Laporan Pendahuluan Hemiparese Dextra SNH 1.1 Definisi
Laporan Pendahuluan Hemiparese Dextra SNH 1.1 Definisi
1.1 Definisi
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan istilah
Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA.Kelainan ini terjadi pada organ otak. Lebih
tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak. Berupa penurunan kualitas pembuluh darah
otak.
Cerebrovascular accident (CVA), merupakan penyakit persarafan yang paling sering di
jumpai. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Menurut Brunner &
Sudarth stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian
otak.
Menurut Mansjoer A stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif,
cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh peredaran darah otak non traumatik.
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Menurut Arif Mutaqin stroke adalah penykit (kelaian) fungsi otak timbul mendadak yang
disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak yang timbul mendadak yang disebabkan
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Menurut
Marilyn E. Doenges stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik
secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
1.2 Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal
2130-2144).
1.2.1 Trombosis
Trombosis ialah proses pembentukan bekuan darah atau koagulan dalam sistem vascular
(yaitu,pembuluh darah atau jantung) selama manusia masih hidup,serta bekuan darah didalam
pembuluh darah otak atau leher. Koagulan darah dinamakan trombus. Akumulasi darah yang
membeku diluar sistem vaskular, tidak disebut sebagai trombus. Trombosis ini menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema disekitarnya.
1.2.2 Embolisme serebral
Embolisme serebral adalah bekuan darah dan material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh lain. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebri.
1.2.3 Iskemia serebri
Iskemia adalah penurunan aliran darah ke area otak. Otak normalny
menerima sekitar 60-80 ml darah per 100 g jaringan otak per menit. Jika alirah darah aliran
darah serebri 20 ml/menit timbul gejala iskemia dan infark. Yan disebabkan oleh banyak
faktor yaitu hemoragi, emboli, trombosis dan penyakit lain.
1.2.4 Hemoragi serebral
Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral
dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruangan sekitar otak. Pendarahan intraserebral
dan intrakranial meliputi pendarahan didalam ruang subarakhnoid atau didalam jaringan otak
sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak. Pecahnya
pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas pembuluh darah
otak.Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi pembuluh darah mudah pecah.
Faktor resiko terjadinya stroke ada 2 :
1) Faktor resiko yang dapat diobati/dicegah :
1) Perokok.
2) Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung )
3) Tekanan darah tinggi.
4) Peningkatan jumlah sel darah merah (
Policitemia).
5) Transient Ischemic Attack ( TIAs)
2) Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
1) Usia diatas 65 tahun
2) Peningkatan tekanan karotisUsia di atas 65. ( indikasi terjadinya artheriosklerosis yang
meningkatkan resiko serangan stroke).
3) DM
4) Keturunan ( Keluarga ada stroke).
5) Pernah terserang stroke.
6) Race ( Kulit hitam lebih tinggi )
7) Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita ).
1.3 Klasifikasi
Klasifikasi stroke di bedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi. Dibawah ini skema
pembagian stroke menurut patologi serangan stroke.
1.3.1 Stroke hemoragik
Merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarakhnoid.
Disebabkan oleh pec.ahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istrahat. Kesadaran klien
umumnya menurun (Arif Muttaqin, 2008). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis vocal
yang akut dan disebabkan
oleh pendarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena dan kapiler. Pendarahan otak dibagi dua
yaitu (Arif Muttaqin, 2008):
1). Pendarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
heniasi otak. Pendarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah
2) pendarahan subarakhnoid (PSA)
Pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang pecah ini berasal dari
pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya
arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
merenggangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia,
dan lainnya). Pecahnya arteri dan keluarnya darah
keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya
struktur peka nyeri, sehingga timbul kepala nyeri hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda merangsang selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak
juga mengakibatkan pendarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebri. Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang subbarakhnoid.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. energi yang di
hasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi.
kekurangan aliranOtak
darah tidak mempunyai
otak walau sebentarcadangan oksigen sehingga jika ada kerusakan atau
akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak,
tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.. Pada saat otak hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi oksigen melalui
proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
1.3.2 Stroke nonhemorogik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbvul
edema sekunder.
Klasifikasi stroke di bedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya : 1. TIA (Transient
Ischemic Attack). Gangguan neurologis lokal yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang cdengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat di awali dengan serangan TIA
berulang.
1.4 Patofisiologi
Defisist neurologis
ikvoidpuo
Kegagalan ntigdak
kardiovaskular
dan pernapasan efektif
12. perubahan
proses berpikir
5. perubahan 7.
pemenuhan ketidakmamp
nutrisi uan perawatan
diri
kematian
Penurunan Disfungsi
tingkat
presepsi
kesadaran
visual spasial dan kehilangan sensorik
9. resiko
trauma
12.perubahan
presepsi sensorik
3) Masa protombin.
4) Urinalisis.
1.6.2 Diagnostik
1) SCAN KEPALA, menunjukkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti.
2) Angiografi serebral, membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler.
3) EEG, untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark segingga menurunnya inpuls listrik
dalam jaringan otak.
4) Pungsi lumbal, tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
5) MRI, dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak.
6) X-Ray tengkorak
5. Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan neurologis.
6. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemisfer otak, kehilangan tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
1.9.3 Intervensi Keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1.Resiko Peningkatan Tik Berhubungan Dengan Penambahan Isi Otak Sekunder Terhadap Hipoksia,
Edema Otak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami
peningkatan tekanan intra kranial .
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial : 1) Peningkatan
tekanan darah.
2) Nadi melebar.
3) Pernafasan cheyne stokes 4)
Muntah projectile.
5) Sakit kepala hebat.
Pencegahan TIK meningkat di laksanakan. Intervensi.
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK 1) Deteksi dini peningkatan TIK untuk
tekanan darah melakukan tindakan lebih lanjut.
2) nadi
3) GCS
4) Respirasi
5) Keluhan sakit kepala hebat 6)
Muntah projectile
Meninggikan kepala dapat membantu
7) Pupil unilateral drainage vena untuk mengurangi kongesti
2. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali ada vena.
kontra indikasi.Hindari mengubah Masase karotid memperlambat frekuensi
posisi dengan cepat. jantung dan mengurangi sirkulasi sistemik
yang diikuti
3. Hindari hal-hal berikut :
peningkatan sirkulasi secara tiba- tiba.
Masase karotid Fleksi atau rotasi ekstrem leher
mengganggu cairan cerebrospinal dan
drainage vena dari rongga intra kranial.
Aktifitas ini menimbulkan manuver
Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat. valsalva yang merusak aliran balik vena
dengan kontriksi vena jugularis dan
peningkatan TIK.
4. Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak feces jika di Mencegah konstipasi dan mengedan yang
perlukan. menimbulkan manuver valsalva.
Meningkatkan istirahat dan menurunkan
5. Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan rangsangan
pencahayaan redup. membantu menurunkan TIK.
1) Menurunkan tekanan
6. Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan: 1) Anti darah.
hipertensi.
2) Mencegah terjadinya
trombus.
2) Anti koagulan.
3) Mencegah defisit cairan.
3) Terapi intra vena pengganti cairan dan elektrolit.
4) Mencegah obstipasi. 5)
4) Pelunak feces. 5) Mencegah stres ulcer.
Anti tukak.
6) Meningkatkan daya tahan tubuh.
6) Roborantia.
7) Mengurangi nyeri.
8) Memperbaiki sirkulasi
7) Analgetika. darah otak.
8) Vasodilator perifer.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi Kriteria
hasil
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
2) Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan 1. Membantu dalam mengantisipasi
dalam melakukan /merencanakan pemenuhan
perawatan diri. kebutuhan secara individual
2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap 2. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk
melakukan aktivitas dan beri berusaha terus- menerus
bantuan dengan sikap sungguh 3. Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang sangat tergantung dan meskipun bantuan yang
dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan diberikan
bantuan sesuai kebutuhan. bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah
penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak
sendiri untuk mungkin untuk diri-
mempertahankan
harga diri dan meningkatkan
pemulihan
4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap 4. Meningkatkan perasaan makna diri dan
usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya kemandirian serta mendorong klien untuk
5. Kolaborasi dengan ahli berusaha secara kontinyu
fisioterapi/okupasi 5. Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong
khusus
membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas 4. Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa
bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan 4. kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
Letakkan makanan pada daerah menelan dan meningkatkan masukan
mulut yang tidak terganggu 5. Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari
luar
5. Berikan makan dengan berlahan pada 6. Makan lunak/cairan kental mudah untuk
lingkungan yang tenang mengendalikannya didalam mulut, menurunkan
terjadinya aspirasi
6. Mulailah untuk memberikan makan 7. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan
peroral setengah cair, makan lunak ketika dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
klien dapat menelan air 8. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan otak yang meningkatkan nafsu makan
meminum cairan 9. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan
8. Anjurkan klien untuk
juga makanan segala
memasukkan jika klien tidak mampu untuk
sesuatu
berpartisipasidalam program
latihan/kegiatan. melalui mulut
( laksatif, supositoria, enema ) memperbaiki tonus otot
abdomen dan meransang nafsu
makan dan peristaltik.
6. Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan
6. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer otak, kehilangan tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
Tujuan :
Dalam waktu 2x24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu
mengkomunikasikan perasaannya, mampu menggunakan
bahasa isyarat.
Kriteria Hasil :
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi, klien dapat merespon
secara verbal maupun isyarat.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tipe disfungsi misalnya 1. Membantu menentukan
klien tidak mengerti kata-kata atau kerusakanp pada area otak dan menentukan
masalah berbicara atau kesulitan klien
tidak mengerti bahasa yang digunakan. dengan sebagian atau seluruh
2. Bedakan afasia dengan disatria. 3. proses komunikasi, klien mungkin
Lakukan metode percakapan mempunyai masalah dalam mengartikan
yang baik dan lengkap, beri kesemoatan kata-kata .
klien untuk mengklarifikasi. 2. Dapat menentukan pilihat intervensi yang
4. Katakan untuk mengikuti sesuai dengan tipe gangguan.
perintah secara sederhana seperti tutup 3. Klien dapat kehilangan
matamu dan lihat ke pintu. kemampuan untuk memantau ucapannya,
5. Ucapkan lansung kepada klien komunikasinya secara tidak sadar, dengan
berbicara pelan dan tengan, gunakan melengkapi dapat merealisasikan
pertanyaan yang pengertian klien dan dapt mengklarifikasi
jawabannya “ tidak” dan “ya” percakapan.
dan perhatikan respon klien. 4. Untuk mengikuti afasia reseptif. 5.
6. Kolaborasi : konsultasi dengan ahli Mengurangi kebingungan atau
terapi bicara. kecemasan terhadap banyaknya informasi.
Memajukan stimulasi komunikasi ingatan
dan kata-kata.
6. Mengkaji kemampuan individual dan
sensorik motorik dan funsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit dan kebutuhan
terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran, 1996.
Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta,
EGC, 1993.
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC,
2002.
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000.
Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996