Anda di halaman 1dari 97

UJI VIABILITAS DAN KOLONISASI MIKORIZA

ARBUSKULA DALAM BENTUK PUPUK KOMPOS


GRANUL DAN PENGARUHNYA PADA TANAMAN
JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.)

Oleh
DWI AGUSTIYANTO

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2018
UJI VIABILITAS DAN KOLONISASI MIKORIZA
ARBUSKULA DALAM BENTUK PUPUK KOMPOS
GRANUL DAN PENGARUHNYA PADA TANAMAN
JAGUNG (Zea mays saccharata Sturt.)

Oleh :

DWI AGUSTIYANTO

115040201111226

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


MINAT MANAJEMEN SUMBER DAYA LAHAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Galar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2018
iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan


hasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing. Skripsi ini tidak
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi
manapun dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas
ditunjukkan rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, Agustus 2015

Dwi Agustiyanto
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Proposal : Uji Viabilitas dan Kolonisasi Mikoriza Arbuskula


dalam Bentuk Pupuk Kompos Granul dan
Pengaruhnya pada Tanaman Jagung (Zea mays
saccharata Sturt.)
Nama Mahasiswa : Dwi Agustiyanto
NIM : 115040201111226
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Manajemen Sumber Daya Lahan

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Budi Prasetya, MP. Danny Dwi Saputra, SP. M.Si.
NIP. 19610701 198703 1 002 NIP. 86031704310024

Mengetahui,
a.n. Dekan
Ketua Jurusan Tanah

Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU.


NIP. 19540501 198103 1 006

Tanggal Persetujuan:
LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI

Penguji I Penguji II

Dr. Ir. Retno Suntari, SU. Dr. Ir. Budi Prasetya, MP.
NIP. 19580503 198303 2 002 NIP. 19610701 198703 1 002

Penguji III Penguji IV

Danny Dwi Saputra, SP. M.Si. Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU.
NIP. 86031704310024 NIP. 19540501 198103 1 006

Tanggal Lulus:
vi

Skripsi ini saya persembahkan untuk


Kedua orang tua tercinta Bapak R. Sukarnanto dan Ibu Rustiani,
Kakak Eka Septiyan W. dan Adik Tri Kartika Aprilya
vii

RINGKASAN

Dwi Agustiyanto. 11504020111122. Uji Viabilitas dan Kolonisasi Mikoriza


Arbuskula dalam Bentuk Pupuk Kompos Granul dan Pengaruhnya pada
Tanaman Jagung (Zea mays saccharata Sturt.). Di bawah bimbingan Budi
Prasetya dan Danny Dwi Saputra.

Keberhasilan produksi pertanian tidak terlepas dari kontribusi peranan


sarana produksi pertanian, antara lain pupuk. Akhir-akhir ini sudah mulai terlihat
kecenderungan degradasi lahan berupa kerusakan lahan (tanah menjadi asam dan
mengeras) yang disebabkan oleh penggunaan pupuk anorganik (khususnya Urea
dan Fosfat) secara terus menerus dan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman. Oleh
karena itu upaya memperbaiki kesehatan tanah dapat dilakukan melalui
pengelolaan bahan organik. Kompos sebagai salah satu bentuk bahan organik
memiliki peran utama sebagai pembenah tanah sehingga menjadi gembur dan
menjadi tempat tumbuh yang baik bagi akar tanaman dan organisme tanah yang
diperlukan dalam proses penyediaan unsur hara bagi tanaman. Penyerapan hara
oleh tanaman dapat diperbesar oleh adanya hubungan simbiosis antara bagian
terkecil dari akar tanaman sekunder dengan jamur tertentu. Asosiasi ini disebut
dengan mikoriza. Sehingga jika kompos dikombinasikan dengan spora Mikoriza
Arbuskula, berpotensi fungsi kompos sebagai pembenah tanah dan juga MA
(Mikoriza Arbuskula) yang bersimbiosis dengan akar tanaman, dapat menjalankan
peran masing-masing dan juga efektif dalam penggunaan mikoriza dan kompos
pada peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman. Tujuan penelitian ialah
untuk mengetahui pengaruh uji viabilitas dan kolonisasi Mikoriza Abuskula dalam
bentuk pupuk kompos granul terhadap populasi, persentase koloni akar,
pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering, dan serapan-P tanaman
jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.).
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca FP UB Malang pada bulan
September hingga Oktober 2017. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 10 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari Kontrol;
Acaulospora + penyimpanan pupuk 1 bulan (A1); Acaulospora dan Glomus +
penyimpanan pupuk 1 bulan (C1); Glomus + penyimpanan pupuk 1 bulan (G1);
Acaulospora + penyimpanan pupuk 2 bulan (A2); Acaulospora dan Glomus +
penyimpanan pupuk 2 bulan (C2); Glomus + penyimpanan pupuk 1 bulan (G2);
Acaulospora + penyimpanan pupuk 3 bulan (A3); Acaulospora dan Glomus +
penyimpanan pupuk 3 bulan (C3); Glomus + penyimpanan pupuk 3 bulan (G3).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kompos granul G1
(Glomus + penyimpanan pupuk 1 bulan) memberikan hasil yang optimal terhadap
sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman jagung manis. Perlakuan pupuk
kompos granul hayati tidak memberikan pengaruh nyata pada indikator pH tanah
dan C-Organik dan memberikan pengaruh berbeda nyata pada parameter persentase
koloni (90%), N-Total (0,103%), P-Tersedia (4,39 mg kg-1), tinggi tanaman (139,9
cm) dengan jumlah daun (9 helai), bobot kering akar dan tajuk masing-masing 10,6
g dan 1,1 g, dan serapan-P tanaman sebesar 6,52 mg/tanaman.
viii

SUMMARY

Dwi Agustiyanto. 11504020111122. The Viability Test and Colonization of


Arbuscular Mycorrhiza in the Form of Compost Granule Fertilizer and Its
Effect on Sweet Corn Plants (Zea mays saccharata Sturt.). Under the guidance
of Budi Prasetya and Danny Dwi Saputra.

The success of agricultural production is inseparable from the contribution


of the role of agricultural production facilities, including fertilizer. Lately, there has
been a tendency for land degradation in the form of land damage (the soil becomes
acidic and hardened) caused by the use of inorganic fertilizers (especially Urea and
Phosphate) continuously and not in accordance with plant needs. Therefore efforts
to improve soil health can be done through the management of organic matter.
Compost as a form of organic material has a major role as soil enhancer so that it
becomes loose and becomes a good growth place for plant roots and soil organisms
that are needed in the process of supplying nutrients to plants. Absorption of
nutrients by plants can be enlarged by the existence of a symbiotic relationship
between the smallest parts of the roots of secondary plants with certain fungi. This
association is called mycorrhizae. So that if compost is combined with Arbuscular
mycorrhizal spores, potentially compost functions as soil enhancers and also AM
(Arbuscular Mycorrhiza) which are symbiotic with plant roots, can carry out their
respective roles and are also effective in the use of mycorrhizae and compost in
increasing plant growth and production. The purpose of the research is to find out
the viability test influence Mycorrhiza colonization and Abuskula in the form of
compost granule against the population, the percentage of colonies of the roots,
plant growth, number of leaves, dry weights, and P-uptake in plants sweet corn (Zea
mays saccharata Sturt.).
Research conducted at greenhouse of FP UB Malang on September to
October 2017. This research used a Completely Randomized Design with 10
treatments and 3 replications. The treatment consists of Control; Acaulospora + 1
month fertilizer storage (A1); Acaulospora and Glomus + 1 month fertilizer storage
(C1); Glomus + 1 month fertilizer storage (G1); Acaulospora + 2 months fertilizer
storage (A2); Acaulospora and Glomus + 2 months fertilizer storage (C2); Glomus
+ 1 month fertilizer storage (G2); Acaulospora + 3 months fertilizer storage (A3);
Acaulospora and Glomus + 3 months fertilizer storage (C3); Glomus + 3 months
fertilizer storage (G3).
The results showed that the treatment of G1 (Glomus + 1 month fertilizer
storage) gave optimal results on soil chemical properties and growth of corn plants.
The treatment of biological granule compost did not give a significant effect on soil
pH and C-Organic indicators and gave a significantly different effect on the
parameters of colony percentage (90%), N-Total (0.103%), P-Available (4.39 mg
kg-1), plant height (139.9 cm) with number of leaves (9 strands), root dry and
canopy weight respectively 10.6 g and 1.1 g, and P-uptake of 6.52 mg/plant.
ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Uji Viabilitas dan Kolonisasi Mikoriza Arbuskula dalam Bentuk Pupuk
Kompos Granul dan Pengaruhnya pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays
saccharata Sturt.)”.
Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat yang setulus–tulusnya
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Budi Prasetya, MP. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi
ini hingga selesai,
2. Danny Dwi Saputra, SP. M.Si. selaku dosen pendamping yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyusun skripsi ini hingga selesai,
3. Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU. selaku Ketua Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya Malang,
4. Keluarga penulis, Bapak, Ibu, Kakak, Adik, dan teman-teman yang telah
memberikan fasilitas dan dukungannya dalam menyusun skripsi ini hingga
selesai.
Mengakui adanya keterbasan pengetahuan, referensi dan pengalaman maka
penulis sangat mengharap saran dan masukan demi lebih baiknya skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, Agustus 2015

Penulis
x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Situbondo pada tanggal 26 Agustus 1992. Penulis merupakan


anak kedua dari tiga bersaudara pasangan R. Sukarnanto dan Rustiani. Penulis
memulai pendidikan dasar di SDN IV Patokan Situbondo (1999 – 2005), kemudian
melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Situbondo (2005 – 2008), selanjutnya
melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Situbondo (2008 – 2011). Pada tahun 2011
penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa di Program Studi Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya melalui jalur SNMPTN Undangan
(Bidik Misi).
xi

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ................................................................................................... vii
SUMMARY ...................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ix
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Tujuan..................................................................................................... 3
1.3. Hipotesis ................................................................................................ 3
1.4. Manfaat Penelitian.................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
2.1. Pupuk Kompos ....................................................................................... 4
2.2. Mikoriza ................................................................................................. 8
2.3. Aplikasi dan Pengaruh Spora Mikoriza Arbuskula pada Tanaman
Jagung Manis (Zea mays saccharate Sturt) .......................................... 21
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 25
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 25
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................... 25
3.3. Tahapan Penelitian ................................................................................. 25
3.4. Rancangan Percobaan dan Parameter Pengamatan ............................... 31
3.5. Analisis Data .......................................................................................... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 35
4.1. Identifikasi dan Populasi Spora Mikoriza Arbuskula Sebelum dan
Sesudah Pemerangkapan (trapping) ...................................................... 35
4.2. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos Hayati Granul terhadap pH
(H2O), C-Organik, N-Total, dan P-Tersedia dalam Tanah ................... 36
4.3. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos Hayati Granul terhadap
Pertumbuhan Tanaman Jagung ............................................................. 38
4.4. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos Hayati Granul terhadap
Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis ................................................... 40
4.5. Hubungan antar Parameter Pengamatan ................................................. 46
V. KESIMPULAN ........................................................................................... 53
5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 53
5.2. Saran ...................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 54
LAMPIRAN ..................................................................................................... 62
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Teks
1. Glomus sp......................................................................................... 12
2. Paraglomus sp. ................................................................................ 12
3. Gigaspora sp. ................................................................................... 13
4. Scutellospora sp. .............................................................................. 13
5. Acaulospora sp................................................................................. 14
6. Entrophospora sp. ............................................................................ 14
7. Skema penyerapan P oleh Akar Bermikoriza .................................. 17
8. Pengambilan Sampel Metode Miliacre Sampling ........................... 26
9. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap Persentase Koloni Mikoriza
pada Tanaman Jagung ..................................................................... 37
10. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap N-Total Tanah .............. 39
11. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap P-Tersedia
Tanah ................................................................................................ 40
12. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap Bobot Kering Akar
dan Tajuk Tanaman Jagung ............................................................. 44
13. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap Serapan-P
Tanaman Jagung .............................................................................. 46
14. Hubungan % Koloni Mikoriza dengan P-Tersedia Tanah ............... 48
15. Hubungan % Koloni Mikoriza dengan Serapan-P Tanaman ........... 49
16. Hubungan % Koloni Mikoriza dengan Jumlah Daun ...................... 50
17. Hubungan % Koloni Mikoriza dengan Tinggi Tanaman ................. 51
xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Teks
1. Perlakuan pada Rancangan Percobaan ............................................. 32
2. Parameter, Metode dan Waktu Pengamatan ................................... 33
3. Populasi spora Mikoriza Arbuskula per Sampel Tanah ................... 36
4. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap Tinggi Tanaman
Jagung .............................................................................................. 41
5. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap Jumlah Daun
Tanaman Jagung .............................................................................. 43
xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
Teks
1. Alur Kerja Penelitian ....................................................................... 63
2. Denah Percobaan Pemerangkapan (Trapping Culture) ................... 64
3. Denah Percobaan Aplikasi Pupuk Kompos Granul Hayati ............. 65
4. Perhitungan Pengenceran Formalin 37% untuk Fumigasi
Sampel Tanah dan Trapping Culture ............................................... 66
5. Perhitungan Kebutuhan Air ............................................................. 67
6. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Kompos .......................................... 68
7. Perhitungan Pengenceran Formalin 37% untuk Sterilisasi
150 kg Tanah .................................................................................... 70
8. Hasil Analisis Laboratorium ............................................................ 71
9. Hasil Perhitungan Populasi Mikoriza Setelah Pengambilan
Sampel dan Setelah Dilakukan Pemerangkapan Menggunakan Media
Awal (Tanah Bekas Tambang Batubara) ........................................ 72
10. Karakteristik Morfologis Mikoriza Arbuskula per Sampel
Tanah ................................................................................................ 73
11. Hasil Perhitungan Populasi Mikoriza Arbuskula Setelah
Pemerangkapan Menggunakan Media Tanah Inceptisol ................. 75
12. Hasil Analisis Ragam Indikator Kimia Tanah dan Serapan-P ......... 76
13. Hasil Analisis Ragam Indikator Tinggi Tanaman Jagung ............... 77
14. Hasil Analisis Ragam Indikator Jumlah Daun Tanaman
Jagung .............................................................................................. 78
15. Hasil Analisis Ragam Indikator Bobot Kering Akar dan Tajuk
Tanaman Jagung .............................................................................. 79
16. Tabel analisis korelasi semua parameter pengamatan dan pedoman
interpretasi koefisien korelasi .......................................................... 80
17. Dokumentasi Pemerangkapan (Trapping Culture) pada
Tanaman Jagung Manis (Zea mays Saccharata Sturt)..................... 81
18. Dokumentasi Tinggi Tanaman Jagung Manis (Zea mays
saccharate Sturt) .............................................................................. 82
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keberhasilan produksi pertanian tidak terlepas dari kontribusi peranan
sarana produksi pertanian, antara lain pupuk. Pentingnya peran pupuk dalam upaya
meningkatan produktivitas dan mutu hasil komoditas pertanian, menjadikan pupuk
sebagai sarana produksi pertanian yang strategis bagi petani. Salah satu hal yang
penting dalam upaya peningkatan kualitas hasil produksi pertanian adalah budidaya
tanaman secara organik.
Akhir-akhir ini sudah mulai terlihat kecenderungan degradasi lahan berupa
kerusakan lahan (tanah menjadi asam dan mengeras) yang disebabkan oleh
penggunaan pupuk anorganik (khususnya Urea dan Fosfat) secara terus menerus
dan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penggunaan pupuk anorganik yang
tidak tepat dan secara terus menerus menyebabkan tanah menjadi jenuh akibat
akumulasi bahan-bahan sintetis yang dikandungnya. Selama kurun waktu 20 tahun
terakhir ini terjadi kenaikan penggunaan pupuk kimia sintetis hampir 5 kali lipat,
sementara produksi pertanian untuk tanaman pangan dimana pupuk tersebut
digunakan hanya meningkat 50% (Santosa dalam Rusman, 2003). Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan pupuk anorganik sudah tidak efisien dan
cenderung terjadi penurunan produktivitas lahan karena menurunnya kandungan
bahan organik tanah. Konsumsi pupuk urea sepanjang 2017 menjadi yang terbesar
dalam 10 tahun terakhir dengan capaian 5,97 juta ton. Jumlah tersebut melebihi
realisasi konsumsi pupuk urea pada 2016 dengan 5,32 juta ton. Di sisi lain konsumsi
terhadap pupuk jenis NPK tercatat naik menjadi 3,11 juta ton pada 2017. Angka
tersebut meningkat dibandingkan dengan realisasi konsumsi pupuk NPK pada 2016
yang sebesar 2,93 juta ton (APPI, 2018).
Sebagian besar petani Indonesia masih banyak yang mengandalkan pupuk
anorganik (TSP dan Urea). Dalam kenyataannya, tanah yang sering diberi pupuk
anorganik menyebabkan beberapa dampak, diantaranya tanah menjadi asam dan
mengeras sehingga sulit untuk diolah dan pertumbuhan tanaman terganggu.
Pemasalahan tersebut sebenarnya dapat diminimalisir kemungkinan dampak buruk
dari penggunaan pupuk anorganik apabila tanah diperlakukan dengan baik.
2

Kesuburan tanah akan terjaga jika kita selalu menambahkan bahan organik,
salah satunya kompos. Menurut Isroi (2008), kompos sebagai salah satu bentuk
bahan organik memiliki peran utama sebagai pembenah tanah sehingga menjadi
gembur dan menjadi tempat tumbuh yang baik bagi akar tanaman dan organisme
tanah yang diperlukan dalam proses penyediaan unsur hara bagi tanaman. Kompos
merupakan dekomposisi bahan-bahan organik atau proses perombakan senyawa
yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme.
Isroi (2008) menambahkan kompos adalah salah satu penutup tanah dan akar serta
korektor tanah alami yang terbaik. Kompos berfungsi dalam perbaikan struktur
tanah, tekstur tanah, aerasi, dan peningkatan daya resap tanah terhadap air. Kompos
dapat mengurangi kepadatan tanah lempung dan membantu tanah berpasir untuk
menahan air, selain itu kompos dapat berfungsi sebagai stimulan untuk
meningkatkan kesehatan akar tanaman. (Isroi, 2008). Kompos dapat dibuat dengan
berbagai macam cara dan komposisi, tetapi yang perlu diutamakan adalah
kemudahan dalam pembuatannya menyesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan
bahan di lokasi setempat.
Bahan organik, mikroba tertentu serta keseimbangan yang tepat antara
karbon, nitrogen, air, dan oksigen dalam proses pengomposan akan menghasilkan
produk kompos yang bermutu baik dalam waktu singkat. Dikarenakan mikroba
(bakteri dan jamur) yang diperlukan pada proses pengomposan ini membutuhkan
karbon untuk sumber energi dan juga membutuhkan nitrogen sebagai elemen dasar
atau bahan mentah protein untuk membangun tubuhnya, sangatlah penting untuk
menjaga kedua unsur ini dalam perbandingan atau rasio yang tepat. Bila terlalu
banyak karbon maka proses dekomposisi akan berjalan lambat, sedangkan bila
terlalu banyak nitrogen maka dihasilkan gas amonia yang mengeluarkan bau tidak
sedap, gunakan jumlah berat yang sama untuk bahan yang dominan mengandung
unsur nitrogen dan bahan yang dominan mengandung unsur karbon sebagai bahan
kompos untuk mendapatkan perbandingan yang tepat.
Penyerapan hara oleh tanaman dapat diperbesar oleh adanya hubungan
simbiosis antara bagian terkecil dari akar tanaman sekunder dengan jamur tertentu.
Asosiasi ini disebut dengan mikoriza, yaitu jamur yang keberadaannya diperlukan
untuk perkembangan tanaman yang memadai. Fungsi dan perilaku mikoriza adalah
3

kompleks. Asosiasi antara perakaran tanaman dan jamur biasanya menyebabkan


kenaikan pertumbuhan tanaman inang. Hal ini karena gabungan faktor-faktor
termasuk penambahan penyerapan unsur hara, penyerapan air, kelarutan mineral,
dan proteksi akar tanaman melawan patogen. Keberadaan mikoriza bisa menjadi
prasyarat untuk pertumbuhan normal banyak tanaman (Daniel et al., 1994; Setiadi,
1999; Setiadi, 2001 dalam Elfiati, 2010). Sehingga jika kompos diinjeksi dengan
spora Mikoriza Arbuskula, berpotensi fungsi kompos sebagai pembenah tanah dan
juga MA (Mikoriza Arbuskula) yang bersimbiosis dengan akar tanaman, dapat
menjalankan peran masing-masing dan juga efektif dalam penggunaan mikoriza
dan kompos pada peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman.

