Anda di halaman 1dari 26

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA DAN PEMBERIAN

TRANSFUSI DARAH PADA PASIEN KANKER PRE KEMOTERAPI


DI RSI SULTAN AGUNG
SEMARANG

Disusun Oleh :
Yulia Ulfa Kusuma Astuti
30902200319

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia dan merupakan penyakit
tidak menular yang sering dialami oleh masyarakat. Sebagai peringatan atau bentuk
kepedulian kita pada penderita kanker, setiap tanggal 4 Februari diperingati sebagai hari
kanker sedunia. Pada momen ini kita diingatkan untuk selalu meningkatkan kesadaran
kita dalam upaya mencegah penyakit kanker.World Health Organization (WHO) (2010)
memprediksi kasus kanker akan mencapai 21,4 juta kasus pada tahun 2030 dan akan terus
mengalami peningkatan. Dua pertiga kasus terjadi di Negara-negara berkembang seperti
di Indonesia. Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi penyakit
tumor/kanker di Indonesia mencapai 1,4 per 1000 penduduk (Kemenkes RI, 2013).
Menurut data Global Burden of Cancer Study (Globocan) (2020) total kasus kanker di
Indonesia mencapai 396.914 kasus dan total kematian sebesar 234.511 kasus.
Berdasarkan data Globocan (2020) jumlah kasus pada kanker payudara di
Indonesia memiliki presentase tertinggi sebesar 16,6% atau 65.858 kasus dari total
396.914 kasus kanker. Urutan kedua yaitu Kanker serviks (leher rahim) dengan jumlah
36.633 kasus atau 9,2% dari total kasus. Kanker paru-paru berada di urutan ketiga dengan
jumlah presentase kasus 8,8% atau 34.783 kasus, kemudian kanker hati dengan jumlah
kasus 21.392 kasus (5,4% dari total kasus), dan kanker nasofaring sejumlah 19.943 kasus
(5% dari total kasus).
Kanker merupakan sekelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan dan
penyebaran sel abnormal yang tidak terkontrol . Sel-sel kanker akan terus membelah diri
dan tumbuh dengan cepat. Kemudian sel kanker tersebut akan masuk ke jaringan
sekitarnya dan terus menyebar ke jaringan ikat, darah, serta akan menyerang organ-organ
penting dan syaraf tulang belakang (Indah, 2019). Ada beberapa pengobatan yang bisa
dilakukan oleh penderita kanker. Pengobatan kanker yang dilakukan saat ini bisa melalui
operasi pengangkatan jaringan, radioterapi, dan atau kemoterapi (Nurjanah, 2016).
Kemoterapi adalah upaya atau cara untuk menghancurkan sel kanker dengan
pemberian obat anti kanker (antineoplastik) dimana nantinya obat ini akan bekerja
dengan menghalangi penyebaran dan mengakibatkan regresi kanker (Kowalak, 2011).
Obat kemoterapi dapat mempengaruhi sel kanker maupun sel normal dan dalam jumlah
tertentu dapat menimbulkan beberapa efek samping terhadap mukosa oral dan
gastrointestinal (mual muntah), folikel rambut, sistem reproduktif, dan sistem hemopoetik
(Aziz dkk, 2010).
Menurut Aziz dkk (2010) sebanyak 67-81% pasien kanker yang telah menjalani
kemoterapi menderita anemia. Menurut Aminullah dkk (2012), terjadinya anemia pada
diri pasien saat pemberian obat anti kanker, menyebabkan hasil pengobatan menjadi
kurang efektif. Respons pasien terhadap kemoterapi bisa menurun. Menurut penelitian
Winarsih (2014), kemoterapi memiliki dampak dalam bidang kehidupan baik segi fisik
maupun dari segi psikologis. Pelaksananaan kemoterapi diberikan secara berkala, hal ini
bertujuan untuk meminimalkan jumlah sel kanker yang juga dapat menimbulkan
kerusakan pada sel sehat sehingga menimbulkan beberapa gejala. Toksisitas yang umum
terjadi pada obat-obat kemoterapi antara lain mielosupresi (anemia, leukopenia,
trombositopenia), mual muntah, ulserasi membran mukosa dan alopesi. Anemia karena
toksisitas obat kemoterapi bisa diakibatkan oleh karena pendesakan sumsum tulang
belakang yang akan mengakibatkan terjadinya pengurangan jumlah stem cells. Obat
kemoterapi akan menghambat proses pembentukan sel – sel darah baru di sumsum tulang
belakang. Tetapi kemungkinan efek toksisitas yang lain seperti mual dan muntah juga
bisa mengakibatkan nutrisi pasien berkurang yang bisa mengakibatkan anemia.
Anemia merupakan salah satu kelainan darah dimana jumlah sel darah merah
dalam tubuh menjadi terlalu rendah atau kurang dari normal. Hal ini dapat menyebabkan
masalah kesehatan karena sel darah merah mengandung hemoglobin yang membawa
oksigen ke jaringan tubuh. Anemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk
kelelahan dan stress pada organ tubuh (Proverawati, A, 2011). Pemberian transfusi darah
pada pasien anemia dapat membantu pemenuhan kadar hemoglobin. Transfusi darah
merupakan proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang (pendonor) kepada
orang lain (resipien). Transfusi bertujuan sebagai penggantian darah yang hilang akibat
perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan mempertahankan daya tahan tubuh terhadap
infeksi (Setyati, 2010).
Berdasarkan hal tersebut, kejadian anemia atau pemberian transfusi darah pada
pasien kanker menjadi penting untuk ditangani khususnya pada pasien yang menjalani
kemoterapi. Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Anemia dan Pemberian Transfusi Darah pada Pasien Kanker Pre
Kemoterapi khususnya di RSI Sultan Agung Semarang, sehingga dapat dilakukan
penanganan yang tepat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


