Lapoaran Pendampingan Pasien Gerontik
Lapoaran Pendampingan Pasien Gerontik
I DENGAN DIAGNOSA
IMOBILITAS DI BLOK A PANTI GRIYA WERDHA SURABAYA
MARGARETHANABUTAEK
NIM: 132229152
SURABAYA
2023
BAB I
LATAR BELAKANG
1. Pengertian mobilisasi
Mobilisasi atau mobilitas adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan
teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Tarwoto
& Wartonah, 2015). Mobilisasi merupakan kondisi dimana seseorang dapat melakukan kegiatan dengan
bebas (Kozier, 2010).
2. Jenis mobilisasi
a) Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal.
b) Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sitem saraf yang revisibel. Contonya
adalah terjadinya hemiplagi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomielitis
karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
Menurut (Hidayat & Uliyah, 2014). Mobilitas sesorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya:
1) Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup akan
berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari
4) Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik
maka dibutuhkan energi yang cukup.
Menurut (Hidayat & Uliyah, 2014). Sistem tubuh yang berperan dalam aktivitas antara lain:
1) Tulang
Tulang berfungsi sebagai penyangga tubuh, pelindung organ penting seperti otak, hati, jantung, dan juga
berfungsi sebagai regulasi mineral seperti kalsium dan fosfat. Berkaitan dengan pergerakan, tulang
merupakan tempat melekatnya otot, ujung otot yang melekat pada tulang disebut tendon. Tulang
dapatdigerakkan karena adanya kontraksi otot.
2) Sendi
Sendi merupakan penghubung antar tulang yang didukung oleh adanya ligamen dan tendon. Fungsi ligamen
yaitu menstabilkan tulang di antara tulang dan lebih elastis daripada tendon. Sendi dapat diklasifikasikan
menjadi sendi yang tidak dapat digerakkan (Sendi sinartosis), sendi yang dapat digerakkan (Sendi
amfiartosis), dan sendi yang gerakanya bebas (sendi diartosis). Pergerakan sendi normalnya dalam keadaan
bebas, tetapi juga ada yang tergantung dari jenis sendi yang menghubungkannya, misalnya sendi engsel
yang hanya menggerakkan pada satu arah karena sendi berbentuk engsel dan berporos satu, seperti pada
lutut dan siku. Kebebasan pergerakan pada sendi disebut
rentang gerak sendi atau range of motion, di mana pada keadaan normal mempunyai rentang derajad yang
berbeda, misalnya pada gerakan fleksi pada sendi siku sekitar 150 derajat. Pengukuran rentang gerak semdi
diukur dengan menggunakan goniometri. Apabila gerak sendi kurang dari normal disebut kontraktur.
3) Otot
Otot merupakan organ yang mempunyai sifat elastisitas dan kontraktilitas yaitu kemampuan untuk
meregang dan memendek, serta kembali pada posisi semula. Kemampuan inilah yang memungkinkan
organ yang menyertainya dapat bergerak, Seperti gerakan pada tulang, usus, jantung, paruparu, dan organ
lainnya. Otot tersusun oleh serat-serat otot yang berisi protein-protein kontraktil yaitu miofibrilmiofibril.
Masing-masing miofibril tersusun atas miofilamen miofilamen, yaitu miofilamen tebal disebut myosin dan
miofilamen tipis yang tersusun atas aktin, troponin, dan tropomiosin. Pergerakan sesungguhnya terjadi
karena adanya kontraksi, sedangkan kontraksi terjadi akibat tarik-menarik antara aktin dan miosin.
Tabel 2.1 Penilaian Kekuatan Otot
Score Keterangan
Range Of Motion adalah kemampuan maksimal sesorang dalam melakukan gerakan. ROM
merupakan ruang gerak atau batas-batas gerakan dari kontraksi otot dalam melakukan gerakan. (Lukman &
Ningsih, 2013). ROM merupakan jumlah maksimum gerakan yang dilakukan oleh sendi dalam keadaan
normal (Rudi & Maria, 2021). Pada seseorang yang mengalami gangguan pergerakan sangat
mempengaruhi mobilitas fisiknya sehingga dapat menghambat aktifitas dalam kesehariannya (Mubarak,
Lilis, Joko. 2015). Kelebihan Tindakan ROM dapat memulihkan kekuatan otot dan kelenturan sendi
sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari, pada pasien pasca stroke tetap harus menjalani
latihan- latihan ketrampilan aaktivitas sehari- hari (Widianto, 2019).
2. Klasifikasi ROM
Berikut ini adalah klasifikasi ROM menurut Nurtanti & Ningrum, 2018:
a. ROM aktif yaitu latihan ROM yang dilakukan oleh pasien itu sendiri tanpa bantuan perawat
atau yang lainnya dari setiap gerakan yang dilakukan. Hal ini untuk melatih kelenturan dan
kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakkan otot- ototnya secara aktif. Dalam
menjalankan tindakan ROM aktif, perawat harus memberikan motivasi dan memimbing pasien
dalam melaksankan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak normal.
(Rudi & Maria, 2021)
b. ROM pasif yaitu latihan ROM yang diberikan kepada pasien dengan bantuan perawat dimana
pasien tidak dapat melakukannya sendiri, latihan ini biasanya dilakukan untuk pasien yang
mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki. Rentang gerak pasif ini berguna untuk
menjaga kelenturan otot dan persendian dengan menggerakkan otot pasien, misalnya perawat
mengangkat dan menggerakan kaki atau tangan pasien. Sendi yang digerakkan dalam ROM
pasif ini adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstermitas yang terganggu dan
pasien tidak mampu melakukannya secara mandiri.
3. Tujuan ROM
Tujuan ROM Menurut Rudi & Maria, 2021 yaitu sebagi berikut:
Adapun manfaat tindakan ROM menurut Lukman & Ningsih, 2013 adalah sebagai berikut:
a. Gerakan tubuh yang teratur dapat meningkatkan kesegaran tubuh.
b. Memperbaiki tonus otot dan sikap tubuh, mengontrol berat badan, mengurangi
ketegangan dan meningkatkan relaksasi.
c. Menjaga kebugaran dari tubuh.
Menurut Rudi & Mari, 2021 indikasi tindakan ROM antara lain adalah:
a. Kelemahan otot
b. Penurunan kesadaran
6. Kontraindikasi ROM
Kontraindikasi dan hal yang perlu diwaspadai pada latihan ROM antara lain
adalah:
a. Kelainan sendi atau tulang
c. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses
penyembuhan cidera.
d. ROM tidak boleh dilakukan apabila kondisi pasien berada dalam tekanan
darah yang tinggi
Menurut Zairin Noor, 2016 prinsip dasar latihan ROM adalah sebagai berikut:
a. Latihan ROM dilakukan sekitar 6-8 kali dan harus dikerjakan minimal 2 kali
dalam sehari
b. Perhatikan umur pasien, diagnosa pasien, tanda-tanda vital pasien dan lamanya
tirah baring pasien
c. Latihan ROM dilakukan harus dengan hati-hati dan perlahan sehingga tidak
melelahkan pasien
d. Adapun bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah tangan,
jari, siku, bahu, leher, kaki, tumit serta pergelangan kaki
e. Latihan ROM harus dilakukan sesuai dengan waktu yang tepat, misalnya setelah
melakukan perawatan atau mandi
8. Jenis tindakan ROM
Hardika, B.D. & Pranata, L., 2019. Pendampingan senam lansia dalam meningkatkan
kualitas tidur. Journal of Character education society, 2(2), pp.34–38. Available at:
http://journal.ummat.ac.id/index.php/JCES/article/view/1474.
Imron, J. & Asih, S.W., 2015. Pengaruh Latihan ROM Aktif Terhadap Keaktifan Fisik
Pada Lansia Di Dusun Karang Templek Desa Andongsari Kecamatan Ambulu
Kabupaten Jember. Jurnal Edu Health, 5(1), p.51–59.
Kirnanoro, H.& M., 2017. Anatomi Fisiologi, yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Kisner, C. & Colby, L.A., 2016. Terapi Latihan: Dasar dan Teknik. 6 ed, jakarta: EGC.
Kneale, J. & Davis, P., 2011. Keperawatan Ortopeedik & Trauma. 2 ed, jakarta: EGC.
Lilik Pranata, Dheni koerniawan, N. elisabeth D., 2019b. Efektivitas ROM Terhadap
Perubahan Aktivitas Lansia. In Prosiding seminar Nasional dan Diseminasi Hasil
Penelitian. Palembang: Universitas Katolik Musi Charitas, p. 25.
FORMAT AGENDA PENDAMPING LANSIA
Proses Pelaksanaan
1.Memperkenalkan diri R/bisa menambah
kepada klien daya ingat lansia.