1.2. Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, tujuan penelitian yakni
mengetahui pengaruh uji viabilitas dan kolonisasi Mikoriza Abuskula dalam bentuk
pupuk kompos granul terhadap populasi, persentase koloni akar, pertumbuhan
tinggi tanaman, bobot kering, dan serapan-P tanaman jagung manis (Zea mays
saccharata Sturt.).

1.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yakni uji viabilitas dan kolonisasi campuran dua
jenis spora Mikoriza Arbuskula dalam pupuk kompos granul dengan daya simpan
tiga bulan dapat meningkatkan populasi, persentase koloni akar, pertumbuhan
tinggi tanaman, bobot kering, dan serapan-P tanaman jagung manis (Zea mays
saccharata Sturt.).

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada petani,
tentang kualitas penambahan spora Mikoriza Arbuskula pada pupuk kompos granul
dalam menyediakan unsur hara dan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan serapan
jagung (Zea mays saccharata Sturt.) terhadap unsur hara P. Disamping itu
diperoleh strain Mikoriza Arbuskula yang dapat diapalikasikan sebagai pupuk
hayati.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pupuk Kompos


2.1.1. Pengertian pupuk kompos
Kompos adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan
seperti pupuk kandang, pupuk hijau daun, dan kompos, berbentuk cair maupun
padatan yang dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan daya
menahan air tanah, kimia tanah, dan biologi tanah. Mengapa harus dikomposkan
terlebih dahulu?
Tanaman tidak dapat menyerap hara dari bahan organik yang masih mentah,
apapun bentuk dan asalnya. Kotoran ternak yang masih segar tidak bisa diserap
haranya oleh tanaman. Apalagi sisa tanaman yang masih segar bugar juga tidak
dapat diserap haranya oleh tanaman. Melihat besarnya sampah organik yang
dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik
menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat
(Rohendi, 2005).
Kompos dibuat dari bahan organik yang berasal dari bermacam-macam
sumber. Dengan demikian, kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi
tanaman. Sumber bahan pupuk kompos antara lain berasal dari limbah organik
seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran
ternak (sapi, kambing, ayam, itik), arang sekam, abu dapur, dan lain-lain.
Kemungkinan bahan dasar kompos mengandung selulosa 15-60%, enzim
hemiselulosa 10-30%, lignin 5-30%, protein 5-30%, bahan mineral (abu) 3-5%, di
samping itu terdapat bahan larut air panas dan dingin (gula, pati, asam amino, urea,
garam amonium) sebanyak 2-30% dan 1-15% lemak larut eter dan alkohol, minyak,
dan lilin (Sutanto, 2002).
Kompos memiliki kandungan unsur hara yang terbilang lengkap karena
mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro seperti N, P, K, Ca, Mg, S,
Fe, Cu, Zn, Mn, dan B yang merupakan kandungan hara bahan organik asal hewan
dan tumbuhan (Tan, 1994 dalam Hartatik et al., 2015). Namun jumlahnya relatif
kecil dan bervariasi tergantung dari bahan baku, proses pembuatan, bahan
tambahan, tingkat kematangan, dan cara penyimpanan. Namun kualitas kompos
5

dapat ditingkatkan dengan penambahan mikroorganisme yang bersifat


menguntungkan (Simamora dan Salundik, 2006).

2.1.2. Manfaat kompos


Aplikasi bahan organik dalam aktivitas pertanian merupaka upaya
konservasi lahan pertanian berwarwasan lingkungan. Pupuk organik mempunyai
peran penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Meskipun
kadar hara yang dikandung pupuk organik relatif rendah, namun peranan terhadap
sifat kimia tanah jauh melebihi pupuk kimia buatan. Terhadap sifat fisik tanah dapat
meningkatkan stabilitas agregat tanah, sehingga tercipta struktur tanah yang ideal
untuk pertumbuhan tanaman. Terhadap sifat kimia tanah dapat meningkatkan
kapasitas pertukaran kation yang merupakan terminal hara sebelum dimanfaatkan
oleh tanaman. Terhadap sifat biologi tanah, penggunaan pupuk kandang juga dapat
mendukung terciptanya kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme tanah (Goenadi, 2006)
Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah, merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air
tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat
dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk
menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit lewat proses alamiah. Namun proses
tersebut berlangsung lama sekali padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah
mendesak. Oleh karenanya proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan
manusia. Dengan metode yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos
berlangsung wajar sehingga bisa diperoleh kompos yang berkualitas baik
(Murbandono, 2000).
6

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan


a. Rasio C/N
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N
untuk sintesis protein. Semakin rendah nisbah C/N bahan maka waktu
pengomposan semakin singkat (Gaur, 1981). Sedangkan Sutanto (2002) bahwa
secara teoritis kebutuhan rasio C dan N untuk kebutuhan organisme adalah 30:1.
Pada rasio C dan N sebesar inilah nutrisi dipasok secara optimal untuk keperluan
organisme yang berupa karbon sebagai energi dan nitrogen sebagai sumber
pembentukan protein.

b. Ukuran bahan
Makin kecil ukuran partikel bahan sampai ukuran lebih kurang 5 cm,
perombakan dapat berjalan makin cepat karena terjadi penambahan luas permukaan
untuk diserang mikroorganisme (Gaur, 1981; Rodale et al., 1975).

c. Kelembaban (moisture content)


Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
Pengomposan aerobik dapat berlangsung pada kisaran kelembaban 30-100%, nilai
kelembaban optimum pengomposan aerobik berkisar antara 50-60%, dekomposisi
akan berlangsung lambat pada kelembaban di bawah 40% bobot (Gaur, 1981).

d. Temperatur
Suhu yang tinggi merupakan keadaan yang baik bagi perombakan untuk
membunuh organisme patogen dan biji-biji gulma, secara umum suhu akan tinggi
pada 2-7 hari pertama dengan kisaran 55-70 ºC seterusnya menurun secara perlahan
mendekati suhu kamar (Gaur, 1981).

e. pH
Pada awal pengomposan reaksi cenderung asam sampai netral sekitar 6-7
karena bahan yang dirombak menghasilkan asam-asam organik, suasana yang
alkalin dapat meningkatkan volatilisasi amonia (Gaur, 1981). Proses pengomposan
sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri.
Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan
menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari
7

senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-


fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

f. Kandungan hara
Kecepatan dan kualitas kompos dapat ditingkatkan melalui sistem
pengomposan dan penambahan aktivator serta unsur-unsur C, N, P, K, dan Ca yang
berasal dari bahan organik seperti darah hewan dan kotoran ternak (Gaur, 1981).
Berdasarkan laporan organik Experimental farm (Rodale et al., 1975)
direkomendasikan beberapa rumusan dalam membuat kompos, dimana diterangkan
bahwa jumlah kapur yang ditambahkan adalah satu bagian untuk 80 bagian jerami.
Menurut Ramdani (1985) dan Tridarmanto (1985) pemberian dosis kotoran 33%
dari jumlah jerami memberikan kecepatan dekomposisi, produksi, dan kualitas
kompos yang paling baik.

g. Kematangan kompos
Kompos yang sudah matang secara fisik digambarkan sebagai struktur
remah, agak lepas dan tidak gumpal, berwarna coklat kegelapan, baunya mirip
humus atau tanah dan reaksi agak masam sampai netral, tidak larut dalam air, bukan
dalam bentuk biokimia yang stabil tetapi berubah komposisinya melalui aktivitas
mikroorganisme, kapasitas tukar kation yang tinggi dan daya absorpsi air tinggi,
jika dicampurkan ke tanah akan menghasilkan akibat yang menguntungkan bagi
tanah dan pertumbuhan tanaman (Gaur, 1981). Kematangan kompos dapat
ditentukan berdasarkan nisbah C/N kompos, sedangkan kandungan hara kompos
berhubungan dengan kualitas bahan asli yang dikomposkan.
Untuk mendapatkan nilai C/N ratio tertentu, sangat tergantung pada bahan
yang digunakan serta cara pengomposannya. Teknik pengomposan dan jumlah
bahan yang berbeda akan membutuhkan waktu yang berbeda dan mendapatkan
nilai C/N ratio yang berbeda pula.
2.1.4. Pembuatan granul
Pembuatan granul terutama untuk memperbaiki kenampakan/kemasan
kompos. Kompos berbentuk granul juga lebih mudah diaplikasikan daripada
kompos curah, terutama apabila menggunakan mesin aplikator. Pembuatan granul
kompos dapat dilakukan dengan menggunakan pan granulator atau menggunakan
mesin molen biasa. Agar kompos dapat dibuat granul, kompos memerlukan bahan
8

lain yang berfungsi sebagai perekat. Bahan-bahan yang sering digunakan sebagai
perekat antara lain: tepung tapioka, zeolit, gypsum, dan bentonit. Beberapa aspek
penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan granul adalah keseragaman
granul, kekerasan granul, dan kemudahan granul untuk pecah/larut. Granul yang
baik adalah granul yang ukurannya seragam, cukup keras, dan mudah larut apabila
terkena air atau diaplikasikan ke tanah.

2.2. Mikoriza
Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan
tingkat tinggi dan miselium cendawan tertentu. Nama mikoriza pertama kali
dikemukakan oleh ilmuwan Jerman, Frank, pada tanggal 17 April 1885. Tanggal
ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza.
Mikoriza adalah bentuk asosiasi simbiotik antara jamur dengan akar tanaman dalam
bentuk jalinan interaksi yang kompleks (Atmaja, 2001). Sedangkan menurut
Novriani dan Madjid (2009), mikoriza adalah salah satu mikroba yang dapat
menghasilkan enzim fosfatase sehingga dengan enzim tersebut hifa-hifa cendawan
mampu melepaskan ikatan P dari mineral liat pada tanah dan merombak P bentuk
ion fosfor sehingga dapat dimanfaatkan bagi tanaman. Struktur yang terbentuk dari
asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang sangat
luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun penyebarannya.
Mikoriza tersebar sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai
ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis tumbuhan yang ada (Subiksa, 2002).
Mikoriza adalah suatu struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai
manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (Myces) dan perakaran
(Rhizo) tumbuhan tingkat tinggi. Dalam kenyataannya di alam, makhluk renik ini
mempunyai tanggung jawab yang sangat penting yakni untuk mempertahankan
kesinambungan akan ketersediaan hara dalam suatu ekosistem tumbuhan, dan
adanya gangguan pada keberadaannya, maka akan berakibat fatal terhadap
stabilitas ekosistem tumbuhan tersebut (Setiadi, 2001).
Pada semua ekosistem, mikoriza berperan menghubungkan tumbuhan
dengan tanah hingga kemampuan akar dalam menyerap air dan unsur hara menjadi
lebih tinggi. Hubungan tersebut mampu mempengaruhi lingkungan perakaran di
sekitarnya secara dinamis yang selanjutnya disebut sebagai mikorizosfer, yaitu
9

suatu lingkungan di bawah tanah lapisan atas (top soil) yang terkondisi karena
hubungan fungi pembentuk mikroriza (Widyastuti et al., 2005).

2.2.1. Pembagian mikoriza


Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran
inang (host), mikoriza dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu
ektomikoriza dan endomikoriza (Setiadi, 2001). Beberapa karakteristik yang dapat
dilihat pada ektomikoriza adalah: (a) akar yang terifeksi membesar, bercabang, dan
rambut-rambut akar menjadi tidak nampak, (b) dalam sayatan korteks melintang
akan nampak permukaan akar ditutupi oleh miselia yang disebut dengan fungal
sheat (mantel), (c) nampak beberapa hifa yang keluar disebut dengan rhizomorphs.
Hifa ini berfungsi sebagai alat yang efektif untuk membantu penyerapan unsur hara
dan air, (d) nampak hifa yang membentuk struktur seperti net (jala) diantara dinding
sel jaringan korteks yang biasa disebut dengan hartig net, (e) hifa tidak masuk ke
dalam sel, tetapi hanya berkembang diantara dinding sel jaringan korteks (Setiadi,
2001 dan Widyastuti et al., 2005).
Endomikoriza dicirikan oleh hifa yang intraseluler, yaitu hifa yang
menembus ke dalam sel-sel korteks dan dari sel yang satu ke sel yang lain. Diantara
sel-sel terdapat hifa yang membelit atau struktur hifa yang bercabang-cabang yang
disebut arbuskula dan pembengkakan yang terbentuk pada hifa yang mengandung
minyak yang disebut vesikular sehingga struktur ini adalah dasar untuk
menunjukkan endomikoriza sebagai mikoriza vesikuler-arbuskular. Bentuk
arbuskula menyerupai pohon kecil dan berfungis sebagai tempat pertukaran zat-zat
metabolit primer (terutama Glukosa dan Fosfor) antara endomikoriza dan akar
tanaman (Brundrett et al., 2008). Brundrett et al. (2008) dan Hapsoh (2008)
menyatakan bahwa arbuskula mempunyai peran yang sangat vital dari cendawan
endomikoriza karena berfungsi sebagai tempat masuknya hara mineral dari tanah
yang diabsorbsi oleh akar dan hifa ke dalam sel inang. Proses tersebut menyebabkan
terjadinya peningkatan sitoplasma, respirasi, dan aktivitas enzim pada kedua
organisme tersebut sehingga tanaman/inang akan dapat memanfaatkan fosfor dari
spora dan sebaliknya, spora endomikoriza mengabsorbsi glukosa dan karbon dari
inangnya.
10

Vesikula atau vesikel (vesicular/vesicle) merupakan hifa spora


endomikoriza yang mengalami penggembungan (melebar). Penggembungan hifa
bisa terjadi secara intenal di dalam sel atau keluar dari sel akar inang yang terbentuk
pada hifa terminal dan interkalar. Bentuk vesikel bulat atau oval/lonjong, berisi
senyawa lemak sehingga vesikel merupakan organ penyimpanan cadangan
makanan bagi spora endomikoriza (Brundrett et al., (2008). Pada kondisi tertentu
terutama vesikel yang telah dewasa dapat berperan sebagai spora atau alat
pertahanan spora tersebut jika berada pada lingkungan yang tidak menguntungkan
(Pattimahu, 2004).
Beberapa ahli peneliti yang fokus dalam endomikoriza menyebutkan
dengan beberapa istilah yaitu, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) atau cendawan
endomikoriza (Simanungkalit, 2003; Kramadibrata, 2008), cendawan Mikoriza
Arbuskula (MA) (Delvian, 2006; Novriani dan Madjid, 2009; Hapsoh, 2008) atau
Vesicular Arbuscular Mycorrhiza (VAM)-fungi (Smith and Read, 1997; Brundrett
et al., 2008).

2.2.2. Klasifikasi spora Mikoriza Arbuskula


Spora Mikoriza Arbuskula merupakan salah satu tipe jamur endomikoriza
yang masuk dalam kelas zygomycetes dengan ordo Glomales. Terdiri dari dua sub
ordo yaitu sub ordo satu Gigasporineae famili Gigasporaceae dengan dua genus
yaitu Gigaspora dan Scuttellospora, sub ordo dua yaitu Glomineae dan terdiri dari
dua famili yaitu Glomaceae dengan genus Sclerocytis dan Glomus, famili
Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora (INVAM, 2013).
Spora Mikoriza Arbuskula dapat dibedakan dari ektomikoriza dengan
memperhatikan karakteristik sebagai berikut: (1) sistem perakaran yang terinfeksi
tidak membesar, (2) cendawannya membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak
merata pada permukaan akar, (3) hifa menyerang kedalam individu sel jaringan
korteks, (4) pada umumnya ditemukan struktur khusus berbentuk oval yang disebut
vesikel. Pada tipe Mikoriza Arbuskula dikenal enam genus yaitu: Glomus,
Sclerocytis, Gigaspora, Scutellospora, Acaulaspora, dan Entrophospora (Setiadi,
2001).
11

Sampai saat ini ada enam genus fungi yang termasuk ke dalam Mikoriza
Arbuskula (INVAM, 2013). Karakteristik yang khas untuk masing-masing genus
ialah sebagai berikut:

1. Glomus
Spora berbentuk bulat dan jumlahnya banyak. Jumlah dinding spora
berlapis-lapis terdiri dari empat lapisan, tidak bereaksi dengan larutan Melzer, tidak
memiliki ornamen. Ada dudukan hifa (subtending hyphae) lurus berbentuk silinder.
Warna sporanya bening, hialin (transparan), putih, kuning atau coklat. Ukuran
spora rata-rata 259 μm.
Pada genus Glomus proses perkembangan spora adalah dari ujung hifa yang
membesar sampai mencapai ukuran maksimal dan terbentuk spora. Spora Glomus
hanya memiliki satu jenis dinding yaitu dinding spora. Dinding spora berwarna
merah sampai cokelat pada media PVLG dan akan berwarna lebih pekat di pereaksi
Melzer, permukaan dinding spora halus tanpa perhiasan. Dinding spora berjumlah
satu, seluruh lapisan yang ada pada dinding spora berasal dari dinding hifa. Glomus
tidak membentuk dinding perkecambahan fleksibel. Dinding spora berakhir dengan
pori pada daerah melekatnya hifa pembawa. Menurut penelitian Ulfa et al. (2011),
jenis Glomus sp. dicirikan dengna bentuknya yang bulat, berwarna cokelat tua,
bersubtending hifa, permukaannya halus, dan tidak bereaksi dengan larutan
Melzer’s. Sedangkan menurut penelitian Dewi et al. (2014) ditemukan dua jenis
Glomus sp. Karakteristik spora Glomus tipe 1 adalah spora berwarna merah
kecoklatan, memiliki bentuk bulat, dinding spora terlihat jelas, tidak memiliki
ornament, dan memiliki ukuran spora 172,03 μm x 172,03 μm (Gambar 1). Glomus
tipe 2 memiliki karakteristik spora berwarna kuning kecoklatan, memiliki bentuk
bulat, dinding spora terlihat jelas, permukaan spora halus, tidak memiliki ornament,
dan berukuran 125,39 μm x 125,39 μm.
12

Gambar 1. Glomus sp. perbesaran 100x (Dewi et al., 2011)

2. Paraglomus
Spora berbentuk bulat dengan warna kuning, semi transparan, dan bening.
Jumlah dinding spora terdiri dari tiga lapisan transparan. Dudukan hifa berbentuk
silinder. Ukuran spora rata-rata 85 μm (Gambar 2).

Gambar 2. Paraglomus brassilanum (Morton and Redecker, 2001)

3. Gigaspora
Sporanya bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh, tidak
memiliki ornamen. Hifa membentuk bulbous suspensor atau dudukan hifa yang
membulat. Memiliki sel auksilari yang merupakan perwujudan vesikula eksternal.
Warna sporanya kuning cerah. Spora berbentuk bulat dengan ukruan rata-rata 321
μm. Spora dinding terdiri dari tiga lapisan. Menurut penelitian Ulfa et al. (2011),
jenis Gigaspora sp. dicirikan dengan bentuknya yang bulat, bening, terdapat
bulbous suspensor, permukaan halus, bereaksi dengan larutan Melzer’s (Gambar
3). Sedangkan menurut Dewi et al. (2014) ditemukan jenis Gigaspora dengan
karakteristik spora berwarna putih halus, memiliki bentuk bulat, dinding spora tipis,
memiliki bulbous suspensor, dan berukuran 313,98 μm x 313,98 μm.
13

Gambar 3. Gigaspora sp. perbesaran 100x (Dewi et al., 2011)

4. Scutellospora
Proses perkembangan Scutellospora sama dengan Gigaspora, untuk
membedakan dengan genus Gigaspora, pada Scutellospora terdapat lapisan
kecambah. Bila berkecambah, hifa keluar dari lapisan kecambah tadi. Spora
bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh. Warna sporanya merah cokelat
ketika bereaksi dengan larutan Melzer. Ukuran sporanya rata-rata 165 μm (Gambar
4.).

