Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

UNSUR BIMBINGAN KONSELING


Disusun dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan
Konseling
Dosen Pengampu:
Norhayati, M.Pd

Disusun Oleh: Kelompok 4

Akhmad Saufi NIM:2022110033


Maulidya Azzahra NIM:2022110040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH

SYEKH MUHAMMAD NAFIS

TABALONG

2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehungga saya bisa
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Unsur Bimbingan Konseling”
dengan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam taklupa pula kita limpahkan kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya dan juga seluruh umatnya
dipenjuru dunia hingga akhir zaman. Taklupa pula saya ucapkan terimakasih yang
sebesar besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah Bimbingan Konseling ibu
Nurhayati, M.Pd.
Saya selaku penulis makalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran, sangat kami harapkan dari para pembaca
demi perbaikan dan pengembangan makalah ini. Demikian makalah ini dibuat,
semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca pada umumnya.

Tabalong, 23 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Pembahasan .............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3

A. Konselor ............................................................................................... 3
B. Konseli.................................................................................................. 4
C. Membangun Hubungan Yang Baik Antar Konselor Dan Konseli ....... 5
D. Resistensi Konseli ............................................................................... 8
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 11

A. Kesimpulan ........................................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 12

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konseling adalah salah satu teknik bimbingan. Melalui metode ini upaya
pemberian bantuan diberikan secara individu dan langsung tatap muka
(berkomunikasi) antara pembimbing (konselor) dengan klien. Dengan kata lain
pemberian bantuan yang dilakukan melalui hubungan yang bersifat face to face
relationship (hubungan empat mata), yang dilakukan dengan wawancara antara
pembimbing (konselor) dengan klien. Pemecahan masalah melalui teknik konseling
ini adalah masalah-masalah yang bersifat pribadi.

Dalam pandangan yang lebih luas, Rogers mendefinisikan konseling


sebagai hubungan yang membantu yang dimana salah satu pihak (konselor)
bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain (klien), agar
dapat menghadapi persoalan atau konflik yang dihadapi dengan lebih baik.

Kebutuhan akan bimbingan dan konseling sangat dipengaruhi oleh faktor


filosofis, psikologis, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, demokratisasi
dalam pendidikan, serta perluasan program pendidikan. Latar belakang filosofis
berkaitan dengan pandangan tentang hakikat manusia. Salah satu aliran filsafat
yang berpengaruh besar terhadap timbulnya semangat memberikan bimbingan
adalah filsafat Humanisme. Aliran filsafat ini berpandangan bahwa manusia
memiliki potensi untuk dapat dikembangkan seoptimal mungkin. Aliran ini
mempunyai keyakinan bahwa masyarakat miskin dapat dikembangkan melalui
bimbingan pekerjaan sehingga pengangguran dapat dihapuskan. Mereka
berpandangan bahwa sekolah adalah tempat yang baik untuk memberikan
bimbingan pekerjaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.

Upaya yang dilakukan untuk menangkal dan mencegah prilaku-prilaku


yang tidak di harapkan seperti di sebutkan, contohnya adalah mengembangkan
potensi diri dan memfasilitasi pada narapidana secara sistematik dan terprogram
untuk mencapai kopetensi kemandirian maka narapidana tersebut diberikan

1
bimbingan konseling agar terarah jalan hidupnya dan tidak terjadi hal-hal yang
merugikan pada diri sendiri dengan melalui bimbingan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Konselor?
2. Apa Pengertian Konseli?
3. Bagaimana Membangun Hubungan Yang Baik Antar Konselor Dan
Konseli?
4. Apa Resistensi Konseling?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Konselor.
2. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Konseli.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Membangun Hubungan Yang Baik Antar
Konselor Dan Konseli.
4. Untuk Mengetahui Resistensi Konseling.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konselor
1. Pengertian Konselor
Konselor adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam
melakukan konseling. Konselor bergerak terutama dalam konseling di
bidang pendidikan, tapi juga merambah pada bidang industrian organisasi,
penanganan korban bencana, dan konseling secara umum di masyarakat.
Konselor dalam istilah bahasa inggris disebut counselor atau helper
merupakan petugas khusus yang berkualifikasi dalam bidang konseling
(counseling). Dalam konsep counseling for all, didalamnya terdapat
kegiatan bimbingan (guidance). Kata counselor ini tidak dapat dipisahkan
dari kata helping. Counselor menunjuk pada orangnya, sedangkan helping
menunjuk pada profesinya atau bidang garapannya. Jadi Konselor adalah
seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling, ia
sebagai tenaga profesional.1
Winkel mengatakan Konselor adalah seorang tenaga profesional
yang memperoleh pendidikan khusus diperguruan tinggi dan mencurahkan
seluruh waktunya pada pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Penulis dapat menyimpulkan dari uraian bahwa, Konselor adalah
tenaga profesional yang memperoleh pendidikan khusus diperguruan tinggi
yang memahami dasar dan teknik konseling secara luas. Konselor berperan
sebagai fasilitator dalam pemecahan permasalahan kliennya. Konselor lebih
banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya.
Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan,

