Bab 2 Hamdan
Bab 2 Hamdan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan berasal dari kata tahu “tahu”, dalam kamus besar bahasa
Indonesia (2008) kata tahu memiliki arti antara lain mengerti sesudah melihatnya
alaminya
tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindaraan terhadap suatu
pelajari sebelumya
meggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real.
atau objek.
mengerti atau mengenali telebih dahulu suatu ilmu pengetahuan agar dapat
terdiri dari :
kepercayaan.
2. Pengetahuan intuitit (intuitive knowledge)
pengamatan indera.
rasio atau akal semata, tidak disertai dengan ovservasi terhdap peristiwa-
peristiwa faktual
memegang besi panas Bagaiman dia mengetahuai besi itu panas? Dia
lain yang telah mempunyai pengalaman dalam bidang tersebut. Apa yang
statistic Indonesia.
pengetahuan seseorang:
1. Tingkat pendidikan
2. Pekerjaan
3. Umur
Minat merupakan sesuat keinginan yang tinggi terhadap sesuatu hal. Minat
5. Pengalaman
dari anak yang pernah atau bahkan sering mengalami diare seharusnya
lebih tinggi dari pada pengetahuna dari anak yang belum mengalami diare
sebelumnya.
6. Lingkungan
7. Informasi
yang baru.
2.2 Persepsi
individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan merupakan yang teringerasi
persepsi, oleh karena itu pengalam pertam ayang tidak menenangkan akn sangat
Health belief models adalah terori yang paling umu digunakan dalam
pendidkankesehatan dan proosi kesehatan (glanz, rimes & lewi 2002). Menkankan
bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh keyakinan pribadi atau persepsi tentang
Resiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu persepsi yang lebih kuat
yang di rasakan dala hal ini terkait denga keyakin atau kepercayaan
penyakit dan akan membuat atau berefek pada hidupnya secara umum.
lima porsi buah dansayuran sehari jika mereka tidak percaya porsi buah
dan sayuran sehari jika mereka tidak percaya hal itu bermanfaat.
1. Umur
2. Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubah sikap dan tata laku seseorang atau
3. Tingkat pekerjaan
responden memiliki status pekerjaan sebagai petani dan ibu rumha tangga
2.3.1 Definisi
atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan baik
diet latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter pada kepada
(notoatmodjo 2012)
pasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Definisi seprti itu memiliki sifat yang
anggap sebagai tokoh yang berwenang, dan konsumen atau peserta didik di
anggap bersikap patuh. Istilah tersebut belum dapat diterima dengan baik dalam
ilmu keperawtan karena adanya falsah yang mengatakan bahwa klien berhak
unutk membuat keputasan perawat kesehatan sendiri dan untuk tidak perlu
tindakan yang dapt diukur secara tidak langsung melalui konsekuensi atau hasil
ruginya
3. Compulsive deviant. Adalah kepatuhan yang tidak konsisten atau apa yang
nilai-nilai moral.
sbagai berikut
membantu
layanan kesehatan
2. Kualitas intruksi
Becker dalam neil (2012) telah membuat suatu usulan bahwa model
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan
b. Akomodas
2.4.1 Pengertian
atau kulit serta kadang pula menyerang konjungtiva atau vagina (Chin, J.,
J., 2000). Namun kasus yang lebih banyak terjadi yaitu berupa infeksi
akut yang menyerang saluran pernapasan atas. Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri gram-positif yang tidak membentuk spora. Pada kedua ujungnya bakteri
asam.
diperoleh pada suasana aerob. Dibandingkan dengan kuman lain yang tidak
pembekuan. Namun kuman ini mudah dimatikan oleh desinfektan (Putri, 2018).
kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri (karier)
(Putri, 2018). Bakteri ini terdiri dari beberapa tipe atau varian jenis yaitu tipe
mitis, intermedius, dan gravis. Sementara itu WHO sendiri menambahkan tipe
yang paling sering menimbulkan penyakit diantara tipe lainnya (FK UB, 2016).