dalam mengidentifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Dan Pemberian
Transfusi Darah Pada Pasien Kanker Pre Kemoterapi.

C. Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi anemia dan pemberian
tranfusi darah pada pasien kanker pre kemoterapi di RSI Sultan Agung Semarang
2) Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakterisik pasien dengan anemia dan pemberian transfusi
darah pada penderita kanker yang menjalani kemoterapi yang meliputi umur,
jenis kanker dan kadar Hb anemia.
b. Mengetahui gambaran anemia pada pasien kanker berdasarkan frekuensi
kemoterapi di RSI Sultan Agung Semarang.
c. Mengidentifikasi asupan gizi yang dikonsumsi pasien kanker yang akan
menjalani kemoterapi di RSI Sultan Agung Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pengalaman
peneliti tentang faktor apa saja yang mempengaruhi anemia dan pemberian transfusi
darah pada pasien kanker kemoterapi yang menjalani kemoterapi.
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi dan masukan serta bisa
dijadikan referensi rujukan untuk menambah pengetahuan khusunya status anemia
pada pasien kanker pre kemoterapi.
3. Manfaat Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan standar pelayanan di rumah
sakit untuk meningkatkan intervensi keperawatan dalam penanganan pasien anemia
pada penderita kanker pre kemoterapi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Anemia
a) Definisi

Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah, hemoglobin, dan


hematokrit di bawah nilai normal. Menurut WHO, anemia pada dewasa tidak
hamil adalah apabila kadar HB dibawah 12 gr% Anemia dapat disebabkan
oleh defisiensi faktor pembentuk sel darah (defisiensi), hemolisis sel darah
yang berlebihanm perdarahan, gangguan produksi/proliferasi. karena kelainan
eritropoiesis di sumsum tulang, penyebab lainnya adalah hampir seluruh jenis
obat kemoterapi yang bersifat myelosuppression (Rahmayanti, 2021).

Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau
eritrosit berkurang sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai
pembawa oksigen ke seluruh jaringan (Astuti & Ertiana, 2018).

b) Etiologi
Menurut Proverawati, A (2011) penyebab umum dari anemia antara lain :
1) Anemia dari pendarahan aktif
Kehilangan darah melalui perdarahan menstruasi berat atau luka dapat
menyebabkan anemia. Kehilangan darah akut dari perdarahan internal
(dampak dari ulkus peptikum) atau perdarahan eksternal (seperti
trauma) dapat menyebabkan anemia dalam kurun waktu yang sangat
singkat. Jenis anemia ini bisa mengakibatkan gejala yang parah dan
konsekuensi berat jika tidak segera ditangani.
2) Anemia defisiensi besi
Kebutuhan zat besi pada sumsum tulang untuk membuat sel-sel darah
merah. Iron memainkan peranan penting dalam struktur yang tepat dari
molekul hemoglobin. Jika asupan besi terbatas atau tidak tercukupi
karena diet yang buruk, maka terjadilah anemia. Hal ini disebut
anemia kekurangan zat besi.
3) Anemia penyakit kronis
Setiap kondisi medis jangka panjang dapat menyebabkan anemia.
Mekanisme yang tepat dari proses ini tidak diketahui, tetapi
berlangsung lama dan kondisi medis yang berkelanjutan seperti infeksi
kronis atau kanker dapat menyebabkan anemia.
4) Anemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal
Ginjal mengeluarkan hormon yang disebut eritropoietin yang
membantu tulang untuk membuat sel darah merah. Pada orang dengan
penyakit ginjal kronis (jangka panjang), produksi hormon ini
berkurang, hal ini dapat menyebabkan anemia.
5) Anemia yang berhubungan dengan kehamilan
Peningkatan kadar cairan plasma selama kehamilan mengencerkan
darah (hemodilusi), yang dapat tercermin sebagai anemia.
6) Anemia yang berkaitan dengan gizi buruk
Banyak vitamin dan mineral diperlukan untuk membuat sel-sel darah
merah. Selain zat besi, vitamin B12 dan folat diperlukan untuk
produksi hemoglobin yang tepat. Kekurangan dalam salah satu dapat
menyebabkan anemia karena kurangnya produksi sel darah merah.
7) Anemia pernisiosa
Masalah dalam perut atau usus dapat menyebabkan gangguan
penyerapan vitamin B12. Hal ini dapat menyebabkan anemia karena
kekurangan vitamin B12.
8) Anemia sel sabit
Pada beberapa individu, masalahnya mungkin berhubungan dengan
produksi molekul hemoglobin abnormal. Dalam kondisi ini masalah
hemoglobin kualitatif atau fungsional. Molekul hemoglobin dapat
menyebabkan masalah pada integritas struktur sel darah merah dan
mereka mungkin menjadi berbentuk bulan sabit.
9) Thalassemia
Ini adalah kelompok lain penyebab hemoglobin yang berhubungan
dengan anemia. Thalassemia merupakan penyakit yang diwariskan,
tetapi mereka menyebabkan kelainan hemoglobin kuantitatif, yang
berarti jumlah cukup dari tipe molekul hemoglobin yang benar dibuat.
10) Alkoholisme
Alkohol sendiri dapat menjadi racun bagi sumsum tulang dan dapat
memperlambat produksi sel darah merah.
11) Anemia terkait sumsum tulang
Anemia mungkin berhubungan dengan penyakit yang melibatkan
sumsum tulang. Beberapa kanker darah seperti leukimia dapat
mengubah produksi sel darah merah dan menyebabkan anemia.
12) Anemia apalstik
Anemia apalstik merupakan kondisi dimana tubuh berhenti
memproduksi cukup sel darah baru. Kadang-kadang beberapa infeksi
virus parah dapat mempengaruhi sumsum tulang dan secara signifikan
mengurangi produksi semua sel-sel darah.
13) Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah jenis anemia dimana sel-sel darah merah
pecah (hemolisis). Beberapa bentuk anemia ini bisa turun temurun
dengan kehancuran konstan atau obat-obat tertentu yang mengganggu
struktur sel darah merah.
c) Tanda dan Gejala
Menurut Proverawati, A (2011) tanda dan gejala anemia dibedakan menjadi
anemia ringan dan berat. Adapun tanda gejalanya diantara lain :
a. Anemia Ringan
1) Kelelahan
2) Penurunan energy
3) Kelemahan
4) Sesak nafas
5) Tampak pucat
b. Anemia Berat
1) Perubahan warna tinja, termasuk tinja hitam dan lengket dan
berbau busuk, berwarna merah marun, atau tampak berdarah
jika anemia karena kehilangan darah melalui saluran
pencernaan.
2) Denyut jantung cepat
3) Tekanan darah rendah
4) Frekuensi pernafasan cepat
5) Pucat atau kulit dingin
6) Kelelahan atau kekurangan energy
7) Kesemutan
8) Daya konsentrasi rendah
d) Kriteria Anemia
Anemia merupakan kelainan darah (hematologi) yang biasa
ditemukan pada pasien kanker. National Cancer Institute mengklasifikasikan
anemia pada kanker kedalam 5 grade. Grade nol (12 -16 g/dl utk wanita,
14 -18 g/dl untuk pria), grade 1 (ringan) 10-12 g/dl, grade 3 (6,5 –8
g/dl), grade 4/ mengancam jiwa (<6,5 g/dl), grade 5 kematian (wahyuni
dkk, 2022).
Dalam menjelaskan definisi anemia, diperlukan adanya batas batas
kadar hemoglobin dan hematokrit sehingga bisa dianggap telah terjadi anemia.
Batasan (cut off point) ini sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor,
diantaranya adalah usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari
permukaan laut, dan lain lain. Batasan yang umumnya digunakan adalah cutt
off point kriteria WHO 1968, yang selanjutnya membagi derajat keparahan
anemia berdasarkan nilai hemoglobinnya.
Tabel 1. Kriteria Anemia WHO 1968, Rokim (2014)
Kadar Hemoglobin
Kriteria Non anemia Anemia Anemia Anemia
ringan sedang berat
Laki-laki >13 11,0 – 12,9 8,0-10,9 <8,0
dewasa
Perempuan >12 11,0-11,9 8,0-10,9 <8,0
dewasa tidak
hamil
Perempuan >11 10,0-10,9 7,0-9,9 <7,0
hamil
Anak usia 6- >12 11,0-11,9 8,0-10,9 <8,0
14 tahun
Anak usia 6 >11 10,0-10,9 7,0-9,9 <7,0
bulan-5 tahu

e) Anemia pada Pasien Kanker


Penyebab anemia pada pasien kanker diakibatkan karena produksi sel
darah merah yang tidak adekuat akibat tumor menyusup ke sumsum tulang
atau menekan produksi eritrosit karena perawatan kanker. Selain karena sel
kanker itu sendiri, terjadinya perdarahan, kekurangan vitamin B12 atau folat,
dan jumlah kadar besi dalam darah yang rendah merupakan penyebab lain dari
terjadinya anemia pada pasien kanker.

