Anda di halaman 1dari 1

NAMA : NURUL DWI ARFIANI

NPM : 20144800036
PRODI/ KELAS : PBSI/ H
CERPEN KONTEMPORER
Aku Atau Bintang Yang Pantas Disalahkan
Nurul Dwi Arfiani
Malam semakin larut. Suasana yang semula bising berubah hening, tinggal jam
dinding yang berdetak sendirian dan suara jangkrik yang mengiringi angin malam. Kuletakan
buku yang tadi kubaca di atas meja. Kemudian menyiapkan peraduan untuk menuju alam
bawah sadar. Klik! Lampu pun padam. Ketika berbaring di tempat tidur di samping jendela
ini, aku baru menyadari ternyata di luar bintang bersinar dengan cemerlang.
Mungkin kamar sederhana yang terbenam cahaya bintang ini sekilas terlihat seperti
lukisan yang indah, namun di benakku justru tampak bagai pelabuhan yang memilukan. Jauh
di sana sinar bintang berkelip-kelip, membuat hatiku berdebar seperti seorang maling yang
ketahuan. Aku melengok keluar, tampak pepohonan yang rimbun dan langit malam yang
jernih di musim gugur ini.
Pancaran cahaya bintang membisikan desau rindu. Aku tenggelam dalam pikiranku.
Memikirkan kisah pertemanan yang tercipta dalam hubungan antar manusia adalah sesuatu
yang samar. “Rin! Malam ini aku berfikir mengapa aku selalu sendirian. Sedangkan diluar
jendela ada banyak bintang yang berkelip-kelip seperti menertawakan kesendirianku.”
Terakhir ada juga bagian seperti ini. “Kau mungkin bohong saat menyatakan rasa
untuku.” Aku bisa memahami kata-kata itu, namun sebenarnya aku tak pernah mengucapkan
sepatah kata yang menyakitkan atas pertemanan yang menyedihkan. Kalau dipikir-pikir, aku
atau bintang yang pantas disalahkan atas keadaan ini. Teman adalah suatu keberadaan yang
menyakitkan. Persahabatan adalah air di dalam gelas yang berbahaya. Tidak ada yang
menyangkal atas ungkapan ini.
Aku memandang diriku dalam pantulan cermin. Cukup berdiri mematung memikirkan
apa yang ada di kepala. Sampai langkah kaki membawaku keluar dari bangunan sederhana
ini. Aku melihat banyak bintang di langit malam yang jernih ini. Seketika timbul rasa benci
terhadap bintang. Aku meraih batu lalu melemparkannya kearah bintang sambil memaki
“Matilah kau!” Namun apa yang ku dapat, hanya bunyi “Klotak!” yang muncul akibat batu
yang ku lempar tak sampai mengenai bintang dan jatuh sia-sia di atas tanah. “Aku benci
denganmu, kenapa kau selalu seperti itu!”. Semua hal yang bisa aku lihat di balik jendela dan
di bawah langit malam yang jernih ini adalah dunia nyata sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai