi
pengembangan usaha pada sektor makanan dan minuman skala kecil dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti perluasan pasar, peningkatan
produktivitas dan penggunaan teknologi (Prihatminingtyas dkk, 2014). Strategi
yang terancang dengan baik akan menciptakan keunggulan kompetitif, serta

1
meningkatkan kemakmuran, akan perlu diterapkan metode pengembangan bisnis
serta strategi yang sesuai untuk usaha agar dapat mengatasi permasalahan yang
dialami (Hery, 2018).
Permasalahan yang dihadapi UD dalam mengembangkan usahanya meliputi
terbatasnya teknologi, kurangnya standar operasional, dan kurangnya optimalisasi
pemasaran produk. Terbatasnya teknologi membuat proses produksi masih
dilakukan secara konvensional sehingga efisiensi dan efektivitas produksi rendah.
Kurangnya kesadaran pemilik dalam pentingnya menerapkan standar operasional
menyebabkan jaminan mutu produk tidak berjalan maksimal. Pemasaran produk
belum maksimal diakibatkan oleh pemasaran yang lebih banyak dilakukan secara
online. Branding produk yang masih lemah dan tidak adanya toko untuk berjualan
secara langsung, sehingga pemasaran produk belum bisa berjalan secara optimal.
Strategi pengembangan dapat dimaksimalkan dengan penguatan potensi
usaha yang dilakukan dengan menganalisis potensi dan permasalahan usaha
kemudian dirumuskan strategi pengembangannya (Prihatminingtyas dkk, 2014).
Business Model Canvas (BMC) merupakan metode untuk membahas mengenai
pembuatan model bisnis yang sederhana, relevan, dan dapat dipahami secara
intuitif tanpa mengurangi kelengkapan fungsi usaha. BMC merupakan model yang
sangat berguna dalam pengembangan rencana usaha, khususnya pada usaha
kecil dan menengah (Tokarski et al, 2017). Analisis SWOT dapat dipadukan dalam
BMC untuk mengidentifikasi kelebihan, kelemahan usaha dan memetakan strategi
pengembangan berdasarkan “The nine building blocks”. Analisis SWOT
merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan (Pazouki, 2016). Namun dalam analisis SWOT, kepentingan
relatif dari berbagai faktor tidak dikuantifikasi dan sangat bersifat subyektif
(Masozera et al, 2006). Kekurangan ini bisa diatasi jika SWOT dikombinasikan
dengan metode Analytical Hierarchy Proces (AHP). AHP merupakan metode yang
membuat urutan alternatif keputusan dan pemilihan alternatif terbaik pada saat
pengambilan keputusan. Pada pendekatan SWOT-AHP, intensitas kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman dapat dikuantitatifkan, dan karena itu dapat
dihasilkan keputusan yang lebih realistis dan efektif dibanding dengan hanya
SWOT atau AHP saja (Ho, 2008). Perpaduan metode BMC dan intergrasi SWOT-
AHP diharapkan dapat membantu pelaku usaha dalam mengembangkan
bisnisnya.

2
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model bisnis kanvas dari UD Darmadaksa Multikarya saat ini?
2. Apa saja kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari keseluruhan
elemen BMC tersebut?
3. Strategi pengembangan usaha apa saja yang dapat dibangun dari hasil
analisis SWOT pada elemen BMC tersebut?
4. Bagaimana urutan prioritas strategi alternatif strategi pengembangan
usaha bagi UD Darmadaksa Multikarya?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi kondisi existing model bisnis kanvas UD Darmadaksa
Multikarya dengan pemetaan BMC
2. Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman UD
Darmadaksa Multikarya dalam analisis SWOT pada elemen BMC
3. Merumuskan strategi pengembangan usaha berdasarkan elemen BMC
dengan analisis SWOT
4. Menentukan prioritas strategi alternatif strategi pengembangan usaha bagi
UD Darmadaksa Multikarya
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi kalangan akademisi
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian-
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan model
bisnis.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi informasi dan saran bagi
para stakeholder perusahaan terkait strategi perbaikan yang diperlukan
perusahaan untuk mengembangkan produk olahan permen lolipop oleh UD
Darmadaksa Multikarya.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Permen Lolipop


Permen merupakan makanan berkalori tinggi yang pada umumnya berbahan
gula dengan konsentrasi tertentu dengan mencairkan gula di dalam air (Mandei,
2014). Permen menurut jenisnya dikelompokkan menjadi dua macam yaitu
permen kristalin dan permen non kristalin. Permen kristalin mempunyai rasa yang
khas apabila dimakan terdapat rasa krim yang mencolok. Permen non kristalin
biasa disebut without form, berdasarkan teksturnya dibedakan menjadi permen
keras (hard candy), permen kunyah (chewy candy) atau permen lunak (soft
candy), gum, dan jelly (Indriaty dan Sjarif, 2016). Hard candy merupakan salah
satu permen non kristalin dengan tekstur keras salah satu contohnya yaitu permen
lollipop (Engka dkk, 2016).
Berdasarkan SNI 3547.1:2008 hard candy merupakan jenis makanan selingan
berbentuk padat. Hard candy terbuat dari gula atau campuran gula dan pemanis
lain, dengan atau tanpa tambahan bahan pangan. Bahan utama dalam pembuatan
hard candy adalah sukrosa, air, dan sirup glukosa. Bahan tambahan yang
digunakan seperti flavour, pewarna, dan zat pengasam permen (Amos, 2002).
Komposisi gula dan glukosa pada hard candy membentuk tekstur, kemanisan, dan
bentuk permen itu sendiri (Wirani, 2017). Pada proses pembuatan setelah
dilakukan pemasakan, permen akan menjadi kasar tanpa pembentukan kristal dan
susah untuk dibentuk lebih lanjut, kecuali dengan menggunakan alat atau mesin.
(Koswara, 2009). Syarat mutu hard candy dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Hard Candy


No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau Normal
1.2 Rasa Normal (sesuai label)
2 Kadar air %fraksi massa Maks. 3,5
3 Kadar abu %fraksi massa Maks. 2,0
4 Gula reduksi (dihitung %fraksi massa Maks.24
sebagai gula invers)
5 Sakarosa %fraksi massa Min. 35
6 Cemaran logam
6.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 2,0
6.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 2,0
6.3 Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40
6.4 Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0,03
7 Cemaran Arsen(As) Mg/kg Maks. 1,0
8 Cemaran mikroba
8.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 5x102

4
Tabel 2.1 Syarat Mutu Hard Candy (Lanjutan)
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
8.2 Bakteri coliform APM/g Maks. 20
8.3 E.coli APM/g <3
8.4 Stphyllococcus aureus Koloni/g Maks. 102
8.5 Salmonella - Negative/25g
8.6 Kapang/khamir Koloni/g Maks. 102
Sumber: SNI 3457.1: 2008

2.2 Manajemen Strategi Pengembangan Bisnis


Bisnis merupakan segala aktivitas dari berbagai institusi yang menghasilkan
barang dan jasa yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Bisnis merupakan
suatu kegiatan usaha individu yang diorganisasi untuk menghasilkan atau menjual
barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat (William dkk, 2010). Setiap perusahaan memiliki strategi yang
berbeda-beda untuk mewujudkan tujuannya, keputusan tersebut menjadi penentu
perusahaan menjadi perusahaan sukses. Manajemen strategi menjadi suatu
pendekatan yang praktis bagi perusahaan untuk menghadapi situasi perubahan.
Manajemen strategi merupakan seperangkat keputusan dan tindakan yang
diambil oleh manajemen, bekerja sama dengan semua tingkatan dalam organisasi
untuk menetapkan kegiatan jangka panjang (Oreski, 2012). Manajemen strategi
dapat digunakan dalam tindakan pengelolaan untuk memenuhi tujuan organisasi
dan untuk memastikan bahwa kebutuhan dan kelemahan masa sekarang
seimbang dengan masa depan (Witcher dan Vinh, 2010).
Menurut Thompson dan Frank (2010), manajemen strategi fokus pada
pemahaman memilih dan mengimplementasikan strategi terencana dari suatu
organisasi dalam mengambil keputusan perubahan, kesempatan, ancaman,
tantangan, dan kejutan pada lingkungan internal dan eksternalnya. Menurut Rakib
(2017), melalui penguatan kewirausahaan dan peningkatan produktivitas yang
didukung dengan upaya peningkatan adaptasi terhadap kebutuhan pasar,
pemanfaatan hasil inovasi dan penerapan teknologi dilakukan untuk
mengembangkan usaha yang berdaya saing. Menurut Majama dkk (2017),
identifikasi keunggulan dan kelemahan perusahaan dapat diketahui dengan
perencanaan dan pengembangan strategi yang merupakan aplikasi yang efektif
untuk mendapat alternatif terbaik dalam penentuan keputusan jangka panjang
yang berfokus. Setiap perusahaan memiliki bagian dan struktur yang cukup luas
serta memiliki strategi yang berbeda-beda. Manajemen strategi nantinya juga

5
dapat digunakan dalam pengembangan bisnis dalam perusahaan (Hitt dan Duane,
2017).
Pengembangan usaha merupakan kegiatan manajemen perusahaan untuk
menetapkan arah strategis dan membangun sasaran strategis yang bertujuan
untuk memperkuat kinerja dan daya saing secara menyeluruh Pengembangan
usaha meliputi beberapa faktor diantaranya manajemen, permodalan, sumber
daya manusia, dan pemasaran (Widagdo, 2016). Hambatan dan rintangan dalam
pengembangan usaha saat ini antara lain permodalan yang kurang, pengetahuan
manajerial dan teknologi yang rendah, serta kesulitan dalam pemasaran
(Pangestika dkk, 2017). Menurut Abosede dkk (2016), pemerintah juga harus
berperan dalam pengembangan usaha yang ada di masyarakat dengan
melakukan upaya penetapan peraturan baru dan mendukung usaha dalam upaya
pengembangannya menjadi usaha yang lebih besar. Dalam mengantisipasi
tantangan dan peluang di masa depan strategi pengembangan sangat penting
untuk meningkatkan daya saing perusahaan dan membantu perusahaan (Karel
dkk, 2013).

2.3 Daya Saing


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 dalam Afriyani
(2011) tentang standar proses, menyatakan bahwa daya saing merupakan
kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih
bermakna. Kemampuan tersebut berupa kemampuan memperkokoh pangsa
pasarnya, kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, kemampuan
meningkatkan kinerja tanpa henti, kemampuan menegakkan posisi yang
menguntungkan. Menurut Porter dalam Putri (2011) daya saing sebagai
kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik
dan biaya yang cukup rendah sehingga dapat dipasarkan dengan keuntungan dan
dapat melanjutkan usahanya. Konsep daya saing dapat diterapkan pada suatu
komoditas, bidang, wilayah dan negara. Daya saing merupakan salah satu kriteria
untuk menentukan keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik
dalam peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
Faktor yang dapat memicu daya saing terdiri dari teknologi, produktivitas,
harga, struktur industri dan kuantitas domestik dan ekspor. Faktor- faktor tersebut
tersebut dapat dibedakan atas : (1) faktor yang dapat dikendalikan oleh unit usaha
(teknologi, pelatihan dan pengembangan); (2) faktor yang dapat dikendalikan oleh

6
pemerintah (lingkungan bisnis, kebijakan perdagangan, pelatihan dan regulasi);
(3) Faktor yang semi terkendali, seperti kebijakan harga input dan kuantitas
permintaan domestik; (4) Faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti alam
(Feryanto, 2010). Pada peningkatkan daya saing produk terdapat 7 hal penting
yang harus diperhatikan yaitu kualitas produk, kontinuitas, waktu pengiriman,
teknologi, sumber daya manusia, pesaing, dan insentif investasi. Apabila
pemerintah dapat memperbaiki faktor-faktor pemicu daya saing tersebut, maka
produk lokal dapat berkembang dan bersaing sehingga mampu meningkatkan
ekspor, memenuhi kebutuhan dalam negeri serta sebagai substitusi impor
(Handayani, 2007).

2.4 Business Model Canvas (BMC)


Menurut Umar dkk (2018), dengan model bisnis pelaku organisasi dapat
mendeskripsikan rasionalitas tentang pembentukan organisasi dan menciptakan
nilai. Sebuah model bisnis kecil dapat menggunakan BMC sebagai salah satu
strategi dalam menghadapi pesaing, model bisnis ini ditampilkan dalam bentuk
kanvas dan terdiri dari sembilan kotak yang saling berkaitan. Menurut Tokarski et
al. (2017), BMC merupakan model yang sangat berguna dalam pengembangan
rencana usaha, khususnya pada usaha kecil dan menengah. Kotak dalam BMC
berisikan elemen–elemen penting yang menggambarkan organisasi yang
menciptakan nilai dan manfaat. BMC salah satu metode dan bahasa penghubung
bagi para stakeholders untuk membahas mengenai pembuatan model bisnis yang
sederhana, relevan, dan dapat dipahami secara intuitif tanpa mengurangi
kelengkapan fungsi usaha (Qastharin, 2016).
Menurut Osterwalder dan Pigneur dalam Stefan (2014), sebuah model bisnis
menggambar logika bagaimana sebuah organisasi menciptakan, memberikan dan
nilai kontrol dalam perusahaan. Keunggulan menggunakan BMC ini adalah
kesederhanaan, berorientasi pada praktek langsung, dan menggunakan prinsip
mengisi dan membandingkan ide (Ching dan Fauvel, 2013). Sembilan dimensi ini
mencakup keputusan bisnis untuk cukup menggambarkan bagaimana sebuah
perusahaan bisa mendekati peluang bisnis. Sembilan dimensi ini menyediakan
kerangka kerja untuk mengembangkan, mendokumentasikan dan mengevaluasi
alternatif pendekatan. Setiap elemen memiliki spesifikasi tersendiri sehingga
model bisnis yang di bangun dapat mencakup elemen-elemen penting dalam

7
membangun sebuah bisnis. Elemen-elemen yang terdapat dalam BMC yaitu
(Ostewalder dan Pigneur 2010) :
1. Customer Segments
Customer segments merupakan inti dari semua model bisnis. Perusahaan
menentukan segment target customer dari bisnis yang akan dikembangkan.
Perusahaan mengelompokkan pelanggan dalam beberapa segmen berdasarkan
kesamaan kebutuhan, perilaku, dan atribut lainnya (Ostewalder dan Pigneur
2010).
2. Value Propositions
Value propositions merupakan gabungan antara produk dan layanan yang
menciptakan nilai untuk segmen pelanggan secara spesifik. Value propositions
menggambarkan tentang bagaimana perusahaan memberikan nilai terbaik
kepada pelanggannya sesuai dengan proposisi nilai yang ada dalam perusahaan
tersebut (Dewobroto, 2013).
3. Channels
Channel menggambarkan cara perusahaan dalam berkomunikasi dengan
pelanggan dan menjangkaunya untuk memberikan proporsi nilai. Dalam BMC,
digambarkan perusahaan berkomunikasi dan menjangkau pelanggan dengan
memberikan pelayanan, distribusi, dan penyampaian produk (Daidj, 2015).
4. Customer Relationships
Customer relationships akan menjelaskan jenis-jenis hubungan yang dibangun
oleh perusahaan bersama segmen pelanggan yang spesifik. Dalam hal ini,
perusahaan akan berusaha mempertahankan pelanggan. Hubungan pelanggan
digunakan untuk memahami pelanggan secara lebih baik (Dewobroto, 2013)
5. Revenue Streams
Revenue streams akan memberikan informasi mengenai uang yang dihasilkan
oleh perusahaan dari segmen pelanggan. Pada arus pendapatan, perusahaan
akan mengetahui secara terperinci tentang pemasukan yang diterima (Dewobroto,
2013).
6. Key Resources
Key resources akan menggambarkan aset-aset terpenting yang diperlukan oleh
perusahaan agar model bisnis yang dirancang dapat berjalan. Key resources akan
memungkinkan perusahaan untuk membuat dan melebihi proposisi nilai,
mencapai pasar, memelihara hubungan dengan segmen pelanggan, dan
memperoleh pendapatan (Dewobroto, 2013).

8
7. Key Activities
Key activities akan menggambarkan hal-hal penting yang harus dilakukan oleh
perusahaan agar model bisnis yang diciptakan dapat berjalan. Key activities
adalah segala aktivitas bisnis yang penting bagi perusahaan untuk menggerakan
usaha yang dijalankan demi mencapai tujuan perusahaan di masa depan
(Ostewalder dan Pigneur 2010).
8. Key Partnerships
Key partnerships dilakukan oleh perusahaan akan dapat mengoptimalkan model
bisnis, mengurangi risiko, atau memperoleh sumber daya yang dibutuhkan. Key
partnership merupakan hubungan kemitraan yang dilakukan perusahaan kepada
pihak lain untuk menunjang aktivitas bisnis (Ostewalder dan Pigneur 2010).
9. Cost Structure
Cost structure merupakan semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
mengoperasikan model bisnis. Biaya dalam cost structure dikatagorikan dalam
biaya variable, tetap dan semi variabel (Dunia dan Abdullah, 2012).

2.5 Analisis Strenght, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT)


Menurut Chaniago (2014), SWOT digunakan sebagai evaluasi yang
melibatkan penentuan tujuan spesifik dan identifikasi faktor internal – eksternal
dalam usaha pencapaian tujuan oleh perusahaan. Analisis SWOT menempatkan
sumber daya dan lingkungan organisasi kedalam empat bidang, yaitu Strength dan
Weaknesses yang merupakan faktor internal yang serta dapat dikendalikan dan
mendukung perusahaan untuk mencapai tujuan, Opportunities dan Threat
merupakan faktor eksternal, tidak dapat dikendalikan, dan berpotensi mendukung
atau menghambat perusahaan dalam mencapai tujuan. Analisis SWOT,
mengharuskan perusahaan menekankan kekuatan dan mengeliminasi kelemahan
dalam SDM dan organisasi (Siregar, 2014). Menurut Gurel dan Merba (2017),
analisis SWOT merupakan metode yang simpel namun sangat berguna untuk
menampilkan kemampuan dan ketidakmampuan suatu perusahaan.
Pada analisis SWOT, faktor yang dikaji dibagi menjadi dua, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang melekat pada
perusahaan tanpa ada pengaruh dari pihak luar sedangkan faktor eksternal
merupakan faktor yang didapat perusahaan dari pengaruh pihak luar atau
pengaruh lingkungan (Soviandre dkk, 2014). Menurut Setyorini (2016), analisis
lingkungan internal membahas tentang kekuatan dan kelemahan perusahaan.

9
Lingkungan internal sendiri akan menunjukkan gambaran kekuatan perusahaan
baik dari segi kuantitas maupun kualitas pemasaran, sumber daya manusia,
sumber fisik, operasi, keuangan, manajemen, dan organisasi. Pada analisis
lingkungan eksternal mengarah pada faktor peluang dan ancaman, analisis
terhadap lingkungan eksternal perusahaan dilakukan dengan identifikasi pada
persaingan antar pesaing, kekuatan dari posisi tawar konsumen, kekuatan dari
posisi tawar distributor, dan hambatan dari peraturan pemerintah (Chen dan Lins,
2007).
Matriks SWOT merupakan metode yang membantu para manajer
perusahaan mengembangkan empat jenis strategi: Strategi SO (kekuatan-
peluang), strategi WO (kelemahan-peluang), strategi ST (kekuatan-ancaman),
strategi WT (kelemahan-ancaman) (David, 2010). Menurut Elyarni (2016), rumus
kombinasi matriks SWOT diperoleh dari nilai total matriks IFE dan matriks EFE.
Matriks SWOT berisi rumus alternatif strategi SO, ST, WO, dan WT dari lingkungan
internal dan eksternal.
1. Strategi SO
Strategi SO merupakan kekuatan kekuatan internal dikombinasikan dengan
peluang eksternal. Pada strategi SO dibutuhkan kemampuan menampilkan
kekuatan internal untuk menopang kelemahan di daerah lain (Sopandi, 2017).
2. Strategi ST
Pada strategi ST kekuatan internal dikombinasikan dengan ancaman
eksternal, dimana pada strategi ini dibutuhkan kemampuan adaptasi
organisasi dalam rangka mengubah ancaman menjadi peluang (Elyarni,
2016).
3. Strategi WO
Pada strategi WO kelemahan internal dikombinasikan dengan peluang,
misalnya untuk menentukan apakah keuntungan yang diperoleh sebanding
dengan upaya yang dilakukan perlu dilakukan penilaian efektivitas investasi
(Elyarni, 2016).
4. Strategi WT
Pada strategi WT kelemahan internal dikombinasikan dengan ancaman
sehingga dapat diciptakan skenario terburuk perubahan - perubahan radikal
yang berguna bagi perusahaan dalam rencana penanganan risiko jangka
panjang (Sopandi, 2017).

10
2.6 Analytical Hierarcy Process (AHP)
AHP merupakan suatu teknik kuantitatif yang dikembangkan untuk kasus
yang memiliki tingkat hierarki analisis. Metode AHP menggunakan perbandingan
secara berpasangan, menghitung faktor pembobot, dan menganalisisnya untuk
menghasilkan prioritas relative diantara alternatif yang ada (Herjanto, 2009).
Metode AHP merupakan metode pengambilan keputusan beberapa kriteria
sederhana, fleksibel, dan praktis untuk menganalisis masalah yang bersifat
kualitatif serta kuantitatif. Metode AHP menghubungkan secara efektif antara
pengetahuan para ahli dengan hasil penilaian yang obyektif berdasarkan penilaian
yang subjektif terhadap realita obyektif. AHP menggunakan metode matematis
untuk menentukan bobot dari masing-masing unsur yang relatif penting dalam
hierarki yang sama melalui total peringkat dari semua hierarki, kemudian memberi
peringkat bobot dari semua elemen, dikarenakan gabungan faktor kualitatif dan
kuantitatif, dan karakter yang fleksibel secara sederhana (Wu dkk, 2013).
Metode AHP didasarkan pada penilaian komparatif dari alternatif dan kriteria.
Pendekatan digunakan untuk mengevaluasi beberapa alternatif kompleks dengan
penilaian subjektif (Durmusoglu, 2018). Metode ini memproses masalah multikarya
yang kompleks menjadi suatu hierarki. Hierarki sendiri didefinisikan sebagai suatu
representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur
multilevel dimana level pertama adalah tujuan, yang dikuti level kriteria, sub kriteria
dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir yaitu level alternatif. Hierarki
permasalahan, suatu permasalahan kompleks dapat diuraikan sehingga
permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis (Saaty, 2008). Dalam
pengembangannya metode AHP dapat meminimalkan risiko yang ada dimana
akan menimbulkan dampak yang potensial bagi sektor pengembangan usaha
(Mustaniroh dkk, 2017). Penggunaan AHP dalam hal ini adalah bukan merupakan
instrumen yang berdiri sendiri, melainkan sebagai instrumen yang terintegrasi
dengan analisis AHP-SWOT. Menurut Osuna (2007) menjelaskan bahwa dengan
pendekatan analisis AHP-SWOT, maka setiap faktor strategis dapat
dikuantifikasikan kepentingan relatifnya terhadap pilihan strategi yang ada melalui
metode perbandingan berpasangan. Penerapannya dalam satu proses secara
bersama-sama dimaksudkan untuk mendapatkan keunggulannya masing-masing
secara optimal, sekaligus mendukung pengambilan keputusan yang bersifat multi-
kriteria

11
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai refrensi dalam penelitian. Penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan kajian ini dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2. Penelitihan Terdahulu


Nama Jurnal Hasil
Swasty Journal of the Pada penelitiannya menyatakan bahwa dengan
(2015) Winners. 16(2): menggunakan Metode Business Model Canvas,
85 – 95 strategi yang diperoleh lebih fokus dan terukur. Ide
untuk memperkuat strategi berasal dari area yang
diidentifikasi melalui nilai blok bangunan proposisi
sebagai titik awal. Titik kunci dari inovasi model
bisnis untuk mendapatkan keunggulan kompetitif di
industri. Model bisnis yang inovatif dapat
menciptakan pasar baru atau memungkinkan
perusahaan untuk menciptakan dan
mengeksploitasi peluang baru di pasar. Dalam
perumusan strategi, evaluasi model bisnis
dilakukan dengan menilai model bisnis yang ada
dan diharapkan mengembangkan landasan
perbaikan serta memulai inovasi dalam model
bisnis.
Pourharn Journal problem Pada penelitian ini membahas mengenai
ifeh and perspective identifikasi faktor keberhasilan Argham company
(2016) in management dengan AHP. Tujuannya untuk mengetahui
vol 14(4):55-60 alternatif faktor apa saja yang mempengaruhi
kesuksesan perusahaan. Hasil pada penelitian ini
menunjukan alternatif yang menjadi prioritas
tertinggi adalah gaya manajerial yang diikuti
dengan perencanaan jangka Panjang dan pendek,
pengembangan tenaga kerja, motivasi pada tenaga
kerja, dan komunikasi efektif dengan pelanggan.
Kelima faktor tersebut mempengaruhi 70% dari
keberhasilan perusahaan.
Lindgren International Penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan
(2012) Journal of model bisnis pada dasarnya berfokus pada
Business and pengelolaan proses inovasi produk, layanan, dan
Management. proses penciptaan nilai. Kerangka model
mengusulkan manajer yang bertanggung jawab
7(14): 53 – 66
untuk melaksanakan pengembangan pada 3 fokus
utama. Fokus pertama, menghasilkan dan
mengenali ide model bisnis baru dan konsep-
konsep model bisnis. Fokus kedua, memimpin
pengembangan secara strategis melalui
pengaturan garis strategi kepemimpinan. Fokus
ketiga, menggabungkan dan menangkap efek
sinergi garis-garis pengembangan model bisnis dan
berfokus pada mengisolasi yang paling berharga.