1 Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2013), h. 50.

3
perasaan, persepsinya dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan
klien. 2

2. Pengertian Konseli
Konseling atau penyuluhan adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor atau pembimbing) kepada
individu yang mengalami suatu masalah (disebut konseli) yang bermuara
pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali
digunakan oleh Frank Parsons pada tahun 1908 saat ia melakukan konseling
karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian
mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien (client
centered).
Secara Etimologi Konseling berasal dari bahasa Latin “consilium
“artinya “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima atau
“memahami” . Sedangkan dalam Bahasa Anglo Saxon istilah konseling
berasal dari “sellan” yang berarti”menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Konseling lebih berurusan dengan klien (konseli) yang mengalami
masalah yang tidak terlalu berat sebagaimana halnya yang mengalami
psikopatologi, skizofrenia, maupun kelainan kepribadian. Umumnya
konseling berasal dari pendekatan humanistik dan berpusat pada klien.
Konselor juga berhubungan dengan permasalahan sosial, budaya, dan
perkembangan selain permasalahan yang berkaitan dengan fisik, emosi, dan
kelainan mental. Dalam hal ini, konseling melihat kliennya sebagai
seseorang yang tidak mempunyai kelainan secara patologis. Konseling
merupakan pertemuan antara konselor dengan kliennya yang
memungkinkan terjadinya dialog dan bukannya pemberian terapi atau
perawatan (treatment). Konseling juga mendorong terjadinya penyelesaian
masalah oleh diri klien sendiri.
Konseling bisa dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti
di masyarakat, dunia industri, membantu korban bencana alam, maupun

2 Https://Repository.Uin-Suska.Ac.Id/16394/7/7.%20bab%20ii_2018368bpi.Pdf. Diakses

Tanggal 23 Februari 2023

4
lingkungan pendidikan. Khusus pada dunia pendidikan tingkat dasar dan
lanjutan di Indonesia, layanan ini biasa disebut bimbingan konseling
(konseling sekolah) dilakukan oleh guru pembimbing (konselor sekolah).3
Konseli adalah individu yang memperoleh pelayanan konseling atau
diberi bantuan secara professional oleh seorang konselor atas permintaan
dia sendiri ataupun permintaan orang lain. Konseli yang datang atas
kemauannya sendiri karena dia membutuhkan bantuan, dia sadar bahwa
dalam dirinya ada masalah yang memerlukan bantuan seorang ahli. Konseli
yang datang atas permintaan orang lain seperti orang tua dan guru, berarti
dia tidak sadar akan masalah yang dialami dirinya sendiri karena kurangnya
kesadaran diri. Apabila konseli sudah sadar akan diri dan masalahnya, maka
dia mempunyai harapan terhadap konselor dan proses konseling, yaitu
supaya dia tumbuh, berkembang, produktif, kreatif, dan mandiri, sehingga
dapat menentukan keberhasilan proses konseling.
Dalam konseling pada setting persekolahan, yang dimaksud konseli
adalah peserta didik yang mendapatkan pelayanan konseling, sedangkan
dalam konseling pada setting di luar sekolah (counseling for all), yang
dimaksud konseli ialah seseorang atau sekelompok orang sebagai anggota
masyarakat, yang memperoleh pelayanan konseling.

D. Membangun Hubungan Yang Baik Antar Konselor Dan Konseli


Konselor dan konseli adalah unsur-unsur yang terdapat dalam konseling itu
sendiri. Membangun hubungan diantara keduanya adalah dasar terbentuknya
konseling yang efektif. Konselor dan konseli sama-sama dapat menyadari peran
dan fungsinya sehingga bertingkah laku sesuai dengan peran dan fungsi tersebut.
Bagaimanpun apabila salah satu pihak enggan bekerja sama, proses konseling akan
berjalan pincang.