Gambar 4. Scutellospora spinossisima sp. (Walker et al., 2008)

5. Acaulospora
Proses perkembangan spora Acaulospora seolah-olah dari hifa tapi
sebenarnya tidak. Pertama-tama ada hifa yang ujungnya membesar seperti spora
yang dibuat hifa terminal. Diantara hifa terminal dan dudukan hifa akan timbul
bulatan kecil yang semakin lama semakin besar. Lapisan luar tidak bereaksi dengan
larutan Melzer, tetapi lapisan dalam bereaksi dengan larutan Melzer (warna lebih
gelap-merah keunguan). Sporanya memiliki beraneka bagian, bergantung kepada
jenisnya, misalnya bentuk duri pada A. Spinosa dan berbentuk tabung pada A.
14

Tuberculata. Warna sporanya dominan merah. Dinding spora terdiri dari tiga
lapisan. Ukuran sporanya rata-rata 279 μm. Penelitian Ulfa et al. (2011)
menunjukkan jenis Acaulospora sp. dicirikan dengan bentuknya yang bulat,
berwarna coklat kekuningan, permukaan kasar (berornamen seperti kulit jeruk),
bereaksi dengan dengan larutan Melzer’s (Gambar 5). Sedangkan menurut Dewi et
al. (2014), ditemukan spora Acaulospora adalah spora berwarna merah kecoklatan
pekat, memiliki bentuk bulat, dinding spora terlihat jelas, memiliki tangkai hifa,
dan ukuran spora 413,63 μm x 413,63 μm.

Gambar 5. Acaulospora sp, perbesaran 100x (Dewi et al., 2011)

6. Entrophospora
Proses perkembangan spora Entrophospora hampir sama dengan proses
perkembangan spora Acaulospora, yaitu di antara hifa terminal dengan dudukan
hifa. Warna sporanya kuning cokelat. Jika spora belum matang, warnanya tampak
jauh lebih buram. Spora berbentuk bulat dengan ukuran rata-rata 121 μm. Dinding
spora terdiri dari dua lapisan (Gambar 6).

Gambar 6. Entrophospora colombiana (Ames and Schneider, 1979)

2.2.3. Struktur umum spora Mikoriza Arbuskula


Mikoriza Arbuskula dapat dibedakan dari ektomikoriza dengan
memperhatikan karakteristik berikut ini: (a) sistem perakaran yang terinfeksi tidak
15

membesar, (b) cendawannya membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata
pada permukaan akar, (c) hifa menyerang kedalam individu sel jaringan korteks,
(d) pada umumnya ditemukan struktur percabangan hifa yang disebut dengan
arbuskula dan struktur khusus berbentuk oval yang disebut dengan vesikel (Setiadi,
2001).
Struktur Mikoriza Arbuskula meliputi hifa eksternal, hifa internal, spora,
arbuskula atau vesikula. Infeksi cendawan hanya pada korteks primer sehingga
tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan akar. Proses infeksi dimulai dengan
pembentukan apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal, selanjutnya hifa
akan menembus sel-sel korteks akar melalui rambut akar atau sel epidermis. Hifa
dari mikoriza tidak bersekat, hifa ini terdapat diantara sel-sel korteks akar dan
bercabang-cabang di dalamnya, tetapi tidak sampai masuk ke jaringan stele. Di
dalam sel-sel yang terinfeksi terbentuk gelung hifa atau cabang-cabang hifa
kompleks yang dinamakan arbuskula (Mosse, 1981).
Terdapat tiga komponen dalam sistem asosiasi akar mikoriza yaitu akar
tanaman inangnya sendiri, hifa eksternal yaitu bagian hifa yang menjulur ke luar
akar dan menyebar dalam tanah dan hifa internal yaitu bagian hifa yang masuk ke
dalam akar dan menyebar dalam akar. Menurut Danesh et al. (2007), setiap spesies
endomikoriza mempunyai “innate effectiveness” atau kemampuan yang spesifik
dari spesies tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah
yang kurang menguntungkan dengan cara membentuk hifa ekstensif di dalam tanah
dan pada seluruh sistem perakaran tanaman untuk menyerap fosfor dari larutan
tanah. Pengamatan terhadap hifa internal sangat penting untuk menentukan sampai
sejauh mana tingkat kolonisasi akar tersebut oleh mikoriza. Hifa mikoriza ini sangat
halus dengan diameter bervariasi antara 2-27 μm dan transparan. Oleh karena itu
untuk pengamatannya diperlukan pewarnaan (Sumarni, 2001).

2.2.4. Manfaat mikoriza terhadap tanaman


Beberapa manfaat mikoriza bagi pertumbuhan tanaman (Musfal, 2010)
antara lain:
1. Meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman dari tanah. Hal ini disebabkan
mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan
16

beberapa unsur hara mikro. Eksplorasi hifa pada media tumbuh juga lebih luas
dibandingkan dengan akar tanaman.
2. Meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. Pada akar bermikoriza kerusakan
jaringan kortek tidak akan bersifat permanen. Akar bermikoriza akan cepat pulih,
karena hifanya masih mampu menyerap air pada pori tanah dan penyerapan hifa
yang luas akan dapat menyerap air lebih banyak.
3. Meningkatkan ketahanan terhadap serangan patogen. Mikoriza dapat berfungsi
sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar, perlindungan ini
terjadi karena adanya lapisan hifa sebagai pelindung fisik dan antibiotika yang
dikeluarkan oleh mikoriza, Mikoriza Arbuskular telah dikenal dapat
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman biotik patogen akar.
Perubahan fisiologi pada tanaman inang dan interaksi biologis di daerah
lingkungan tanah yang dipengaruhi oleh mikoriza (mikorizosfir), diyakini juga
akan mempengaruhi kejadian penyakit pada tanaman.
4. Menghasilkan beberapa zat pengatur tumbuh. Fungi mikoriza dapat
menghasilkan hormon auksin, sitokinin, gibberelin, dan vitamin yang
bermanfaat untuk inangnya.

Menurut Abimanyu et al. (2012) Mikoriza Arbuskula memiliki peran


fungsional antara lain:
1. Bioprosesor mampu bertindak sebagai pompa dan pipa hidup karena membantu
tanaman untuk menyerap hara dan air dari lokasi yang tidak terjangkau oleh akar
rambut.
2. Bioprotektor atau perisai hidup karena mampu melindungi tanaman dari
cekaman biotika (patogen, hama, dan gulma) dan abiotika (suhu, lengas,
kepadatan tanah, dan logam berat).
3. Bioaktivator karena terbukti mampu membantu meningkatkan simpanan karbon
di rhizosfer sehingga meningkatkan aktifitas jasad renik untuk menjalankan
proses biogeokimia.
4. Bioagregator karena terbukti mampu meningkatkan agregasi tanah.

2.2.5. Mekanisme penyerapan fosfat


Beberapa hipotesis dikemukakan oleh Tinker (1975) dalam Simanungkalit
(2006) tentang mekanisme penyerapan P, yaitu:
17

1. Kolonisasi mikoriza mengubah morfologi akar sedemikian rupa, misalnya


dengan menginduksi hipertrofi akar, sehingga mengakibatkan pembesaran
sistem akar, dengan demikian luas permukaan akar untuk mengabsorpsi P
menjadi lebih besar.
2. Mikoriza memiliki akses terhadap sumber P-anorganik yang relatif tidak dapat
larut (seperti apatit misalnya), yang tidak dimiliki oleh akar yang tidak
bermikoriza.
3. Kolonisasi mikoriza mengubah metabolisme tanaman inang sehingga absorpsi
atau pemanfaatan P oleh akar terkolonisasi ditingkatkan, yaitu peningkatan daya
absorpsi (absorbing power) individu-individu akar.
4. Hifa dalam tanah mengabsorpsi P dan mengangkutnya ke akar-akar yang
dikolonisasi, dimana P ditransfer ke inang bermikoriza, sehingga berakibat
meningkatnya volume tanah yang dapat dijangkau oleh sistem akar tanaman.
5. Daerah akar bermikoriza tetap aktif dalam mengabsorpsi hara untuk jangka
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan akar yang tidak bermikoriza.
Spora MA memiliki struktur hifa yang menjalar keluar ke dalam tanah. Hifa
meluas di dalam tanah, melampaui jauh jarak yang dapat dicapai oleh rambut akar.
Ketika fosfat di sekitar rambut akar sudah terkuras, maka hifa membantu menyerap
fosfat di tempat-tempat yang tidak dapat lagi dijangkau rambut akar seperti pada
Gambar 7.
18

Gambar 7. Skema penyerapan P oleh akar bermikoriza (Mosse, 1986 dalam


Simanungkalit, 2006)
Rhodes dan Gerdemann (1980) dalam Simanungkalit (2006) membagi
proses bagaimana hara dipasok ke tanaman oleh jamur MA menjadi tiga fase:
1. Penyerapan hara dari tanah oleh hifa eksternal;
2. Translokasi hara dari hifa eksternal ke miselium internal dalam akar tanaman
inang; dan
3. Pelepasan hara dari miselium internal ke sel-sel akar.
P diangkut melalui hifa eksternal dalam bentuk polifosfat. Adanya granul
polifosfat dalam vakuola hifa telah dibuktikan melalui elektron mikroskop (Cox et
al., 1975 dalam Simanungkalit, 2006). Peran agronomis yang paling utama
mikoriza yang diterima hingga saat ini adalah kemampuannya untuk meningkatkan
serapan hara tanaman. Penyerapan P pada permukaan akar lebih cepat dari
pergerakan fosfat ke permukaan akar, sehingga zona terkurasnya fosfat terjadi di
sekitar akar. Hifa yang meluas dari permukaan akar membantu tanaman melintasi
zona ini, sehingga dapat menyerap fosfat dari zona yang tidak dapat dicapai oleh
akar yang tidak bermikoriza. Smith dan Gianinazzi-Pearson (1988) dalam
Simanungkalit (2006) mencatat panjang hifa ini pada beberapa tanaman berkisar
antara 0,71-14,20 m cm-1 akar.

2.2.6. Distribusi dan ekologi spora Mikoriza Arbuskula


Spora Mikoriza Arbuskula dapat berasosiasi dengan hampir 90% jenis
tanaman dimana tiap jenis tanaman dapat juga berasosiasi dengan satu atau lebih
jenis mikoriza. Tetapi tidak semua jenis tumbuhan dapat memberikan respon
pertumbuhan positif terhadap inokulasi Mikoriza. Konsep ketergantungan tanaman
akan Mikoriza adalah relatif dimana tanaman tergantung pada keberadaan Mikoriza
untuk mencapai pertumbuhannya. Tanaman yang mempunyai ketergantungan yang
tinggi pada keberadaan Mikoriza, biasanya akan menunjukkan pertumbuhan yang
nyata terhadap inokulasi Mikoriza, dan sebaliknya tidak dapat tumbuh sempurna
tanpa adanya asosiasi dengan Mikoriza (Setiadi, 2001).
Lingkungan dan faktor biotik diketahui memiliki pengaruh terhadap
pembentukan Mikoriza dan derajat infeksi dari sel korteks inang. Perbedaan waktu
yang diperlukan untuk infeksi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
kerapatan akar, rata-rata pertumbuhan akar, jumlah spora/unit volume tanah,
19

persentase perkecambahan spora, dan rata-rata pertumbuhan hifa. Interaksi antar


faktor-faktor biotik memiliki efek yang signifikan dalam merespon pertumbuhan
tanaman yang diinokulasi.
Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman
spesies dan populasi Mikoriza. Tanah yang didominasi oleh fraksi lempung (clay)
merupakan kondisi yang diduga sesuai untuk perkembangan spora Glomus, dan
tanah berpasir genus Gigaspora ditemukan dalam jumlah tinggi. Pada tanah
berpasir, pori-pori tanah terbentuk lebih besar dibanding tanah lempung dan
keadaan ini diduga sesuai untuk perkembangan spora Gigaspora yang berukuran
lebih besar daripada spora Glomus (Baon, 1998).
Mikoriza Arbuskula yang membentuk asosiasi simbiotik dengan akar
tanaman inangnya hidup di dalam dan di luar jaringan akar (dalam tanah), fenomena
ini dapat secara langsung berinteraksi dengan mikroba tanah lainnya atau secara
tidak langsung melalui perubahan fisiologi inang (akar dan pola eksudasi). Hal yang
sama juga dapat disebabkan oleh simbion akar lain, seperti bintil akar yang secara
tidak langsung mempengaruhi perilaku Mikoriza dengan mengubah fisiologi
inangnya. Perubahan yang terjadi pada mikrorizosfer dipengaruhi oleh inang dan
faktor-faktor edafik seperti pH tanah, kelembaban, komposisi nutrisi, bahan
organik, dan fisik inang. Faktor edafik ini bersama dengan iklim mempengaruhi
pertumbuhan dan fisiologi tanaman inang (Lestari, 1998).
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang
penting di samping air dan udara. Jumlah spora Mikoriza tampaknya berhubungan
erat dengan kandungan bahan organik didalam tanah. Jumlah maksimum spora
ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen
sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5 persen kandungan
spora sangat rendah (Pujianto, 2001).
Simbiosis antara tanaman dan Mikoriza Arbuskula bersifat mutualistik dan
perlu bagi fungi untuk survival karena memperoleh fotosintat dari tanaman.
Menurut Sieverding (1991), aliran karbohidrat ini tergantung pada spesies tanaman
inang dan spesies mikoriza, namun ditaksir sekitar 1–17% dari total karbohidrat
yang digunakan untuk membentuk biomass akar digunakan oleh MA untuk
perkembangan dan aktivitasnya. Menurut Sieverding (1991), fotosintat ini diserap
20

MA dalam akar khususnya melalui arbuskula, yang merupakan area kontak


permukaan terbesar antara tanaman antara tanaman dan fungi.
Residu akar mempengaruhi ekologi Mikoriza, karena serasah akar yang
terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi
Mikoriza dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut
mengandung hifa, vesikel, dan spora yang dapat menginfeksi akar. Disamping itu
juga berfungsi sebagai inokulasi untuk tanaman berikutnya (Pujianto, 2001).
Secara fisik pada tanah yang dikatakan subur terdapat sejumlah besar
agregat, baik makro ataupun mikro yang stabil. Hifa eksternal mikoriza yang
berkembang ke dalam tanah dapat mengikat partikel-partikel tanah dan membentuk
agregat sehingga jumlah partikel tanah yang terdegradasi jauh lebih banyak
dibandingkan tanaman yang bermikoriza. Pembentukan agregat tanah yang stabil
dengan mikoriza merupakan faktor penting dalam meningkatkan kesuburan fisik
tanah (Baon, 1998).
Spora Mikoriza Arbuskula mengekstrak sumber ion P dari pool fosfat yang
solubel dalam tanah, bentuk P yang diserap yaitu H2PO4ˉ, selain fosfat hifa
eksternal mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur-unsur nutrien lain seperti
N (NH4+ atau NO3ˉ, K+, dan Mg+ yang bersifat mobil dan juga unsur-unsur mikro
seperti Zn, Cu, Mn, B, dan Mo (Sieverding, 1991).
Spora Mikoriza Arbuskula mengadakan asosiasi dengan akar tanaman dan
infeksinya pada bagian korteks akar. Di dalam akar, jamur mikoriza membentuk
arbuskular dan vesikel. Arbuskul merupakan hifa bercabang halus yang dapat
meningkatkan 2 – 3 kali luas permukaan plasmolema akar, dan dapat digunakan
untuk memindahkan nutrien antara jamur dan tanaman. Arbuskul dapat terbentuk 2
– 3 hari setelah infeksi. Di dalam akar juga terbentuk vesikel yang merupakan organ
penyimpan. Jika korteks sobek, vesikel dibebaskan ke dalam tanah, selanjutnya
dapat berkecambah yang merupakan propagul yang efektif. Bagian penting pada
Mikoriza ialah hifa eksternal yang dibentuk di luar akar tanaman. Hifa ini
membantu untuk memperluas daerah penyerapan akar tanaman (Kabirun, 1990).
Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktifitas cendawan. Untuk
daerah tropika basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukan
Mikoriza melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke
21

dalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar. Suhu optimum untuk
perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Beberapa Gigaspora
yang diisolasi dari tanah Florida, di wilayah subtropika mengalami perkecambahan
paling baik pada suhu 34° C, sedangkan untuk spesies Glomus yang berasal dari
wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk perkecambahan adalah 20° C.
Penetrasi dan perkecambahan hifa diakar peka pula terhadap suhu tanah. Pada
umumnya infeksi oleh spora Mikoriza meningkat dengan naiknya suhu. Schreder
(1974) menemukan bahwa infeksi maksimum oleh spesies Gigaspora yang
diisolasi dari tanah Florida terjadi pada suhu 30 – 33o C. Suhu yang tinggi pada
siang hari (35° C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis
Mikoriza. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu diatas 40° C. Suhu bukan
merupakan faktor pembatas utama dari aktifitas mikoriza. Suhu yang sangat tinggi
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang. Spora Mikoriza Arbuskula
mungkin lebih mampu bertahan terhadap suhu tinggi pada tanah bertekstur berat
dari pada di tanah berpasir.
Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga cocok
untuk perkecambahan spora mikoriza. Demikian pula kondisi edafik yang dapat
mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Jamur
mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas
enzim, yang selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara
eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis.
Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak
memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal
berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara
lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam
tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto, 2001).

2.3. Aplikasi dan pengaruh spora Mikoriza Arbuskula pada tanaman jagung
manis (Zea mays saccharata Sturt.)
Perbanyakan spora dan propagul dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor
internal (kemampuan germinasi dari spesies endomikoriza) dan faktor eksternal
(bahan organik tanah dan ketersediaan hara). Jenis tanaman inang yang umum
digunakan untuk memperbanyak spora adalah tanaman semusim karena cepat
22

tumbuhan dan menghasilkan banyak akar serabut dibandingkan tanaman perenial


sehingga perbanyakan endomikoriza tidak membutuhkan waktu lama (Widiastuti,
2004). Tanaman semusim seperti jagung dan shorgum merupakan inang sangat
kompatibel dengan endomikoriza (Simanungkalit, 2003; Hapsoh, 2008) sehingga
tanaman jagung dan shorgum merupakan inang yang digunakan untuk perbanyakan
spora endomikoriza (Widiastuti, 2004). Berdasarkan paparan di atas dilakukan
penelitian mengenai endomikoriza terhadap tanaman jagung manis (Zea mays
saccharata Sturt.)
Iklim yang dikehedaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-
daerah yang beriklim sedang hingga subtropis/tropis basah. Di daerah tropis juga
banyak ditanami jagung. Jagung dapat tumbuh di daerah antara 0°-50° Lintang
utara hingga antara 0°-40° Lintang selatan. Jagung dapat ditanam di Indonesia
mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian
antara 1000-1800 mdpl. Jagung yang ditanam di dataran rendah di bawah 800 mdpl
dapat berproduksi baik dan di atas 800 mdpl pun jagung masih bisa memberikan
hasil yang baik pula (Purwono dan Hartono, 2005).
Penelitian tentang peran penting endomikoriza terhadap tanaman jagung
telah banyak dilakukan salah satunya inokulasi endomikoriza untuk meningkatkan
laju pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung di lahan kritis (Idwar dan Ali,
2000). Menurut Smith et al. (2010), simbiosis endomikoriza dengan akar tanaman
dapat meningkatkan absorsi air dan mineral seperti N, P, K, Cu, Mo, dan Zn,
menstimulasi pertumbuhan, meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan
dan serangan/infeksi mikroba patogen di tanah. Musfal (2008) melaporkan bahwa
infeksi mikoriza pada akar tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh dosis mikoriza
atau pupuk yang diberikan. Tanpa pemberian pupuk, infeksi mikoriza meningkat
sejalan dengan bertambahnya dosis mikoriza hingga 15 g/tanaman. Hal yang sama
juga terlihat pada pemberian 100% pupuk NPK, di mana infeksi akar meningkat
pada pemberian mikoriza sampai 20 g/tanaman. Pemberian 50% pupuk NPK
ditambah 5 g mikoriza memberikan persentase infeksi akar yang sama dengan
100% pupuk NPK ditambah 15 g mikoriza. Hasil yang sama dilaporkan Muzar
(2006), bahwa tinggi rendahnya persentase infeksi mikoriza pada akar tanaman
jagung dipengaruhi oleh banyaknya mikoriza dan pupuk yang diberikan.
23

Musfal (2008) dan Kabirun (2002) melaporkan bahwa tanaman yang


terinfeksi mikroiza mampu menyerap unsur P yang lebih tinggi dibandingkan
tanaman yang tidak terinfeksi. Tingginya serapan P oleh tanaman yang terinfeksi
mikoriza disebabkan hifa mikoriza mengeluarkan enzim fosfatase sehingga P yang
terikat di dalam tanah akan terlarut dan tersedia bagi tanaman. Penelitian pada tanah
Inceptisol Tiga Binanga Sumatera Utara memperlihatkan bahwa serapan P pada
tanaman jagung jauh lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian mikoriza (Musfal
2008). Pemberian 15 g mikoriza memberikan serapan P tertinggi pada tanaman
tanpa pupuk NPK, dengan 50% NPK, atau dengan 100% NPK. Pemberian mikoriza
lebih dari 15 g akan menurunkan serapan P. Penurunan serapan P pada pemberian
mikoriza dosis tinggi diduga berkaitan dengan kompetisi mikoriza itu sendiri dalam
menginfeksi akar dan kemampuan akar untuk menyerap P yang ada dalam larutan
tanah.
Hasil berbagai penelitian pada lahan marjinal di Indonesia menunjukkan
bahwa aplikasi pupuk biologis seperti mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan
berbagai tanaman (jagung, kedelai, kacang tanah, tomat, padi, dan tanaman lainnya)
dan ketersediaan hara bagi tanaman antara 20 hingga 100% (Simarmata dan
Herdiani, 2004). Tanaman jagung sendiri merupakan salah satu jenis tanaman yang
banyak dijadikan objek dalam penelitian mengenai mikoriza. Menurut
Simanungkalit (2004) dosis mikoriza yang dianjurkan dalam budidaya tanaman
jagung adalah sebanyak 50 g spora/pot.
Tujuan akhir dari perbanyakan inokulum Mikoriza Arbuskula adalah
memproduksi inokulum yang bermutu tinggi dan konsisten hasilnya bagi pengguna.
Bermutu tinggi bermakna bahwa inokulum dengan cepat menghasilkan kolonisasi
akar yang tinggi, bebas atau hanya sedikit mengandung jasad renik lainnya
khususnya yang bersifat patogen serta efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman
inang (Feldman dan Idczak, 1992).
Permasalahan baku mutu inokulum Mikoriza Arbuskula adalah belum
adanya kriteria dan indikator inokulum MA di Indonesia maupun Internasional
(Simanungkalit, 2003 dan Douds et al., 2005 dalam Nusantara, 2012). Standarisasi
mutu inokulum merupakan masalah yang paling sulit dipenuhi, hal tersebut karena
belum majunya teknologi produksi inokulum secara aksenik dan karena masih
24

beragamnya bentuk dan formulasi inokulum yang dipakai sehingga akibatnya sulit
untuk membandingkan efektivitas suatu jenis MA tertentu. Indikatornya juga dapat
bermacam-macam seperti: kolonisasi akar, jumlah propagul infektif atau
infektivitas inokulum, panjang dan massa hifa, alih tempat hara, dan efektivitas
inokulum. Infektivitas merupakan ukuran seberapa cepat dan seberapa banyak
propagul MA menginfeksi akar tanaman inang tertentu pada kondisi tertentu.
Efektif tidaknya inokulum dapat dinilai berdasarkan kemampuan inokulum
menghasilkan efek atau pengaruh tertentu pada tanaman inangnya (Mansur, 2007).
Pupuk biologis Mikoriza Arbuskula dapat diproduksi melalui perbanyakan
inokulum dengan cara yang sederhana serta dapat digunakan untuk meningkatkan
kesuburan lahan marjinal
III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2015 sampai dengan Desember
2016. Pengambilan sampel tanah untuk isolasi spora Mikoriza Arbuskula dilakukan
di areal bekas tambang batubara PT Kitadin Embalut, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur. Ekstraksi spora, identifikasi, dan perhitungan
persentase kolonisasi Mikoriza Arbuskula dilakukan di Laboratorium Biologi
Jurusan Ilmu Tanah FP UB. Dokumentasi spora dan persentasi koloni mikoriza di
Sub Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman FP UB.
Pembuatan pupuk kompos granul di UPT Kompos FP UB dan penanaman jagung
dilaksanakan di green house FP UB.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi GPS (Gobal Positioning
System), sekop kecil, garu, saringan (sieve) tanah, beaker glass, cawan petri, kaca
preparat, cover glass, mikroskop binokuler, digital centrifuge, timbangan, pipet
mikro, mesin pencacah, pan granulator, dan kamera digital.

3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sampel tanah bekas
tambang batubara, sampel tanah (media perbanyakan), benih jagung, aquades,
formalin 37%, tryplan blue, glukosa 60%, laktofenol, HCl 2%, KOH 10%, dan
pupuk kompos granul.

3.3. Tahapan Penelitian


3.3.1. Penentuan lokasi
Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode survei berdasarkan
sampling, meliputi 5 lokasi bekas tambang batubara, yaitu lahan revegetasi 0 tahun
dibawah vegetasi Cyperus rotundus, 5 tahun dibawah vegetasi Imperata cylindrica,
9 tahun dibawah vegetasi Samanea saman, dan lahan pertanian terpadu tanpa top
soil pada 2 lokasi, masing-masing dibawah vegetasi Zea mays, dan Hevea
brasiliensis. Kelima lokasi pasca penimbunan tersebut merupakan objek penelitian
26

untuk mengisolasi spora Mikoriza Arbuskula dengan asumsi bahwa kondisi awal
kelima areal adalah sama.

3.3.2. Pengambilan sampel


Pengambilan sampel berupa sampel tanah diambil di bawah vegetasi yang
tumbuh alami setelah penimbunan pada kedalaman 0-20 cm dari permukaan tanah
sebanyak 1 kg per titik pengamatan. Pengambilan sampel tersebut dilakukan
dengan melakukan penentuan titik pengambilan sampel yang dilakukan dengan
metode miliacre sampling dengan mengikuti azimuth 0o atau 360o untuk penentuan
titik-titik pengamatan. Ketiga titik (1, 2, 3) ditentukan menggunakan azimuth 0o
atau 360o, dengan menentukan titik satu sebagai titik pengamatan terluar terlebih
dahulu berdasarkan peta lahan (Tallent-Halsell, 1994 dalam Ulfa et al., 2011) dan
menentukan titik tiga sebagai titik pengamatan yang mewakili bagian tengah lahan
menggunakan GPS berdasarkan koordinat yang terdapat pada peta lahan,
dilanjutkan dengan menentukan titik dua yang terletak di antara titik satu dan titik
tiga. Sampel tersebut merupakan komposit dari tiga kali ulangan di tiap titik
pengamatan.

1 2 3

Gambar 8. Pengambilan Sampel Metode Miliacre Sampling (Tallent


Halsell, 1994 dalam Ulfa et al., 2011)

3.3.3. Ekstraksi spora Mikoriza Arbuskula


Teknik yang digunakan dalam mengekstraksi spora Mikoriza Arbuskula
adalah teknik penyaringan basah menggunakan metode wet-sieving dan akan
dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brundrett et al. (1996) yang
dimodifikasi. Prosedur kerja teknik tuang saring ini dimulai dengan mencampurkan
tanah sampel sebanyak 50 g dengan 400 ml air dan diaduk sampai butiran-butiran
27

tanah hancur. Selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 2 mm,
500 μm, dan 45 μm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan bagian atas
disemprot dengan air kran untuk memudahkan bahan saringan lolos. Kemudian
saringan paling atas dilepas dan saringan kedua kembali disemprot air kran dengan
hati-hati. Setelah saringan kedua dilepas sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada
saringan terbawah dipindahkan ke dalam beaker glass dengan bantuan aquades
kemudian dibagi kedalam 12 tabung sentrifuse. Ditambahkan dengan glukosa 60%
sebanyak 10 ml. Kemudian tabung sentrifuse disentrifugasi dengan kecepatan 2700
rpm selama 4 menit. Diambil bagian dekat permukaan (bening) yang merupakan
kumpulan spora Mikoriza Arbuskula dengan menggunakan pipet mikro, disaring,
letakkan pada cawan petri, tambahkan sedikit aquadest dan kemudian diamati di
bawah mikroskop binokuler untuk pengamatan jumlah spora Mikoriza Arbuskula.

3.3.4. Identifikasi Spora Mikoriza Arbuskula


Pembuatan preparat spora Mikoriza dimaksudkan untuk membantu dalam
proses identifikasi. Diharapkan dari preparat tersebut dapat menentukan informasi
morfologi spora Mikoriza untuk tahap genus. Spora dikumpulkan berdasarkan
karakter morfologi spora Mikoriza meliputi bentuk spora, ukuran spora, warna
spora, dan struktur tambahan. Identifikasi spora Mikoriza dibantu dengan panduan
INVAM (2013) dan buku panduan Penerapan Mikoriza FP UB.

3.3.5. Pemerangkapan (trapping culture)


1. Sterilisasi Tanah (Fumigasi)
Sterilisasi dilakukan dengan cara menyemprotkan formalin 5% dengan dosis 25
ml per kg tanah dengan gembor, diaduk hingga merata pada tanah kemudian
ditutup selama 7 hari. Setelah 7 hari tutup tanah dibuka, selanjutnya tanah
dikering anginkan selama 4 hari. Sterilisasi dilakukan pada tanah Inceptisol
sebanyak 40 kg untuk pemerangkapan (Trapping Culture) dan 150 kg untuk
aplikasi pada tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.)
2. Pemerangkapan (Trapping Culture)
Teknik pemerangkapan (trapping culture) digunakan dengan mengikuti metode
Brundret et al. (1996). Setiap contoh tanah terdapat 90 pot kultur mini yang
terdiri dari tiga perlakuan jenis Mikoriza Arbuskula dengan tiga waktu
penanaman yang berbeda. Media tanam pot kultur berupa 400 g tanah, dengan
28

membuat lubang berbentuk corong dengan berisi 5 spora Mikoriza, selanjutnya


bibit jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) ditanam pada lubang tersebut
dan ditutup dengan tanah. Pemeliharaan kultur meliputi kegiatan penyiraman
dan pengendalian hama secara manual. Setelah kultur berumur 8 minggu
kegiatan penyiraman dihentikan dengan tujuan mengkondisikan kultur pada
keadaan stress kekeringan. Proses pengeringan ini berlangsung secara perlahan
sehingga dapat merangsang pembentukan spora lebih banyak. Periode
pengeringan ini akan berlangsung selama lebih kurang 4 minggu. Setelah itu
dapat dilakukan pemanenan spora dengan menggunakan teknik isolasi spora
yang telah dijelaskan pada bagian ekstraksi dan identifikasi spora Mikoriza
Arbuskula.

3.3.6. Pembuatan pupuk kompos granul dan injeksi spora Mikoriza


Arbuskula
1. Penyiapan bahan baku kompos
Proses awal pembuatan kompos bahan baku berupa sampah organik dari sisa-
sisa sampah kampus. Untuk menghasilkan sampah organik yang bersih
dilakukan pemilahan antara sampah organik dan sampah non-organik.
2. Pencacahan bahan
Bahan baku kompos dicacah dengan mesin pencacah untuk mendapatkan bahan
baku yang halus untuk mempercepat pengomposan.
3. Pencampuran bahan
Cacahan bahan baku kompos dicampur dengan kapur/dolomit, kotoran ternak
segar, molase, dan EM4 untuk meningkatkan kualitas kompos. Kemudian
ditutup dan diamkan selama 2-3 bulan.
4. Pemantauan suhu
Proses selanjutnya adalah melakukan pengukuran suhu pada tumpukan dengan
termometer kompos. Agar bakteri, patogen, dan bibit gulma mati maka suhu
harus dipertahankan pada kisaran 60-70 oC.
5. Pengayakan
Setelah terlihat tanda-tanda kompos matang, kemudian melakukan pengayakan
untuk memperoleh ukuran butiran yang seragam. Setelah hasil pengayakan
29

terkumpul, kemudian starter Mikoriza Arbuskula dicampur dengan pupuk


kompos.
6. Pembuatan granul
Optimasi pembuatan campuran pupuk kompos dan starter Mikoriza Arbuskula
dilakukan dengan menghomogenisasi kedua bahan tersebut yang kemudian
dimasukkan ke dalam pan granulator untuk memperoleh butiran granul.
7. Pengemasan dan penyimpanan
Proses selanjutnya ialah pengemasan dan penyimpanan masing-masing selama
1-3 bulan. Dalam penyimpanan pupuk perlu diperhatikan hal-hal seperti:
a. Suhu gudang
Suhu di dalam gudang didak boleh terlalu tinggi, karena dalam suhu tinggi
pupuk N yang mengandung ikatan amonium akan kehilangan N dalam bentuk
amoniak yang berbau sangat tajam.
b. Kelembaban
Dalam keadaan udara yang lembab pupuk-pupuk yang higroskopis akan
mencair atau bahkan menjamur (meleleh dan pupuk Superfosfat tunggal yang
mengandung asam yang tajam seperti ES (Engkel Superfosfat) akan merusak
tempat (pembungkusnya).
c. Banyak tumpukan
Bila terlalu tinggi tumpukan, karung-karung pupuk bagian bawah akan
mengeras.

3.3.7. Analisis pupuk kompos granul


Analisa pupuk kompos granul meliputi pH, kadar air, N-Total, P, K, dan C-Organik
di Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

3.3.8. Analisis kimia tanah awal


Analisa meliputi analisa dasar kimia tanah Inceptisol meliputi pH (H2O), C-
Organik, P-Tersedia, N-Total, P, K, dan C-Organik di Laboratorium Kimia Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
30

3.3.9. Aplikasi pada tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.)
1. Persiapan media tanam
Sampel tanah untuk top soil diambil secara komposit. Kemudian tanah
ditimbang dan dimasukkan ke dalam pot dengan berat 5 kg/polybag.
2. Pemberian pupuk kompos granul dan penanaman
Setelah benih jagung berkecambah, ditanam ke dalam polybag, dan inokulasi
pupuk kompos granul bermikoriza dengan metode corong (Rao, 1993) sebanyak
400 gram/gelas kultur.
3. Penyulaman, penjarangan, dan pemeliharaan
Penyulaman dilakukan apabila tanaman jagung ada yang mati/tidak tumbuh.
Penyiangan apabila terdapat gulma yang mengganggu, serta dilakukan
penjarangan tanaman yang baik pertumbuhannya sehingga setiap polybag
terdapat satu tanaman jagung. Pemeliharaan dilakukan dengan menjaga kadar air
tanah sampai kapasitas lapang dengan volume tertentu.
4. Pemanenan
Pemanenan tanaman jagung dilakukan saat tanaman telah mencapai fase
vegetatif kira-kira berumur 50-60 hari. Penyiraman dihentikan dan dianalisis
tanaman serta analisa kimia tanah.

3.3.10. Pengamatan spora Mikoriza Arbuskula


Proses ekstraksi dan perhitungan jumlah spora untuk setelah panen sama dengan
langkah-langkah yang telah dijelaskan sebelumnya pada sub-sub-bab 3.3.3.
Kemudian dilakukan pengamatan persentase koloni Mikoriza Arbuskula dengan
langkah sebagai berikut:
1. Cuci contoh akar tanaman dengan bersih untuk melepaskan semua kotoran dan
misellium luar.
2. Potong menjadi segmen-segmen sepanjang 1 cm sebanyak 10 – 30 potong.
3. Rendam dalam KOH 10% pada suhu 90o C selama 1-2 jam.
4. Bilas contoh tersebut dengan air sebanyak 4 kali, untuk menghilangkan
kelebihan KOH yang menempel.
5. Masukkan ke dalam HCl 2% selama 2 menit.
6. Tuangkan asam (dipisahkan dari akar) dan tambahkan zat pewarna (0,05%
trypan blue dalam laktofenol).
31

7. Rebus akar dalam zat pewarna tersebut selama 3 menit.


8. Tuangkan (pisahkan) kembali pewarna dan laktofenol, biarkan semalam.
9. Periksa melalui mikroskop dengan meletakkan akar yang telah diberi warna ke
dalam gelas preparat sebanyak 10 potongan akar. Potongan-potongan akar pada
kaca preparat diamati untuk setiap bidang pandang. Bulatan-bulatan berwarna
gelap (biru jika digunakan trypan blue dan merah jika digunakan acid fuchsin)
adalah vesikel yang saling bersambungan satu sama lain, atau misellium-
misellium yang beda warnanya dari sel-sel akar atau arbuskular. Perhitungan
infeksi akar dapat menggunakan rumus (Giovannety dan Mosse, 1980 dalam
Anggraeny et al., 2017):
∑ akar yang terinfeksi
% koloni = x 100%
∑ akar yang diamati

3.4. Rancangan Percobaan dan Parameter Pengamatan


3.4.1. Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan
tiga kali ulangan. Perlakuan diacak mengikuti cara pengacakan dengan telaah
bilangan acak (Gomez and Gomez, 1995). Perlakuan merupakan jenis pupuk
kompos granul berdasarkan jenis mikoriza yang terkandung, yakni Acaulospora,
Glomus, dan kombinasi keduanya, dan usia penyimpanan pupuk. Berikut 10
perlakuan yang digunakan untuk rancangan percobaan (Tabel 1).
32

Tabel 1. Perlakuan pada Rancangan Percobaan


No. Perlakuan Keterangan
1. 0 Pupuk Kompos Granul (Kontrol)
2. A1 Mikoriza jenis Acaulospora dengan penyimpanan PKG 1
bulan
3. C1 Mikoriza jenis Acaulospora + Glomus dengan penyimpanan
PKG 1 bulan
4. G1 Mikoriza jenis Glomus dengan penyimpanan PKG 1 bulan
5. A2 Mikoriza jenis Acaulospora dengan penyimpanan PKG 2
bulan
6. C2 Mikoriza jenis Acaulospora + Glomus dengan penyimpanan
PKG 2 bulan
7. G2 Mikoriza jenis Glomus dengan penyimpanan PKG 2 bulan
8. A3 Mikoriza jenis Acaulospora dengan penyimpanan PKG 3
bulan
9. C3 Mikoriza jenis Acaulospora + Glomus dengan penyimpanan
PKG 3 bulan
10. G3 Mikoriza jenis Glomus dengan penyimpanan PKG 3 bulan
Keterangan: PKG: Pupuk Kompos Granul

3.4.2. Parameter pengamatan


Pengamatan yang dilakukan meliputi tanah, tanaman, dan spora Mikoriza
Arbuskula. Pengamatan pada tanah meliputi analisis dasar (sifat kimia tanah) serta
analisa akhir (pH (H2O), C-Organik, N-Total, dan P-Tersedia). Pengamatan pada
pupuk kompos granul meliputi pH (H2O), N-Total, P, K, dan C-Organik.
Pengamatan pada tanaman meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering
tajuk tanaman, bobot kering akar tanaman, dan serapan-P tanaman. Pengamatan
pada spora Mikoriza Arbuskula meliputi jumlah spora dan persentase koloni
Mikoriza Arbuskula (Tabel 2).
33

Tabel 2. Parameter, Metode, dan Waktu Pengamatan


Bahan Parameter Metode Analisis Waktu Pengamatan
pH (H2O) Glass Electrode
C-Organik (%) Walkley dan Black Pra-tanam dan 43
P-Tersedia (mg kg-1)
Bray 1 dan 2 HST
Tanah
N-Total (%) Kjeldahl
KTK (cmol kg-1) NH4OAc 1 N pH 7
Pra-tanam
K (cmol kg-1) Amonium Asetat
Wet-sieving dan
Jumlah Spora MA
sentrifugasi
pH (H2O) Glass Elektrode
Pupuk Kompos Kadar Air Gravimetri Bulan ke-3 pasca
Granul N-Total (%) Kjeldahl pembuatan pupuk
-1
P (mg kg ) Spectrophotometri
-1
K (cmol kg ) Asam Asetat
C-Organik (%) Walkley dan Black
Tinggi Tanaman (cm) Non-Destruktif
Jumlah Daun Non-Destruktif
Metode Oven
Bobot kering Akar 14, 21, 28, 35 dan
Tanaman (Destruktif)
42 HST
Metode Oven
Bobot kering Tajuk
(Destruktif)
Spectrophotometri
Serapan-P
(Destruktif)
INVAM dan buku
panduan Mikoriza
Identifikasi Spora Trapping culture
FP UB oleh Budi
Spora Mikoriza Prasetya
Arbuskula Jumlah Spora MA Wet-sieving dan
(spora 50 g-1 tanah) Sentrifugasi 42 HST
Persentase Koloni
Pewarnaan Akar
MA (%)
Keterangan: HST: Hari Setelah Tanam
34

3.5. Analisis Data


Analisis data dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dianalisis
dengan uji F pada taraf 5%. Untuk mengetahui keeratan hubungan antar parameter
pengamatan, dilakukan pengujian dengan analisis korelasi menggunakan SPSS.
Apabila terjadi korelasi antar parameter pengamatan dilanjutkan dengan uji regresi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Identifikasi dan Populasi Spora Mikoriza Arbuskula Sebelum dan


Sesudah Pemerangkapan (trapping)
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa kepadatan spora sebelum
dilakukan trapping rata-rata pada lahan reklamasi 0 tahun sebanyak 7 spora/50 g
tanah pada rhizosfer Cyperus rotundus, lahan reklamasi 5 tahun sebanyak 9
spora/50 g tanah pada rhizosfer Imperata cylindrica, lahan reklamasi 9 tahun
sebanyak 20 spora/50 g tanah pada rhizosfer Samanea saman, lahan pertanian
terpadu pada tanaman jagung (Zea mays) sebanyak 18 spora/50 g tanah dan lahan
pertanian terpadu pada tanaman karet (Hevea brasiliensis) sebanyak 25 spora/50 g
tanah. Hasil ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Widiastuti (2004) yang
mendapatkan 3 – 103 spora/100 g tanah pada rhizosfer kelapa sawit, serta Delfian
dan Elfiati (2012) yang menemukan 1120 spora/100 g tanah pada rhizosfer gambut
tanaman nanas di Kecamatan Pollung Sumatera Utara. Rendahnya kepadatan spora
dimungkinkan saat pengambilan sampel tanah, Mikoriza Arbuskula belum
bersporulasi sehingga sampel tanah tersebut mengandung propagul yang lain
seperti hifa.
Selanjutnya kepadatan spora pada lahan bekas tambang hasil trapping
selama 3 bulan rata-rata pada lahan reklamasi 0 tahun sebanyak 10 spora/50 g tanah
pada rhizosfer Cyperus rotundus, lahan reklamasi 5 tahun sebanyak 17 spora/50 g
tanah pada rhizosfer Imperata cylindrica, lahan reklamasi 9 tahun sebanyak 41
spora/50 g tanah pada rhizosfer Samanea saman, lahan pertanian terpadu pada
tanaman jagung (Zea mays) sebanyak 35 spora/50 g tanah, dan lahan pertanian
terpadu pada tanaman karet (Hevea brasiliensis) sebanyak 43 spora/50 g tanah
(Tabel 3). Hasil ini lebih rendah dibandingkan kepadatan spora hasil trapping
Widiastuti (2004) yang menemukan 474 spora/100 g tanah serta Kartika (2006)
yang menemukan 161 – 173 spora/50 g tanah pada rhizosfer kelapa sawit.
36

Tabel 3. Populasi spora Mikoriza Arbuskula per sampel tanah


Rata-rata jumlah spora (spora/50 g tanah)
Sampel Vegetasi Sampel dari lahan Setelah ditanami
reklamasi jagung (Zea mays)
LR (0 tahun) Cyperus rotundus 7 10
LR (5 tahun) Imperata cylindrica 9 17
LR (9 tahun) Samanea saman 20 41
Lahan Zea mays 18 35
Pertanian
Terpadu Hevea brasiliensis 25 43
Keterangan: LR: Lahan Reklamasi
Pada lahan reklamasi tambang batubara ditemukan tiga genus Mikoriza
Arbuskula yaitu Glomus, Acaulospora, dan Gigaspora. Mikoriza dari genus
Glomus ditemukan pada semua lokasi penelitian, diikuti genus Acaulospora yang
ditemukan di dua lokasi penelitian, yakni lahan reklamasi 9 tahun (Samanea saman)
dan lahan pertanian terpadu di bawah vegetasi tanaman karet (Hevea brasilliensis).
Sedangkan Gigaspora hanya ditemukan pada lahan reklamasi 9 tahun (Samanea
saman) (Tabel 3). Hal ini menunjukkan Glomus memiliki penyebaran yang cukup
luas. Hasil ini serupa dengan penelitian Nurhalisyah dan Rahmad (2012) yang
melakukan eksplorasi mikoriza pada lahan tebu di PG Arasoe dan PG Camming,
dimana mikoriza dari genus Glomus mempunyai penyebaran yang cukup luas,
kemudian diikuti dengan genus Gigaspora. Sedangkan genus Acaulospora dan
Scutellospora penyebarannya terbatas.

4.2. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos Hayati Granul Terhadap


Persentase Koloni Mikoriza
Hasil analisis ragam pada pengamatan persentase koloni mikoriza pada akar
tanaman menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata dari pemberian pupuk
kompos hayati granul. Pengambilan sampel akar untuk pengamatan persentase
koloni tanaman dilakukan pada 43 HST. Perlakuan pupuk G1 dan G2 yang berperan
optimal terhadap persentase koloni mikoriza pada akar tanaman dibandingkan
perlakuan lainnya sebesar masing-masing 90,0% dan 73,3% (Gambar 9.).
Perlakuan G1 merupakan perlakuan pupuk dengan kandungan mikoriza genus
Glomus dengan penyimpanan pupuk 1 bulan, sedangkan G2 dengan penyimpanan
pupuk 2 bulan, dimana Glomus memiliki persebaran yang lebih banyak
37

dibandingkan jenis lainnya dan juga memiliki tingkap adaptasi yang cukup tinggi
pada beberapa tingkat keasaman tanah sehingga jenis ini lebih mudah melakukan
perannya bersimbiosis dengan tanaman secara optimal. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Resti et al. (2015) dalam Herlina et al. (2016) bahwa dari beberapa
penelitian mikoriza arbuskula menunjukkan Glomus mempunyai tingkat adaptasi
yang tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan ekstrim, serta Glomus mampu
hidup pada kondisi tanah asam (Puspitasari et al., 2012) dan kondisi tanah netral
(Sundari et al., 2011). Semakin lama penyimpanan pupuk kompos granul mikoriza,
persentase koloni mikoriza semakin rendah.
100.0 (c)
90.0
90.0
(c)
80.0 73.3
Persentase Koloni (%)

70.0 (bc)
(bc) 58.3
60.0
(b) 50.0 (b) (b)
(b) (b)
50.0 45.0 43.3 43.3
41.7 40.0
40.0

30.0

20.0
(a)
10.0
1.7
0.0
Kontrol A1 C1 G1 A2 C2 G2 A3 C3 G3
Perlakuan

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%;
A: genus Acaulospora; C: genus Glomus dan Acaulospora (campuran); G: Glomus; 1: penyimpanan
pupuk 1 bulan; 2: penyimpanan pupuk 2 bulan; 3: penyimpanan pupuk 3 bulan.
Gambar 9. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap Persentase Koloni Mikoriza
pada Tanaman Jagung Manis
Perlakuan terendah terdapat pada perlakuan kontrol, hal ini dikarenakan
kontrol tidak terpengaruh adanya pemberian mikoriza. Namun, ditemukan hifa
pada perlakuan kontrol dengan persentase koloni sebesar 1,7%. Hal ini dikarenakan
masih adanya sisa-sisa berupa propagul lain dalam bentuk hifa yang dimungkinkan
berasal dari spora indigenous.
38

4.3. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos Hayati Granul terhadap N-Total,


dan P-Tersedia dalam Tanah
Sifat kimia tanah merupakan salah satu indikator kesuburan tanah. Beberapa
parameter yang diamati pada sifat kimia tanah antara lain: pH tanah, C-Organik, N-
Total, dan P-tersedia. Pemberian pupuk kompos hayati granul pada jagung untuk
meningkatkan kesuburan tanah memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada
parameter pH tanah dan C-Organik dan berbeda nyata pa da parameter N-Total dan
P-Tersedia.

4.3.1. N-Total
Hasil analisis ragam pada pengamatan N-Total tanah menunjukkan adanya
pengaruh berbeda nyata dari pemberian pupuk kompos hayati granul. Pengambilan
sampel N-Total tanah dilakukan pada 43 HST. Perlakuan pupuk G1 yang berperan
optimal terhadap N-Total tanah dengan nilai rerata 0,103% (Gambar 10.).
Disamping nilai rerata N-Total pada perlakuan G1 tertinggi dibandingkan dengan
rerata lainnya, jenis spora Glomus, penyimpanan pupuk selama 1 bulan, serta bahan
organik yang terkandung dalam pupuk, berkontribusi dalam peningkatan N-Total
tanah. Mikoriza memiliki kemampuan untuk mengakumulasi dan memobilisasi N
dari sumber organik (Barrett et al., 2011 dalam Nurmasyitah et al., 2013). Kondisi
spora jenis Glomus masih segar dengan kurun waktu penyimpanan 1 bulan. Jenis
glomus memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dibandingkan jenis lainnya,
disamping itu terjadi penurunan jumlah koloni mikoriza pada tanaman jagung
sejalan dengan semakin lama penyimpanan pupuk.
39

0.12
(bc) (c) (bc)
(bc) (bc) (bc) (bc)
(bc) 0.101 0.103 (b) 0.100
0.099 0.099 0.097 0.100
0.10 0.096 0.094
(a)
0.083
Rerata N-Total (%)

0.08

0.06

0.04

0.02

0.00
Kontrol A1 C1 G1 A2 C2 G2 A3 C3 G3
Perlakuan Pupuk

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%;
A: genus Acaulospora; C: genus Glomus dan Acaulospora (campuran); G: Glomus; 1: penyimpanan
pupuk 1 bulan; 2: penyimpanan pupuk 2 bulan; 3: penyimpanan pupuk 3 bulan.
Gambar 10. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap N-Total Tanah

Peningkatan N-Total tanah ini berasal dari mineralisasi bahan organik yang
diberikan meskipun peningkatan tidak terlalu signifikan. Mukhlis dan Fauzi (2003)
menyatakan bahwa ketidaktersediaan N dari dalam tanah dapat melalui proses
pencucian NO3-, denitrifikasi NO3- menjadi N2, volatilisasi NH4+ menjadi NH3,
terfiksasi oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah.

4.3.2. P-Tersedia
Hasil analisis ragam pada pengamatan P-Tersedia tanah menunjukkan
adanya pengaruh berbeda nyata dari pemberian pupuk kompos hayati granul.
Perlakuan pupuk G1 yang berperan optimal terhadap P-Tersedia tanah dengan nilai
rerata 4,39 mg kg-1, sedangkan nilai P-Tersedia terendah terjadi pada perlakuan G3
dengan nilai rerata 1,06 mg kg-1. Rerata hasil yang didapatkan nilai P-Tersedia
masih tergolong rendah-sangat rendah. Tetapi pada dasarnya kandungan P-Tersedia
dalam tanah mengalami peningkatan (Gambar 11.).
40

4.50 (c) 4.39

4.00
Rerata P-Tersedia (mg kg-1)
3.50 (b)
3.00
3.00 (ab) (ab)
2.57 2.58 (ab) (ab)
2.50 (ab) 2.30 (ab) 2.30 (ab)
2.06 2.07 2.06
2.00

1.50 (a)
1.06
1.00

0.50

0.00
Kontrol A1 C1 G1 A2 C2 G2 A3 C3 G3
Perlakuan Pupuk

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%;
A: genus Acaulospora; C: genus Glomus dan Acaulospora (campuran); G: Glomus; 1: penyimpanan
pupuk 1 bulan; 2: penyimpanan pupuk 2 bulan; 3: penyimpanan pupuk 3 bulan.
Gambar 11. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap P-Tersedia Tanah

Hal ini sesuai dengan penelitian Musafa (2015), bahwa hasil Analisa P-
Tersedia pada 50 HST menunjukkan bahwa setiap perlakuan menunjukkan hasil
berbeda nyata, nilai P-Tersedia tertinggi terdapat pada perlakuan M3P3 (30 spora
MA dan 109 cfu mL-1 bakteri P. fluorescens) yakni sebesar 24,40 ppm. Raiesi dan
Ghollarata (2006) menunjukkan bahwa simbiosis mikoriza memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kegiatan fosfatase. Fosfatase merupakan enzim yang akan
dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase diekskresikan oleh akar
tanaman dan mikroorganisme, dari keduanya tersebut mikroorganisme lebih
dominan dalam menghasilkan fosfat (Joner et al., 2000). Pada proses mineralisasi
bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik
yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase (Gaur et al., 1980).

4.4. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos Hayati Granul terhadap


Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis
Parameter pertumbuhan tanaman diperlukan untuk mengetahui pengaruh
pemberian pupuk kompos hayati granul terhadap pertumbuhan tanaman jagung.
Parameter pertumbuhan tanaman yang diamati terdiri dari tinggi tanaman, jumlah
daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk, serapan-P tanaman, serta persentase
koloni mikoriza arbuskula pada tanaman.
41

4.4.1. Tinggi tanaman


Hasil analisi ragam pada pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman jagung
menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata dari pemberian pupuk kompos granul
hayati. Tinggi tanaman jagung diperoleh dengan cara menghitung tinggi tanaman
mulai dari permukaan tanah hingga lengkungan daun tertinggi. Berdasarkan hasil
rerata tinggi tanaman jagung (Tabel 4), perlakuan pupuk G1 yang berperan optimal
terhadap peningkatan tinggi tanaman jagung dari pengamatan 14 HST hingga 42
HST. Pada pengamatan 14 dan 21 HST, perlakuan yang memiliki hasil optimal
yaitu perlakuan pupuk A3 dengan tinggi 59,0 cm dan 63,5 cm. Pada pengamatan
28 HST, perlakuan yang memiliki hasil optimal yaitu perlakuan pupuk G1 dengan
tinggi 93,4 cm dan pupuk G2 dengan tinggi 91,9 cm. Pada pengamatan 35 HST dan
42 HST, perlakuan yang memiliki hasil optimal yaitu perlakuan pupuk G1 masing-
masing dengan tinggi 114,5 cm dan 139,9 cm. Tinggi tanaman pada perlakuan
pupuk G1 menunjukkan hasil yang optimal dibandingkan dengan perlakuan lain.
Hal ini sesuai dengan parameter persentase koloni mikoriza dimana perlakuan G1
menginfeksi akar tanaman sebesar 90%.
Tabel 4. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap Tinggi Tanaman Jagung Manis

Perlakuan Rerata Tinggi Tanaman (cm)


(pupuk) 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST
Kontrol 52,9 abcd 54,7 abcd 75,1 a 92,3 ab 112,7 abc
A1 45,8 a 56,6 a 86,7 bc 97,7 bcd 114,6 abc
C1 53,7 bcd 64,0 bcd 85,5 bc 97,4 bcd 118,8 bc
G1 55,4 cd 69,9 cd 93,4 c 114,5 d 139,9 d
A2 49,8 abc 56,6 abc 79,5 abc 87,8 abc 108,1 abc
C2 52,9 abcd 61,4 abcd 85,2 bc 101,7 cd 126,7 cd
G2 47,6 ab 59,6 ab 91,9 c 105,9 cd 127,5 cd
A3 59,0 d 63,5 d 67,8 a 81,7 a 96,7 a
C3 54,7 bcd 62,8 bcd 75,2 ab 79,9 a 101,0 ab
G3 53,9 bcd 61,5 bcd 77,1 ab 88,2 ab 112,7 abc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji DMRT 5%. A: genus Acaulospora; C: genus Glomus dan Acaulospora (campuran); G:
Glomus; 1: penyimpanan pupuk 1 bulan; 2: penyimpanan pupuk 2 bulan; 3: penyimpanan pupuk 3
bulan.

Menurut Talanca (2010), akar yang telah bermikoriza dapat menyerap P


dari larutan tanah pada konsentrasi dimana akar tanaman mempunyai metabolisme
energi lebih besar sehingga aktif dalam pengambilan P pada konsentrasi 10-7-10-6
42

di dalam larutan tanah menjadi 10-3-10-2 di dalam akar tanaman. Ditambahkan oleh
Halis et al. (2008), bahwa Glomus dengan berbagai dosis memberikan pengaruh
yang lebih tinggi terhadap tinggi tanaman dibandingkan dengan tanpa pemberian
atau pemberian dosis mikoriza dari jenis lainnya. Hasil dari pengamatan tinggi
tanaman berdasarkan (Tabel 4), menunjukkan bahwa perlakuan optimal terdapat
pada perlakuan G1 yang merupakan pupuk kompos granul yang mengandung jenis
mikoriza Glomus dengan usia penyimpanan pupuk 1 bulan.

4.4.2. Jumlah daun


Hasil analisis ragam pada pengamatan jumlah daun menunjukkan adanya
pengaruh berbeda nyata dari aplikasi pupuk kompos hayati granul. Pengamatan
jumlah daun dilakukan mulai 14 HST hingga 42 HST. Namun, pada pengamatan
14 HST, menunjukkan adanya pengaruh tidak berbeda nyata pada jumlah daun
tanaman jagung. Berdasarkan hasil rerata jumlah daun tanaman jagung (Tabel 5),
perlakuan pupuk G1 yang berperan optimal terhadap peningkatan jumlah daun
tanaman jagung manis dari pengamatan 14 HST hingga 42 HST. Pada pengamatan
14 HST, perlakuan menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah daun
tanaman jagung. Pada pengamatan 21 HST, perlakuan yang memiliki hasil optimal
yaitu perlakuan pupuk G1 dengan rerata jumlah daun 5 helai. Pada pengamatan 28
HST, perlakuan yang memiliki hasil optimal yaitu perlakuan pupuk G1 dengan
rerata jumlah daun 6 helai dan G3 dengan rerata jumlah daun 6 helai. Pada
pengamatan 35 HST, perlakuan yang memiliki hasil optimal yaitu perlakuan pupuk
G1 dan C3 dengan rerata jumlah daun masing-masing 7 helai.
43

Tabel 5. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap Jumlah Daun Tanaman Jagung
Manis
Perlakuan Rerata Jumlah Daun
(pupuk) 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST
Kontrol 3,3 3 ab 4 ab 6 abc 7 b
A1 3,3 4 bc 6 bc 6 ab 7 bc
C1 3,3 4 abc 5 abc 6 abc 8 bc
G1 3,3 5 c 6 c 7 c 9 c
A2 3,3 4 bc 5 abc 6 ab 7 b
C2 3,3 4 bc 5 abc 7 c 9 bc
G2 3,3 4 bc 5 abc 7 bc 9 bc
A3 3,3 4 abc 4 a 5 ab 6 a
C3 3,3 3 a 4 a 5 a 7 b
G3 3,3 4 abc 6 c 6 abc 7 bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji DMRT 5%. Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. A: genus Acaulospora; C: genus Glomus dan Acaulospora
(campuran); G: Glomus; 1: penyimpanan pupuk 1 bulan; 2: penyimpanan pupuk 2 bulan; 3:
penyimpanan pupuk 3 bulan.

