Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing Pernyata
Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing Pernyata
AKUNTANSI TRANSAKSI
DALAM MATA UANG ASING
(PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.10)
Akhmad Riduwan*)
ABSTRAK
Mata uang yang digunakan sebagai dasar pencatatan transaksi dan pelaporan informasi
keuangan bagi perusahaan di Indonesia adalah Rupiah. Transaksi keuangan yang di-
nyatakan dalam mata uang asing (selain Rupiah) harus dijabarkan terlebih dahulu ke
mata uang Rupiah sesuai dengan ketentuan PSAK No.10. Artikel ini terutama men-
jelaskan secara ringkas tentang akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing yang
meliputi penentuan kurs yang digunakan serta pengakuan selisih kurs dalam laporan
keuangan. Artikel ini juga menjelaskan secara ringkas tentang transaksi Hedge yang be-
rupa forward contract dan swap.
1. PENDAHULUAN
Agar transaksi dalam mata uang asing dapat dimasukkan dalam laporan keuangan
perusa-haan, transaksi tersebut harus terlebih dahulu dicatat dengan menggunakan satuan
mata uang Rupiah. Demikian pula, agar kegiatan usaha luar negeri dapat dimasukkan
(digabung atau dikonsolidasikan) dalam laporan keuangan perusahaan, maka laporan
keuangan kegiatan luar negeri tersebut harus dijabarkan dulu ke dalam mata uang
Rupiah.
*)
Drs. Akhmad Riduwan, Ak., adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing (Akhmad Riduwan) 1
Tulisan ini terutama menjelaskan secara ringkas tentang akuntansi untuk transaksi dalam
mata uang asing yang meliputi penentuan kurs yang digunakan serta pengakuan selisih
kurs dalam laporan keuangan. Sedangkan masalah penjabaran laporan keuangan
kegiatan usaha luar negeri akan diuraikan dalam tulisan lain secara terpisah.
Transaksi dalam mata uang asing, dalam konteks ini, adalah suatu transaksi yang nilainya
didenominasi (dinyatakan) dalam mata uang asing, atau suatu transaksi yang memerlukan
pe-nyelesaian dalam mata uang asing. Transaksi ini meliputi :
(a) transaksi meminjam dan meminjamkan dana yang memerlukan penyelesaian dalam
mata uang asing.
(b) transaksi membeli atau menjual barang dan jasa yang harganya didenominasi dalam
mata uang asing.
(c) perusahaan menjadi suatu pihak dalam suatu perjanjian yang berkaitan dengan valuta
asing, misalnya untuk tujuan hedging.
(d) transaksi memperoleh atau melepaskan aktiva, yang nilainya didenominasi dalam
mata uang asing.
3. PENJABARAN TRANSAKSI
DAN POS-POS DALAM MATA UANG ASING
(1) Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan -- dalam mata uang Rupiah --
dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat terjadinya transaksi (spot rate).
(2) Pos-pos dalam valuta asing yang saldonya terbawa ke tanggal neraca, terutama pos
ak-tiva dan kewajiban moneter1, harus dijabarkan kembali ke dalam mata uang
Rupiah de-ngan menggunakan kurs yang berlaku pada tanggal neraca.
1
Pos Moneter adalah pos-pos yang memerlukan penyelesaian dalam jumlah yang sudah pasti,
misalnya pos “utang” dan “piutang”.
2 Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 1-
(3) Laba-rugi yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing karena adanya
perbedaan kurs, atau selisih penjabaran pos-pos moneter dalam valuta asing pada
tanggal neraca tersebut di atas, diakui sebagai “laba/rugi selisih kurs” dan
dilaporkan sebagai pendapatan atau beban pada laporan laba-rugi periode berjalan.
Laba/rugi karena perbedaan kurs pada transaksi penjualan USD ini tidak diakui, karena
sulit untuk menentukan kurs historis (historical rate) atau kurs rata-rata (average rate)
dari USD yang dijual tersebut. Sebagai konsekuensinya, laba/rugi selisih kurs akan
diakui secara ku-mulatif pada tanggal neraca.
Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing (Akhmad 3
Dengan pertimbangan untuk kepraktisan dan kemudahan pencatatan, laba/rugi selisih
kurs dalam transaksi ini juga tidak diakui. Secara kumulatif, laba/rugi selisih kurs akan
dihitung dan diakui pada tanggal neraca.
Penjabaran kembali pos-pos dalam valuta asing pada tanggal 31 Desember 1998 adalah
sebagai berikut :
Dalam neraca tanggal 31 Desember 1998, akun “Kas Dalam Valuta Asing - USD”
menun-jukkan jumlah Rp 118.800.000, dan “Utang Bank Dalam Valuta Asing - USD”
menunjuk-kan jumlah Rp 158.400.000. Sedangkan akun“Laba/Rugi Selisih Kurs” yang
bersaldo debit sebesar Rp 600.000, harus dilaporkan sebagai beban dalam laporan laba-
rugi tahun 1998.
