BBS - Bu Eng Hu Chap 1i
BBS - Bu Eng Hu Chap 1i
By BBS
“Akhirnya kita bisa menemukan makanan yang enak!” kata Lie Yang
girang.
“Mana?” tanya Kwat Lin tidak mengerti.
“Itu! Telur burung-burung itu dapat kita makan, juga air liurnya dapat
kita jadikan sup sarang walet yang dapat menguatkan daya tubuh!” kata Lie
Yang menjelaskan. Kwat Lin menjadi girang juga. Tiba-tiba perutnya
terdengar berkeruyuk.
“Kamu di sini mengambil telur-telur burung itu yang sepertinya baru
mulai musim bertelur, sedangkan aku akan memeriksa lorong ke dua!” kata
Lie Yang dan meninggalkan Kwat Lin yang tampak sedang mencari akal
bagaimana dapat mengambil telur-telur di sarang walet yang jauh dari
jangkauannya.
Di lorong ke dua, tempatnya tida jauh berbeda dengan lorong pertama,
namun di sini terdapat aliran air yang turun dari atas puncak gunung. Aliran
air yang turun melalui celah-celah dinding gua cukup deras sehingga
sampai menggenangi di dadar gua. Lorong ke dua ini bisa dikatakan
sebagai tempat mandi. Di tempat ini banyak ditemui jamur-jamur yang bisa
dimakan. Di beberapa celah dinding gua ini juga dapat ditemui sarang
walet, bahkan lebih banyak dari gua ke dua. Mungkin karena gua ini lebih
gelap dan ada airnya sehingga banyak burung walet lebih senang membuat
sarang di tempat ini.
Setelah puas memeriksa dua gua, ia mencoba memeriksa dua kamar
yang ada di dalam ruangan besar. Satu kamar kosong, tidak ada barang
sedikitpun hanya kursi dari batu dan tempat tidur. Sebaliknya di kamar ke
dua, banyak sekali ditemukan barang-barang, termasuk beberapa setail baju
dari kain kasar yang masih baik. Ada beberapa buku di atas meja di tengah,
sebentar kemudian Lie Yang sudah membuka-buka beberapa lembar dari
lima buku itu. Ternyata buku itu ada buku ilmu silat yang sengaja
ditinggalkan oleh Uh Hou-hoat kepada mereka. Lie Yang hanya sebentar
saja membuka buku-buku itu dan meninggalkannya, karena matanya
melihat tulisan di tembok.
jamur-jamuran. Sedangkan Kwat Lin masih tidak mau keluar dari gua
pertama sejak tadi.
Lie Yang heran sekali, kenapa Kwat Lin tidak juga keluar-keluar padahal
masakannya hampir matang.
Ia meninggalkan masakannya menuju gua pertama untuk melihat apa
yang dilakukan oleh Kwat Lin. Kwat Lin ternyata sedang menangis terisak-
isak di atas batu pinggir gua. Lie Yang benar-benar tidak mengerti kenapa
Kwat Lin menangis, padahal seingatnya ia tidak merasa menyakiti hatinya. Ia
benar-benar tidak mengerti sebenarnya bagaimanakah hati seorang
perempuan.
“Lin-moi, kenapa menangis, kalau aku punya salah engkau boleh
memukulku sampai mampus!”
Kwat Lin diam saja tidak menjawab perkataan Lie Yang. Malahan ia
semakin terisak sedih.
“Ada apakah Lin-moi, kenapa masih menangis? Kalau ada apa-apa bisa
dibicarakan dengan baik-baik!”
“Apa salahku kepadamu, sehingga engkau berani mempermainkanku
dan membohongiku?” isak Kwat Lin.
Lie Yang duduk di sampingnya sambil memegang pundaknya.
“Maafkan aku, Lin-moi. Bukan maksudku untuk membohongimu. Saat
itu ada beberapa hal yang tidak mungkin dapat kujelaskan kepadamu. Kalau
engkau masih penasaran denganku, engkau boleh bertanya dan aku tidak
akan mengelak lagi!”
Kwat Lin melihat wajah Lie Yang dengan sungguh-sungguh seperti ingin
menjenguk hati suaminya.
“Benarkah engkau tidak punya kemampuan apa-apa, sehingga dahulu
sekali pukul saja engkau sudah....?” tanyanya sambil memotong beberapa
perkataannya yang sudah dapat dipahami oleh Lie Yan.
“Hakikatnya kita adalah manusia yang lemah, Lin-moi. Kalau orang bisa
bersilat engkau anggap sebagai orang hebat, maka itu salah. Terus terang
saja, sejak umur sepuluh tahun aku sudah diajari silat oleh seseorang yang
Bie Hun Tok ( 4 ) Pelataran-72
MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS