Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERAN BAKTERI RHIZOBIUM DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR


DALAM KONSEP AGROEKOSISTEM TROPIKA BASAH
Tugas Mata Kuliah Agroekosistem Tropika Basah

Oleh
AHMAD SUFILLAH ZAENI
NIM.2203018004

Dosen Pengampu : Dr. Ir. H. A. Syamad Ramayana, M.P.

PROGRAM STUDI
MAGISTER PERTANIAN TROPIKA BASAH
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Alloh SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul “Peran Bakteri Rhizobium Dan Fungi Mikoriza Arbuskular Dalam Konsep
Agroekosistem Tropika Basah”.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini selesai. Penulis menyadari bahwa banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu diperlukan kritik dan
saran membangun dari semua pihak demi memperbaiki makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ II


DAFTAR ISI ..........................................................................................................III
I. PENDAHULUAN ................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2
1.3 Manfaat ...........................................................................................................2
II. PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Bakteri Rhizobium ..........................................................................................3
2.2 Peran bakteri rhizobium dalam agroekosistem tropika basah ........................4
2.2.1 Pembentukan Nodul dan Fiksasi Nitrogen ..............................................4
2.2.2 Penyerapan unsur hara .............................................................................5
2.2.3 Biocontrol Pathogen ................................................................................5
2.3 Fungi Mikoriza Arbuskular ............................................................................6
2.4 Peran Fungi Mikoriza Arbuskular Dalam Agroekosistem Tropika Basah.....6
2.4.1 Infeksi Mikoriza dan penyerapan unsur hara...........................................6
2.4.2 Cekaman Kekeringan...............................................................................7
2.4.3 Cekaman Salinitas....................................................................................7
2.4.4 Cekaman Logam Berat ............................................................................7
2.4.5 Erosi dan Pencucian hara .........................................................................8
2.5 Simbiosis Rhizobium-Mikoriza......................................................................8
III. PENUTUP ........................................................................................................10
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................10
3.2 Saran .............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................11

III
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesuburan tanah di daerah tropika basah pada umumnya rendah akibat


tipisnya lapisan tanah, pH tanah yang masam, kandungan bahan organik rendah,
miskin unsur hara makro dan mikro sebaliknya kaya logam berat yang meracun
tanaman, dan terdapat lapisan padat di bawah lapisan olah. Dengan iklim tropis
yang lembab, unsur hara makro dan mikro di dalam tanah mudah tercuci dan bahan
organik mudah terurai sehingga tanah menjadi masam dan miskin unsur hara dan
bahan organik. Akibatnya daya dukung tanah untuk pertumbuhan tanaman menjadi
rendah.
Upaya untuk mengatasi permasalahan ini telah banyak dilakukan,
diantaranya pemakaian bahan kimia seperti pupuk anorganik. Penggunaan bahan
tersebut selain memerlukan biaya yang besar, tetapi juga dapat menimbulkan
dampak negative terhadap kualitas lingkungan. Dampaknya antara lain eutrofikasi
di perairan, pencemaran air tanah oleh nitrat, meningkatnya efek rumah kaca. Pada
masa yang akan datang, konsep pertanian tidak lagi hanya mengacu kepada
peningkatan produksi tanaman saja dalam waktu yang singkat, tetapi harus
berorientasi kepada sistem pertanian berkelanjutan dengan mengusahakan
peningkatan produksi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan
produktivitas lahan dan kelestarian agroekosistem.
Pemanfaatan sumber daya hayati tanah merupakan strategi penting dalam
sistem pertanian yang berkelanjutan, salah satunya adalah pemanfaatan
mikroorganisme yang potensial sebagai agens pupuk hayati (biofertilizer),
pengendalian hama dan penyakit, biocontrol dan bioremediasi. Beberapa
mikroorganisme yang diketahui dapat meningkatkan kesuburan tanah adalah
bakteri Rhizobium dan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA).
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari bakteri Rhizobium ?
2. Apa saja manfaat bakteri rhizobium dalam agroekosistem tropika basah ?
3. Apa definisi dari Fungi Mikoriza Arbuskular ?
4. Apa saja manfaat Fungi Mikoriza Arbuskular dalam agroekosistem tropika
basah ?
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terkait peran dari
bakteri rhizobium dan fungi mikoriza arbuskular dalam pada sistem agroekosistem
tropika basah.
II. PEMBAHASAN

