Bab 57. Sang Juragan. Setelah berjalan selama seharian akhirnya Rombongan yang dipimpin Ki Sepuh Anom sampai di suatu daerah yang nampak gersang. Dewi Sekar mengamati banyak tanah yang tidak tergarap oleh manusia. Beberapa desa terlihat sepi karena telah di tinggalkan oleh penduduknya. Ketika malam tiba, rombongan masih tetap melanjutkan perjalanannya. Mereka masih terus berjalan sepanjang malam. Meskipun tidak ada cahaya bulan namun langit di penuhi oleh milyaran bintang yang berkerlap kerlip. Dewi Sekar menjadi teringat dengan kenangannya sewaktu berjalan malam dengan Jaka Someh. Tiba-tiba ada rasa rindu dalam hatinya untuk bertemu suaminya tersebut. Tanpa sadar dia bergumam sendirian, “Ada di mana ya kang someh sekarang? “. Arya Rajah yang sedang mengemudikan gerobak sapi, melirik ke arah kakaknya yang sedang duduk sambil bergumam sendiri. Dia bertanya kepada Dewi Sekar, “Ada apa teh? Teteh ngomong apa barusan?” Dewi Sekar kaget mendengar adiknya bertanya, meskipun grogi dia menjawab pertanyaan adiknya. “Ah adik, bikin kaget saja! hehehe, teteh teh tiba-tiba teringat kenangan sewaktu bersama kang Someh, dulu kami juga sempat melewati jalan ini “ Arya Rajah merasa terkejut sekaligus heran karena tiba-tiba kakaknya teringat dengan Jaka Someh, dia berkata, “Wah saya salut dengan Teteh, benar-benar seorang istri yang penuh kesetiaan. Masih selalu merindukannya meski sudah terpisahkan sekian lama, Saya juga sebenarnya merindukan Kang Someh “ Dewi Sekar tersenyum senang karena ternyata adiknya juga merindukan Jaka Someh. “Syukurlah adik kalau kamu juga rindu dengan Kang Someh, Kalau Pertempuran ini sudah berakhir dan jika teteh masih di beri umur Panjang, Insya Allah Teteh akan mencari Kang Someh, Minimal mencari kabar beritanya “ Arya Rajah tersenyum kemudian berkata kepada Kakaknya, “Saya juga akan ikut menemani Teteh untuk mencari Kang Someh “. Dewi Sekar tersenyum senang. “Terima kasih adik! ” “Sama-sama Teteh, Teteh jangan
khawatir, Saya sudah menganggap Kang Someh sebagaimana Kakak saya sendiri “ Arya Rajah berusaha meyakinkan tetehnya. Mereka pun terdiam. Angin malam terus berhembus, menaburkan rasa dingin di sekujur tubuh. Terdengar suara serigala melolong dari kejauhan. Menambah kesakralan malam yang ditaburi bintang-bintang di langit. Menjelang fajar, mereka beristirahat di suatu tanah lapang. Tiba-tiba terlihat ada seorang penunggang kuda mendekati rombongan mereka. Orang itu ternyata Adang, salah satu murid senior KiJaya Kusuma. Setelah sampai, Adang segera berkata kepada rombongan Ki sepuh anom, “Punten, apakah ini rombongan Ki Buyut Putih ?” “Maaf akang siapa?” Kata salah satu murid Ki Buyut Putih yang saat itu sedang berjaga. “Nama saya Adang Kang. Murid dari Perguruan Maung Karuhun, saya di utus oleh guru saya untuk menyampaikan surat undangan kepada Ki Buyut Putih dan para pendekar lainnya” Kata Adang menjelaskan sambil memperkenalkan dirinya. “Oh begitu! Ki buyut Putih itu guru saya. Beliau tidak ada di rombongan ini, Beliau masih berada di rombongan belakang. Rombongan ini di pimpin oleh Ki Sepuh Anom. Kalau akang mau menyampaikan surat, biar saya antar menemui Ki Sepuh Anom? “ Kata murid Ki Buyut Putih. “Oh iya, Kang. Terima kasih banyak. Tolong antarkan saya menemui Ki Sepuh Anom!” Kata Adang tersenyum ramah. Murid Ki Buyut Putih kemudian mengantarkan Adang menemui Ki Sepuh Anom untuk menyampaikan surat dari Ki jaya Kusuma. Sesampainya di hadapan Ki Sepuh Anom, Adang segera membungkuk hormat dan memberikan surat undangan dari gurunya kepada Ki Sepuh Anom. Ki Sepuh Anom membuka dan membaca surat tersebut. Dia membacanya sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Kemudian berkata kepada Adang, “Baik, Saya sudah membaca surat ini. Tolong sampaikan kepada Ki jaya Kusuma, bahwa kami akan segera berangkat menuju bukit Kahuripan. Dan sampaikan juga bahwa kami berterima kasih atas undangannya, kebetulan perbekalan kami juga sudah mulai menipis. Heumm sungguh beruntung, ada seorang saudagar kaya yang mau membiayai perjuangan kita,
sungguh beliau adalah seorang yang dermawan” “Baik, Kyai. Terima kasih. Saya mohon pamit” Kata Adang sambil menghormat kepada Ki Sepuh Anom. Setelah menyampaikan surat undangan kepada Ki Sepuh Anom, Adang segera pamit dan langsung berangkat menuju arah gunung tampomas. Dia bermaksud menyampaikan surat gurunya kepada Ki Buyut Putih yang menjadi pemimpin para pendekar aliran putih. Saat sarapan pagi, Ki Sepuh Anom menyampaikan isi undangan dari Ki Jaya Kusuma kepada anggota rombongannya, “Para pendekar semua ! Setelah ini, kita akan berangkat menuju desa Kahuripan, rencananya kita akan berkumpul dengan rombongan lain di penginapan bukit Kahuripan “ “Maaf Aki, apakah kita akan menginap di sana ?” Kata Raden Surya Atmaja bertanya. “Betul Raden, sepertinya kita akan bermukim sementara di sana, tapi Raden dan yang lain tidak perlu khawatir, semua biaya akomodasi dan penginapan telah di tanggung oleh seorang saudagar kaya yang dermawan dari kampung Kahuripan “ “Hah! siapa orang kaya yang mau berbaik hati menanggung semua biaya perjuangan kita kakang?” Kata Nini Gunting Pamungkas. “Saya juga tidak tahu, Nini. Sepertinya beliau adalah kenalan dari KiJaya Kusuma “ Ki sepuh Anom menjawab pertanyaan Nini Gunting Pamungkas. Bakda duhur mereka kembali melanjutkan perjalanannya. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, kali ini perjalanan mereka lebih banyak melewati pedesaan dan beberapa bukit yang nampak hijau. Hari sudah sore ketika mereka tiba di suatu perkampungan yang ramai dengan penduduknya. Kampung tersebut terlihat megah dan asri. Mereka semua merasa takjub melihat keindahan dan kemegahan desa tersebut. Sangat kontras dengan desa-desa yang selama ini mereka telah lewati. Jaya Permana kemudian bertanya kepada salah satu penduduk yang sedang lewat, “Punten, mang. Apakah Desa Kahuripan masih jauh dari sini ?” Penduduk itu memandang Jaya permana sesaat sebelum menjawab, “Akang, rombongan dari jauh ya? Akang semua sudah berada di kampung Kahuripan, Akang mau pergi kemana?” Kata penduduk itu balik bertanya. “Kami mau pergi ke penginapan bukit kahuripan. Apakah masih jauh dari sini?”Tanya Jaya Permana “Oh, sudah dekat kang. Akang tinggal jalan lurus kedepan, kemudian setelah melewati taman-taman desa nanti terlihat ada mesjid yang megah, di sana juga akang menemukan perempatan jalan, untuk menuju penginapan bukit kahuripan, akang belok ke arah kanan, tak akan memakan waktu lama setelah perempatan itu, akang akan melihat pemandangan bukit hijau yang menjulang indah. Letak Penginapan tersebut ada di bawah bukit “ “Baik, mang. Terima kasih. Kalau begitu kami Jalan dahulu. Permisi “ Kata jaya Permana berterima kasih sambil berpamitan kepada orang itu. Dewi Sekar samar-samar mulai ingat kalau dirinya pernah melewati jalan-jalan setapak itu. Rasanya dia pernah singgah di kampung itu bersama Jaka Someh, namun Dewi Sekar merasa heran karena kondisinya sekarang sudah sangat berbeda. Waktu itu kampung Kahuripan terlihat kumuh dan miskin, bukitnya juga tandus dan kering. Wajah-wajah penduduk terlihat kurang ramah dan bahagia. Sekarang kondisinya justru sebaliknya. Bukit yang dulu kering dan tandus ternyata sudah berubah menjadi hijau dan asri. Kampung Kahuripan ini juga terlihat ramai dan megah. Penduduknya nampak makmur dan sejahtera. Rona wajah mereka juga memancarkan keramahan dan kebahagiaan. Dewi Sekar merasa heran dengan perubahan yang besar tersebut. Sungguh Sangat drastis. Dewi Sekar kemudian meminta adiknya untuk
memberhentikan gerobaknya, “Punten adik, coba berhenti dulu! teteh mau turun “. Arya Rajah merasa heran dengan sikap kakaknya, demikian juga dengan Dewi Tunjung Biru dan Raden Surya Atmaja, mereka bertanya kepada Dewi Sekar, “Ada apa Nyai? kenapa berhenti ?”. Dewi Sekar tersenyum kepada ayahnya, dan menjawab dengan santai, “Oh tidak ada apa-apa Rama, saya hanya ingin menanyakan sesuatu kepada warga di sini “. Tidak lama kemudian ada seorang lelaki paruh baya yang sedang berjalan santai mendekati gerobak mereka. Dewi Sekar langsung memanggil lelaki itu. “Pak, punten! Kalau Penginapan bukit “Pak, punten! Kalau Penginapan bukit Kahuripan apakah masih jauh dari sini?” Lelaki itu menatap Dewi Sekar sesaat, kemudian menjawab pertanyaan Dewi Sekar dengan wajah yang penuh keramahan. “Kalau Penginapan Bukit Kahuripan kurang lebih tinggal satu kilometeran lagi, Neng. Sudah tidak jauh” Dewi Sekar kemudian bertanya lagi kepada lelaki itu. “Oh, iya Pak, Saya juga mau bertanya, tapi Bapak mohon jangan tersinggung ya, apakah Desa ini adalah desa yang dulunya miskin dan tandus? “ Lelaki itu merasa heran dengan pertanyaan Dewi Sekar, setelah beberapa saat terdiam, akhirnya dia pun menjawab pertanyaan Dewi Sekar, “Heummm, Iya betul neng, dulu desa kahuripan teh memang miskin, bukitnya juga tandus, masyarakatnya banyak yang menderita kelaparan, tapi itu dulu, Neng. Sekarang mah sudah berbeda, semenjak kedatangan Kang Juragan. Desa ini telah di sulap menjadi desa yang makmur. Kang juragan yang telah membantu kami. Mengelola tanah-tanah yang ada di desa ini, bahkan bukit yang dulunya tandus dan sulit di tanami, berkat usaha dan keuletan beliau, Desa ini kembali menjadi subur dan hijau “ Dewi Sekar menjadi penasaran dengan perkataan orang itu, “Siapa kang Juragan itu, Pak? Koq namanya aneh sekali, Bagaimana cara beliau merubah bukit tandus dan kering itu? sehingga bisa kembali menjadi subur dan hijau seperti ini?”. Lelaki itu tersenyum kepada Dewi Sekar dan keluarganya. “Kang Juragan teh orang yang paling dihormati di kampung sini, Neng. Di panggil Akang karena beliau memang masih muda, di panggil juragan karena beliau memang orang yang paling kaya di wilayah sini. Kang Juragan adalah pemilik penginapan bukit hijau, yang Eneng dan rombongan akan datangi, termasuk juga restorannya. Beliau juga punya banyak usaha lainnya, seperti di bidang pertanian beliau punya sawah yang luas berikut penggilangan berasnya, beliau juga punya kebun sayur dan buah-buahan yang terbilang sangat luas. Kang Juragan juga punya usaha pengolahan logam, kerajinan tangan, kerajinan batik, bahkan beliau juga memiliki usaha di bidang properti. Meskipun kaya raya namun beliau tetap hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah orang kaya yang dermawan, sebagian besar hartanya beliau gunakan untuk membantu masyarakat di sini. Membangun sarana dan prasarana, menyantuni anak yatim, membantu para fakir miskin dan dhuafa. Wah
banyak sekali kebaikan-kebaikan beliau di kampung ini, khususnya di dalam hal pembangunan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat di sini. Eneng bertanya tentang bagaimana beliau merubah bukit tandus sehingga bisa berubah menjadi bukit yang subur dan hijau? Caranya sebenarnya sederhana, neng. Cuma mamang memang tidak kepikiran sampai ke situ. Beliau hanya berusaha mengalirkan air yang berasal dari mata air yang ada di gunung yang itu ke bukit tandus dan lahan-lahan pertanian yang ada di desa kami ini, beliau kelola tanahnya dengan menambahkan pupuk alami dari kotoran burung dan kalong-kalong yang menghuni gua disekitar bukit, beliau buat penampungan-penampungan air, kemudian setelah tanahnya sudah kembali subur dan irigasinya sudah tersedia, beliau tanami bukit dan tanah-tanah tersebut
