Anda di halaman 1dari 26

TUGAS RESUME KULIAH

HUKUM ADAT
Dosen Pengampu : Mirwansyah, S.H., M.H.

 
 
 

 
Oleh :
Arjuno Tiyo Permana                  (22742010043)
 
 
 
 

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SANG BUMI RUWA JURAI
LAMPUNG
2023
BAB I

MENGENAL ADAT DAN HUKUM ADAT

A. PENGERTIAN ADAT
Soepomo berpendapat bahwa di dalam penelitian hukum adat yang
menentukan bukanlah banyaknya jumlah perbuatan yang terjadi, walaupun
jumlah tersebut merupakan petunjuk bahwa perbuatan tersebut merupakan hal
yang diharuskan dalam masyarakat. Adat adalah pencerminan dari kepribadian
sesuatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang
bersangkutan dari abad ke abad.

J.H.A. Logemann menyatakan, bahwa kaedah-kaedah kehidupan merupakan


norma-norma pergaulan hidup. Logemann selanjutnya berpendapat, bahwa
orang dapat menganggap semua kaedah yang mempunyai sanksi tersebut,
merupakan kaedah hukum. Perbedaan antara kaedah kesusilaan dengan
kaedah hukum bukanlah terletak pada unsur keharusan semata-mata, akan
tetapi pada perbedaan sifat serta penyelenggaraan sanksinya, oleh karena
semua kaedah mengandung suatu sifat keharusan.

B. HUKUM ADAT
Sejak Snouck Hurgronje memperkenalkan istilah Hukum Adat kemudian
dilanjutkan oleh para sarjana Hukum Adat, maka sebenarnya istilah hukum
adat hanya merupakan istilah teknis ilmiah semata untuk membedakan antara
Hukum Barat dan Hukum Bumiputra, hukum barat yang tertulis dan hukum
Bumiputra yang kebanyakan tidak tertulis, kemudian oleh Van Vollenhoven
dikemukakan “dikatakan hukum karena bersanksi, dikatakan adat karena tidak
dikodifikasi”
1. Proses Terbentuknya Hukum Adat
Proses terbentuknya Hukum Adat diawali dengan tingkah laku yang
disebut “CARA” (Usage). Usage ini merupakan bentuk tertentu dari
pelaku yang lebih menonjol dalam hubungan antar pribadi.
2. Pengertian Hukum Adat Oleh Pejabat
Definisi Hukum Adat menurut sarjana, Ter Haar berpendapat bahwa
Hukum Adat adalah tingkah laku yang telah dipertahankan secara konkrit
oleh sesuatu keputusan petugas-petugas hukum (teori keputusan)
3. Hukum Adat Sebagai Aspek Kebudayaan
a. Pengertian kebudayaan
Budaya menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah pikiran, akal budi,
hasil. Ada pendapat menurut Herskovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi.
Segi wujudnya kebudayaan menurut Koentjoroningrat ada 3 wujud
yaitu:
a) Suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma aturan dsb.
b) Kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat.
c) Benda-benda hasil karya manusia.
Hukum adat sebagai aspek kebudayaan adalah hukum adat yang dilihat
dari sudut pandang nilai, norma sosial, ilmu pengetahuan, serta
keseluruhan struktur sosial religious yang didapat seseorang dengan
ekstensinya sebagai anggota masyarakat.
b. Hukum Adat Sebagai Aspek Kebudayaan
Hukum adat merupakan hukum tradisional masyarakat perwujudan
dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara
pandangan hidup yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan
masyarakat tempat hukum adat tersebut berlaku.
c. Unsur-Unsur Dalam Hukum Adat
1) Unsur Kenyataan
Adat dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat dan
secara berulang-ulang serta berkesinambungan dan rakyat
mentaati serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2) Unsur Psikologis
Setelah hukum adat ini berulang-ulang dilakukan selanjutnya
terdapat keyakinan pada masyarakat bahwa adat yang dimaksud
mempunyai kekuatan hukum.
d. Timbulnya Hukum Adat
Hukum adat lahir dan dipelihara oleh putusan-putusan para warga
masyarakat hukum terutama keputusan kepala rakyat yang membantu
pelaksanaan perbuatan hukum itu atau dalam hal bertentangan
keperntingan dan keputusan para hakim mengadili sengketa sepanjang
tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, senafas, seirama,
dengan kesadaran tersebut diterima atau ditoleransi.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADAT


1. Sejarah Penemuan Hukum Adat
Sebelum tahun 1950 di Indonesia sebenarnya sudah ada Hukum Adat,
tetapi bukan berarti pula pada masa itu sudah ada bahasa hukum, karena
saat itu belum ada yuris yang ada pada saat itu hanyalah pelaksana-
pelaksana hukum yang tugasnya melaksanakan Hukum Adat. Sesudah
tahun 1500 M yaitu pada tahun 1511 M orang Portugis masuk ke
Indonesia yang tujuannya berdagang, kemudian pada tahun 1596 orang
Belanda masuk ke Indonesia yang bertujuan sama seperti orang Portugis
yaitu berdagang dengan tujuan mencari keuntungan.
2. Sejarah Politik Hukum Adat
Perhatian terhadap Hukum Adat itu tidak hanya terwujud dalam
dilahirkannya ilmu Hukum Adat, tetapi juga terjelma dengan
dijalankannya suatu Politik Hukum Adat, yaitu kebijaksanaan sikap
terhadap perundang-undangan yang berhubungan dengan Hukum Adat
tersebut. Soepomo dan Djokosutomo mengadakan beberapa babak
mengenai Sejarah Politik Hukum Adat, diantaranya:
a. Masa Kompeni (V.O.C)
b. Masa Pemerintahan Gubernur Jenderal Douedels (1808-1811)
c. Masa Pemerintahan Inggris. Ketua Gubernur Raffles (1811-1816)
d. Masa 1816 – 1848
e. Masa 1848 – 1928
f. Masa 1928 - 1945
g. Masa 1945 sampai sekarang

D. SISTEM HUKUM ADAT


Sistem Hukum Adat bersendi atas dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia,
yang tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem Hukum Barat.
Antara sistem Hukum Adat dan Sistem Hukum Barat, adalah terdapat
perbedaan fondamental misalnya, Hukum Barat mengenal Zakelijke rechten
dan persoonlijke rechten. Zakelijke recht adalah hak atas suatu barang, yang
bersifat zakelijk, yaitu yang berlaku terhadap tiap-tiap orang. Persoonlijk recht
adalah hak orang seseorang atas sesuatu obyek yang hanya berlaku terhadap
sesuatu orang lain yang tertentu.

E. STRUKTUR TRADISIONAL MASYARAKAT HUKUM ADAT


1. Ciri-Ciri Adanya Persekutuan Hukum
Adapun ciri masyarakat hukum antara lain:
a. Adanya sekelompok manusia yang teratur
b. Bertempat tinggal dan menetap di suatu daerah tertentu
2. Jenis-Jenis Persekutuan Hukum
Jenis persekutuan-persekutuan hukum Indonesia dapat dibagi atas ada 2
golongan menurut dasar susunannya, yaitu:
a) Yang berdasarkan pertalian suatu keturunan (genealogi)
b) Yang berdasar lingkungan daerah (teritorial)
Masyarakat Hukum Adat Genealogi dibagi 3 (tiga) macam pertalian
keturunan, yaitu : Umilateral Patrilineal, Umilateral Matrilineal, Pertalian
darah menurut garis ibu dan menurut garis bapak (Tata Susunan Parental)

BAB II

HUKUM PERTANAHAN

1. HUKUM TANAH
Tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Hukum Adat karena
tanah merupakan satu-satunya benda kebudayaan yang meskipun mengalami
keadaan yang bagaimanapun akan tetap dalam keadaan semula.

2. HAK MASYARAKAT ATAS TANAH


A. Hak-hak yang dipunyai oleh anggota masyarakat hukum adat secara
individual terhadap tanah dalam lingkungannya, antara lain:
1. Mengumpulkan hasil hutan, seperti rotan, kemenyan, kayu dan
sebagainya
2. Memburu binatang liar, seperti rusa, kijang dan sebagainya.
B. Hak persekutuan hukum atas tanah dalam lingkungannya (tanah ulayat)
yaitu Memberi izin kepada anggota atau bukan anggota persekutuan untuk
menggarap tanah, mengambil hasil sungai, hutan dan sebagainya.
C. Wewenang persekutuan terhadap tanah lingkungan (Ulayat), meliputi:
1. Menentukan tanah yang boleh digarap.
2. Mengeluarkan izin atau menolak memberikan izin tersebut terhadap
anggota atau bukan anggota persekutuan akan mengelola tanah dan
lain-lain.
D. Ketentuan umum yang harus dihormati oleh pemilik tanah yaitu,
kepentingan umum harus melepaskan tanah miliknya.
Pada Hukum Tanah terdapat Hak Ulayat dimana Van Vollen Hoven
menyatakan bahwa Hak Ulayat adalah hak dari persekutuan hukum untuk
menggunakan dengan bebas tanah yang masih merupakan hutan belukar di
dalam lingkungan wilayahnya guna persekutuan hukum itu sendiri beserta
anggota-anggotanya atau untuk orang asing, akan tetapi harus dengan izin
kepala persekutuan hukum dan selalu harus membayar relognasi dan
restribusi.
1) Persekutuan hukum dan anggota-anggotanya berhak menggunakan
tanah dengan bebas seperti menangkap ikan, berburu dan menggarap
tanah.
2) Hak perorangan diliputi oleh hak persekutuan.

