Anda di halaman 1dari 14

Bab 57. Sang Juragan.

, page 520 of 618


Bab 57. Sang Juragan.
Setelah berjalan selama seharian akhirnya Rombongan yang dipimpin Ki Sepuh Anom
sampai di suatu daerah yang nampak gersang. Dewi Sekar mengamati banyak tanah yang
tidak tergarap oleh manusia. Beberapa desa terlihat sepi karena telah di tinggalkan
oleh penduduknya.
Ketika malam tiba, rombongan masih tetap melanjutkan perjalanannya. Mereka masih
terus berjalan sepanjang
malam. Meskipun tidak ada cahaya bulan namun langit di penuhi oleh milyaran bintang
yang berkerlap kerlip. Dewi Sekar menjadi teringat dengan kenangannya sewaktu
berjalan malam dengan Jaka Someh. Tiba-tiba ada rasa rindu dalam hatinya untuk
bertemu suaminya tersebut. Tanpa sadar dia bergumam sendirian,
“Ada di mana ya kang someh                                         
sekarang? “.
Arya Rajah yang sedang mengemudikan gerobak sapi,
melirik ke arah kakaknya yang sedang duduk sambil bergumam sendiri. Dia bertanya
kepada Dewi Sekar,
“Ada apa teh? Teteh ngomong apa barusan?”
Dewi Sekar kaget mendengar adiknya bertanya, meskipun grogi dia menjawab pertanyaan
adiknya.
“Ah adik, bikin kaget saja! hehehe, teteh teh tiba-tiba teringat kenangan sewaktu
bersama kang Someh, dulu kami juga sempat melewati jalan ini “
Arya Rajah merasa terkejut sekaligus heran karena tiba-tiba kakaknya teringat
dengan Jaka Someh, dia berkata,
“Wah saya salut dengan Teteh, benar-benar seorang istri yang penuh kesetiaan. Masih
selalu                                         
merindukannya meski sudah terpisahkan sekian lama, Saya juga sebenarnya merindukan
Kang Someh “
Dewi Sekar tersenyum senang karena ternyata adiknya juga merindukan Jaka Someh.
“Syukurlah
adik kalau kamu juga rindu dengan Kang Someh, Kalau Pertempuran ini sudah berakhir
dan jika teteh masih di beri umur Panjang, Insya Allah Teteh akan mencari Kang
Someh, Minimal mencari kabar beritanya “
Arya Rajah tersenyum kemudian berkata kepada Kakaknya,
“Saya juga akan ikut menemani Teteh untuk mencari Kang Someh “.
Dewi Sekar tersenyum senang.
“Terima kasih adik! ”
“Sama-sama
Teteh, Teteh jangan
                                        
khawatir, Saya sudah menganggap Kang Someh sebagaimana Kakak saya sendiri “
Arya Rajah berusaha meyakinkan tetehnya.
Mereka pun terdiam. Angin malam terus berhembus, menaburkan rasa dingin di sekujur
tubuh. Terdengar suara serigala melolong dari kejauhan. Menambah kesakralan malam
yang ditaburi bintang-bintang di langit.
Menjelang fajar, mereka beristirahat di suatu
tanah lapang. Tiba-tiba terlihat ada seorang penunggang kuda mendekati rombongan
mereka. Orang itu ternyata Adang, salah satu murid senior KiJaya Kusuma. Setelah
sampai, Adang segera berkata kepada rombongan Ki sepuh anom,
“Punten, apakah ini rombongan Ki Buyut Putih ?”
“Maaf akang siapa?” Kata salah satu                                         
murid Ki Buyut Putih yang saat itu sedang berjaga.
“Nama saya Adang Kang. Murid
dari Perguruan Maung Karuhun, saya di utus oleh guru saya untuk menyampaikan surat
undangan kepada Ki Buyut Putih dan para pendekar lainnya”
Kata Adang menjelaskan sambil memperkenalkan dirinya.
“Oh begitu! Ki buyut Putih itu guru saya. Beliau tidak ada di rombongan ini, Beliau
masih berada di rombongan belakang. Rombongan ini di pimpin oleh Ki Sepuh Anom.
Kalau akang mau menyampaikan surat,
biar saya antar menemui Ki Sepuh Anom?

Kata murid Ki Buyut Putih.
“Oh iya, Kang. Terima kasih banyak. Tolong antarkan saya menemui Ki Sepuh Anom!”
Kata Adang tersenyum ramah.
Murid Ki Buyut Putih kemudian mengantarkan Adang menemui Ki Sepuh Anom untuk
menyampaikan surat dari Ki jaya Kusuma.
Sesampainya di hadapan Ki Sepuh Anom, Adang segera membungkuk hormat dan memberikan
surat
undangan dari gurunya kepada Ki Sepuh Anom. Ki Sepuh Anom membuka dan membaca surat
tersebut. Dia membacanya sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Kemudian berkata
kepada Adang,
“Baik, Saya sudah membaca surat ini. Tolong sampaikan kepada Ki jaya Kusuma, bahwa
kami akan segera berangkat menuju bukit Kahuripan. Dan sampaikan juga bahwa kami
berterima kasih atas undangannya, kebetulan perbekalan
kami juga sudah mulai menipis. Heumm sungguh beruntung, ada seorang saudagar kaya
yang mau membiayai perjuangan kita,
                                        
sungguh beliau adalah seorang yang dermawan”
“Baik, Kyai. Terima kasih. Saya mohon pamit”
Kata Adang sambil menghormat kepada Ki Sepuh Anom.
Setelah menyampaikan surat undangan kepada Ki Sepuh Anom, Adang segera pamit dan
langsung berangkat menuju arah gunung tampomas.
Dia bermaksud menyampaikan surat gurunya kepada Ki Buyut Putih yang menjadi
pemimpin para pendekar aliran putih.
Saat sarapan pagi, Ki Sepuh Anom menyampaikan isi undangan dari Ki Jaya Kusuma
kepada anggota rombongannya,
“Para pendekar semua ! Setelah ini, kita akan berangkat menuju desa Kahuripan,
rencananya kita akan berkumpul dengan rombongan lain di
penginapan bukit Kahuripan “
“Maaf Aki, apakah kita akan menginap di sana ?” Kata Raden Surya Atmaja bertanya.
“Betul Raden, sepertinya kita akan bermukim sementara di sana, tapi Raden dan yang
lain tidak perlu khawatir, semua biaya akomodasi dan penginapan telah di tanggung
oleh seorang saudagar kaya yang dermawan dari kampung Kahuripan “
“Hah! siapa orang kaya yang mau berbaik hati menanggung
semua
biaya perjuangan
kita kakang?” Kata Nini Gunting Pamungkas.
“Saya juga tidak tahu, Nini. Sepertinya beliau adalah kenalan dari KiJaya Kusuma “
Ki sepuh Anom menjawab pertanyaan Nini Gunting Pamungkas.
Bakda duhur mereka kembali melanjutkan perjalanannya.
Berbeda dengan hari-hari sebelumnya,
kali ini perjalanan mereka lebih banyak melewati pedesaan dan beberapa bukit yang
nampak hijau. Hari sudah
sore ketika mereka tiba di suatu perkampungan yang ramai dengan penduduknya.
Kampung tersebut terlihat megah dan asri. Mereka semua merasa takjub melihat
keindahan dan kemegahan desa tersebut.
Sangat kontras dengan desa-desa yang selama ini mereka telah lewati. Jaya Permana
kemudian bertanya kepada salah satu penduduk yang sedang lewat,
“Punten, mang. Apakah Desa Kahuripan masih jauh dari
sini ?”
Penduduk itu memandang Jaya permana sesaat sebelum menjawab,
“Akang, rombongan dari jauh ya? Akang semua sudah berada di kampung Kahuripan,
Akang mau pergi kemana?” Kata penduduk itu balik
bertanya.
“Kami mau pergi ke penginapan bukit kahuripan. Apakah masih jauh dari sini?”Tanya
Jaya Permana
“Oh, sudah dekat kang. Akang tinggal jalan lurus kedepan,
kemudian setelah melewati
taman-taman desa
nanti terlihat ada mesjid yang megah, di sana juga akang menemukan perempatan
jalan, untuk menuju penginapan bukit kahuripan, akang belok ke arah kanan, tak akan
memakan waktu lama setelah perempatan itu, akang akan melihat pemandangan bukit
hijau yang menjulang indah. Letak Penginapan tersebut ada di bawah bukit