dengan berbagai tanaman. Hasil panennya begitu berlimpah, sebagian hasil panen tersebut, beliau sedekahkan kepada masyarakat , sehingga masyarakat di sini sudah tidak lagi mengalami yang namanya kelaparan. Sedangkan sisanya beliau jual. Keuntungannya digunakan untuk membangun berbagai sarana dan prasarana yang mamang sebutkan tadi. Alhamdulillah, Neng. Semua bisnis beliau mengalami kesuksesan, sehingga desa-desa di sekitar sini juga ikut merasakan dampak positif dari usaha beliau “ . Lalu dia meneruskan lagi keterangannya, “Beliau mengalirkan airnya melalui saluran-saluran air yang terbuat dari bambu, yang dibantu dengan kincir air yang beliau buat sendiri, sehingga aliran air pun bisa sampai ke puncak bukit dan akhirnya bisa mengairi “Beliau mengalirkan airnya melalui saluran-saluran air yang terbuat dari bambu, yang dibantu dengan kincir air yang beliau buat sendiri, sehingga aliran air pun bisa sampai ke puncak bukit dan akhirnya bisa mengairi berbagai lahan tandus yang ada di desa Kahuripan ini. Alhamdulillah neng, sekarang lahan-lahan yang ada di desa Kahuripan telah menjadi subur “. Mendengar keterangan yang cukup panjang dari lelaki paruh baya tersebut, Dewi Sekar menjadi tertarik kepada sosok yang di panggil ‘kang Juragan’ oleh lelaki itu, Dewi Sekar kembali bertanya, “Punten mang, Apakah Kang Juragan adalah orang asli dari kampung sini juga?” Lelaki paruh baya itu menjawab pertanyaan Dewi Sekar, “Bukan neng, beliau adalah seorang pendatang, Walaupun pendatang tapi beliau sangat baik kepada masyarakat di sini, tidak sombong, meskipun sekarang beliau memiliki harta yang berlimpah, tapi kang juragan teh masih saja tetap bersahaja, jauh dari hidup
foya-foya, malah hartanya banyak digunakan untuk menolong warga yang sedang kesusahan, wah neng pokoknya mah beliau teh yahuud pisan! Penduduk di sini sangat senang dan menghormati beliau. Ngomon-ngomong beliau teh belum punya istri, neng! Kata Orang-orang, beliau teh seorang duda. Istri Kang Juragan sudah meninggal. Entah kenapa Kang Juragan sampai sekarang, masih saja setia kepada istrinya yang sudah lama meninggal itu, padahal mah banyak gadis-gadis cantik di kampung sini dan sekitarnya yang bersedia menikah dengan kang Juragan , tapi tidak tahu juga sih kalau Kang Juragan bisa bertemu dengan si Eneng ini? mungkin beliau sudah tidak akan mampu lagi untuk mempertahankan kesetiaan cinta kepada istrinya yang sudah meninggal itu! hehe he, habisnya si eneng teh sangat cantik sekali, sangat menggoda iman laki-laki, heumm coba
si eneng bertemu dengan kang juragan, Insya Allah si eneng juga bisa jatuh cinta dengan beliau, hehehe, siapa tahu atuh neng? punten ya neng! saya cuma becanda, jangan dimasukan ke dalam hati ! Tapi ngomong-ngomong, Bagaimana Neng bersedia atau tidak kalau Mamang jodohkan dengan Kang Juragan ?”. Dewi Sekar tersenyum geli mendengar ucapan terakhir dari lelaki itu, dia pun mengucapkan terima kasih “ HihihiMamang Mah bisa saja. Ya sudah atuh, mang! Terima kasih banyak keterangannya, benar-benar sangat lengkap dan jelas.Tapi mohon maaf ya, sepertinya saya belum siap untuk menjadi istri Kang Juragan, untuk sementara ini biar beliau tetap berstatus duda saja dahulu ! Hihihi. Rencananya kami memang mau menginap di Penginapan Bukit Kahuripan itu, Mang. Ya sudah atuh
mang, kalau begitu kami pamit dahulu ya mang, Permisi! ”. Lelaki paruh baya itu tersenyum puas karena bisa mengobrol dengan Dewi Sekar, “Iya sama-sama neng, mangga, hati-hati di jalan “ Dewi Sekar dan keluarganya segera melanjutkan kembali perjalanannya menuju penginapan yang letaknya sudah tidak jauh. Yang lain rupanya sudah meninggalkan mereka, bahkan sebagian yang lainnya, sudah ada yang telah sampai di penginapan tersebut. “Nyai, Rama juga setuju kalau kamu dinikahkan dengan Kang Juragan itu, hehehe“ Raden Surya Atmaja tiba-tiba nyeletuk menggoda putrinya. “Rama, Ih koq ngomongnya begitu? “ Dewi Tanjung Biru juga ikut menggoda Dewi Sekar. “Iya, kapan lagi coba kita punya menantu orang kaya seperti Kang juragan duda! coba saja kalau bibi masih muda, Heummm bibi juga mau, hihihi “ Arya rajah juga ikut menggoda kakaknya. “Iya setuju, Saya juga setuju, wah enak juga jadi orang kaya ya? hehehe, bagaimana teh siap untuk di jodohkan dengan Kang juragan duda? saudagar kaya raya lho ? Hehehe“ “Ih tidak lucu adik, !Bibi juga ini, koq ikut-ikutan dengan Rama, Apaan coba “ Dewi Sekar cemberut karena di goda oleh keluarganya. “ Hahaha “ Mereka pun tertawa. Arya rajah dan Dewi tanjung Biru tertawa melihat Dewi Sekar yang cemberut. Sedangkan Raden Surya Atmaja hanya tersenyum mesem. Merasa lucu melihat wajah putrinya yang memerah dan cemberut. Sesampainya di penginapan mereka di sambut hangat oleh para pelayan yang berpakaian rapi dan sopan. “Wah megahnya! benar-benar besar dan bagus ! “ Arya Rajah terkesima melihat bangunan penginapan itu. “Iya, benar-benar indah! “ Dewi tanjung Biru juga ikut berkomentar. “Iya sungguh indah dan megah, hebat sekali penginapan ini, tak di sangka ada penginapan yang semegah ini di sini, luar biasa Kang Juragan ini “ Setelah memilih kamar yang sesuai untuk mereka, Dewi Sekar dan keluarganya beristirahat sejenak di dalam kamar tersebut untuk melepas lelah dan penat karena perjalanan. Setelah beristirahat cukup, Dewi Sekar dan Tunjung biru pergi ke pemandian khusus untuk para wanita. Pemandian tersebut sangat indah dan menawan, berupa kolam mandi dengan pancuran air yang nampak indah. Bahkan airnya sangat jernih dan menyegarkan. Kolam Pemandian tersebut berada di dalam suatu bangunan yang dikelilingi oleh dinding yang terbuat dari batu alam. Meskipun bangunan tersebut tidak beratap , namun tempat itu rimbun dikelilingi oleh berbagai pohon kayu yang masih muda, juga dihiasi oleh bunga-bunga yang sedang bermekaran. Karena hari sudah gelap, terlihat di berbagai sudut ruangan, cahaya lilin yang juga mengeluarkan aroma harum yang khas. Ada perasaan damai dan nyaman ketika berada di area itu. di berbagai sudut ruangan, cahaya lilin yang juga mengeluarkan aroma harum yang khas. Ada perasaan damai dan nyaman ketika berada di area itu. Malam itu akan diadakan makan malam bersama di aula yang berbentuk gazebo yang terbuat dari kayu-kayu yang berukir dan di warnai. Sebelum acara makan malam bersama di mulai, Dewi Sekar menyempatkan diri untuk menikmati pemandangan danau yang berada di areal penginapan itu. Pinggiran danau itu terbuat dari bongkahan batu alam yang disusun rapi, yang di isi dengan air jernih dari pegunungan. Berbagai jenis ikan yang berwarna-warni juga melengkapi keindahan dari danau tersebut. Di tambah lagi dengan bunga teratai yang sedang bermekaran di tengah danau itu, menambah suasana damai bagi yang melihatnya. Di tengah danau tersebut juga berdiri sebuah bangunan gazebo kecil yang dihubungkan dengan jembatan kayu. Di dalam gazebo tersebut nampak
lampu-lampion china yang indah menawan. Dewi Sekar kemudian berdiri di pinggir danau, memandang segala keindahannya. Pikirannya terlena dengan suasana damai dan nyaman dari danau itu. Terlebih lagi terdengar suara alunan musik kacapi suling dari grup seniman karawitan yang menghibur tamu restoran. Menambah suasana malam menjadi semakin menawan. Tiba-tiba Arya Rajah Memanggilnya, “Teh! teteh ayo kita makan dulu! acaranya sudah mau dimulai, ayo teh! kita sudah di tunggu oleh Nyi Ageung dan keluarga Kang jaya Permana “ Dewi Sekar menoleh kepada adiknya, sambil berkata pelan, “Iya adik, sebentar lagi teteh menyusul kesana “ Arya Rajah pun pergi duluan untuk menghadiri acara makan malam bersama itu. Sesaat kemudian, Dewi Sekar segera menyusul adiknya untuk pergi menuju acara makan malam bersama tersebut. Di sana ternyata sudah ramai dengan orang. Dewi Sekar segera menuju saung yang ditempati keluarganya dan keluarga Jaya Permana. Di saung tersebut nampak Dewi Tunjung biru yang sedang mengobrol dengan Nyi Ageung Cintanagara, sedangkan ayah dan adiknya juga mengobrol asyik dengan kedua kakak kandung Jaya Permana. Jaya Permana sendiri tidak nampak di ruangan tersebut. Rupanya dia sedang menemani gurunya, Ki Sepuh Anom yang berada di ruangan lain. Dewi Sekar pun segera duduk bergabung dengan mereka. Raden Surya Atmaja berkata kepada Dewi Sekar, “Oh ya Nyai, tadi Rama mendapat informasi dari Ki Sepuh Anom, katanya kita mungkin akan berada di sini selama beberapa hari ke depan, karena harus menunggu rombongan Ki Buyut Putih dan beberapa pendekar lainnya yang sedang menuju kemari”. Dewi Sekar yang mendengar ucapan ayahnya, hanya menganggukan kepalanya. “Iya Rama, saya ikut saja, sesuai perintah dari para sesepuh “ Sesaat kemudian makanan yang mereka pesan pun datang. Karena sudah sangat lapar, mereka segera menikmati hidangan makan malam tersebut, sambil diiringi dengan obrolan santai. Begitu lahapnya mereka makan. Meskipun jumlah makanan yang disajikan cukup banyak dan beragam, namun semuanya habis tak tersisa. Walaupun makanannya sudah habis, mereka masih enggan untuk beranjak Walaupun makanannya sudah habis, mereka masih enggan untuk beranjak dari tempat itu, mereka masih ingin berleha-leha, menikmati masa-masa yang penuh ketenangan. Sambil melanjutkan obrolan santainya. “Hebat sekali juragan pemilik restoran dan penginapan ini! makanannya benar-benar enak! kamarnya juga bagus dan nyaman! “ Kata Nyi Ageung Cintanagara. Kemudian Dewi Tanjung Biru juga ikut berkomentar. “Iya betul Nyi Ageung, saya juga merasa kagum dengan kebaikan orang ini, sudah kaya raya orangnya juga baik dan dermawan. Sangat jarang ada orang seperti beliau, kalau suasananya seperti ini rasanya kita bukan sedang menuju medan peperangan tapi sedang bertamasya di suatu tempat yang fantastis, hihi hi “ Mereka tertawa mendengar komentar dari Dewi Tanjung biru. “Saya juga merasa kagum dengan kebaikan dari Juragan tempat ini. Sebaiknya nanti kita menemui beliau, untuk mengucapkan terima kasih” Kata Raden Surya Atmaja. “Betul Rama, Kita harus berterima kasih kepadanya! “ “Iya Arya, tapi mungkin nanti setelah Ki Buyut Putih datang ke tempat ini. Kita datang bersama Ki Buyut Putih dan yang lainnya, menemui pemilik penginapan ini untuk mengucapkan terima kasih “ Kata Raden Surya Atmaja. “Baik rama “ Kata Arya Rajah. Malam semakin larut. Setelah merasa puas dengan semua sajian makan malam, mereka pun kembali ke kamarnya masing-masing untuk beristirahat. Esoknya, ketika hari menjelang sore, Rombongan Ki Buyut Putih sampai di
Penginapan Bukit Kahuripan. Di susul secara bergantian oleh rombongan-rombongan lainnya. Kedatangan mereka terbilang lebih cepat satu hari dari yang diperkirakan sebelumnya. Suasana di penginapan bukit Kahuripan pun menjadi ramai. Malam itu juga, Ki Buyut Putih beserta para pendekar senior lainnya berkumpul untuk memusyawarahkan rencana pertempuran mereka melawan gerombolan Ki Jabrik. Ki Buyut Putih, Ki Sepuh Anom, Nini Gunting Pamungkas, Ki Jaya Kusuma, Raden Surya Atmaja dan beberapa sesepuh lainnya duduk di bagian depan panggung. Sedangkan sisanya berada di bagian belakang. Dewi Sekar juga ikut dalam pertemuan itu, dan duduk di bagian belakang, menemani Dewi Tanjung Biru dan Nyi Ageung Cintanagara. Sedangkan Raden Jaya Permana duduk di belakang Ki Sepuh
Anom. Selesai bermusyawarah, mereka melanjutkan acara selanjutnya dengan makan malam. Suara hiruk pikuk meramaikan tempat itu. Terdengar suara orang tertawa riang. Suara obrolan dan candaan juga memenuhi tempat itu. Seakan mereka lupa bahwa beberapa hari ke depan mereka akan bertempur menghadapi musuh yang kuat. Dewi Sekar duduk bersama bibinya, berhadapan dengan tempat duduk Nyi Ageung Cintanagara dan Nini Gunting Pamungkas. Tempat duduk mereka berdekatan dengan tempat duduk Ki Buyut Putih dan para senior lainnya. Di sela obrolan, Ki Buyut Putih bertanya kepada Ki Jaya Kusuma, “Aki, kemana tuan rumahnya? dari semenjak Saya datang, kenapa beliau masih belum menampakan diri?” “Maafkan beliau , Aki. beberapa hari ini sedang sibuk mengajak anaknya berkeliling kampung, tadi sore saya sudah sampaikan ke pekerjanya, kalau Aki dan teman-teman ingin bertemu dengan Tuan rumah tempat ini, ” “Oh, begitu. Ya sudah, kalau tuan rumahnya masih sibuk, lain waktu saja kita temui beliau. Padahal saya ingin sekali bertemu dengannya. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepadanya “Kata Ki Buyut Putih. “Iya Saya juga merasa penasaran dengan sosok beliau, ingin rasanya bertemu dan mengucapkan terima kasih. Kata orang beliau usianya masih muda ya Aki? Masih muda tapi sudah menjadi saudagar yang kaya raya ! “ Raden Surya Atmaja juga ikut berkomentar. “Iya Raden, beliau masih muda. Kebetulan beliau masih satu kampung “Iya Raden, beliau masih muda. Kebetulan beliau masih satu kampung dengan saya, usianya sekarang mungkin masih berkisar 30 tahun-an. Beliau adalah Bapak dari murid junior Saya , si Jalu. Heumm, sebenarnya sih bukan bapak kandungnya yang asli. Beliau hanya pernah menikahi ibunya si Jalu, meskipun hanya sebentar saja, karena pernikahan mereka akhirnya kandas. Namun hubungan si jalu dengan Bapak tirinya tersebut sudah seperti hubungan anak dengan bapak kandungnya sendiri “ “Oh begitu, Aki. Saya merasa salut dengan kesuksesannya “ kata Raden Surya Atmaja Tiba-tiba Ki Jaya Kusuma berseru kepada seseorang yang baru datang, “Hey Jalu, kemari, !” Jalu yang baru datang segera menghampiri Ki Jaya Kusuma. “Perkenalkan Aki, Raden dan teman-teman semua, ini adalah murid junior “Perkenalkan Aki, Raden dan teman-teman semua, ini adalah murid junior saya yang baru saja kita bicarakan, Jalu kamu beri hormat kepada para pendekar semua !” Jalu pun segera membungkuk memberi hormat dan menyalami mereka. “Jalu, dimana Bapak kamu ?” Kata Ki Jaya Kusuma. “Bapak masih di belakang guru, sebentar lagi juga beliau sudah sampai ke sini “ Jawab Jalu. “Oh, iya sudah jalu, syukurlah kalau begitu. Guru ingin sekali memperkenalkan Bapak mu kepada semua para pendekar “ Kata Ki Jaya Kusuma menerangkan. Dewi Sekar juga sempat melihat ke arah Jalu yang sekarang duduk di belakang Ki Jaya Kusuma. Nini Gunting Pamungkas juga melirik ke arah jalu kemudian berbisik kepada
Dewi Tanjung Biru dan Nyi Ageung Cintanagara. “Lihat itu muridnya Ki Jaya Kusuma masih remaja, rupanya dia anak dari juragan itu “ “Bukan anak kandungnya nini! barusan Ki Jaya Kusuma mengatakan kalau dia hanya anak tiri! “ Kata Dewi Tanjung Biru membantah ucapan Nini Gunting Pamungkas, “Ah sama saja Nyai, anak kandung atau anak tiri, sama-sama anaknya” Kata Nini Gunting Pamungkas tidak mau kalah. Nyi Ageung Cintanagara tersenyum melihat perdebatan antara Nini Gunting Pamungkas dan Dewi Tanjung Biru. Tiba-tiba ada dua orang anak remaja mendekati Nyi Ageung dengan langkah yang tergesa-gesa, dengan suara terbata mereka memanggil Nyi Ageung, “Ibu? ibunda !” Nyi Ageung terperanjat mendengar suara anak remaja tersebut, suara tersebut tidak asing di telinganya, dia pun langsung menoleh ke arah suara itu. Betapa kagetnya Nyi Ageung melihat kedua anaknya yang telah lama menghilang, sekarang keduanya sedang berdiri di sampingnya. Nyi Ageung langsung berdiri dan setengah melompat, dia langsung memeluk kedua anaknya sambil menangis haru. “PurbaAnom, Intan ! “. “Ibu ! “ Kata Purba Anom dan Dewi Intan berbarengan Orang-orang terkejut melihat kejadian tersebut. Suasana mendadak berubah menjadi haru. Kedua adik ipar Nyi Ageung juga ikut memeluk Purba Orang-orang terkejut melihat kejadian tersebut. Suasana mendadak berubah menjadi haru. Kedua adik ipar Nyi Ageung juga ikut memeluk Purba Anom dan Dewi Intan, keponakan mereka yang sempat menghilang setelah terjadi kekacauan beberapa tahun yang lalu. Sedangkan Dewi Sekar dan yang lainnya terpana melihat pertemuan yang mengharukan dari keluarga Nyi Ageung Cinta Nagara. Nyi Ageung Cintanagara kemudian segera mendudukan kedua anaknya. Setelah suasanya mulai tenang dia memperkenalkan Purba Anom dan Dewi Intan kepada orang-orang. PurbaAnom dan Dewi intan segera menyalami mereka. Dalam suasana yang masih haru, Nyi Ageung berusaha menceritakan kisahnya saat melarikan diri dari gerombolan Ki Tapa dan anak buahnya, sampai akhirnya mereka tinggal di Gunung Tampomas, di padepokan Ki Buyut Putih. Selama ini dia menyangka kalau PurbaAnom dan