2.1 Bakteri Rhizobium


Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang mampu
menyediakan hara bagi tanaman. Apabila bersimbiosis dengan tanaman legum,
kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di
dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di
dalam bintil akar dari mitra legumnya (Ramdana & Prayudyaningsih, 2015).
Bakteri Rhizobium merupakan mikroba yang mampu mengikat nitrogen bebas yang
berada di udara menjadi ammonia (NH3) yang akan diubah menjadi asam amino
yang selanjutnya menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman untuk
tumbuh dan berkembang, sedangkan Rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat
sebagai sumber energi dari tanaman inang (Ramdana & Prayudyaningsih, 2015).
Sebagian besar spesies rizobium termasuk dalam kelas alpha-
proteobacteria, termasuk Rhizobiaceae (Rhizobium, Sinorhizobium, Allorhizobium,
Pararhizobium, Neorhizobium dan Shinella), Phyllobacteriaceae (Mesorhizobium,
Aminobacter, Phyllobacterium), Brucellaceae (Ochrobactrum),
Methylobacteriaceae (Methylobacterium, Microvirga), Bradyrhizobiaceae
(Bradyrhizobium), Xanthobacteraceae (Azorhizobium) dan Hyphomicrobiaceae
(Devosia) (Lindström & Mousavi, 2020). Spesies Bradyrhizobium, termasuk
Bradyrhizobium japonicum, merupakan bakteri simbiotik paling umum yang
membentuk nodul penambat nitrogen pada tanaman kedelai (Yuan et al., 2020).
Secara mikroskopis sel bakteri Rhizobium berbentuk batang, aerobik, Gram
negatif dengan ukuran 0,5 - 0,9 x 1,2 - 3 µm, bersifat motil pada media cair,
umumnya memiliki satu flagella polar atau subpolar. Untuk pertumbuhan optimum
dibutuhkan temperatur 25 - 30°C, pH 6 - 7 (kecuali galur-galur dari tanah masam)
(Ramdana & Prayudyaningsih, 2015).
4

2.2 Peran bakteri rhizobium dalam agroekosistem tropika basah


2.2.1 Pembentukan Nodul dan Fiksasi Nitrogen
Proses nodulasi berawal dari interaksi bakteri dengan rambut akar
hingga pembentukan bintil akar, di mana bakteri di dalam organel yang
disebut simbiosom berdiferensiasi menjadi bakteroid pengikat nitrogen.
Sementara tanaman mendapat manfaat dari pasokan nitrogen, bakteri
mendapatkan senyawa karbon yang disediakan oleh tanaman (Basile &
Lepek, 2021). Nodul atau bintil akar tanaman kedelai terbentuk pada umur
4 - 5 hst yaitu sejak terbentuknya akar tanaman, dan dapat mengikat nitrogen
dari udara pada umur 10 - 12 hst, tergantung kondisi lingkungan tanah dan
suhu (Adisarwanto, 2005). Spesies rhizobia tertentu menginduksi
pembentukan bintil pada legum tertentu. Namun, beberapa legum seperti
Glycine max dan Phaseolus vulgaris dapat di nodulasi oleh lebih dari satu
spesies rhizobia (Ji et al., 2017).
Terjadinya simbiosis antara tanaman inang tertentu dengan
Rhizobium ditentukan paling sedikit dua tahap perubahan sinyal yang saling
bergantian antara tanaman dan mikrosimbiotik. Pertama, gen bakteri
nodulasi (nod) aktif dalam merespon sinyal molekul yang dikeluarkan
tanaman seperti flavonoid, dihasilkan dari biosintesis dan sekresi
lipochitooligosaccharides (LCOs) oleh bakteri Rhizobium. Tahap kedua,
LCOs mendatangkan bentuk nodul pada akar tanaman inang dan memicu
proses infeksi. LCOs yang menyebabkan bentuk akar bernodula pada
tanaman inang dinamakan faktor Nod (Dewi, 2007).
Fiksasi nitrogen melibatkan penggunaan ATP dan proses reduksi
ekuivalen yang berasal dari metabolisme primer. Semua reaksi yang terjadi
dikatalisis oleh nitrogenase. Enzim ini mengandung 2 molekul nutrien yaitu
molekul protein besi dan 1 molekul protein molibden besi. Reaksi ini
berlangsung ketika molekul N2 terikat pada kompleks enzim nitrogenase.
Protein Fe mula-mula direduksi oleh elektron yang diberikan oleh
ferredoksin. Kemudian Fe reduksi mengikat ATP dan mereduksi protein
molibden besi yang memberikan elektron pada N2 sehingga menghasilkan
5