3. TRANSAKSI TANAH
A. JUAL GADAI
1) Hak Pembeli Gadai
Dengan penerimaan tanah itu si pembeli gadai berhak :
a. Menikmati manfaat yang melekat pada hak milik, dengan
pembatasan :
 Tidak boleh menjual lepas tanah itu kepada orang lain.
 Tidak boleh menyewakan untuk lebih dari satu musim
lamanya (jual tahunan).
b. Mengadakan perjanjian bagi hasil/belah pinang/paruh hasil
tanah/maro dan sejenis itu
2) Sifat Hubungan Gadai
a. Pembeli gadai tidak berhak menagih uangnya dari penjual gadai.
b. Penebusan gadai tergantung kepada kehendak penjual gadai. Uang
gadai hanya dapat ditagih oleh pembeli gadai,
3) Kemungkinan Mengoperkan Gadai dan Menggadaikan Kembali
a. Setahu dan seizin penjual gadai, si pembeli gadai dapat
mengoperkan gadai itu kepada pihak ketiga, yaitu menyerahkan
tanah tersebut kepadanya dengan menerima sejumlah uang tunai.
b. Tanpa setahu dan seizin penjual gadai, si pembeli gadai
menggadaikan kembali tanah itu kepada pihak ketiga, dengan janji
ia sewaktu-waktu dapat menebus tanah itu dari pihak ketiga
tersebut.
4) Perbandingan Dengan Pand Menurut Burgerlijk Wetboek (BW)
a. Persamaan
Benda perjanjian harus diserahkan ke dalam kekuasaan si
pemegang gadai/pand.
b. Perbedaan
1) Transaksi gadai merupakan transaksi jual yang mandiri dengan
tanah selaku objeknya.
2) Pembeli gadai tidak dapat memaksa penjual gadai untuk
menebus obyek transaksinya. Sebaliknya, setiap waktu benda
itu ditebus ia harus mengembalikan nya.
5) Integrasi Gadai Ke Dalam Juridiksi UUPA
Sesudah UUPA berlaku, soal gadai ini diatur dalam PERPU No.56
Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Dalam Pasal 7
PERPU tersebut ditentukan bahwa tanah yang sudah digadaikan
selama 7 (tujuh) tahun atau lebih, harus dikembalikan kepada pemilik
tanah/penjual gadai, tanpa ada kewajiban baginya untuk membayar
uang tebusan. Pengembalian tanah itu dilakukan dalam waktu sebulan
setelah tanaman yang terdapat disitu selesai dipetik hasilnya.
Mengenai gadai yang berlangsung kurang dari 7(tujuh) tahun, si
pemilik tanah dapat memintanya kembali setiap waktu setelah selesai
pemetikan hasil tanaman yang ada disitu, dengan membayar uang
tebusan yang dihitung menurut rumusan :

(7+1/2) minus waktu berlangsungnya gadai


__________________________________ x Uang Gadai

7
Pelanggaran terhadap ketentuan itu diberi sanksi berupa pidana
kurungan selama-lamanya 3(tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 10.000.-
6) Penilaian Uang Gadai Sekarang
Risiko dari perubahan nilai uang rupiah itu ditanggung separo-separo
oleh kedua belah pihak (penjual gadai dan pembeli gadai). Penilaian
uang gadai itu dihubungkan dengan harga emas (sekarang = beras).
Keputusan Mahkamah Agung tanggal 22-5-1957 mengenai penilaian
itu sebagai berikut: “Dalam hal ada perbedaan besar nilai uang yang
beredar pada waktu sebidang tanah digadaikan dan pada waktu itu
akan ditebus adalah sesuai dengan rasa keadilan apabila kedua belah
pihak masing-masing memikul separo risiko kemungkinan adanya
perubahan harga nilai uang rupiah, diukur dari perbedaan harga emas
pada waktu menggadaikan dan waktu menebus tanah.
B. JUAL LEPAS
1) Perjanjian Riil
Perjanjian jual lepas tanah sekaligus selesai dengan tercapainya
persetujuan/persesuaian kehendak (consensus) diikuti dengan
ikrar/pembuatan kontrak jual beli di dadapan Kepala Persekutuan
Hukum yang kompetent
2) Fungsi Panjer
a. Pembicaraan yang mengandung janji (afspraak) saja tidak
mengakibatkan suatu kewajiban.
b. Uang/benda itu disebut “panjer”. Tanpa Panjer orang tidak merasa
terikat,
C. JUAL TAHUNAN
Ini merupakan suatu bentuk menyewakan tanah. Transaksi tanah ini di
luar Jawa tidak begitu dikenal. Lamanya pun tidak tertentu.
1) Hak-Hak Yang Diperoleh Si Pembeli Tahunan
Hak-hak yang diperoleh si pembeli tahunan, meliputi antaranya :
a. Mengolah tanah
b. Menanami dan memetik hasilnya
2) Larangan Bagi Si Pembeli Tahunan
Larangan bagi si pembeli tahunan yaitu menjual/menyewakan tanah
itu, kecuali seizin pemiliknya.
3) Perjanjian Pelunasan Utang
utang itu dibayar dengan penyerahan tanah untuk sementara.

4. Transaksi-Transaksi Yang Ada Hubungannya Dengan Tanah


A. Transaksi Bagi Hasil, Belah Pinang, Paruh Hasil Tanam
1) Dasarnya : pemilik tanah ingin memungut hasil dari tanahnya atau
ingin memanfaatkan tanahnya, tetapi ia tidak dapat mengerjakan
sendiri tanahnya itu.
2) Fungsinya : hak milik atas tanah dijadikan produktif tanpa kerja
sendiri.
3) Obyeknya : bukan tanah, tetapi tenaga dan tanaman.
B. Sewa
1) Pengertian
Ialah mengizinkan orang lain mengerjakan atau mendiami tanah yang
berada di bawah kekuasaannya, dengan keharusan membayar sejumlah
uang tertentu sebagai uang sewa sesudah setiap bulan, setiap panen
atau setiap tahun dengan konsekuensi bahwa sesudah pembayaran itu
(seperti pada bagi hasil), transaksi tersebut dapat diakhiri
2) Manifestasi di Berbagai Lingkaran Hukum.
a. Mengasidi (Tapanuli Selatan) istilah ini ditujukan baik buat
persewaan tanah (sewa) maupun buat hak menikmati.
b. Sewa Bumi (Sumatera Selatan) memiliki arti pajak yang harus
dibayar oleh orang luar untuk pemungutan hasil dari wilayah
lingkungan hak pertuanan.
3) Persamaan Dengan Jual Tahunan
Yaitu Dalam pergaulan antara Pribumi di Jawa dikatakan bahwa sewa
atas tanah pertanian itu sebetulnya tidak ada, dan sewa itu sama saja
dengan “adol taunan”.

