% % CAK % CAK
% CAK
KECAMATAN KELURAHAN JML KK CAK. PENGELOLAAN RUMAH
SPAL
SAB SAMPAH SEHAT
1 Pondok gede Jatiwaringin 8,612 8.5 4.35 85.28 94.35
Jaticempaka 11,800 6.2 93.94 86.16 93.94
Jatimakmur 10,359 100 8.15 77.6 98.08
Jatibening 9,981 99.19 5.16 66.28 66.28
Jatibeningbaru 13,295 99.32 90.64 43.42 43.42
2 Pondok melati Jatiwarna 5,174 96.6 75.36 64.77 85.02
Jatimurni 4,322 92.06 87.74 99.54 75.78
Jatimelati 4,776 98.39 89.36 67.32 87.14
Jatirahayu 10,077 67.71 56.83 55.85 50.05
3 Jati sampurna Jatisampurna 5,771 97.59 82.53 83.71 89.31
Jatiranggon 2,733 96.85 80.83 81.41 86.21
Jatiraden 2,536 96.61 87.46 84.27 88.01
Jatirangga 2,857 96.43 79.8 84.98 88.13
Jatikarya 2,575 95.11 75.3 84.89 90.21
4 Jatiasih Jatiasih 5,908 97.51 84 98 58.9
Jatikramat 9,854 94.91 85 97.98 50.99
Jatirasa 5,988 96.68 83 97.86 53.94
Tabel III.4 dibawah ini menunjukan situ-situ yang ada di Kota Bekasi. Situ memiliki
fungsi sebagai penampung air tau cadangan air ketika musim penghujan, akan tetapi
seiring dengan perkembangan pembangunan beberapa situ berubah atau beralih fungsi
seperti yang di jabarkan pada tabel dibawah ini:
Tabel III.4 Situ – Situ di Kota Bekasi
No. Nama Lokasi Luas Keterangan
1 Situ Lumbu Kel. Bojong Rawa Lumbu 23.440 m2 Sebagian berubah fungsi jadi
kebon dan tegalan
Kec. Rawa Lumbu Sekitar 30% berubah fungsi
menjadi gudang
2 Situ Gede Kel. Bojong Menteng 73.554 m2
Kec. Rawa Lumbu Masih berfungsi
3 Situ Pulo Kel. Jatikarya 48.654 m2
Kec. Jatisampurna Tandon air drainase
perumahan
4 Situ Harapan Baru Perum Harapan Baru 10.000 m2
Kel. Kota Baru
Kec. Bekasi Barat
Sumber: Bidang PKSDA-BPLH Kota Bekasi, 2009
Dari data tabel dapat kita lihat kebanyakan dari situ tersebut berubah fungsi, situ
lumbu yang terletak di kelurahan bojong rawa lumbu dengan luasan 23.440 m2 sebagian
berubah fungsi menjadi kebon dan tegalan . sedangkan untuk situ gede yang berada di
kelurahan Bojong Menteng dengan luasan 73.554 m2 30% nya telah beralih fungsi
menjadi gudang.
Gambar III.1 .Titik Sampling Kualitas Air Sungai Bekasi Tahun 2009Sumber : BPLH Kota Bekasi
Gambar III.3 Konsentrasi BOD, COD, Nitrit (NO2) dan TSS di 8 Titik Lokasi Pemantauan Sungai Bekasi
(Juni-Juli 2009)
(Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009 )
Gambar III.4 Trend Konsentrasi Parameter BOD, COD dan TSS di Sungai Bekasi (Periode 2003- 2009)
Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009
Gambar III.5 Konsentrasi Total Coliform di 8 Lokasi Sungai Bekasi (Juni – Juli 2009)
III
III
Jika setiap KK itu memiliki rata-rata 5 jiwa yang membuang hasil sampingannya
berupa limbah cair dan padat ke Sungai Bekasi tentu akan dapat memberikan beban
pencemar ke sungai ini. Indikasi ke arah tersebut sudah mulai tampak dari tingginya nilai
konstituen mikrobiologi berupa coliform tinja dan coliform total.