Bila ayat-ayat jurnal tersebut di atas di-posting ke dalam buku besar, maka buku besar
akan tampak sebagai berikut :
4 Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 1-
Kas Dalam Valuta Asing - USD
(a). USD 10,000 Rp 60.000.000 (c). USD 6,000 Rp 39.000.000
(b). USD 20,000 124.000.000 (d). USD 6,000 38.400.000
(e). Penyesuaian kurs 12.200.000
Kas
(c). Penjualan USD 6,000 Rp 39.000.000
Pembelian..............................................................Rp 70.000.000
Utang dagang dalam valuta asing - USD Rp 70.000.000
Ayat jurnal di atas tidak membukukan selisih kurs yang terjadi karena adanya perbedaan
antara kurs pada saat timbulnya utang (historical rate) dengan kurs pada saat
penyelesaian utang (spot rate).
Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing (Akhmad 5
Karena historical rate atas utang dapat ditentukan/diketahui dengan jelas, selisih kurs ter-
sebut sebenarnya dapat dibukukan. Jika hal ini dikehendaki, maka ayat jurnal (alternatif)
untuk mencatat pelunasan utang dagang tersebut adalah sebagai berikut :
Bila transaksi tanggal 1 Nopember 1998 dicatat dengan cara 1 seperti tersebut di atas,
maka penjabaran akun “Utang dagang dalam valuta asing - USD” pada tanggal 31
Desember 1998 adalah sbb.:
Sedangkan bila transaksi tanggal 1 Nopember 1998 dicatat dengan cara 2, maka
penjabaran akun “Utang dagang dalam valuta asing - USD” pada tanggal 31 Desember
1998 adalah sbb.:
6 Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 1-
Saldo “laba/rugi selisih kurs” pada cara 2 ini adalah Rp 3.200.000 (sama dengan cara 1).
Bedanya, total laba/rugi selisih kurs pada cara 2 ini diperoleh dari dua pencatatan, yaitu
pencatatan pada tanggal 1 Nopember sebesar Rp 1.600.000, dan penyesuaian pada
tanggal 31 Desember sebesar Rp 1.600.000.
Ayat jurnal di atas tidak membukukan selisih kurs yang terjadi karena adanya perbedaan
antara kurs pada saat timbulnya piutang (historical rate) dengan kurs pada saat
penyelesaian piutang (spot rate).
Karena historical rate atas piutang dapat ditentukan/diketahui dengan jelas, selisih kurs
tersebut sebenarnya dapat dibukukan. Jika hal ini dikehendaki, maka ayat jurnal
(alternatif) untuk mencatat penerimaan piutang dagang tersebut adalah sebagai berikut :
Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing (Akhmad 7
Bila transaksi tanggal 1 Nopember 1998 dicatat dengan cara 1 seperti tersebut di atas,
maka penjabaran pos-pos moneter dalam valuta asing pada tanggal 31 Desember 1998
adalah sbb.:
Sedangkan bila transaksi tanggal 1 Nopember 1998 dicatat dengan cara 2, maka
penjabaran pos-pos moneter dalam valuta asing pada tanggal 31 Desember 1998 adalah
sbb.:
Kas dalam valuta asing - USD:
Per buku : USD 8,000 ............................................................ Rp 57.600.000
Exchange rate : USD 8,000 @ Rp 7.800 ................................... 62.400.000
Selisih kurs (laba) ..................................................................... Rp 4.800.000
Piutang dagang dalam valuta asing - USD:
Per buku : USD 2,000 ............................................................ Rp 14.000.000
Exchange rate : USD 2,000 @ Rp 7.800 ................................... 15.600.000
Selisih kurs (laba) ..................................................................... Rp 1.600.000
Total selisih kurs (laba) ............................................................ Rp 6.400.000
════════════
8 Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 1-
Ayat jurnal penyesuaian yang harus dibuat adalah :
Saldo akun “laba/rugi selisih kurs” pada cara 2 ini adalah Rp 8.000.000 (sama dengan
cara 1). Bedanya, total laba/rugi selisih kurs pada cara 2 ini diperoleh dari dua
pencatatan, yaitu pencatatan pada tanggal 1 Nopember sebesar Rp 1.600.000, dan
penyesuaian pada tanggal 31 Desember sebesar Rp 6.400.000.
4. TRANSAKSI HEDGE
Transaksi dalam valuta asing, terutama yang berkaitan dengan penyelesaian kewajiban,
sa-ngat terbuka kemungkinannya untuk menghadapi risiko kerugian, apabila nilai tukar
Rupiah terhadap suatu mata uang asing cenderung mengalami penurunan. Untuk
mengurangi atau menghindari risiko kerugian ini, perusahaan dapat melakukan hedging.
Hedging adalah tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi atau
menghin-dari risiko kerugian akibat fluktuasi kurs valuta asing. Hedging dapat dilakukan
dengan cara: (1) Forward Contract, dan (2) SWAP.
Forward Contract
Forward Contract adalah perjanjian untuk melakukan transaksi pembelian atau
penjualan suatu mata uang asing dengan menggunakan forward rate. Forward rate
adalah kurs yang ditetapkan sekarang, tetapi diberlakukan untuk waktu yang akan datang.
Contoh :
PT A memerlukan dana untuk membayar utang pembelian bahan baku dari USA senilai
USD 50,000 pada 120 hari yang akan datang. Spot rate saat ini adalah Rp 8.000/USD.
Karena tidak memiliki jumlah USD yang cukup pada saat ini, atau tidak memiliki Rupiah
yang cukup untuk memperoleh USD saat ini, dan PT A memperkirakan bahwa Rupiah
akan mengalami depresiasi terhadap USD, maka PT A melakukan forward contract
dengan suatu bank atau forex dealer untuk jangka waktu 120 hari. Forward rate adalah
Rp 8.200/USD.
Pada waktu jatuh tempo yang telah ditentukan (120 hari kemudian), PT A akan
memperoleh USD 50,000 dengan membayar sebesar Rp 410.000.000. Dengan cara ini,
PT A terhindar dari kerugian selisih kurs yang lebih besar, terutama jika Rupiah
mengalami depresiasi sehingga future spot rate (misalnya Rp 8.500/USD) lebih tinggi
dari forward rate yang disepakati (dalam contoh ini Rp 8.200/USD).
Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing (Akhmad 9
Dalam transaksi hedge melalui forward contract ini, terdapat premi (premium) sebesar
Rp 10.000.000 yang dibayar oleh PT A, yaitu selisih antara nilai USD berdasarkan spot
rate (Rp 400.000.000) dengan nilai USD berdasarkan forward rate (Rp 410.000.000).
Swap
Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing melalui: (1) pembelian tunai dengan spot
rate yang diikuti kontrak penjualan kembali dengan forward rate; atau sebaliknya, (2)
penjualan tunai dengan spot rate yang diikuti kontrak pembelian kembali dengan forward
rate.
Secara umum, transaksi swap merupakan kombinasi antara transaksi spot dan transaksi
forward, karena transaksi swap merupakan suatu transaksi pembelian atau penjualan
valuta asing dengan spot rate yang diikuti dengan kontrak pembelian atau penjualan
valuta asing yang sama dengan forward rate.
Tujuan dari swap pada hakikatnya sama dengan forward contract, yaitu untuk
mengindari atau mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi kurs valuta asing.
Contoh:
PT A mendapat pinjaman dana dari Bank sebesar USD 50,000 untuk jangka waktu 180
hari. Dana tersebut kemudian dikonversikan ke dalam Rupiah dengan spot rate Rp
8.000/USD, sehingga memperoleh Rupiah dari Bank sebanyak Rp 400.000.000.
Untuk menghindari risiko kerugian atau memproteksi open position utangnya selama 180
hari, yaitu pem-bayaran utang yang lebih besar dalam Rupiah bila USD mengalami
apresiasi, maka PT A dapat melakukan transaksi swap. Maksudnya, pada saat yang
bersamaan, PTA melakukan forward contract dengan Bank, jangka waktu 180 hari,
untuk membeli kembali USD tersebut dengan forward rate, misalnya Rp 8.200/USD.
Dengan melakukan swap ini, PT A akan terhindar dari risiko kerugian dari depresiasi
Rupiah terhadap USD di kemudian hari, di mana future spot rate lebih tinggi (misalnya
Rp 8.500/USD) dari forward rate yang telah disepakati (dalam contoh ini Rp
8.200/USD).
PSAK No.10 mengatur perlakuan akuntansi transaksi valuta berjangka yang dilakukan
untuk tujuan hedging utang sebagai berikut :
(1) Selisih antara spot rate dengan forward rate harus dicatat sebagai “diskonto” atau
“premium” yang harus diamortisasi selama jangka waktu kontrak valuta berjangka.
10 Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 1-
1
(2) Setiap akhir periode harus dihitung selisih kurs untuk utang dalam valuta asing
(yang diproteksi melalui hedging), forward receivable maupun forward payable
dalam mata uang asing. Selisih kurs yang timbul sebagai akibat perbedaan kurs
tanggal neraca dengan kurs pada saat terjadinya transaksi (spot rate), diakui sebagai
keuntungan atau kerugian kurs periode berjalan.