“Baik, mang. Terima kasih. Kalau begitu kami Jalan
dahulu. Permisi

Kata jaya Permana berterima kasih sambil berpamitan kepada orang itu.
Dewi Sekar samar-samar mulai ingat                                         
kalau dirinya pernah melewati jalan-jalan setapak itu. Rasanya dia pernah singgah
di kampung itu bersama Jaka Someh, namun Dewi Sekar merasa heran karena kondisinya
sekarang sudah sangat berbeda.
Waktu itu kampung Kahuripan terlihat kumuh dan miskin, bukitnya juga
tandus dan kering. Wajah-wajah penduduk terlihat kurang ramah dan bahagia. Sekarang
kondisinya justru sebaliknya. Bukit yang dulu kering dan tandus ternyata sudah
berubah menjadi hijau dan asri. Kampung Kahuripan ini juga terlihat ramai dan
megah. Penduduknya nampak makmur dan sejahtera. Rona wajah mereka juga memancarkan
keramahan dan kebahagiaan.
Dewi Sekar merasa heran dengan perubahan yang
besar tersebut. Sungguh Sangat drastis. Dewi Sekar kemudian meminta adiknya untuk
                                        
memberhentikan gerobaknya,
“Punten adik, coba berhenti dulu! teteh mau turun “.
Arya Rajah merasa heran dengan sikap kakaknya, demikian juga dengan Dewi Tunjung
Biru dan Raden Surya Atmaja, mereka bertanya kepada Dewi Sekar,
“Ada apa Nyai? kenapa berhenti ?”.
Dewi Sekar tersenyum kepada ayahnya,
dan menjawab dengan santai,
“Oh tidak ada apa-apa Rama, saya hanya ingin menanyakan sesuatu kepada warga di
sini “.
Tidak lama kemudian ada seorang lelaki paruh baya yang sedang berjalan santai
mendekati gerobak mereka. Dewi Sekar langsung memanggil lelaki itu.
“Pak, punten! Kalau Penginapan bukit                                         
“Pak, punten! Kalau Penginapan bukit                                         
Kahuripan apakah masih jauh dari sini?”
Lelaki itu menatap Dewi Sekar sesaat, kemudian
menjawab pertanyaan Dewi Sekar dengan wajah yang penuh keramahan.
“Kalau Penginapan Bukit Kahuripan kurang lebih tinggal satu kilometeran lagi, Neng.
Sudah tidak jauh”
Dewi Sekar kemudian bertanya lagi kepada lelaki itu.
“Oh, iya Pak, Saya juga mau bertanya, tapi Bapak mohon jangan tersinggung ya,
apakah Desa ini adalah desa yang dulunya miskin dan tandus? “
Lelaki itu merasa heran
dengan pertanyaan Dewi Sekar, setelah beberapa saat terdiam, akhirnya dia pun
menjawab pertanyaan Dewi Sekar,
“Heummm, Iya betul neng, dulu desa kahuripan teh memang miskin, bukitnya juga
tandus, masyarakatnya                                         
banyak yang menderita kelaparan, tapi itu dulu, Neng. Sekarang mah sudah berbeda,
semenjak kedatangan Kang Juragan. Desa ini telah di sulap menjadi desa yang makmur.
Kang juragan
yang telah membantu kami. Mengelola tanah-tanah yang ada di desa ini, bahkan bukit
yang dulunya tandus dan sulit di tanami, berkat usaha dan keuletan beliau, Desa ini
kembali menjadi subur dan hijau

Dewi Sekar menjadi penasaran dengan perkataan orang itu,
“Siapa kang Juragan itu, Pak? Koq namanya aneh sekali, Bagaimana cara beliau
merubah bukit tandus dan kering itu? sehingga bisa
kembali menjadi subur dan hijau seperti ini?”.
Lelaki itu tersenyum kepada Dewi Sekar dan keluarganya.
“Kang Juragan teh orang yang paling dihormati di kampung sini, Neng. Di panggil
Akang karena beliau memang                                         
masih muda, di panggil juragan karena beliau memang orang yang paling kaya di
wilayah sini. Kang Juragan adalah pemilik penginapan bukit hijau, yang Eneng dan
rombongan akan datangi,
termasuk juga restorannya. Beliau juga punya banyak usaha lainnya, seperti di
bidang pertanian beliau punya sawah yang luas berikut penggilangan berasnya,
beliau juga punya kebun sayur dan buah-buahan
yang terbilang sangat luas. Kang Juragan juga punya usaha pengolahan logam,
kerajinan tangan, kerajinan batik, bahkan beliau juga memiliki usaha di bidang
properti. Meskipun kaya raya namun
beliau tetap hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah orang kaya yang dermawan,
sebagian besar hartanya beliau gunakan untuk membantu masyarakat di sini. Membangun
sarana dan prasarana, menyantuni anak yatim, membantu para fakir miskin dan dhuafa.
Wah
                                        
banyak sekali kebaikan-kebaikan beliau di kampung ini, khususnya di dalam hal
pembangunan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat di
sini. Eneng bertanya tentang bagaimana beliau merubah bukit tandus sehingga bisa
berubah menjadi bukit yang subur dan hijau? Caranya sebenarnya sederhana,
neng. Cuma mamang memang tidak kepikiran sampai ke situ. Beliau hanya berusaha
mengalirkan air yang berasal dari mata air yang ada di gunung yang itu ke bukit
tandus dan
lahan-lahan pertanian yang ada di desa kami ini, beliau kelola tanahnya
dengan menambahkan pupuk alami dari kotoran burung dan kalong-kalong yang menghuni
gua disekitar bukit, beliau buat penampungan-penampungan air, kemudian setelah
tanahnya sudah kembali subur dan irigasinya sudah tersedia, beliau tanami bukit dan
tanah-tanah tersebut
                                        
dengan berbagai tanaman. Hasil panennya begitu berlimpah, sebagian hasil panen
tersebut,
beliau sedekahkan kepada masyarakat
,
sehingga masyarakat di sini sudah tidak lagi mengalami yang namanya kelaparan.
Sedangkan sisanya beliau jual. Keuntungannya digunakan untuk membangun berbagai
sarana dan prasarana yang mamang sebutkan tadi. Alhamdulillah, Neng. Semua bisnis
beliau mengalami kesuksesan, sehingga desa-desa di sekitar sini juga ikut merasakan
dampak positif dari usaha beliau

.
Lalu dia meneruskan lagi keterangannya,
“Beliau mengalirkan airnya melalui saluran-saluran air yang terbuat dari bambu,
yang dibantu dengan kincir air yang beliau buat sendiri, sehingga aliran air pun
bisa sampai ke puncak bukit dan akhirnya bisa mengairi
“Beliau mengalirkan airnya melalui saluran-saluran air yang terbuat dari bambu,
yang dibantu dengan kincir air yang beliau buat sendiri, sehingga aliran air pun
bisa sampai ke puncak bukit dan akhirnya bisa mengairi
berbagai lahan tandus yang ada di desa Kahuripan ini. Alhamdulillah neng, sekarang
lahan-lahan yang ada di desa Kahuripan telah menjadi subur “.
Mendengar keterangan yang
cukup panjang dari lelaki paruh baya tersebut, Dewi Sekar menjadi tertarik kepada
sosok yang di panggil ‘kang Juragan’ oleh lelaki itu, Dewi Sekar kembali bertanya,
“Punten mang, Apakah Kang Juragan adalah orang asli dari kampung sini juga?”
Lelaki paruh baya itu menjawab pertanyaan Dewi Sekar,
“Bukan neng, beliau adalah seorang pendatang, Walaupun pendatang tapi beliau sangat
baik
kepada masyarakat di sini, tidak sombong, meskipun sekarang beliau memiliki harta
yang berlimpah, tapi kang juragan teh masih saja tetap bersahaja, jauh dari hidup
                                        
foya-foya, malah hartanya banyak digunakan untuk menolong warga yang sedang
kesusahan, wah neng pokoknya mah beliau teh yahuud pisan! Penduduk di sini sangat
senang dan menghormati beliau. Ngomon-ngomong beliau teh belum punya istri,
neng! Kata Orang-orang, beliau teh seorang duda. Istri Kang Juragan sudah
meninggal. Entah kenapa Kang Juragan sampai sekarang, masih saja setia kepada
istrinya yang sudah lama meninggal itu, padahal mah
banyak gadis-gadis cantik di kampung sini dan sekitarnya yang bersedia menikah
dengan kang Juragan
, tapi tidak tahu juga sih kalau Kang Juragan bisa bertemu dengan si Eneng ini?
mungkin
beliau sudah tidak akan mampu lagi untuk mempertahankan kesetiaan cinta kepada
istrinya yang sudah meninggal itu! hehe he, habisnya si eneng teh sangat cantik
sekali, sangat menggoda iman laki-laki, heumm coba
                                        
si eneng bertemu dengan kang juragan, Insya Allah si eneng juga bisa jatuh cinta
dengan beliau, hehehe, siapa tahu atuh neng? punten ya neng! saya cuma becanda,
jangan dimasukan ke dalam
hati ! Tapi ngomong-ngomong, Bagaimana Neng bersedia atau tidak kalau Mamang
jodohkan dengan Kang Juragan ?”.
Dewi Sekar tersenyum geli mendengar ucapan terakhir dari lelaki itu, dia pun
mengucapkan terima kasih
“ HihihiMamang Mah bisa saja. Ya sudah atuh, mang! Terima kasih banyak
keterangannya, benar-benar sangat lengkap dan jelas.Tapi mohon maaf ya, sepertinya
saya belum siap untuk
menjadi istri Kang Juragan, untuk sementara ini biar beliau tetap berstatus duda
saja dahulu ! Hihihi. Rencananya kami memang mau menginap di Penginapan Bukit
Kahuripan itu, Mang. Ya sudah atuh
                                        
mang, kalau begitu kami pamit dahulu ya mang, Permisi! ”.
Lelaki paruh baya itu tersenyum puas karena bisa mengobrol dengan Dewi Sekar,
“Iya sama-sama neng, mangga, hati-hati di jalan “
Dewi Sekar dan keluarganya segera melanjutkan kembali perjalanannya menuju
penginapan yang letaknya sudah tidak jauh. Yang lain rupanya sudah meninggalkan
mereka, bahkan sebagian yang lainnya, sudah ada yang telah sampai di penginapan
tersebut.
“Nyai, Rama juga setuju kalau kamu dinikahkan dengan Kang Juragan itu, hehehe“
Raden Surya Atmaja tiba-tiba nyeletuk menggoda putrinya.
“Rama,
Ih koq ngomongnya begitu?

Dewi Tanjung Biru juga ikut menggoda Dewi Sekar.
“Iya, kapan lagi coba kita punya menantu orang kaya seperti Kang juragan duda! coba
saja kalau bibi masih muda, Heummm bibi juga mau, hihihi “
Arya rajah juga ikut menggoda kakaknya.
“Iya setuju, Saya juga setuju, wah enak juga jadi orang kaya ya? hehehe, bagaimana
teh siap untuk di jodohkan dengan Kang
juragan duda? saudagar kaya raya lho ? Hehehe“
“Ih tidak lucu adik, !Bibi juga ini, koq ikut-ikutan dengan Rama, Apaan coba “
Dewi Sekar cemberut karena di goda oleh keluarganya.
“ Hahaha “
Mereka pun tertawa. Arya rajah dan Dewi tanjung Biru tertawa melihat Dewi Sekar
yang cemberut.                                         
Sedangkan Raden Surya Atmaja hanya tersenyum mesem. Merasa lucu melihat wajah
putrinya yang memerah
dan cemberut.
Sesampainya di penginapan mereka di sambut hangat oleh para pelayan yang berpakaian
rapi dan sopan.
“Wah megahnya! benar-benar besar dan bagus ! “
Arya Rajah terkesima melihat bangunan penginapan itu.
“Iya, benar-benar indah! “
Dewi tanjung Biru juga ikut berkomentar.
“Iya sungguh indah dan megah, hebat sekali penginapan ini, tak di sangka ada
penginapan yang semegah
ini di sini, luar biasa Kang Juragan ini