NH=NH. Pada dua daur berikutnya prosesi ini (masing-masing


membutuhkan elektron yang disumbangkan oleh ferredoksin) NH=NH
direduksi menjadi H2N-NH2 dan selanjutnya direduksi menjadi NH3
tergantung pada jenis mikrobanya, ferredoksin reduksi yang memasok
elektron untuk proses ini diperoleh melalui fotosintesis, respirasi atau
fermentasi (Dewi, 2007).
2.2.2 Penyerapan unsur hara
Serapan hara oleh tanaman sangat penting untuk pertumbuhan dan
fungsi tanaman termasuk proses fiksasi nitrogen simbiotik. Dilaporkan
bahwa inokulasi rhizobium pada tanaman kacang (Phaseolus vulgaris L.)
secara signifikan meningkatkan ketersediaan dan serapan fosfor, kalium,
kalsium, dan magnesium di berbagai organ tanaman seperti daun, pucuk,
akar, dan polong (Makoi et al., 2013). Inokulasi kacang tunggak (Vigna
unguiculata L.) dengan Bradyrhizobium japonicum secara signifikan
meningkatkan penyerapan fosfor yang mungkin disebabkan efek tidak
langsung dari inokulasi Bradyrhizobium japonicum pada pertumbuhan
tanaman dan aktivitas rizosfer. menunjukkan bahwa inokulasi rizobia
meningkatkan perkembangan akar dan ketersediaan hara yang lebih banyak
pada kedelai karena pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
meningkat (Tairo & Ndakidemi, 2014).
2.2.3 Biokontrol Pathogen
Banyak spesies rhizobia ditemukan dapat mencegah pertumbuhan
berbagai patogen yang ditularkan melalui tanah seperti Macrophomina
phaseolina, Rhizoctonia solani, dan Fusarium spp. baik pada tanaman
leguminosa maupun non-leguminosa. Misalnya, aplikasi Sinorhizobium
meliloti, Rhizobium leguminosarum bv. viceae, dan Bradyrhizobium
japonicum sebagai pelapis benih atau penyiraman tanah dapat mencegah
dan menghambat serangan penyakit dari Macrophomina phaseolina,
Rhizoctonia solani, dan Fusarium spp. pada tanaman okra (Das et al., 2017).
Studi lainnya melaporkan adanya penghambatan pertumbuhan tujuh
mikroorganisme patogen kedelai oleh 20 strain rhizobia di mana strain
6

rhizobia yang tumbuh cepat menekan pertumbuhan organisme pathogen


(Deshwal et al., 2003)
2.3 Fungi Mikoriza Arbuskular
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) adalah salah satu kelompok cendawan
yang hidup di dalam tanah, termasuk golongan endomikoriza yang
mempunyai struktur hifa yang disebut arbuskula. Arbuskula berperan sebagai
tempat kontak dan transfer hara mineral antara cendawan dan tanaman
inangnya pada jaringan korteks akar (Sukmawaty et al., 2016). Vesikel
merupakan ujung hifa berbentuk bulat yang berfungsi sebagai organ penyimpan dan
arbuskular merupakan hifa yang memiliki struktur dan fungsi sama dengan
houstoria dan terletak di dalam sel tanaman (Basri, 2018).
Famili ini memiliki Sembilan genus yaitu; Acaulospora, Gigaspora,
Glomus, Sclerocytis, Glaziella, Complexiples, Modecila, Entrospora dan
Endogone. Acaulospora, Gigaspora, Glomus, Sclerocytis, merupakan genus yang
mampu membentuk FMA. Akar yang terinfeksi oleh ektomikoriza umumnya
mempunyai ujung akar yang tumpul dan pendek yang diselimuti oleh mantel
jaringan jamur, serta tidak ada atau hanya sedikit rambut akar. Jamur mengambil
alih peran rambut akar dalam menyerap unsure hara. Dari bagian dalam mantel
tersebut, jamur tumbuh diantara sel-sel korteks akar membentuk jaring hartig
(hartig net). Akar yang terinfeksi biasanya membesar dan bercabang.

2.4 Peran Fungi Mikoriza Arbuskular Dalam Agroekosistem Tropika Basah


2.4.1 Infeksi Mikoriza dan penyerapan unsur hara
Infeksi Mikoriza dimulai dengan terbentuknya apresorium pada
permukaan akar, menembus selsel epidermis akar tanaman. Setelah proses
penetrasi, hifa tumbuh secara intraseluler atau ekstraseluler di dalam kortek
dan pada inang-inang tertentu, hifa membentuk koil hifa di luar kortek. Hifa
yang berada di rhizosfer mampu meningkatkan pengambilan fosfor dari
dalam tanah dengan cara memperluas permukaan yang bersinggungan
dengan tanah (Basri, 2018). Hifa eksternal pada mikoriza dapat menyerap
unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah menjadi senyawa
7

polifosfat. Senyawa polifosfat kemudian dipindahkan ke dalam hifa dan


dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserapoleh sel tanaman (Basri,
2018). Fungi Mikoriza Arbuskula mempunyai persebaran yang sangat luas
yaitu hampir 90% tanaman dapat bersimbiosis dengan Mikoriza
(Widyaningrum et al., 2020).
2.4.2 Cekaman Kekeringan
Banyak studi telah membuktikan bahwa Fungi Mikoriza Arbuskular
dapat mengatasi stres akibat cekaman kekeringan pada berbagai tanaman
seperti gandum, barley, jagung, kedelai, stroberi, dan bawang (Moradtalab
et al., 2019). Toleransi yang luar biasa ini pada dasarnya disebabkan oleh
hifa ekstra-radikal Fungi Mikoriza Arbuskulayr ang memiliki kemampuan
penyebaran area yang luas (Zhang et al., 2017).
2.4.3 Cekaman Salinitas
Asosiasi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) arbuskular dapat
memicu sintesis hormon tanaman seperti asam jasmonat dan asam salisilat,
dan nutrisi anorganik (P, Ca2+, N, Mg2+, dan K+) di bawah kondisi stres
garam (Hashem et al., 2018). Beberapa tanaman yang berasosiasi dengan
mikoriza menunjukkan peningkatan jumlah biomassa, prolin, N2, dan
perubahan yang luar biasa dalam penyerapan ionik. Inokulasi AMF
menunjukkan tingkat yang lebih baik dari regulator pertumbuhan utama
seperti konsentrasi sitokinin, poliamina dan strigolakton, menekan
peroksidasi membran lipid dan regulasi osmoregulasi (Santander et al.,
2019).
2.4.4 Cekaman Logam Berat
Asosiasi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) menunjukkan
pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik di bawah tekanan
aluminium dan logam lainnya (Aguilera et al., 2014). Logam berat
diimobilisasi di permukaan internal atau eksternal hifa jamur dan akan
disimpan dalam vakuola mereka atau dapat berkelat dengan beberapa zat
lain dalam sitoplasma, meminimalkan efek toksisitas (Punamiya et al.,
2010). Miselia dari berbagai FMA memiliki kapasitas pertukaran kation
8