Dari grafik diatas tampak bahwa hasil pemantauan untuk konstituen Total
Coliform sejak tahun 2003 hingga 2008 memperlihatkan fluktuasi kecenderungan
melampaui baku mutu, namun pada tahun 2009 mengalami penurunan kearah yang
membaik hingga berada di bawah baku mutu (berdasarkan PP 82 tahun 2001 Kelas II).
Sementara untuk sungai-sungai lainnya, seperti Sungai Cikeas, Cileungsi maupun anak-
anak sungai lainnya diperkirakan kondisinya hampir sama dengan Sungai Bekasi, yaitu
sebagian besar terkontaminasi oleh kelompok Coliform karena telah terjadi penggunaan
air untuk aktifitas pemukiman (MCK) oleh masyarakat mulai dari daerah hulu (pertemuan
Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi) sampai hilir (Teluk Pucung CBL, Bekasi Utara).
Sistem pengelolaan air bekas kakus dan tinja (Black Water) di Kota Bekasi saat ini masih
dilakukan secara on site (setempat), yaitu: Kakus, Cubluk dan Setik Tank. Berdasarkan
data dari Dinas Pertamanan, Pemakaman dan PJU Kota Bekasi (2008), diketahui bahwa
jumlah fasilitas limbah setempat (on site) saat ini adalah:
Jumlah Septik Tank adalah : 556.038 unit
Jumlah Cubluk adalah : 135.037 unit
Jumlah MCK : 56 unit
Sedangkan lumpur tinja diangkut dan diolah di IPLT (Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja). Lokasi IPLT Kota Bekasi adalah di Sumur Batu seluas 1 Ha dengan
Limbah padat atau kondisi persampahan kota bekasi dapat dilihat dari jumlah
timbunan sampah yang terdapat di TPA Sumur Batu. Jumlah timbunan sampah terus
meningkat setiap tahunnya akan tetapi pelayanan atau prosentase terangkut juga
meningkat, hal ini dapat dilihat pada data tabel jumlah timbunan sampah tahun 2004
sampai dengan tahun 2008 dibawah ini :
Dari total timbunan sampah yang terlihat sebagian besar merupakan sampah
yang berasal dari limbah domestic atau rumah tangga yaitu sebesar 54,51% pada tahun
2008, sisanya merupakan sampah dari pasar (14,42%), kegiatan komersial dan jalan
(24,62%) serta kegiatan industry dan rumah sakit (7,45%), data lebih jelas dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Karakteristik sampah yang ada di Kota Bekasi digolongkan dalam 14 jenis yang
dapat dilihat pada tabel di bawah. Data tabel dapat memperlihatkan 72,45 % sampah
yang ada merupakan jenis sampah makanan, selain itu yang paling mendominasi adalah
sampah plastic dan kertas. Sampah plastik sebesar 9 % dan sampah kertas sebesar 8%,
sedangkan sisanya sekitar 10 % dapat dilihat dalam tabel.
Tabel III.11 Sumber, Kegiatan, dan jenis sampah dan limbah Padat yang dihasilkan
Sumber Kegiatan Jenis
Pemukiman Keluarga kecil, keluarga besar, Sampah makanan, kertas, karton,
apartemen rendah, apartemen plastik kain, kulit, sampah kebun, kaca,
sedang dan apartemen pencakar kaleng, aluminium dan sampah khusus
langit , sepertisampah elektronik dan limbah
padat B3
Perdagangan Toko, restoran, Pasar, Perkantoran, kertas, karton, plastik, kayu, sampah
hotel, motel, dan lain lain makanan, kaca, logam, sampah khusus
dan limbah padat B3
Lembaga Sekolah, Rumah Sakit, Penjara, kertas, karton, plastik, kayu, sampah
Pusat Pemerintahan makanan, kaca, logam, sampah khusus
dan limbah padat B3
Industri Konstruksi, pabrik, manufaktur skala Sampah proses industri, besi dan
kecil dan besar, kilang, pabrik material bekas. Sampah non industri
bahan kimia, pusat tenaga listrik seperti sampah makanan, sampah
dan lain-lain kebun, dan sampah konstruksi, sampah
khusus dan limbah padat B3
Pertanian Perkebunan, sawah, peternakan. Sampah makanan yang telah busuk,
limbah pertanian, serasah dan limbah
padat B3
Pelayanan Publik Jalan, Taman dan area rekreasi Serasah, sampah kertas, plastik,
kaleng dll
fasilitas IPAL Domestik dan IPAL industri Lumpur kasil pengolahan limbah dan
Pengolahan Limbah limbah padat yang mengandung B3
Sumber : Bappeda Kota Bekasi
Kondisi Hidrologi di Kota Bekasi lebih di dominasi oleh sistem aliran sungai –
sungai besar yang relatif tenang. Akan tetapi Kondisi sungai yang terdapat di Wilayah
Kota Bekasi sebagian besar sudah mengalami kerusakan. Pendangkalan dan erosi
akibat dari sampah dan penyalah gunaan fungsi sungai menjadi faktor penyebab
kerusakan tersebut sehingga meningkatkan potensi banjir. Pemerintah Kota Bekasi
berupaya mengurangi resiko banjir dengan cara membuat sumur- sumur resapan yang
berfungsi menyerap kelebihan debit air yang tidak dapat di samping oleh saluran
pembuangan atau sungai yang telah mengalami pendangkalan.
Tabel III-12 Jumlah Sumur Resapan Per Kecamatan di Kota Bekasi (2005-2008)
No Lokasi Tahun Pembuatan Jumlah
Titik
2005 2006 2007 2008 2009
1 Kec. Bekasi Timur 1 Titik 4 Titik 4 Titik 2 Titik 11
2 Kec. Bekasi Selatan 1 Titik 4 Titik 2 Titik 7
3 Kec. Rawalumbu 1 Titik 6 Titik 4 Titik 11
4 Kec. Pondokgede 1 Titik 3 Titik 2 Titik 6
5 Kec. Jatisampurna 1 Titik 4 Titik 5
6 Kec. Bekasi Barat 1 Titik 1 Titik 2
7 Kec. Bekasi Utara 1 Titik 3 Titik 1 Titik 5
8 Kec. Medan Satria 1 Titik 1 Titik 2
9 Kec. Jatiasih 2 Titik 2
10 Kec. Mustikajaya 1 Titik 1
11 Kec. Bantargebang 1 Titik 1 Titik 2
12 Kec. Pondok Melati - 3 Titik 3
Jumlah 12 14 10 11 10 57
Sumber : Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi, 2009
Titik – titik sumur resapan terus ditambah untuk mengurangi tingkat resiko banjir
hal ini dapat dilihat dari table diatas.titik sumur resapan terus ditambah dari 12 titik di
tahun 2005 menjadi 57 titik di tahun 2009.
3. 1. 7 Pencemaran Udara
Sumber pencemaran udara Kota Bekasi umumnya terdiri atas sumber bergerak
dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak terutama terkait dengan kegiatan
transportasi perkotaan, sementara sumber tidak bergerak terkait dengan kegiatan industri
besar dan sedang serta pengolahan limbah padat (TPA). Kemacetan lalu lintas yang
terjadi di beberapa tempat dengan arus kepadatan lalu lintas tinggi akibat “over capacity”
jumlah kendaraan dibandingkan dengan ruas jalan yang tersedia merupakan salah satu
faktor penyebab meningkatnya pencemaran udara. Besarnya kontribusi sektor
Buku Putih Kota Bekasi 2010 III-14
transportasi terhadap polusi udara tidak saja dipengaruhi oleh jumlah kendaraan atau
volumenya tetapi juga dipengaruhi oleh pola lalu lintas dan sirkulasinya di dalam kota.
Kemacetan lalu lintas di Kota Bekasi yang terjadi pada jam-jam sibuk menyebabkan
penurunan efisiensi penggunaan bahan bakar disertai dengan meningkatnya emisi,
terutama Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC).
Kondisi kualitas udara jalan raya di Kota Bekasi dapat diketahui dengan melihat
hasil pemantauan setiap parameter yang diukur, kemudian dibandingkan dengan baku
mutu sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999. Pemantauan kualitas udara ambien pada
tahun 2009 dilaksanakan pada 10 (sepuluh) titik lokasi, seperti pada Gambar berikut.