12
Tabel 2.2. Penelitihan Terdahulu (Lanjutan)
Nama Jurnal Hasil
Soselisa Jurnal Pada penelitiannya mengidentifikasi dan
dkk Manajemen menganalisis model bisnis di Supermarket XYZ,
(2017) IKM 12(2) : 194- kemudian memberikan rekomendasi strategi
215 prioritas sebagai penyempurnaan dari model bisnis
Supermarket XYZ. Pemilihan strategi elemen
model bisnis kanvas yang dipilih dan strategi yang
ditentukan dapat menjadi dasar untuk
pengembangan model bisnis Supermarket XYZ di
masa mendatang dengan melakukan formulasi
strategi pada tiga elemen yaitu: saluran, hubungan
pelanggan dan aktivitas kunci. Prioritas strategi
yang dipilih pada elemen saluran, yaitu
pengembangan food court dan standarisasi proses
dengan inspired the customers. Prioritas strategi
yang dipilih dari elemen hubungan pelanggan
merupakan program promosi khusus dengan pihak
ketiga dan pengembangan program after sales
service kepada pelanggan. Prioritas strategi yang
dipilih dari elemen aktivitas kunci adalah
pengembangan pelatihan kepada karyawan, serta
pengembangan produk-produk yang unik, spesifik
dan eksklusif di Supermarket XYZ.
Umar International J. Pada penelitiannya menyatakan bahwa untuk
(2018) of menghadapi persaingan, perkembangan usaha
Entrepreneursh kecil dan menengah di Indonesia semakin
ip. 22(1): 1 – 9 meningkat diperlukan strategi dalam menghadapi
pesaing. Strateginya menggunakan kanvas model
bisnis. Dalam mempersiapkan model bisnis kanvas
sebagai strategi terakhir dalam mengembangkan
bisnis di mana manfaat menggunakan kanvas
model bisnis seperti: (1) Bisnis dapat dilakukan
secara struktural; (2) Laju bisnis dapat lebih cepat
karena semua langkah dalam mengembangkan
bisnis telah dikelola dalam model bisnis kanvas.
Salah satu contohnya adalah aktivitas perusahaan
telah dibuat secara sistematis; karenanya,
perusahaan dapat berjalan secara efisien; (3)
Dapat menempatkan pelanggan sebagai target
utama perusahaan dengan memberikan nilai
terbaik dari produk yang ditawarkan.
Euis Jurnal Sosek KP Model bisnis membantu memahami, menjelaskan
Solihah dan memprediksi aktivitas apa yang sebaiknya
(2014) Vol. 9 ( 2) 185- dilakukan untuk dapat menghasilkan keuntungan
194 bagi perusahaan atau organisasi. Business Model
Canvas (BMC) memiliki Sembilan elemen yang
penting dalam membantu mengidentifikasikan
model bisnis yang selama ini dijalankan oleh KNM
Fish Farm, dan membantu untuk mengidentifikasi
elemen yang di perlukan dalam perbaikan usaha di
masa depan. Hasil yang diperoleh bahwa KNM Fish
Farm perlu untuk melakukan perbaikan pada
semua elemen BMC, yaitu: (1) customer
segmentations: dari pedagang tengkulak diperluas

13
Tabel 2.2. Penelitihan Terdahulu (Lanjutan)
Nama Jurnal Hasil
pada ibu rumah tangga, wanita bekerja,
penyelenggara pesta, pelaju, wisatawan, anak
sekolah serta instansi pemerintah dan swasta; (2)
value proposition: one stop services dan variasi
produk olahan ikan yang beragam; (3) customer
relationship: ditambah dengan komunitas; (4)
channels: tempat penjualan berupa minimarket,
pasar ikan mini, kolam terapi dan pemancingan.
Sarana promosi berupa jejaring sosial, web, blog,
spanduk dan brosur; (5) revenue streams:
ditambah penjualan produk olahan ikan, terapi ikan
dan pemancingan; (6) key resources: toko, pasar
ikan mini, kolam, lahan budidaya, SDM dan
finansial; (7) key activities: produksi bahan baku
melalui integrated fish farming, litbang teknologi
dan SDM, Pengolahan dan pemasaran produk
serta aliansi mitra; (8) key partnerships: konsultan
pengolahan dan pemasaran ikan, integrated fish
farming, SMK dan distributor sembako; (9) cost
structure: pembangunan sarana fisik, pembelian
peralatan budidaya dan pengolahan ikan, gaji
karyawan, pajak, perizinan dan biaya promosi.
Gorener Social and Pada penelitian ini, telah ditemukan faktor strategis
(2012) Behavioral yang signifikan untuk perusahaan manufaktur
Sciences (58): dengan menggabungkan metode SWOT dengan
1525–1534. AHP untuk memperoleh strategi terbaik. Temuan
menunjukkan peringkat sebagai berikut dari setiap
prioritas SWOT: Kekuatan (bobot kelompok
36,7%), Peluang (36,5%), Kelemahan (14,6%) dan
Ancaman (12,3%). Pada faktor peluang
(Bangkitnya standar hidup dan meningkatnya
bangunan modern) dengan nilai prioritas 0,197.
Faktor-faktor penting lainnya diberi peringkat
sebagai berikut menurut prioritas: Kualitas produk
(14,7%), biaya energi (4,3%), biaya tenaga kerja
(4,3%) dan faktor Persaingan (2,9%).
Permadi Jurnal Aplikasi Pada penelitian ini terdapat tujuh elemen yang
dkk mengalami perbaikan, tujuh elemen perbaikan
Manajemen 14
(2015) yang telah disiapkan, antara lain: (1) Membentuk
(1): 88-98 segmentasi baru yaitu konsumen wisata edukasi;
(2) Perusahaan bekerjasama dengan mahasiswa
seni ITB, UPI, dan universitas lainnya untuk
membentuk komunitas keramik kontemporer serta
membentuk customer service pada websitenya; (3)
Bekerjasama dengan rekan bisnis membuat
website pribadi; (4) Bekerjasama dengan rekanan
pemasok, kurir, investor, serta tenaga ahli yang
kompeten; (5) Mendaftarkan produk khususnya
tableware Badan Standarisasi Nasional dan
bekerjasama dengan rekan bisnis memproduksi
packaging untuk keramik, ; (6) Membentuk subdivisi
R&D (quality controldan teknik pewarnaan), serta;
(7) Merekrut SDM yang potensial dan memberikan
pelatihan khusus bagi karyawan perusahaan.

14
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di UD Darmadaksa Multikarya yang terletak di
Boro Jambangan, Saptorenggo, Kec. Pakis, Malang, Jawa Timur. Pengolahan
data penelitian dilakukan di Laboratorium Manajemen Agroindustri, Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya Malang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2019.

3.2 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu, penelitian tidak sampai pada
tahap pengimplementasian strategi pengembangan usaha di UD Darmadaksa
Multikarya.

3.3 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian merupakan serangkaian tahapan dalam penelitian yang
sistematis dan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan
masalah yang dibahas, dengan tujuan agar penelitian yang dilakukan terarah dan
mempermudah dalam analisa permasalahan yang ada. Tahapan penelitian
dapat dilihat pada Gambar 3.1.

3.3.1 Survei Pendahuluan dan Studi Literatur


Survei pendahuluan dilaksanakan di UD Darmadaksa Multikarya dengan
tujuan mempelajari kondisi umum dan permasalahan yang dihadapi usaha
secara langsung agar dapat merumuskan masalah penelitian. Survei
pendahuluan terdiri dari kegiatan wawancara, diskusi, dan observasi. Survei
pendahuluan berfokus pada identifikasi model bisnis menggunakan pendekatan
business model canvas sebagai menentukan alternative strategi pengembangan
UD Darmadaksa Multikarya.
Studi literatur dilakukan untuk mengetahui dan memahami teori terkait
dengan topik penelitian yang akan dilakukan. Studi literatur dilakukan pada
literatur teori dan literatur empiris. Literatur teori digunakan untuk menjelaskan
temuan berdasarkan rumusan masalah. Literatur empiris digunakan untuk
menjelaskan keterkaitan penelitian yang akan dilakukan terkait dengan penelitian
terdahulu. Literatur yang dibutuhkan dalam penelitian meliputi literatur terkait

15
strategi pengembangan, analisa BMC, SWOT, dan AHP. Literatur dapat
diperoleh dari buku, majalah, skripsi, dan penelitian terdahulu.

Mulai

Survei Pendahuluan dan Studi Literatur

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Penetuan Variabel dan Indikator

Penetuan Kriteria dan Alternatif

Penentuan responden

Penyusunan Kuesioner BMC

Uji Validitas Tidak

Valid

Ya

Pengumpulan Data

Analisa Data dan Pengolahan Hasil:


1. Pemetaan BMC

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian

16
Penyusunan Kuesioner pembobotan
dan rating

Uji Validitas Tidak

Valid

Ya

Pengumpulan Data

Analisa Data dan Pengolahan Hasil:


1. Matriks IFE dan EFE
2. Matriks IE
3. Matriks SWOT

Penyusunan kuesioner AHP

Uji Validitas Tidak

Valid

Ya

Pengumpulan data

Analisa Data dan Pengolahan Hasil:


1. Analisa AHP
2. Alternatif Strategi Pada Pemetaan
BMC

Kesimpulan dan Saran

Selesai

17
3.3.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Identifikasi permasalahan didapatkan setelah melakukan survei
pendahuluan dan membaca studi literatur. Masalah yang teridentifikasi pada
pengembangan UD Darmadaksa Multikarya terletak pada faktor keterbatasan
teknologi, kurangnya standar operasional, dan kurangnya optimalisasi
pemasaran produk. Oleh sebab itu perumusan masalah pada penelitian ini
adalah perencanaan strategi pengembangan menggunakan metode business
model canvas.

3.3.3 Penentuan Variabel dan Indikator


Identifikasi variabel dan indikator dilakukan melalui dua tahap yaitu,
pemetaan model bisnis kanvas UD Darmadaksa Multikarya dan analisis SWOT
pada sembilan elemen model bisnis kanvas. Berikut tahap identifikasi variabel
dan indikator.
1. Pertama, pemetaan model bisnis dari UD Darmadaksa Multikarya dilakukan
dengan pendekatan business model canvas. Pemetaan model bisnis
dilakukan dengan bantuan instrumen penelitian baik berupa rekapitulasi
hasil wawancara, kuesioner, dan dokumen untuk melengkapi data dan
membandingkan dengan data yang ditemukan melalui observasi. Definisi
operasional variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi sembilan
elemen model bisnis kanvas, analisis SWOT, dan pembobotan dengan AHP
dijelaskan pada Tabel 3.1.
2. Kedua, menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT)
pada sembilan elemen model bisnis kanvas. Hasil analisis kemudian
dirangkum dan digunakan sebagai dasar penyusunan alternatif strategi
pengembangan usaha.

18
Tabel 3.1 Definisi operasional variabel

Elemen BMC Definisi Indikator

- Segmentasi konsumen
terdiversifikasi
Segment konsumen yang
a.Customer Segment
akan dilayani.

- Inovasi produk yang ditawarkan

Nilai tambah yang ditawarkan


b.Value Proposition
produsen kepada konsumen.

- Sumber Pendapatan
teridentifikasi
Sumber pendapatan usaha, - Persaingan sesama produk
c.Revenue Streams dan bagaimana sistem - Sistem yang digunakan
pembayaran yang ditetapkan.

- Operasional penjualan dengan


mitra
Channels mana saja yang - Sistem distribusi atau pengiriman
d.Channel digunakan produsen untuk - pemanfaatan media sosial dalam
melayani konsumen. pemasaran produk

- Metode penjangkauan pelanggan


Hubungan dengan pelanggan - Kepemilikan sertifikat standarisasi
yang dijalankan saat ini, dan produk
e.Customer
hubungan dengan pelanggan - Kepuasan dan loyalitas
Relationship
yang diharapkan di masa yang pelanggan
depan.

Aktivitas utama yang dilakukan - Teknologi yang digunakan dalam


dalam pelaksanaan usaha proses produksi
f.Key Activities
yang diidentifikasikan - Jumlah pemesanan yang diterima
berdasarkan aktivitas.
- Alat dan teknologi yang dimiliki
- Karyawan yang dimiliki
Sumber daya yang dimiliki perusahaan
g.Key Resources
usaha. - Pemasok bahan baku dan bahan
pembantu

- Jumlah pemasok dan mitra yang


Partner yang dimiliki
dimiliki usaha dalam menjalankan
perusahaan dalam pemenuhan
h.Key Partnership usaha
bahan baku dan mitra yang
dimiliki.
Karakteristik biaya yang - Data biaya yang dikeluarkan
i.Cost Structure dikeluarkan dalam
pelaksanaan usaha.

19
3.3.4 Penentuan Kriteria dan Alternatif Strategi
Alternatif strategi pengembangan UD Darmadaksa Multikarya ditentukan
berdasarkan struktur model hierarki pada metode AHP yang terdiri dari 4 level
hierarki yaitu tujuan/sasaran, kriteria (empat kelompok faktor SWOT), sub kriteria
(faktor-faktor kunci dari matriks SWOT), dan alternatif strategi. Kriteria, sub
kriteria, dan alternatif strategi dirumuskan berdasar elemen dan analisis SWOT
model bisnis kanvas yang dilakukan bersama dengan pemilik dan responden
pakar. Struktur hierarki SWOT dengan metode AHP dapat dilihat pada Gambar
3.2

Goal

Kekuatan (S) Kelemahan (W) Peluang (O) Ancaman (T)

S1 S2 S3 W1 W2 W3 O1 O2 O3 T1 T2 T3
11

SO1 WO1 ST1 WT1

Gambar 3.2 Struktur hierarki SWOT dengan metode AHP

Alternatif strategi ditentukan berdasarkan kondisi UD Darmadaksa


Multikarya, relevansi strategi dengan permasalahan yang dihadapi, peluang
penerapan alternatif strategi pada pengembangan usaha, serta besarnya
pengaruh alternatif strategi terhadap hierarki diatasnya. Penentuan alternatif
strategi juga dilengkapi dengan literatur yang relevan dengan kondisi internal dan
eksternal UD Darmadaksa Multikarya. Alternatif strategi yang terbentuk masih
memiliki kemungkinan untuk berubah urutannya, menyesuaikan penilaian para
responden pakar. Oleh sebab itu, untuk mengonfirmasi besarnya pengaruh
masing-masing alternatif strategi perlu dilakukan pembobotan alternatif strategi
menggunakan metode AHP.

3.3.5 Penentuan Responden


Penentuan responden dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling. Purposive sampling merupakan strategi pengambilan sampel

20
berdasarkan prinsip-prinsip etik dan kesempatan mendapatkan akses kepada
responden yang dapat diamati dan diwawancarai. Pemilihan peserta didasarkan
atas kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh penulis.
Pada penelitian ini hanya ada satu jenis responden, yakni responden pakar
(expert judgement). Responden pakar merupakan responden merupakan pihak
yang berkompeten dan mengetahui perusahaan secara keseluruhan yang dipilih
dengan metode purposive sampling. Responden pakar dalam penelitian ini
terdapat 4 orang responden yaitu 1 orang pemilik UD, 1 orang penanggung jawab
produksi, 1 orang praktisi (dinas UMKM) dan 1 orang pengurus dari organisasi
Malang Jati Asri (MJA). Identifikasi pemetaan BMC ditujukan kepada pemilik UD
sedangkan kuesioner SWOT dan AHP ditujukan kepada pemilik, penanggung
jawab produksi dan Praktisi.
Pemilik UD sebagai responden, dianggap berkompeten dan memahami
seluruh kondisi riil dan potensi yang dimiliki UD untuk dikembangkan.
Penanggung jawab produksi sebagai responden, berperan penting dalam
kelancaran kegiatan produksi dan penciptaan nilai tambah produk yang
kompetitif sebagai kegiatan kunci UD. Praktisi (dinas UMKM) sebagai responden
karena mengetahui kondisi UD serta kompetensinya sebagai ahli dalam
menentukan strategi pengembangan UD. Perwakilan pengurus dari MJA sebagai
responden karena mengetahui kondisi UKM yang menjadi anggota aktif MJA
serta kompentensinya sebagai ahli menentukan strategi pengembangan UKM.

3.3.6 Penyusunan Kuesioner


Kuesioner yang digunakan untuk pengambilan data pada penelitian ini terdiri
dari dua kuesioner yaitu, kuesioner penilaian bobot dan rating faktor, serta
kuesioner pembobotan alternatif strategi. Kedua kuesioner berisi pertanyaan
tertutup dan menggunakan skala ordinal. Kedua kuesioner tersebut dijelaskan
sebagai berikut:

a. Kuesioner pertama, kuesioner identifikasi existing model bisnis. Kuesioner


identifikasi model bisnis dengan pemetaan BMC, dapat dilihat pada
Lampiran 1.
b. Kuesioner kedua, kuesioner penilaian bobot dan rating faktor internal
(matriks IFE) dan eksternal (matriks EFE) perusahaan berdasarkan analisis
SWOT yang didapatkan setelah hasil dari kuesioner pertama teridentifikasi.

21
Kuesioner penilaian bobot menggunakan skala 1 sampai 3 dan kuesioner
rating faktor dengan skala 1 sampai 4, dapat dilihat pada Lampiran 2.
c. Kuesioner ketiga, kuesioner perbandingan kriteria dengan metode AHP.
Kuesioner AHP terdiri dari tiga jenis kuesioner, yaitu kuesioner perbandingan
hubungan antar kriteria, kuesioner perbandingan hubungan antar sub kriteria
pada kriteria yang sama, dan kuesioner perbandingan hubungan antar
alternatif strategi pada sub kriteria yang sama. Kuesioner didapatkan setelah
hasil dari kuesioner kedua teridentifikasi. Kuesioner AHP disajikan berupa
penilaian menggunakan skala ordinal dengan skala 1 sampai 9 (skala
perbandingan berpasangan) , dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.3.7 Uji Validitas


Tahap pengujian validitas merupakan pengujian ketepatan atau kebenaran
suatu instrumen sebagai alat ukur variabel penelitian, jika instrumen valid (benar)
maka hasil pengukuranpun kemungkinan akan benar. Validasi dilakukan secara
face validity, yakni kesepakatan penilaian subjektif para pakar mengenai
indikator yang benar–benar merupakan ukuran yang tepat untuk mengukur suatu
konstruk. Keputusan face validity meliputi proses dimana para pakar memberikan
penilaian instrumen untuk melihat melalui pendapat mereka bahwa, sebuah
instrumen mampu mengukur apa yang berarti. Validasi kuesioner dalam
penelitian ini dilakukan oleh pihak ahli atau pakar yang mengetahui dan
memahami mengenai aspek perencanaan strategi pengembangan usaha.

3.3.8 Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber utama berupa
wawancara secara langsung dengan pemilik UD Darmadaksa Multikarya dan
hasil kuesioner oleh responden ahli. Data sekunder adalah data yang diperoleh
dari instansi atau sumber tak langsung dan digunakan sebagai pendukung.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara merupakan metode tanya jawab penulis dengan responden UD
guna mendapatkan data dari keterangan responden. Informasi yang
dibutuhkan adalah informasi mengenai lingkungan internal dan eksternal
berdasarkan sembilan elemen BMC di UD Darmadaksa Multikarya.

22
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur, yakni wawancara
dengan pertanyaan yang telah direncanakan sebelumnya.
b. Kuesioner
Kuesioner merupakan metode pengumpulan data dengan memberikan atau
menyebarkan pertanyaan kepada responden dengan harapan responden
akan memberikan respon terhadap pernyataan yang diberikan.
c. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
pengamatan langsung di tempat penelitian, baik dalam proses produksi
maupun manajemen usaha. Dalam observasi penulis langsung turun ke
lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu - individu di lokasi
penelitian.
d. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
mendapatkan data sekunder maupun informasi yang relevan bersumber dari
tulisan dokumentasi yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Metode
dokumentasi digunakan untuk menelusuri data historis dengan meneliti
dokumen, catatan, arsip serta laporan penelitian yang sudah ada sehingga
dapat menunjang pelaksanaan penelitian ini dari sumber resmi yang dapat
dipertanggung jawabkan.

3.3.9 Analisis Data dan Pengolahan Hasil


Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisa secara kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif disajikan dalam uraian pada pembahasan deskriptif dan
data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan tiga metode pengolahan yang berkaitan, yaitu matriks IFE
(Internal Factor Evaluation), matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation), matriks
IE (Internal Eksternal), SWOT, analisa AHP dan pemetaan strategi perbaikan
BMC yang dilakukan dalam tiga tahapan pelaksanaan yakni, the input stage, the
matching stage, dan the decision stage. Tahapan analisa dapat dilihat pada
Gambar 3.3

23
Tahap 1: The input stage

Matriks IFE Matriks EFE

Tahap 2: The matching stage

Matriks SWOT Matriks IE

Tahap 3: The decision stage

Analisa AHP
Pemetaan Strategi dalam BMC

Gambar 3.3 Tahapan Analisa Data

Seperti tampak pada gambar, tahapan analisa data dijelaskan sebagai berikut:
1. The input stage
Matriks yang digunakan dalam the input stage adalah matriks IFE dan EFE.
Analisis internal dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki melalui pendekatan BMC. Secara ringkas analisis ini disajikan dalam
matriks IFE. Matriks EFE digunakan untuk menganalisis faktor – faktor yang
menjadi peluang dan ancaman .
Tahapan untuk membuat matriks IFE dan EFE sebagai berikut:
a. Penulisan semua kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman dari UD
berdasarkan pendekatan elemen BMC. Peluang dan kekuatan
diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan identifikasi
kelemahan dan ancaman yang dibuat secara rinci pada kolom pertama.
b. Data yang telah didapat kemudian dilakukan pembobotan untuk
menunjukkan tingkat relatif kepentingan faktor dalam menunjukkan
kesuksesan pengelolaan organisasi. Penentuan bobot faktor dilakukan
dengan menggunakan metode paired comparison. Metode ini
dilakukan dengan penilaian terhadap faktor strategis internal dan
eksternal UMKM oleh responden. Pemberian bobot setiap faktor
menggunakan skala 1, 2, 3.
Skala 1 : jika faktor eksternal atau internal pada baris (horizontal)
kurang penting daripada faktor strategis eksternal dan
internal pada kolom (vertikal).