yang tinggi (Takács & Vörös, 2003), meningkatkan biomassa tanaman,


penyerapan nutrisi penting yang tidak bergerak seperti Cu, Zn, dan P yang
selanjutnya meniadakan toksisitas logam (Miransari, 2017).
2.4.5 Erosi dan Pencucian hara
Miselium Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) memiliki
percabangan yang banyak dan menciptakan matriks tiga dimensi yang dapat
mengikat partikel tanah tanpa memadatkan tanah dengan glikoprotein
tanah, glomalin untuk stabilisasi agregat tanah (Singh et al., 2013).
Glomalin dan protein tanah terkait glomalin (GRSPs) menyumbang fraksi
penting dari total karbon tanah organik (2-5%), dan penyerapan karbon
dalam tanah (Wilson et al., 2009).
Jaringan hifa FMA meningkatkan pertumbuhan tanaman dan
pengembangan sistem perakaran, melindungi tanah dari erosi oleh angin
dan air, meningkatkan kapasitas retensi air dan suplai hara (Gutjahr &
Paszkowski, 2013). FMA mengurangi pencucian hara dari tanah
(Cavagnaro et al., 2015) dengan beroperasi pada tingkat yang berbeda,
seperti memperbaiki struktur tanah, penyerapan hara ke agregat mikro dan
makro-tanah, penyerapan hara dari larutan tanah dan mengembalikan
kapasitas retensinya (Clark & Zeto, 2000).
2.5 Simbiosis Rhizobium-Mikoriza
Mayoritas tanaman kacang kacangan diketahui mampu membentuk
interaksi simbiosis dengan bakteri Rhizobium dan Fungi Mikoriza Arbuskular
(FMA) secara bersamaan (Kafle et al., 2019). Bakteri Rhizobium membentuk nodul
akar yang mampu menyediakan nitrogen bagi tanaman inangnya, sementara
Mikoriza di sisi lain membentuk miselium ekstraradikal yang luas di tanah yang
mengambil nutrisi, seperti fosfat (P) mentransfernya ke inang melalui struktur
khusus dalam sel korteksl akar yang disebut arbuskular (Kafle et al., 2019).
Penggunaan inokulasi ganda antara Rhizobium dengan FMA diketahui
lebih mengungtungkan daripada inokulasi tunggal dari masing masing
mikroorganisme (Bournaud et al., 2018). Kemampuan Rhizobium menambat N
sering kali dibatasi oleh ketersediaan unsur P, keberadaan Mikoriza dapat
9

merangsang aktivitas nitrogenase pada bintil melalui kemampuannya menyediakan


unsur P (Püschel et al., 2017). Beberapa studi melaporkan bahwa pemberian
Rhizobium dan Mikoriza memberikan hasil yang positif terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman (Kusumastuti & Astuti, 2017)(Anggarani, A. R., Lukiwati, D. R.,
& Wulandari, 2020).
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Bakteri Rhizobium adalah kelompok bakteri yang mampu menyediakan
hara bagi tanaman melalui simbiosis dengan dengan tanaman legum,
kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil
akar di dalamnya.
2. Manfaat bakteri Rhizobium dalam agroekosistem tropika basah antara lain
adalah : sebagai bakteri penambat nitrogen, membantu penyerapan unsur
hara, dan sebagai agen biocontrol pathogen.
3. Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) adalah salah satu kelompok cendawan
yang hidup di dalam tanah, termasuk golongan endomikoriza yang
mempunyai struktur hifa yang disebut arbuskula.
4. Manfaat Fungi Mikoriza Arbuskular dalam agroekosistem tropika basah
antara lain adalah : Membantu penyerapan unsur hara fosfat, membantu
tanaman mengatasi cekaman lingukangan (kekeringan, salinitas, dan logam
berat), dapat mencegah erosi dan pencucian unsur hara.
3.2 Saran
Diharapkan dengan banyaknya manfaat dari penggunaan bakteri rhizobium
dan fungi mikoriza arbuskular dapat digunakan sebagai upaya alternatif untuk
mengatasi permasalahan kesuburan tanah di Kawasan agroekosistem tropika basah.
DAFTAR PUSTAKA

Aguilera, P., Cornejo, P., Borie, F., Barea, J. M., von Baer, E., & Oehl, F. (2014).
Diversity of arbuscular mycorrhizal fungi associated with Triticum aestivum
L. plants growing in an Andosol with high aluminum level. Agriculture,
Ecosystems & Environment, 186, 178–184.

Anggarani, A. R., Lukiwati, D. R., & Wulandari, D. (2020). Produksi dan nutrisi
kedelai dengan inokulasi ganda ( cendawan mikoriza arbuskular +
Bradyrhizobium japonicum ) dan pemupukan fosfat. Journal of Agro
Complex, 4(June), 16–22.