Sementara untuk keganasannya, bakteri ini dibagi menjadi bakteri toksigenik dan
bakteri non toksigenik. Perbedaan keduanya yaitu pada strain toksigenik terinfeksi
oleh coryne bacteriophage yang mengandung diphtheria toxin gene tox (Chin, J.,
2000). Tipe bakteri nontoksigenik tidak bersifat patogenik, hanya saja dapat
Pada dasarnya produksi toksin hanya terjadi bila bakteri tersebut mengalami
inilah yang merupakan faktor virulensi dari C. diphtheria (FK UB, 2016).
Masa inkubasi biasanya 2-5 hari tapi dapat juga lebih lama (Widoyono, 2011).
Gejala klinisnya tergantung dari tempat terjadinya infeksi, status imunisasi, dan
2.4.2 Patogenesitas
gejala yang timbul pada penyakit diakibatkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri
ini. Toksin ini dapat menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan
jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf. Akibat dari toksin difteri
Toksin difteri adalah polipeptida tidak tahan panas yang dapat mematikan pada
dosis 0,1 µm/kg. Toksin difteria diabsorbsi ke dalam selaput mukosa dan
mengalami nekrosis tertanam dalam eksudat fibrin dan sel-sel darah merah dan
sering melapisi tonsil, faring, atau laring. Setiap usaha untuk membuang
ditegakkan. Selain itu kelenjar getah bening regional pada leher membesar, dan
dapat terjadi edema yang nyata di seluruh leher (Putri, 2018). Timbulnya penyakit
Membran tersebut dapat menutup saluran pernapasan dalam waktu yang sangat
singkat dalam hitungan beberapa jam sampai beberapa hari saja (Achmadi,
2006).
Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf tenggorokan
(Beishir I, 2001 dalam Putri 2018). Efek nekrotik dan neurotoksis toksin difteria
disebabkan oleh penghentian sintesis protein yang mendadak. Selain toksin yang
bakteri berkembang biak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau
cairan hidung dapat menyebarkannya dari tenggorokan ke pita suara (laring) dan
difteri, yaitu:
Difteri tipe ini disebabkan oleh strain bakteri yang memproduksi toksin
b. Difteri faucial
c. Difteri tracheolaryngeal
pada pasien difteri akibat cervical adenitis dan edema yang terjadi
d. Difteri maligna
Hal ini merupakan bentuk difteri yang paling parah dari difteri.
2016).
2. Difteri Kutan/Kulit
disertai peradangan yang tidak khas dan sulit untuk dikenali sehingga
nontoksigenik. Difteri kutan saat ini lebih sering muncul daripada penyakit
nasofaring di negara barat. Hal ini berkaitan dengan alkoholisme dan
Penetapan kasus salah satunya dilihat dari tanda dan gejala klinis
penting untuk dilakukan. Tanda dan gejala yang digunakan sebagai alat
hidung;
diantaranya:
d. Stidor, bullneck
g. Miokarditis
h. Meninggal
6. Corynebacterium diphtheriae.
2.4.6 Penularan
tenggorok) tetapi tidak mengalami gejala penyakit. Masa penularan difteria dari
penderita adalah 2-4 minggu, jarang hingga 4 minggu (Widoyono, 2011; Kartono,
sangat rentan tertular penyakit ini seperti keluarga dekat, teman sekolah,
teman bermain, tetangga, atau rekan kerja. Penularan terjadi melalui droplet yakni
ketika penderita maupun karier batuk atau bersin (Widoyono, 2011). Selain itu,
debu atau muntahan juga bisa menjadi sumber penularan. Jarang terjadi penularan
melalui peralatan yang tercemar lesi pederita difteri kulit. Dikatakan pula susu
yang tidak dipasteurisasi dapat berperan sebagai media penularan difteri (Chin, J.,
2000).