C. Kombinasi Bagi Hasil Serta Sewa Dengan Gadai Tanah dan Sewa Tanah
Dengan Pembayaran Uang Di muka
1) Transaksi bagi hasil (dan sewa) mendapat arti istimewa dari kenyataan
bahwa transaksi tadi seringkali dikaitkan pada “gadai tanah”.
Tanggungan atau jonggolan di Jawa, makantah di Bali, tanah di
Tapanuli, transaksi macam ini terjadi, apabila seseorang yang
berhutang kepada orang lain berjanji kepada orang yang memberi
pinjaman tadi, bahwa selama belum melunasi hutangnya ia tidak akan
mengadakan transaksi tentang tanahnya, kecuali dengan pemberi
hutang.
2) Akibat Hukum
Menurut Hukum Adat, akibat hukum dari perbuatan hukum gabungan
itu ialah transaksi bagi hasil dan hubungan sewa dapat diakhiri dalam
waktu pendek
3) Menilik keadaan lahir
Maka kombinasi “gadai sawah” dengan “bagi hasil” atau “gadai
pekarangan” dengan “sewa” itu mirip dengan transaksi yang berserta
tanah selaku tanggungan /jaminan.
D. Transaksi Pinjaman Uang Dengan Tanggungan Tanah
1) Titik Inti Perjanjian
Titik inti ialah “saya berjanji, selama utang saya belum lunas, tidak
akan membuat transaksi tanah atas tanah saya, kecuali untuk
kepentingan kreditur saya” (transaksi dengan dia atau dengan orang
lain).
2) Sifat dan Fungsi
Mempergunakan tanah sebagai tanggungan adalah transaksi accessoir
pada transaksi pinjam uang selaku transaksi pokok.
3) Tanggungan Di Bawah Tangan (onderhandse Zekerheidstelling)
Diselenggarakan antara para pihak tanpa diketahui Kepala Persekutuan
Hukum, dan oleh karena itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga, ini
berarti :
a. Transaksi jual yang diadakan dengan berakibat beban atas tanah
tanggungan selama utang belum dilunasi itu adalah sah menurut
hukum.
b. Tanah tanggugan itu dapat dijual atas dasar vonis Hakim untuk
melunasi pinjaman-pinjaman uang lain, sedangkan si pemberi
utang dengan tanggungan di bawah tangan ini tidak mempunyai
hak mendahulu (voorrecht) terhadap kreditur-kreditur lainnya.
4) Tanggungan Setahu Kepala Persekutuan Hukum
Bila transaksi itu diselenggarakan dengan setahu Kepala persekutuan
Hukum, pemilik tanah tidak bisa dan tidak boleh memindahtangankan
tanahnya/mengalihkannya dengan tidak memanfaatkan hasil tanah itu
untuk mengangsur utangnya.
5) Ada Tidaknya Hak Mendahulu (Voorrecht)
Memberikan hak mendahulu kepada si pemberi utang dengan
tanggungan itu. Jika tanahnya dilelang atas perintah vonis hakim,
6) Perbedaan Dengan Gadai Tanah Diikuti Bagi Hasil Ataupun Sewa
Perbedaan dalam sistem antara kedua tokoh/lembaga hukum itu
ternyata dari hal-hal yang berikut:
a. Bantuan Kepala Persekutuan Hukum merupakan syarat mutlak
untuk gadai tanah dan tidak untuk transaksi pinjam uang.
b. Uang gadai tanah tidak dapat dituntut kembali, sedangkan dalam
hal debitur lalai uang pinjaman dengan tanggungan itu tidak dapat
dituntut pelunasannya
7) Simulatio, Perbuatan Pura-Pura, Schijnhandeling.
Simulatio ialah suatu perbuatan/kompleks perbuatan yang dilakukan
dua orang atau lebih sepakat untuk menumbuhkan semua kesan ke
dunia luar
 Akan mempertahankan berlakunya hubungan yang sudah ada
 Akan melaksanakan perjanjian lain daripada yang
disimulasikannya.

Kadang-kadang simulatio dilakukan untuk merugikan pihak ketiga,


kadang-kadang juga tidak.

Mutlak (absolut), maksudnya para pihak menimbulkan kesan seakan-


akan mereka mengadakan perjanjian tertentu.
Nisbi (relatif), dimaksudkan bahwa di belakang perjanjian yang
disimulasikan, tersembunyi perjanjian yang disimulasikan.

BAB III
HUKUM PERHUTANGAN (SCHULDENRECHT)

A. CIRI-CIRI POKOK
1. Menurut Sistematika Hukum Adat, Hukum Harta Kekayaan di Bagi Atas
a. Hukum Tanah (dan hukum air)
b. Hukum Perhutangan

Perbedaan itu menyimpulkan :