Basile, L. A., & Lepek, V. C. (2021). Legume–rhizobium dance: an agricultural


tool that could be improved? Microbial Biotechnology, 14(5), 1897–1917.

Basri, A. H. H. (2018). Kajian peranan mikoriza dalam bidang pertanian. Agrica


Ekstensia, 12(2), 74–78.

Bournaud, C., James, E. K., de Faria, S. M., Lebrun, M., Melkonian, R., Duponnois,
R., Tisseyre, P., Moulin, L., & Prin, Y. (2018). Interdependency of efficient
nodulation and arbuscular mycorrhization in Piptadenia gonoacantha, a
Brazilian legume tree. Plant Cell and Environment, 41(9), 2008–2020.
https://doi.org/10.1111/pce.13095

Cavagnaro, T. R., Bender, S. F., Asghari, H. R., & van der Heijden, M. G. A.
(2015). The role of arbuscular mycorrhizas in reducing soil nutrient loss.
Trends in Plant Science, 20(5), 283–290.

Clark, R. áB, & Zeto, S. K. (2000). Mineral acquisition by arbuscular mycorrhizal


plants. Journal of Plant Nutrition, 23(7), 867–902.

Das, K., Prasanna, R., & Saxena, A. K. (2017). Rhizobia: a potential biocontrol
agent for soilborne fungal pathogens. Folia Microbiologica, 62(5), 425–435.

Deshwal, V. K., Pandey, P., Kang, S. C., & Maheshwari, D. K. (2003). Rhizobia as
a biological control agent against soil borne plant pathogenic fungi. Indian
12

Journal of Experimental Biology, 41(10), 1160–1164.

Dewi, I. R. (2007). Fiksasi N biologis pada ekosistem tropis. In Program Pasca


Sarjana Universitas Padjadjaran Bandung. Hlm.

Gutjahr, C., & Paszkowski, U. (2013). Multiple control levels of root system
remodeling in arbuscular mycorrhizal symbiosis. Frontiers in Plant Science,
4, 204.

Hashem, A., Alqarawi, A. A., Radhakrishnan, R., Al-Arjani, A.-B. F., Aldehaish,
H. A., Egamberdieva, D., & Abd_Allah, E. F. (2018). Arbuscular mycorrhizal
fungi regulate the oxidative system, hormones and ionic equilibrium to trigger
salt stress tolerance in Cucumis sativus L. Saudi Journal of Biological
Sciences, 25(6), 1102–1114.

Ji, Z. J., Yan, H., Cui, Q. G., Wang, E. T., Chen, W. F., & Chen, W. X. (2017).
Competition between rhizobia under different environmental conditions
affects the nodulation of a legume. Systematic and Applied Microbiology,
40(2), 114–119.

Kafle, A., Garcia, K., Wang, X., Pfeffer, P. E., Strahan, G. D., & Bücking, H.
(2019). Nutrient demand and fungal access to resources control the carbon
allocation to the symbiotic partners in tripartite interactions of Medicago
truncatula. Plant Cell and Environment, 42(1), 270–284.
https://doi.org/10.1111/pce.13359

Kusumastuti, L., & Astuti, A. (2017). Contribution of Rhizobium – Mycorrhiza –


Merapi- indigenous Rhizobacteria Association on Growth and Yield of Three
Cultivars Soybean Cultivated on Coastal Sandy Soil. Jurnal Agrosains, 5(1),
7–14. https://doi.org/10.18196/pt.2017.066.7-14

Lindström, K., & Mousavi, S. A. (2020). Effectiveness of nitrogen fixation in


rhizobia. Microbial Biotechnology, 13(5), 1314–1335.

Makoi, J. H. J. R., Bambara, S., & Ndakidemi, P. A. (2013). Rhizobium inoculation


and the supply of molybdenum and lime affect the uptake of macroelements
13

in common bean ('P. Vulgaris L.’) plants. Australian Journal of Crop Science,
7(6), 784–793.