24
Skala 2 : jika faktor strategis eksternal dan internal pada baris
(horizontal) sama penting daripada faktor strategis
eksternal dan internal pada kolom (vertikal).
Skala 3 : jika faktor strategis eksternal dan internal pada baris
(horizontal) sama lebih penting daripada faktor strategis
eksternal dan internal pada kolom (vertikal)
Bentuk penilaian bobot faktor strategis dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Penilaian Bobot Faktor Internal Eksternal


Faktor A B C D n Total Bobot
Penentu

A X1 a1

B X2 a2

C X3 a3

D X4 a4

n .... ....
𝑛
Total 1.00
∑ 𝑋𝑖
𝑖=1

Keterangan:
A – n = faktor internal/eksternal
𝑋𝑖 = total nilai faktor internal/eksternal ke-i
α𝑖 = bobot faktor internal/eksternal ke-i
∑𝑛𝑖=0 𝑋𝑖 = total keseluruhan nilai faktor internal/eksternal
i = 1, 2, 3, ..., n
n = jumlah variabel

Pembobotan masing-masing faktor internal atau eksternal diperoleh dari


pembagian total nilai setiap faktor dibagi dengan total keseluruhan nilai faktor
eksternal/internal. Total seluruh bobot dari masing-masing faktor harus bernilai
1,0. Penentuan bobot masing-masing faktor didapatkan dengan rumus:
𝑋𝑖
α𝑖 = ∑𝑛 = (1)
𝑖=1 𝑋𝑖

25
Keterangan:
α𝑖 = bobot faktor internal/eksternal ke-i
𝑋𝑖 = nilai faktor internal/eksternal ke-i
∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 = total keseluruhan nilai faktor internal/eksternal
i = 1, 2, 3, ..., n

c. Tahap selanjutnya menentukan rating tiap faktor yang menunjukkan respon


faktor – faktor tersebut dan memasukkan dalam kolom ketiga. Pemberian nilai
rating menunjukkan tingkat faktor strategis UD. Pemberian nilai rating untuk
daftar kekuatan didasarkan pada keterangan berikut:
4 = faktor merupakan kekuatan utama yang berpengaruh besar
3 = faktor merupakan kekuatan utama yang berpengaruh kecil
2 = faktor merupakan kekuatan kecil yang berpengaruh besar
1 = faktor merupakan kekuatan kecil yang berpengaruh kecil
Pemberian nilai rating menunjukkan tingkat faktor strategis kelemahan yang
berpengaruh terhadap pengembangan UD. Pemberian nilai rating untuk daftar
kelemahan didasarkan pada keterangan berikut:
4 = faktor merupakan kelemahan kecil yang berpengaruh kecil
3 = faktor merupakan kelemahan kecil yang berpengaruh besar
2 = faktor kelemahan besar yang berpengaruh kecil
1 = faktor kelemahan besar yang berpengaruh besar
Sedangkan pemberian nilai rating pada matriks EFE, pemberian nilai rating
didasarkan pada kemampuan UD untuk meraih peluang yang ada. Pemberian
nilai rating untuk daftar peluang didasarkan pada keterangan berikut:
4 = memiliki kemampuan sangat baik meraih peluang
3 = memiliki kemampuan baik meraih peluang
2 = memiliki kemampuan cukup baik meraih peluang
1 = memiliki kemampuan tidak baik meraih peluang
Pemberian nilai rating didasarkan pada besarnya ancaman yang dapat
memengaruhi pengembangan UD. Pemberian nilai rating untuk daftar
ancaman didasarkan pada keterangan berikut:
4 = ancaman memberikan pengaruh yang sangat lemah
3 = ancaman memberikan pengaruh yang lemah
2 = ancaman memberikan pengaruh yang kuat
1 = ancaman memberikan pengaruh yang sangat kuat

26
d. Tahap berikutnya, skor – skor tersebut dijumlahkan sehingga diperoleh total
skor pembobotan. Rata – rata tertimbang pada masing – masing variabel
dijumlahkan untuk menentukan total rata – rata tertimbang untuk organisasi.
Total rata – rata tertimbang< 2,5 menggambarkan organisasi yang lemah
secara internal, sedangkan total rata – rata tertimbang> 2,5 menggambarkan
organisasi yang kuat secara internal. Sementara untuk eksternal, total rata –
rata tertimbang sebesar 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi merespon
dengan sangat baik terhadap peluang dan ancaman yang ada di dalam
industrinya, sedangkan total rata – rata tertimbang 1,0 mengindikasikan
bahwa strategi perusahaan tidak memanfaatkan peluang atau tidak
menghadapi ancaman. Tabel Matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel
3.3 dan Tabel 3.4
Tabel 3.3 Matriks IFE
Faktor Kunci Bobot Rating Rata – rata Tertimbang
Internal
(a) (b) (c) = (a) x (b)

Kekuatan

Kelemahan

Total 1,0

Tabel 3.4 Matriks EFE


Faktor Kunci Bobot Rating Rata – rata Tertimbang
Eksternal
(a) (b) (c) = (a) x (b)

Peluang

Ancaman

Total 1,0

e. Berikutnya, untuk menentukan nilai tertimbang tiap faktor dilakukan perkalian


bobot dengan rating (peringkat) setiap faktor, sedangkan untuk memperoleh

27
total nilai ketimbang bagi organisasi, dilakukan penjumlahan nilai tertimbang
tiap faktor.
2. The matching stage
a. Matriks Internal Eksternal (IE)
Menurut matriks Internal dan Eksternal digunakan untuk memposisikan
suatu perusahaan ke dalam matriks yang terdiri dari 9 sel. Parameter yang
digunakan meliputi parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh
eksternal yang dihadapi. Matriks IE terdiri dari dua dimensi, yakni total skor
matriks IFE pada sumbu X dan matriks EFE pada sumbu Y.
Pada sumbu X terdapat tiga skor total nilai tertimbang IFE yang
menyatakan kekuatan posisi internal. Skor 1.00 – 1.99 menyatakan posisi
internal lemah, skor 2.0 – 2.9 menunjukkan posisi internal berada pada rata –
rata dan skor 3.0 – 4.0 menunjukkan posisi internal kuat. Pada sumbu Y
terdapat tiga skor total nilai tertimbang EFE yang menyatakan kekuatan dan
posisi eksternal. Skor 1.0 – 1.99 menunjukkan kekuatan dari eksternal yang
lemah, skor 2.0 – 2.9 menunjukan kekuatan eksternal berada pada rata – rata
dan skor 3.0 – 4.0 menunjukkan kekuatan eksternal tinggi. Gambar matrik IE
dapat dilihat pada Gambar 3.4
Total Nilai Tertimbang Matriks IFE
Kuat 3,0 – 4,0 Rata – rata 2,0 – 2,9 Lemah 1,0 – 1,99

I II III

Tinggi (Growth and (Growth and (Hold and


Build) Build) Maintain)
3,0 – 4,0

Total Niai IV V VI
Tertimbang
Matriks EFE Sedang (Growth and (Hold and (Harvest or
Build) Maintain) Divest)
2,0 – 2,99

VII VIII IX

Rendah (Hold and (Harvest or (Harvest or


Maintain) Divest) Divest)
1,0 – 1,99

Gambar 3.4 Matriks IE

28
Matriks IE mempunyai sembilan strategi kemudian dapat dikelompokkan menjadi
tiga sel strategi utama, terbagi atas tiga daerah utama dengan implikasi strategi
yang berbeda, yaitu:
1) Growth dan Build (kembang dan bangun) berada pada sel I, II, IV. Strategi
yang cocok adalah intensif (penetral pasar, pengembangan pasar dan
pengembangan produk atau integrasi (integrasi ke belakang, integrasi
depan dan integrasi horizontal)
2) Hold dan Maintain (pertahankan dan pemeliharaan) mencakup sel III, V
atau sel VII. Strategi umum yang dipakai adalah penetrasi pasar dan
pengembangan produk.
3) Harvest atau Divest (mengambil hasil atau melepaskan) mencakup sel VI,
VIII atau IX. Strategi yang dipakai adalah Divestasi, strategi diversifikasi,
konglomerat dan strategi likuidasi.

b. Matriks SWOT
Matriks SWOT digunakan untuk mempermudah analisis SWOT. Matriks
SWOT mempermudah merumuskan berbagai strategi yang perlu dijalankan oleh
suatu perusahaan. Matriks ini akan menghasilkan beberapa alternatif strategi
yang dapat dipilih perusahaan dalam mengembangkan usahanya, yang dapat
dilihat pada Tabel 3.5

Tabel 3.5 Matriks SWOT


Internal STRENGHTS (S) WEAKNESSES (W)

External

Strategi SO Strategi WO
OPPORTUNITIES Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
(O)
untuk memanfaatkan untuk memanfaatkan peluang.
peluang.

Strategi ST Strategi WT

TREATHS (T) Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang


menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan dan
untuk mengatasi ancaman menghindari ancaman

29
Perumusan analisa SWOT dibuat dengan langkah – langkah sebagai berikut:
1) Menyusun daftar peluang dan ancaman eksternal perusahaan serta
kekuatan dan kelemahan internal perusahaan.
2) Menyusun strategi SO dengan cara mencocokkan kekuatan – kekuatan
internal dan peluang eksternal.
3) Menyusun strategi WO dengan cara mencocokkan kelemahan –
kelemahan internal dan peluang – peluang eksternal.
4) Menyusun strategi ST dengan cara mencocokkan kekuatan – kekuatan
internal dan ancaman – ancaman eksternal
5) Menyusun strategi WT dengan cara mencocokkan kelemahan –
kelemahan internal dan ancaman – ancaman eksternal

3. The decision stage


Pada tahap penentuan keputusan dilakukan pemilihan prioritas strategi
dengan metode AHP. Untuk menentukan strategi prioritas dalam
pengembangan usaha, maka alternatif strategi yang telah dihasilkan diolah
menggunakan metode AHP. Strategi prioritas yang dihasilkan kemudian
dipetakan dalam bentuk BMC. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan software expert choice. Ketika menggunakan expert choice,
pengguna tidak perlu memahami bagaimana prioritas dihitung. Pembuat
keputusan mengidentifikasi apa yang harus diberi peringkat dan korelasi
antara elemen-elemen dalam masalah.

3.3.10 Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian dilakukan proses penyusunan kesimpulan
dan saran. Kesimpulan diambil dengan mempertimbangkan hasil-hasil yang
diperoleh dari penelitian yang didukung dengan teori sebagai landasan berpikir
sementara saran akan berfungsi sebagai masukan perbaikan bagi penulis
maupun perusahaan.

30
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan


UD Darmadaksa Multikarya merupakan salah satu produsen permen lolipop di
Malang. Ibu Anik A Handayani merupakan pemilik UD yang didirikan pada tahun
2012 yang terletak Boro Jambangan, Saptorenggo, Kec. Pakis, Malang, Jawa
Timur. Salah satu keunggulan permen lolipop milik ibu Anik dibuat dengan bahan
yang berkualitas. Bahan baku didapatkan dari beberapa supplier yang ada di Kota
Malang dan sekitarnya. UD Darmadaksa memiliki beberapa sertifikat untuk
menunjang usahanya. UD juga sudah memiliki Surat Izin Usaha Pedagang (SIUP)
dan proses produksi telah tersertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga
(P-IRT). Merek dagang sudah terdaftar oleh Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
UD Darmadaksa Multikarya memiliki tenaga kerja hingga 10 orang yang
meliputi tenaga kerja bagian produksi dan pengemasan. Rata-rata kapasitas
produksi mencapai 6.000 pak per bulan. UD menerapkan tipe proses produksi
make to order yaitu aktivitas proses produksi berdasarkan order konsumen.
Aktivitas proses dimulai pada saat konsumen memesan produk yang dibutuhkan
dan perusahaan akan membantu konsumen menyiapkan produk, beserta harga
dan waktu penyerahan. Apabila telah dicapai kesepakatan, maka akan mulai
membuat komponen menjadi produk dan kemudian menyerahkan kepada
konsumen. Pendapatan yang diperoleh UD dalam penjualan setiap bulannya
mencapai Rp 48.000.000,00 per bulan. Produk unggulan UD terdiri berbagai
macam bentuk dan rasa permen. Bentuk yang ditawarkan mulai dari bulat, love,
matahari, ikan mujair hingga ikan koki. Rasa yang ditawarkan juga beraneka
ragam seperti strawberry, pineapple, blackcurrant, blood orange, mango, orange
dan lemon. Perasa buah yang digunakan di impor langsung dari Jerman, pewarna
makanan yang ditambahkan sesuai dengan standar departemen kesehatan RI.
Pemasaran dari produk UD Darmadaksa dilakukan secara online dan offline.
Penjualan online menggunakan website dan sosial media sedangkan penjualan
offline dilakukan dengan cara menawarkan produk secara langsung dan bermitra
dengan agen untuk penjualan produk diluar Pulau Jawa. Pangsa pasar UD
meliputi daerah Malang, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

4.2. Pemetaan Model bisnis kanvas


Model bisnis dapat dijelaskan dengan sembilan elemen yang ada dengan
cara suatu perusahaan dalam menghasilkan uang. Sembilan elemen mencakup

31
empat bidang utama yaitu, pelanggan penawaran, infrastruktur dan kelangsungan
(Ostewer dan Pigneur, 2016). Kelebihan dari model kanvas adalah relevan, dan
dapat dipahami secara intuitif tanpa mengurangi kelengkapan fungsi usaha.
Penggunaan model kanvas, strategi yang didapatkan diperoleh lebih fokus dan
terukur dengan memperkuat strategi yang berasal dari area yang diidentifikasi
melalui sembilan elemen sebagai titik awal (Swasty, 2015). Sembilan elemen
bisnis dapat dilihat pada Gambar 4.1

Key Partners Key Activities Value Proposition Customer Customer


-Kemitraan -Aktivitas -Kualitas bahan Relationships Segments
strategis pemasaran (S, W) -Bantuan personal -terdiversifikasi
(pemasok (Penyediaan bahan, -Produk memiliki (pelanggan dan (produk umum
bahan dan proses produksi dan banyak varian konsumen) dan khusus) (S)
reseller) (S,W) distribusi) (S,W,T) rasa dan bentuk (S,W,O,T) -tersegmentasi
(O) (Geografis,
demografis
Key Resources Channels ,psikografis dan
-Fisik (Aset dan -Langsung tingkah laku) (O)
sarana) (S) (penjualan melalui
-Intelektual (S) website) (S,W)
-Manusia (S,W) -Tidak langsung
-Finansial (modal (reseller) (O,T)
awal) (S,W)

Cost Structure Revenue Streams


-Biaya tetap (T) -Penjualan produk permen lollipop (S, O)
-Biaya variabel (T)
Gambar 4.1 Model bisnis kanvas UD Darmadaksa

4.2.1 Customer Segment (Segmen Pelanggan)


Elemen ini menggambarkan segmen konsumen yang akan dilayani seperti
kelompok/grup konsumen atau organisasi yang berbeda yang ingin dijangkau dan
dilayani oleh UD. Kategori segmen pelanggan dari UD terdapat 2 tipe yaitu tipe
terdiversifikasi yaitu dua segmen pelanggan yang tidak terkait satu sama lain
dengan kebutuhan dan masalah yang berbeda, serta tipe segmentasi yaitu
membedakan segmen pasar dari kebutuhan dan masalahnya masing-masing.
Berikut penjelasan dari kedua segmen pelanggan UD:
1. Tipe Segmentasi
Pelanggan yang dibedakan berdasarkan kebutuhan dan masing-masing
permasalahannya disebut tersegmentasi. Dalam beberapa model bisnis yang
menggunakan pengelompokan pelanggan yang tersegmentasi akan
menawarkan proporsi nilai yang berbeda untuk setiap segmennya.
Pengelompokan pelanggan bertujuan untuk memuaskan pelanggan dengan
tawaran yang mampu memenuhi kebutuhan (Osterwalder dan Pigneur, 2016).

32
Berikut segmentasi geografis, demografis, psikografis, dan tingkah laku dari UD
dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Segmentasi Konsumen UD Darmadaksa
Dimensi Variabel Keterangan
Geografis Wilayah Malang dan sekitarnya
Sumatera
Kalimantan
Sulawesi
Demografis Usia Anak- anak hingga remaja
Jenis Kelamin Laki-laki dan perempuan
Pekerjaan Semua lingkup pekerjaan
Tingkat Ekonomi Menengah ke atas
Psikografis Gaya Hidup Menyukai /sering membeli
makanan khas yang manis
Tingkah Laku Manfaat Mendapatkan produk khas yang
berkualitas

Berdasarkan Tabel 4.1 sasaran utama dari konsumen akhir UD, dilihat dari
geografis adalah wilayah Malang dan sekitarnya, Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi. Kategori dilihat dari demografis adalah kategori anak-anak hingga
remaja baik laki-laki dan perempuan dari berbagai macam pekerjaan dan
kategori tingkat ekonomi menengah ke atas. Dilihat dari segi psikografis
konsumen tingkat akhir merupakan konsumen yang cenderung menyukai
makanan ringan yang manis. Berdasarkan dimensi tingkah laku, pembelian
produk dipengaruhi oleh dalam memenuhi kebutuhan. Nilai-nilai suatu produk
yang dilihat dan jenis maupun atribut yang menyertainya akan mendorong
konsumen untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk dan/atau jasa
(Dewi dkk, 2015). Berikut penjelasan dari setiap dimensi segmentasi UD:
a) Segmentasi Geografis
Bedasarkan dimensi geografis, konsumen UD berasal dari Malang dan
sekitarnya, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. UD menargetkan wilayah-
wilayah tersebut karena sudah bekerja sama dengan mitra dan ingin
memperluas pasarnya. Wilayah tersebut juga merupakan wilayah yang
cenderung menyukai makanan manis. Hal tersebut dibuktikan dengan
tingkat konsumsi gula pada Sumatera Selatan dengan 9.821 kg/kapita,
Kalimantan Tengah dengan 10.451 kg/kapita dan Sulawesi Utara dengan
9.064 kg/kapita (BPS,2018). Segmentasi geografis menetapkan segmentasi
pasar berdasarkan geografis yaitu pengelompokan pasar menurut daerah
pemasarannya (Kotler dan Amstrong, 2008). Tujuan UD menerapkan
segmentasi geografis adalah untuk lebih memfokuskan pemasaran pada

33
suatu wilayah sehingga perusahaan dapat menetapkan prioritas dalam
melayani pasar secara maksimal.
b) Segmentasi Demografis
Berdasarkan dimensi demografis target konsumen UD adalah kategori
anak-anak hingga remaja baik laki-laki dan perempuan dari berbagai macam
pekerjaan dan kategori tingkat ekonomi menengah ke atas. UD menargetkan
konsumenya anak-anak hingga remaja baik laki-laki dan perempuan karena
dominan menyukai makanan manis. UD juga menargetkan konsumen dari
berbagai macam pekerjaan dan kategori tingkat ekonomi menengah ke atas
karena UD berharap produknya dapat di terima oleh semua kalangan
dengan tingkat ekonomi menegah keatas. Tujuan segmentasi demografis
dibutuhkan untuk mengetahui ukuran pasar sasaran dari media yang
digunakan untuk menjangkaunya secara efisien.
c) Segmentasi Psikografis
Berdasarkan dimensi psikografis target konsumen UD adalah konsumen
yang cenderung menyukai makanan ringan yang manis. Hal ini berupaya
agar UD lebih mengetahui target konsumen yang ingin dicapai. UD
menargetkan konsumen yang cenderung menyukai makanan manis karena
produk utama UD adalah permen lolipop. Gaya hidup seseorang adalah
pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan
dalam kegiatan, minat dan pendapat (opini) yang bersangkutan. Gaya hidup
melukiskan “keseluruhan pribadi” yang berinteraksi dengan
lingkungannya(Kotler dan Susanto, 2000).
d) Sementasi Tingkah Laku
Berdasarkan dimensi tingkah laku variabel manfaat target konsumen UD
adalah konsumen yang ingin mendapatkan produk khas yang berkualitas.
Segmentasi tingkah laku UD membagi pembeli-pembeli ke dalam manfaat
terhadap suatu produk. Hal ini berupaya mencapai konsumen dari luar
daerah yang mencari produk khas yang berkualitas. Hal ini dapat dapat
meningkatkan produk UD agar menjadi lebih baik karena akan selalu
meningkatkan kualitas produk UD. Bila segmentasi manfaat ini digunakan,
maka diperlukan manfaat pokok apa dari suatu kelas produk yang dicari
orang, jenis konsumen yang mencari masing-masing manfaat, dan merek
produk yang memenuhi manfaat tersebut (Kotler dan Ketler, 2009).

34
2. Tipe Diversifikasi
UD mendiversifikasi konsumennya menjadi konsumen produk umum dan
khusus. Diversifikasi pelanggan merupakan kekuatan dalam model bisnis
kanvas karena memudahkan perusahaan dalam model bisnis kanvas karena
memudahkan perusahaan dalam memberikan layanan kepada konsumen
sesuai dengan kebutuhannya. Kedua kelompok konsumen UD sendiri
dijelaskan sebagai berikut:
a) Pembelian produk khusus
Produk khusus merupakan produk UD yang dapat dipesan secara
khusus. Pembeli dapat memesan produk secara khusus dengan tambah
pernak-pernik. Pernak-pernik yang digunakan biasanya seperti pita dan
gagang pada permen. UD menargetkan reseller atau pembelian grosiran.
UD memastikan bahwa produk permen yang diproduksi UD terjual dalam
jumlah cukup banyak. Maka kategori ini menjadikan sebuah jaminan bahwa
produk akan terjual dengan cukup banyak.
b) Pembelian produk umum
Produk umum merupakan produk UD yang dapat dipesan secara
langsung karena bentuk-bentuk sudah tersedia. UD menargetkan pembeli
yang ingin membeli dengan jumlah yang tidak banyak. Biasanya dalam
pembelian produk umum bentuk permen yang ada sudah tersedia. Pembeli
tidak dapat memesan permen dengan tambahan pernak-pernik. Secara
umum segmen ini menjadi sebuah bagian dari sarana UD dalam promosi
produk. Pembeli produk ini biasanya konsumen yang membeli dalam jumlah
sedikit seperti orang yang memiliki acara tertentu.
Kedua segmen pelanggan yang ditetapkan oleh UD ini dapat dilihat bahwa jenis
segmen pelanggan yang ditetapkan merupakan jenis segmen terdiversifikasi yang
melayani dua atau lebih segmen pelanggan yang tidak terkait satu sama lain.

4.4.2 Value Propositions (Proposisi Nilai)


Proposisi nilai dapat memecahkan masalah pelanggan dan memuaskan
pelanggan dengan cara pemenuhan kebutuhan (Osterwalder dan Pigneur, 2016).
Proposisi nilai merupakan nilai yang ditawarkan UD kepada pelanggannya.
Manfaat proposisi nilai ini dapat berwujud sekumpulan produk atau jasa. Menurut
Kotler dan Ketler (2009) nilai mencerminkan sejumlah manfaat, baik yang

35
berwujud maupun tidak berwujud dan biaya yang dipersepsikan oleh pelanggan.
Berikut uraian proporsi nilai yang dimiliki UD dalam menjalakan bisnisnya:
1. Produk Permen Lolipop
Penjualan produk permen merk dagang “Lolipop Nusantara” termasuk
dalam proporsi nilai. Proporsi nilai tersebut dapat dikatakan sebagai kekuatan
pada UD dalam menjalankan bisnisnya. Produk unggulan terdiri berbagai
macam bentuk dan rasa permen. Bentuk yang ditawarkan mulai dari bulat,
love, matahari, ikan mujair hingga ikan koki. Rasa yang ditawarkan beraneka
ragam seperti strawberry, pineapple, blackcurrant, blood orange, mango,
orange dan lemon. Harga yang ditawarkan juga bervariasi mulai dari
Rp.800,00 hingga Rp.5000,00 per permennya. Pembeli juga akan diberi diskon
hingga 15% apabila sesuai dengan syarat jumlah pemesanan. Perbedaan
dengan kompetitornya, permen “Lolipop Nusantara” milik UD lebih memiliki
banyak varian rasa dan bentuk. Harga yang ditawarkan juga bersaing. Permen
merk “Lollygood” memiliki kisaran harga Rp.1300,00 hingga Rp.7500,00.
Bentuk yang ditawarkan pesaing pun hanya terbatas pada spiral, bulat, love
dan bunga. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan permen
seperti: pewarna dan perasa. Pewarna permen menggunakan bahan yang
aman untuk dikonsumsi, sesuai dengan standar departemen kesehatan RI.
Perasa buah merupakan produk yang di impor langsung dari Jerman. Produk
tidak mengandung pemanis buatan dan bahan pengawet apapun. Pada
bahannya yaitu gula merupakan pengawet alami oleh karena itu dijamin aman
untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Produk permen lolipop dari UD memiliki
beberapa keunggulan seperti bahan yang digunakan berasal dari bahan yang
berkualitas. UD juga memperbolehkan pembeli untuk melihat proses produksi
permen lollipop. Hal tersebut juga menambah nilai tambah pada UD. Tahap
proses produksi permen lolipop terdiri dari pemasakan, pemberian warna,
pengaturan adonan, pemotongan adonan ulir, dan pencetakan. Pengendalian
mutu pada proses pemilihan gula dilakukan dengan pemilihan produk yang
berkualitas. Dalam proses produksinya, bahan baku yang digunakan gula dan
glukosa dengan perbandingan 5 : 1. Tahapan proses produksi mulai dari
pemasakan gula dan glukosa sampai mencapai suhu 125ºC, pemberian
warna, pengaturan kombinasi warna, pemotongan adonan ulir dan pencetak
permen lolipop.

36
Rajagopal (2013), penetapan harga adalah salah satu bidang strategis
yang paling menantang bagi para manajer untuk membuat keputusan yang
tepat untuk mendorong profitabilitas dan nilai pelanggan. Selain harga ada
kualitas produk yang memiliki peran penting bagi para pengusaha. Kualitas
produk merupakan kekuatan untuk menarik konsumen sehingga memutuskan
untuk membeli. Oleh karena itu perusahaan mendasarkan sebagian besar
harganya pada harga pesaing, mengenakan harga yang sama, lebih mahal
atau lebih murah dibandingkan harga pesaing utama. Penetapan harga yang
murah kepada konsumen, bertujuan untuk menarik perhatian konsumen
dengan tidak mengabaikan kualitas produk perusahaan (Oktariansyah, 2016).