pemberian antibiotik hingga tidak lagi menular (Kemenkes RI, 2017). Sementara
menurut Widoyono (2011) untuk pengobatan sendiri terdapat dua tujuan utama
yaitu untuk memulihkan pasien dari peradangan dan toksin bakteri itu sendiri.
kuda. ADS ini diberikan kepada suspek difteri tanpa menunggu hasil
laboratorium.
penyakit.
dalam terjadinya penyakit. Dalam Teori Fenomena Gordon ini, penyakit akan
faktor tersebut (Bustan, 2006). Ketika salahsatu faktor tidak seimbang, misal
ketika imunitas pejamu rentan atau lingkungan berubah, serta jumlah sumber
akan menimbulkan sakit (Najmah, 2016). Terdapat tiga faktor utama yang
1. Agen
kausal primer yang artinya pada setiap kasus difteri akan selalu
ditemukan bakteri ini. Meskipun adanya bakteri ini belum tentu terjadi
2. Pejamu (host)
memiliki dua arti, yakni di satu pihak host merupakan sumber infeksi
Daya tahan tubuh ini berkaitan erat dengan imunitas tubuh baik
yang didapatkan secara alami maupun tidak. Secara spesifik pada penyakit
difteri faktor pejamu yang berperan penting dalam terjadinya penyakit ini
yaitu umur, jenis kelamin, status gizi, status imunisasi (Arifin & Prasasti,
2017).
Penjelasan mengenai faktor pejamu yang dapat mempengaruhi
a. Umur
paling sering dikenai adalah antara 2 hingga 10 tahun (FK UI, 2009).
dulu telah mendapatkan imunisasi difteri (FK UI, 2009). Bila melihat
jangka waktu yang lebih singkat yakni 5 tahun saja (Grasse, dkk.,
2016). Selain itu pada survei titer antibodi di AS, tingkat imunitas
pada penyakit difteri menurun hingga tinggal 80% diantara umur 12-
19 tahun, dan sekitar 30% saja pada usia 60-69 tahun (CDC, 2014).
b. Jenis Kelamin
tinggi dari laki-laki karena daya tahan tubuh yang lebih rendah (FK
Puspitasari dkk. (2012) dari 148 kasus difteri yang diamati 53,4%
c. Status Gizi
(Siagian, 2010).
penyakit ini.
kilogram (Kg) dengan kuadran dari tinggi badan dalam meter (m).
kurang, normal dan gizi lebih. Namun dalam penelitian itu juga
d. Status Imunisasi
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan
yang cukup lama namun bukan imunitas seumur hidup. Cara kerja
difteri telah masuk pada daftar imunisasi yang wajib dan imunisasi
2) Imunisasi Lanjutan
SD 1984- 2018-
1998-2000 2001 2002-2010 2011-2017
Kelas 1997 sekarang
DT 1x
DT 1x DT 1x
1 DT 2x DT 1x DT 1x Campak
Campak 1x Campak 1x
1x
2 TT 1x TT 1x TT 1x Td 1x Td 1x
3 TT 1x TT 1x TT 1x Td 1x
4 TT 1x
5 TT 1x Td 1x
6 TT 2x TT 1x
d) Imunisasi Tambahan
1. Dosis Imunisasi
individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial (Bustan,
2018).
a. Lingkungan Fisik
panas, dingin, dan kering. Faktor lingkungan fisik ini berkaitan erat
2) Kelembaban Rumah
2016).
pada malam hari tidak terjadi sirkulasi udara yang baik. Dengan
rumah.
ventilasi yaitu:
patogen.
(Widoyono, 2011).
b. Lingkungan Biologis
1) Imunitas Kelompok
2) Keberadaan Reservoir
a) Penderita
2011).
sumber penularan.
c. Lingkungan Sosial
1) Kepadatan Penduduk
2) Mobilitas Penduduk