f) Penatalaksanaan
Pada pasien kanker terjadi anemia karena adanya aktivasi sistem imun
dan inflamasi oleh keganasan sel tersebut. Beberapa sitokin yang dihasilkan
oleh sistem imun dan inflamasi seperti interferon (INF), tumor necrosin factor
(TNF) dan interleukin-1 (IL-1) merupakan bahan-bahan yang merangsang
untuk terjadinya anemia. Selain itu, kanker juga dapat mempunyai efek
langsung untuk terjadinya anemia. Anemia memungkinkan menjadi hasil dari
penyebab sebagai kekurangan nutrisi, efek kemoterapi dan terapi radiasi, efek
penyakit langsung, hemolisis kehilangan darah, radang penyakit kronis.
Transfusi sel darah merah menjadi penanganan anemia selama kemoterapi
pertama atau kedua metastasis pada kanker (Elmika, elma. 2021).
Apabila kadar hemoglobin rendah, maka dapat ditingkatkan melalui
pemberian transfusi darah atau dengan pemberian eritropoetin. Untuk
mendukung eritropoesis maka dapat dilakukan terapi zat besi tambahan.
Pemberian transfusi darah dinilai mampu menaikkan kadar hemoglobin secara
cepat (Ogata, 2010).
Selain hal tersebut, penatalaksanaaan anemia terkait dengan kanker
umumnya dapat menggunakan pengukuran kadar EPO (epoetin alfa), yakni
EPO human rekombinan terbukti bermanfaat pada pasien dengan tumor-tumor
padat yang diberi kemoterapi, karena dapat meningkatkan kadar hemoglobin
dan mengurangi kebutuhan akan transfusi pada pasien yang mendapatkan
kemoterapi. EPO diberikan dalam dosis 10.000 IU, tiga kali seminggu secara
subkutan (SC), menghasilkan peningkatan kadar Hb yang bermakna dan
berlangsung dalam waktu lama. Selama pemberian EPO pada waktu
kemoterapi dianjurkan juga memberikan suplemen folat. EPO memiliki
kekurangan dengan dampak samping yang jarang (Fathonah, 2018).

2. Kanker
a. Definisi
Kanker merupakan sekelompok penyakit yang ditandai dengan
pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkontrol . Sel-sel
kanker akan terus membelah diri dan tumbuh dengan cepat. Kemudian sel
kanker tersebut akan masuk ke jaringan sekitarnya dan terus menyebar ke
jaringan ikat, darah, serta akan menyerang organ-organ penting dan syaraf
tulang belakang (Indah, 2019).
Kanker adalah kondisi dimana sel kehilangan kendali dalam
mekanisme normalnya sehingga tidak normal dalam pertumbuhannya. Sel
kanker mempunyai kemampuan menerobos ke jaringan sekitarnya dan
bermetastasis melalui pembuluh darah dan kelenjar getah bening (Hidayati et
all 2020).

b. Klasifikasi Kanker
Menurut National Cancer Institute (2009) kanker dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1) Karinoma, kanker yang berasal dari kulit atau jaringan yang menutupi
organ bagian dalam.
2) Sarkoma, kanker yang berasal dari tulang, lemak, otot, pembuluh
darah atau jaringan ikat.
3) Limfoma, kanker yang berasal dari kelenjar getah bening dan pada
jaringan system kekebalan tubuh.
4) Adenoma, kanker yang berasal dari tiroid, kelenjar pituitary, kelenjar
adrenal.
5) Leukemia, kanker yang berasal dari jaringan pembentuk darah seperti
sumsum tulang.