3 Https://Mahasiswa.Yai.Ac.Id/V5/Data_Mhs/Tugas/1724090127/02tugas%20konseling.

Diakses Tanggal 23 Februari 2023

5
Hal yang perlu diketahui konselor adalah sikap bersedia atau menolak
seorang konseli untuk digali permasalahannya dipengaruhi oleh bagaimana
hubungan yang terjalin dalam konseling. Selain itu, hubungan konseling yang
efektif juga melibatkan bagaimana karakte ristik konselor-konseli, seperti yang
dikatakan oleh Corey “Seorang konselor harus memiliki tingkat perhatian yang
tinggi, memiliki minat dan kemampuan dalam membantu klien, dan ketulusan
dalam membantu. Sementara seorang klien harus memiliki motivasi, minat,
perhatian, persepsi, pengharapan, dan kerja sama yang baik dengan konselor. “

Hubungan konseling antara konselor dan konseli adalah hubungan yang


bersifat profesional. Bentuk hubungan konseling tersebut dapat pula dikembangkan
pada berbagai profesi dan hubungan dalam kehidupan, seperti kedokteran,
perusahaan, sekolah, dan pelatih.

Hubungan konseling dalam berbagai setting tersebut menunjukkan bahwa


adanya kebutuhan dan keterkaitan dalam setiap aspek kehidupan. Hubungan yang
tercipta pada hakikatnya memiliki tujuan masing-masing. Hal ini tergantung pada
apa dan siapa yang menjadi topik konseling. Tetapi pada prinsipnya, hubungan
konseling yang melibatkan konselor adalah satu-satunya bentuk hubungan yang
professional.

Akan tetapi jika kehadiran konseli atas dorongan orang lain, maka konselor
harus menciptakan kondisi yang membuat konseli mau terlibat secara afeksi dan
kognitif pada proses konseling. Untuk membangun hubungan konseling yang
efektif, dibutuhkan keterbukaan konseli yang memudahkan konselor menggali
permasalahannya, untuk mencapai keterbukaan itu, sikap dan keahlian konselor
memegang peranan penting. Sifat-sifat tersebut meliputi empati, jujur, asli,
toleransi, respek, menerima, dan komitmen terhadap hubungan konseling.

Selain itu, George dan Cristiani menyebutkan enam karakteristik hubungan


konseling yaitu afeksi, intensitas, pertumbuhan dan perubahan, privasi, dorongan,
dan kejujuran. keenam karakteritik tersebut diuraikan sebagai berikut:

6
1. Afeksi
Hubungan yang terjalin dalam proses konseling lebih banyak melibatkan aspek
afeksi daripada aspek kognitif. Hubungan afeksi akan terlihat di sepanjang
proses konseling, Hubungan afeksi yang baik akan menciptakan rasa aman
pada klien untuk menceritakan permasalahannya pada konselor, sehingga
proses konseling berlangsung produktif.
2. Intensitas
Intensitas hubungan antara konselor dan klien akan menjadikan klien leluasa
membagi pengalaman masalahnya pada konselor Tanpa adanya intentsitas
hubungan antara konselor dan konseli, konseli akan tetap bersikap defensif
terhadap konselor. Untuk itu lah, konselor harus mengupayakan agar
hubungannya dengan konseli dapat terjalin secara mendalam.
3. Pertumbuhan dan Perubahan
Hubungan konseling bersifat dinamis. Akan tetap terjadi pertumbuhan dan
perubahan dalam prosesnya. Seorang konselor harus menjadikan hubungan
yang telah terjalin terusmenerus mengalami kemajuan. Dengan demikian,
konseli akan belajar untuk memahami dirinya dan orang lain sekaligus
bertanggung jawab mengembangkan dirinya sendiri.
4. Privasi
Dalam proses konseling, konseli akan mengungkapkan permasalahannya pada
konselor. Ada hal-hal memalukan dan dianggap tidak menyenangkan bagi
konseli yang bersifat rahasia. Konselor wajib menjaga kerahasiaan tersebut.
Perlindungan dan jaminan kerahasiaan inilah yang akan membuat konseli
bersikap terbuka pada konselor sehingga memperlancar proses konseling.
5. Dorongan
Konselor yang efektif harus senantiasa memotivasi konselinya agar berani
mengambil tindakan positif yang dapat mengembangkan dirinya dan
mengeluarkannya dari masalah. Dorongan ini akan menciptakan semangat bagi
konseli untuk mengubah perilakunya dan siap untuk menerima risiko dari
keputusan yang telah diambilnya.