Miransari, M. (2017). Arbuscular mycorrhizal fungi and heavy metal tolerance in


plants. In Arbuscular mycorrhizas and stress tolerance of plants (pp. 147–
161). Springer.

Moradtalab, N., Hajiboland, R., Aliasgharzad, N., Hartmann, T. E., & Neumann,
G. (2019). Silicon and the Association with an Arbuscular-Mycorrhizal
Fungus (Rhizophagus clarus) Mitigate the Adverse Effects of Drought Stress
on Strawberry. In Agronomy (Vol. 9, Issue 1).
https://doi.org/10.3390/agronomy9010041

Punamiya, P., Datta, R., Sarkar, D., Barber, S., Patel, M., & Das, P. (2010).
Symbiotic role of Glomus mosseae in phytoextraction of lead in vetiver grass
[Chrysopogon zizanioides (L.)]. Journal of Hazardous Materials, 177(1–3),
465–474.

Püschel, D., Janoušková, M., Voˇ, A., & Gryndlerová, H. (2017). Arbuscular
Mycorrhiza Stimulates Biological Nitrogen Fixation in Two Medicago spp .
through Improved Phosphorus Acquisition. Frontiers in Plant Science, 8(3),
1–12. https://doi.org/10.3389/fpls.2017.00390

Ramdana, S., & Prayudyaningsih, R. (2015). Rhizobium: pemanfaatannya sebagai


bakteri penambat nitrogen. Info Teknis EBONI, 12(1), 51–64.

Santander, C., Sanhueza, M., Olave, J., Borie, F., Valentine, A., & Cornejo, P.
(2019). Arbuscular mycorrhizal colonization promotes the tolerance to salt
stress in lettuce plants through an efficient modification of ionic balance.
Journal of Soil Science and Plant Nutrition, 19(2), 321–331.

Singh, P. K., Singh, M., & Tripathi, B. N. (2013). Glomalin: an arbuscular


mycorrhizal fungal soil protein. Protoplasma, 250(3), 663–669.
14

Sukmawaty, E., Hafsan, H., & Asriani, A. (2016). Identifikasi Cendawan Mikoriza
Arbuskula Dari Perakaran Tanaman Pertanian. Biogenesis: Jurnal Ilmiah
Biologi, 4(1), 16–20.

Tairo, E. V, & Ndakidemi, P. A. (2014). Macronutrients uptake in soybean as


affected by Bradyrhizobium japonicum inoculation and phosphorus (P)
supplements. American Journal of Plant Sciences, 5.

Takács, T., & Vörös, I. (2003). Effect of metal non-adapted arbuscular mycorrhizal
fungi on Cd, Ni and Zn uptake by ryegrass. Acta Agronomica Hungarica,
51(3), 347–354.

Widyaningrum, N., Rakhmawati, A., & Aminatun, T. (2020). Eksplorasi Mikoriza


Vesikular Arbuskular (Mva) Pada Rizosfer Gulma Siam (Chromolaena
Odorata)(L.) Rm King And H. Robinson. Jurnal Biologi, 5(8).

Wilson, G. W. T., Rice, C. W., Rillig, M. C., Springer, A., & Hartnett, D. C. (2009).
Soil aggregation and carbon sequestration are tightly correlated with the
abundance of arbuscular mycorrhizal fungi: results from long‐term field
experiments. Ecology Letters, 12(5), 452–461.

Yuan, K., Reckling, M., Ramirez, M. D. A., Djedidi, S., Fukuhara, I., Ohyama, T.,
Yokoyama, T., Bellingrath-Kimura, S. D., Halwani, M., Egamberdieva, D., &
Ohkama-Ohtsu, N. (2020). Characterization of Rhizobia for the Improvement
of Soybean Cultivation at Cold Conditions in Central Europe. Microbes and
Environments, 35(1), ME19124. https://doi.org/10.1264/jsme2.ME19124

Zhang, X., Wang, L., Ma, F., Yang, J., & Su, M. (2017). Effects of arbuscular
mycorrhizal fungi inoculation on carbon and nitrogen distribution and grain
yield and nutritional quality in rice (Oryza sativa L.). Journal of the Science of
Food and Agriculture, 97(9), 2919–2925.

Anda mungkin juga menyukai