a. Hak-hak (inklusif perjanjian-perjanjian) atas/mengenai tanah dan air


sama halnya termasuk dalam hukum tanah dan hukum air
b. Hak-hak (inklusif perjanjian-perjanjian) atas/mengenai benda-benda
gerak (inklusif rumah) termasuk Hukum Perhutangan.
2. Ciri-ciri Pokok Hukum Perhutangan, meliputi :
a. Ia baru menjelas sifat individualistis
b. Yang ditetapkan hanyalah garis-garis pokoknya saja, tanpa hukum
pelengkap dan presumsi-presumsi menurut undang-undang.
3. Isi Hukum Perhutangan
Keseluruhan peraturan hukum yang menguasai hak-hak atas benda-benda
selain tanah dan perpindahan hak-hak itu, serta hukum mengenai jasa-jasa
yang bukan hukum mengenai utang-piutang seperti yang diatur pada
Burgerlijke Wetboek (BW).
B. HAK ATAS RUMAH, TANAMAN, TERNAK DAN BENDA-BENDA LAIN
1. Hak milik Bumiputra, suatu hak dari masyarakat selaku kesatuan susunan
rakyat yang terletak di atas benda-benda tersebut sebagai hak yang lebih
tinggi, hanyalah merupakan pengecualian belaka.
2. Hak Milik Atas Rumah dan Tumbuh-tumbuhan tertanam pada dasarnya
terpisah dari hak atas tanah, dimana benda-benda itu berada
3. Namun, pemisahan principeel antara hak atas tanaman dan rumah disatu
pihak dengan hak atas tanah dipihak lain terdapat restriksi-restriksi
a. Bila ada perjanjian-perjanjian (transacties) mengenai perkarangan
biasanya meliputi rumah dan tanamannya
b. Kadang-kadang hak atas pohon (dan atas rumah) itu di ikuti oleh hak
atas bidang tanah yang bersangkutan.
4. Penanaman tumbuh-tumbuhan menjadi pemilik Bumiputra atas hasil itu
dapat pula merupakan titik pangkal bagi hubungan-hubungan hukum yang
timbul karena menanami padi atau tanaman sejenis di atas tanah orang lain
5. Pemilik ternak kadang-kadang dikuasai oleh aturan-aturan tersendiri
mengenai penyembelihan dan pengasingannya, tetapi tidak sedemikian
sehingga hak itu tidak disebut Hak Milik

C. PERBUATAN KREDIT, TOLONG-MENOLONG, GOTONG-ROYONG


1. Perbuatan kredit
Memberikan sesuatu kepada orang lain atau saya bekerja buat orang lain,
ini memberikan prentensi (piutang yang belum diakui) kepada saya atas
contraprestatie pada waktunya nanti
2. Tolong-Menolong
ialah bantu-membantu berupa barang dan atau tenaga antara anggota-
anggota seperkutuan
3. Gotong-Royong
bersama-sama menyumbangkan barang dan tenaga untuk kepentingan
umum
4. Tukar-Menukar Barang-Barang Antar Kelompok
Tukar-menukar barang-barang dalam bentuk jujur (bruidschat), hadiah-
hadiah pada peristiwa-peristiwa penting di dalam kehidupan, lebih-lebih
pada upacara peralihan (rites de passage)

D. PERHIMPUNAN
1. Asas Lain Kita Jumpai Pada Fenomena Terurainya Lingkungan Hidup
Yang Di Dalamnya Para Warganya Melakukan Tolong-Menolong.
2. Disatu Pihak Lembaga Tolong-Menolong Menjadi Dasar Perbuatan
Kredit.
3. Bagi Hasil Sebagai Perserikatan (kongsi, maatschap)
4. Bagi Laba
5. Perbuatan Kredit Individual (Individuele Crediethandelingen)
6. Pemujangan/Pengakuan Diri (pandelingschap)
7. Peminjaman uang dan barang selaku perbuatan kredit individual
8. Lembaga yang berulang kali terdapat
9. Bila Lembaga Tolong-Menolong tidak dapat memberikan penyelesaian
10. Banyak pula terjadi pengupahan untuk bermacam-macam jasa
11. Saksi-Saksi yang didatangkan pada pembuatan transaksi
12. Beberapa perbuatan-perbuatan kredit rupa-rupanya sudah lazim
(endemisch)
13. Kontrak Pemeliharaan (verzorgings kontract ini asalnya dari Van
Vollenhoven)
14. Mirip dengan kontrak pemeliharaan
E. MERUGIKAN PENAGIH UTANG/MERUGIKAN KREDITUR
Merugikan penagih utang dengan jalan pembagian harta kekayaan kepada
calon ahli waris semasa hidup si pewaris, pembagian harta perkawinan
bersama, pemberian-pemberian jadi atau penghadiahan perbuatan-perbuatan
yang sebenarnya dapat ditinggalkan/dijauhi atau dicegah, tetapi karena sudah
dilakukan perbuatan itu hampir menyebabkan gagalnya tuntutan si penagih
utang atas barang-barang itu dan oleh keputusan-keputusan hakim
gubernemen dianggap batal.

F. ALAT PENGIKAT, TANDA YANG KELIHATAN/TANDA NYATA (ET


BINDMIDDEL, HET ZICHTBARE TEKEN)
Namun sebenarnya transaksi dengan memakai uang pengikat/panjer sudah
semestinya juga tidak dapat disebut konsensual (consensueel) begitu saja,
sebab dalam hal itu permufakatan/janji dengan kata-kata saja belum
menimbulkan suatu kewajiban.
Orang dapat pula mengikatkan diri kepada keputusan-keputusan yang diambil
di luar hadirnya dengan suatu tanda visual, seperti halnya dengan :
a. Warga desa (Bali) yang membawakan kerisnya kepada seorang warga inti
desa ke rapat desa, bila ia sama sekali berhalangan datang pribadi.
b. Janda (Bali) yang mempergunakan keris mendiang suaminya sebagai
wakil almarhum untuk mengadopsi anak (secara amumerta) buat
almarhum.

BAB IV

HUKUM PERSEORANGAN (PERSONENRECHT)

Dalam suatu masyarakat yang tidak mengenal perbudakan (slavernij),


pemujangan (pandelingschap), catur wangsa (sistem empat kasta) dalam arti yang
sebenarnya
1. SAAT MENCAPAI KELENGKAPAN STATUS
A. Di-Jawa-Pusat
1) Hukum Privat Adat Jawa “Pusat”
Di dalam bukunya “Het Adatprivaatrecht” dan “Middel-Java” Mr.
Djojodigoeno dan Mr. Tirtawinata, memakai kata “onvolwassenen”
dan “volwassenen” yang pertama untuk menyebut orang yang belum
lengkap statusnya, yang kedua untuk menunjuk orang yang sudah
lengkap statusnya
2) Kepurnaan Jeneng Orang (Menurut Hukum Adat)
Untuk tidak menimbulkan kesalahpahaman, Prof. Djojodigoeno, S.H
dalam karangannya “Kepurnaan Jeneng Orang (menurut Hukum
Adat), memakai istilah buatan: “orang belum mandiri”, “orang sudah
mandiri” untuk menunjukkan pertentangan “onvolwassenen” dan
“volwassenen”.
3) Orang Belum Mandiri dan Orang Sudah Mandiri
B. Dilingkungan Hukum Adat Lainnya.
Dilingkungan Hukum Adat Lainnya, menurut ahli :
Van Vollenhopen
Aceh
Tentang Aceh dinyatakan untuk orang-orang yang masih onmondig
(minderjarig), kecakapannya berbuat terbatas, tetapi batas-batasnya
ditentukan menurut kepatutan, berakhirnya keadaan onmondig itu
ditentukan “menurut akal sehat”.
C. Golongan Timur Asing
1) Untuk golongan pertama, jawabannya sama dengan jawaban untuk
golongan Eropa, berdasarkan penerapan Hukum Perdata BW kepada
mereka dengan Ordonansi Staatblad. 1917 No. 129.
2) Untuk golongan kedua, jawabannya masih memerlukan penyelidikan
saksama, dan penyidikan tersebut harus dijalankan secara terperinci,
mengingat sifat golongan yang sangan heterogen itu.
2. PENGARUH INTRODUKSI PENGERTIAN MINDERJARING DI DALAM
HUKUM GOLONGAN BUMIPUTERA DAN TIMUR ASING
A. Pengertian (Concept, begriff) “Minderjaring”
1. Introduksi Pertama
Pengertian Minderjarig dan implicite juga Meerderjarig sebagai
pasangannya diintroduksikan di dalam Hukum Golongan Bumiputra
dan Timur Asing dengan Ordonansi Staatblad. 1917 No. 738
dinyatakan ini tidak berlaku lagi
a. Untuk Golongan China
b. Bagi Golongan Timur Asing Bukan China
c. Atas Golongan Bumi Putera
2. Motif Pendorong dan Tugasnya
WvS itu banyak mempergunakan kata minderjarig dan meerderjarig
yag memang sudah diketahui artinya untuk golongan Eripa
3. Makna dan Konsekuensi minderjaring
a. Makna dan konsekuensinya tidak dijelaskan dan yang lebih
ditegaskan adalah makna dan konsekuensi minderjaring.
b. Aturan-aturan yang menentukan makna minderjaring, Pasal 330
Ayat (3), Pasal 383 Ayat (1) dan Pasal 1330 sub 1 Burgerlijk
Wetboek (BW).
B. Akibat Introduksi Pengertian Minderjarig Dalam Hukum Golongan
Bumiputra, Timur Asing Bukan China.
Status seseorang manusia untuk golongan Bumiputra dan Timur Asing
bukan china harus ditentukan berdasarkan Hukum Adat, setidak-tidaknya
bukan berdasarkan Burgerlijk Wetboek (BW), hal itu disebabkan:
1. Tidak untuk golongan Bumiputra, karena Burgerlijk Wetboek (BW)
tidak berlaku bagi mereka.
2. Tidak untuk golongan Timur Asing bukan China, karena justru bagian-
bagian Burgerlijk Wetboek (BW) yang pada hakekatnya menentukan
status badan pribadi.
BAB V

HUKUM KEKELUARGAAN ADAT

A. HUKUM KEKERABATAN
Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang
bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan
anak terhadap orangtua dan sebaliknya kedudukan anak terhadap kerabat dan
sebaliknya dan masalah perwalian anak.
a. Sistem kekerabatan parental
b. Sistem kekerabatan patrilineal
c. Sistem kekerabatan Matrilineal

B. HUBUNGAN ANAK DENGAN ORANGTUANYA


Menurut hukum adat anak kandung yang sah adalah anak yang dilahirkan dari
perkawinan bapak ibu yang sah , walaupun terjadinya perkawinan tersebut
setelah ibunya melahirkan terlebih dahulu.
a. Anak Lahir Diluar Nikah
b. Anak lahir Karena Zinah
c. Anak Lahir Setelah Perceraian

C. HUBUNGAN ANAK DENGAN KERABATANNYA


Hukum adat mengatur tentang hubungan anak dengan kerabatnya, sesuai
dengan keadaan sosial dalam masyarakat bersangkutan berdasarkan sistem
keturunannya (sistem kekerabatannya).

D. PENGERTIAN MASYARAKAT HUKUM ADAT


Masyarakat hukum adat adalah komunitas manusia yang patuh pada peraturan
atau hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam hubungannya satu
sama lain baik berupa keseluruhan dari kebiasaan dan kesusilaan yang benar-
benar hidup karena diyakini dan dianut, jika dilanggar pelakunya mendapat
sanksi dari penguasa adat.