Jumlah daun tanaman pada perlakuan pupuk G1 menunjukkan hasil optimal


dibandingkan dengan perlakuan lain. Menurut Ningrum et al. (2013), aplikasi
bokashi, mikoriza dan perbedaan dosis pupuk anorganik berbeda nyata pada
pengamatan 14 dan 28 HST, dimana adanya penambahan bokashi dan mikoriza
mempunyai jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan hanya
menggunakan pupuk anorganik. Sedangkan menurut Wahyu et al. (2013), dosis
mikoriza 30 g per tanaman memberikan hasil optimal terhadap jumlah daun pada
tanaman kedelai. Mikoriza mampu meningkatkan penyerapan unsur hara pada
tanaman sehingga pertumbuhan dan perkembangan vegetatif seperti panjang batang
dan jumlah daun (tajuk) juga meningkat.
Hasil dari pengamatan jumlah daun berdasarkan (Tabel 5), menunjukkan
bahwa perlakuan optimal terdapat pada perlakuan G1 yang merupakan pupuk
kompos granul yang mengandung jenis mikoriza Glomus dengan usia penyimpanan
pupuk 1 bulan. Hasil ini menunjukkan perlakuan G1 memberikan pengaruh berbeda
nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun.

4.4.3. Bobot kering akar dan tajuk


Hasil analisis ragam pada pengamatan bobot kering akar dan tajuk
menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata dari aplikasi pupuk kompos hayati
44

granul. Gambar 11 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk G1 dan G2 yang berperan


optimal terhadap bobot kering akar tanaman jagung dengan bobot kering rerata 1,1
g/tanaman. Menurut Rainiyati et al. (2009), bahwa unsur P termasuk salah satu
unsur yang mudah bergerak (mobile) di dalam tanaman dengan arah translokasi
ditentukan oleh konsentrasi P larutan tanah yang selanjutnya menentukan
akumulasi P dibagian tanaman tertentu. Bila terjadi kahat P, maka translokasi P
yang berasal dari larutan tanah dan bagian daun yang lebih tua (retranslokasi) akan
menuju pada bagian akar untuk digunakan dalam pembentukan akar. Oleh karena
itu, selama masa tersebut akumulasi P akan lebih banyak terjadi pada bagian akar.
Kedua perlakuan tersebut merupakan perlakuan pupuk yang mengandung
jenis Glomus, namun dengan usia penyimpanan yang berbeda, masing-masing 1
bulan dan 2 bulan. Berdasarkan grafik, bobot kering rerata perlakuan A3, C3, dan
G3 cenderung rendah, bahkan lebih rendah dari kontrol. Hal ini menunjukkan
menurunnya peran mikoriza dalam berbagai jenis selama 3 bulan penyimpanan
pupuk.
12.0 (f)
Bobot kering (g/tanaman)

(ef) 10.6
10.0 9.3 (def)
(cde) 8.4
8.0 7.3
(bcd) (bcd)
5.9 5.9 (abc)
6.0 4.9
(ab) (ab)
4.0 3.3 (a) 3.4
2.4
(d) (cd) (d)
2.0 (abcd) (bcd) (abcd) (abcd) (abc)
1.1 0.9 1.1 (a) (ab)
0.7 0.8 0.7 0.7 0.5
0.3 0.4
0.0
Kontrol A1 C1 G1 A2 C2 G2 A3 C3 G3

Perlakuan

Berat Kering Akar Berat Kering Batang

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%;
A: genus Acaulospora; C: genus Glomus dan Acaulospora (campuran); G: Glomus; 1: penyimpanan
pupuk 1 bulan; 2: penyimpanan pupuk 2 bulan; 3: penyimpanan pupuk 3 bulan. BKa: bobot kering
akar; BKt: bobot kering tajuk.
Gambar 12. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap Bobot Kering Akar dan
Tajuk Tanaman Jagung Manis
Perlakuan G1 yang berperan optimal terhadap bobot kering tajuk dengan
rerata 10,6 g/tanaman. Menurut Musfal (2010) bahwa tanaman yang terinfeksi
45

mikoriza mampu menyerap unsur P yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang
tidak terinfeksi. Tingginya serapan P oleh tanaman yang terinfeksi mikoriza
disebabkan hifa mikoriza mengeluarkan enzim fosfatase sehingga P yang terikat di
dalam tanah akan terlarut dan tersedia bagi tanaman. Salah satu kemampuan
mikoriza adalah membantu pertumbuhan tanaman dengan mempertinggi
pengambilan unsur hara P.
Namun perlakuan pupuk A3, C3, dan G3 menunjukkan rerata bobot kering
akar dan tajuk tanaman masing-masing bobot kering akar 0,3 g/tanaman, 0,4
g/tanaman, 0,5 g/tanaman dan bobot kering tajuk 3,3 g/tanaman, 2,4 g/tanaman dan
3,4 g/tanaman yang lebih rendah dari perlakuan kontrol. Hal ini diduga daya tahan
dan fungsi mikoriza pada pupuk kompos granul hayati menurun dikarenakan usia
penyimpanan pupuk mencapai 3 bulan. Handayani (2008) menyatakan tanah yang
defisiansi P, tanaman yang bermikoriza akan tumbuh lebih baik dibanding tanaman
non-mikoriza dan akan terjadi juga sebaliknya. Berkurangnya fungsi mikoriza pada
tanaman membuat pathogen dengan mudah berkembang dan menginfeksi tanaman
dengan baik. Selanjutnya, pathogen menginfeksi dan mengambil karbohidrat dari
tanaman sehingga daya tahan tanaman menjadi lemah dan proses pertumbuhan
selanjutnya menjadi terhambat.

4.3.4. Serapan-P
Hasil analisis ragam pada pengamatan serapan-P tanaman menunjukkan
adanya pengaruh berbeda nyata dari pemberian pupuk kompos hayati granul.
Pengambilan sampel dan pengamatan serapan-P tanaman dilakukan pada 43 HST.
Gambar 13 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk G1 yang berperan optimal
terhadap serapan-P tanaman sebesar 6,52 mg/tanaman. Serapan-P tanaman
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya mikoriza. Mikoriza mampu
meningkatkan penyerapan unsur hara, terutama unsur P. Hal ini sesuai dengan
penelitian Nasution (2014), pemberian mikoriza sebanyak 20 g/polybag mampu
meningkatkan tinggi tanaman, serapan-P dan bobot 100 biji tanaman lebih tinggi
daripada tanpa pemberian mikoriza maupun dengan aplikasi mikoriza 20
g/polybag.
46

7.00 (d)
6.52 (d)
(d)
(cd) 5.78
6.00 5.69
5.51

5.00 (bcd)
4.38
Serapan-P (mg/tanaman)

(abc) (ab)
4.00
3.42 3.29
(ab)
3.00 (a) 2.51
2.12 (a)
2.00 1.66

1.00

0.00
Kontrol A1 C1 G1 A2 C2 G2 A3 C3 G3

Perlakuan

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%;
A: genus Acaulospora; C: genus Glomus dan Acaulospora (campuran); G: Glomus; 1: penyimpanan
pupuk 1 bulan; 2: penyimpanan pupuk 2 bulan; 3: penyimpanan pupuk 3 bulan.
Gambar 13. Pengaruh Pupuk Kompos Hayati terhadap Serapan-P Tanaman Jagung
Manis
Hasil penelitian Raiesi dan Ghollarata (2006) menunjukkan bahwa
simbiosis mikoriza memberikan kontribusi terhadap peningkatan kegiatan
fosfatase. Hal ini disebabkan karena kontribusi secara langsung oleh miselium
eksternal dan efek tidak langsung terhadap peningkatan status P tanaman. Menurut
Bolan (1991) dalam Hasanudin (2003) bahwa peningkatan serapan-P oleh tanaman
karena 1) adanya perluasan volume tanah yang dapat dijelajahi oleh akar tanaman,
dan 2) adanya percepatan gerakan P ke dalam hifa. Selanjutnya Smith et al. (1993)
dalam Hasanudin (2003) menyatakan bahwa P yang diambil oleh hifa eksternal
ditransfer ke arbuskul melalui hifa internal sehingga serapan-P tanaman dapat
meningkat.

4.5. Hubungan Antar Parameter Pengamatan


Hubungan antar parameter pengamatan dilakukan dengan menggunakan uji
korelasi dan regresi antar parameter pengamatan. Uji korelasi digunakan untuk
menentukan tingkat keeratan hubungan antar variable yang dinyatakan dengan
koefisien korelasi (r), dimana hubungan antar variable dapat bersifat positif dan
negatif. Kemudian setiap variable hasil uji korelasi akan dianalisis uji regresi untuk
menguji pengaruh satu variable bebas terhadap variable terikat.
47

4.5.1. Hubungan persentase koloni mikoriza terhadap P-Tersedia tanah


Jumlah persentasi koloni mikoriza sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan di sekitar. Hal ini sesuai dengan Fakuara (1998) yang menyatakan
bahwa intensitas infeksi mikoriza dipengaruhi oleh berbagai macam faktor,
meliputi pemupukan, nutrisi tanaman, pestisida, intensitas cahaya, iklim,
kelembapan tanah, pH, kepadatan inokulum, dan tingkat kerentanan tanaman.
Jumlah spora dapat dihubungkan dengan jumlah infeksi akar, pada umumnya pada
waktu spora membentuk miselium disekeliling akar yang menghambat
perkembangan miselium bagian luar atau pertumbuhan akar dihambat oleh
miskinnya suplai hara. Spora lebih banyak pada tingkat fosfat sedang daripada
tingkat fosfat rendah, jika kekurangan fosfat akan membatasi pertumbuhan dan
mempengaruhi keseluruhannya.
Hasil uji ketepatan model regresi kuadratik menunjukkan bahwa koefisien
determinasi (R2) = 0,755. Artinya model regresi kuadratik mampu menjelaskan
keragaman ketersediaan P dalam tanah sebesar 75,5%, sedangkan sisanya 24,5%
disebabkan oleh pengaruh lain. Persamaan (1) y = 0,001x2 – 0,025x + 2,115 dapat
digunakan untuk pendugaan nilai minimum y. Hasil diferensiasi menghasilkan
persamaan y = 0,002x – 0,025. Titik minimum didapat bila nilai y = 0. Maka akan
didapat nilai x = 12,5. Artinya nilai cohesiveness minimum didapat saat x = 12,5,
yaitu pada persentase koloni mikoriza 12,5%. Kemudian untuk mengetahui nilai y
pada x minimum, nilai x = 12,5 digunakan pada persamaan kuadratik awal (1).
Maka didapat y = 1,96. Artinya pada persentase koloni mikoriza 12,5% mencapai
nilai ketersediaan P minimum sebesar 1,96 mg kg-1 (Gambar 14.).
48

5.0
4.5 y = 0.001x2 - 0.025x + 2.115
R² = 0.755
4.0

P-Tersedia Tanah (mg kg-1) 3.5


3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0
Persentase Koloni (%)

Gambar 14. Hubungan % Koloni Mikoriza dengan P-Tersedia Tanah

Menurut Novriani dan Madjid (2009), mikoriza adalah salah satu mikroba
yang dapat menghasilkan enzim fosfatase sehingga dengan enzim tersebut hifa-hifa
cendawan mampu melepaskan ikatan P dari mineral liat pada tanah dan merombak
P bentuk ion fosfor sehingga dapat dimanfaatkan bagi tanaman. Struktur yang
terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum
yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun
penyebarannya.
Menurut Subiksa (2002), spora Mikoriza Arbuskula mengekstrak sumber
ion P dari pool fosfat yang solubel dalam tanah, bentuk P yang diserap yaitu H2PO4-
selain fosfat hifa eksternal mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur-unsur
nutrien lain seperti N (NH4+ atau NO3-, K+, dan Mg+ yang bersifat mobil dan juga
unsur-unsur mikro seperti Zn, Cu, Mn, B, dan Mo (Sieverding, 1991). Musfal
(2008) dan Kabirun (2002) melaporkan bahwa tanaman yang terinfeksi mikoriza
mampu menyerap unsur P yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak
terinfeksi. Tingginya serapan P oleh tanaman yang terinfeksi mikoriza disebabkan
hifa mikoriza mengeluarkan enzim fosfatase sehingga P yang terikat di dalam tanah
akan terlarut dan tersedia bagi tanaman.

4.5.2. Hubungan persentase koloni mikoriza terhadap Serapan-P tanaman


Hasil uji ketepatan model regresi kuadratik menunjukkan bahwa koefisien
determinasi (R2) = 0,566. Artinya model regresi kuadratik mampu menjelaskan
49

keragaman serapan P tanaman sebesar 56,6%, sedangkan sisanya 43,4%


disebabkan oleh pengaruh lain. Persamaan (1) y = 0,001x2 – 0,020x + 2,960 dapat
digunakan untuk pendugaan nilai minimum y. Hasil diferensiasi menghasilkan
persamaan y = 0,002x – 0,020. Titik minimum didapat bila nilai y = 0. Maka akan
didapat niali x = 10. Artinya nilai cohesiveness minimum didapat saat x = 10, yaitu
pada persentase koloni mikoriza 10%. Kemudian untuk mengetahui nilai y pada x
minimum, nilai x = 10 digunakan pada persamaan kuadratik awal (1). Maka didapat
y = 2,86. Artinya pada persentase koloni mikoriza 10% mencapai nilai serapan-P
tanaman sebesar 2,86 mg kg-1 (Gambar 15.).
8.0

7.0
Serapan-P (mg/tanaman)

6.0

5.0

4.0 y = 0.001x2 - 0.020x + 2.960


R² = 0.566
3.0

2.0

1.0

0.0
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0
Persentase Koloni (%)

Gambar 15. Hubungan % Koloni Mikoriza dengan Serapan-P Tanaman

Douds et al (1990) dalam Muzakkir et al. (2010) telah membuktikan bahwa


aktivitas enzim pada akar dan rhizosfir tanaman gandum yang terinfeksi FMA
(Glomus mossae dan Glomus geosporium) lebih tinggi dibading dengan kontrol dan
secara nyata meningkatkan pertumbuhan (bobot kering) dan kandungan P tanaman.
Aktivitas enzim phosphatase telah diketahui secara positif berkorelasi dengan
penyerapan P dan pertumbuhan tanaman pada tanah yang kekurangan fosfor.
Peran agronomis yang paling utama mikoriza yang diterima hingga saat ini
adalah kemampuannya untuk meningkatkan serapan hara tanaman. Penyerapan P
pada permukaan akar lebih cepat dari pergerakan fosfat ke permukaan akar,
sehingga zona terkurasnya fosfat terjadi di sekitar akar. Hifa yang meluas dari
permukaan akar membantu tanaman melintasi zona ini, sehingga dapat menyerap
50

fosfat dari zona yang tidak dapat dicapai oleh akar yang tidak bermikoriza
(Simanungkalit, 2009 dalam Rahmi et al., 2017). Smith dan Gianinazzi-Pearson
(1988) dalam Simanungkalit (2006) mencatat panjang hifa ini pada beberapa
tanaman berkisar antara 0,71-14,20 m cm-1 akar.

4.5.3. Hubungan persentase koloni mikoriza terhadap jumlah daun


Hasil uji ketepatan model regresi kuadratik menunjukkan bahwa koefisien
determinasi (R2) = 0,631. Artinya model regresi kuadratik mampu menjelaskan
keragaman serapan P tanaman sebesar 63,1%, sedangkan sisanya 36,9%
disebabkan oleh pengaruh lain. Persamaan (1) y = 0,000x2 – 0,012x + 6,796 dapat
digunakan untuk pendugaan nilai minimum y. Hasil diferensiasi menghasilkan
persamaan y = 0,000x – 0,012. Titik minimum didapat bila nilai y = 0. Maka akan
didapat niali x = 24. Artinya nilai cohesiveness minimum didapat saat x = 24, yaitu
pada persentase koloni mikoriza 24%. Kemudian untuk mengetahui nilai y pada x
minimum, nilai x = 24 digunakan pada persamaan kuadratik awal (1). Maka didapat
y = 6,796. Artinya pada persentase koloni mikoriza 24% mencapai nilai serapan-P
tanaman sebesar 7 helai (Gambar 16.).
12.0

10.0
Jumlah Daun (helai)

8.0
y = 0.000x2 - 0.012x + 6.796
R² = 0.631
6.0

4.0

2.0

0.0
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0
Persentase Koloni (%)

Gambar 16. Hubungan % Koloni Mikoriza dengan Jumlah Daun

Menurut Gardner et al. (2008) dalam Hapsoh (2008) bahwa pemberian


mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara terutama fosfat sehinga
pertumbuhan dan perkembangan organ seperti jumlah daun dan luas daun juga
meningkat; dengan demikian pada daun yang luas daun yang lebih besar, hasil
51

proses fotosintesis dan pertumbuhan lebih baik. Hasil penelitian Handayani (2008),
bahwa perlakuan inokulasi mikoriza berpengaruh nyata terhadap luas daun, dimana
luas daun tertinggi pada perlakuan 3 gr mikofer (mikoriza beserta bahan pembawa)
mencapai 841,14 cm2 dan terendah pada perlakuan 0 gr mikofer, yaitu 775,86 cm2.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tirta (2006) perlakuan mikoriza
berpengaruh nyata pada taraf uji F 5% terhadap jumlah daun. Mikoriza mampu
meningkatkan fungsi dan peranan akar dalam memanfaatkan air dan unsur hara,
juga mempermudah tanaman dalam menyerap unsur hara.