(3) Dalam neraca, forward receivable atau forward payable, serta diskonto atau premi
yang belum diamortisasi yang timbul dari kontrak berjangka yang berhubungan,
harus dijadikan satu di bagian aktiva atau kewajiban, tergantung pada posisi neto
dari seluruh pos tersebut.
Pembelian..............................................................Rp 60.000.000
Utang dagang dalam valuta asing - USD Rp 60.000.000
Pada saat yang sama, untuk mengurangi/menghindari risiko kerugian akibat fluktuasi
kurs USD, PT A melakukan forward contract dengan Bank BNI untuk membeli USD
10,000 jangka waktu 90 hari. Forward rate Rp 6.300/USD.
Premi forward contract sebesar Rp 3.000.000 tersebut di atas harus diamortisasi selama
jangka waktu kontrak, yaitu selama 90 hari atau 3 bulan.
Dari ayat-ayat jurnal di atas, diketahui bahwa tidak ada laba/rugi selisih kurs yang harus
dilaporkan dalam laporan laba-rugi tahun berjalan, karena akun ini bersaldo nol. Rugi
selisih kurs sebesar Rp 1.000.000 akibat penjabaran “utang dagang” telah diimbangi
dengan laba selisih kurs dalam jumlah yang sama dari penjabaran “piutang forward con-
tract”.
Akun “biaya premi forward contract” yang berjumlah Rp 2.000.000 harus disajikan
dalam laporan laba-rugi tahun berjalan sebagai biaya lain-lain di luar usaha, bukan
sebagai bagian dari pos luar biasa. Sedangkan forward receivable, forward payable, dan
premi forward contract disajikan dalam Neraca 31 Desember 1998 sebesar jumlah neto
dari pos-pos ter-sebut, yang dihitung sebagai berikut :
Karena jumlah netonya adalah “utang forward contact” Rp 1.000.000, maka penyajian-
nya dalam neraca tanggal 31 Desember 1998 adalah sebagai berikut :
Kewajiban lain-lain :
Utang forward contract Bank BNI........................................Rp 1.000.000
12 Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 1-
1
Utang forward contract Bank BNI ............ Rp 63.000.000
Kas .................................................... 63.000.000
( Mencatat pembayaran utang forward contract sebesar Rp 63.000.000 )
Selanjutnya, contoh tentang akuntansi transaksi swap tidak diberikan di sini, karena
trans-aksi swap pada hakikatnya adalah kombinasi/campuran antara transaksi spot dan
trans-aksi forward, sehingga prosedur akuntansinya tidak berbeda dengan prosedur
akuntansi un-tuk transaksi spot dan forward sebagaimana telah dijelaskan di muka.
Telah disebutkan di muka bahwa laba/rugi selisih kurs, baik yang timbul dari transaksi
mata uang asing maupun yang timbul karena penjabaran pos-pos moneter dalam valuta
asing pada tanggal neraca, harus dilaporkan sebagai pendapatan atau beban dalam
laporan laba-rugi tahun berjalan.
Dalam keadaan yang tidak normal (keadaan luar biasa), PSAK No.10 mengijinkan peru-
sahaan untuk mengunakan perlakuan alternatif atas selisih kurs tersebut. Perlakuan
alternatif yang diijinkan tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Selisih kurs dapat disebabkan oleh suatu devaluasi atau depresiasi Rupiah yang luar
biasa. Jika perusahaan membeli aktiva dengan menimbulkan utang yang harus
dibayar dengan valuta asing, maka devaluasi atau depresiasi tersebut menimbulkan
rugi selisih kurs yang sangat besar dan kemungkinan kewajiban tidak dapat
(2) Jika utang dalam valuta asing yang timbul karena pembelian aktiva tersebut di atas
di-proteksi dengan fasilitas hedging, maka selisih kurs sebagaimana dimaksud di
atas tidak boleh dikapitalisasi sebagai biaya perolehan aktiva.
Perusahaan harus mengungkapkan dampak atas pos-pos moneter dalam mata uang asing
se-hubungan dengan suatu perubahan kurs yang terjadi setelah tanggal neraca jika peru-
bahan tersebut sedemikian besar, sehingga bila tidak diungkapkan akan mempengaruhi
ke-mampuan pembaca laporan keuangan untuk membuat evaluasi dan keputusan yang
tepat.
7. DAFTAR PUSTAKA
Beams, Floyd A., Advanced Accounting, Sixth Edition, Prentice Hall Inc., Upper Sadle
River, New jersey, 1996.
Boastman, James R., Charles H. Griffin, Don W. Vickrey dan Thomas H. Williams,
Advanced Accounting, Seventh Edition, Richard D. Irwin Inc., 1994.
Fischer, Paul M., Williams J. Taylor dan J. Arthur Leer, Advanced Accounting, Third
Edition, South Western Publishing Co., Cicinnati, Ohio, 1986.
14 Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 1-
1