7
6. Kejujuran
Kejujuran adalah syarat membangun hubungan yang efektif antara konselor dan
konseli. Kebohongan yang ditimbulkan di antara keduanya akan menimbulkan
perasaan tertipu dan menjauhkan rasa kepercayaan. Konseling akan berakhir
sia-sia karena masing-masing pihak tidak saling terbuka dan menutupi
kelemahan pada diri masing-masing.
Membangun hubungan konseling bukanlah pekerjaan yang mudah.
Beberapa konselor bahkan mengalami banyak hambatan untuk melahirkan
hubungan yang efektif tersebut. Untuk itu, Willis mengemukakan beberapa hal
yang harus dipelihara dalam hubungan konseling yang harus diketahui
konselor, yakni:
a. Kehangatan, hal ini akan menjadikan konseling tidak berlangsung dengan
kaku dan formal. Ada rasa persahabatan dan semangat yang terbentuk bila
terjadi kehangatan dalam konseling.
b. Hubungan yang empati, yaitu konselor dapat merasakan apa yang dirasakan
konseli serta memahami diri dan masalah yang dihadapi konseli.
c. Keterlibatan konseli, hal ini sangat ditentukan keterbukaan konseli di
hadapan koselor. Konselor harus meyakinkan konseli agar jujur
mengemukakan masalah, perasaan, dan harapan yang ingin dicapainya
dalam konseling.4

E. Resitensi Konseli
Memahami resistensi konseli adalah hal yang patut diketahui oleh konselor.
Menurut Gladding konseli yang resistensi adalah konseli yang tidak mau atau
menolak perubahan. Resistensi ini terjadi karena konseli tidak bersedia untuk
melalui rasa sakit yang dituntut konselor agar terjadi perubahan. Dalam hal ini,
konseli bertahan pada tingkah lakunya yang sekarang meskipun tingkah laku
tersebut tidak lagi produktif dan disfungsional. Konseli kemungkinan tidak bersedia

4 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, (Jakarta: PT Kharisma

Putra Utama, 2011), h. 57-61.

8
membuat keputusan dan tidak mengambil tindakan untuk menyelesaikan
permasalahannya. Hal tersebut akan mengganggu proses konseling.

Ketika seorang konseli melakukan resistensi, ia akan bersifat tertutup pada


konselornya, padahal apabila konseli bersikap demikian, konselor akan mengalami
kesulitan menggali akar permasalahan yang dialami si konseli. Resistensi yang
dilakukan konseli terus-menerus akan menyebabkan konseli tidak mau terlibat
dalam proses konseling. Dalam hal ini, Willis menggambarkannya dalam bentuk
(Resistensi-Tertutup-Tidak Mau Terlibat) .Dampak Resistensi pada Keterlibatan
konseli Apakah sebenarnya yang menyebabkan seorang konseli menjadi resistensi?
untuk menjawab hal ini, Willis mengemukakan sebab-sebab resistensi pada konseli,
sebagai berikut:

1. Konseli dihadirkan secara paksa, mungkin atas desakan orangtua atau guru.
2. Konselor bersikap kaku, curiga, kurang bersahabat, atau konselor terlalu
mendominasi konseling.
3. Situasi ruang konseling kurang mendukung konseli untuk bersikap terbuka,
misalnya, terlalu ramai, ruangan dekat dengan ruang lain yang mudah
mendengarkan pembicaraan.
4. Faktor pribadi konseli , seperti, keangkuhan karena jabatan, titel (gelar), dan
kekayaan.
Oleh karena itu, sebelum resistensi konseli terjadi, konselor perlu
mengetahui gejala-gejala resistensi ini. Willis menguraikan gejala-gejala
resistensi konseli sebagai berikut:
a. Bicara konseli sangat formal, bersifat permukaan, dan menutup hal- hal
yang sifatnya pribadi.
b. Konseli enggan untuk berbicara sehingga lebih banyak diam.
c. Konseli bersikap defensif, artinya bertahan atau tidak mau berbagi,
mempertahankan kerahasiaan, menghindar, menolak, atau membantah.
Selanjutnya, Gladding mengutip pernyataan Otani yang dikutip dari
Lesmana ia mengategorisasikan resistensi konseli dalam empat bentuk,
yaitu:

