Tugas Sastra Kontemporer - Evi Ayu Setyaningsih - 20144800041 - PBSI
Tugas Sastra Kontemporer - Evi Ayu Setyaningsih - 20144800041 - PBSI
NIM : 20144800041
Prodi : PBSI/H
Hari Sabtu yang lalu sesuai yang telah disepakati, sekelompok anak muda berangkat
untuk berkemah selama seminggu, mereka membawa perbekalan masing-masing secara
lengkap. Di antara sekelompok anak muda itu terdapat Supandi, adikku. Mereka berangkat ke
lereng Gunung Welirang dengan menaiki mobil carteran.
Perjalanan sudah terlewati dengan lancar. Mereka berhenti pada sebuah desa kecil di
depan jalan masuk ke lereng Gunung Welirang. Salah satu dari mereka yaitu ketua
rombongan melapor dan menunjukkan surat izin pada pihak petugas setempat. Izin tersebut
ternyata tidak sulit didapat. Malah mereka mendapat nasehat dari para petugas tersebut.
Mereka diberi nasehat untuk segera melapor apabila terjadi sesuatu. Selain itu,
mereka juga diberi pesan untuk tidak mengotori lingkungan dan merusak apa yang
merupakan milik penduduk setempat. Mereka juga diberitahu agar tidak melakukan hal-hal
yang tidak wajar, dalam artian lain senantiasa berhati-hati.
Jalan yang mereka lewati awalnya berupa pematang yang licin, tanpa terasa mereka
telah melewati dengan riang gembira. Setelah selesai dengan pematang medan perjalanan
mulai berubah. Kaki-kaki mereka harus lebih bertenaga untuk melewati medan yang terjal.
Artinya, perjalanan mereka benar-benar dimulai.
Mereka melalui jalan setapak yang biasa dilalui oleh penduduk setempat. Meskipun
medan kemiringannya sangat tinggi dengan menembus lereng gunung namun medan ini
sangat membantu mereka. Mereka tidak bisa membayangkan apabila jalan setapak itu belum
ada betapa sulitnya untuk menuju tempat yang mereka inginkan.
Supandi, adikku yang awalnya berjalan di barisan paling belakang sekarang berubah
posisinya berada di samping Supri pada barisan paling depan. Supri menoleh dan menatap
pemuda jangkung berparas lumayan itu.
“Ah biasa saja, mas. Setiap harinya saya memang terbiasa lari pagi, hal itu menjadikan kaki
saya sedikit lebih kuat.” Jelas Supandi.
Hal itu memang benar. Anggota lain terlihat sudah mulai lelah namun Supandi tetap
melangkah dengan santainya. Ia terbiasa olahraga dan menjadikan sangat bermanfaat bagi
tubuh Supandi.
“Olahraga memang akan membuat tubuh kita sehat dan kuat,” tambah Supri.
“Wah, kalau mendengar nama Bromo saya teringat peristiwa yang belum lama ini saya
alami,” kata Supri.
“Peristiwa apa, mas?” tanya Supandi penasaran karena melihat Supri tidak melanjutkan
ceritanya.
“Peristiwa yang menarik namun juga menyedihkan,” kata Supri “Nanti saya ceritakan kalau
sudah sampai.” jelas Supri.
Supandi mengangguk saja. Lalu obrolan mereka beralih pada kondisi lereng Gunung
Welirang. Menurut Supri, hampir seluruh penduduk memiliki mata pencaharian utama yaitu
bercocok tanam. Di antaranya ada juga yang mencari kayu bakar serta belerang di puncak
gunung.
“Hasil dari pekerjaan ini sebenarnya tidak seberapa,” kata Supri “Namun, apabila waktu
luang tidak terisi mereka rasa akan sia-sia. Ketika musim tanam mulai, kegiatan mencari
kayu bakar dan belerang ini akan dihentikan dan fokus pada mata pencaharian utama.” jelas
Supri menerangkan.
“Luar biasa. Penduduk setempat benar-benar tidak kekurangan kesibukan!” kata Supandi.
“Berbeda dengan di kota. Saya pikir lebih menyenangkan tinggal di desa, dengan biaya hidup
lebih murah kesehatan juga lebih terjamin karena udara yang selalu bersih. Apabila di kota
cuaca setiap harinya panas dengan udara yang kotor.”
“Tapi tidak mungkin kan semua orang hidup di desa,” balas Supri dengan lincah.
Setelah banyak cerita sana kemari saat perjalanan menuju Gunung Wilerang salah
satu rombongan itu telah tiba di Gunung Wilerang pada sore hari. Akhirnya Supandi dan
sekelompok pemuda lainnya melanjutkan membangun tenda.
Saat sore hari Gunung Wilerang sangat terlihat rangkaian pegunungan itu membentuk
pemandangan yang sangat mempesona.
“Mengambil foto merupakan hal yang wajib, karena modal untuk bereksitensi di media
sosial,” kata Supri.
“Benar sekali mas, padahal pemandangannya sangat bagus sekali,” kata Supandi.
Supandi dan satu rombongannya mengambil gambar pada pagi harinya yang amat
sangat indah pemandangannya. Menjelang siang hari Supandi dan temannya kini
membereskan tenda yang sudah di lepas, dan mereka akan melanjutkan perjalanan turun dari
Gunung Wilerang. Dan mereka pun kembali kerumahnya masing-masing.