Setelah memilih kamar yang sesuai untuk mereka, Dewi Sekar dan keluarganya
beristirahat sejenak di                                         
dalam kamar tersebut untuk melepas lelah dan penat karena perjalanan.
Setelah beristirahat cukup, Dewi Sekar dan Tunjung biru pergi ke pemandian khusus
untuk para wanita. Pemandian tersebut sangat indah dan menawan,
berupa kolam mandi dengan pancuran
air yang nampak indah. Bahkan airnya sangat jernih dan menyegarkan. Kolam Pemandian
tersebut berada di dalam suatu bangunan yang dikelilingi oleh dinding yang terbuat
dari batu alam. Meskipun bangunan tersebut tidak beratap
, namun tempat itu rimbun dikelilingi oleh berbagai pohon kayu yang masih muda,
juga dihiasi oleh bunga-bunga yang sedang bermekaran.
Karena hari sudah gelap, terlihat
di berbagai sudut ruangan, cahaya lilin yang juga mengeluarkan aroma harum yang
khas. Ada perasaan damai dan nyaman ketika berada di area itu.
di berbagai sudut ruangan, cahaya lilin yang juga mengeluarkan aroma harum yang
khas. Ada perasaan damai dan nyaman ketika berada di area itu.
Malam itu akan diadakan makan malam bersama di aula yang berbentuk gazebo yang
terbuat dari kayu-kayu yang berukir dan di warnai. Sebelum acara makan malam
bersama di mulai, Dewi Sekar menyempatkan diri untuk menikmati pemandangan danau
yang berada
di areal penginapan itu.
Pinggiran danau itu terbuat dari bongkahan batu alam yang disusun rapi, yang di isi
dengan air jernih dari pegunungan. Berbagai jenis ikan yang berwarna-warni juga
melengkapi keindahan dari danau tersebut. Di tambah lagi dengan bunga teratai yang
sedang bermekaran di tengah danau itu, menambah suasana damai bagi yang melihatnya.
Di tengah danau tersebut juga berdiri
sebuah bangunan gazebo kecil yang dihubungkan dengan jembatan kayu. Di dalam gazebo
tersebut nampak
                                        
lampu-lampion china yang indah menawan.
Dewi Sekar kemudian berdiri di pinggir danau, memandang segala keindahannya.
Pikirannya terlena dengan suasana damai dan nyaman dari danau itu. Terlebih lagi
terdengar suara alunan musik kacapi suling dari grup seniman karawitan yang
menghibur tamu restoran.
Menambah suasana malam menjadi semakin menawan.
Tiba-tiba Arya Rajah Memanggilnya,
“Teh! teteh ayo kita makan dulu! acaranya sudah mau dimulai, ayo teh! kita sudah di
tunggu oleh Nyi Ageung dan keluarga Kang jaya Permana “
Dewi Sekar menoleh kepada adiknya, sambil berkata pelan,
“Iya adik, sebentar lagi teteh menyusul kesana “
Arya Rajah pun pergi duluan untuk                                         
menghadiri acara
makan malam bersama itu. Sesaat kemudian,
Dewi Sekar segera menyusul adiknya untuk pergi menuju acara makan malam bersama
tersebut. Di sana ternyata sudah ramai dengan orang.
Dewi Sekar segera menuju saung yang ditempati keluarganya dan keluarga Jaya
Permana. Di saung tersebut nampak Dewi Tunjung biru yang sedang mengobrol dengan
Nyi Ageung Cintanagara, sedangkan ayah dan adiknya juga mengobrol
asyik dengan kedua kakak kandung Jaya Permana.
Jaya Permana sendiri tidak nampak di ruangan tersebut. Rupanya dia sedang menemani
gurunya, Ki Sepuh Anom yang berada di ruangan lain. Dewi Sekar pun segera duduk
bergabung dengan mereka. Raden Surya Atmaja berkata kepada Dewi Sekar,
“Oh ya Nyai, tadi Rama mendapat                                         
informasi dari Ki Sepuh Anom, katanya kita mungkin akan berada di sini selama
beberapa hari ke depan, karena harus menunggu rombongan Ki Buyut Putih dan beberapa
pendekar lainnya yang sedang menuju kemari”.
Dewi Sekar yang mendengar ucapan ayahnya, hanya menganggukan kepalanya.
“Iya Rama, saya ikut saja, sesuai perintah dari para sesepuh “
Sesaat kemudian makanan yang mereka pesan pun datang. Karena sudah sangat lapar,
mereka segera menikmati hidangan makan
malam tersebut, sambil diiringi dengan obrolan santai. Begitu lahapnya mereka
makan. Meskipun jumlah makanan yang disajikan cukup banyak dan beragam, namun
semuanya habis tak tersisa.
Walaupun makanannya sudah habis, mereka masih enggan untuk beranjak
Walaupun makanannya sudah habis, mereka masih enggan untuk beranjak
dari tempat itu, mereka masih ingin berleha-leha, menikmati masa-masa yang penuh
ketenangan. Sambil melanjutkan obrolan santainya.
“Hebat
sekali juragan pemilik restoran dan penginapan ini! makanannya benar-benar enak!
kamarnya juga bagus dan nyaman! “
Kata Nyi Ageung Cintanagara.
Kemudian Dewi Tanjung Biru juga ikut berkomentar.
“Iya betul Nyi Ageung, saya juga merasa kagum dengan kebaikan orang ini, sudah kaya
raya orangnya juga baik dan dermawan. Sangat jarang ada orang seperti beliau, kalau
suasananya seperti ini rasanya
kita bukan sedang menuju medan peperangan tapi sedang bertamasya di suatu tempat
yang fantastis, hihi hi “
Mereka tertawa mendengar komentar dari Dewi Tanjung biru.
“Saya juga merasa kagum dengan kebaikan dari Juragan tempat ini. Sebaiknya nanti
kita menemui beliau, untuk mengucapkan terima kasih” Kata Raden Surya Atmaja.
“Betul Rama, Kita harus berterima kasih kepadanya! “
“Iya Arya,
tapi mungkin nanti setelah Ki Buyut Putih datang ke tempat ini. Kita datang bersama
Ki Buyut Putih dan yang lainnya, menemui pemilik penginapan ini untuk mengucapkan
terima kasih

Kata Raden Surya Atmaja.
“Baik rama “ Kata Arya Rajah.
Malam semakin larut. Setelah merasa puas dengan semua sajian makan malam, mereka
pun kembali ke kamarnya masing-masing untuk beristirahat.
Esoknya,
ketika hari menjelang sore, Rombongan Ki Buyut Putih sampai di
                                        
Penginapan Bukit Kahuripan. Di susul secara bergantian oleh rombongan-rombongan
lainnya. Kedatangan mereka terbilang lebih cepat satu hari dari yang diperkirakan
sebelumnya.
Suasana di penginapan bukit Kahuripan pun menjadi ramai.
Malam itu juga, Ki Buyut Putih beserta para pendekar senior lainnya berkumpul untuk
memusyawarahkan
rencana pertempuran mereka melawan gerombolan Ki Jabrik.
Ki Buyut Putih, Ki Sepuh Anom, Nini Gunting Pamungkas, Ki Jaya Kusuma, Raden Surya
Atmaja dan beberapa sesepuh lainnya duduk di bagian depan panggung. Sedangkan
sisanya berada di bagian belakang. Dewi Sekar juga ikut dalam pertemuan itu, dan
duduk di bagian belakang, menemani Dewi Tanjung Biru dan Nyi Ageung Cintanagara.
Sedangkan
Raden Jaya Permana duduk di belakang Ki Sepuh
                                        
Anom.
Selesai bermusyawarah, mereka melanjutkan acara selanjutnya dengan makan malam.
Suara hiruk pikuk meramaikan tempat itu. Terdengar suara orang tertawa riang. Suara
obrolan dan candaan juga memenuhi tempat itu. Seakan mereka lupa bahwa beberapa
hari ke depan mereka akan bertempur menghadapi musuh yang kuat.
Dewi Sekar duduk bersama bibinya,
berhadapan dengan tempat duduk Nyi Ageung Cintanagara dan Nini Gunting Pamungkas.
Tempat duduk mereka berdekatan dengan tempat duduk Ki Buyut Putih dan para senior
lainnya.
Di sela obrolan, Ki Buyut Putih bertanya kepada Ki Jaya Kusuma,
“Aki, kemana tuan rumahnya? dari semenjak Saya datang, kenapa beliau masih belum
menampakan diri?”
“Maafkan beliau
, Aki. beberapa hari ini sedang
sibuk mengajak anaknya berkeliling kampung, tadi sore saya sudah sampaikan ke
pekerjanya, kalau Aki dan teman-teman ingin bertemu dengan Tuan rumah tempat ini, ”
“Oh, begitu. Ya sudah, kalau tuan rumahnya masih sibuk, lain waktu saja kita temui
beliau. Padahal saya ingin sekali bertemu dengannya. Saya ingin mengucapkan terima
kasih kepadanya “Kata Ki Buyut Putih.
“Iya Saya juga merasa
penasaran dengan sosok beliau, ingin rasanya bertemu dan mengucapkan terima kasih.
Kata orang
beliau usianya masih muda ya Aki? Masih muda tapi sudah menjadi saudagar yang kaya
raya
!

Raden Surya Atmaja juga ikut berkomentar.
“Iya Raden, beliau masih muda. Kebetulan beliau masih satu kampung
“Iya Raden, beliau masih muda. Kebetulan beliau masih satu kampung
dengan saya, usianya sekarang mungkin masih berkisar 30
tahun-an. Beliau adalah Bapak dari
murid junior Saya
, si Jalu. Heumm, sebenarnya sih bukan bapak kandungnya yang asli. Beliau hanya
pernah menikahi ibunya si Jalu, meskipun hanya sebentar saja, karena pernikahan
mereka akhirnya
kandas. Namun hubungan si jalu dengan Bapak tirinya tersebut sudah seperti
hubungan anak dengan bapak kandungnya sendiri

“Oh begitu, Aki. Saya merasa salut dengan kesuksesannya

kata Raden Surya
Atmaja
Tiba-tiba Ki Jaya Kusuma berseru kepada seseorang yang baru datang,
“Hey Jalu, kemari, !”
Jalu yang baru datang segera menghampiri Ki Jaya Kusuma.
“Perkenalkan Aki, Raden dan teman-teman semua, ini adalah murid junior
“Perkenalkan Aki, Raden dan teman-teman semua, ini adalah murid junior
saya yang baru saja kita bicarakan, Jalu kamu beri hormat kepada para pendekar
semua !”
Jalu pun segera membungkuk memberi hormat dan menyalami mereka.
“Jalu,
dimana Bapak kamu ?” Kata Ki Jaya Kusuma.
“Bapak masih di belakang guru, sebentar lagi juga beliau sudah sampai ke sini “
Jawab Jalu.
“Oh, iya sudah jalu, syukurlah kalau begitu. Guru ingin sekali memperkenalkan Bapak
mu kepada semua para pendekar “
Kata Ki Jaya Kusuma menerangkan.
Dewi Sekar juga sempat melihat ke arah Jalu yang sekarang duduk di belakang Ki Jaya
Kusuma.
Nini
Gunting Pamungkas juga melirik ke arah jalu kemudian berbisik kepada
                                        
Dewi Tanjung Biru dan Nyi Ageung Cintanagara.
“Lihat itu muridnya Ki Jaya Kusuma masih remaja, rupanya dia anak dari juragan itu

“Bukan anak kandungnya nini! barusan Ki Jaya Kusuma mengatakan kalau dia hanya anak
tiri! “
Kata Dewi Tanjung Biru membantah ucapan Nini Gunting Pamungkas,
“Ah sama saja Nyai, anak
kandung atau anak tiri, sama-sama anaknya”
Kata Nini Gunting Pamungkas tidak mau kalah.
Nyi Ageung Cintanagara tersenyum melihat perdebatan antara Nini Gunting Pamungkas
dan Dewi Tanjung Biru.
Tiba-tiba ada dua orang anak remaja mendekati Nyi Ageung dengan langkah yang
tergesa-gesa, dengan                                         
suara terbata mereka memanggil Nyi Ageung,
“Ibu? ibunda !”
Nyi Ageung terperanjat mendengar
suara anak remaja tersebut, suara tersebut tidak asing di telinganya, dia pun
langsung menoleh ke arah suara itu. Betapa kagetnya Nyi Ageung melihat kedua
anaknya yang telah lama menghilang, sekarang keduanya sedang berdiri di sampingnya.
Nyi Ageung langsung berdiri dan setengah melompat, dia langsung memeluk kedua
anaknya sambil menangis haru.
“PurbaAnom, Intan ! “.
“Ibu ! “
Kata
Purba Anom dan Dewi Intan berbarengan
Orang-orang terkejut melihat kejadian tersebut. Suasana mendadak berubah menjadi
haru. Kedua adik ipar Nyi Ageung juga ikut memeluk Purba
Orang-orang terkejut melihat kejadian tersebut. Suasana mendadak berubah menjadi
haru. Kedua adik ipar Nyi Ageung juga ikut memeluk Purba
Anom dan Dewi Intan, keponakan mereka yang sempat menghilang setelah terjadi
kekacauan beberapa tahun yang lalu.
Sedangkan Dewi Sekar dan yang lainnya terpana melihat pertemuan yang mengharukan
dari keluarga Nyi Ageung
Cinta Nagara.
Nyi Ageung Cintanagara kemudian segera mendudukan kedua anaknya. Setelah suasanya
mulai tenang dia memperkenalkan Purba Anom dan Dewi Intan kepada orang-orang.
PurbaAnom dan Dewi intan segera menyalami mereka.
Dalam suasana yang masih haru, Nyi Ageung berusaha menceritakan kisahnya saat
melarikan diri dari gerombolan Ki Tapa dan anak buahnya, sampai akhirnya mereka
tinggal
di Gunung Tampomas,
di padepokan Ki Buyut Putih. Selama ini dia menyangka kalau PurbaAnom dan
                                        
dewi Intan telah meninggal di tangan anak buah Ki Tapa.
Di akhir cerita Nyi Ageung berkata kepada kedua anaknya,
“Ibunda benar-benar bersyukur, tidak menyangka ternyata Tuhan masih mempersatukan
kita kembali, padahal ibunda sudah merasa putus asa, sudah pasrah, Ibunda menyangka
kalian sudah
wafat di tangan anak buah Ki Tapa. Tapi ternyata kalian masih hidup dan dalam
keadaan sehat wal afiat, ngomong-ngomong bagaimana kalian bisa ada di tempat
ini, ?”.
Dewi intan pun menjawab pertanyaan ibunya,
“Ibunda, kami adalah pemilik restoran dan Penginapan ini, bersama Paman yang telah
menolong kami. “
“Hah! Jangan becanda, Apakah betul Intan apa yang kamu ucapkan itu?”
“Hah! Jangan becanda, Apakah betul Intan apa yang kamu ucapkan itu?”
Nyi Ageung
terkejut dengan ucapan anaknya tersebut.
Orang-orang pun menjadi ramai saat mendengar ucapan Dewi Intan.
“Iya Bunda, Kami tinggal di sini bersama paman... “
Belum selesai Dewi Intan berkata, tiba-tiba Ki Jaya Kusuma berseru dengan suara
yang keras,
“Jang Someh! kemari Jang! Ayo kemari! Saya ingin memperkenalkan kamu kepada Ki
Buyut Putih dan semua para pendekar, ayo kemari !”
Orang-orang
pun berpaling ke arah sosok yang di panggil Someh oleh Ki Jaya Kusuma.
Mendengar nama Someh di sebut, hati Dewi Sekar langsung bergetar. Kaget bagaikan
mendengar suara petir di siang bolong. Dia langsung berdiri diam menatap ke arah
Jaka Someh yang sedang berjalan. Tanpa sadar dia
memanggil Jaka Someh,
“Kang Someh? Kang !”
Jaka Someh terkejut mendengar ada suara perempuan yang memanggilnya.
Suara tersebut sudah tidak asing di telinganya.
Jaka Someh mematung, kemudian memandang ke arah Dewi Sekar. Antara percaya dan
tidak, dia melongo memandang ke arah Dewi Sekar,
“Nyai? Apakah Saya sedang bermimpi ? “ Kata Jaka Someh.
“Ya Allah, benarkah ini kamu ? Bukankah kamu? sudah... “
Jaka Someh masih di antara percaya dan tidak.
Tanpa sadar, dia berjalan ke arah Dewi Sekar.
Jantungnya berdegup dengan kencang, nafasnya juga tersengal saat berjalan
menghampiri Dewi Sekar. Antara percaya dan tidak dengan
                                        
keadaan yang sedang dialaminya.
Dewi Sekar segera menghampiri Jaka Someh, kemudian memeluknya.
“Kang Someh, kemana saja ? Ya Allah. Dasar kang Someh ! saya sudah mencari akang
sampai ke pondok yang ada di bukit itu, tapi akang tidak ada di sana “
Kata Dewi
Sekar tanpa sadar mengomel kepada suaminya,
sambil mencubit tangan Jaka Someh.
“Maaf Nyai, Aduh akang koq di cubit? Maafkan akang, Adik Arya mengatakan kalau kamu
meninggal, jatuh ke dalam jurang, Akang juga sempat mencari kamu ke dasar jurang,
tapi tidak berhasil menemukan kamu, Akang minta maaf kalau tidak terus mencari kamu
!“
Jaka Someh berusaha menerangkan, sambil tersenyum karena
bahagia.
“Iya Kang. Betul, waktu itu saya                                         
memang sempat jatuh ke dalam jurang, namun berhasil di selamatkan oleh guru saya
dan di bawa ke pergi ke tempat yang aman “ Kata Dewi Sekar.
“Oh jadi ini lelaki yang telah membuat murid Saya menangis, Heumm, bagus! Bagus!
istri kamu waktu itu sempat panik dan mencari kamu sampai ke bukit yang dulu pernah
kamu tempati, Saya yang menemaninya “
Tiba-tiba Nini Gunting Pamungkas menyela percakapan antara Jaka Someh dan Dewi
Sekar.
Dewi Sekar tersenyum mendengar ucapan gurunya,
“Kang Someh, perkenalkan ini guru Saya, Nini Gunting Pamungkas, beliau adalah salah
satu pendekar senior di wilayah sini, namanya sudah terkenal, beliau adalah
pendekar yang sakti, meskipun sudah nenek tapi beliau masih terlihat cantik, hihihi

Jaka
Someh segera menyalami Nini Gunting Pamungkas, yang langsung di terima dengan
hangat oleh Nini Gunting Pamungkas.
“Maapkan Saya Nini! Maafkan Saya yang telah merepotkan Nini “
“Ya sudah, Jang.Tidak apa-apa. Hehehe, tapi jangan di ulangi ya ?”
Kata Nini Gunting Pamungkas tersenyum dengan santai.
“Sebentar! sebentar! Saya masih ada yang belum jelas, apakah Jang Someh ini adalah
orang
yang telah menjamu kita? pemilik penginapan ini?”
Tiba-tiba Ki Buyut Putih berkata keras kepada Ki jaya Kusuma.
“Iya Aki, Beliau adalah Tuan Rumah tempat ini, Beliau lah pemilik restoran dan
penginapan ini, masyarakat di sini memanggil Jang Someh dengan sebutan Kang juragan

“Iya Aki, Beliau adalah Tuan Rumah tempat ini, Beliau lah pemilik restoran dan
penginapan ini, masyarakat di sini memanggil Jang Someh dengan sebutan Kang juragan

Ki Jaya Kusuma menerangkan tentang jaka Someh secara singkat dan jelas kepada Ki
Buyut Putih.
Keterangan
Ki Jaya kusuma tersebut tentu saja membuat semua hadirin merasa terkejut. Tak
menyangka kalau Jaka Someh adalah sang juragan yang dermawan.
“Masya Allah, Subhannallah, Jang Someh. Saya benar-benar tidak menyangka, ternyata
kamu adalah juragan yang telah menjamu kami “ kata Ki Buyut Putih.
Jaka Someh tersenyum kepada Ki Buyut Putih. Sambil menggandeng tangan istrinya dia
berjalan menghampiri
Ki Buyut Putih.
“Maafkan saya Kyai. Senang rasanya bisa bertemu kembali dengan Kyai. Bagaimana
Kabar Kyai?”
Jaka Someh pun segera menyalami Ki Buyut Putih dan mencium tangannya.
“Alhamdulillah ujang, Kasep. Saya masih di beri kesehatan dan umur panjang oleh
Yang Maha Kuasa. Aduh, saya benar-benar tidak menyangka, Kita dapat bertemu kembali
di sini, Benar-benar Saya merasa sangat senang,
Saya bersyukur melihat keadaan Jang Someh sekarang sudah banyak mengalami kemajuan
dalam hidup

Kata Ki Buyut Putih.
Jaka Someh hanya tersenyum mendengar perkataan Ki Buyut Putih yang tulus. Hatinya
juga merasa senang karena bisa bertemu kembali dengan Ki Buyut Putih yang baik
hati.
“Oh, ternyata Jang Someh sudah kenal dengan Ki Buyut Putih? “ Kata Ki Jaya Kusuma.
Jaka Someh hanya tersenyum
mendengar pertanyaan Ki Jaya Kusuma.
“Bukan kenal lagi atuh aki, beliau dulu pernah tinggal di padepokan saya, di
gunung Tampomas, hehehe“ Kata Ki Buyut Putih.
Jaka Someh kemudian melirik ke arah Raden Surya Atmaja dan tersenyum kepada
mertuanya. Meskipun sungkan, dia membungkuk memberi hormat kemudian menyalami
mertuanya tersebut.
“Bapak, Maafkan saya. Bagaimana Kabar Bapak? Senang
bisa berjumpa kembali dengan Bapak di sini

Kata Jaka Someh
.
Raden Surya Atmaja tersenyum sambil menganggukan kepalanya.
“Alhamdulillah baik, Jang someh. Bapak minta maaf tak menyangka kalau kamu sekarang
sudah sukses di sini... “
Berbagai perasaan bercampur di dalam hati Raden Surya Atmaja. Rasa malu, Senang,
dan Bangga. Malu karena dulu dia pernah meremehkan
Berbagai perasaan bercampur di dalam hati Raden Surya Atmaja. Rasa malu, Senang,
dan Bangga. Malu karena dulu dia pernah meremehkan
Jaka Someh bahkan
hampir mencelakai dan mengusirnya. Senang dan bangga karena ternyata Jaka Someh
adalah juragan kaya raya yang telah menolong mereka. Seorang juragan dermawan yang
banyak di kagumi oleh banyak orang. Memiliki nama yang harum di tengah masyarakat.
Dia tak menyangka kalau orang yang dia kagumi itu ternyata adalah menantunya
sendiri, seorang lelaki sederhana yang dulu pernah dia usir dan dia remehkan.
“kang Someh, perkenalkan ini adalah bibi Saya, Dewi tanjung Biru. Beliau adalah
salah satu pendekar wanita cantik yang hebat di tanah Pasundan ini “
Dewi Sekar juga memperkenalkan bibinya kepada Jaka Someh.
Dewi tanjung Biru tersenyum kepada Jaka Someh. Dia juga merasa senang, dan bangga
bisa bertemu dengan jaka                                         
Someh. Dia tak menyangka kalau candaannya ternyata telah berubah menjadi
kenyataan, yaitu bisa menjalin kekerabatan dengan saudagar kaya yang dia kagumi.
Kemudian satu-persatu jaka Someh menyalami semua hadirin yang lain. Jaka Someh
juga menemui Nyi Ageung Cintanagara untuk meminta maaf. Dia tidak tahu kalau Purba
Anom dan Dewi Intan adalah anak-anak dari Nyi Ageung Cintanagara. Nyi Ageung
cintanagara tersenyum
, bahkan dia berterima kasih kepada Jaka Someh yang
telah merawat kedua anaknya selama ini.
Malam itu, menjadi malam yang paling bahagia bagi Jaka Someh dan Dewi Sekar. Wajah
mereka selalu tersenyum. Mereka terlihat begitu romantis. Selalu berpegangan
tangan, seakan tak mau lagi terpisahkan satu dengan yang lainnya. Wajah mereka
Malam itu, menjadi malam yang paling bahagia bagi Jaka Someh dan Dewi Sekar. Wajah
mereka selalu tersenyum. Mereka terlihat begitu romantis. Selalu berpegangan
tangan, seakan tak mau lagi terpisahkan satu dengan yang lainnya. Wajah mereka
nampak berseri-seri karena bahagia yang tak terkirakan.
Malam sudah demikian larut hingga akhirnya para tamu harus
membubarkan diri dan kembali ke kamarnya masing-masing.
Malam itu Dewi Sekar tidur bersama jaka Someh. Di sebuah vila indah yang berada di
bukit Kahuripan.
Malam itu Jaka someh dan Dewi Sekar bisa merasakan nikmatnya malam pengantin indah
yang penuh keromantisan. Setelah sekian lama terpisahkan oleh keadaan yang tidak
mereka inginkan. Sebuah malam pengantin yang sudah lama mereka impikan.
Keesokan paginya Dewi Sekar dan Jaka Someh sudah bangun sebelum waktu subuh.
Setelah mandi, dan melaksanakan sholat subuh, Dewi Sekar pergi menuju kamar yang di
tempati oleh adiknya, Arya rajah.
Keesokan paginya Dewi Sekar dan Jaka Someh sudah bangun sebelum waktu subuh.
Setelah mandi, dan melaksanakan sholat subuh, Dewi Sekar pergi menuju kamar yang di
tempati oleh adiknya, Arya rajah.
Dewi Sekar membangunkan adiknya yang masih tertidur pulas.
“Adik, bangun! ayo bangun! “
Masih dalam kondisi setengah mengantuk dan malas, Arya Rajah membuka matanya.
“Teteh, aduh hari
masih gelap koq saya sudah di bangunkan sih? saya masih capek!

Arya Rajah sedikit menggerutu kepada kakaknya.
“Hey, bangun! coba lihat ini ada siapa?” Kata Dewi Sekar.
Arya Rajah mengucek-ucek matanya,
“Kang Someh?”
Arya Rajah terkejut melihat ada Jaka Someh yang sedang memandanginya sambil
tersenyum.
“Kang Someh koq ada di sini?” tanya Arya rajah.
“Kang Someh koq ada di sini?” tanya Arya rajah.
“ Hihihi adik, makanya
bangun donk!
jangan tidur terus
, biar bisa update berita! “
Kata Dewi Sekar tertawa melihat adiknya terkejut melihat kehadiran Jaka Someh.
“Maksud teteh bagaimana?” Kata Arya Rajah penasaran.
“Hey, makanya bangun dulu, ayo bangun! Kang Someh itu pemilik penginapan ini,
ternyata orang yang di panggil kang Juragan itu adalah Kang Someh “ Kata Dewi Sekar
menerangkan.
“Hah?”
Arya Rajah
semakin kaget. Dia pun langsung bertambah melek dan langsung bangkit dari tempat
tidurnya. Mendadak rasa ngantuknya pun jadi menghilang.
“Hehehe, iya adik, Akang yang membangun penginapan ini, juga
restoran tempat kamu makan kemarin “
Jaka Someh tertawa melihat Arya Rajah terkaget-kaget.
Dewi Sekar kemudian menceritakan pertemuannya dengan Jaka Someh tadi malam.
Setelah kesadarannya
pulih seratus persen, Arya Rajah segera duduk di atas ranjangnya. Dia pun mengobrol
panjang lebar dengan Jaka Someh dan Dewi Sekar.
Arya Rajah merasa sangat senang sekaligus bangga dengan kakak iparnya tersebut,
sekarang Jaka Someh telah menjadi seorang Saudagar Kaya yang banyak di kagumi oleh
orang lain.
Setelah mengobrol cukup lama, Arya Rajah memutuskan untuk segera pergi ke
pemandian.
Setelah sarapan pagi, Jaka Someh                                         
Setelah sarapan pagi, Jaka Someh                                         
mengajak Dewi Sekar dan Arya Rajah pergi ke kebun apel yang ada di puncak bukit,
sambil menikmati suasana pagi yang indah dan menyegarkan di Sana.
Jaka Someh mengajak Dewi Sekar dan Arya Rajah memanen buah apel yang nampak sudah
matang. Dengan keranjang yang berada di punggungnya
, Jaka Someh dengan cekatan memetik buah apel dari pohonnya. Dewi Sekar yang
baru pertama kali memetik buah apel langsung dari pohonnya, terlihat begitu senang.
Sedangkan Arya Rajah hanya duduk-duduk santai, menikmati pemandangan alam dan udara
segar di bukit kahuripan.
Selesai memanen apel, Jaka someh mengajak Dewi Sekar dan Arya Rajah pergi ke
sungai, untuk melihat kincir-kincir air yang telah dia buat. Mereka
berjalan menyusuri sungai kahuripan sambil mengobrol
dan bercanda. Setelah sampai di kincir air, Jaka Someh menerangkan tentang manfaat
dan cara pembuatannya ke Dewi Sekar.
Meskipun Dewi Sekar tidak mengerti dengan yang diterangkan oleh Jaka Someh namun
dia merasa senang melihat suaminya antusias dengan hasil karyanya.
Setelah puas berada di kincir air, Jaka Someh kemudian mengajak kedua kakak beradik
itu untuk pergi ke desa Kahuripan sekalian
mengunjungi beberapa tempat usaha miliknya, yakni pabrik pengolahan logam, industri
kerajinan batik tenun, dan kerajinan tangan.
Sesampainya di sana, Jaka Someh memperkenalkan Dewi Sekar dan Arya Rajah kepada
para warga yang kebetulan sedang berkumpul.
Sesampainya di sana, Jaka Someh memperkenalkan Dewi Sekar dan Arya Rajah kepada
para warga yang kebetulan sedang berkumpul.
Para warga merasa senang melihat Jaka sudah bisa bersama istrinya lagi yang dulu di
kira sudah meninggal.
Kecuali para gadis yang
rupanya diam-diam mengidolakan Jaka Someh. Wajah mereka terlihat cemberut ketika
Jaka Someh memperkenalkan Dewi Sekar kepada mereka. Dewi Sekar merasa geli melihat
tingkah laku para gadis itu
, yang nampak tidak senang kepadanya.
Dia tertawa dalam hati, ada rasa bangga bisa membuat para gadis itu menjadi iri
kepadanya.
Setelah puas dengan kesemuanya
, Jaka Someh mengajak Dewi Sekar dan
Arya Rajah mengunjungi sawah miliknya.
Jaka Someh dan Dewi Sekar berjalan dengan bergandengan tangan di pematang sawah,
sedangkan Arya Rajah berada di belakang mereka, sambil memperhatikan kakaknya yang
Jaka Someh dan Dewi Sekar berjalan dengan bergandengan tangan di pematang sawah,
sedangkan Arya Rajah berada di belakang mereka, sambil memperhatikan kakaknya yang
nampak bahagia saat bersama Jaka Someh.
Waktu itu tanaman padinya sudah mulai menguning. Pertanda sebentar lagi akan panen.
Terlihat ada beberapa petani yang sedang menggarap sawah milik
Jaka Someh. Jaka Someh pun mengobrol dengan para petani yang sedang mengelola
sawah tersebut.
Dewi Sekar dan Arya Rajah merasa bangga dan senang melihat Jaka Someh telah menjadi
seorang tokoh yang sangat di hormati masyarakat Kahuripan. Selain memiliki
perkebunan, penginapan dan restoran, ternyata Jaka Someh juga memiliki sawah yang
sangat luas, serta pabrik pengolahan logam dan kerajinan
tangan lainnya, termasuk juga kerajinan batik tenun.
Tanpa terasa hari sudah menjelang sore, mereka pun kembali pulang ke penginapan. Di
tengah perjalanan,                                         
Tanpa terasa hari sudah menjelang sore, mereka pun kembali pulang ke penginapan. Di
tengah perjalanan,                                         
tiba-tiba mereka berpapasan dengan seorang lelaki paruh baya.
Dewi Sekar terkejut melihat lelaki itu, dia tersenyum dan menyapa lelaki itu,
“Mamang ?”.
Lelaki itu masih ingat dengan Dewi Sekar yang kemarin sempat mengobrol dengannya
“Aih, si eneng lagi? ah hayoo, benar kan kata mamang! kamu teh sekarang jadi suka
beneran sama kang juragan, buktinya baru dua hari bertemu saja, sudah bisa jalan
bareng sama kang juragan “.
Dewi Sekar tersipu malu mendengar ucapan lelaki itu. Jaka Someh yang mengenal
lelaki itu langsung berkata kepadanya,
“Ah mang Udin, ngomong apa mamang teh? Ini adalah istri saya,
istri yang dulu
saya kira sudah meninggal
, ternyata beliau masih
                                        
hidup. Alhamdulillah mang, ternyata saya tidak jadi duda, hehehe, Eh ngomong-
ngomong mamang koq kenal dengan istri saya ?”.
Lelaki yang bernama mang Udin itu pun tertawa kepada jaka Someh,
“Alhamdulillah, Kang Juragan. Mamang ikut senang mendengarnya. Semoga pernikahan
kalian bisa langgeng selamanya. Amiin “
Setelah itu Mang Udin kembali
meneruskan perkataannya sambil tertawa dengan riang
“ Hahaha, ya kenal atuh kang Juragan, kemarin kami sempat bertemu di jalan dan
mengobrol, ngobrolin masalah pribadi! hehehe“.
“Eh, ngomongin masalah pribadi apa atuh Mang ? Saya jadi penasaran “ Kata jaka
Someh tertawa.
“Eh rahasia Kang Juragan! ini mah rahasia kita berdua, antara Saya sama
“Eh rahasia Kang Juragan! ini mah rahasia kita berdua, antara Saya sama
si eneng cantik ini, hehehe, Pamali Kang
Juragan mah tidak boleh tahu! “
“Sekarang sudah mulai main rahasia-rahasian segala ya Mang Udin, hayo !“ kata Jaka
Someh masih tertawa.
Mang Udin pun tertawa. Dewi Sekar hanya tersenyum, tersipu malu mendengar obrolan
antara Mang Udin dan suaminya.
Setelah berbasa basi dengan mang Udin, mereka pun kembali meneruskan perjalanan
pulangnya.
Bab 58. Pohon Bidara.
Jaka Someh dan
Dewi Sekar nampak begitu mesra. Sebagai suami istri yang telah lama di pisahkan,
mereka merasa senang bisa menikmati momen-momen kebersamaan kembali.
Di pagi hari mereka sudah berjalan                                         

Anda mungkin juga menyukai