dewi Intan telah meninggal di tangan anak buah Ki Tapa. Di akhir cerita Nyi Ageung berkata kepada kedua anaknya, “Ibunda benar-benar bersyukur, tidak menyangka ternyata Tuhan masih mempersatukan kita kembali, padahal ibunda sudah merasa putus asa, sudah pasrah, Ibunda menyangka kalian sudah wafat di tangan anak buah Ki Tapa. Tapi ternyata kalian masih hidup dan dalam keadaan sehat wal afiat, ngomong-ngomong bagaimana kalian bisa ada di tempat ini, ?”. Dewi intan pun menjawab pertanyaan ibunya, “Ibunda, kami adalah pemilik restoran dan Penginapan ini, bersama Paman yang telah menolong kami. “ “Hah! Jangan becanda, Apakah betul Intan apa yang kamu ucapkan itu?” “Hah! Jangan becanda, Apakah betul Intan apa yang kamu ucapkan itu?” Nyi Ageung terkejut dengan ucapan anaknya tersebut. Orang-orang pun menjadi ramai saat mendengar ucapan Dewi Intan. “Iya Bunda, Kami tinggal di sini bersama paman... “ Belum selesai Dewi Intan berkata, tiba-tiba Ki Jaya Kusuma berseru dengan suara yang keras, “Jang Someh! kemari Jang! Ayo kemari! Saya ingin memperkenalkan kamu kepada Ki Buyut Putih dan semua para pendekar, ayo kemari !” Orang-orang pun berpaling ke arah sosok yang di panggil Someh oleh Ki Jaya Kusuma. Mendengar nama Someh di sebut, hati Dewi Sekar langsung bergetar. Kaget bagaikan mendengar suara petir di siang bolong. Dia langsung berdiri diam menatap ke arah Jaka Someh yang sedang berjalan. Tanpa sadar dia memanggil Jaka Someh, “Kang Someh? Kang !” Jaka Someh terkejut mendengar ada suara perempuan yang memanggilnya. Suara tersebut sudah tidak asing di telinganya. Jaka Someh mematung, kemudian memandang ke arah Dewi Sekar. Antara percaya dan tidak, dia melongo memandang ke arah Dewi Sekar, “Nyai? Apakah Saya sedang bermimpi ? “ Kata Jaka Someh. “Ya Allah, benarkah ini kamu ? Bukankah kamu? sudah... “ Jaka Someh masih di antara percaya dan tidak. Tanpa sadar, dia berjalan ke arah Dewi Sekar. Jantungnya berdegup dengan kencang, nafasnya juga tersengal saat berjalan menghampiri Dewi Sekar. Antara percaya dan tidak dengan
keadaan yang sedang dialaminya. Dewi Sekar segera menghampiri Jaka Someh, kemudian memeluknya. “Kang Someh, kemana saja ? Ya Allah. Dasar kang Someh ! saya sudah mencari akang sampai ke pondok yang ada di bukit itu, tapi akang tidak ada di sana “ Kata Dewi Sekar tanpa sadar mengomel kepada suaminya, sambil mencubit tangan Jaka Someh. “Maaf Nyai, Aduh akang koq di cubit? Maafkan akang, Adik Arya mengatakan kalau kamu meninggal, jatuh ke dalam jurang, Akang juga sempat mencari kamu ke dasar jurang, tapi tidak berhasil menemukan kamu, Akang minta maaf kalau tidak terus mencari kamu !“ Jaka Someh berusaha menerangkan, sambil tersenyum karena bahagia. “Iya Kang. Betul, waktu itu saya memang sempat jatuh ke dalam jurang, namun berhasil di selamatkan oleh guru saya dan di bawa ke pergi ke tempat yang aman “ Kata Dewi Sekar. “Oh jadi ini lelaki yang telah membuat murid Saya menangis, Heumm, bagus! Bagus! istri kamu waktu itu sempat panik dan mencari kamu sampai ke bukit yang dulu pernah kamu tempati, Saya yang menemaninya “ Tiba-tiba Nini Gunting Pamungkas menyela percakapan antara Jaka Someh dan Dewi Sekar. Dewi Sekar tersenyum mendengar ucapan gurunya, “Kang Someh, perkenalkan ini guru Saya, Nini Gunting Pamungkas, beliau adalah salah satu pendekar senior di wilayah sini, namanya sudah terkenal, beliau adalah pendekar yang sakti, meskipun sudah nenek tapi beliau masih terlihat cantik, hihihi “ Jaka Someh segera menyalami Nini Gunting Pamungkas, yang langsung di terima dengan hangat oleh Nini Gunting Pamungkas. “Maapkan Saya Nini! Maafkan Saya yang telah merepotkan Nini “ “Ya sudah, Jang.Tidak apa-apa. Hehehe, tapi jangan di ulangi ya ?” Kata Nini Gunting Pamungkas tersenyum dengan santai. “Sebentar! sebentar! Saya masih ada yang belum jelas, apakah Jang Someh ini adalah orang yang telah menjamu kita? pemilik penginapan ini?” Tiba-tiba Ki Buyut Putih berkata keras kepada Ki jaya Kusuma. “Iya Aki, Beliau adalah Tuan Rumah tempat ini, Beliau lah pemilik restoran dan penginapan ini, masyarakat di sini memanggil Jang Someh dengan sebutan Kang juragan “ “Iya Aki, Beliau adalah Tuan Rumah tempat ini, Beliau lah pemilik restoran dan penginapan ini, masyarakat di sini memanggil Jang Someh dengan sebutan Kang juragan “ Ki Jaya Kusuma menerangkan tentang jaka Someh secara singkat dan jelas kepada Ki Buyut Putih. Keterangan Ki Jaya kusuma tersebut tentu saja membuat semua hadirin merasa terkejut. Tak menyangka kalau Jaka Someh adalah sang juragan yang dermawan. “Masya Allah, Subhannallah, Jang Someh. Saya benar-benar tidak menyangka, ternyata kamu adalah juragan yang telah menjamu kami “ kata Ki Buyut Putih. Jaka Someh tersenyum kepada Ki Buyut Putih. Sambil menggandeng tangan istrinya dia berjalan menghampiri Ki Buyut Putih. “Maafkan saya Kyai. Senang rasanya bisa bertemu kembali dengan Kyai. Bagaimana Kabar Kyai?” Jaka Someh pun segera menyalami Ki Buyut Putih dan mencium tangannya. “Alhamdulillah ujang, Kasep. Saya masih di beri kesehatan dan umur panjang oleh Yang Maha Kuasa. Aduh, saya benar-benar tidak menyangka, Kita dapat bertemu kembali di sini, Benar-benar Saya merasa sangat senang, Saya bersyukur melihat keadaan Jang Someh sekarang sudah banyak mengalami kemajuan dalam hidup “ Kata Ki Buyut Putih. Jaka