4.5.3. Hubungan persentase koloni mikoriza terhadap tinggi tanaman


Hasil uji ketepatan model regresi kuadratik menunjukkan bahwa koefisien
determinasi (R2) = 0,726. Artinya model regresi kuadratik mampu menjelaskan
keragaman tinggi tanaman sebesar 72,6%, sedangkan sisanya 27,4% disebabkan
oleh pengaruh lain. Persamaan (1) y = 0,008x2 – 0,367x + 110,947 dapat digunakan
untuk pendugaan nilai minimum y. Hasil diferensiasi menghasilkan persamaan y =
0,016x – 0,367. Titik minimum didapat bila nilai y = 0. Maka akan didapat niali x
= 22,94. Artinya nilai cohesiveness minimum didapat saat x = 22,94, yaitu pada
persentase koloni mikoriza 22,94%. Kemudian untuk mengetahui nilai y pada x
minimum, nilai x = 10 digunakan pada persamaan kuadratik awal (1). Maka didapat
y = 106,74. Artinya pada persentase koloni mikoriza 22,94% mencapai nilai tinggi
tanaman sebesar 106,74 cm (Gambar 17.).
160.0

140.0

120.0
Tinggi Tanaman (cm)

y = 0.008x2 - 0.367x + 110.947


100.0
R² = 0.726
80.0

60.0

40.0

20.0

0.0
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0
Persentase Koloni (%)

Gambar 17. Hubungan % Koloni Mikoriza dengan Tinggi Tanaman


52

Pertumbuhan vegetatif jagung manis lebih dipengaruhi oleh ketersediaan


unsur N pada tanaman. Unsur N pada tanaman berfungsi membentuk asam amino
dan protein yang dimanfaatkan dalam memacu pertumbuhan fase vegetatif
(Novizan, 2002). Hal ini sesuai dengan pengamatan sebelumnya terjadi
peningkatan kandungan N-Total dalam tanah. Menurut Gardner (1991) dalam
Hartanti (2014), bahwa kemampuan mikoriza dalam membantu akar untuk
menyerap unsur hara, dimana hifa eksternal dari mikoriza yang menjulur ke dalam
tanah akan berperan membantu sistem perakaran tanaman. Unsur hara yang diserap
oleh akar tanaman akan dimanfaatkan untuk memacu proses fotosintesis di daun.
Hasil fotosintesis tersebut akan ditranslokasikan keseluruh bagian tanaman untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Husin (1997) dalam Hartanti (2014)
menyatakan bahwa mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, dimana
akar yang bermikoriza dapat meningkatkan penyerapan fosfat dan unsur hara
lainnya sehingga dapat meningkatkan perkembangan akar-akar halus yang
mengakibatkan serapan hara menjadi tinggi dan secara keseluruhan pertumbuhan
tanaman meningkat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa dengan adanya perlakuan pupuk
kompos granul bermikoriza, viabilitas spora mikoriza dalam pupuk kompos granul
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jagung manis (Zea mays saccharata
Sturt.). Viabilitas spora mikoriza dalam pupuk kompos granul hingga penyimpanan
pupuk 2 bulan. Perlakuan pupuk G1 (Glomus + penyimpanan pupuk 1 bulan)
memberikan hasil yang optimal terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan
tanaman jagung manis dengan parameter persentase koloni (90%), N-Total
(0,103%), P-Tersedia (4,39 mg kg-1), tinggi tanaman (139,9 cm) dengan jumlah
daun (9 helai), bobot kering akar dan tajuk (10,6 g dan 1,1 g), dan serapan-P
tanaman (6,52 mg/tanaman). Dengan demikian hipotesis (H0) ditolak.

5.2 Saran
Apabila melakukan penelitian yang serupa, diperlukan penambahan
perlakuan seperti penambahan pupuk kompos, kombinasi kompos dan pupuk
kimia, serta kombinasi pupuk kompos bermikoriza dan pupuk kimia. Kemudian
perlu adanya formulasi baru dalam proses granulasi kompos yang dikombinasikan
dengan mikoriza untuk menguji viabilitas spora, dan daya dukung bahan pembawa
mikoriza.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu D. N., B, Yudhy Harini, M. Irdika. 2012. Berkerja Dengan Fungi
Mikoriza Arbuskula. SEAMEO BIOTROP. Southeast Asian Regional Centre
for Tropical Biology. Bogor. Indonesia.

Ames, R. N. and R. W. Schneider. 1979. Entrophospora, a new genus in the


Endogonaceae. Mycotaxon 8: 347-352.

Anggraeny, Y., Nazip, K., Santri, D. J. 2017. Identifikasi Fungi Mikoriza


Arbuskula (FMA) pada Rhizosfer Tanaman di Kawasan Revegetasi Lahan
Penambangan Timah di Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka dan
Sumbangannya pada Pembelajaran Biologi SMA. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan SAINS IPA 391-403.

APPI, 2018. Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia. http://www.appi.or.id/?statistic.


Diakses pada tanggal 29 Agustus 2018.

Atmaja, I Wayan Dana. 2001. Bioteknologi Tanah. Jurusan Tanah Fakultas


Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

Baon, J. B. 1998. Peranan Mikoriza VA pada Kopi dan Kakao. Makalah


disampaikan dalam workshop Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskular pada
Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. Oktober 1998. Bogor.

Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, dan N. Malajczuk. 1996. Working


with mycorrhizas in forestry and agriculture. Australian Centre for
International Agricultural Research. Canberra. Australia. 374 p.

________. 2008. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR


Monograph 32. Australian Centre for International Agricultural Research,
Canberra.

Danesh, Y. R., E. M. Goltapeh, A. Alizadek, A. Varma and K. G. Mukerji. 2007.


Arbuscular-Mycorrhizal Fungi Associated Wit Alfafa Rizhosphere in Iran.
American-Eurasian Journal of Agriculture and Environment Science 2(5):
574-580.

Delvian dan Elfiati, D. 2012. Jenis MVA di Lahan Gambut Desa Aek Nauli
Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan, Universitas Sumatra
Utara, Medan.

Delvian, 2006. Dinamika Sporulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula. Departemen


Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
55

Dewi, N. S., Wirawan, G. P., Sritamin, M. 2014. Identifikasi Mikoriza Arbuskula


Secara Mikroskopis pada Rizhosfer Beberapa Jenis Rumput-rumputan dan
Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika.
Pp. 259-268.

Elfiati, Deni dan Siregar, E.B.M. 2010. Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong
Sawit Sebagai Campuran Media Tumbuh dan Pemberian Mikoriza pada Bibit
Mindi (Melia Azedarach L.). Jurnal Hidrolitan. p:12.

Fakuara, M.Y. 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaan dalam Praktek. Pusat Antar
Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Feldman, F. dan E, Idczak. 1992. Inoculum production of vesicular arbuscula


mycorhizal fungi for use tropical nurseries. Methode in Microbiol. 24:339-
357.

Gaur, A.C., R. S. Mathur, and K. V. Sadasivam. 1980. Effect of organik materials


and phosphatedissolving culture on the yield of wheat and greengram. Indian
Journal of Agronomy 25. pp:501-503.

Gaur, A. C. 1981. Improving Soil Fertility through Organik Recycling : A Manual


of Rural Composting. FAO/UNDP. Region Project RAS/75/004. Project
Field.

Goenadi, D. H. 2006. Pupuk dan Teknologi Pemupukan Berbasis Hayati dari


Cawan Petri ke Lahan Petani. Yayasan John HiTech. Idetama. Jakarta.

Gomez, K. A. and Gomez. A. A. 1995. Statistical Procedures For Agricultural


Research. John Wiley & Sons, Inc. p:8

Handayani, E. 2008. Respon Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.)
terhadap pemberian fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan Perbedaan Waktu
Tanam. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. 80
hal.

Hapsoh. 2008. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Budidaya Kedelai di


Lahan Kering. Makalah Pengukuhan Guru Besar. 14 Juni 2008. Kampus
USU. Medan. pp 35.

Harlis, P. Murni, dan A. B. Fitria. 2008. Pengaruh Jenis dan Dosis Cendawan
Mikoriza Arbuskular Terhadap Pertumbuhan Cabai (Capsicum annuum L.)
Pada Tanah Ultisol. Biospecies.pp: 59-62.
56

Hartanti, I. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Mikoriza dan Rock Phosphate
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea Mays
Saccharata Sturt). Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Barat: 193-200.

Hartatik, W., L. Husnanin, dan R. Widowati. 2015. Peranan Pupuk Organik dalam
Peningkatan Produktivitas Tanah dan Tanaman. Balai Penelitian Tanah.
Bogor. p:109

Hasanudin. 2003. Peningkatan Ketersediaan dan Serapan N dan P serta Hasil


Tanaman Jagung Melalui Inokulasi Mikoriza, Azotobacter, dan Bahan
Organik pada Ultisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. ISSN 1411-
0067. pp:83-89.

Herlina, C. N., Syafruddin, dan Zaitun. 2016. Efektivitas Dosis Vermikompos dan
Jenis Mikoriza terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine
max L. Merril) pada Tanah Ultisol Jantho. Jurnal Floratek 11. pp: 1-9.

Idwar dan Ali M. 2000. Pengaruh Mikoriza Vesikel Arbuskular terhadap


Keefisienan Penggunaan Pupuk P oleh Tanaman Jagung (Zea mays L.).
Jurnal Natur Indonesia II (2): 168-178.

Indriyati, L. T. 2006. Transformasi Nitrogen dalam Tanah Tergenang: Aplikasi


Jerami Padi dan Urea serta Hubungannya dengan Serapan Nitrogen dan
Pertumbuhan Tanaman Padi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.p:48

INVAM. 2013. http://www.invam.cat.wvu.edu. International Culture Collection of


Vesicular and Arbuscular Mycorrhizal Fungi, Morgantown, West Virginia
Agriculture and Foresty Experimental Station. [diakses tanggal 18 Juni 2015].

Isroi. 2008. Kompos. Peneliti pada Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan


Indonesia. Dari http://isroi.files.wordpress.com/2008/02/kompos.pdf. Bogor.
[diakses 17 Juni 2015].

Joner, E.J., Aarle, I.M. and Vosatka, M. 2000. Phosphatase activity of extraradical
arbuscular mycorrhiza hyphae: a review. Plant and Soil 226, 199-210.

Kabirun, S. 1990. Peranan Endomikoriza dalam Pertanian. PAU Bioteknologi IPB


kerjasama PAU Bioteknologi UGM. Bogor.

_____. 2002. Tanggapan Padi Gogo terhadap Inokulasi Jamur Mikoriza Arbuskula
dan Pemupukan P Di Entisol. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan.pp 49-56.
57

Kartika, E. 2006. Tanggap Pertumbuhan, Serapan Hara, dan Karakter


Morfofisiologi terhadap Cekaman Kekeringan pada Bibit Kelapa Sawit yang
Bersimbiosis dengan MA. Disertasi. Pascasarjana IPB, Bogor. 188p.

Kramadibrata, K. 2008. Glomeromycota Recovered From Cacao Soil.


REINWARDTIA. (12):357-371.

Lestari, Y. 1998. Interaksi MA dengan Mikroba Tanah Selektif. Makalah


disampaikan dalam Workshop Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula pada
Tanaman Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. 5-10 Oktober 1998, Bogor.

Mansur, I. 2007. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Simbiosis Mikoriza. Makalah


disampaikan dalam Workshop Mikoriza: Kongres Mikoriza Indonesia II
“Percepatan Sosialisasi Teknologi Mikoriza untuk Mendukunng Revitalisasi
Kehutanan, Pertanian, dan Perkebunan” pada tanggal 17-18 Juli 2007. Bogor.

Morton, J. B. and Redecker D. 2001. Two new families of Glomales,


Archaeosporaceae and Paraglomaceae, with two new genera Archaeospora
and Paraglomus, based on concordant molecular and morphological
characters. Mycologia 93:181-195.

Mosse, B. 1981. Vesicular mycorrhyza research for tropical agriculture. Rer Bull,
94. Hawaii Inst. Of Trop. Agric and human resources. Univ. of Hawaii,
Honolulu.

Mukhlis dan Fauzi. 2003. Pergerakan Unsur Hara Nitrogen Dalam Tanah. Ilmu
Tanah FP – USU, Medan. repository.usu.ac.id.bitstream.

Murbandono. 2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Musafa, M. K. 2015. Peran Mikoriza Arbuskula dan Bakteri Pseudomonas


fluorescens dalam Meningkatkan Serapan-P dan Pertumbuhan Tanaman
Jagung pada Andisol. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fak. Pertanian,
Universitas Brawijaya. pp: 191-197

Musfal. 2008. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula (MA) terhadap pemberian


pupuk spesifik lokasi tanaman jagung pada tanah Inceptisol. Thesis.
Universitas Sumatera Utara. 79 hlm.

_____. 2010. Potensi cendawan mikoriza arbuskula untuk meningkatkan hasil


tanaman jagung. Jurnal litbang pertanian, 29 (4): 154-157

Muzakkir, E. F. Husin, Agustian, dan A. Syarif. 2010. Efektivitas Berbagai Fungi


Mikoriza Arbuskular Indigenus Terhadap Serapan Hara P Dan Pertumbuhan
Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Solum. ISSN: 1829-7994.
58

Muzar, A. 2006. Respons tanaman jagung (Zea mays L.) kultivar Arjuna dengan
populasi tanaman bervariasi terhadap mikoriza vesikular arbuskular (MVA)
dan kapur pertanian superfosfat (KSP) pada Ultisol. Jurnal Akta Agrosia 9(2):
75−85.

Nasution, R. M. 2014. Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat dan Mikoriza untuk


Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan-P Tanaman Jagung pada Tanah
Alkalin. Jurnal online Agroekoteknologi. ISSN No. 2337-6597.pp: 1003 –
1010.

Ningrum, D. P., A. Muhibuddin, dan T. Sumarni. 2013. Aplikasi Cendawan


Mikoriza Arbuskular (CMA) Dan Bokashi Dalam Meminimalisir Pemberian
Pupuk Anorganik Pada Produksi Benih Tanaman Jagung Ketan (Zea mays
ceratina). Jurnal Produksi Tanaman. ISSN: 2338-3976. pp:398-407.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Novriani dan A. Madjid. 2009. Dasar-dasar Ilmu Tanah: Prospek Pupuk Hayati
Mikoriza. Bahan kuliah online untuk mahasiswa Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya.

Nurhalisyah dan D. Rahmad, 2012. Identifikasi fungi mikoriza arbuskular di lahan


tebu PTPN XIV serta efektifitasnya untuk meningkatkan serapan fosfat dalam
menunjang produksi tebu. Jurnal Agrisistem seri hayati 8 (2): 62-69

Nurmasyitah, Syafruddin, dan M. Sayuthi. 2013. Pengaruh Jenis Tanah Dan Dosis
Fungi Mikoriza Arbuskular Pada Tanaman Kedelai Terhadap Sifat Kimia
Tanah. Jurnal Agrista. pp: 103-110.

Nusantara, A. D., Y. H. Bertham, I. Mansur. 2012. Bekerja dengan Fungi Mikoriza


Arbuskula. SEAMEO BIOTROP. Bogor. p:63.

Pattimahu, D. V. 2004. Restorasi lahan kritis pasca tambang sesuai kaidah ekologi.
Makalah Mata Kuliah Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor.

Pujianto. 2001. Pemanfaatan jazad mikro, jamur mikoriza, dan bakteri dalam sistem
pertanian berkelanjutan di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif Falsafah
Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Purwono dan R. Hartono. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya,


Jakarta.

Puspitasari, D., K. I. Purwani, dan A.Muhibuddin. 2012. Eksplorasi Vesicular


Arbuscular Mycorrhiza (VAM) Indigenousous pada
59

Lahan Jagung di Desa Torjun, Sampang Madura. Jurnal Sains dan Seni ITS.
Pp:19-22, (Sep, 2013). ISSN: 2301-928X.

Rahmi, N., R. Dewi, R. Maretalina, dan M. Hidayat. Keanekaragaman Fungi


Mikoriza di Kawasan Hutan Desa Lamteuba Droe Kecamatan Seulimum
Kabupaten Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional Biotik. ISBN: 978-602-
60401-3-8. pp:227-236.

Raiesi, F., dan M. Ghollarata. 2006. Interactions Between Phosphorus Availability


and An AM Fungus (Glomus intraradices) and Their Effects on Soil
Microbial Respiration, Biomass and Enzyme Activities in A Calcareous Soil.
Pedobiologia 50:413-425.

Rainiyati, Chozin, Sudarsono, dan Mansur. 2009. Pengujian efektivitas beberapa


isolate cendawan mikoriza arbuskula (CMA) terhadap bibit pisang (Musa
AAB Raja Nangka) asal kultur jaringan. J. Berk Venel. Hayati, 15: 63-69.

Ramdani. 1985. Pengaruh Perbedaan Pengomposan dan Pemberian Aktivator


Kotoran Sapi Terhadap Kecepatan Dekomposisi Sampah Organik, Produksi,
dan Kualitas Kompos. Laporan Masalah Khusus. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian IPB. Bogor.

Rao, N.S. 1993. Biofertilizer in Agriculture and Forestry, 3th ed. International
Science Publisher, New York.

Rodale, J. I., R. Rodale, J., Olds M. C. Goldman, M. Franz and J. Minnich. 1975.
The Complete Book of Composting. Rodale Books, Inc., Emmaus. Penna.

Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta,


sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.

Rusman, B. 2004. Pertanian Organik dan Peranannnya dalam Pengembangan


Pertanian Berkelanjutan. Kerjasma Fakultas Pranian Universitas Andalas
dengan proyek peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. DEPDIKNAS.

Schrader, Stephen F. Moore, Gary R. Chirlin, Charles J. Puccia, Bradley P. 1974.


Potential biological effects of hypothetical oil discharges in the Atlantic Coast
and Gulf of Alaska. Report no. MITSG 74-19. Massachusetts Institute of
Technology.

Setiadi, Y. 2001. Peranan Mikoriza Arbuskula Dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di


Indonesia. Disampaikan dalam Rangka Seminar Penggunaan Cendawan
Mikoriza dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan Kritis.
Bandung 23 April 2001
60

Sieverding, E. 1991. Vesicular Arbuscular Mycorrizha Management in Tropical


Agrosystem. Deutche Gessellsschaft fur Tecnosche Zusmmenourheit (GTZ)
Gmbh, Federal Republic Germany.

Simamora, S. dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Kiat Mengatasi


Permasalahan Praktis. Agromedia Pustaka.

Simanungkalit, R. D. M. 2003. Teknologi cendawan Mikoriza Arbuskuler:


Produksi inokulan dan pengawasan mutunya. Program dan Abstrak Seminar
dan Pameran: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-
Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. p:11.

_____. 2004. Cendawan Mikoriza Arbuskula di Bidang Pertanian. Balai Penelitian


Tanah Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah. Bogor. p:163.

_____. 2006. Pupuk Organik dan Hayati. Bab VIII. Cendawan Mikoriza Arbuskula.
Balai Penelitian Tanah Bogor. pp:162-163.

Simarmata T. dan E. Herdiani. 2004. Efek pemberian inokulan MA dan pupuk


kandang terhadap P tersedia, retensi P dalam tanah dan hasil tanaman bawang
merah (Allium ascalonicum L.). Dalam Prosiding: Teknologi Produksi dan
Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan. Asosiasi Mikoriza Indonesia-Jawa Barat. ISBN 979-98255-0-4.

Smith, S. E. And D. J. Read. 1997. Mychorrhizal Symbiosis. (2nd edition).


Academic Press, London. 605 pp.

Smith, S. E., E. Facelli, S. Pope, F. A. Smith. 2010. Plat Performance in stressfull


environment: interpreting new and established knowledge of the roles of
arbuscular mycorrizhas. Plant Soil 326:3-20.

Subiksa, IGM. 2002. Pemanfaatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis.


Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Edisi April 2002. Program Pasca Sarjana.
Institut Pertanian Bogor.

Sumarni. 2001. Pewarnaan Akar pada Cendawan Mikoriza Arbuskular. Fakultas


Pertanian UNPAD, Bandung.

Sundari, S., T. Nurhidayati, dan I,Trisnawati. 2011. Isolasi dan Identifikasi


Mikoriza Indigenous dari Perakaran Tembakau Sawah (Nicotianatabacum L)
di areal persawahan Kabupaten Pamekasan Madura. Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam Institut Teknologi Sepuluh
November.p: 2.
61

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan


Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. pp:39-48.

Talanca, H. 2010. Status Cendawan Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA) pada


Tanaman. Prosiding Pekan Serelia Nasional. Balai Penelitian Tanaman
Serelia. ISSN:978-979-89-40-29-3.

Tirta, I. G. 2006. Pengaruh Kalium dan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit


Panili (Vanilla planifolia Andrew). Jurnal. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Bali.

Tridarmanto, A. 1985. Pengaruh Pemberian Aktivator Kotoran Kerbau Terhadap


Kecepatan Dekomposisi dan Kualitas Kompos. Laporan Masalah Khusus.
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Ulfa, M., K. Agus, Sumardi, S. Irnayuli. 2011. Populasi Fungi Mikoriza Arbuskula
(FMA) Lokal pada Lahan Pasca Tambang Batubara. Jurnal Balai Penelitian
Kehutanan Palembang dan Fakultas Kehutanan UGM. (30) 301-309.

