File 5
File 5
LANDASAN TEORI
merupakan tanggung jawabnya. Menurut Tu’u (2014:30) “Istilah disiplin berasal dari
bahasa latin “Disiplina” yang menunjuk kepada kegiatan belajar dan mengajar. Istilah
tersebut sangat dekat dengan istilah dalam bahasa Inggris “Disciple” yang berarti
melatih melalui pengajaran atau pelatihan. Disiplin berkaitan erat dengan proses
pelatihan yang dilakukan oleh pihak yang memberi pengarahan dan bimbingan dalam
kegiatan pengajaran.
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan”.
Samani (2017:121) memaknai bahwa “disiplin merupakan sikap dan perilaku yang
muncul sebagai akibat dari pelatihan atau kebiasaan menaati aturan, hukum atau
proses pembelajaran. Disiplin senantiasa dikaitkan dengan konteks relasi antara murid
dan guru serta lingkungan yang menyertainya, seperti tata peraturan, tujuan
Menurut Njoroge & Nyabuto (2014:121), “disiplin adalah unsur yang sangat
penting bagi keberhasilan prestasi akademik siswa. Disiplin sekolah memainkan peran
penting dalam pencapaian harapan dan tujuan pembelajaran”. Hal ini juga memainkan
peran penting dalam akuisisi rasa tanggung jawab pada peserta didik serta pendidik.
Disiplin merupakan hal yang amat menentukan dalam proses pencapaian pendidikan.
9
10
Selain itu sikap disiplin siswa sangat diperlukan untuk masa depan bagi
pengembangan watak dan pribadi siswa sehingga menjadi siswa yang aktif dan giat
dalam belajar.
Dalam bahasa Indonesia, istilah disiplin sering terkait dan menyatu dengan
istilah tata tertib dan ketertiban. Istilah ketertiban mempunyai arti kepatuhan seorang
dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena dorongan atau disebabkan oleh
sesuatu yang datang dari luar dirinya. Sebaliknya istilah disiplin sebagai kepatuhan
dan ketaatan yang muncul karena adanya kesadaran dan dorongan dari dalam diri
orang itu. Hal ini sesuai dengan pendapat Zuriah (2018: 83) yang menyatakan bahwa
teratur sesuai dengan waktu dan tempatnya serta dikerjakan dengan penuh kesadaran,
kepatuhan atau ketaatan seseorang terhadap peraturan dan tata tertib yang telah
ditetapkan berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dalam hatinya serta
dilakukan secara teratur tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Dikaitkan dengan kegiatan pendidikan di sekolah, disiplin merupakan salah satu faktor
yang efektif dalam kegiatan pembelajaran. Disiplin memegang peranan penting dalam
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif serta proses pembelajaran yang teratur
sekaligus penting bagi keberhasilan prestasi akademik siswa. Dengan adanya disiplin
telah ditetapkan.
11
6) yakni:
1. Disiplin otoritarian
ketat dan rinci. Orang yang berada dalam lingkungan disiplin itu diminta untuk
mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku. Apabila ada yang melanggar
2. Disiplin permisif
sendiri dan bertindak sesuai dengan keinginan hatinya. Dalam disiplin ini, tidak
3. Disiplin demokratis
mematuhi dan menaati peraturan yang ada. Teknik ini menekankan pada aspek
diri sehingga siswa memiliki disiplin diri yang kuat dan mantap. Dalam disiplin
kehidupan, baik agama, budaya, pergaulan, sekolah, dan lain-lain. Dengan kata lain,
kedisiplinan merupakan kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari
tergantung dari orang tua dan guru yang mengajar di sekolah, bagaimana pelajaran
diterapkan pada siswa dan perilaku yang dipraktekkannya saat sedang mengajar
dikelas maupun diluar kelas. Karakter disiplin juga tergantung dari lingkungan sosial
yang lebih baik, menciptakan ketertiban yang berkenaan dengan pengendalian diri
seseorang terhadap bentuk – bentuk aturan dan penataan perilaku sesorang agar
menjadi pribadi yang baik sesuai dengan status sosial kelompok masyarakat. Menurut
Hariyanto (2016:43), “Membentuk karakter disiplin adalah upaya sadar dan sungguh-
sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada siswanya. Pendidikan
disiplin adalah proses penanaman kebiasaan tentang hal yang baik kepada peserta
didik supaya menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter sesuai norma-norma yang
melalui kegiatan intrakurikuler yaitu guru menerapkan aturan dan memberikan sanksi
kepada siswa yang melanggar peraturan disiplin di kelas. Hal ini sesuai dengan
mengadakan tata tertib dan peraturan sekolah. Sekolah memberikan sanksi bagi siswa
disiplin siswa melalui kegiatan intrakurikuler yaitu dengan adanya aturan dan sanksi.