Someh hanya tersenyum mendengar perkataan Ki Buyut Putih yang tulus. Hatinya juga merasa senang karena bisa bertemu kembali dengan Ki Buyut Putih yang baik hati. “Oh, ternyata Jang Someh sudah kenal dengan Ki Buyut Putih? “ Kata Ki Jaya Kusuma. Jaka Someh hanya tersenyum mendengar pertanyaan Ki Jaya Kusuma. “Bukan kenal lagi atuh aki, beliau dulu pernah tinggal di padepokan saya, di gunung Tampomas, hehehe“ Kata Ki Buyut Putih. Jaka Someh kemudian melirik ke arah Raden Surya Atmaja dan tersenyum kepada mertuanya. Meskipun sungkan, dia membungkuk memberi hormat kemudian menyalami mertuanya tersebut. “Bapak, Maafkan saya. Bagaimana Kabar Bapak? Senang bisa berjumpa kembali dengan Bapak di sini “ Kata Jaka Someh . Raden Surya Atmaja tersenyum sambil menganggukan kepalanya. “Alhamdulillah baik, Jang someh. Bapak minta maaf tak menyangka kalau kamu sekarang sudah sukses di sini... “ Berbagai perasaan bercampur di dalam hati Raden Surya Atmaja. Rasa malu, Senang, dan Bangga. Malu karena dulu dia pernah meremehkan Berbagai perasaan bercampur di dalam hati Raden Surya Atmaja. Rasa malu, Senang, dan Bangga. Malu karena dulu dia pernah meremehkan Jaka Someh bahkan hampir mencelakai dan mengusirnya. Senang dan bangga karena ternyata Jaka Someh adalah juragan kaya raya yang telah menolong mereka. Seorang juragan dermawan yang banyak di kagumi oleh banyak orang. Memiliki nama yang harum di tengah masyarakat. Dia tak menyangka kalau orang yang dia kagumi itu ternyata adalah menantunya sendiri, seorang lelaki sederhana yang dulu pernah dia usir dan dia remehkan. “kang Someh, perkenalkan ini adalah bibi Saya, Dewi tanjung Biru. Beliau adalah salah satu pendekar wanita cantik yang hebat di tanah Pasundan ini “ Dewi Sekar juga memperkenalkan bibinya kepada Jaka Someh. Dewi tanjung Biru tersenyum kepada Jaka Someh. Dia juga merasa senang, dan bangga bisa bertemu dengan jaka Someh. Dia tak menyangka kalau candaannya ternyata telah berubah menjadi kenyataan, yaitu bisa menjalin kekerabatan dengan saudagar kaya yang dia kagumi. Kemudian satu-persatu jaka Someh menyalami semua hadirin yang lain. Jaka Someh juga menemui Nyi Ageung Cintanagara untuk meminta maaf. Dia tidak tahu kalau Purba Anom dan Dewi Intan adalah anak-anak dari Nyi Ageung Cintanagara. Nyi Ageung cintanagara tersenyum , bahkan dia berterima kasih kepada Jaka Someh yang telah merawat kedua anaknya selama ini. Malam itu, menjadi malam yang paling bahagia bagi Jaka Someh dan Dewi Sekar. Wajah mereka selalu tersenyum. Mereka terlihat begitu romantis. Selalu berpegangan tangan, seakan tak mau lagi terpisahkan satu dengan yang lainnya. Wajah mereka Malam itu, menjadi malam yang paling bahagia bagi Jaka Someh dan Dewi Sekar. Wajah mereka selalu tersenyum. Mereka terlihat begitu romantis. Selalu berpegangan tangan, seakan tak mau lagi terpisahkan satu dengan yang lainnya. Wajah mereka nampak berseri-seri karena bahagia yang tak terkirakan. Malam sudah demikian larut hingga akhirnya para tamu harus membubarkan diri dan kembali ke kamarnya masing-masing. Malam itu Dewi Sekar tidur bersama jaka Someh. Di sebuah vila indah yang berada di bukit Kahuripan. Malam itu Jaka someh dan Dewi Sekar bisa merasakan nikmatnya malam pengantin indah yang penuh keromantisan. Setelah sekian lama terpisahkan oleh keadaan yang tidak mereka inginkan. Sebuah malam pengantin yang sudah lama mereka impikan. Keesokan paginya Dewi Sekar dan Jaka Someh sudah bangun sebelum waktu subuh. Setelah mandi, dan melaksanakan sholat subuh, Dewi Sekar pergi menuju kamar yang di tempati oleh adiknya, Arya rajah. Keesokan paginya Dewi Sekar dan Jaka Someh sudah bangun sebelum waktu subuh. Setelah mandi, dan melaksanakan sholat subuh, Dewi Sekar pergi menuju kamar yang di tempati oleh adiknya, Arya rajah. Dewi Sekar membangunkan adiknya yang masih tertidur pulas. “Adik, bangun! ayo bangun! “ Masih dalam kondisi setengah mengantuk dan malas, Arya Rajah membuka matanya. “Teteh, aduh hari masih gelap koq saya sudah di bangunkan sih? saya masih capek! “ Arya Rajah sedikit menggerutu kepada kakaknya. “Hey, bangun! coba lihat ini ada siapa?” Kata Dewi Sekar. Arya Rajah mengucek-ucek matanya, “Kang Someh?” Arya Rajah terkejut melihat ada Jaka Someh yang sedang memandanginya sambil tersenyum. “Kang Someh koq ada di sini?” tanya Arya rajah. “Kang Someh koq ada di sini?” tanya Arya rajah. “ Hihihi adik, makanya bangun donk! jangan tidur terus , biar bisa update berita! “ Kata Dewi Sekar tertawa melihat adiknya terkejut melihat kehadiran Jaka Someh. “Maksud teteh bagaimana?” Kata Arya Rajah penasaran. “Hey, makanya bangun dulu, ayo bangun! Kang Someh itu pemilik penginapan ini, ternyata orang yang di panggil kang Juragan itu adalah Kang Someh “ Kata Dewi Sekar menerangkan. “Hah?” Arya Rajah semakin kaget. Dia pun langsung bertambah melek dan langsung bangkit dari tempat tidurnya. Mendadak rasa ngantuknya pun jadi menghilang. “Hehehe, iya adik, Akang yang membangun penginapan ini, juga restoran tempat kamu makan kemarin “ Jaka Someh tertawa melihat Arya Rajah terkaget-kaget. Dewi Sekar kemudian menceritakan pertemuannya dengan Jaka Someh tadi malam. Setelah kesadarannya pulih seratus persen, Arya Rajah segera duduk di atas ranjangnya. Dia pun mengobrol panjang lebar dengan Jaka Someh dan Dewi Sekar. Arya Rajah merasa sangat senang sekaligus bangga dengan kakak iparnya tersebut, sekarang Jaka Someh telah menjadi seorang Saudagar Kaya yang banyak di kagumi