Gambar III.7 Lokasi Titik Pemantauan Kualitas Udara Ambien Kota Bekasi (sumber: Status Lingkungan
Hidup Daerah (SLHD) Kota Bekasi 2009)
Gambar III.8 . Grafik Konsentrasi Kualitas Udara Ambient di 10 Lokasi Pemantauan Ruas Jalan di Kota
Bekasi dibandingkan dengan Baku Mutu Udara (PP No. 41 Tahun 1999)
Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan, BPLH Kota Bekasi 2009
Gambar III.9 Prosentase Ketaatan Industri Terhadap Baku Mutu Limbah Cair Hasil Pengujian Tahun 2008
dan 2009 Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009
Sumber: Hasil Perhitungan berdasarkan data swapantau industri dan pemantauan Bidang Pengendalian
Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009
Tabel III. 15 Jenis dan Peringkat Industri PROPER di Kota Bekasi Periode 2005-2009
No. Nama Industri Peringkat PROPER Tahun Pengumuman
1 PT. Hyundai Indonesia Motor Biru (-) 2008
2 PT. Kertas Bekasi Teguh (KBT) Hitam 2005
Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009
Selain limbah industry, limbah medis juga memeberikan kontribusi yang tidak sedikit
pada pencemaran aii di wilayah Kota Bekasi. Uji beban pencemaran yang telah d lakukan
di rumah lima (5) sakit besar di Kota Bekasi menunjukan rata-rata beban pencemaran
BOD lebih dari 200 kg/bulan. Sedanglan untuk COD yaitu sekitar 800 – 900 kg/
bulannya.
Tabel III. 16 Perkiraan Rata-rata Beban Pencemaran Kegiatan Rumah Sakit Per Bulan Di Kota Bekasi
Tahun 2009
Sumber: Hasil Perhitungan berdasarkan data swapantau Rumah Sakit Kota Bekasi, 2009
3.2.4 Permasalahan
Berdasarkan standar WHO untuk prediksi kasar beban pencemaran limbah padat
(sampah) dinyatakan bahwa kapasitas produksi sampah untuk masyarakat menengah ke
bawah adalah sekitar 250 kg/orang/tahun. Berdasarkan ketentuan tersebut perkiraan
jumlah penduduk di bantaran sungai Bekasi diasumsikan sekitar 35.000 orang, maka
diperkirakan sekitar 350 ton/tahun berupa limbah padat buangan penduduk ke sungai,
dan kontribusi beban limbah cairnya sekitar 126 ton/th (dengan asumsi beban air limbah
domestik per kapita adalah 0,01 kg/hari). Hal ini belum termasuk limbah padat dan cair
dari penduduk yang membuang limbah secara tidak langsung. Kondisi seperti ini
kemungkinan akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan
kebutuhan akan lahan perumahan, serta didorong oleh sebagian besar rumah mereka
berada pada daerah sempadan sungai, sehingga buangan rumah tangga lebih mudah di
buang ke sungai, tanpa ada kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan ke
badan sungai.
Beberapa indikasi visual kondisi fisik sungai yang tercemar seperti; air sungai
tampak sangat kotor, banyak tumpukan sampah maupun sedimentasi. Jika hal ini
dibiarkan tanpa adanya penertiban perumahan liar di daerah sempadan sungai dan
penyediaan TPS serta sarana pengangkutan sampah yang memadai yang mungkin
dapat diakses ke lokasi tersebut, atau karena rendahnya frekuensi pengambilan
sampahnya disebabkan kekurangan armada dan tenaga, lemahnya sosialisasi tentang
kebersihan lingkungan daerah di sekitar sepadan sungai, maka kemungkinan beban
pencemar sumber sektor domestik akan sulit diatasi dimasa yang akan datang.
Terkait amanat UU N0. 18 Tahun 2008, Pemerintah Daerah Harus Memilik Perda
Pengelolaan Sampah Maksimal Tahun 2013. Pengelolaan sampah merupakan salah
satu komponen penting dalam sanitasi, oleh karena itu perundangan pengelolaan
sampah sangat di perlukan dalam menjalankan kegiatan pengolaan sampah, akan tetapi
Perda Pengelolaan Sampah masih dalam Tahap Penyusunan dan Penulisan Naskah
Akademis perundangan sampah sehingga Masih memerlukan waktu untuk mendapatkan
Pengesahan dari Dewan.
Dari grafik mekanisme pengangkutan sampah diatas, secara garis besar sumber
timbunan sampah Kota Bekasi diklasifikasikan dalam 5 kategori. Kelima kategori tersebut
antara lain : sampah yang berasal dari pemukiman, sampah Industri, sampah
perkantoran, sampah dari jalan dan taman dan terakhir sampah yang berasal dari
aktifitas di pasar. Untuk sampah pemukiman dan perkantoran sebelum di antar ke TPA
terlebih dahulu melewati 2 tempat yaitu tong sampah pribadi, baru kemudian diangkut
petugas dengan gerobak sampah ke TPS baru setelah itu di buang ke TPA dengan
menggunakan dump truck. Sampah yang berasal dari pasar dan kegiatan industri
biasanya langsung dikumpulkan di kontainer untuk kemudian dibuang ke TPA dengan
menggunakan arm roll atau dump truck. Berikut adalah gambar mekanisme
pengangkutan sampah di TPA Sumur Batu:
Sistem pengelolaan sampah di TPA Sumur Batu saat ini bekerja sama dengan PT
Gikoko menggunakan sistem LFG (Landfill Flaring Gas) Flaring Sistem. Pada prinsipnya,
cara kerja LFG adalah mengolah sampah menjadi gas methane. Gas tersebut, sebagian
disalurkan ke combustion chamber, tempat gas tersebut dimusnahkan dgn cara dibakar.
Dan sebagian lagi disalurkan ke gas engine, utk diubah menjadi tenaga listrik sebagai
sumber listrik utk operasional Flaring Sistem itu sendiri.
Walaupun belum terlalu menonjol peran serta masyarakat memiliki potensi dalam
pengelolaan sampah yang cukup besar. Program yang tepat disertai dukungan dari
pemerintah kota dapat mengoptimalkan peran serta masyarakat dan jender dalam
pengelolaan sampah. Salah satu upaya masyarakat dalam upaya pengelolaan
lingkungan adalah dengan pengelolaan limbah padat ( sampah ) dapat terlihat dalam
beberapa kegiatan yang telah dilakukan masyarakat seperti:
- Pengelolaan sampah yang berdasarkan Gerakan 3R (Reduce, Reuse dan
Recycle),
- Gerakan Perduli Lingkungan (GPL), yang berlokasi di Pondok Pekayon Indah dan
DKPP Rawalumbu Bekasidengan peserta 100 Prang yang terdiri dari anak
sekolah, RT RW, Anggota PKK, dan organisasi agama.
Gambar III.14. Struktur Organisasi Dinas Bina Marga dan Tata Air
Melebarkan saluran di Batas DKI yang langsung buang ke saluran Banjir Kanal Timur
(BKT)
Kondisi Infrastruktur Ketata Airan di Kota Bekasi terbagi dalam dua sistem saluran
air yang yaitu saluran Drainase dan saluran pembawa air. Saluran drainase terdiri dari 2
jenis saluran yaitu saluran drainase utama yang memiliki panjang 62 km dan saluran
drainase sekunder dengan panjang saluran 122 km. Selain saluran drainase Kota Bekasi
juga memiliki saluran pembawa air yang juga terbagi dalam dua saluran yaitu saluran
induk (kalimalang) dengan panjang 9,80 km, dan saluran sekunder dengan panjang
33,60 km.
Kota Bekasi juga memiliki Das (Daerah Aliran Sungai) yang cukup banyak, Das –
das tersebut antara lain:
1. Das Kali Cakung (Per.Wahan Pondok Gede, Puri Gading, Taman Permata
Cikunir, Kali Jati Kramat/Prum Harapan Baru Regency). - Sub das Kali
Buaran(2900 x 3 – 7 ); Sub das Kali Jti Kramat ( 3000 x 6 ) sub das Kali Cakung (
600 x7).
2. Das Kali Buaran (komplek kodam Jatiwarna,Kp. Rawa lele, Komp. Jatibening).
Sub das (29000 x 3 – 7 )
3. Das Kali Jati Kramat Sub das (3000 x 6 ).
4. Das Kali Bekasi ( Rawa Gede, Cipendawa ). Sub das Kali Baru Bekasi ( 2900 x 4
– 5 ); Sal. Jati luhur Bekasi Barat ( 2400 x 6 ); saluran Bulevar raya; Sal. Bumi
satria permai, Kali Pekayon; Sal. Rawa Tembaga, Sal. Rawa lumbu.
5. Das Kali Baru Bekasi ( Rawa Pasung, Situ Uwong). Sub das ( 2900 x 4 – 5 ).
Kota Bekasi memiliki 2 PDAM yaitu PDAM Bekasi dan PDAM Tirta Patriot.
Kedua PDAM tersebut masing – masing memiliki tugas pelayan di wilayah yang
berbeda.
Tabel III. 17 Sumber air minum yang paling banyak atau utama digunakan
Berdasarkan data SIIS Kota Bekasi, tingkat pelayanan air bersih Kota Bekasi
pada masing-masing wilayah pelayanan terdiri atas lima zona utama adalah sebagai
berikut :
a. Wilayah Pelayanan Rawa tembaga, yang melayani kecamatan Bekasi Barat dan
kecamatan Bekasi Selatan. Tingkat Pelayanannya adalah 18,40%.
b. Wilayah Pelayanan Pondok Ungu, Wisma Asri dan PDAM Tirta Patriot, yang
melayani kecamatan Medan Satria dan Kecamatan Bekasi Utara, tingkat pelayanan
94,51%.
c. Wilayah Pelayanan Bekasi Kota yang melayani kecamatan Bekasi Timur, Tingkat
pelayanannya adalah 41,22%.
d. Wilayah Pelayanan Rawa Lumbu yang melayani Kecamatan Rawa Lumbu tingkat
pelayanannya adalah 17,10 %.
Tabel III.18 Jumlah sambungan dan penduduk Terlayani Air Bersih di Kota Bekasi September 2009
Kapasitas Jumlah Sambungan Jumlah Penduduk
Institusi Terpasang Langganan Aktif (Unit) Terlayani (Orang)
(Liter/dtk)
Berdasarkan tabel diatas, total jumlah penduduk Kota Bekasi yang sudah terlayani oleh
sistem air bersih perpipaan adalah 507,655 jiwa dari jumlah total Penduduk Kota Bekasi
atau sekitar 23,68%.
3.5.5 Permasalahan
Permasalahan utama yang terjadi dalam pelayanan air bersih di Kota Bekasi
adalah masi sedikitnya cakupan layanan yang telah berjalan. Penduduk yang telah
menikmati layanan air melalui perpipaan adalah sekitar 26% dari total jumlah penduduk
Kota Bekasi. Dan dari keseluruhannya hanya 9% masyarakat Kota Bekasi yang
menggunakan air dari PDAM sebagai air minum (sumber: EHRA 2010) Jumlah ini belum
dapat dikategorikan baik . Sedangkan bagi masyarakat yang belum terlayani PDAM,
mereka menggunakan air dari sumur gali maupun sumur bor.
Effluent sumber dari point source (industri, pusat perniagaan, rumah sakit
maupun berbagai aktivitas workshop seperti bengkel mobil dan sepeda motor serta
tempat pencucian mobil), seharusnya telah melalui proses pengolahan limbah yang baik
sebelum dibuang ke lingkungan (baik melalui drainase kota, saluran maupun ke sungai
utama). Berdasarkan evaluasi Tim P2LH BPLH Kota Bekasi (2009), ternyata tidak semua
badan usaha diatas memiliki sistem IPAL yang memenuhi kriteria baik, kadang-kadang
IPALnya tidak dioperasikan secara optimal, bahkan banyak pula pelaku usaha yang tidak
memiliki dokumen pengelolaan lingkungan (UKL/UPL dan AMDAL).
Berdasarkan evaluasi BPLH Kota Bekasi tahun 2009 pemberian Surat Ijin
Pembuangan Limbah Cair (SIPLC) kepada pihak pelaku usaha, saat ini baru mencapai
sekitar 6% untuk kegiatan industri besar dan menegah dan 23% untuk kegiatan rumah
sakit. Hal ini menunjukkan masih sedikitnya respon aktif pihak pelaku usaha dalam
melakukan upaya-upaya perbaikan kinerja lingkungan dalam mewujudkan ketaatan
terhadap ketentuan peraturan yang berlaku. Fakta membuktikan bahwa sebagian besar
kegiatan usaha industri, pusat-pusat perniagaan dan perdagangan serta kegiatan rumah
sakit di Kota Bekasi masih memperlihatkan buangan limbah cairnya melebihi nilai baku
mutu yang telah ditetapkan, hal ini jika dibiarkan akan cenderung terus meningkat dan
kemungkinan akan semakin memperburuk terhadap kondisi kualitas lingkungan kini
maupun dimasa yang akan datang (BPLH Kota Bekasi, 2009).
Kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu
upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi, yang bertujuan untuk
meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan tempat tinggal masyarakat.. Kampanye
dilakukan dengan cara mengoptimakan peran para ibu kader untuk menanamkan
perilaku hidup yang sehat dan bersih kepada masyarakat disekitarnya, dengan
mensurvey kondisi kesehatan dan perulaku bersih di setiap rumah atau kepala keluarga
(KK).
Pada tahun 2007 jumlah rumah tangga yang dipantau 370.625, yang berPHBS
sebanyak 48,02% (177.972). Jumlah rumah tangga yang berPHBS terbanyak terdapat di
Buku Putih Kota Bekasi 2010 III-33
wilayah Puskesmas Jati Luhur (78,99%) dan jumlah rumah tangga yang berPHBS paling
sedikit terdapat di wilayah Puskesmas Jati Warna (8,11%). Kampanye kemudian
dilanjutkan pada tahun 2008, dengan jumlah rumah tangga yang dipantau sebanyak
16.300 KK, yang berPHBS sebanyak 58.56% atau 9.545 KK. Jumlah rumah tangga yang
berPHBS terbanyak terdapat di wilayah Puskesmas Pejuang 96.17% dan jumlah rumah
tangga yang berPHBS paling sedikit terdapat di wilayah Puskesmas Bantar Gebang I
13,75%.
Total pembiayaan yang di keluarkan oleh pemerintah Kota Bekasi untuk sektor
sanitasi pada tahun 2006 sebesar 3,22% kemudian meningkat menjadi 3,28% pada
tahun 2007 akan tetapi menurun di tahun 2008 menjadi 2,34%. Penurunan tersebut naik
kembali pada tahun 2009 yaitu 3,11% dan terus meningkat menjadi 3.22% di tahun 2010.
2006
Rp 974.113.739.434 Rp 31.397.240.000 3,22%
2007
Rp 1.152.159.780.991 Rp 37.745.639.959 3,28%
2008
Rp 1.363.777.222. 839 Rp 31.953.500.000 2,34%
2009
Rp 1.589.443.630.704 Rp 49.388.650.000 3,11%
2010
Rp 1.748.528.532.388 Rp 56.293.212.500 3,22%
Sumber : RPJMD Kota Bekasi 2010
Pembiayaan sektor sanitasi di Kota Bekasi termasuk berada di bawah nilai rata-
rata yak berkisar 2- 3 % dari total belanja daerah. Normalnya pembiayaan sanitasi
minimal 5% dari total pembiayaan daerah. Untuk mendeteksi peluang pembiayaan ,
secara teknis dapat dilihat dari sisi penerimaan. Karena sisi penerimaan merupakan sisi
arus tunai, rutin dan efektif untuk diharapkan sebagai kontra pos untuk belanja. Untuk
lebih jelasnya belanja APBD untuk sanitasi dapat dilihat pada lampiran tabel rincian
anggaran