2.3.13.2 - SK Penerapan Manajemen Resiko 2
2.3.13.2 - SK Penerapan Manajemen Resiko 2
DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS LICIN
Jl. Raya Licin Telp.(0333) 427181, 413067 Email : puskesmaslicin@yahoo.co.id
BANYUWANGI 68454
KEPUTUSAN
KEPALA UPTD PUSKESMAS LICIN
NOMOR : 188.4/ 40 /429.114.07/2017
TENTANG
MEMUTUSKAN
Kedua ...
KEDUA : Pedoman Indikator Mutu Puskesmas di UPTD Puskesmas Licin
sebagaimana tercantum dalam lampiran merupakan bagian tak
terpisahkan dari Keputusan ini;
KETIGA : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Licin
Pada Tanggal : 04 Januari 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puskesmas sebagai tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang
dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung
karyawan Puskesmas Licin, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung
Puskesmas. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola menerapkan upaya-
upaya Manajemen Resiko. Sistem manajemen resiko dalam hal keselamatan dan
kesehatan kerja dapat diberikan batasan sebagai berikut: manajemen resiko
merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan prosedur, proses dan
sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
kerja yang aman, efisien dan produktif.
Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga
kesehatan dan penelitian dengan berbagai fasilitas dan peralatan kesehatannya,
namun ada kemungkinan yang mempunyai resiko bahaya seperti kecelakaan jatuh,
terpeleset akibat penataan ruang yang tidak tepat, kebakaran akibat gas, instalasi
listrik dan atau pasien jiwa yang main korek api atau rokok yang tidak diketahui
petugas, gempa, bahan kimia berbahaya, penyakit-penyakit infeksi, gangguan
psikososial pasien yang sedang mengalami sakit serta gangguan ergonomi.
Sarana pelayanan kesehatan ini mempunyai karakteristik khusus yang dapat
meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali menggunakan dan
menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat atau membiarkan orang
lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan
kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah anggota
tim (perawat instrumen atau asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini dapat
mempercepat dan menambah stres kecemasan, kelelahan, frustasi dan kadang-
kadang bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah acapkali terjadi
tanpa sepengetahuan orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga sarung
tangan dilepaskan pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada
kenyataannya, jari jemari acap kali menjadi tempat goresan kecil dan luka,
meningkatkan risiko infeksi terhadap patogen yang ditularkan lewat darah.
Kondisi gawat darurat dapat terjadi setiap waktu dan mengganggu kegiatan
rutin. Mencegah luka dan paparan (agen yang menyebabkan infeksi) pada kondisi
ini sesungguhnya suatu yang menantang (Advanced Precaution for Today’s OR).
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu manajemen
resiko di tempat pelayanan kesehatan perlu dikelola dengan baik. Agar
penyelenggaraan keselamatan kesesehatan kerja lebih efektif, efesien dan terpadu
diperlukan sebuah manajemen resiko di Puskesmas Licin.
Upaya menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi di Puskesmas Licin
diperlukan upaya pengendalian melalui manajemen risiko. Manajemen risiko
merupakan metoda penanganan sistematis formal yang difokuskan pada
pengidentifikasian dan pengontrolan peristiwa atau kejadian yang memiliki
kemungkinan perubahan yang tidak diinginkan.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Terciptanya cara kerja di lingkungan Puskesmas Licin dengan kerja yang
sehat, aman, nyaman, baik karyawan Puskesmas Licin, maupun pasien serta
pengunjung dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Karyawan Karyawati Puskesmas Licin mengetahui tentang Manajemen
Resiko.
b. Karyawan Karyawati Puskesmas Licin mampu mengidentifikasi bahaya yang
akan terjadi di Puskesmas Licin.
c. Karyawan Karyawati Puskesmas Licin mampu mengelola manajemen
Resiko di tempatnya.
d. Karyawan Karyawati Puskesmas Licin mampu menlaksanakan sistem
Manajemen Resiko.
C. Sasaran Pedoman
1. Karyawan Karyawati Puskesmas Licin
2. Masyarakat pengunjung/pengguna Layanan
3. Pasien yang sedang berobat atau dirawat di Puskesmas Licin
D. Ruang Lingkup Pedoman
1. Tahapan Identifikasi Resiko
Pertama kali proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko.
Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus
menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau
kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses
identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses
inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu pekerjaan,
harus diidentifikasi. Adapun proses identifikasi harus dilakukan secara cermat
dan komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan atau tidak
teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko dapat dilakukan dengan
beberapa teknik, antara lain: Brainstorming, Questionnaire, Industry
benchmarking, Scenario analysis, Risk assessment workshop, Incident
investigation, Auditing, Inspection, Checklist, HAZOP (Hazard and Operability
Studies) dan sebagainya
2. Kejadian tidak diharapkan (KTD) (Adverse Event)
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (commision) atau karena tidak bertindak
(ommision), dan bukan karena ”underlying disease” .
Penyebab yang paling umum terjadi akibat medical errors, kegagalan
komunikasi: verbal/tertulis, miskomunikasi antar staf, antar shif, informasi tidak
didokumentasikan dengan baik / hilang, masalah-masalah komunikasi: tim
layanan kesehatan di 1 lokasi, antar berbagai lokasi, antar tim layanan dengan
pekerja non klinis, dan antar staf dengan pasien.
Arus informasi yang tidak adekuat. Ketersediaan informasi yang kritis
saat akan merumuskan keputusan penting, komunikasi tepat waktu dan dapat
diandalkan saat pemberian hasil pemeriksaan yang kritis, koordinasi instruksi
obat saat transfer antara unit, informasi penting tidak disertakan saat pasien
ditransfer ke unit lain / dirujuk ke RS lain.
Masalah SDM. Gagal mengikuti kebijakan, SOP dan proses-proses,
dokumentasi suboptimal dan labeling spesimen yang buruk, kesalahan berbasis
pengetahuan, staf tidak punya pengetahuan yang adekuat, untuk setiap pasien
pada saat diperlukan
Hal-hal yang berhubungan dengan pasien. Idenifikasi pasien yang
tidak tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap, kegagalan memperoleh
consent, pendidikan pasien yang tidak adekuat.
Transfer pengetahuan di rumah sakit. Kekurangan pada orientasi atau
training, tingkat pengetahuan staf untuk jalankan tugasnya, transfer
pengetahuan di RS pendidikan.
Pola SDM / alur kerja. Para dokter, perawat,, dan staf lain sibuk karena
SDM tidak memadai, pengawasan / Supervisi yang tidak adekuat.
Kegagalan-kegagalan teknis. Kegagalan alat / perlengkapan: pompa
infus, monitor. Komplikasi / kegagalan implants atau grafts. Instruksi tidak
adekuat, peralatan dirancang secara buruk bisa sebabkan pasien cidera.
Kegagalan alat tidak teridentifikasi secara tepat sebagai dasar cideranya pasien,
dan diasumsikan staf yang buat salah. RCA yang lengkap, sering tampilkan
kegagalan teknis, yang mula-mula tidak tampak, terjadi pada suatu KTD.
Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat. Pedoman cara pelayanan
dapat merupakan faktor penentu terjadinya banyak medical errors. Kegagalan
dalam proses layanan dapat ditelusuri sebabnya pada buruknya dokumentasi,
bahkan tidak ada pencatatan, atau SOP klinis yang adekuat
3. Respon Manajemen
Setelah risiko-risiko yang mungkin terjadi diidentifikasi dan dianalisa, tim
manajerial akan mulai memformulasikan strategi penanganan risiko yang tepat.
Strategi ini didasarkan kepada sifat dan dampak potensial / konsekuensi dari
risiko itu sendiri.
Adapun tujuan dari strategi ini adalah untuk memindahkan dampak risiko
sebanyak mungkin dan meningkatkan kontrol terhadap risiko. Berikut ini Jenis
jenis metode pengelolaan antara lain :
1. Menghindari risiko
2. Mencegah risiko dan mengurangi kerugian
3. Meretensi risiko
4. Mentransfer risiko
5. Asuransi
E. Batasan Operasional
1. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari Puskesmas itu sendiri. Misalnya
risiko kerusakan peralatan kerja karena kesalahan pengoperasian, risiko
kecelakaan kerja, risiko mismanagement, dan sebagainya.
2. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar Puskesmas. Misalnya risiko
pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan sebagainya.
3. Risiko Statis, yaitu risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang
berada dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun
spekulatif. Contoh risiko spekulasi statis: kunjungan pasien tidak memenuhi
target. Contoh risiko murni statis : Ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir,
angin topan, dan kematian secara acak (secara random).
4. Risiko Dinamis, yaitu Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam
masyarakat. Risiko dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh
sumber risiko dinamis: perkembangan teknologi, dan perubahan undang-undang
atau perubahan peraturan pemerintah.
5. Risiko Subyektif, yaitu Risiko yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang
yang mengalami ragu – ragu atau cemas akan terjadinya kejadian tertentu.
6. Risiko Obyektif, yaitu Probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan
(dari rata - rata) sesuai pengalaman.
7. Manajemen risiko merupakan metoda penanganan sistematis formal dimana
dikonsentrasikan pada pengientifikasian dan pengontrolan peristiwa atau
kejadian yang memiliki kemungkinan perubahan yang tidak diinginkan.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadwalan ketenagaan Manajemen Resiko disesuaikan
dengan tempat dan kapasitas tim manajemen resiko.Tim manajemen resiko berada
dalam struktur tim pengendalian mutu yang dikoordinir oleh Penanggung jawab Mutu
klinis dan keselamatan pasien. Tim manajemen resiko di Puskesmas Licin, meliputi:
1. Tim UGD/Perawatan Bersalin :
2. Tim pelayanan rawat jalan
3. Tim Rawat Inap Intensiv
4. Tim Rawat Inap jiwa dan dapur/gudang
5. Tim gedung pertemuan
C. Jadwal Kegiatan
Manajemen resiko dilaksanakan disaat melaksanakan tugas pelayanan
kesehatan di masing masing tempat dengan satu orang yang bertanggungjawab dan
selalu berkoordinasi dengan penannggungjawab mutu klinis dan keselamatan pasien.
Jadwal penanggungjawab manajemen resiko disusun oleh penanggung jawab Mutu
klinis dan keselamatan pasien yang telah disepakati bersama tim manajamen
resiko.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
B. Standar Fasilitas
Standar dan fasilitas Manajemen resiko sebagai berikut:
No Sarana Jumlah
1 APAR
2 Tanda Penunjuk evakuasi
3 Alat Pelindung Diri
BAB IV
TATA LAKSANA
A. Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan Manajemen Resiko dilakukan di semua aspek kegiatan
pelayanan baik aspek fisik maupun aspek psikososial, yang meliputi:
1. Aspek Fisik
a. Gedung pelayanan rawat jalan
b. Gedung rawat inap umum/UGD/Persalinan
c. Gedung Rawat Inap intensif
d. Gedung Rawat inap jiwa
e. Gedung Pertemuan
f. Gedung Dapur/ Gudang
g. Gedung Mushola
h. Gudang B3
i. Parkir
j. Halaman
k. Pagar
2. Aspek Psikososial
a. Hubungan antar karyawan
b. Hubungan Karyawan dan pasien
c. Hubungan karyawan dengan pengunjung atau keluarga pasien
d. Lingkungan psikososial pelayanan
B. Metode
1. Metode Identifikasi Resiko
Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan
terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko
atau kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil Puskesmas.
Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting,
karena dari proses inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada
suatu pekerjaan, harus diidentifikasi. Adapun proses identifikasi harus dilakukan
secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan
atau tidak teridentifikasi.
Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko dapat dilakukan dengan
beberapa teknik, antara lain:
a. Brainstorming
b. Questionnaire
c. Industry benchmarking
d. Scenario analysis
e. Risk assessment workshop
f. Incident investigation
g. Auditing
h. Inspection
i. Checklist
j. HAZOP (Hazard and Operability Studies)
Rekomendasi
Identifikasi Tindakan
Tindakan Lain Tanggung Review
No Resiko Yang Biaya
– Tanggal Jawan Tanggal
Korban Sudah Ada
Mulai
1
2
3
dst.