E. MACAM-MACAM MASYARAKAT HUKUM ADAT


1. Masyarakat adat yang susunan kekerabatannya kebapakan (Patrilinial)
2. Masyarakat adat yang susunan kekerabatannya keibuan (Matrilinial)
3. Masyarakat adat yang bersendi keibu-bapakan (Parental)
4. Masyarakat adat yang bersendi kebapakan beralih (Alternatif)

F. MASYARAKAT HUKUM ADAT LAMPUNG


Masyarakat Lampung mempunyai dasar genealogis yang tegas; faktor
teritorial baru kemudian menampakkan diri sebagai faktor penting juga.
masyarakat hukum adat di Lampung merupakan masyarakat hukum adat
genealogis-teritorial yang bertingkat.
Secara umum masyarakat adat Lampung dibagi menjadu dua, yaitu
masyarakat adat Lampung Saibatin dan Masyarakat adat Pepadun.
Masyarakat adat Lampung yang merupakan salah satu masyarakat adat dengan
garis kekerabatan patrilinial yaitu menarik dari garis ayah sedangkan garis ibu
dikesampingkan merupakan masyarakat adat yang memiliki keberagaman
akan budaya.

G. BENTUK MASYARAKAT HUKUM ADAT


1. Persekutuan Hukum Genealogis
Setiap anggota kelompok masyarakatnya terikat karena berasal dari nenek
moyang yang sama.
a. Masyarakat Patrilinial
susunan masyarakatnya ditarik berdasarkan garis keturunan bapak,
sedangkan garis keturunan ibu disingkirkan
b. Masyarakat Matrilinial
susunan masyarakatnya ditarik berdasarkan garis Ibu sedangkan garis
keturunan bapak disingkirkan
c. Masyarakat Parental atau Bilateral
susunan masyarakatnya diambil dari garis orangtuanya yaitu garis
bapak dan garis ibu.

2. Persekutuan Hukum Teritorial


Masyarakat yang tetap dan teratur, yang anggota-anggota masyarakatnya
terikat pada suatu daerah kediaman tertentu
3. Persekutuan Hukum Genealogis-Teritorial
anggotanya bukan hanya terikat pada tempat kediaman daerah tertentu
saja, melainkan juga terikat pada hubungan keturunan dalam ikatan
pertalian darah dan/atau kekerabatan.
4. Masyarakat Adat Keagamaan
Pada lingkungan masyarakat yang didominasi kepercayaan dan agama
tertentu, maka para anggotanya selain merupakan warga kesatuan desa
menurut perundangan, tetapi juga merupakan warga adat yang tradisional
dan warga keagamaan yang dianutnya masing-masing

BAB VI

PEMINANGAN

A. PEMINANGAN
1. Pengertian Peminangan
Terminologi peminangan ialah upaya ke arah terjadinya hubungan
perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita atau seorang laki-
laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan
cara-cara yang umum berlaku di tengah-tengah masyarakat.
2. Dasar Hukum Peminangan
Di Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 235, Mayoritas Ulama menyatakan
bahwa peminangan tidak wajib. Namun merupakan pendahuluan yang
hampir pasti dilakukan
Ali al-sabuniy mencoba menjelaskan hukum khitbah dalam Tafsir Ayat al-
Ahkamnya dengan membagi kedalam 3 (tiga) bagian :
1) Hukum wanita yang boleh di khitbah yaitu wanita yang tidak sedang
dalam perkawinan dengan pengecualian tidak dikhitbah orang lain.
2) Hukum wanita yang tidak boleh di khitbah; yaitu wanita yang sedang
dalam ikatan perkawinan.
3) Hukum wanita yang boleh di khitbah; yaitu wanita yang sedang dalam
masa iddah
3. Syarat-Syarat Peminangan
a. Syarat Mustahsinah
Syarat yang merupakan anjuran pada laki-laki yang hendak meminang
agar meneliti wanita yang akan dipinangnya sebelum melangsungkan
peminangan. Syarat mustahsinah tidak wajib untuk dipenuhi, hanya
anjuran dan baik untuk dilaksanakan, sehingga tanpa syarat ini
peminangan tetap sah
b. Syarat Lazimah
syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan. Sah
tidaknya peminangan tergantung pada syarat-syarat lazimah
4. Tata Cara Peminangan
Menurut ketentuan hukum adat Mandailing
1) Maresek
proses dimana perkenalan antara orangtua kedua belah pihak
2) Meminang
3) Penentuan jumlah/besarnya uang kasih sayang
Menyepakati dari kedua belah pihak
4) Penyerahan uang kasih sayang
5) Penentuan waktu dan tanggal penyelenggaraan pernikahan
6) Ijab Kabul
5. Akibat-akibat dari Terjadinya peminangan
Konsekuensi dari peminangan yaitu :
a. Perempuan yang telah dipinang oleh seorang laki-laki dan telah
diterimanya, maka tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain
b. Setelah terjadi peminagan maka laki-laki yang meminang boleh
melihat muka dan tangan perempuan yang dipinangnya serta saling
mengenali antara keduanya.
c. Akad peminagan tidak berarti akad nikah sehingga laki-laki dan
perempuan yang melakukan khitbah tidak boleh bergaul seperti
layaknya suami isteri.
d. Kedua belah pihak juga tidak boleh ber-khalwat di tempat-tempat yang
sepi, kecuali ditemani oleh muhrimnya.
6. Pendapat Masyarakat tentang Peminangan
Dalam masyarakat terdapat kebiasaan pada waktu upacara tunangan, calon
mempelai laki-laki memberikan sesuatu pemberian seperti perhiasan atau
cendera hati lainnya sebagai kesungguhan niatnya untuk melanjutkannya
ke jenjang perkawinan.
7. Tradisi peminangan di lingkup Daerah dan Pedesaan
1) Tradisi Peminangan di Daerah
Istilah tradisi biasa ada dalam suatu daerah yang itu dilakukan secara
berulang-ulang. Seperti yang berlaku di daerah Lamongan berumah
tangga adalah “laki atau rabi” Bahwa wanita membutuhkan laki-laki,
dan pria membutuhkan rabi. Maka dari itu wanita dan pria
melaksanakan laki rabi agar mempunyai keturunan.
2) Tradisi Peminangan di Pedesaan
Di pedesaan biasannya hampir sama dengan di daerah, cuman ada latar
belakang sejarah yang berbeda
3) Pemberian Hadiah Dalam Peminangan
a. Ketentuan Hadiah Dalam Islam
Hibah artinya pemberian atau hadiah, yaitu suatu pemberian yang
dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah
tanpa mengharap balasan apa pun.
b. Praktek Pemberian Hadiah Dalam Peminangan
Selama proses peminangan berlangsung, dianjurkan bagi kedua
calon dengan disertai keluarga masing-masing untuk melakukan
pertemuan.
4) Historisitas Praktik Pemberian Hadiah Dalam Islam
Hibah menjadi salah satu media dalam menjalin hubungan sesama
Manusia yang merupakan menifestasi dari hubungan dengan pencipta.
Jika baik hubungan dengan manusia lain, maka baik pula hubungan
dengan penciptanya. Karena itu Hukum Islam sangat menekankan
kemanusiaan dan kemaslahatan.