Strategi guru dalam mengatasi masalah pelanggaran kedisiplinan siswa ketika dalam
kegiatan intrakurikuler adalah dengan memberikan teguran secara langsung. Hal ini
ketika mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus
dikoreksi pada saat itu juga. Dengan demikian siswa tidak akan mengulangi
membangun karakter kedisiplinan siswa pada siswa kelas rendah diberikan pendekatan
khusus dengan menggunakan nasehat. Nasehat dan perhatian dinilai lebih berhasil
membuat siswa kelas rendah menjadi patuh terhadap peraturan”. Hal ini sesuai dengan
14
termasuk dunia afektif maka yang harus diolah dari diri siswa adalah olah rasa dan
olah hati. Dengan menyentuh sisi sensitif yaitu hati. Ini dapat dikatakan proses
pendidikan oleh hati untuk hati”. Dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan hati
pendidikan karakter, khususnya disiplin akan lebih berhasil. Sedangkan untuk kelas
tinggi menurut Rosdiana dan Kurniawan (2019:43), “bisa ditetapkan mengenai sanksi
bagi pelanggaran kedisiplinan yang beragam tergantung pada kontrak belajar yang
telah disepakati di masing-masing kelas. Sanksi yang diberikan kepada siswa yang
seperti:
1. Kegiatan tahfidz Quran, dan juga membaca surah-surah pendek. Dan ini terus-
menerus dilakukan setiap hari agar guru dan siswa terbiasa dan agar lebih peka
pendidikan karakter.
4. Memberikan pujian kepada siswa yang sudah memiliki disiplin yang cukup
baik.
ekstrakurikuler ditetapkan adanya aturan dan sanksi bagi siswa yang melakukan
Lamban belajar adalah siswa yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah
normal namun tidak termasuk sebagai tunagrahita (retardasi mental). Siswa lamban
rangsangan, dan adaptasi sosial, namun siswa tersebut masih lebih baik dibandingkan
dengan tunagrahita, hanya saja mereka lebih lambat dibandingkan dengan siswa yang
16
memiliki potensi intelektual yang normal. Siswa tersebut berjuang untuk mengikuti
tuntutan akademik dalam ruang kelas regular. Amelia (2016:57) menyatakan bahwa:
Siswa dengan lamban belajar sebenarnya adalah siswa normal namun mereka
tidak tertarik untuk belajar dibawah sistem pendidikan yang diterima secara
tradisional. Siswa tersebut mungkin memiliki masalah tidak hanya dengan satu
mata pelajaran tetapi juga dengan kemampuan koordinasi seperti membaca,
menulis, olahraga, atau berpakaian”. Siswa dengan lambat belajar memiliki
perilaku pendiam, pemalu, kurang percaya diri, dan kesulitan dalam berteman.
Mereka cenderung bermasalah dengan pemikiran yang bersifat abstrak seperti
dalam pelajaran sosial atau dalam mengerjakan masalah tematik.
Triani dan Amir (2017:3) mengatakan bahwa “Anak lamban belajar adalah
mereka yang memiliki perstasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata dari anak
pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik”. Dari pernyataan tersebut
diketahui bahwa anak lamban belajar bisa saja lemah dalam satu aspek akademik,
beberapa aspek akademik, atau bahkan seluruh aspek akademik. Pernyataan Triani dan
Amir diperkuat oleh pernyataan dari Sugihartono (2013:151) yang menyatakan bahwa
“lamban belajar adalah kesulitan belajar yang disebabkan anak sangat lamban dalam
proses belajarnya, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
anak lain dalam melakukan kegiatan belajar”. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Borah (2016: 139) bahwa “seorang siswa bisa saja gagal dalam suatu mata pelajaran,
menambahkan bahwa “pada kebanyakan kasus, lamban belajar terjadi karena siswa
gagal belajar pada tingkat yang sama dibandingkan dengan mayoritas siswa lainnya”.
Pendapat tersebut secara tersirat menyatakan bahwa lamban belajar terjadi pada
sebagian kecil siswa pada suatu kelas, dan tidak setiap kelas terdapat anak lamban
belajar. Kecerdasan anak lamban belajar di bawah rata-rata teman sebayanya, namun
tidak memenuhi kualifikasi untuk masuk sekolah luar biasa. Pernyataan tersebut
17
sejalan dengan pernyataan Borah (2016: 139) yang menyatakan bahwa “anak lamban
belajar adalah siswa dengan kemampuan kognitif di bawah rata-rata, namun tidak bisa
lamban belajar memiliki IQ antara 76 dan 89, dan berjumlah sekitar 8% dari total
populasi sekolah”.
lamban belajar merupakan anak yang mengalami lamban belajar, lamban terampil, dan
juga lamban dalam memahami suatu informasi yang diperoleh. Anak lamban beajar
dampak tertentu. Oleh sebab itu, orang tua perlu memiliki kesadaran dan pengetahuan
atas kondisi anaknya yang lamban belajar, dengan demikian orangtua diharapkan
mampu memiliki pola pengasuhan dan pendampingan yang baik dan tepat untuk
anaknya. Pola asuh dan bimbingan yang sesuai dengan kondisi masing-masing anak
menjadi modal utama bagi anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Pendampingan yang baik akan membantu anak dalam memahami materi yang
pertolongan ekstra untuk dapat berhasil. Menurut Triani & Amir (2017:4-5),
18
karakteristik yang dimiliki oleh siswa lamban belajar dapat dilihat dari beberapa
aspek, yaitu:
siswa normal pada umumnya yaitu berkisar antara 70-90 berdasarkan skala
siswa lamban belajar diajak berbicara oleh orang lain ia sulit memahami
menggunakan Bahasa yang sederhana, jelas dan mudah dipahami oleh siswa
lamban belajar.
3. Aspek emosi, siswa lamban belajar cenderung memiliki emosi yang kurang
stabil, sangat sensitive, dan juga mudah marah. Ketika siswa lamban belajar
dengan mudah patah semangat dan minder, apalagi dengan nilai-nilai buruk
yang ia dapat membuat turunnya motivasi belajar dari siswa lamban belajar
itu sendiri.
dalam belajar selama ±20 menit, setelah itu siswa tersebut akan gelisah
2) Mudah beralih perhatian dan mudah lupa, siswa lamban belajar memiliki
dayaa ingat yang cukup rendah, ia tidak mampu mengingat suatu hal
untuk di ulang.
3) Eksplosif, siswa lamban belajar bisa dengan mudah berreaksi atau mudah
dahulu.
4. Aspek sosial, Ketika bersama dengan teman sebayanya, siswa lamban belajar
cenderung pasif dan mengurung diri, ia lebih menyukai bermain dengan siswa
5. Aspek moral, siswa lamban belajar mengetahui sebuah aturan yang berlaku,
namun siswa tersebut tidak faham untuk apa aturan itu dibuat. Siswa lamban
belajar pun terkadang tidak patuh terhadap aturan yang ada karena
memorynya yang kurang baik, sehingga siswa lamban belajar mudah lupa dan
sebagai berikut: 1) kondisi fisik seperti siswa normal; 2) tingkat intelegensi rendah; 3)
lamban dalam proses berfikir; 4) mengalami masalah hampir pada semua bidang; 5)
sulit mengerti hal-hal abstrak; 6) sulit mengungkapkan ide; 7) emosi kurang stabil; 8)
daya konsentrasi rendah; 9) minat dan motivasi belajar rendah; 10) mudah lupa dan
20
beralih perhatian; 11) lebih suka bermain dengan anak dibawah usianya; 12) tidak
memahami aturan dan kegunaannya, dan 13) bergantung kepada guru dan orang tua”.
mereka lamban didalam mengamati dan mereaksi peristiwa yang terjadi pada
seringkali tidak memperhatikan apa dan bagaimana suatu pekerjaan itu dikerjakan; 4)
pengetahuan satu dengan pengetahuan yang lainnya; 5) mereka sangat lamban dalam
memahami konsep abstrak, dan 6) mereka memiliki kesulitan pada saat mengerjakan
siswa lamban belajar meliputi beberapa aspek, yaitu: aspek intelegensi, aspek Bahasa,
aspek emosi, aspek sosial dan aspek moral, dimana dalam setiap aspek disebutkan
yang bersifat abstrak, sehingga untuk memahami sesuatu hal siswa lamban
3. Mereka kesulitan menerapkan konsep yang lama kedalam konsep yang baru.
Selain itu, dalam hal tertentu siswa lamban belajar dikarenakan adanya factor
suatu bagian dari pengetahuan satu dengan pengetahuan yang lainnya, dan
mereka memiliki kesulitan pada saat mengerjakan soal ataupun tugas sekolah
4. Aspek Bahasa, ketika siswa lamban belajar diajak berbicara dengan orang
lain ia sulit untuk memahami perkataan orang tersebut sehingga orang yang
mudah difahami.
5. Aspek emosi, siswa lamban belajar cenderung memiliki emosi yang kurang
stabil, sangat sensitive, dan juga mudah marah, adapula ciri-ciri emosi siswa
lamban belajar adalah sebagai berikut: daya konsentrasi rendah mudah beralih
apa dan bagaimana suatu pekerjaan itu dikerjakan, mudah lupa, dan eksplosif.
6. Aspek sosial, ketika bersama dengan teman sebayanya, siswa lamban belajar
dengan siswa yang usianya berbeda di bawahnya atau yang sama sama
7. Aspek moral, siswa lamban belajar mengetahui sebuah aturan yang berlaku,
namun siswa tersebut tidak faham untuk apa aturan itu dibuat sehingga siswa
Menurut Misky, dkk (2021:59) Strategi yang dapat dilakukan guru terhadap
Berdasarkan kutipan diatas maka yang menjadi acuan untuk strategi yang
digunakan guru dalam membangun karakter kedisiplinan siswa yang lamban belajar