Hampir Tidak
Jarang terjadi (dapat terjadi dalam > 5 sampai 30
1 Pernah
tahun)
(Remote)
PENILAIAN SESUAI HAZARD
TINGKAT BAHAYA
KATASTROPIK MAYOR MODERAT MINOR
4 3 2 1
SERING
16 12 8 4
4
KADANG
12 9 6 3
3
JARANG
8 6 4 2
2
HAMPIR
TIDAK
4 3 2 1
PERNAH
1
2 Jagalah Kebersihan
C. Langkah Kegiatan
Langkah-langkah manajemen resiko, sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan (Komitmen dan Kebijakan)
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan
mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan Puskesmas. Kepala
Puskesmas mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial
seperti pendanaan, tenaga manajemen resiko dan sarana untuk terlaksananya
program manajemen resiko. Kebijakan manajemen resiko diwujudkan dalam
bentuk struktur organisasi Puskesmas.
Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan Manajemen resiko, perlu
disusun strategi antara lain:
a. Advokasi sosialisasi program manejemen resiko ke karyawan Puskesmas
b. Menetapkan tujuan yang jelas
c. Organisasi dan penugasan yang jelas
d. Meningkatkan SDM profesional di bidang Manajemen resiko sakit pada
setiap unit kerja di lingkungan rumah sakit
e. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak
f. Kajian resiko secara kualitatif dan kuantitatif
g. Membuat program kerja manajemen resiko yang mengutamakan upaya
peningkatan dan pencegahan
h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala
2. Tahap perencanaan
Puskesmas harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen resiko dengan sasaran yang jelas
dan dapat diukur. Perencanaan manajemen resiko di Puskesmas dapat
mengacu pada standar sistem manajemen resiko diantaranya self assesment
akreditasi pengendalian mutu. Perencanaan meliputi:
a. Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi
Penilaian faktor resiko, yaitu proses untuk menentukan ada tidaknya
resiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang
menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja. Pengendalian
faktor risiko, dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan
sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah /tidak ada
(engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP)
b. Membuat peraturan, yaitu rumah sakit harus membuat, menetapkan dan
melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan
peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi,
diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada
karyawan dan pihak yang terkait.
c. Tujuan dan sasaran, yaitu rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan
perundang-undangan, bahaya potensial, dan risiko kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran,
sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART).
d. Indikator kinerja, harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja
manajemen mutu yang sekaligus merupakan informasi mengenai
keberhasilan pencapaian manajemen mutu.
e. Program kerja, yaitu Puskesmas harus menetapkan dan melaksanakan
proram manajemen resiko, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring,
evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
3. Tahap penerapan atau pelaksanaan
Pelaksanaan manajemen resiko harus melibatkan semua unsur kegiatan
operasional. Maka dari itu pekerjaan atau tugas apapun tidak dapat diselesaikan
secara efisien kecuali jika si pekerja telah mengikuti setiap tindak pencegahan
dan peraturan manajemen resiko untuk melindungi dirinya dan kawan kerjanya.
Sesuai dengan konsep sebab akibat kecelakaan serta prinsip pencegahan
kecelakaan, maka pengelompokan unsur K3 diarahkan kepada pengendalian
sebab dan pengurangan akibat terjadinya kecelakaan.
Pelaksanaan manajemen resiko di Puskesmas sangat tergantung dari
rasa tanggung jawab manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban
masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan kesehatan dan
keselamatan kerja. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan
yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua
petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua
organisasi/satuan pelaksana manajemen resiko Puskesmas Licin secara spesifik
harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan manajemen resiko di
semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab
timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan
pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga
dapat dilaksanakan dengan baik.
Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk
menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih
terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari
pemecahannya. Organisasi/unit pelaksana manajemen resiko membantu
melakukan upaya promosi di lingkungan Puskesmas baik pada petugas, pasien,
maupun pengunjung yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di
Puskesmas. Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan manajemen resiko antar
bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang
terbaik atau terbagus adalah pelaksanaan dan penerapan manajemen resikonya
mendapat reward dari Puskesmas Licin.
BAB V
LOGISTIK
3. Tanda Keselamatan
4. Jalur Evakuasi
6. Jalur Evakuasi
7. Jagalah Kebersihan
8. Kotak P3K
9. Pemadam Api
15 Perhatian
21 Bahan beracun
NO NAMA LABEL / TANDA
22. Bahan Kimia Keras