BAB VII

PERTUNANGAN

1. PERTUNANGAN
Pertunangan adalah hubungan hukum yang dilakukan antara orang tua pihak
pria dengan orang tua pihak wanita untuk maksud mengikat tali perkawinan
anak-anak mereka dengan jalan peminangan

2. PERTUNANGAN DITINJAU DARI HUKUM ADAT


A. Pengertian Pertunangan Menurut Hukum Adat Jawa
Tunangan adalah calon pasangan suami isteri yang sudah dibawa
rembugan, ke tingkat orang tua kedua belah pihak.
Dalam adat Jawa setelah putri dilamar ini sudah masuk fase tunangan
walaupun belum nikah wanita ini sudah dipingit sudah disengker, tidak
diperbolehkan dilamar orang lain
B. Tradisi Pertunangan Dalam Hukum Adat Jawa
Pada fase tunangan ada tiga acara adat yang harus dilakukan yaitu asok
tukon, peningset dan Srah-srahan. Asok tukon atau disebut bayar tukon,
maksudnya pihak laki-laki memberikan mas kawin berupa pakaian,
perhiasan dan uang, yang sekarang lazim diberikan adalah seperangkat alat
ibadah. Sedangkan uang dan lain-lain tidak disebutkan Peningset artinya
tali pengikat, bahwa wanita itu sudah dipinang orang.
Peningset biasanya berupa cincin mas dua buah, calon suami memberikan
pada calon istri. Srah-srahan adalah pemberian uba rampe untuk pelengkap
acara perkawinan, biasanya yang diserahkan dari pihak laki-laki ke wanita
berupa jajan pasar, hasil bumi, ayam jantan aneka macam buah-buahan.
Semua barang yang diberikan sebagai srah-srahan itu bermaksud simbolis

3. HIBAL MUHIBAL DALAM ADAT LAMPUNG SUNGKAI


Proses atau tata cara yang pertama kali dilakukan pada saat akan
melangsungkan perkawinan dengan konsep diambil-mengambil atau hibal
muhibal dapat disamakan dengan proses pelamaran.
1) Menurut Suntan Raja Hukum (Hi. Umar Jaya) hibal muhibal dibagi
menjadi lima, yaitu :
A. Nunggang (Hibal Pengatu)
salah satu cara masyarakat adat Lampung untuk melangsungan
perkawinan yang biasanya terjadi dikarenakan mulimakkung haga
baibai atau muli sangun mak suka jama mekhanai sina (Gadis belum
menginginkan untuk menikah atau muli memang tidak menyukai
mekhanai tersebut).
B. Sebambangan
Sebambangan dilakukan oleh mekhanai dan muli yang sudah memiliki
hubungan spesial dan memiliki janji sebelumnya untuk melakukan
sebambangan dengan cara gadis meninggalkan surat dan uang
peninggalan sebagai tanda bahwa si muli telah melakukan
sebambangan.
C. Hibal Bambang Padang (Sebambangan Terang)
muli melakukan sebambangan dengan dilepas atau disaksikan
langsung oleh orang tua dan keluarga muli.
D. Hibal Latar Padang
proses yang diawali dengan izin keluarga kedua belah pihak yang
dijodohkan oleh keluarga.
E. Hibal Sereba Atau Payu (Hibal Serba Cukup)
Secara harfiah, sereba memiliki makna serba yang menekankan bahwa
hibal sereba menggambarkan suatu keadaan yang serba ada atau
berkecukupan sehingga dapat melakukan gawi di dua tempat.
2) Menurut Suntan Mangku Alam (Akhmad Sufinur), hibal muhibal dibagi
menjadi empat, yaitu :
a. Sebambangan
b. Hibal Bambang Padang (Sebambangan terang diwaktu dibingi)
c. Hibal Intar Padang
d. Hibal Sereba atau Payu (Hibal serba cukup)

Anda mungkin juga menyukai