c. Penyebab dan Faktor Resiko


Menurut Fathonah (2018) ada bebrapa faktor-faktor yang paling sering
menyebabkan timbulnya kanker, antara lain :
1) Virus
a) Virus Human Paapilloma (HPV), virus ini menjadi penyebab
kanker serviks.
b) Virus Hepatitis B dan C, keduanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kanker hati.
c) Virus Epstein-Bar, virus ini diduga penyebab kanker hidung dan
tenggorokkan.
d) Virus HIV (Human Immunodeficiency virus), merupakan virus
penyebab limfoma dan kanker darah lainnya.
2) Bakteri
a) Parasite Schistosoma atau Biliharzia, yang dapat menyebabkan
kanker kandung kemih.
b) Infeksi Clonorchis sinensis, merupakan penyebab penyakit
pancreas dan saluran empedu.
c) Helicobacter pylori, merupakan bakteri penyebab kanker lambung
3) Zat-zat kimia (karsinogen)
Bahan-bahan yang tergolong kedalam zat karsinogenik adalah asap
rokok, asbestos, dan alkohol. Zat kimia yang terdapat pada makanan
yang diproses berlebihan, seperti makanan yang digoreng dalam
rendaman minyak ulang pakai, diasap, atau dibakar juga temasuk
kedalam zat karsinogenik. Selain itu, makanan yang mengandung
pengawet dan pewarna, dan makanan yang terkontaminasi logam
berbahaya, seperti merkuri pada seafood.
4) Paparan Sinar Ultraviolet (UV)
Paparan radiasi sinar ultraviolet (UV) dari matahari secara berlebihan,
khususnya antara pukul 10.00-14.00 yang dapat menyebabkan kulit
merasa terbakar. Kerusakan permanen terhadap kulit dan mata dalam
waktu yang cukup panjang dapat berpotensi menyebabkan kanker
kulit.
5) Ketegangan atau Stress
Stres kronis atau berkepanjangan dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh seseorang yang pada akhirnya dapat menjadi salah satu faktor
pencetus terjadinya kanker, seperti Kaposi sarcoma dan beberapa jenis
limfoma (kanker getah bening). Stress juga berpengaruh negative
terhadap pengeluaran hormon endokrin, yaitu hormon yang mengatur
perbaikan DNA yang mengatur pertumbuhan sel.
6) Hormon
Terapi hormon telah digunakan selama bertahun-tahun oleh wanita
menopause untuk meringankan gejala dan mengahambat gejala
osteoporosis. Namun, hal ini bukan tanpa efek samping. Karena ada
kaitannya antara pengguna terapi hormon ( kombinasi progesteron dan
estrogen atau estrogen saja). Dengan demikian dapat meningkatkan
risiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium pada wanita.
7) Faktor Genetic
Terjadi sekitar 5-10% kasus kanker merupakan penyakit yang
diturunkan. Gen abnormal pada keluarga dapat diwariskan. Jenis
kanker yang diwariskan dalam keluarga antara lain kanker payudara,
ovarium, prostat, atau kolon (usus besar).

d. Manifestasi Klinis
Menurut Ramania (2021) pada awal terjadinya kanker (stadium awal)
umumnya tidak menimbulkan gejala yang akan mengganggu pasien. Akan
tetapi, seiring berkembangnya sel abnormal dapat mengganggu pasien. Gejala
primer yang sering dialami pasien antara lain: Penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan secara signifikan dalam waktu yang cukup singkat
tanpa diketahui penyebabnya, sindrom Cushing (gejala karena tingginya
hormon kortisol), terjadi dermatitis atau peradangan yang timbul pada kulit.
terjadi kemerahan, pada kulit terasa kering dan merasakan sensasi gatal,
perubahan kebiasaan buang air besar, misalnya diare kemudian adanya darah
dalam tinja, mengalami gejala batuk yang tidak kunjung sembuh atau
berkepanjangan disertai dengan nyeri dan beberapa kasus disebutkan jika
batuk disertai darah, disfagia atau kesulitan menelan baik makanan maupun
minuman, nausea atau mual yang disertai dengan muntah, fatigue yang parah
dan berlangsung untuk waktu yang lama.

e. Patofisiologi

Menurut Fariha et all (2018) Karsinogenesis (proses perubahan sel-sel


normal menjadi abnormal diawali dengan terjadinya kerusakan yang disebut
kanker) mencakup 3 tingkatan yaitu :

A. Tahapan Inisiasi (initiation)


Merupakan tahap awal munculnya kanker yang terjadi karena
kerusakan genetik ireversibel (pertumbuhan atau perkembangan)
pada sel normal. Pada tahap ini terjadilah mutasi dan perubahan
struktur pada sel Deoxyribonucleic Acid (DNA) yang menyebabkan
kelainan. Gangguan dan atau perubahan pada struktur DNA akan
menyebabkan proses aktivasi gen (proto- oncogene) yang merupakan
gen pertumbuhan akan membuat sel tumbuh lebih cepat dan
menghambat gen (suppresor gene) yang berfungsi sebagai gen
penahan.
B. Tahapan Promosi (tumor promotion)
Merupakan tahapan proliferasi (siklus pembelahan sel) awal pada
sebuah klon (clonal expansion). Ketika sel semakin sering membelah
diri, maka terjadinya mutasi semakin meningkat dan sel tersebut
menjadi sel yang ganas. Menurut beberapa penelitian proses ini
membutuhkan waktu beberapa tahun.
C. Tahapan Perkembangan (Progression)
Tahapan ini ditandai dengan mulai terjadi proses angiogenesis
(pembentukan pembuluh darah baru dari pembuluh yang
sebelumnya), proses invasi dan infiltrasi dari jaringan sekitar
kemudian bermetastasis ke jaringan lain.

f. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan atau pengobatan pada pasien kanker,
diantaranya :
a) Radioterapi
Salah satu penatalaksanaan kanker adalah dengan penggunaan
radioaktif atau dengan sinar radiasi untuk menghancurkan sel tumor
maligna. Jenis terapi kanker yang ada di Indonesia yaitu dengan
menggunakan jenis sinar radiasi antara lain Kobalt-60, Sinar Gamma
dan Sinar-X. 2.
b) Pembedahan
Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan dan mengambil sel tumor.
Pembedahan ini umumnya akan berhasil jika sel kanker belum terjadi
metastasis atau menyebar.
c) Kemoterapi
Penatalaksanaan ini merupakan pemberian terapi dengan
menggunakan obat anti kanker. Obat ini bekerja dengan membuat sel
apoptosis (programed cell death).
d) Imunoterapi
Secara umum, imunoterapi merupakan suatu terapi yang
memanfaatkan bagian tertentu dari sistem kekebalan tubuh untuk
mengatasi masalah kanker (Ramania, 2021).

3. Kemoterapi
a. Definisi
Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan zat kimia ataupun obat-
obatan dalam penatalaksanaan kanker. Kemoterapi konvensional bekerja
dengan cara mengahancurkan struktur atau metabolism dari sel-sel kanker
(Ariani, 2015).
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker.
Berbeda dengan radioterapi dan operasi yang bersifat local, kemoterapi
merupakan terapi sistemik dimana obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat
mencapai sel kanker yang sudah metastase (Syahidah, 2017).

b. Strategi / Model Pengobatan


Menurut Ramania (2021) ada beberapa model pengobatan kemoterapi, antara
lain :
1) Kemoterapi Gabungan (Combined chemotherapy)
Tipe kemoterapi ini merupakan pengobatan dimana terdapat lebih dari
satu jenis terapi dalam satu waktu untuk mengobati kanker. Misalnya,
dengan terapi radiasi, pembedahan dan atau hipertermia.
2) Kemoterapi Konsolidasi (Consolidation chemotherapy)
Tipe kemoterapi ini biasanya diberikan setelah remisi (dinyatakan
sembuh atau terbebas dari kanker) untuk memperpanjang waktu terbebas
dari kanker secara keseluruhan dan meningkatkan kelangsungan dan
kualitas hidup pasien secara keseluruhan.
3) Kemoterapi Intensif (Intensification chemotherapy)
Tipe terapi ini identik dengan terapi konsolidasi (fase yang bertujuan
untuk membunuh sel-sel kanker yang masih tersisa pada sel jaringan
tubuh pasca terapi induksi). Tetapi, jenis obat yang digunakan berbeda
dari tipe terapi induksi.
4) Kemoterapi Gabungan (In combined chemotherapy)
Tipe terapi ini memungkinkan pengembangan resistensi secara minimal.
Obat juga dapat diberikan dengan dosis, efek samping rendah dan
toksisitas yang minimal.
5) Kemoterapi Neoadjuvan (Neoadjuvant chemotherapy)
Terapi pengobatan lokal ini digunakan sebelum dilakukan pembedahan
yang bertujuan untuk mengecilkan tumor primer. Terapi ini juga
digunakan pada kondisi dimana mengamati risiko tinggi mikrometastasis
(sel kecil kanker yang menyebar ke bagian tubuh lain melalui system
limfovaskular).Terapi ini juga bisa digunakan dimana ada kemungkinan
kecil atau risiko kambuh sel kanker tersebut. Terapi ini juga bermanfaat
untuk membunuh sel kanker yang telah berproliferasi ke bagian tubuh
lain.
6) Kemoterapi Perawatan (Maintenance chemotherapy)
Tipe terapi ini merupakan terapi dimana diulanginya pengobatan dengan
dosis rendah yang digunakan untuk perawatan pada pasien kanker yang
dinyatakan remisi.

c. Efek Samping Kemoterapi


Adapun dampak atau efek dari pasca kemoterapi antara lain dampak terhadap
fisik maupun pikologis. Namun setiap orang memiliki respon atau efek yang
berbeda terhadap obat kemoterapi. Dampak dari kemoterapi adalah anemia,
trombositopenia, leucopenia, mual dan muntah, konstipasi, neuropati perifer,
toksisitas kulit, kerontokan rambut (alopecia), reaksi alergi, penurunan berat
badan, kelelahan (fatigue), penurunan nafsu makan, perubahan rasa dan nyeri
(Syahidah, 2017)
B. Kerangka Teori

Kanker
Faktor - faktor yang
Efek samping kemoterapi : mempengaruhi :

Penatalaksanaan Kanker : 1. Anemia 1. Sel kanker


2. Adanya
1. Radioterapi 2. Trombositopenia perdarahan
2. Pembedahan 3. Leucopenia 3. Perawatan kanker
4. Mual & muntah 4. Kekurangan
3. Kemoterapi 5. Alopesia vitamin
6. Konstipasi 5. Hemolisis
4. Immunoterapi 7. Reaksi alergi 6. Kadar besi dalam
8. Kelelahan (fatigue) darah rendah
9. Neuropati perifer
10. Penurunan nafsu
makan

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Ramania, 2021 ; Pujihastutik, 2019 ; Syahidah, 2017

Keterangan :

Diteliti :

Tidak Diteliti :
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan uraian dan visualisasi hubungan antara konsep satu
dengan konsep yang lain, atau antara variabel satu dengan variabel lain dari masalah yang
akan diteliti (Notoatmodjo, 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi


anemia pada pasien kanker pre
kemoterapi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Variabel Penelitian

Dalam suatu penelitian, terdapat variabel pembeda antara variabel satu dengan
yang lain. Variabel penelitian merupakan sesuatu yang ditetapkan peneliti dalam bentuk
apa saja untuk dipelajari sehingga informasi dapat diperoleh dan kemudian dapat ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2014).

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independent yaitu faktor-faktor yang
dimungkinkan mempengaruhi terjadinya anemia pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi.

C. Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini meruapakan penelitian kuantitatif. Metode penelitian yang
digunakan merupakan penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan cross
sectional yaitu menganalisa data variabel yang dikumpulkan. Metode penelitian cross
sectional merupakan jenis penelitian yang menggunakan observasi atau pengamatan
subjek dan pada saat mengukur variabel bebas dan terikat secara bersamaan dalam satu
waktu (Notoatmodjo, 2014).
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah pasien kanker yang
menerima transfusi darah yang akan menjalani kemoterapi di ruang Baitul Ma’ruf,
Baitul Izzah 1&2 di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Sejumlah 320
pasien dengan rata-rata per bulan didapatkan 26 responden pada pertengahan tahun
sampai akhir tahun 2022.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai
subjek penelitian dengan pengambilan sampling. Seluruh populasi dapat menjadi
sampel, namun hanya yang memenuhi kriteria yang dapat diambil sebagai sampel.
Apabila jumlah populasi kurang dari 100 orang, maka jumlah sampel yang diambil
keseluruhan, namun jika populasi lebih besar dari 100 orang, maka bisa diambil 10-
15% atau 20-25% dari jumlah populasinya (Nursalam, 2016, Arikunto, 2019).
Subjek penelitian adalah pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi pada
bulan Juli-Desember 2022 dengan perhitungan besar sampel minimal 48 pasien,
didapatkan dari 15% jumlah populasi.
3. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan metode atau cara yang digunakan dalam
pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar selaras dengan
keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2016). Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah concecutive sampling.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
a. Pasien kanker yang mendapatkan transfusi darah yang akan menjalani
kemoterapi.
b. Umur pasien kurang dari 65 tahun.
c. Pasien yang bersedia dan telah memberikan persetujuan untuk mengikuti
penelitian.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Pasien yang mengalami perdarahan.
b. Pasien dengan hemophilia dan thalassemia.
E. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang dan akan dilaksanakan pada bulan Februari-April 2023.

F. Definisi Operasional
Table 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Data
Operasional
Karakteristik Ciri-ciri atau Rekam medis Usia Interval
pasien (umur, kekhasan dalam - <46 tahun Ordinal
nilai Hb, jenis membedakan - 46-54 tahun
kanker) seseorang - 54-65 tahun
dengan orang Jenis Hb
lain. - Sebelum Kemoterapi
12.54±1.57
- Setelah Kemoterapi
11.97±1.49
Jenis kanker
- Limfoma
- Ca Buli
- Ca colli/Leher
- Ca Rektal
- Ca Paru
- Ca Kolon
- Ca mamae

Frekuensi Seberapa sering Wawancara 1. ≥10 Ordinal


kemoterapi atau lamanya 2. <10
pasien
mendapatkan
terapi
kemoterapi.
Status gizi Keadaan tubuh Dilakuk an - Kurang (<18,5) Ordinal
sebagai akibat dengan cara - Normal (8,5-22,9)
oleh mengukur berat - Berlebih (23-24,9)
keseimbangan badan dalam - Obesitas (>25)
asupan nutrisi. (kg) dibagi
Pengukuran tinggi badan
status gizi dalam (m2 )
dengan cara
melihat hasil
IMT.
Anemia Penurunan dari Perhitungan 1. Ringan (11-11,9) Ordinal
nilai normal jumlah Hb 2. Sedang (8-10,9)
kadar (hemoglobin) 3. Berat (< 8)
hemoglobin dalam hasil
dalam tubuh. pemeriksaan
laborat.

G. Instrumen/Alat Pengumpul Data


Instrumen penelitian merupakan alat penumpulan data (Notoatmodjo, 2018).
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan lembar observasi dari data rekam
medis rumah sakit dalam mengumpulkan data pasien, seperti umur, jenis kanker, riwayat
terapi kanker, jenis kelamin serta hasil nilai Hb. Instrument lain yang dipakai pada
penelitian ini antara lain metode wawancara untuk mengetahui seberapa lama pasien
telah menjalani kemoterapi, serta memperoleh data dari asupan gizi atau status gizi
responden berdasarkan rekapitulasi gambaran status gizi dengan perhitungan Indeks
Massa Tubuh (IMT).

H. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data menurut Sugiyono, (2017) pada penelitian ini adalah :
1. Observasi
Tekhnik yang digunakan berdasarkan data untuk mengetahui fakta yang
diperoleh. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data rekam medis pasien
guna untuk mengetahui informasi yang akan dicari.
2. Wawancara
Wawancara merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
dimana peneliti mendapatkan informasi atau bertukar informasi secara langsung
dari responden. Wawancara dilakukan peneliti guna untuk mengetahui atau
menanyakan frekuensi atau lamanya pasien mendapatkan kemoterapi, serta
bagaimana pemenuhan status gizi atau asupan gizi pada responden.
3. Pengukuran
Pengukuran dilakukan untuk mengetahui berat badan pasien dan tinggi badan
guna untuk mengetahui status gizi dibuktikan dengan hasil perhitungan IMT.

I. Rencana Analisi Data


a. Pengolahan Data
1. Editing
Pada langkah ini dilakukan pengecekan data untuk membenarkan atau
menyesuaikan data yang kurang tepat.
2. Coding
Pada langkah ini dilakukan setelah pemberian kode untuk membedakan
berbagai macam karakter data. Cara ini digunakan untuk mempermudah
pengolahan data baik berbentuk kalimat ataupun huruf.
3. Entry Data
Proses pemasukan data baik secara manual atau melalui system
komputerisasi. Langkah ini harus dilakukan secara teliti, karena jika salah
akan dapat merubah hasilnya.
4. Cleaning
Cleaning dilakukan untuk upaya pengecekan atau memeriksa kembali seluruh
data yang dimasukkan agar tidak terjadi kesalahan.
b. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Tujuan analisa univariat yaitu untuk menjelaskan karakteristik dari
setiap variabel penelitian. Bentuk analisa univariat tergantung jenis data
responden yang meliputi nama responden, usia, jenis kelamin, riwayat
penyakit. Untuk data numerik digunakan mean (rata-rata), median dan standar
deviasi berkorelasi (Notoatmodjo, 2012).
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan pada dua variabel yang dianalisis yang
saling berhubungan (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan analisis chi square,
terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi berdasarkan IMT dengan
status kadar hemoglobin (p=0,020), namun tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur, jenis kanker, frekuensi kemoterapi yang dijalani,
riwayat konseling gizi dengan anemia (p> 0,05).

1. Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2014) etika penelitian yang diperlukan agar terhindar dari tindakan
yang tidak patut yang mendasari penyusunan penelitian ini adalah :
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent atau Lembar persetujuan berisi penjelasan mengenai penelitian
yang dilakukan dan berisi persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan. Hal
ini bertujuan agar responden mengetahui tata cara penelitian, manfaat yang
diperoleh responden, dan resiko yang mungkin terjadi. Pernyataan yang ada dalam
lembar persetujuan harus jelas dan mudah dipahami sehingga responden paham
alur penelitian yang akan dilakukan. Apabila responden bersedia maka mengisi
dan menandatangani lembar persetujuan secara sukarela.
2. Anonimitas
Menjaga kerahasiaan responden dengan tidak mencantumkan nama pada lembar
alat ukur dan hanya boleh memberikan nama inisial.
3. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Tidak memberikan atau menginformasikan data dengan menjaga kerahasiaan hasil
penelitian, namun hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada penelitian.
4. Sukarela
Setiap responden melakukan penelitian dengan tidak di dasari unsur paksaan baik
yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dan melakukannya
dengan sukarela.

Anda mungkin juga menyukai