oleh orang lain. Setelah mengobrol cukup lama, Arya Rajah memutuskan untuk segera pergi ke pemandian. Setelah sarapan pagi, Jaka Someh Setelah sarapan pagi, Jaka Someh mengajak Dewi Sekar dan Arya Rajah pergi ke kebun apel yang ada di puncak bukit, sambil menikmati suasana pagi yang indah dan menyegarkan di Sana. Jaka Someh mengajak Dewi Sekar dan Arya Rajah memanen buah apel yang nampak sudah matang. Dengan keranjang yang berada di punggungnya , Jaka Someh dengan cekatan memetik buah apel dari pohonnya. Dewi Sekar yang baru pertama kali memetik buah apel langsung dari pohonnya, terlihat begitu senang. Sedangkan Arya Rajah hanya duduk-duduk santai, menikmati pemandangan alam dan udara segar di bukit kahuripan. Selesai memanen apel, Jaka someh mengajak Dewi Sekar dan Arya Rajah pergi ke sungai, untuk melihat kincir-kincir air yang telah dia buat. Mereka berjalan menyusuri sungai kahuripan sambil mengobrol dan bercanda. Setelah sampai di kincir air, Jaka Someh menerangkan tentang manfaat dan cara pembuatannya ke Dewi Sekar. Meskipun Dewi Sekar tidak mengerti dengan yang diterangkan oleh Jaka Someh namun dia merasa senang melihat suaminya antusias dengan hasil karyanya. Setelah puas berada di kincir air, Jaka Someh kemudian mengajak kedua kakak beradik itu untuk pergi ke desa Kahuripan sekalian mengunjungi beberapa tempat usaha miliknya, yakni pabrik pengolahan logam, industri kerajinan batik tenun, dan kerajinan tangan. Sesampainya di sana, Jaka Someh memperkenalkan Dewi Sekar dan Arya Rajah kepada para warga yang kebetulan sedang berkumpul. Sesampainya di sana, Jaka Someh memperkenalkan Dewi Sekar dan Arya Rajah kepada para warga yang kebetulan sedang berkumpul. Para warga merasa senang melihat Jaka sudah bisa bersama istrinya lagi yang dulu di kira sudah meninggal. Kecuali para gadis yang rupanya diam-diam mengidolakan Jaka Someh. Wajah mereka terlihat cemberut ketika Jaka Someh memperkenalkan Dewi Sekar kepada mereka. Dewi Sekar merasa geli melihat tingkah laku para gadis itu , yang nampak tidak senang kepadanya. Dia tertawa dalam hati, ada rasa bangga bisa membuat para gadis itu menjadi iri kepadanya. Setelah puas dengan kesemuanya , Jaka Someh mengajak Dewi Sekar dan Arya Rajah mengunjungi sawah miliknya. Jaka Someh dan Dewi Sekar berjalan dengan bergandengan tangan di pematang sawah, sedangkan Arya Rajah berada di belakang mereka, sambil memperhatikan kakaknya yang Jaka Someh dan Dewi Sekar berjalan dengan bergandengan tangan di pematang sawah, sedangkan Arya Rajah berada di belakang mereka, sambil memperhatikan kakaknya yang nampak bahagia saat bersama Jaka Someh. Waktu itu tanaman padinya sudah mulai menguning. Pertanda sebentar lagi akan panen. Terlihat ada beberapa petani yang sedang menggarap sawah milik Jaka Someh. Jaka Someh pun mengobrol dengan para petani yang sedang mengelola sawah tersebut. Dewi Sekar dan Arya Rajah merasa bangga dan senang melihat Jaka Someh telah menjadi seorang tokoh yang sangat di hormati masyarakat Kahuripan. Selain memiliki perkebunan, penginapan dan restoran, ternyata Jaka Someh juga memiliki sawah yang sangat luas, serta pabrik pengolahan logam dan kerajinan tangan lainnya, termasuk juga kerajinan batik tenun. Tanpa terasa hari sudah menjelang sore, mereka pun kembali pulang ke penginapan. Di tengah perjalanan, Tanpa terasa hari sudah menjelang sore, mereka pun kembali pulang ke penginapan. Di tengah perjalanan, tiba-tiba mereka berpapasan dengan seorang lelaki paruh baya. Dewi Sekar terkejut melihat lelaki itu, dia tersenyum dan menyapa lelaki itu, “Mamang ?”. Lelaki itu masih ingat dengan Dewi Sekar yang kemarin sempat mengobrol dengannya “Aih, si eneng lagi? ah hayoo, benar kan kata mamang! kamu teh sekarang jadi suka beneran sama kang juragan, buktinya baru dua hari bertemu saja, sudah bisa jalan bareng sama kang juragan “. Dewi Sekar tersipu malu mendengar ucapan lelaki itu. Jaka Someh yang mengenal lelaki itu langsung berkata kepadanya, “Ah mang Udin, ngomong apa mamang teh? Ini adalah istri saya, istri yang dulu saya kira sudah meninggal , ternyata beliau masih
hidup. Alhamdulillah mang, ternyata saya tidak jadi duda, hehehe, Eh ngomong- ngomong mamang koq kenal dengan istri saya ?”. Lelaki yang bernama mang Udin itu pun tertawa kepada jaka Someh, “Alhamdulillah, Kang Juragan. Mamang ikut senang mendengarnya. Semoga pernikahan kalian bisa langgeng selamanya. Amiin “ Setelah itu Mang Udin kembali meneruskan perkataannya sambil tertawa dengan riang “ Hahaha, ya kenal atuh kang Juragan, kemarin kami sempat bertemu di jalan dan mengobrol, ngobrolin masalah pribadi! hehehe“. “Eh, ngomongin masalah pribadi apa atuh Mang ? Saya jadi penasaran “ Kata jaka Someh tertawa. “Eh rahasia Kang Juragan! ini mah rahasia kita berdua, antara Saya sama “Eh rahasia Kang Juragan! ini mah rahasia kita berdua, antara Saya sama si eneng cantik ini, hehehe, Pamali Kang Juragan mah tidak boleh tahu! “ “Sekarang sudah mulai main rahasia-rahasian segala ya Mang Udin, hayo !“ kata Jaka Someh masih tertawa. Mang Udin pun tertawa. Dewi Sekar hanya tersenyum, tersipu malu mendengar obrolan antara Mang Udin dan suaminya. Setelah berbasa basi dengan mang Udin, mereka pun kembali meneruskan perjalanan pulangnya. Bab 58. Pohon Bidara. Jaka Someh dan Dewi Sekar nampak begitu mesra. Sebagai suami istri yang telah lama di pisahkan, mereka merasa senang bisa menikmati momen-momen kebersamaan kembali. Di pagi hari mereka sudah berjalan