9
1) Jumlah verbalisasi.
2) Isi dari pesan.
3) Gaya komunikasi.
4) Sikap terhadap konselor dan sesi konseling.
Resistensi konseli perlu diantisipasi oleh konselor agar tercipta suasana
konseling yang menyenangkan. Akan tetapi, apabila resistensi tetap terjadi,
maka konselor perlu memiliki kesiapan yang matang dalam menghadapinya.
Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh konselor dalam menghadapi konseli
yang resisten, menurut Willis adalah sebagai berikut:
a) Mengalihkan topik pembicaraan.
b) Memberikan motivasi pada konseli
c) Menurunkan dan menaikkan level diskusi tergantung tingkat kemampuan
konseli
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk menghadapi resistensi konseli
seperti yang dikemukakan oleh Gladding adalah:
1. Mengantisipasi kemarahan, frustrasi, defensivitas, yang ditunjukkan oleh
konseli.
2. Seorang konselor yang menyadari adanya kemungkinan kliennya dapat
melakukan resitensi biasanya akan memiliki kesiapan yang lebih matang
dalam menghadapinya. Konselor akan meningkatkan kesabarannya, tidak
melakukan penilaian apa pun terhadap konseli, dan meningkatkan
kepercayaan konseli.
3. Menggunakan persuasi.
Melakukan persuasi terhadap konseli akan sangat berpengaruh dalam
menghadapi resistensi klien. Melalui persuasi sebenarnya telah
menanamkan pengaruh pada diri konseli. Persuasi akan menjadikan konseli
lebih termotivasi menjalankan prosedur yang telah ditetapkan pada dirinya.
4. Konfrontasi.
Dalam hal ini, konselor mengingatkan kembali bahwa keberhasilan
konseling ditentukan oleh konselor dan konseli. Konselor menjelaskan

10
tentang apa yang telah ia lakukan, dan meminta tanggung jawab konseli
untuk melakukan sesuatu yang lain.
Apabila setelah semua upaya dilakukan, namun konseli tetap juga
melakukan resistensi, maka sebaiknya konseli di Drop Out secara baik atau
dialihkan kepada konselor yang lebih cocok. Hal ini dilakukan berdasarkan
pertimbangan bahwa resistensi konseli yang berkelanjutan tidak dapat
menyingkap rahasia di balik permasalahan yang dialaminya, sehingga apabila
konseling tetap dilanjutkan maka tidak akan menghasilkan apa-apa.5

5 Ibid. h. 55-57.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dalam proses
pendidikan untuk membantu individu meningkatkan kemampuannya dalam
memahami diri dan lingkungannya agar mencapai perkembangan secara optimal.
Konseli adalah individu yang memperoleh pelayanan konseling atau diberi
bantuan secara professional oleh seorang konselor atas permintaan dia sendiri
ataupun permintaan orang lain. Adapun Konselor adalah seseorang yang memiliki
keahlian dalam bidang pelayanan konseling, ia sebagai tenaga professional.
Menurut Gladding konseli yang resistensi adalah konseli yang tidak mau
atau menolak perubahan. Resistensi ini terjadi karena konseli tidak bersedia untuk
melalui rasa sakit yang dituntut konselor agar terjadi perubahan.
Konselor dan konseli adalah unsur-unsur yang terdapat dalam konseling itu
sendiri. Membangun hubungan diantara keduanya adalah dasar terbentuknya
konseling yang efektif. Konselor dan konseli sama-sama dapat menyadari peran
dan fungsinya sehingga bertingkah laku sesuai dengan peran dan fungsi tersebut.

B. Saran
Demikian pokok bahasan yang dapat kami paparkan, besar harapan kami
makalah ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak dalam memahami Unsur
Konseling. Karena keterbatasan akan ilmu dan referensi, kami menyadari makalah
ini jauh dari kata sempurna. Semoga kedepannya bagi siapa ssaja yang nantinya
akan menulis makalaah dengan judul yang sama bisa jauh lebih baik dari segi
pembahasannya maupun pemaparannya. Sekian terimakasih

12
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, dan Boy Soedarmadji. 2012, Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Lubis, Namora Lumongga. 2011, Memahami Dasar-dasar Konseling. Jakarta: PT


Kharisma Putra Utama.

Https://Repository.Uin-Suska.Ac.Id/16394/7/7.%20bab%20ii_2018368bpi.Pdf.
Diakses Tanggal 23 Februari 2023

Https://Mahasiswa.Yai.Ac.Id/V5/Data_Mhs/Tugas/1724090127/02tugas%20kons
eling. Diakses Tanggal 23 Februari 2023

13

Anda mungkin juga menyukai