4.2.3 Channels (Saluran)


Elemen saluran menjelaskan mengenai bagaimana perusahaan
menyampaikan produk kepada pelanggannya. Saluran juga dapat dimaknai
sebagai wadah untuk berkomunikasi dan menjangkau pelanggan untuk
menyampaikan proposisi nilai yang ingin disampaikan. Elemen saluran ini terbagi
menjadi saluran langsung, dan tidak langsung. Saluran langsung digunakan jika
perusahaan secara langsung menggunakan salurannya. Sementara cara tidak
langsung jika perusahaan menggunakan saluran lainnya atau pihak ketiga dalam
menjangkau pelanggannya. Dalam hal penggunaan saluran ini, perusahaan juga
dapat menggunakan cara-cara tradisional maupun cara modern dengan
menggunakan keunggulan teknologi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
yang dilakukan dapat diketahui bahwa saluran yang digunakan oleh UD adalah
saluran langsung baik modern maupun tradisional dan tidak langsung. Berikut
saluran yang dimilik UD:
1. Saluran langsung
Saluran langsung merupakan cara UD menyampaikan produk kepada
pelanggan melalui interaksi langsung antara calon pelanggan dengan UD.
Saluran langsung yang dilakukan UD yaitu melalui pemilik yang langsung
berhubungan dengan konsumen, mulai dari pengadaan akses informasi
mengenai produk hingga transaksi akhir. Hal ini dilakukan UD dengan cara
promosi kepada konsumen dan dari konsumen satu ke konsumen lainnya.
Saluran langsung dilakukan melalui penjualan dan promosi website di alamat
https://nusantaralolipop.com dan word of mouth. Keduanya dilakukan untuk
memasarkan produk UD. Banyak usaha kecil yang telah memiliki situs web

37
menarik yang memungkinkan pelanggan lebih mudah untuk menjangkau
produsen dan melakukan pemesanan secara langsung (Cannon et al, 2008).
Pemasaran word of mouth dapat memicu konsumen untuk mempromosikan,
merekomendasikan, dan menjual produk atau merk pada konsumen lainnya
(Dewi dkk, 2015)
2. Saluran tidak langsung
Saluran tidak langsung dilakukan UD dengan melalui reseller. Pada saluran
tidak langsung konsumen mendapatkan informasi akan produk melalui pihak
kedua yang menjadi mitra penghubung konsumen dengan UD. Reseller yang
menjual produk UD akan memberikan informasi dari mana produk ini berasal
dan secara tidak langsung konsumen mengetahui perusahaan melalui mitra.
Kelebihan dari saluran ini UD tidak perlu bersusah payah untuk memasarkan
produknya karena terdapat reseller. Reseller tersebut secara tidak langsung
akan mempromosikan produk UD kepada konsumen. Selanjutnya untuk
konsumen yang ingin membeli produk secara langsung dengan opsi pembelian
banyak dapat melalui jaringan yang sudah terbangun antara UD dengan mitra,
maka mitra akan memberikan informasi mengenai produk UD kepada
konsumen untuk selanjutnya melakukan transaksi. Semakin beragam dan
bervariasi saluran yang dikelola, semakin besar perluasan penjualan yang
dapat dilakukan. Keuntungan dari penerapan saluran tidak langsung adalah
peran perantara membantu produsen melayani kebutuhan pelanggan secara
lebih baik dengan biaya yang rendah (Cannon et al, 2008).
Melalui saluran yang bervariasi, diharapkan produsen dapat menaikkan angka
penjualan (Royan, 2014). Saluran juga dapat menjadi kelemahan apabila tidak
manfaatkan secara baik, sehingga terdapat peluang perbaikan dalam elemen
saluran dengan pemanfaatan internet untuk meningkatkan penjualan produk.
Menurut Osterwalder dan Pigneur (2016), fase pada channels terdiri dari 5 fase
yaitu awareness, evaluation, purchase, delivery, dan aftersale. Berikut fase
saluran UD dalam Gambar 4.2

Awareness Evaluation Purchase Delivery Aftersale


• Promosi • Masukan • Penawaran • Pelayanan • Kritik dan
dari pembeli yang dengan asas saran
ditawarkan saling
• Negosisasi percaya

Gambar 4.2 Fase saluran pemasaran yang di terapkan

38
1. Awareness
Pada fase ini UD berusaha meningkatkan kesadaran konsumen terhadap
produk UD, upaya yang dilakukan yaitu dengan promosi. Promosi dilakukan
dengan cara menjadi pembicara saat seminar yang dimanfaatkan sebagai ajang
promosi dan juga promosi dari mulut ke mulut (word of mouth). Selanjutnya
promosi dengan memanfaatkan jejaring media sosial berupa website.
Pemanfaatan ini dilakukan karena perkembangan zaman sekarang membuat
keadaan untuk lebih dekat dengan media sosial menjadi sebuah keharusan. Maka
salah satu untuk menjangkaunya adalah optimasi media sosial, namun hal ini
dirasa masih belum maksimal dalam penyebaran informasi mengenai produk
karena UD belum fokus lebih ke ranah tersebut. Salah satu alasannya karena UD
masih kekurangan sumber daya manusia yang berkompeten di bidang tersebut.
Aktivitas promosi tersebut diharapkan akan memberikan fokus yang besar baik
langsung maupun tidak langsung sesuai tujuan. Beberapa macam faktor promosi
yang sering dilakukan oleh perusahaan biasanya periklanan, promosi penjualan,
penjualan personal, pemasaran langsung dan hubungan masyarakat (Lovelock
dan Wirtz, 2011).
2. Evaluation
Pada fase saluran ini konsumen mengevaluasi produk UD melalui
masukan tentang produknya yang disampaikan secara langsung, dengan cara
mengontak pemilik melalui contact person yang tersedia. Hal tersebut merupakan
salah satu cara untuk mengetahui secara langsung tanggapan konsumen
terhadap produk. Adanya masukan yang diterima akan memudahkan UD dalam
melakukan evaluasi dan inovasi pada produknya. Bentuk dan rasa yang beraneka
ragam merupakan salah satu hasil inovasi produk yang dilakukan. Evaluasi yang
dilakukan membuat konsumen mampu memutuskan untuk membeli produk sesuai
dengan kebutuhan dan harapan. Keyakinan dan sikap konsumen yang merasa
puas akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya (Achmad dan
Istiqomah, 2014).
3. Purchase
Pada fase ini UD menjelaskan bagaimana konsumen untuk melakukan
pembelian produk. UD telah mengelompokkan daftar harga produk yang tersedia,
namun ada penawaran yang diberikan kepada konsumen yang membeli lebih
berupa diskon harga. UD menetapkan untuk pembelian minimal yakni 1 dus,
diskon akan diberikan kepada pembelian diatas 10 dus yang mendapatkan diskon

39
5%, lalu untuk pembelian diatas 25 dus akan mendapatkan diskon 10%, dan
pembelian diatas 50 dus akan mendapatkan diskon 15%. Negosiasi juga dapat
dilakukan konsumen karena UD lebih mengedepankan asas saling percaya dan
kekeluargaan. Negosiasi dilakukan antara UD dan pembeli untuk mencapai
kesepakatan yang diinginkan. Keputusan pembelian oleh konsumen adalah akhir
dari perilaku pembelian oleh konsumen, baik individu maupun kelompok yang
membeli suatu produk untuk konsumsi personal (Kotler dan Amstrong, 2010 dalam
Handayani dan Taufik). Harga suatu produk yang bersaing dapat mempengaruhi
keputusan konsumen dalam pembelian produk, semakin banyaknya konsumen
tetap maka semakin puas konsumen akan produk tersebut (Nababan, 2013).
4. Delivery
Pada fase ini adalah bagaimana perusahaan berusaha untuk
menyampaikan value propositions kepada konsumen. Pendekatan kekeluargaan
sering dilakukan perusahaan untuk menarik minat konsumen. UD akan
menawarkan apakah produk dapat diambil secara langsung atau dikirimkan
dengan perantara. Apabila secara langsung, konsumen diperbolehkan untuk
mengambil produk sesuai yang dibutuhkan dengan jumlah minimal. Minimal
jumlah produk yang diambil yakni 1 dus dengan isi 20 pack permen. Apabila
dengan perantara, UD akan menggunakan jasa pengiriman. UD juga berkomitmen
untuk selalu mengirimkan produk yang berkualitas secara tepat waktu. Hal ini
dilakukan sebagai salah satu upaya mempertahankan konsumennya. Komitmen
ini menjadi salah satu keunggulan yang dimiliki oleh UD dalam melayani
konsumennya. Penyampaian proposisi nilai kepada pelanggan oleh UD sesuai
dengan Irawan dan Sari (2018) yang menyatakan, penyampaian produk kepada
konsumen akhir atau pelanggan bisnis dapat dilakukan secara langsung maupun
melalui perantara. Sumber daya manusia standardisasi proses penyampaian, dan
tampilan fisik dalam penyampaian produk maupun jasa akan mempengaruhi
keputusan pembelian oleh konsumen, kepuasan konsumen dan evaluasi pasca
pembelian (lrawan dan Sari, 2018). Konflik saluran yang mungkin timbul pada
distribusi melalui lebih dari satu saluran (toko, distributor, agen atau reseller) dapat
dipecahkan melalui upaya koordinasi antar anggota dengan lebih baik sebagai
faktor kunci kepemimpinan saluran. Kepemimpinan saluran dilakukan oleh salah
satu anggota saluran yang lebih kuat, melalui seleksi anggota saluran menetapkan
harga, dan menentukan ketersediaan produk (Griffin dan Ebert, 2007).

40
5. Aftersale
Pada fase ini merupakan fase bagaimana memberikan dukungan dan
komunikasi yang terjaga dengan konsumen setelah pembelian. Mayoritas
konsumen UD adalah reseller. Konsumen dapat memberikan saran maupun kritik
dengan maksud menanyakan kualitas produk dan apakah ada kekurangan atau
tidak. Penyampaian kritik dan saran dapat dilakukan secara langsung kepada
pemilik. Kritik dan saran yang relevan dan dapat diterapkan untuk UD akan
menjadi pertimbangan pemilik untuk dilakukannya perbaikan. Hal tersebut
nantinya juga dapat meningkatkan kualitas produk di masa yang akan datang.
Kotler (2012) dalam Elsandra dan Suryadi (2016) layanan yang menyatakan,
layanan purnajual adalah diberikan perusahaan kepada konsumen setelah
terjadinya transaksi penjualan. Pemberian layanan purnajual biasanya diberikan
kepada pelanggan sebagai tanggung jawab penjual atas kualitas barang yang
dijual. Peningkatan kualitas produk dan layanan purnajual dapat berpengaruh
pada kepuasan konsumen yang akan berimbas pada loyalitas pelanggan.
Pentingnya fungsi purnajual dari sebuah perusahaan dapat menciptakan
kepuasan pelanggan (Elsandra dan Suryadi, 2016)

4.2.4 Customers Relationships (Hubungan Pelanggan)


Dalam elemen hubungan pelanggan, terdapat beberapa cara bagi
perusahaan dalam menjalin hubungan dengan para pelanggannya. Osterwalder
dan Pigneur (2016) mendefinisikan setidaknya ada enam hal yang dapat dilakukan
perusahaan dalam membangun hubungan dengan pelanggannya tersebut, yaitu:
pelayanan personal, mendedikasikan asisten individu, pelayanan-sendiri,
pelayanan otomatis terhadap diri sendiri, komunitas dan ko-kreasi. Keenam hal di
atas semata-mata bertujuan untuk mengakuisisi pelanggan, mempertahankan
pelanggan, maupun meningkatkan penjualan. Setiap perusahaan harus membuat
kebijakan yang mengatur pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan baik saat
ini dan masa depan (50minutes, 2017). Hubungan pelanggan merupakan
kekuatan yang dimiliki UD karena berkaitan dengan penyampaian proposisi
nilainya dengan pelanggan. Oleh karena itu diperlukan pemeliharaan untuk
menjaga hubungan yang dibangun oleh UD. Jenis yang dibangun oleh UD dengan
pelanggan bisnis dan konsumen adalah tipe hubungan bantuan personal, dengan
penjelasan sebagai berikut:

41
1. Bantuan personal kepada pelanggan bisnis
Hubungan yang dibangun antara pemilik dengan pelanggan bisnis yaitu
hubungan bantuan personal. Bantuan personal didasarkan pada pada
interaksi pemilik dan pelanggan bisnis. Interaksi yang terjadi dalam hubungan
personal yaitu secara langsung dan tidak langsung. Interaksi langsung terjadi
ketika pemiliki melakukan pengiriman produk, sedangkan interaksi tidak
langsung dilakukan dengan perantara media sosial. UD selaku pemasok
produk kepada pelanggan bisnis selalu berkomitmen untuk mempertahankan
pelanggan dan sasaran pasarnya melalui pengiriman produk secara tepat
waktu dan jaminan kualitas produk. Bantuan personal terhadap hubungan
yang dibangun pada interaksi langsung dan tidak langsung akan menimbulkan
kepercayaan pada rekan bisnis UD. Keuntungan yang didapatkan dari
hubungan ini adalah perusahaan dapat lebih fleksibel. Pengelolaan hubungan
yang efektif antara pembeli dan pelangangan dapat membantu perusahaan
merespon kebutuhan konsumen dengan lebih baik (Raharjo, 2013).
2. Bantuan personal kepada konsumen
Bantuan yang diberikan kepada konsumen berupa penyediaan contact
person berupa nomer dan e-mail yang tercantum dalam website. Apabila
konsumen mengakses website dan ingin melakukan pembelian dapat
menghubungi contact person yang tercantum. Contact person dan website
memudahkan pelanggan selama proses pembelian produk. Penerapan
manajemen hubungan pelanggan dilakukan melalui penerapan strategi yang
berfokus kepada pelanggan dan berkonsentrasi terhadap apa yang pelanggan
nilai. Tujuan akhir dari penerapan manajemen hubungan pelanggan adalah
peningkatan laba dan mendapatkan kesetiaan pelanggan terhadap
perusahaan (Oktariana dkk, 2012)

4.2.5 Revenue Streams (Aliran Pendapatan)


Elemen revenue streams menurut Osterwalder dan Pigneur (2016) merupakan
sebuah aliran yang membuat model bisnis dapat berjalan. Elemen ini
menggambarkan arus penghasilan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan dari
pelanggan. UD memiliki cara penjualan produk untuk membangun arus
pendapatannya. Sumber pendapatan itu terdiri dari: 1) penjualan produk umum; 2)
penjualan produk khusus; Aliran pendapatan dapat didefinisikan sebagai
pemasukan yang diterima oleh perusahan yang biasanya berbentuk uang dari

42
pelanggannya. Suatu model bisnis dapat terdiri dari dua jenis aliran pendapatan,
yaitu pendapatan transaksi dan pendapatan berulang. Kemampuan perusahaan
dalam menciptakan suatu diferensial pada sebuah produk merupakan salah satu
kunci mencapai keunggulan kompetitif dan termasuk salah satu strategi dalam
meningkatkan volume penjualan (Rahmiati, 2010).
Berdasarkan pelaksanaan bisnis aliran pendapatan didapat dari penjualan
produk. Penjualan produk merupakan kekuatan dalam bisnis model dan
berpotensi untuk diperbaiki agar arus pendapatan tersebut dapat dimaksimalkan.
Aliran pendapatan UD didapatkan dengan penjualan produk. Produk yang
dijualkan berupa permen dengan berbagai bentuk dan rasa. Adapun permen yang
dapat dipesan secara khusus sesuai permintaan konsumen. Penjualan dilakukan
melalui website, mitra penjualan dan penawaran secara langsung. Pendapatan
yang diterima oleh UD setiap bulannya mencapai Rp 46.000.000,00 namun
sayangnya belum ada pencatatan pemasukan atau pengeluaran secara detail
hanya pencatatan secara menyeluruh.

4.2.6 Key Resources (Sumber Daya Utama)


Key resources menggambarkan aset penting perusahaan yang diperlukan
agar sebuah model bisnis dapat berfungsi (Osterwalder dan Pigneur, 2016)
Sumber daya kunci didefinisikan sebagai sumber daya yang memungkinkan
perusahaan menjalankan aktivitas kuncinya untuk menawarkan proposisi nilai
kepada pelanggannya, menjangkau pasar, menjaga hubungan dengan segmen
pelanggannya, serta menghasilkan pendapatan. Key resources akan
memungkinkan perusahaan untuk membuat dan melebihi proposisi nilai,
mencapai pasar, memelihara hubungan dengan segmen pelanggan, dan
memperoleh pendapatan (Dewobroto, 2013). Pada umumnya sumber daya kunci
perusahaan adalah berbentuk manusia, fasilitas, teknologi,dan kemampuan
teknologi. Sumber daya utama yang dimiliki oleh UD berupa fisik, intelektual,
manusia dan finansial. Penjelasan sumber daya sebagai berikut :

1. Fisik
Sumber daya fisik merupakan kekayaan digunakan untuk menciptakan
proporsi nilai. Sumber daya fisik yang dimiliki oleh UD antara lain; bangunan,
mesin dan peralatan produksi. Sebuah perusahaan untuk beroperasi
membutuhkan tempat untuk bernaung sebagai tempat berjalannya aktivitas

43
usaha. Begitu pun dengan UD, salah satu sumber daya utama adalah
bangunan. Bangunan yang digunakan merupakan bangunan khusus produksi
UD. Sebagai tempat produksi produk UD hingga tempat penyimpanan
sementara sebelum di distribusikan, bangunan produksi UD tidak digunakan
sebagai tempat tinggal. Mesin yang digunakan dalam proses produksi permen
yaitu mesin pengaduk permen, sedangkan alat-alat yang digunakan yaitu,
cetakan permen, meja, kompor, panci, gas tabung dan alat pengaduk. Aset
fisik yang dimiliki UD akan berdampak pada perwujudan dan kualitas hasil
produk yang akan diterima pelanggan. Adanya sumber daya fisik akan
menunjang proses produksi produk pada UD.
2. Manusia
Sumber daya manusia merupakan pelaksana dari segala kegiatan yang
terjadi. UD hingga kini memiliki hingga 10 karyawan yang terbagi kedalam 1
sebagai penanggung jawab produksi, 7 karyawan produksi, dan 2 karyawan
pengemasan. Seluruh sumber daya manusia, khususnya karyawan produksi
telah mendapat arahan dalam pembuatan permen. Arahan akan dilakukan
setiap melakukan produksi pada pemesan produk baru. Sumber daya manusia
didapatkan dari masyarakat sekitar di tempat produksi. Pemilik UD turut serta
dalam proses operasional, namun keseharian di UD semua terpusat kepada
penanggung jawab produksi. Pemilik berperan dalam keseluruhan kegiatan
manajerial karena terkendala jumlah tenaga kerja.
3. Sumber daya finansial
Sumber daya finansial merupakan sebuah keharusan yang wajib dimiliki
berbagai usaha. Tanpa finansial operasional perusahaan tidak akan berjalan
sebagai mana mestinya. Sumber daya finansial memiliki peranan yang penting
bagi UD karena terkait dengan ketersediaan uang tunai yang digunakan untuk
menjalanankan model bisnisnya. Modal awal dalam pendirian UD sebesar Rp
30 juta pada tahun 2012 untuk pembangunan sarana dan prasarana. Sumber
daya finansial dalam kegiatan operasional bulanan dibutuhkan dan disalurkan
melalui laba setiap penjualan, yang mana berfungsi untuk menutup biaya
operasional yang ada dan sebagai pengembangan usaha kedepan. Kedua hal
ini berdampak pada ketersediaan produk di pasar dan secara tidak langsung
akan mempengaruhi kepuasaan konsumen.

44
4. Sumber daya intelektual
Selanjutnya, sumber daya intelektual yang dimiliki UD adalah izin produksi
produk industri rumah tangga (P-IRT) yang dikeluarkan dinas kesehatan, hak
kekayaan intelektual (HKI), Selain itu, ilmu pengetahuan mengenai bagaimana
produk permen yaitu berupa cara pengolahan hingga jadi produk dengan merk
menjadi salah satu sumber daya intelektual yang dimiliki perusahaan saat ini.
Sumber daya intelektual akan membantu UD menabah nilai jual produk.

4.2.7 Key Activities (Aktivitas Kunci)


Aktivitas kunci dapat digambarkan sebagai serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan untuk dapat menciptakan produk atau jasa yang
dibutuhkan oleh pelanggan, menyampaikannya secara tepat, untuk dapat menjalin
dan membina hubungan dengan pelanggannya yang muaranya adalah
pengelolaan pendapatan sebagai hasil dari penjualan produk atau jasa dari
pelanggannya tersebut. Aktivitas kunci yang dilakukan UD untuk menciptakan dan
memberikan proposisi nilai yang dibutuhkan pelanggan, menjangkau pasar,
mempertahankan pasar, dan memperoleh pendapatan. Aktivitas kunci yang
dilakukan hanya aktivitas pemasaran, berikut penjelasan aktivitas UD:
1. Aktivitas pemasaran produk
Aktivitas pemasaran di UD terdiri penyediaan bahan baku, bahan
tambahan, kemasan, proses produksi, dan penyaluran produk. Bahan baku
gula didapatkan dari pemasok di sekitar Kota Malang dan dikirim langsung ke
tempat produksi. Bahan tambahan pangan/BTP didapatkan dengan pembelian
di toko di sekitar Kota Malang. Kemasan diperoleh dari Malang dan dengan
pemesanan jangka panjang, serta dalam jumlah yang relatif lebih banyak
dibandingkan bahan lainnya, untuk meminimalkan ongkos. Aktivitas
penyediaan bahan juga termasuk dan dijelaskan dalam elemen kemitraan
utama (key Partnership). Pemasok bahan berpengaruh terhadap
keberlangsungan proses produksi dan kualitas hasil produknya serta
berdampak pada biaya operasional yang dikeluarkan dan penentuan harga.
Pemasok memiliki peran penting dalam menciptakan produk yang murah,
berkualitas, dan cepat. Selain itu, manajemen biaya pada proses pengadaan
material dengan memerhatikan Kondisi material, harga, dan perusahaan
pemasok dapat berpengaruh terhadap penentuan harga produk di pasar
(Shidqi dan Supriono, 2018). Aktivitas produksi yang terdiri dari pemasakan,

45
pembentukan dan pengemasan merupakan kekuatan UD dalam menjalankan
model bisnis karena pemasukan terbesar berasal dari penjualan produk.
Tanpa adanya aktivitas kunci, UD tidak dapat menciptakan dan menyampaikan
proposisi nilai yang akan memenuhi kebutuhan pelanggannya. Proses
produksi yang dilakukan yaitu, mengolah gula menjadi permen melalui
pemanasan gula sebagai tahap awal lalu dilanjutkan oleh pembentukan gula
dan pengemasan pada tahap akhir.

4.2.8 Key Patnerships (Kemitraan Utama)


Key Partnership merupakan salah satu elemen penting dalam business
model canvas, karena hakikatnya setiap organisasi maupun sebuah usaha sangat
membutuhkan kemitraan dengan pihak lain agar aktivitas dalam sebuah usaha
tetap berjalan lancar. Selain itu elemen kemitraan utama menjelaskan mitra saling
bekerjasama dengan perusahaan agar model bisnis dapat berjalan (Osterwalder
dan Pigneur, 2016). UD membentuk hubungan kemitraan dengan berbagai alasan
dan pertimbangan dalam mengurangi risiko dan memperoleh sumber daya yang
dibutuhkan. UD menciptakan kemitraan diantaranya yang berbentuk aliansi
strategis. Kemitraan strategis berguna untuk memperkuat posisi unit usaha dalam
menghadapi persaingan bisnis (Hidayat, 2013).Hubungan yang terbangun antara
UD dengan mitra adalah sebuah kepastian yang diberikan UD kepada mitra untuk
membeli pasokan pakan dalam jumlah besar dan konsisten dan menjualkan
produknya kepada reseller sehingga hubungan saling membutuhkan dan saling
menguntungkan terjadi dalam kemitraan tersebut. Penjelasan hubungan
kemitraan dari UD, sebagai berikut:
1. Kemitraan Strategis
UD menjalin kemitraan dengan pemasok bahan, reseller dan distributor.
Kemitraan strategis yang dibangun merupakan bentuk kerja sama pemasaran
dan distribusi antar dua unit usaha dengan menggunakan atau tanpa berbagi
sumber day dan tidak ada kompetisi di dalamnya. Kemitraan strategis berguna
untuk memperkuat posisi unit usaha dalam menghadapi persaingan (Hidayat,
2013). UD bekerja sama dengan pemasok bahan seperti “mitra pangan”,
reseller yang berasal dari luar daerah dan distributor yang merupakan jasa
ekspedisi antar daerah seperti “Heksa dan Wibowo” untuk menjalankan
bisnisnya. Kemitraan terjalin antara UD dengan pemasok kebutuhan
produksinya seperti pemasok bahan baku, bahan tambahan, dan kemasan.

46
Kemitraan UD dengan pemasok dilakukan atas dasar kebutuhan untuk
mengakuisisi sumber daya berupa bahan-bahan yang dibutuhkan dalam
penciptaan produk. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengoptimalkan
sumber daya tersebut. Selain itu, adanya kemitraan ini akan mempermudah
UD dalam pengadaan bahan baku untuk produksi. Bahan baku seperti gula
didapatkan dari “Mitra Pangan” pemesanan dilakukan untuk produksi tiap
bulannya hingga 500 kg. Bahan tambahan (glukosa, pewarna dan perasa)
dilakukan melalui pembelian di toko di sekitar Malang. Penyediaan bahan
tambahan dilakukan minimal untuk mencukupi 1 bulan produksi. Bahan
kemasan diperoleh dari Malang dan menerapkan pemesanan jangka panjang
serta jumlah yang relatif banyak untuk meminimalkan ongkos cetak kemasan
dan ongkos kirim. Strategi kemitraan dengan pihak pemasok memungkinkan
perusahaan bekerja secara efektif dalam suatu produk (Suharto dan Devie,
2013). UD menjalin kemitraan dengan reseller untuk memasarkan produknya.
Hubungan ini bertujuan saling menguntungkan dalam penjualan dan
pemasaran produk. Produk yang dijualkan oleh mitra akan lebih mudah
didapatkan konsumen akhir dan memudahkan UD dalam memperluas
pasarnya. Hubungan aliansi strategis terjadi antara perusahaan dengan
penghubung untuk memudahkan akses pemasaran produk yang dihasilkan
(Sa’diyah, 2016).

4.2.9 Cost Structure (Struktur Biaya)


Cost structure merupakan struktur biaya yang mencakup secara
keseluruhan yang menggambarkan biaya keluar dalam pengoperasian model
bisnis. UD memiliki struktur model bisnis terpacu-biaya. Struktur terpacu-biaya
menurut Osterwalder dan Pigneur (2016) merupakan struktur biaya yang terfokus
pada peminimalan biaya untuk menciptakan dan mempertahankan struktur biaya
seramping mungkin, maka dari itu UD menetapkan dengan harga yang fokus pada
minimalisasi biaya dengan menekannya. harga jual yang terjangkau kepada
pelanggan. Harga jual produk yang terjangkau dan cocok bagi pelanggan
berpengaruh secara signifikan terhadap minat pembelian ulang (Sari dkk, 2016)
Soselisa dkk (2017) menyatakan, minimalisasi biaya untuk membuat struktur biaya
menjadi lebih ramping adalah melalui penetapan segmen pelanggan yang sensitif
terhadap harga, menawarkan proposisi nilai yang murah, dan mengalihdayakan
non-aktivitas inti.

47
Berdasarkan hasil wawancara mengenai informasi yang didapat, UD
memiliki struktur biaya tetap (fixed cost) dan struktur biaya variabel (variable cost).
Biaya tetap adalah biaya yang tetap sama meskipun volume barang atau jasa yang
dihasilkan berbeda-beda. Biaya variabel adalah biaya yang bervariasi secara
proporsional dengan volume barang atau jasa yang dihasilkan (Osterwalder dan
Pigneur, 2016) berikut penjelasan kedua struktur biaya yang dimiliki UD :

1. Biaya Tetap (Fixed Cost)


Biaya tetap yang dikeluarkan oleh UD antara lain biaya pembayaran gaji
karyawan, dan bangunan dan peralatan.
a. Gaji karyawan
Proses pembayaran gaji karyawan yang dilakukan UD menggunakan
sistem pembayaran setiap produksi pemesanan, namun dibayarkan dalam
sebulan sekali. Secara detail pembayaran gaji karyawan akan dibayarkan tiap
bulan dengan pembayaran berdasarkan hasil produksi setiap bulannya.
Penentuan gaji karyawan berdasarkan jumlah hari kerja karyawan. Karyawan
dari UD merupakan masyarakat sekitar dan bersifat tidak terikat. Upah yang
diterima selama perbulan berkisar 2 juta rupiah.
b. Bangunan dan peralatan
Bangunan tempat produksi dibangun sesuai kebutuhan produksi untuk
menunjang permintaan permen konsumen. Bangunan tersebut dapat memuat
2 meja panjang untuk mencetak permen, 1 panci besar untuk mencampurkan
bahan, 1 alat pengaduk dan 1 ruangan untuk tempat penyimpanan sementara.
Pembelian peralatan juga menjadi salah satu pengeluaran dalam biaya tetap
sebagai biaya investasi peralatan jangka panjang, hal ini dibutuhkan dalam
mendukung operasional aktivitas usaha sehingga segalanya berjalan dengan
semestinya dan lancar. Contoh peralatan adalah pembelian panci masak, alat
pengaduk, kompor dan meja. Biaya tetap akan selalu konstan walaupun
kegiatan usaha dan volume penjualan mengalami perubahan. Biaya yang
dikeluarkan UD dalam pembangunan tempat produksi dan peralatan termasuk
dalam modal awal yakni 30 juta rupiah

2. Biaya Variabel (Variabel Cost)


Biaya variabel dalam model bisnis yaitu pengadaan bahan baku, bahan
tambahan, bahan kemasan, biaya distribusi serta biaya-biaya tambahan

48
pendukung (air, listrik dan sertifikasi). Biaya variabel dapat bervariasi
tergantung volume dan produk yang dihasilkan, dalam usaha ini maka
tergantung kepada jenis produk dan jumlahnya. Berikut biaya variabel yang
dikeluarkan UD:
a. Biaya pengadaan bahan baku
Biaya pengadaan bahan baku yang termasuk kedalam biaya variabel
diantaranya adalah pembelian gula dan glukosa. Pengeluaran ini tergantung
kepada produk jenis dan jumlahnya. Biaya pengadaan bahan baku tergantung
dengan harga pasar yang beredar. Setiap bulannya biaya yang dikeluarkan
oleh UD untuk biaya pengadaan bahan baku berkisar 5 juta rupiah.
b. Biaya bahan tambahan
Biaya bahan tambahan yang termasuk kedalam biaya variabel diantaranya
adalah pembelian pewarna dan perasa. Bahan tambahan didapat di beberapa
toko yang ada di Malang dan luar negeri. Harga pada bahan tambahan
tergantung dengan toko yang menjualnya. Setiap bulan UD mengeluarkan
biaya untuk bahan tambahan berkisar 900 ribu rupiah.
c. Biaya bahan kemasan
Biaya bahan kemasan yang digunakan tergantung dengan bentuk permen
sehingga biaya yang dikeluarkan tergantung dengan bentuk permen yang
diproduksi. Bahan kemasan didapat di beberapa toko yang ada di Malang.
Harga kemasan tergantung dengan kemasan yang dipesan. Setiap bulan UD
mengeluarkan biaya untuk bahan kemasan berkisar 700 ribu rupiah.
d. Biaya distribusi
Biaya distribusi termasuk kedalam biaya variabel karena perusahaan
belum memiliki kurir internal. Proses pengiriman atau distribusi yang dilakukan
perusahaan lebih kepada perjanjian antara UD dengan konsumen apakah
ingin dikirim atau diambil langsung, sehingga tidak ada biaya pasti yang
dikeluarkan perusahaan untuk pembiayaan distribusi. Biaya distribusi UD yang
dikeluarkan berkisar 800 ribu rupiah.
e. Biaya tambahan pendukung
Biaya tambahan pendukung (air, listrik dan sertifikasi) dapat mengalami
perubahan seiring dengan berubahnya volume produksi. Biaya bahan
tambahan pendukung setiap bulannya tidak selalu sama. Hal tersebut dikarena
penggunaan berdasarkan kebutuhan UD. Biaya yang dikeluarkan UD setiap
bulannya berkisar 1 juta rupiah.

49
4.3 Keterkaitan Elemen SWOT pada Elemen BMC
Bedasarkan hasil identifikasi elemen BMC, terdapat beberapa indikator
elemen yang mengandung kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang utama
bagi usaha. Identifikasi SWOT pada elemen BMC dapat dilihat pada Lampiran 4
rumusan elemen SWOT dipetakan pada Tabel 4.2 untuk mengetahui keterkaitan
setiap faktor elemen SWOT terhadap elemen BMC sehingga didapatkan
hubungan keterkaitan yang lebih jelas antar keduanya. Pemilihan isu-isu strategis
sebagai pemetaan BMC sebagai penyusunannya. Keterkaitan elemen SWOT
pada elemen BMC dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Keterkaitan Faktor Elemen SWOT dengan Elemen BMC


Elemen Business model Canvas
Analisis SWOT
CS VP C CR RS KR KA KP CSt

Kemitraan strategis
(pemasok bahan dan ✓
reseller)

Aktivitas pemasaran
(Penyediaan bahan, proses ✓
produksi dan distribusi

Kualitas bahan ✓

Bantuan personal terhadap



(pelanggan dan konsumen)
Strengths(S)
Saluran langsung (penjualan

melalui website)

Customer segments
terdiversifikasi ✓
(produk umum dan khusus

Penjualan produk permen



lollipop

Sumber daya manusia, fisik ,



finansial dan intelektual

Kemitraan strategis
(pemasok bahan dan ✓
reseller
Weaknesses
(W)
Aktivitas pemasaran
(Penyediaan bahan, proses ✓
produksi dan distribusi)

50
Tabel 4.2 Keterkaitan Faktor Elemen SWOT dengan Elemen BMC (Lanjutan)
Elemen Business model Canvas
Analisis SWOT
CS VP C CR RS KR KA KP CSt

Sumber daya manusia dan



finansial

Kualitas bahan ✓
Weaknesses
(W)
Bantuan personal kepada

pelanggan dan konsumen

Saluran tidak langsung ✓

Produk memiliki banyak



varian rasa dan bentuk

Bantuan personal kepada



pelanggan dan konsumen

Saluran tidak langsung ✓


Opputunities
(O) Customer segments
tersegmentasi
(Geografis, demografis ✓
,psikografis dan
tingkah laku)

Penjualan produk permen



lollipop

Aktivitas pemasaran
(Penyediaan bahan, proses ✓
produksi dan distribusi)

Bantuan personal

Threats (T) (pelanggan dan konsumen)

Saluran tidak langsung ✓

Biaya tetap dan



variabel

Keterangan

CS : Customer Segments
VP: Value Proposition
C: Channels
CR: Customer Relationships
RS: Revenue Streams
KR: Key Resources
KA: Key Activities
KP: Key Partners
CSt: Cost Structure

51
4.4 Evaluasi Model Bisnis Kanvas dengan Analisis SWOT
Model bisnis yang didapatkan kemudian dievaluasi melalui analisis kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT) pada masing-masing elemennya.
Empat perspektif untuk menilai masing-masing elemen model bisnis didapatkan
melalui analisis SWOT, sedangkan model bisnis kanvas akan merujuk pada
pemberian fokus yang diperlukan untuk sebuah diskusi yang terstruktur
(Osterwalder dan Pigneur, 2016). Evaluasi model bisnis melalui identifikasi
lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan
ancaman) suatu model bisnis. Analisis serta penjelasan kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman dari sembilan elemen model bisnis kanvas UD dapat dilihat
pada Lampiran 4. Tahap selanjutnya adalah pemilihan isu-isu strategis sebagai
dasar penyusunan alternatif strategi pengembangan usaha. Isu strategis
didapatkan melalui pemilihan, dengan pengelompokan isu yang saling berkaitan.
Pemilihan isu yang digunakan berbeda dengan identifikasi SWOT dalam elemen
BMC. Hal tersebut dikarenakan pada pemilihan isu pada tahap ini lebih pada ke
orientasi pada pengembangan usaha, sedangkan dalam identifikasi SWOT dalam
elemen BMC digunakan hanya untuk pemetaan model kanvas. Berikut hasil
analisis lingkungan internal dan eksternal yang mencakup penjelasan isu serta
hasil penilaian bobot dan rating untuk faktor internal maupun eksternal.
Perhitungan matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Lampiran 5

4.4.1 Analisis Lingkungan Internal


Analisis lingkungan internal dilakukan melalui identifikasi faktor internal
perusahaan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan perusahaan. Setelah
diidentifikasi, maka dilakukan pembobotan dan pemberian rating pada masing-
masing variabel. Hasil pembobotan dan rating menggunakan matriks IFE dapat
dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Hasil Matriks IFE
Rata-rata Rata-rata
Kekuatan Skor Total
rating bobot
A. Segmentasi
konsumen 3 0,167 0,500
terdiversifikasi
B. Pelopor produk 2,5 0,149 0,372
permen lollipop
C. Produk yang 3,5 0,173 0,604
berkualitas
D. Kerja sama dengan 3,75 0,143 0,536
mitra

52
Tabel 4.3 Hasil Matriks IFE (lanjutan)
Rata-rata Rata-rata
Kelemahan Skor Total
rating bobot
E. Kurangnya optimasi 1 0,128 0,128
pemasaran
F. Keterbatasan dalam
teknologi dan sumber 1,5 0,116 0,174
daya manusia
G. Kurangnya sumber 1,25 0,125 0,156
daya manusia
Total 1 2,470

Total skor 2,470 tersebut menunjukkan UD pada posisi yang lemah. Menurut
Umar (2003), Jika skor terbobot diatas 2,5 maka secara internal sebuah usaha
berada pada posisi kuat sebaliknya jika berada dibawah 2,5 maka menandakan
perusahaan pada posisi lemah. Oleh karena itu UD perlu memperkuat secara
internal lebih dahulu. Kekuatan utama pada perusahaan ini berdasarkan skor
tertinggi adalah produk yang berkualitas dengan skor 0,604 dengan menggunakan
bahan-bahan yang berkualitas maka produk yang dihasilkan berkualitas pula.
Konsumen lebih memilih kualitas produk yang bagus dengan merek jasa atau
produk sebagai nilai yang paling penting dari pada uang yang diberikan, atau dapat
dikatakan harga kurang penting daripada kualitas (Paliati, 2007). Kelemahan
utama pada UD ini berdasarkan skor tertinggi yaitu keterbatasan dalam teknologi
dengan skor 0,174. Menurut Indriani dan Sanny (2015), perkembangan teknologi
dapat dilakukan dengan memperbarui mesin dan peralatan industri atau
pengolahan yang ada untuk meningkatkan kualitas produk, perubahan teknologi
yang pesat menjadi salah satu kelemahan UD karena belum bisa memanfaatkan
kemajuan teknologi saat ini dan harganya yang relatif mahal. Berikut penjelasan
dari masing-masing kekuatan dan kelemahan yang dimiliki UD darmadaksa dalam
menjalankan model bisnisnya.

a. Kekuatan
1. Segmentasi Terdiversifikasi
Segmentasi konsumen terdiversifikasi menjadi dua kelompok yaitu,
konsumen dengan pembelian produk biasa dan produk khusus. Adanya
segmentasi ini, UD mampu melayani pelanggan sesuai kebutuhan masing-
masing. Pada produk khusus UD menargetkan reseller atau pembelian grosiran
yang dapat memesan bentuk permen atau menambah pernak-pernik yang sesuai

53
dengan keinginan pembeli. Lalu, untuk pembelian produk biasa UD menargetkan
pembeli yang ingin membeli dengan jumlah yang tidak banyak dan pembeli tidak
dapat memesan permen dengan bentuk khusus. Segmentasi yang berfokus pada
kebutuhan memudahkan UD menciptakan dan menyampaikan proposisi nilai
sesuai dengan harapan konsumen. Hal ini dapat berdampak pada pencapaian
kepuasan pelanggan dan peningkatan minat beli ulang oleh pelanggan.
Segmentasi konsumen memungkinkan perusahaan berfokus pada pengalokasian
sumber daya, menentukan posisi pasar perusahaan, dan merupakan faktor kunci
untuk menciptakan keunggulan kompetitif dalam menghadapi pesaing karena
dengan adanya segmentasi akan membuat perusahaan memandang dengan cara
yang berbeda (Ahmadi dan Herlina, 2017). Segmentasi konsumen yang berbeda
memungkinkan arus pendapatan yang berbeda pula karena menyesuaikan
dengan pemasukan pendapatan dari masing-masing segmen konsumen (Syafira,
2017).
2. Pelopor Produk Permen Lollipop
Darmadaksa merupakan salah satu pelopor produk permen lolipop yang ada
di Malang dengan menggunakan gula sebagai bahan utamanya. Peran produk UD
sebagai produk pelopor, kualitas produk yang terjamin dan memiliki banyak bentuk
yang unik. Salah satu cara menjadi pelopor yaitu memiliki produk unik. UD memiliki
bentuk permen seperti bulat, love, matahari, angry bird, spiral, kupu-kupu, gajah,
jempol, angsa dan lain-lain. Rasa yang dimiliki UD seperti varian rasa strawberry,
pineapple, blackcurrant, blood orange, mango, orange dan lemon. Bahan yang
digunakan adalah bahan yang berkualitas seperti gula dan glukosa kemudian
untuk perasa menggunakan produk silesia yang langsung di impor dari Jerman
dan pewarna makanan. Keunikan produk mampu menimbulkan suatu persepsi
dan menjadi salah satu pertimbangan utama konsumen melakukan pembelian.
Konsumen lebih memilih produk unik yang disukai dan memenuhi kebutuhan (Poli
dkk, 2015).
3. Produk Yang Berkualitas
Kualitas bahan baku merupakan faktor yang penting karena sangat
mempengaruhi kualitas produk akhir yang akan dihasilkan. Produk permen lollipop
cukup memiliki kualitas yang berdaya saing. Produk hasil olahannya dibuat dari
bahan baku yang berkualitas. bahan baku yang digunakan oleh UD seperti gula,
glukosa, perasa makanan dan pewarna makanan. Gula yang digunakan adalah
gula pasir putih ,glukosa yang digunakan berasal dari supplier yang terpercaya,

54
dan perasa dan pewarna makanan yang sesuai dengan standar dari DepKes RI.
Pada tahap awal produksi permen lolipop, UD Darmadaksa melakukan pemilihan
kualitas bahan baku yaitu pada gula sebelum diproses. Dalam pemilihan gula
tersebut yaitu memilih gula pasir putih. Lalu pemilihan pada glukosa yaitu glukosa
yang memiliki standar yang sesuai dengan depkes RI. Beberapa tahap dalam
proses produksi permen lolipop terdiri dari pemasakan, pemberian warna,
pengaturan adonan, pemotongan adonan ulir, dan pencetakan. Pengendalian
mutu pada proses pemilihan gula dilakukan dengan pemilihan produk yang
berkualitas. Dalam proses produksinya, bahan baku yang digunakan gula dan
glukosa dengan perbandingan 5 : 1. Tahapan proses produksi mulai dari
pemasakan gula dan glukosa sampai mencapai suhu 125ºC, pemberian warna,
pengaturan kombinasi warna, pemotongan adonan ulir dan pencetak permen
lolipop. Standar mutu untuk produk permen lolipop saat ini yaitu P-IRT nomor
2093507021575—19. Lalu untuk pengendalian mutu produk akhir yaitu
menyesuaikan kembali dengan standar mutu permen lolipop baik rasa maupun
tekstur. Pengawasan mutu terhadap bahan baku yang akan digunakan harus
dilakukan secara ketat saat penerimaan. Pemilihan serta pemeliharaan kualitas
bahan baku harus menjadi tahap penting (Suparjo, 2010). Pemilihan bahan baku
dilakukan untuk memperkecil risiko kegagalan produk yang dihasilkan dan
membantu dalam mempertahankan mutu produk (Koswara, 2009). Adanya
pengendalian mutu pada tahap awal hingga akhir produksi permen lolipop menjadi
salah satu kekuatan UD Darmadaksa. Selain itu memiliki banyak varian dari
bentuk hingga rasa. Pembuatan desain kemasan produk yang menarik merupakan
salah satu strategi dalam penjualan produk yang menjadi salah satu bagian dari
kualitas produk, desain yang menarik akan mempengaruhi konsumen untuk
membeli suatu produk (Syamsudin dkk, 2015). Produk dengan kualitas terbaik
diperlukan upaya perbaikan terhadap kemampuan produk, manusia, proses dan
lingkungan (Irawan dan Edwin, 2013).
4. Kerja Sama Dengan Mitra
Keberadaan UD Darmadaksa dapat meningkatkan perekonomian masyarakat
selain dapat membuka lapangan pekerjaan juga meningkatan pendapatan
masyarakat . Oleh karena itu, pemerintah daerah memberikan dukungan untuk
melakukan kegiatan kewirausahaan serta membantu dalam mempromosikan
secara offline. Menjalin kerja sama dengan mitra usaha untuk pengembangan
perusahaan dalam bidang bisnis yang sama maupun dengan pemerintah sangat

55
penting untuk perkembangan usaha UD. Dukungan dari pemerintah menjadi salah
satu peluang yang dimiliki oleh UD. Dukungan tersebut dilakukan dengan cara
mempromosikan produk baru UD yaitu permen kepada masyarakat luas dengan
mengikuti berbagai pameran yang diadakan oleh Dinas Pertanian, Dinas Koperasi,
serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Kemitraan juga bisa dilakukan
dengan supplier, distributor maupun pelaku usaha lainnya agar dapat
mengembangkan usahanya. Tetapi tidak lepas dari peran pemerintah sebagai
mitra utama dalam pengembangan usaha masyarakat. Pengembangan usaha
perlu diperhatikan oleh pemerintah maupun masyarakat agar usaha tersebut dapat
berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya (Hansen dkk, 2009).

b. Kelemahan
1. Kurangnya Optimasi Pemasaran
Terbatasnya kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh UD Darmadaksa
menjadi kelemahan Darmadaksa. Sistem pemasaraan darmadaksa memiliki
kelemahan dan diperlukan adanya optimasi pemasaran untuk meningkatkan
volume penjualan produk. Tanpa adanya optimasi pemasaran usaha akan sulit
untuk berkembang. Optimasi pemasaran dapat dilakukan dengan cara online dan
offline. Penjualan yang dilakukan UD dilakukan secara online dan offline.
Penjualan online menggunakan website dan sosial media sedangkan penjualan
offline dilakukan dengan cara menawarkan produk secara langsung dan bermitra
dengan agen untuk penjualan produk diluar Pulau Jawa. Strategi optimasi
pemasaran yang dapat dilakukan secara online yaitu dengan menambah media
promosi kepada pelanggan melalui media sosial seperti instagram, dan aplikasi
belanja online dengan akun resmi dari UD. Promosi yang dilakukan dapat
mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu produk (Zuhri dan
Christiani, 2014). Promosi berfungsi untuk mempengaruhi sikap dan kesukaan
konsumen dalam memilih produk yang dimiliki suatu perusahaan, serta
memotivasi konsumen melakukan keputusan pembelian terhadap produk yang
ditawarkan. Lalu, strategi optimasi pemasaran secara offline yaitu dapat dilakukan
dengan mengikuti dan mencari informasi terkait kegiatan pameran yang diadakan
selain dari pemerintah, seperti pameran pangan. Dalam pelaksanaannya promosi
penjualan dengan menjadwalkan program promosi penjualan secara berkala dan
disampaikan kepada konsumen dapat meningkatkan intensitas penjualan.
Beberapa macam faktor promosi yang sering dilakukan oleh perusahaan biasanya

56
periklanan, promosi penjualan, penjualan personal, pemasaran langsung dan
hubungan masyarakat. Kegiatan promosi yang dapat dilakukan perusahaan salah
satunya memanfaatkan promosi secara online di beberapa media sosial (Lovelock
dan Wirtz, 2011).
2. Terbatasnya Dalam Teknologi
Perkembangan teknologi mesin yang pesat berpengaruh terhadap kegiatan
produksi UD Darmadaksa. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam produksi
permen lolipop antara lain gunting, baskom, panci, mesin pengaduk, meja
pemanas dan cetakan. Dalam produksi permen lolipop di UD Darmadaksa masih
dilakukan secara manual baik pada mesin maupun peralatan, salah satunya pada
proses pemotongan adonan ulir. Pada tahap pemotongan adonan masih
menggunakan gunting, sehingga berpotensi memiliki ukuran yang tidak sesuai
serta waktu produksi yang tidak efektif. Dalam sekali produksi permen lolipop
biasanya menghasilkan atau 1250 pack dalam 12 jam. Produksi dilakukan dengan
menyesuaikan pemesanan sehingga tidak menentu produksinya setiap tahun.
Dalam setiap pemesanan tersebut tidak dilakukan pencatatan. Selain itu,
minimnya jumlah pekerja serta sistem penjadwalan yang belum maksimal juga
mempengaruhi produksi permen untuk memenuhi permintaan konsumen. Indriani
dan Sanny (2015), perkembangan teknologi dapat dilakukan dengan memperbarui
mesin dan peralatan industri atau pengolahan yang ada untuk meningkatkan
kualitas produk. Penggunaan mesin produksi merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi, maupun meningkatkan mutu
dan nilai tambah produk. Selain itu, penggunaan mesin di industri dapat
meningkatkan daya kerja manusia dalam produksi. Menurut Indriani dan Sanny
(2015), perkembangan teknologi dapat dilakukan dengan memperbarui mesin dan
peralatan industri atau pengolahan yang ada untuk meningkatkan kualitas produk.
Menurut Siahaan (2004), penerapan perkembangan teknologi saat ini dapat
dilakukan dengan mengganti mesin dan peralatan. Penerapan teknologi
mempunyai ciri memanfaatkan bahan lokal, menyerap tenaga kerja dan tidak
mengorbankan jumlah maupun mutu produksi (Griffin, 2009). Perubahan teknologi
yang pesat menjadi salah satu kelemahan Darmadaksa karena belum bisa
memanfaatkan kemajuan teknologi saat ini.
3. Terbatasnya Dalam SDM
Sumber daya manusia atau tenaga kerja yang mendukung sangat diperlukan
dalam pengembangan suatu perusahaan. UD menggunakan tenaga kerja lokal

57
dari masyarakat sekitar pabrik, namun jumlah pekerja tersebut terkadang tidak
menentu setiap produksinya. Hal tersebut tentunya dapat berdampak negatif
kepada perusahaan yaitu dapat mengalami ketidakseimbangan antara jumlah
pekerja dengan permintaan konsumen (pemesanan) kapasitas produksi hingga
1200 kg setiap bulannya sesuai dengan pesanan yang diterima, perlunya
penjelasan ulang mengenai sistem produksinya. Selain itu, pemberian biaya upah
sama baik tenaga kerja luar daerah maupun tenaga kerja lokal yang berbeda
hanya fasilitas makan dan tempat tinggal. Fuad (2015), keberadaan tenaga kerja
yang dekat dengan lokasi usaha menjadi hal yang penting dalam menjalankan
suatu usaha karena dapat mempengaruhi biaya upah. Lokasi pekerja yang dekat
dengan lokasi produksi mempengaruhi upah yang akan diberikan kepada tenaga
kerja, semakin dekat dengan lokasi maka dapat meminimumkan biaya transportasi
karyawan. Kurangnya SDM pada UD juga mempengaruhi tingkat produksi dan
penjualan. Rendahnya tingkat pendidikan akan membuat tenaga kerja lebih
memilih melakukan pekerjaan dengan cara tradisional sehingga hasilnya kurang
efektif (Olatunde, 2017). Pendidikan tenaga kerja UD yang tergolong rendah
cenderung kurang memikirkan mengenai pengembangan usaha karena dirasa
sudah cukup dalam segi keuangan, sehingga kualitas produk, efisiensi dan
efektivitas produksi tidak dapat meningkat. Hal ini berpengaruh terhadap
pengembangan usaha sehingga menjadi salah satu kelemahan yang dimiliki UD.