Wahyu, E. R., K. I. Purwani, dan S. Nurhatika. 2013. Pengaruh Glomus


fasciculatum Pada Pertumbuhan Vegetatif Kedelai yang Terinfeksi
Sclerotium rolfsii. Jurnal Sains dan Semi Pomits. 2337-3520 (2301-928X
Print).

Walker, C. Cuenca, G. Sanchez, F. 1998. Scutellospora spinosissima sp. nov., A


Newly Described Glomalean Fungus from Acidic, Low Nutrient Plant
Communities in Venezuela. Annals of Botany 82: 721-725.

Widiastuti, H. 2004. Biologi Interaksi Cendawan Mikoriza Arbuskula Kelapa Sawit


pada Tanah Masam sebagai Dasar Pengembangan Teknologi Aplikasi Dini.
Thesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Widyastuti, S. M., Sumardi, dan Harjono. 2005. Patologi Hutan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Wirawan, G. N. dan W. Ismail. 1999. Balitbangtan (0107): Teknologi Budidaya


Jagung. IPPT Wonocolo. Surabaya. Pp:1-4
LAMPIRAN
63

Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian

Penentuan lokasi Pengambilan sampel Ekstraksi spora MA


(purposive sampling)

1. Lahan reklamasi 0 th (Cyperus rotundus)


2. Lahan reklamasi 5 th (Imperata cylindrica)
Identifikasi spora MA
3. Lahan reklamasi 9 th (Samanea saman)
4. Lahan pertanian terpadu (Zea mays)
5. Lahan pertanian terpadu (Hevea brasiliensis) Populasi dan
genus MA

Penyimpanan pupuk Pembuatan Pupuk


Pemerangkapan
Kompos Granul
(trapping culture)
Analisis kimia dan
populasi spora pada
pupuk kompos granul Pengayakan pupuk kompos dan Analisis kimia tanah
media perbanyakan untuk
diperoleh butiran yang lebih halus
Fumigasi media perbanyakan

Campuran bahan pupuk kompos dan


Analisis kimia tanah starter mikoriza berdasarkan Pemerangkapan
perbandingan bahan 1:1 untuk menggunakan tanaman
memperoleh butiran granul sesuai jagung (Zea mays)
Perhitungan populasi
MA dalam pupuk standar.
kompos granul
Stressing

Aplikasi pada tanah Inceptisol Setelah 3 bulan panen


dan dilakukan
dengan menggunakan perhitungan populasi
tanaman jagung (Zea mays) MA

Tanah Tanaman Spora Mikoriza Arbuskula

pH (H2O), C- Tinggi tanaman, Identifikasi spora,


Organik, P- jumlah daun, bobot populasi spora dan
Tersedia dan kering akar dan tajuk persentasi koloni MA
N-Total tanaman dan serapan-P
64

Lampiran 2. Denah Percobaan Pemerangkapan (Trapping Culture)

U
(G3)

(C3) 3 Bulan

(A3)

(G2)

(C2) 2 Bulan

(A2)

(G3)

(C3) 1 Bulan

(A3)

Keterangan:

: Glomus (G)

: Glomus + Acaulospora (C)

: Acaulospora (A)
65

Lampiran 3. Denah Percobaan Aplikasi Pupuk Kompos Granul Hayati

A3(I) C1(II) G3(I) C3(III) G1(III)

G3(III) A2(I) C2(II) A1(III) C1(I)

G1(I) Ktrl(II) G3(III) G1(II) Ktrl(III)

450 cm
A3(III) C3(I) A2(II) A3(II) G2(III)

C2(I) A1(I) G2(II) C3(II) A2(III)

C2(I) A1(I) G2(II) C3(II) A2(III)

Keterangan: 530 cm

= Polybag
66

Lampiran 4. Perhitungan Pengenceran Formalin 37% untuk Fumigasi Sampel


Tanah dan Trapping Culture

Diketahui: (1) 25 ml formalin 5% per kg tanah


(2) M1 = 37% (3) M2 = 5%
Ditanya: Berapa volume formalin 37% yang dibutuhkan?
Jawab: Misal V1 = 100 ml
V1.M1 = V2.M2
100 ml.0,37 = V2.0,05
V2 = 740 ml
Sehingga 100 ml formalin 37% = 740 ml formalin 5%

Tanah yang tersedia 15 kg sehingga membutuhkan,


25 ml/kg x 15 kg = 375 ml formalin 5%

Cara 1:
V1.M1 = V2.M2
V1.0,37 = 375 ml .0,05
V2 = 50,68 ml (formalin 37%)

Cara 2 (perbandingan):
100 ml (37%) = 740 ml (5%)
x = 375 ml (5%)
Maka, 375 ml/740 ml x 100 ml = 50,68 ml (37%)
67

Lampiran 5. Perhitungan Kebutuhan Air

Diketahui:
• KA pF 2 (kapasitas lapang) (KaKL) : 0,37 cm3 cm-3
• KA pF 4,2 (titik layu permanen) (KaTLP) : 0,26 cm3 cm-3
• Berat Tanah Perpolibag : 5000 g
• Berat jenis air : 1 g cm-3
Ditanya: Kebutuhan air?
Jawab:
Kadar air per polibag 5000 gr = (KaKL – KaTLP) x berat perpolibag
= (0,37 cm3 cm-3 - 0,26 cm3 cm-3) x 5000 g
= 550 g
Kebutuhan air per polybag 5000 gr = KA per polybag / BJ Air
= 550 g / 1 g cm-3
= 550 cm3 = 550 ml
68

Lampiran 6 Perhitungan Kebutuhan Pupuk Kompos

Diketahui:
• N = 1,6% (kompos)
• P = 1,4% (kompos)
• K = 0,66% (kompos)
• BI tanah = 1,14 g cm-3
• Berat polybag = 5 kg
• Dosis anjuran (Wirawan dan Wahab, 1999)
- 300 kg Urea/Ha (N = 46%)
- 150 kg SP-36/Ha (P2O5 = 36%)
- 300 KCl/Ha (K2O = 60%)

Ditanya:
Berapa dosis pupuk kompos yang diperlukan untuk tanaman jagung?

Jawab:
Menganalisa dosis pupuk kompos = pupuk kimia dengan melihat dari kandungan
hara.
1. Pupuk kompos mengandung 1,6% N (100 kg), sedangkan pupuk Urea 46%
N (100 kg). Maka dibutuhkan 46 / 1,6 = 28,75x N pupuk kompos atau 28,75
x 100 kg = 2875 kg pupuk kompos untuk memperoleh dosis yang sama 46%
N (100 kg) pada Urea. Dosis rekomendasi Urea, 300 kg/Ha, sehingga
dibutuhkan 2875 kg kompos x 3 = 8625 kg kompos/Ha (N)
2. Pupuk kompos mengandung 1,4% P (100 kg), sedangkan pupuk SP-36 36%
P (100 kg). Maka dibutuhkan 36 / 1,4 = 25,71x P pupuk kompos atau 25,71
x 100 kg = 2571 kg pupuk kompos untuk memperoleh dosis yang sama 36%
P (100 kg) pada SP-36. Dosis rekomendasi SP-36, 150 kg/Ha, sehingga
dibutuhkan 2571 kg kompos x 1,5 = 3857,14 kg kompos/Ha (P)
3. Pupuk kompos mengandung 0,66% K (100 kg), sedangkan pupuk KCl 60%
K (100 kg). Maka dibutuhkan 60 / 0,66 = 90,91x K pupuk kompos atau
90,91 x 100 kg = 9091 kg pupuk kompos untuk memperoleh dosis yang
69

sama 60% K (100 kg) pada KCl. Dosis rekomendasi KCl, 300 kg/Ha,
sehingga dibutuhkan 9091 kg kompos x 3 = 27272 kg kompos/Ha (K)
Sehingga rekomendasi pupuk kompos untuk memenuhi kebutuhan unsur hara
tanaman jagung 27272,73 kg/Ha

Hektar Lapisan Olah (HLO) = Luas Ha x kedalaman tanah x BI tanah

= 108 cm2 x 30 cm x 1,14 g cm-3

= 22,8 x 108 g

= 2,28 x 106 kg

Kebutuhan pupuk kompos/polybag (5 kg)


5 𝑘𝑔
= 2280000 𝑘𝑔 x 27272,73 kg

= 0,06 kg = 60 gram
70

Lampiran 7. Perhitungan Pengenceran Formalin 37% untuk Sterilisasi 150 kg


Tanah

Diketahui: (1) 25 ml formalin 5% per kg tanah


(2) M1 = 37% (3) M2 = 5%
Ditanya: Berapa volume formalin 37% yang dibutuhkan?
Jawab: Misal V1 = 100 ml
V1.M1 = V2.M2
100 ml.0,37 = V2.0,05
V2 = 740 ml
Sehingga 100 ml formalin 37% = 740 ml formalin 5%

Tanah yang tersedia 150 kg sehingga membutuhkan,


25 ml/kg x 150 kg = 3750 ml formalin 5%

Cara 1:
V1.M1 = V2.M2
V1.0,37 = 3750 ml .0,05
V2 = 506,8 ml (formalin 37%)

Cara 2 (perbandingan):
100 ml (37%) = 740 ml (5%)
x = 3750 ml (5%)
Maka, 3750 ml/740 ml x 100 ml = 506,8 ml (37%)
Lampiran 8. Hasil Analisis Laboratorium

a. Hasil analisis contoh tanah awal


pH 1:1 K KTK Pasir Debu Liat
C.Organik N Total P Bray
Kode C/N NH4OAC 1 N pH 7
H2 O (%) (%) (mg Kg-1) ……%...
(me/100g)
Tanah 4.8 0.57 0.22 2.59 2.43 0.42 8.4 13 46 42

b. Hasil analisis pupuk kompos UPT Kompos UB dan pupuk kompos granul hayati
pH
C.Organik N Total P (%) K (%) KA Jumlah
Kode 1:2,5 C/N
(%) (%) (%) spora/50 g
H2 O HNO3 + HCL
Kompos UPT UB 5 18.03 1.5 12.02 1.4 0.63 30
Kompos granul hayati 5.7 20.4 1.6 14.74 1.4 0.71 37 73
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Populasi Mikoriza Setelah Pengambilan Sampel dan Setelah Dilakukan Pemerangkapan Menggunakan
Media Awal (tanah bekas tambang)
Jumlah spora (spora/50 g tanah)
Sampel Vegetasi Ulangan Setelah Setelah Genus Spora Mikoriza
pengambilan rerata ditanami rerata
sampel jagung
LR (0 tahun) Cyperus rotundus 1 9 7 12 10 Glomus
2 2 3 Glomus
3 10 15 Glomus
LR (5 tahun) Imperata cylindrica 1 13 9 24 17 Glomus
2 2 11 Glomus
3 11 15 Glomus
LR (9 tahun) Samanea saman 1 6 20 13 41 Glomus
2 42 62 Glomus, Acaulospora
3 11 48 Glomus, Gigaspora
Lahan Zea mays 1 19 18 44 35 Glomus, Gigaspora
Pertanian 2 23 37 Glomus
Terpadu
3 12 24 Glomus
Hevea brasiliensis 1 24 25 49 43 Glomus
2 34 57 Glomus
3 17 24 Glomus, Acaulospora
Keterangan: LR: Lahan Reklamasi
73

Lampiran 10. Karakteristik Morfologis Mikoriza Arbuskula per Sampel Tanah

No. Sampel Tanah Dokumentasi Keterangan Genus


1 LR (0 tahun) Berbentuk bulat. Glomus
(Cyperus Warna coklat, coklat
rotundus) kekuningan. Hifa
berbentuk straight.
Diameter 37,9 µm x
36,1 µm. Perbesaran
40x.

2 LR (5 tahun) Berbentuk bulat. Glomus


(Imperata Warna coklat, coklat
cylindrica) kehitaman. Hifa
berbentuk straight.
Diameter 55,4 µm x
54,9 µm. Perbesaran
40x.

3 LR (9 tahun) Spora pecah. Glomus


(Samanea Berbentuk bulat.
saman) Warna transparan
(hialin). Diameter
68,1 µm x 62,6 µm.
Perbesaran 40x.

Berbentuk bulat. Acaulospora


Warna coklat
kekuningan.
Berornamen seperti
kulit jeruk. Diameter
50,8 µm x 52,4 µm.
Perbesaran 40x.

Berbentuk bulat. Gigaspora


Warna coklat
bening. Berornamen
kulit jeruk. Memiliki
bulbous suspensor.
Diameter 213,1 µm
x 206,3 µm.
Perbesaran 10x.
74

No. Sampel Tanah Dokumentasi Keterangan Genus


4 LPT (Zea mays) Berbentuk bulat Glomus
lonjong. Berwarna
coklat kemerahan.
Memiliki hifa
berbentuk straight.
Diameter 268,9 µm x
252,1 µm. perbesaran
10x.

Berbentuk bulat. Gigaspora


Berwarna transparan
(hialin). Berornamen
kulit jeruk. Memiliki
bulbous suspensor.
Diameter 212,4 µm x
213,1 µm. perbesaran
10x.

5 LPT (Hevea Spora pecah. Glomus


brasiliensis) Berwarna coklat
kekuningan. Memiliki
hifa berbentuk
recurved. Diameter
94,1 µm x 94,4 µm.
Perbesaran 40x.

Berbentuk bulat. Acaulospora


Berwarna coklat
kekuningan. Diameter
45,6 µm x 46,3 µm.
Perbesaran 40x.

Keterangan: LR: Lahan Reklamasi; LPT: Lahan Pertanian Terpadu.


75

Lampiran 11. Hasil Perhitungan Populasi Mikoriza Arbuskula Setelah


Pemerangkapan Menggunakan Media Tanah Inceptisol
Populasi Mikoriza Arbuskula/50 g tanah
No. Penanaman Glomus + *Keterangan
Acaulospora Glomus
Acaulospora*
1 1 41 73 104 14
2 2 15 62 87 4
3 3 32 52 96 7
76

Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam Indikator Kimia Tanah dan Serapan-P
a. pH
Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9.00 0.09 0.01 1.86 2.39 3.46
Galat 20.00 0.11 0.01
Total 29.00 0.21

b. C-Organik
Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9.00 0.17 0.02 1.20 2.39 3.46
Galat 20.00 0.31 0.02
Total 29.00 0.49

c. N-Total
Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9.00 0.00 0.00 6.26 2.39 3.46
Galat 20.00 0.00 0.00
Total 29.00 0.00
**) Berbeda sangat nyata
d. P-Tersedia
Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9.00 19.60 2.18 3.41 2.39 3.46
Galat 20.00 12.78 0.64
Total 29.00 32.38
*) Berbeda nyata

e. Serapan-P Tanaman
Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9.00 80.40 8.93 6.49 2.39 3.46
Galat 20.00 27.51 1.38
Total 29.00 107.91
**) Berbeda sangat nyata
77

Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam Indikator Tinggi Tanaman Jagung Manis
a. Hasil analisis ragam tinggi tanaman 14 HST
Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 408.63 45.40 3.01* 2.39 3.46
Galat 20 301.25 15.06
Total 29 709.88
*) Berbeda nyata

b. Hasil analisis ragam tinggi tanaman 21 HST


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 536.95 59.66 4.13** 2.39 3.46
Galat 20 289.07 14.45
Total 29 826.01
**) Berbeda sangat nyata

c. Hasil analisis ragam tinggi tanaman 28 HST


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 1794.82 199.42 3.74** 2.39 3.46
Galat 20 1065.67 53.28
Total 29 2860.49
**) Berbeda sangat nyata

d. Hasil analisis ragam tinggi tanaman 35 HST


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 3203.53 355.95 3.71** 2.39 3.46
Galat 20 1917.30 95.86
Total 29 5120.83
**) Berbeda sangat nyata

e. Hasil analisis ragam tinggi tanaman 42 HST


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 4520.23 502.25 4.29** 2.39 3.46
Galat 20 2339.14 116.96
Total 29 6859.37
**) Berbeda sangat nyata
78

Lampiran 14. Hasil Analisis Ragam Indikator Jumlah Daun Tanaman Jagung
Manis

a. Hasil analisis ragam jumlah daun 14 HST


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 0.53 0.06 0.22 2.39 3.46
Galat 20 5.33 0.27
Total 29 5.87

b. Hasil analisis ragam jumlah daun 21 HST


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 7.33 0.81 2.44* 2.39 3.46
Galat 20 6.67 0.33
Total 29 14.00
*) Berbeda nyata

c. Hasil analisis ragam jumlah daun 28 HST


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 17.37 1.93 2.52* 2.39 3.46
Galat 20 15.33 0.77
Total 29 42.70
*) Berbeda nyata

d. Hasil analisis ragam jumlah daun 35 HST


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 18.80 2.09 3.92* 2.39 3.46
Galat 20 10.67 0.53
Total 29 29.47
*) Berbeda nyata

e. Hasil analisis ragam jumlah daun 42 HST


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 33.20 3.69 2.84* 2.39 3.46
Galat 20 26.00 1.30
Total 29 59.20
*) Berbeda nyata
79

Lampiran 15. Hasil Analisis Ragam Indikator Bobot kering Akar dan Tajuk
Tanaman Jagung Manis

a. Hasil analisis ragam bobot kering akar


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 2.21 0.25 4.63** 2.39 3.46
Galat 20 1.06 0.05
Total 29 3.27
**) Berbeda sangat nyata

b. Hasil analisis ragam bobot kering tajuk


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 203.13 22.57 9.22** 2.39 3.46
Galat 20 48.94 2.45
Total 29 252.07
**) Berbeda sangat nyata

Lampiran 16. Hasil Analisis Ragam Indikator Persentase Koloni Mikoriza pada
Tanaman Jagung Manis

a. Hasil analisis ragam derajat infeksi akar


Sumber F Tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 14446.67 1605.19 8.45** 2.39 3.46
Galat 20 3800.00 190.00
Total 29 18246.67
**) Berbeda sangat nyata
Lampiran 16. Tabel analisis korelasi semua parameter pengamatan dan pedoman interpretasi koefisien korelasi

Bobot Bobot
Persentase Jumlah Tinggi
pH C-Organik N-Total P-Tersedia Serapan-P kering kering
Koloni Daun Tanaman
Akar Tajuk
Derajat Infeksi 1
pH -0.359 1
C-Organik -0.500 0.565 1
N-Total -0.036 0.374 0.138 1
P-Tersedia .704* -0.309 -0.087 0.000 1
Serapan-P .668* -0.231 0.069 -0.039 .693* 1
Jumlah Daun .711* -0.329 -0.019 -0.051 0.542 .848** 1
Tinggi Tanaman .692* -0.366 0.039 0.001 .651* .920** .953** 1
Bobot kering Akar 0.621 -0.369 0.109 -0.212 .680* .932** .902** .945** 1
Bobot kering Tajuk 0.610 -0.262 0.071 0.010 .754* .974** .779** .890** .889** 1
Keterangan : *: Correlation is significant at the 0.05 level; **:Correlation is significant at the 0.01 level
Tingkat hubungan : (0,00-0,19) Sangat rendah; (0,20-0,39) Rendah; (0,40-0,59) Sedang; (0,60-0,799) Kuat; (0,80-1,00) Sangat kuat (Sugiyono, 2013).
81

Lampiran 17. Dokumentasi Pemerangkapan (Trapping Culture) pada Tanaman


Jagung Manis (Zea mays Saccharata Sturt)

(a)

(b)

(c)
Gambar : Pemerangkapan (trapping culture). (a) Penanaman 3 untuk
penyimpanan 3 bulan pupuk hayati; (b) Penanaman 2 untuk
penyimpanan 2 bulan pupuk hayati; (c) Penanaman 1 untuk
penyimpanan 1 bulan pupuk hayati.
82

Lampiran 18. Dokumentasi Tinggi Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata
Sturt)

Gambar 1. Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung 14 HST

Gabar 2. Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung 21 HST

Gambar 3. Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung 28 HST

Gambar 4. Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung 35 HST


83

Gambar 5. Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung 42 HST

Anda mungkin juga menyukai