4.3.2 Analisis Lingkungan Eksternal


Analisis matriks EFE merupakan hasil dari identifikasi faktor-faktor eksternal
berupa peluang dan ancaman yang berpengaruh pada UD. Hasil perkalian antara
rata-rata pembobotan dan penilaian rating akan menghasilkan total skor.
Berdasarkan hasil pembobotan dan rating menggunakan matriks EFE dapat
diketahui bahwa skor matriks EFE adalah 2,751, tabel hasil matriks EFE dapat
dilihat pada Tabel 4.4 Total skor tersebut menunjukkan posisi rata-rata. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa secara eksternal UD berada pada posisi kuat.
Jika nilai skor terbobot diatas 2,5 maka secara eksternal perusahaan berada pada
posisi kuat, sebaliknya jika bernilai dibawah 2,5 maka perusahaan pada posisi
lemah (Umar, 2003).

58
Tabel 4.4 Hasil matriks EFE
Rata-rata Rata-rata
Peluang Skor Total
rating bobot
A. Pemanfaatan media 3,5 0,143 0,500
sosial
B. Produsen permen lollipop 3,5 0,155 0,542
masih sedikit
C. Produk dapat dikonsumsi
oleh semua umur dari 3,5 0,152 0,531
kalangan
D. Kerjasama dengan mitra 3,5 0,143 0,500
kerja baru
Rata-rata Rata-rata
Ancaman Skor Total
rating bobot
E. Fluktuasi harga bahan
1,5 0,137 0,205
baku
F. Persaingan dan branding
1,75 0,122 0,214
dengan usaha sejenis
G. Mitra berpengaruh
1,5 0,149 0,223
terhadap penjualan
Total 1,000 2,715

Peluang utama pada perusahaan ini berdasarkan skor tertinggi yaitu produsen
permen lollipop masih sedikit dengan skor 0,542. Peluang pasar masih terbuka
secara luas untuk memasarkan produk dapat menjadi peluang bagi perusahaan
untuk meningkatkan penjualan produk. Apabila banyaknya daerah yang belum
terjangkau maka diperlukan strategi pemasaran yang tepat untuk meningkatkan
penjualan (Wibowo dkk, 2018). Ancaman utama perusahaan berdasarkan
perhitungan total skor tertinggi diperoleh pada mitra berpengaruh terhadap
penjualan dengan skor 0.223 Hal tersebut menjadi motivasi bagi perusahaan untuk
mempertahankan maupun meningkatkan jumlah konsumen dengan menghasilkan
produk yang berkualitas serta memaksimalkan strategi pemasaran. Pemasaran
yang baik untuk mengembangkan suatu produk melalui pengembangan interaksi
yang erat dengan pemasok dan pesaing untuk menambah nilai melalui usaha kerja
sama (Setyorini et al, 2016). Hasil total nilai pada EFE di dapatkan skor sebesar
2,715. Berikut penjelasan dari masing-masing kekuatan dan kelemahan yang
dimiliku UD Darmadaksa dalam menjalankan model bisnisnya.

59
c. Peluang
1. Pemanfaatan Media Sosial
UD telah melakukan berbagai macam promosi namun belum maksimal.
Promosi secara online dilakukan melalui reseller dan website, sedangkan promosi
secara offline dilakukan dengan mengikuti pameran produk yang diselenggarakan
oleh pemerintah. Dalam memasarkan suatu produk, perusahaan harus
mengetahui strategi penjualan yang tepat agar dapat mengimplementasikan pasar
sasarannya. Perusahaan diharapkan mampu melakukan penerapan strategi
pemasaran demi mempertahankan dan mengembangkan perusahaan. Penjualan
akan mengalami peningkatan apabila didukung oleh strategi pemasaran (Tinungki
dkk, 2018). Oleh karena itu, dengan memanfaatkan peluang pangsa pasar yang
masih luas serta kemudahan akses pemasaran dari pemerintah dapat dilakukan
strategi pemasaran secara maksimal baik secara online. Strategi yang dapat
dilakukan secara online yaitu dengan menambah media promosi kepada
pelanggan melalui media sosial seperti instagram, aplikasi belanja online (Shopee,
Tokopedia, Bukalapak) dengan akun resmi dari UD dan pembaruan website yang
dimiliki UD. Dalam melaksanakan promosi penjualan dengan menjadwalkan
program promosi penjualan secara berkala dan disampaikan kepada konsumen
dapat meningkatkan intensitas penjualan. Beberapa macam faktor promosi yang
sering dilakukan oleh perusahaan biasanya periklanan, promosi penjualan,
penjualan personal, pemasaran langsung dan hubungan masyarakat. Kegiatan
promosi yang dapat dilakukan perusahaan salah satunya memanfaatkan promosi
secara online di beberapa media sosial (Lovelock dan Wirtz, 2011). Pemanfaatan
media sosial akan memudahkan pemilik untuk menjangkau konsumennya dan
meningkatkan penjualannya.
2. Produsen Permen Lollipop Masih Sedikit
Keberadaan produk permen lolipop khususnya di daerah Malang dapat
menjadi peluang bagi perusahaan. Selain memiliki pangsa pasar yang masih luas,
pemanfaatan gula menjadi permen khususnya permen lolipop terbilang masih
jarang diproduksi sehingga pesaing sejenis permen lolipop saat ini khususnya di
daerah Malang yaitu permen dengan merk “Lolipop Nusantara”. Kemasan yang
digunakan kemasan primer berupa plastik yang membungkus permen kemudian
terdapat kemasan sekunder yang merupakan kemasan pack dimana 1 pack berisi
20 pcs permen dan ada kemasan tersier yaitu kardus. Peluang pasar masih
terbuka secara luas untuk memasarkan produk dapat menjadi peluang bagi

60
perusahaan untuk meningkatkan penjualan produk. Apabila banyaknya daerah
yang belum terjangkau maka diperlukan strategi pemasaran yang tepat untuk
meningkatkan penjualan (Wibowo dkk, 2018).
3. Produk Dapat Dikonsumsi Oleh Semua Umur Dari Kalangan
Produk yang dimiliki UD dapat dikonsumsi oleh semua kalangan. Oleh karena
itu semua kalangan usia berkisar usia 5 hingga 50 tahun dapat mengonsumsi
permen ini terkecuali orang yang memiliki riwayat penyakit tertentu. Hal tersebut
dikarena permen salah satu produk pangan yang disukai oleh semua kalangan
masyarakat dari anak-anak hingga orang dewasa serta merupakan produk pangan
yang dapat dikonsumsi kapan saja. Kekuatan eksternal mempengaruhi jenis
produk yang dikembangkan, karakteristik segmentasi pasar dan strategi
positioning, jenis layanan yang ditawarkan, dan pilihan bisnis yang mereka ingin
memperoleh atau menjual (Pospiech, 2018). Produk permen harus bisa
memberikan nilai dari setiap produk atau atribut yang ditawarkan kepada
konsumen. Nilai-nilai suatu produk yang dilihat, jenis maupun atribut yang
menyertainya akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian terhadap
suatu produk dan/atau jasa (Dewi dkk, 2015).
4. Kerjasama Dengan Mitra Kerja Baru
Salah satu mita yang bekerja sama dengan UD saat ini adalah mitra pangan
yang menangani pasokan bahan baku yang di gunakan UD. Banyaknya pesaing
yang ada maka UD harus meningkatkan daya saing dengan menjalin kerjasama
dengan mitra baru. UD harus dapat meningkatkan daya saing perusahaan maupun
daya saing produknya agar tetap mampu bertahan. Kunci utamanya terdapat pada
UD sendiri, khususnya pengusaha UD dengan dukungan para pekerjanya.
Meningkatnya daya saing usaha,maka akan mendorong terciptanya daya saing
produk. Hal lain yang harus menjadi prioritas UD adalah meningkatkan kerjasama
dengan antar sentra pengusaha dan stakeholder (Utama,2013). Saat ini bayak
retail modern yang bekerja sama dengan UMKM. Produk yang dikemas dengan
baik dapat dijual ke Hipermart sehingga mampu meningkatkan omset dengan
penjualan retail modern, dengan menjalin kerjasama dengan mitra baru akan
meningkatkan daya saing perusahaan itu, selain itu dengan dukungan pemerintah
melalui kebijakan juga dapat berupa peminjaman modal dan melakukan program
bimbingan masal terkait industri pengolahan (Ilham, 2015).

61
d. Ancaman
1. Fluktuasi Harga Bahan Baku
Pada hari perayaan nasional seperti perayaan keagamaan maupun tahun
baru, jumlah permintaan konsumen terhadap produk oleh-oleh seringkali
mengalami peningkatan, sehingga dapat dijadikan peluang bagi setiap
perusahaan. Namun pada permen lolipop yang diproduksi UD Darmadaksa dapat
menjadi ancaman, dikarenakan perusahaan cenderung mengalami kesulitan
untuk memenuhi permintaan konsumen khususnya pada hari raya nasional.
Pemesanan dapat melonjak tinggi di banding hari biasanya. Dalam setiap
pemesanan tersebut tidak dilakukan pencatatan. Sulitnya memenuhi permintaan
konsumen disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jumlah pekerja setiap
produksinya tidak menentu, fluktuasi harga bahan baku, dan perusahaan juga
tidak memiliki ruang khusus atau gudang penyimpanan stok. Fluktuasi menjadi
ancaman pada UD Darmadaksa saat ini. Fluktuasi merupakan suatu proses
ketidasesuaian harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan
mekanisme pasar. Fluktuasi dapat berdampak negatif ataupun positif bagi suatu
usaha (Torti dkk, 2011). Salah satu dampak negatif inflasi pada usaha yakni daya
beli konsumen yang menurun karena ketidak sesuaian harga. Fluktuasi harga
akan berpengaruh terhadap proses produksi, dan dampaknya terhadap
permintaan. Hal ini membuktikan bahwa fluktuasi merupakan ancaman yang
sangat kuat terhadap pengembangan UD Darmadaksa, apabila terjadi kenaikan
harga bahan maka harga produk akan menjadi tinggi sehingga daya beli
konsumen menjadi rendah. Oleh karena itu di perlukan aspek persediaan produk
ketika harga stabil. Afianti dan Azwir (2017), aspek persediaan pada industri,
berperan penting bagi kelancaran proses produksi di perusahaan. Jika persediaan
tidak mencukupi, perusahaan akan dihadapkan pada risiko ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang mengakibatkan perusahaan
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi, karena
dalam praktiknya, sering kali permintaan konsumen mengalami fluktuasi baik
jumlah, jenis, dan frekuensinya. Perusahaan harus melakukan suatu manajemen
yang tepat untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan yang tidak pasti.
2. Persaingan dan Branding Dengan Usaha Sejenis
Pesaing merupakan perusahaan yang menjual produk yang sama atau mirip
dengan produk yang ditawarkan dan memiliki target pasar yang sama.

62
Keberadaan pesaing menjadikan ancaman bagi suatu usaha dalam menjalankan
usahanya, karena dapat merebut pasar penjualan produk yang sudah dimiliki.
Pesaing produk sejenis yang dimiliki oleh UD adalah dunia lolipop dan lollygo yang
merupakan permen lolipop yang sama dengan permen lolipop dari UD
Darmadaksa tetapi memiliki kemasan lebih menarik dan kualitasnya yang terjamin.
Kelebihan yang dimiliki pesaing yaitu harga yang murah dan kemasan yang
menarik. Permen milik UD memiliki harga berkisar 800 hingga 5.000 rupiah untuk
setiap batang permennya sedangkan untuk produk pesaing memiliki harga
berkisar 500 hingga 20.000 rupiah. Hal tersebut menjadi ancaman bagi UD dengan
desain menarik, harga yang bersaing dan kualitasnya yang terjamin oleh karena
itu diperlukannya alternatif strategi untuk mengatasi pesaing. Persaingan dunia
bisnis bukanlah suatu hal yang mudah bagi UD, sehingga perlunya strategi yang
tepat baik dalam hal mempromosikan maupun meyakinkan produk kepada
pelanggan atau konsumen. Hal tersebut tentunya menjadi ancaman bagi UD untuk
menghindari beralihnya pelanggan ke produk pesaing. Persaingan antar
perusahaan sejenis yang bersaing akan cenderung meningkat karena jumlah
pesaing semakin banyak, pertumbuhan industri yang lamban, penambahan
kapasitas dalam jumlah besar dan pesaing yang beragam (Dewi, 2015).
3. Mitra Berpengaruh Terhadap Penjualan
Mitra yang ada dapat berpengaruh terhadap penjualan. Mitra yang ada seperti
supplier, reseller dan distributor. Supplier berpengaruh terhadap penjualan dapat
mempengaruhi harga produksi dan dapat menyebabkan perubahan harga.
Banyak reseller yang menjadi pelanggan dari UD dan berpengaruh terhadap
penjualan. Distributor akan berpengaruh pada penjualan apabila distributor yang
ada tidak sesuai dengan harga yang ditentukan. Sehingga perlunya strategi yang
tepat baik dalam hal mempromosikan maupun meyakinkan produk kepada
pelanggan atau konsumen. Pelanggan yang loyal merupakan aset bagi suatu
perusahaan, loyalitas konsumen merupakan suatu ukuran yang bisa diandalkan
untuk memprediksi pertumbuhan dimasa yang akan datang bagi perusahaan. Hal
tersebut menjadi motivasi bagi perusahaan untuk mempertahankan maupun
meningkatkan jumlah konsumen dengan menghasilkan produk yang berkualitas
serta memaksimalkan strategi pemasaran. Pemasaran yang baik untuk
mengembangkan suatu produk melalui pengembangan interaksi yang erat dengan
pemasok dan pesaing untuk menambah nilai melalui usaha kerja sama (Setyorini
et al, 2016).

63
4.3.3 Matriks IE
Tahap selanjutnya menganalisis matriks internal eksternal (IE). Matriks ini
bertujuan untuk mengetahui dan menentukan strategi yang sesuai digunakan.
Input pada matriks IE ini adalah total rata-rata tertimbang yang berada pada
matriks IFE dan matriks EFE. Total nilai tertimbang matriks IFE diletakkan disumbu
vertikal dan total nilai tertimbang matriks EFE diletakkan disumbu horizontal.
Berdasarkan matriks IFE dan EFE tersebut didapatkan total rata-rata tertimbang
matriks IFE sebesar 2,470 dengan total rata-rata tertimbang matriks EFE sebesar
2,715. Dari kedua titik tersebut ditemukan titik pertemuan dari kedua sumbu yang
berada pada sel ke- 5. Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 4.3 Menurut Siahaan
(2008), divisi pada sel III, V, VII dapat melaksanakan strategi hold and maintain
(Pertahankan dan Pelihara). Strategi yang umum diterapkan dalam hold and
maintain adalah strategi intensif (penetrasi pasar atau pengembangan produk).
Penetrasi pasar pengembangan pasar dan pengembangan produk merupakan
strategi menjaga dan mempertahankan karena hal-hal tersebut mengharuskan
adanya upaya-upaya perbaikan pada posisi kompetitif perusahaan dengan produk
yang ada saat ini ingin membaik. Strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar
dan pengembangan produk termasuk kedalam strategi intensif. UD telah
menerapkan beberapa strategi intensif seperti strategi penetrasi pasar dan
pengembangan produk. Selain itu UD juga harus menerapkan strategi intergrasi
untuk mengembangkan usahanya. Menurut David (2010), strategi-strategi
intergrasi memungkinkan sebuah usaha memperoleh kendali atas distributor,
pemasok dan pesaing.
Menurut Assauri (2013), strategi penetrasi pasar menekankan terhadap
pemasaran produk yang saat ini sedang dijalankan dengan pertimbangan telah
dimilikinya. Kegiatan yang ditingkatkan adalah mengubah dan meningkatkan
program promosi. Gagasan strategi ini dipilih untuk dijalankan dengan tujuan untuk
memberikan kepuasan kepada pelanggan. Strategi penetrasi pasar yang saat ini
diterapkan UD melalui pemberian harga jual yang terjangkau yaitu mulai dari
Rp.800,00 hingga Rp.5000,00 per permennya. UD juga berkerja sama dengan
mitra untuk menjualkan produknya. Menurut Royan (2004) dan David (2012)
strategi penetrasi pasar dapat dimanfaatkan untuk memperluas penjualan produk
yang sekarang dijual di pasar. Beberapa strategi penetrasi pasar yang dapat

64
dilakukan yaitu melalui peningkatan frekuensi promosi, peningkatan kemampuan,
penggunaan taktik perencanaan bahan baku yang inovatif, atau pelipatgandaan
upaya-upaya pemasaran. Beberapa strategi nantinya dapat digunakan dalam
pembuatan alternatif strategi dalam matriks SWOT.

Total Rata-rata Tertimbang IFE (2,470)

Baik 3,00- Rata-rata Lemah


4,00 2,00-2,99 1,00-1,99

I II III
Baik 3,00- (Grow and Built (Grow and Built (Hold and
4,00
Strategy) Strategy) Maintain
Strategy)
IV V VI
Total rata-rata Rata-rata
(Grow and Built (Hold and (Harvest and
2,00-2,99
tertimbang EFE Strategy) Maintain Divest
(2,715)
Strategy) Strategy)
VII VIII IX
Lemah (Hold and (Harvest and (Harvest and
1,00-1,99
Maintain Divest Strategy) Divest
Strategy) Strategy)

Gambar 4.3 Hasil matriks Internal Eksternal (IE)

Pengembangan produk adalah strategi yang mengupayakan peningkatan


penjualan dengan cara memperbaiki dengan cara memperbaiki atau memodifikasi
produk atau jasa yang ada saat ini (David, 2012). Strategi pengembangan produk
yang telah diterapkan UD adalah memodifikasi produk permen lollipop. Permen
lollipop awalnya hanya memiliki satu rasa dan beberapa bentuk saja, sehingga
dilakukan modifikasi produk permen dengan penambahan rasa dan bentuk.
Strategi pengembangan produk termasuk didalamnya melakukan pengembangan
dan penjualan produk pada pasar yang sudah ada. Keuntungan dari penerapan
strategi ini adalah kesempatan dalam memanfaatkan sistem distribusi yang sudah
ada dan reputasi perusahaan yang telah dikenal oleh pasar (Hisrich, dkk).

65
4.3.4 Matrik SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats)
Alternatif strategi pengembangan didapatkan melalui matriks SWOT dengan
memformulasikan strategi berdasarkan penggabungan antara faktor internal dan
eksternal. Matriks SWOT bertujuan untuk memberikan alternatif strategi utama
diantaranya strategi S-O (Strength-Opportunity), W-O (Weakness-Opportunity), S-
T (Strength-Threat), W-T (Weakness-Threat).

Kekuatan (S) Kelemahan (W)


Faktor Internal 1. Segmentasi konsumen 1. Kurangnya optimasi
terdiversifikasi pemasaran
2. Pelopor produk permen 2. Keterbatasan dalam
lollipop teknologi
3. Produk yang berkualitas 3. Kurangnya sumber
4. Kerja sama dengan daya manusia
mitra
Faktor Eksternal
Peluang (O) 1.Pengembangan produk dan 1.Memanfaatkan media sosial
1. Pemanfaatan media pelayanan produk untuk dan e-commerce
sosial menarik konsumen 2.Melakukan rekrutmen SDM
2. Produsen permen 2.Meningkatkan kemampuan yang berkualitas dan
lollipop masih sedikit dan kerjasama untuk melakukan pelatihan
3. Produk dapat mencapai tujuan usaha
dikonsumsi oleh
semua umur dari
kalangan
4. Kerjasama dengan
mitra kerja baru
Ancaman (T) 1.Perencanaan untuk 1.Mengikuti pelatihan yang
1. Fluktuasi harga mengantisipasi perubahan diadakan pemerintah dan
bahan baku harga pada bahan mengikuti kegiatan Expo
2. Persaingan dan atau Event-event dengan
branding dengan menonjolkan ciri khas produk
usaha sejenis
3. Mitra berpengaruh
terhadap penjualan
Gambar 4.4 Matriks SWOT

Berdasarkan matriks SWOT telah didapatkan enam alternatif strategi untuk


Darmadaksa Malang seperti pada Gambar 4.4 Matriks SWOT. Alternatif strategi
meningkatkan kemampuan skill dan kerjasama untuk mencapai tujuan usaha,
memanfaatkan media sosial dan e-commerce, perencanaan untuk mengantisipasi
perubahan harga pada bahan mengacu kepada strategi penetrasi pasar dan
mengikuti pelatihan yang diadakan pemerintah dan mengikuti kegiatan expo atau
event-event dengan menonjolkan ciri khas produk, pengembangan produk dan
pelayanan produk untuk menarik konsumen, dan melakukan rekutmen SDM yang
berkualitas dan melakukan pelatihan. Strategi strategi tersebut termasuk kedalam

66
strategi insentif karena mengharuskan adanya upaya-upaya insentif jika posisi
kompetitif perusahaan dengan produk yang ada sangat membaik. Hal ini sesuai
dengan David,2010 bahwa strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar dan
produk kadang disebut sebagai strategi intensif. Oleh karena itu strategi-strategi
alternatif pengembangan usaha pada Gambar 4.4 dapat dikategorikan dalam
strategi intensif. Penjelasan dari masing-masing alternatif strategi yaitu,sebagai
berikut:
1. Strategi S-O (Strength-Opportunity)
Strategi S-O menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Strategi ini
menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang
ada di luar perusahaan. Jika perusahaan memiliki banyak kelemahan, berarti
perusahaan harus mengatasi kelemahan itu agar menjadi kuat. Sedangkan jika
menghadapi banyak ancaman perusahaan harus berusaha menghindarinya dan
berusaha berkonsentrasi pada peluang-peluang yang ada (Arfianto, 2017).
Strategi pertama yaitu pengembangan produk dan pelayanan produk untuk
menarik konsumen dengan demikian diharapkan strategi untuk pengembangan
produk dan pelayanan produk tetap membuat konsumen sebagai pelanggan tidak
meninggalkan produk tersebut. Selain itu dengan adanya peluang pemanfaatan
media sosial dan kerja sama dengan mitra baru, maka dapat diterapkan strategi
kedua yaitu meningkatkan kemampuan skill dan kerjasama untuk mencapai tujuan
usaha.
2. Strategi W-O (Weakness-Opportunity)
Strategi W-O meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Strategi
ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan
dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. kelemahan internal
dikombinasikan dengan peluang harus dinilai dari efektivitas investasi untuk
menentukan apakah keuntungan yang diperoleh sebanding dengan upaya untuk
membeli atau mengembangkan kemampuan internal (Sopandi, 2017). Produk
Darmadaksa ini memiliki peluang pemanfaatan media sosial dan kerja sama
dengan mitra baru. Pada zaman digital saat ini maka strategi yang bisa diterapkan
yaitu memanfaatkan media sosial dan e-commerere untuk pemasaran pada
strategi ketiga. Kelemahan lainnya pada perusahaan ini keterbatasan teknologi
dan kurangnya sumberdaya manusia, maka dapat dijadikan strategi keempat yaitu
melakukan rekrutmen SDM yang berkualitas dan melakukan pelatihan untuk
menunjang produksi yang dilakukan.

67
3. Strategi S-T (Strength-Threat)
Strategi S-T menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman-ancaman.
Melalui strategi ini perusahaan berusaha untuk menghindari atau mengurangi
dampak dari ancaman-ancaman eksternal (Arfianto, 2017). Fluktuasi harga bahan
baku, persaingan dan branding dengan usaha sejenis dan mitra yang berpengaruh
terhadap penjualan merupakan ancaman karena dapat mempengaruhi jumlah
pendapatan, namun dengan kekuatan yang dimiliki usaha maka strategi kelima
yang dapat diterapkan yaitu perencanaan untuk mengantisipasi perubahan harga.
Strategi kelima ini diharapkan mampu memperkecil kerugian tempat usaha.
4. Strategi W-T (Weakness-Threats)
Strategi W-T berfungsi untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari
ancaman. Strategi ini merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi
kelemahan internal serta menghindari ancaman. Suatu perusahaan yang
dihadapkan pada sejumlah kelemahan internal dan ancaman eksternal
sesungguhnya berada dalam posisi yang berbahaya. kelemahan internal
dikombinasikan dengan ancaman menciptakan scenario terburuk perubahan-
perubahan radikal seperti divestasi diperlukan (Sopandi,2017). Strategi ini
digunakan untuk meminimalkan kelemahan maka strategi yang dapat diterapkan
yaitu mengikuti pelatihan yang diadakan pemerintah dan mengikuti kegiatan Expo
atau Event-event dengan menonjolkan ciri khas produk. Strategi keenam ini
diharapkan dapat mengatasi kekurangan yang ada pada perusahaan dan
meningkatkan daya jual.

4.4 Penentuan Prioritas Alternatif Strategi dengan AHP


Alternatif strategi dijabarkan melalui matriks swot dan ditentukan prioritasnya
menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Kuesioner AHP diisi
oleh empat responden pakar dan kemudian dianalisis dengan software expert
choice 11 hasil pengisian kuesioner dari keempat responden pakar dapat dilihat
dilihat Lampiran 6. Hasil akhir analisis ini adalah bobot dan prioritas masing-
masing level hierarki serta struktur hierarki pengembangan usahan dapat dilihat
pada Tabel 4.5 Nilai CR.
Berdasarkan Tabel 4.5 hasil rasio konsistensi dari masing-masing level
hierarki menunjukkan bahwa semua tingkatan hierarki konsisten karena memiliki
nilai rasio konsistensi (CR) kurang dari sama dengan 0,1 atau 10%. Nilai rasio
konsistensi kurang dari sama dengan 0,1 menunjukkan bahwa hasil penilaian
disetiap level hierarki telah konsisten dan tidak perlu dilakukan penilaian ulang oleh

68
responden. Rasio konsistensi yang kurang dari sama dengan 10% telah mendekati
sempurna dan menghasilkan keputusan yang mendekati valid (Supriadi dkk,
2018). Nilai CR lebih kecil dari 0,1 menunjukkan konsistensi hierarki dan penilaian
yang akurat dalam pembuatan keputusan (Mustika dan Simatupang, 2017).
Berdasarkan hierarki dapat dilihat pada Lampiran 7, menunjukkan bahwa kriteria
dengan prioritas tertinggi yaitu kekuatan (S) dengan bobot sebesar 0,363 Prioritas
kedua dari kriteria yaitu peluang (O) dengan bobot sebesar 0,292. Prioritas kriteria
ketiga yaitu kelemahan (W) dengan bobot 0,180. Prioritas terakhir atau keempat
yaitu kriteria ancaman (T) dengan bobot sebesar 0,166 Kriteria dengan bobot
tertinggi sangat mempengaruhi penerapan strategi yang pengembangan usaha
(Setiawan dkk, 2014). Sub-kriteria tertinggi dari Kriteria kekuatan dengan bobot
tertinggi yaitu 0,367 melalui kerja sama dengan mitra (S4), sub-kriteria tertinggi
dari peluang dengan bobot tertinggi 0,433 yaitu, pemanfaatan media sosial (O1),
Sub-kriteria tertinggi dari kelemahan yaitu kurangnya optimasi pemasaran (W1)
yang memiliki bobot sebesar 0,457, sub-kriteria tertinggi dari ancaman yaitu (T3)
dengan bobot sebesar 0,462. Prioritas alternatif strategi tertinggi yaitu
memanfaatkan media social dan e-commerce (WO1) dengan bobot sebesar
0,224.

Tabel 4.5 Nilai CR


Kriteria dan Alternatif
No Sub-Kriteria Nilai CR
Strategi
S1
S2
1 Kekuatan 0,004
S3
S4
W1
2 Kelemahan W2 0,03
W3
O1
O2
3 Peluang 0,02
O3
O4
T1
4 Ancaman T2 0,01
T3
SO1
SO2
WO1
5 Alternatif Strategi 0,02
WO2
ST1
WT1

69
4.4.1 Bobot dan Prioritas Hierarki Level Kriteria dan Sub- Kriteria
Kriteria dari penyusunan alternatif strategi pengembangan UD berdasar
pada empat kelompok SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman).
Sub-kriteria (hierarki level tiga) merupakan faktor kunci/isu strategis dari masing-
masing kelompok SWOT. Kriteria dan sub-kriteria dari masing-masing kelompok
SWOT dengan bobot tertinggi relatif memiliki pengaruh paling besar terhadap
strategi pengembangan usaha UD. Hasil perhitungan bobot dan prioritas dari
masing-masing kriteria dan sub-kriteria dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Hasil bobot dan prioritas sub kriteria


Kriteria dan
Sub- Prioritas Prioritas
No Alternatif Sub -kriteria Bobot
Kriteria Lokal Global
Strategi
Segmentasi
S1 konsumen 3 11 0,173
terdiversifikasi
Pelopor produk
S2 4 12 0,141
1 Kekuatan permen lolipop
Produk yang
S3 2 6 0,320
berkualitas
Kerja sama dengan
S4* 1 4 0,367*
mitra
Kurangnya optimasi
W1* 1 2 0,457*
pemasaran
Keterbatasan dalam
teknologi dan
2 Kelemahan W2 3 10 0,224
sumber daya
manusia
Kurangnya sumber
W3 2 7 0,320
daya manusia
Pemanfaatan media
O1* 1 3 0,433*
sosial
Produsen permen
O2 4 14 0,118
lolipop masih sedikit
Produk dapat
3 Peluang
dikonsumsi oleh
O3 3 13 0,121
semua umur dari
kalangan
Kerjasama dengan
O4 2 5 0,327
mitra kerja baru
Fluktuasi harga
T1 2 8 0,274
bahan baku
Persaingan dan
4 Ancaman T2 branding dengan 3 9 0,244
usaha sejenis
Mitra berpengaruh
T3* 1 1 0,482*
terhadap penjualan

Berdasarkan Tabel 4.6 kriteria kekuatan merupakan kriteria dengan


prioritas pertama dan paling berpengaruh terhadap strategi pengembangan usaha

70
dengan bobot sebesar 0,363. Kriteria dengan bobot tertinggi sangat
mempengaruhi penerapan strategi yang cocok dan relevan dalam melakukan
pengembangan usaha (Setiawan dkk. 2014). Kekuatan merupakan faktor internal
yang dimiliki perusahaan dan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
meminimalisir kelemahan, menangkap peluang. Kekuatan memiliki empat sub-
kriteria yaitu, S1, S2, S3 dan S4. Pemanfaatan kekuatan yang ada merupakan
salah satu upaya dalam meningkatkan keunggulan kompetitif sebuah perusahaan.
Berdasarkan Tabel 4.6 Sub Kriteria kekuatan dengan bobot tertinggi yaitu 0,367
melalui kerja sama dengan mitra (S4) merupakan salan satu kesempatan bagi
sebuah perusahaan untuk memperbaiki model bisnis yang dijalankan dengan
membuat mitra merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Ketika pelayanan
dan kualitas produk sudah baik, akan menguntungkan perusahaan dan akan
menambah pelanggan baru. Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau jasa yang
dirasakan dan yang diharapkannya (Kotler dan Amstrong, 2008).
Kriteria yang menjadi prioritas kedua yaitu peluang dengan bobot 0,292.
Peluang merupakan faktor eksternal perusahaan yang dapat dioptimalkan
pemanfaatannya dalam mengembangkan usaha. Peluang terdiri dari 4 sub-kriteria
yaitu O1, O2, O3, dan O4. Peluang yang dimanfaatkan secara optimal berperan
dalam mendorong pengembangan usaha. Kekuatan yang dipadukan dengan
pemanfaatan peluang dapat digunakan untuk meminimalkan kelemahan dan
menghadapi ancaman dari luar perusahaan (Subaktilah dkk, 2018). Berdasarkan
Tabel 4.6 sub-kriteria peluang dengan bobot tertinggi 0,433 yaitu, pemanfaatan
media sosial (O1) UD diharapkan dapat mengoptimalkan media sosial sebagai
media pemasaran online-nya. Media sosial sebagai media komunikasi dapat
digunakan perusahaan dalam melakukan kegiatan pemasaran atau promosi yang
berdampak pada terciptanya citra atau brand image yang bersitat konsisten bagi
perusahaan. Media komunikasi melalui media menginformasikan dan
menyadarkan konsumen terhadap keberadaan produk yang ditawarkan
(Siswanto, 2013).
Kriteria dengan prioritas ketiga yaitu, Kelemahan dengan bobot sebesar
0,180. Sub-kriteria dari kelemahan yaitu, W1, W2, dan W3 dengan sub-kriteria
tertinggi adalah W1 yang memiliki bobot sebesar 0,457. Kurangnya optimasi
pemasaran (W1) merupakan kelemahan yang paling berpengaruh terhadap
pengembangan usaha di UD oleh karena itu perlunya optimasi terhadap

71
pemasaran dengan evaluasi dan tetap menjaga kualitas, sehingga berita yang
beredar di kalangan masyarakat tetap baik. Melalui citra konsumen dapat
mengenali produk, mengevaluasi kualitas, mengurangi risiko pembelian
(Suciningtyas, 2012).
Kriteria ancaman dengan bobot sebesar 0,166 menjadi prioritas keempat
dengan sub-kriteria yang dimiliki yaitu, T1, 12, dan T3 ancaman merupakan faktor
eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Berdasarkan Tabel 4.6
sub-kriteria ancaman yang tertinggi yaitu T3 dengan bobot sebesar 0,462. Hal ini
berarti ancaman mitra berpengaruh terhadap penjualan (T3) merupakan ancaman
utama yang harus dihadapi dengan baik oleh UD, karena sangat berpengaruh
terhadap tingkat penjualan produk dan aliran pendapatan dari penjualan produk.
Loyalitas pelanggan sangat dipengaruhi oleh kepuasan pelanggan. Ketika
pelanggan bertahan karena nilai dan pelayanan yang didapatkan maka, pelanggan
tersebut akan lebih mungkin menjadi pelanggan yang loyal (Agustina dkk, 2018).

4.4.2 Bobot dan Prioritas Hierarki Level Alternatif Strategi


Alternatif strategi yang disusun berdasarkan matriks SWOT digunakan
untuk membantu pengembangan usaha dari UD sesuai dengan kondisi lingkungan
internal dan eksternal yang ada. Prioritas dan bobot masing-masing alternatif
strategi dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Prioritas dan bobot masing-masing alternatif strategi
Kriteria dan
Alternatif
No Alternatif Keterangan Prioritas Bobot
Strategi
Strategi
.Pengembangan produk dan
SO1 pelayanan produk untuk 4 0,144
Kekuatan - menarik konsumen
1
Peluang Meningkatkan kemampuan
SO2 dan kerjasama untuk 2 0,188
mencapai tujuan usaha
Memanfaatkan media sosial
WO1* 1 0,224*
dan e-commerce
Kelemahan
2 Melakukan rekrutmen SDM
- Peluang
WO2 yang berkualitas dan 5 0,139
melakukan pelatihan
Perencanaan untuk
Kekuatan -
3 ST1 mengantisipasi perubahan 3 0,169
Ancaman
harga pada bahan
Mengikuti pelatihan yang
diadakan pemerintah dan
Peluang-
4 WT1 mengikuti kegiatan Expo atau 6 0,135
Ancaman
Event-event dengan
menonjolkan ciri khas produk

72
Alternatif strategi yang menjadi prioritas utama berdasarkan Tabel 4.7
adalah Memanfaatkan media sosial dan e-commerce (WO1) dengan bobot
sebesar 0,224. Hal ini akan mempermudah dan memperluas promosi produk
dalam peningkatan penjualan serta mencakup pangsa pasar yang luas. Media
sosial akan menjadikan kinerja pemasaran akan meningkat dengan penyampaian
melalui media sosial, pesan yang disampaikan akan tersebar luas dalam waktu
yang sangat singkat, yang secara tidak langsung mempengaruhi pikiran konsumen
untuk melihat produk yang disampaikan/dijual. Sedangkan e-commerce akan
mempermudah penjualan UD hal ini berkenaan transaksi digital. E-commerce
dapat menjangkau konsumen dan masyarakat lebih luas sehingga memiliki
peluang untuk meningkatkan pertumbuhan pasar sasarannya (Schneider, 2012).
Model transaksi ini memungkinkan transaksi komersial melewati batas negara dan
budaya dengan jauh lebih nyaman dan dengan biaya yang lebih efektif daripada
dalam kerangka perdagangan yang bersifat tradisional. Mekanisme teknologi
tersebut dapat dioperasikan di mana saja untuk semua negara di dunia ini karena
memiliki standar yang bersifat universal (Kwahk, 2012).
Alternatif strategi yang menjadi prioritas kedua berdasarkan Tabel 4.7
adalah meningkatkan kemampuan skill dan kerjasama untuk mencapai tujuan
usaha (SO2) dengan bobot sebesar 0,188. Hal ini perlu dikarenakan apabila setiap
pemilik memiliki skill yang baik maka dapat mengetahui strategi yang tepat untuk
mengembangkan usahanya atau mengetahui celah untuk pengembangan
usahannya, selain itu juga kerjasama yang baik antara pengusaha sangat
dibutuhkan agar dapat bertukar ilmu dalam mengembangkan usahanya.
Alternatif strategi yang menjadi prioritas ketiga berdasarkan Tabel 4.7
adalah perencanaan untuk mengantisipasi perubahan harga pada bahan (ST1)
dengan bobot sebesar 0,169. Perencanaan untuk mengantisipasi perubahan
harga pada bahan merupakan salah satu alternatif strategi dalam pengembangan
usaha UD. Strategi ini merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
menghadapi kenaikan harga. Strategi ini memanfaatkan kekuatan dengan kerja
sama mitra salah satunya pemasok yang lebih mengetahui harga bahan.
Pemanfaatan strategi ini sangat erat kaitannya dengan antisipasi kenaikan harga
yang disebabkan oleh inflasi. Inflasi merupakan proses meningkatnya harga yang
berdampak pada kenaikan harga bahan dan biaya listrik (Torti dkk, 2011). Menurut
Silvia dkk (2013), semua negara di dunia selalu menghadapi permasalahan inflasi.
Langkah yang dapat dilakukan untuk menghadapi inflasi adalah dengan menekan

73
pengeluaran. Oleh karena itu, dengan menggunakan strategi ini diharapkan UD
dapat menekan pengeluaran sehingga dapat digunakan untuk biaya produksi.
Alternatif strategi yang menjadi prioritas keempat berdasarkan Tabel 4.7
adalah pengembangan produk dan pelayanan produk untuk menarik konsumen
(SO1) dengan bobot sebesar 0,144. Pengembangan produk ini ditujukan untuk
seluruh karyawan agar menyampaikan ide dan inovasi mereka terhadap produk
baru dan pelayanan yang sudah terjalin tetap dilakukan dan dijaga, akan tetapi
perlu ditingkatkan lagi. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan
pelatihan kepada semua pekerja supaya dapat menambah skill mereka dan saling
bertukar pikiran untuk menyampaikan ide dan inovasinya. Selain itu dengan
perbaikan kualitas pelayanan akan berdampak pada kualitas konsumen. Ketika
pelayanan dan kualitas produk sudah baik, akan menguntungkan perusahaan dan
akan menambah pelanggan baru. Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau jasa
yang dirasakan dan yang diharapkannya (Kotler dan Amstrong, 2008).
Alternatif strategi yang menjadi prioritas kelima berdasarkan Tabel 4.7
adalah melakukan rekrutmen sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan
melakukan pelatihan (WO2) dengan bobot sebesar 0,139. Menurut Lubis (2014),
penting bagi sumber daya manusia memiliki kualitas berupa keterampilan,
pengetahuan dan disiplin. Sumber daya manusia yang kompeten memiliki
semangat dan disiplin tinggi dalam menjalankan semua tugasnya. Adanya
keterbatasan dalam SDM yang dimiliki menuntut sebuah industri dapat
mengoptimalkannya sehingga mencapai tujuan yang telah ditentukan (Prihantoro,
2012). SDM yang memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang pengolahan
produk yang baik sangat diperlukan sehingga dapat menghasilkan permen lolipop
dengan kualitas.
Alternatif strategi yang menjadi prioritas keenam berdasarkan Tabel 4.7
adalah mengikuti pelatihan yang diadakan pemerintah dan mengikuti kegiatan
expo atau event-event dengan menonjolkan ciri khas produk (WT1) dengan bobot
sebesar 0,135. Mengikuti pelatihan yang diadakan pemerintah dan mengikuti
kegiatan expo atau event-event dengan menonjolkan ciri khas produk merupakan
salah satu alternatif strategi dalam pengembangan usaha UD. Strategi ini
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan konsumen
baru, mengenalkan produk permen lolipop serta meningkatkan skill pengusaha.
Pemanfaatan strategi ini sangat erat kaitannya dengan menambah kegiatan

74
promosi untuk memperluas target pasar. Menurut Daugherty (2008), promosi
dapat melalui iklan, personal selling atau media online, mengikuti expo atau event-
event dan pameran dapat meningkatkan image UD. Oleh karena itu, dengan
menggunakan strategi ini diharapkan UD dapat membangun kepercayaan serta
mengenalkan produk kepada konsumen sehingga dapat memperluas target pasar.

4.5 Pengembangan Model bisnis


Pembuatan pengembangan model bisnis kanvas baru bagi UD dengan
metode AHP. Pengembangan model dilakukan melalui penambahan alternatif
strategi terpilih pada elemen bisnis kanvas yang relevan. Hasil pengembangan
model kanvas tersebut digunakan sebagai alternatif model UD di masa yang akan
didatang. Pemetaan dapat dilihat pada Gambar 4.5 pengembangan model bisnis
kanvas dilakukan melalui penambahan alternatif strategi pada elemen value
proposition (SO1), key activities (SO2, WO2 dan WT1) dan channels (WO1 dan
ST1). Penambahan alternatif strategi ditandai dengan segi empat warna kuning,
dalam membaca Gambar 4.5 dimulai dari customer segments di lanjutkan
dengan,value propositions, channels, customer relationships, revenue streams,
key resources, key activties, key partnerships dan, cost structure.

Alternatif strategi pengembangan dan pelayanan produk untuk menarik


konsumen (SO1) diletakan pada value proposition karena strategi SO1 dapat
berdampak untuk mengembangkan produk dan pelayan pada produk permen
lolipop menjadi lebih baik dan dapat memuaskan pelanggan. Pengembangan
produk nantinya akan berdampak juga pada kualitas produk. Ketika pelayanan dan
kualitas produk sudah baik, akan menguntungkan perusahaan dan akan
menambah pelanggan baru. Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau jasa yang
dirasakan dan yang diharapkannya (Kotler dan Amstrong, 2008).
Alternatif strategi yang akan dilakukan pengembangan antara lain dengan
meningkatkan kemampuan skill dan kerjasama untuk mecapai tujuan usaha
(SO2), melakukan rekrutmen SDM yang berkualitas dan melakukan pelatihan,
melakukan pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah dan mengikuti expo atau
event dengan menonjolkan ciri khas produk (WT1), dimana WT1 diletakan sebagai
key activites. Ketiga strategi tersebut dijadikan aktivitas kunci untuk memperbaiki
model bisnis dalam rangka pengembangan UD. Aktivitas utama termasuk hal wajib
terpenting bagi usaha untuk menjalankan bisnisnya (Qastharin, 2016). Strategi-

75
strategi tersebut secara tidak langsung berdampak pada profesionalisme dan
produktivitas UD. SDM yang profesional dan meningkatnya produktivitasnya akan
mewujudkan lingkungan organisasi menjadi lebih efisien dalam mencapai
tujuannya (Mpofu dan Hlatywayo, 2015).
Key Partners Key Activities Value Proposition Customer Relationships Customer Segments
• Kemitraan • Aktivitas pemasaran • Kualitas bahan • Bantuan personal • Produk
(Penyediaan bahan, • Produk (pelanggan dan terdiversifikasi
strategis proses produksi dan memiliki konsumen)
(pemasok distribusi) banyak varian
bahan dan rasa dan
bentuk
reseller) -Meningkatkan
kemampuan skill dan
-Pengembangan
kerjasama untuk
mencapai tujuan usaha produk dan
- Melakukan rekrutmen pelayanan produk
SDM yang berkualitas untuk menarik
dan melakukan konsumen
pelatihan
- Mengikuti pelatihan
yang diadakan
pemerintah dan
mengikuti kegiatan
Expo atau Event-event
dengan menonjolkan
ciri khas produk

Key Resources Channels


• Fisik (Aset dan • Langsung (penjualan
sarana) melalui website)
• Intelektual • Tidak langsung
• Manusia (reseller)
• Finansial (modal
awal) - Memanfaatkan media
sosial dan e-commerce
- Perencanaan untuk
mengantisipasi
perubahan harga pada
bahan

Cost Structure Revenue Streams


• Biaya tetap • Penjualan produk permen lolipop
• Biaya variabel

Keterangan: Pengembangan

Gambar 4.5 Pengembangan Model bisnis kanvas UD Darmadaksa

Alternatif strategi memanfaatkan media sosial dan e-commerce (WO1) dan


perencanaan untuk mengantisipasi perubahan harga pada bahan (ST1) diletakan
pada saluran (channels) karena saling mendukung. Strategi memanfaatkan media
sosial dan e-commerce sebagai media dalam pengembangan usaha. Media sosial
dapat digunakan untuk periklanan, promosi, branding, mencari informasi dan
membangun hubungan. Dampaknya dapat memperkecil biaya pemasaran dan
operasi pelanggan (Chanthinok et al, 2015). Strategi perencanaan untuk
mengantisipasi perubahan harga pada bahan berdampak pada saluran yang
nantinya akan digunakan. Perencanaan akan memudahkan pengusaha untuk
mengantisipasi perubahan harga yang terjadi dengan demikian akan memperkecil
kemungkinan kerugian pada UD. Menurut Terry dan Leslie (2008) perencanaan
yang efektif harus didasarkan atas fakta-fakta dan informasi yang mendukung.

76
Perencanaan juga harus dapat menampung kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi pada masa yang akan datang. Hal tersebut dilakukan agar pihak yang
berkepentingan dapat mempersiapkan dengan hal-hal yang tidak terduga yang
dapat terjadi dikemudian hari.
Diharapkan dengan penerapan alternatif strategi pada BMC dapat
membuat model bisnis pada usaha menjadi lebih baik. Alternatif strategi tersebut
dapat diterapkan di kemudian hari berdasarkan tingkat prioritas aternatif strategi
pengembangan. Seperti menurut Umar, 2018 dengan permodelan bisnis kanvas
dapat membuat bisnis yang dilakukan lebih struktural, laju bisnis lebih cepat dan
dapat memeberikan nilai terbaik dari produk yang ditawarkan.

4.6 Implikasi Manajerial


Implikasi manajerial merupakan tindakan yang perlu dilakukan oleh pihak
manajemen UD untuk dapat meningkatkan pengembangan usaha. Elemen BMC
yang terpengaruh berdasarkan alternatif strategi yang didapatkan seperti key
activities, value proposition dan channel. Implikasi manaejerial didapatkan dari
alternatif strategi. Implikasi manajerial yang dihasilkan sebagai berikut:
a. Bagi pengembangan usaha
Penerapan strategi meningkatkan kemampuan skill dan kerjasama untuk
mencapai tujuan usaha, pengembangan produk dan pelayanan produk untuk
menarik konsumen, dan melakukan rekrutmen SDM yang berkualitas,
perencanaan untuk mengantisipasi perubahan harga dan melakukan pelatihan
dapat menjadi strategi dalam pengembangan usaha. Meningkatkan kemampuan
skill dan kerjasama untuk mencapai tujuan usaha akan melatih manajemen
menjadi sumber daya yang lebih terampil. Hal tersebut juga akan mempengaruhi
kinerja internal dalam usaha. Pengembangan produk dan pelayanan produk untuk
menarik konsumen akan menjadi strategi untuk mempertahankan dan menarik
konsumen baru untuk usaha. Melakukan rekrutmen SDM yang berkualitas dan
melakukan pelatihan dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas produk
milik usaha. Perencanaan untuk mengantisipasi perubahan harga dapat membuat
usaha lebih waspada pada kemungkinan yang terjadi pada usaha usaha
kedepannya. Diharapkan dengan strategi-strategi tersebut dapat meningkatkan
daya saing perusahaan. Menurut Sedyastuti (2018), peningkatan daya saing
merupakan upaya strategi pengembangan usaha untuk tetap bertahan.

77
b. Bagi perluasan pasar
Mengikuti pelatihan yang diadakan pemerintah dan mengikuti kegiatan Expo
atau event-event dengan menonjolkan ciri khas produk, dan memanfaatkan media
sosial dan e-commerce dapat menjadi strategi dalam perluasan pemasaran.
Memanfaatkan media sosial dan e-commerce menjadi media media promosi yang
murah dan efisien. Media sosial dapat menjangkau konsumen baru area
pemasaran yang lebih luas. Selain itu dengan mengikuti pelatihan yang diadakan
pemerintah dan kegiatan Expo atau event-event dengan menonjolkan ciri khas
produk akan meningkatkan kemampuan dalam pengembangan dan dapat
menonjolkan produk usahanya secara langsung terhadap konsumen. Menurut
Swasty (2018), dengan penerapan strategi inovatif pada model bisnis dapat
menciptakan pasar baru atau memungkinkan perusahaan untuk menciptakan dan
mengeksploitasi peluang baru di pasar.

78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yaitu :


1. Model bisnis kanvas yang dijalankan UD Darmadaksa mencakup sembilan
elemen yaitu, (1) customer segments yang terdiversifikasi dan tersegmentasi, (2)
value propositions berupa kualitas bahan dan produk memiliki banyak varian rasa
dan bentuk, (3) channels secara langsung dan tidak langsung. (4) customer
relationships berupa bantuan personal, (5) revenue streams dari penjualan
produkpermen lolipop, (6) key resources yang terdiri dari sumber daya fisik,
intelektual, manusia, dan finansial, (7) key activties berupa aktivitas produksi dan
pemsaran, (8) key partnerships berupa hubungan kemitraan strategis, dan (9) cost
structure berupa cost-driven serta terdiri dari biaya tetap dan variabel.

2. Berdasarkan analisisi SWOT didapatkan bahwa UD memiliki bobot yang


berpengaruh paling besar terhadap pengembangan usaha yaitu kekuatan pada
produk yang berkualitas (0,604), Kelemahan pada keterbatasan dalam teknologi
(0,174), peluang pada produsen permen lolipop yang masih sedikit (0,542), dan
ancaman pada mitra berpengaruh terhadap penjualan (0,223).

3. Alternatif strategi pengembangan usaha yang didapatkan berdasarkan matriks


SWOT terdapat 6 meliputi, Pengembangan produk dan pelayanan produk untuk
menarik konsumen (SO1), Meningkatkan kemampuan skill dan kerjasama untuk
mencapai tujuan usaha (SO2). Memanfaatkan media sosial dan e-commerce
(WO1), melakukan rekrutmen SDM yang berkualitas dan melakukan pelatihan
(WO2), Perencanaan untuk mengantisipasi perubahan harga pada bahan (ST1),
dan Mengikuti pelatihan yang diadakan pemerintah dan mengikuti kegiatan Expo
atau Event-event dengan menonjolkan ciri khas produk (WT1).

4. Berdasarkan prioritas strategi pengembangan usaha dengan metode AHP


didapatkan 3 prioritas strategi tertinggi yaitu Memanfaatkan media sosial dan e-
commerce dengan bobot (0,244), kedua meningkatkan kemampuan skill dan
kerjasama untuk mencapai tujuan usaha dengan bobot (0,188), dan ketiga
perencanaan untuk mengantisipasi perubahan harga pada bahan dengan bobot
(0,169).

79
5.2 Saran

1. Saran untuk mendukung pengembangan usaha darmadaksa:


a. Lebih meningkatkan kualitas produk sehingga dapat memperluas target pasar.
b. Perlu adanya peningkatan SDM agar dapat mendukung pelaksanaan strategi
pengembangan usaha dengan cara mengikuti pelatihan mengenai
pengendalian kualitas produk, desain kemasan, dan keamanan pangan.
2. Saran untuk penelitian berikutnya:
a. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat melakukan riset pasar sehingga
dapat mengetahui keinginan pasar.
b. Diharapkan dalam menetukan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman pada analisis SWOT mengunakan metode yang memprioritaskan
faktor yang akan digunakan.

80
DAFTAR PUSTAKA
Abosede AJ, Obasan KA, Alese OJ. 2016. Strategic Management and Small and
Medium Enterprises (SMEs) Development: A Review of Literature. J.
International Review of Management and Business Research. 5 (1): 315 – 335
Achmad, N., dan Istiqomah . 2014. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Evaluasi Konsumen pada Produk Laptop Mahasiswa di Yogyakarta. Seminar
nasional dan call for paper: 96-101
Agustina,N., Fauzi, A.D.H., dan Nuralam, I.P. 2018. Pengaruh Kepuasan Pelanggan,
Biaya Beralih, Dan Kepercayaan Merek Terhadap Loyalitas Pelanggan. Jurnal
Administrasi Bisnis, 64(1): 92-101
Ahmadi,N.K.. dan Herlina.2017. Analisa Segmentasi terhadap Keputusan Pembelian
Produk Pembelian Produk Eiger di Bandar Lampung. Jurnal Manajemen
Magister, 3(1): 75-95
Assauri, S. 2013. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Rajawali Pers
Afriyani R., 2011. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor, Skripsi
Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Manajemen IPB. Bogor.
Amos, W. P. 2002. Hard Candy dengan Flavor dari Minyak Pala. Sains dan Teknologi
Indonesia.
Anonim. 2017a. The Business Model Canvas: Let Your Business Thrive with this
Simple Model Management and Marketing. 50 minutes, Brucells
Arifianto, E.Y. 2017. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia Dengan
Pendekatan Pola Komunikasi Efektif Dalam Mewujudkan Konsep Malang
Smart City. jurnal komunikasi Global 6(2): 175-184
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Perkebunan Indonesia. Dilihat 21 Januari 2019.
<https://www.bps.go.id>
Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Tebu Indonesia 2017. Dilihat 30 juni 2019.
<https://www.bps.go.id>
Cannon, J.P.,Perreault, W.D. McCarthy, Jr.EJ. 2008. Pemasaran Dasar, Edisi 16
Pendekatan Manejerial Global, Buku 1. Salemba Empat .Jakarta.
Chaniago SA. 2014. Perumusan Manajemen Strategi Pemberdayaan Zakat. J.
Hukum Islam. 12(1): 87 – 101
Chathinok, K., Ussahawawanitchakit, P., dan Jhundra-indra,P. 2015. Social Media
Marketing Strategy And Marketing Perfomance: Evidence From E-Commerce
Firms In Thailand. AU-GSB e-Journal, 8(1): 32-51

81
Chen, B dan Lins, C. 2007. Manajemen Biaya 1 Edisi 3 Terjemahan. Salemba Empat;
Jakarta
Ching H Y, Fauvel C. 2013. Criticisms, Variations and Experiences With Business
Model Canvas. European Journal of Agriculture and Forestry Research. 1 (2) : 26-
37.
Daidj N. 2015. Developing Strategic Business Models and Competitive Advantage
in the Digital Sector. IGI Global, Hershey
David, F.R. 2010. Manajemen Strategis Edisi 12. Salemba Empat. Jakarta
Dewi, N. P. K. V., Ni Luh, P.W., dan I Ketut, S. 2015. Strategi Pengembangan Usaha
Produksi Roti Bali Kencana Bakery, Denpasar. Jurnal Rekayasa dan
Manajemen Agroindustri. 3(4): 41-50.
Dewi, D.R., Maria, M.M., dan Patricia, D.P. 2015. Pengaruh Word Of Mouth, Tingkat
Pendapatan, Dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Yang
Berdampak Pada Minat Beli Ulang Konsumen (Studi Kasus Pada Produk
Bandeng Juwana Erlina Semarang). Skripsi Universitas Diponegoro. Semarang
Dewobroto, W.S. 2013. Penggunaan Business Model Canvas Sebagai Dasar Untuk
Menciptakan Alternatif Strategi Bisnis Dan Kelayakan Usaha. Jurnal Teknik
Industri, ISSN: 1411 – 6340, 215 – 230.
Dunia, F.A. dan Abdullah, W. 2012. Akutansi Biaya edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.
Durmusoglu, Z.D.U. 2018. Assement Of Techno-Entrepreunership Project By Using
Analytical Hierarchy Process (AHP). Technology n Society 1(1) :1-6
Euis, S., Aida V.S.H., dan Agus M.,2014. Analisis Model Bisnis Pada Knm Fish Farm
Dengan Pendekatan Business Model Canvas (BMC). J. Sosek KP Vol. 9 ( 2)
185-194
Elyarni R dan Hermanto. 2016. Analisis SWOT terhadap Strategi Pemasaran
Layanan SAP Express pada PT SAP. J. Metris. 17(1): 81 – 88
Elsandra, Y., dan Suryadi. 2016. Pengaruh Kualitas Produk dan Layanan Purna Jual
terhadap Kepuasan Pelanggan pada P.T. Sharp Electronics Indonesia di
padang. Jurnal Ekonomi & Bisnis Dharma Andalas, 18(1): 185-200
Engka, D.L., Kandou, J. dan Koapaha, T. 2016. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan
Sirup Glukosa Terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Permen Keras Belimbing
Wuluh (Averrhoa Bilimbi. L). Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol 7(3): 1-9.
Fiani, M.S. dan Edwin, j. 2012. Analisa Pengaruh Food Quality dan Brand Image
Terhadap Keputusan Pembelian Roti Kecik Toko Roti Ganep’s Di Kota Solo.
Jurnal Manajemen Pemasaran.1(1): 1-6

82
Gurel E and Merba TAT. 2017. Swot Analysis: A Theoretical Review. J. of
International Social Research. 10 (51): 994 – 1006
Gorener, A., Toker, K., & Uluçay, K. 2012. Application of Combined SWOT and AHP:
A Case Study for a Manufacturing Firm. Procedia. Social and Behavioral
Sciences (58): 1525–1534.
Griffin, R.W., dan Ebert, R.J. 2007. Bisnis Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta
Jessica N, dan Ratih I. 2017. Analisis Business Model Canvas pada Tirotti Bakery.
J. AGORA. 5(3): 1 – 8
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia.2018. Industri Makanan dan Minuman
Masih Jadi Andalan. Dilihat 27 April 2019.
Lindgren P. 2012. Business Model Innovation Leadership: How Do
SME'sStrategically Lead Business Model Innovation. International J. of
Business and Management. 7(14): 53 – 66
Handayani, Rini.2007. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Minat
Pemanfaatan Sistem Informasi dan Penggunaan Sistem Informasi (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta). Tesis Magister
Sains Akuntansi Universitas Diponegoro. Semarang
Hansen, H., John, R., dan Finn, T. 2009. Enterprise Growth and Survival in Vietnam:
Does Government Support Matter. Journal of Development Studies. 45(7):
1048-1069.
Hardiyanti, Y., dan Martini, E. 2016. Analisis Strategi 4P (Product, Price Place
Promotion) dan STP (Segmenting, Targeting Positioning) PT. Cipta Master
Perkasa. E-Proceeding Of Management 3(2):1149-1154
Hery.2018. Manajemen strategic.PT Grasindo.Jakarta
Hisrich, R.D., Peters, M.P., dan Shepred, D.A. 2012. Kewirausahaan-
Entrepreneurship. Salemba Empat. Jakarta
Hitt, M and Duane, R. 2017. The Intersection of Enterpreneurship and Strategic
Management Research. The Blackwell Handbook 2(1): 66-72
Ho W. 2008. Integrated Analytic Hierarchy Process And Its Applications – A
Literature Review. Eur J Oper Res 186 (1):211–228
Ilham, N. 2015. Kebijakan Pemerintah terhadap Usaha Unggas Skala Kecil dan
Kesehatan Lingkungan di Indonesia. WARTAZOA 25(2): 095-105.
Indriani, S. Dan Sanny A.S. 2015. Rancang Bangun Mesin Pengolahan Kopi
Terpadu. Seminar Nasional Teknologi 6(2): 599-604
Irawan, H., san Sari, P.k. 2018. Bisnis Informasi. Uwais Inspirasi Indonesia. Ponorogo

83
Karel, S., Pawliezek A., and Piszczur R. 2013. Strategic Planning and Business
Performance of Micro, Small and Medium-Sized Enterprises. Journal of
Competitiveness 2(4): 57-72
Kokangul, A., Polat, U and Dagsuyu, C. 2017. A New Approximation For Risk
Assement Using The Ahp And Fine Kinney Methodologis. Safety scient.
91(1):24-32
Kotler, P. dan Amstrong, G. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran,Jilid 1. Erlangga.
Jakarta.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pembuatan Permen. www.ebookpangan.com (diakses
tanggal 18 Mei 2019).
Kwahk, K. Y., & Ge, X. 2012. The Effects of Social Media on E-Commerce: A
Perspective of Social Impact Theory. 45th Hawaii International
Conference on System Sciences. IEEE.USA
Lubis, C, A, B, E. 2017. Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan
Pekerja dan Pengeluaran Pendidikan Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi. Jurnal Economia 10(2): 187-193.
Lovelock, C., dan Wirtz, J. (2011). Managing Service, Marketing Operation and
Human Resources. Prentice Hall. New Jersey.
Masozera MK, Alavalapati JRR, Jacobson SK, Shresta RK,.2006. Assessing the
Suitability of Community-Based Management for the Nyungwe Forest
Reserve, Rwanda. For Policy Econ 8:206–216
Majama NS dan Tebogo ITM. 2017. Strategic Planning in Small and Medium
Enterprises (SMEs): A Case Study of Botswana SMEs. J. of Management and
Strategy. 8(1): 74 – 103
Mandei, J.H. 2014. Komposisi Beberapa Senyawa Gula Dalam Pembuatan Permen
Keras dari Buah Pala. Jurnal Penelitian Teknologi Inudstri Vol 6(1): 1-10.
Mpofu, M. Dan Hlaywayo, C.K. 2015. Training And Development As A Tool For
Improving Basic Service Delivery; The Case of Aselected Municipality.
Journal of Economics, Finance and Administrative Science, 20:133-136
Muchtar. 2010. Strategi Memenangkan Persaingan Usaha Dengan Menyusun
Business Plan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Mustaniro S.A.,Wulandari M., Santoso I. 2017. Risk Minimization Strategy For Apple
Dodol Supply Chain With Analytical Hierarchy Process Approach (Case
Study In Smesbrosem, Batu City, East Java). International Journal of Social and
Local Economic Governance (IJLEG) E-ISSN: 2477.3 (2) 75-82

84
Mustika dan Simatupang, l. 2017. Penggunaan Metode Analytical Hierarcy Process
dalam menetukan Kelayakan Sambungan KWH Meer Pelanggan Baru
PT.PLN (Persero). Jurnal Administrasi publik, 3(1): 1-14
Nababan, S. 2013. Pendapatan dan Jumlah Tanggungan Pengaruhnya Terhadap
Pola Konsumsi PNS Dosen dan Tenaga Kependidikan Pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal EMBA 1(4):
2130-2141.
Oktariana, Y., Achmad, F Dan Srikandi, K. 2012. Faktor-Faktor Customer
Relationship Management (Manajemen Hubungan Pelanggan) Dalam
Mewujudkan Kepuasan Anggota Dan Dampaknya Terhadap Loyalitas
Anggota. Jurnal Profit. 6(2) :149-162
Oktariansyah. 2016. Pengaruh Penetapan Harga Terhadap Volume Penjualan Besi
Pada PT. Inti Logam Palembang. Jurnal Media Wahana Ekonomika. 13(2): 68-
82.
Olatunde, A.A., Agboola B.G. dan Oguntamu O.O.A. 2017. Wokers Education: A
Panacea for Manpower Development in Nigeria. European Journal of Training
and Development Studies 4(3): 16-24
Oreski, D. (2012). strategy development by using SWOT-AHP. TEM Journal, 1(2) :
283.
Osterwalder, Alexander & Pigneur, Yves. (2010). Business Model Generation. John
Wiley & Sons, Inc., Hoboken: New Jersey
Osuna A. 2007. Combining SWOT and AHP, Technique for Strategic Planning.
Jounal Management of Business Management. 2(6):12-25.
Paliati. 2007. Pengaruh Nilai Pelanggan, Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah
Tabungan Perbankan di Sulawesi Selatan. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan. 9(1) : 73-81.
Pangestika P, Imam S dan Retno A. 2016. Strategi Pengembangan Potensi Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan Dukungan Kucuran Kredit (Studi
Kasus: UMKM Kabupaten XYZ). J. Teknologi dan Manajemen Industri, 5(2) :84-
95
Pazouki, M., S.A. Jozi dan Y.A. Ziari. 2016. Strategic Management in Urban
Environment Using SWOT and QSPM Model. Global Journal of Environmental
Science and Management 3(2): 207-216

85
Permadi,B., Nurmalina R., dan Kirbandoko.2016. Analisis Pengembangan
Model Bisnis Kanvas CV Kandura Keramik Bandung. Jurnal Aplikasi
Manajemen 14 (1): 88-98
Pourhanifeh. G.H. dan Mohammad M.M. 2016. Indentyfiying the critical success
factors of organizations with analytical hierarchy process approach (case
study- iran argham company). Problem and perspective in management vol
14(4):55-60
Pospiech, Z. 2018. Analysis of IFE, EFE and QSPM Matrix on Business
Development Strategy. Earth and Environmental Science Journal. 1(1): 1-
8.
Prihatminingtyas B, Susanto RY, and Sandy BW. 2014. The Development of
Food and Beverage Industry Based on People Economic into Good
Local Industry. J. Economics and Suistainable Development. 5(23): 32 –
39 .
Prihantoro, A. 2012. Peningkatan Kinerja Sumber Daya Manusia Melalui
Motivasi, Disiplin, Lingkungan Kerja dan Komitmen. Value Added 8(2):
78-98.
Poli V Kindangen P dan Ogi, I. 2015. Analisis Pengaruh Kualitas, Promosi dan
Keunikan Produk terhadap Keputusan Pembelian Souvenir Amanda
Collection. Jurnal Berkala ilmiah Efisiensi. 15(5): 755-766
Qastharin A R. 2016. Business Model Canvas for Social Enterprise. J. of Business
and Economics. 7(4): 627 – 637
Raharjo, S.T. 2013. Analisa Kinerja Hubungan pemasok-pembeli studi Hubungan
UKM industri furniture-ekspotir furniture di jepara. Journal &
Processing,3(1):1-11
Rahmiati. 2010. Relationship Marketing: Paradigma Baru dalam Memperahankan
Pelanggan. Jurnal PERFORMANCE 11(2):101-115.
Rajagopal. 2013. Marketing Decision Making and the Management of Pricing:
Successful Business. IGI Global. New York.
Rakib M dan Alyas. 2017. Strategi Pengembangan Usaha Mikro, Kecil Dan
Menengah Dalam Penguatan Ekonomi Kerakyatan (Studi Kasus pada Usaha
Roti Maros di Kabupaten Maros). J. Sosiohumaniora. 19(2): 114 – 120

86
Royan, F.M. 2014. Model Bisnis Kanvas Distributor, Memetakan Kinerja Optimal
Distributor dan 30 Kesalahan Yang Dilakukan. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Sa’diyah, F.M.2016 Strategi pengembangan Usaha Briket Tempurung Kelapa di CV
Mandiri Globalindo Pendekatan model bisnis kanvas. Tesis. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Saaty, T. L. 2008. Decision Making With The Analytical Hierarcy Process.
International journal service sciences 1(1): 83-98
Santoso, l.2009. Pengembangan Aliansi Strategis dalam Rantai Pasokan
Agroindustri Apel. Jurnal Teknologi Pertanian. 10(8): 174-180
Schneider, G. 2012. Electronic Commerce. Tenth Edition. Cengage Learning.
Setyorini, H., Effendi, M., dan Santoso, I. 2016. Analisis Strategi Pemasaran
Menggunakan Matriks SWOT dan QSPM (Studi Kasus: Restoran WS
Soekarno Hatta Malang). Industria : Jurnal Teknologi dan Manajemen
Agroindustri. 5(1): 46-53.
Setiawan, A., Sediyono E., dan Moekoe,D.A. 2014. Application Of AHP Method In
Determining Priorities Of Conversion Of Unsedland To Food Land In
Minahasa Tenggara. International Journal Of Computer Application 89(8):37-44
Shidqi, M. Dan Supriono. 2018 Penerapan Purchasing Planning Dalam Pengadaan
Bahan Baku Di Perusahaan Industri. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 57(1); 90-
100
Shodiq, A.W,. 2018. Pengelolaan Tebu (Saccharum Officinarum L.) Di PG Kebon
Agung, Malang Dengan Aspek Khusus Produktivitas Dan Rendemen Tebu
Pada Beberapa Varietas Dan Kategori Tanaman. Skripsi. Departemen
Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Bogor
Silvia, E.D., Yunia W. dan Hasdi A. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi
dan Inflasi di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi 1(2): 224-243
Sedyastuti K. 2018. Analisis Pemberdayaan UMKM dan Peningkatan Daya Saing
dalam Kancah Pasar Global. J. Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia. 2(1):
117 –124
Setyorini H, Mas’ud E dan Imam Santoso. 2016. Analisis Strategi Pemasaran
Menggunakan Matriks SWOT dan QSPM (Studi Kasus: Restoran WS
Soekarno Hatta Malang). J.Teknologi dan Manajemen Agroindustri. 5(1): 46-53

87
Subaktilah, Y., Kuswardini, N., dan Yuliwati, S. 2018. Analisis SWOT: Faktor Internal
Dan Eksternal Pada Pengembangan Usaha Gula Merah Tebu. Jurnal
Agroteknologi, 12(2): 107-131
Sucinigtyas. 2012. Pengaruh Brand Awareness, Brand Image, dan Media
Communication terhadap Keputusan Pembelian. Management Analysis
Journal. 1(1) : 1-8.R., dan Devie. 2013. Analisa Pengaruh Supply Chain
Management terhadap keunggulan Bersaing dan Kinerja Perusahaan. Business
Accounting review 1(2):1-10
Suparjo. 2010. Pengawasan Mutu Pada Pabrik. Universitas Jambi Press. Jambi.
Supiard, A., Rustandi, A. Komarlina, D.H.L., dan Ardiani, G.T.2018. Analytical Hierarcy
Process. Deepublisher. Yogyakarta
Soselisa, J.A., Raharja, S., Suharjo, B. 2017. Analisis Strategi Pengembangan Usaha
Supermarket XYZ dengan Pendekatan Model Bisnis Kanvas. J Manajemen
IKM 12(2) : 194-215
Stefan S, Richard B. 2014. Analysis of Business Models. Journal of Competitiveness.
6 (4) : 19-40.
Sopandi E. 2017. Strategy of Business Development Bamboo Craft (a Study in
Pasirjambu Village Pasirjambu District Bandung Regency). J. Ad Bispreneur.
2(1): 1-17
Soviandre, E., Muhammad A., dan Dahlan F. 2014. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Kopi dari Indonesia ke Amerika Serikat.
Jurnal Ilmu Administrasi 14(2): 1-8
Syafira, R. 2017. Strategi Pengembangan Inti Agrowisata dengan Pendekatan
Business Model Canvas. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Syamsudin MM., Wajdi, F., dan Aflit N.P. 2015. Desain Kemasan Makanan KUB
Sukarasa di Desa Wisata Organik Sukorejo Sragen. Jurnal EMBA 19(20): 181-
188
Swasty W. 2015. Business Model Innovation for Small Medium Enterprises. J.of the
Winners. 16(2): 85 - 95
Terry, George R dan Leslie W. Rue. 2008. Dasar-Dasar Manajemen. Terjemahan G.A.
Ticoalu. Principles of Management. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tjiptono, f. 2008 Strategi Pemasaran. Andi Offset. Yogyakarta
Tinungki, D.D., Tampi, J. R. E., dan Punuindoong, A. Y. 2018. Pengaruh Bauran
Pemasaran Terhadap Tingkat Penjualan Motor Yamaha Mio M3 Pada PT.
Hasjrat Abadi Cabang Tumpaan. Jurnal Administrasi Bisnis. 6(3): 9-17.

88
Thompson JL and Frank M. 2010. Strategic Management: Awareness and Change.
Cengage Learning, Hampshire
Tokarski A, Maciej T, and Jacek W. 2017. The Possibility of Using the Busines Model
Canvas in the Establishment of an Operator’s Business Plan. J. Torun
Business Rivew. 16(4): 17 – 31
Torti, N., Senta M.W., Kenneth M.M., dan Annette O. 2011. Batf3 Transcription Factor-
Dependent DC Subsets in Murine CMV Infection: Differential Impact on T-cell
Priming and Memory Inflation. Jurnal Immunol: 7(1): 2612-2618
Umar A, Agung HS, Glory A dan Sugiharto. 2018. Business Model Canvas as a
Solution for Competing Strategy of Small Business in Indonesia. International
J. of Entrepreneurship. 22(1): 1 – 9
Utama D. 2013. Pengembangan usaha mikro kecil dan menengah berbasis
ekonomi kreaatif di kota semarang. Progam sarjana fakultas ekonomi dan
bisnis.UNDIP
Feryanto.2010. Analisis Daya Saing Dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap
Komoditas Susu Sapi Lokal Di Jawa Barat. Tesis Megister Sains. IPB. Bogor
Fuad, E. N. 2015. Pengaruh Pemilihan Lokasi Terhadap Kesuksesan Usaha
Berskala Mikro/Kecil di Komplek Shopping Center Jepara. Media Ekonomi
Manajemen. 30(1): 56-67.
Wibowo, M. E., Daryanto, A., dan Rifin, A. 2018. Strategi Pemasaran Produk Sosis
Siap Makan (Studi Kasus: PT Primafood Internasional). Manajemen IKM.
13(1): 2
Widagdo, R 2016. Analisis Faktor Internal Produksi Dan Pengaruh Dalam
Pengembangan Usaha. Jurnal Manajemen bisnis vol 7(1):139-142
Wirani,S.2017.Pengaruh Suhu Pemasakan Terhadap Karakteristik Kimia Dan
Sensori Permen Hard Candy Dengan Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricata
L.) Serta Penentuan Umur Simpan Produk. Skripsi. Program Studi Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang
Witcher BJ and Vinh SC. 2010. Strategic Management: Principles and Practice.
Cengage Learning, Hampshire
William M. Pride, Robert J. Hughes, Jack R. Kapoor . 2010. Foundations of Business.
South Western Cengage Learning
Wu, C., Xin-ying, Z., Cheng, Y., Fei-yu, c., Jacob, B., Tie-nan, W. 2013. Evaluating

89
Competitiveness Using Fuzzy Analytical Hierarchy Process- A Case Study
Of Chinese Airlines. Journal of advanced transportation 47:619-634
Yulia, I., Sribudiani, E., dan Yoza, D. 2015. Analisa Biaya Produksi Hasil Kerajinan
Rotan Pada Industri Usaha Kecil dan Menegah (UKM) di Kecamatan Rumba,
Pekanbaru. Jom Faperta 2(2):1-11
Zuhri, M. A. M., dan Christiani, L. 2014. Pemanfaatan Media Sosial Instagram Sebagai
Media Promosi Library Based Community (Studi Kasus Komunitas
Perpustakaan Jalanan Solo). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). 3(1): 21-31

90

Anda mungkin juga menyukai