Biodiversitas Kel 5
Biodiversitas Kel 5
Biodiversitas Kel 5
BIODIVERSITAS
Dosen Pengampu :
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
LATAR BELAKANG............................................................................................................ 4
Rumusan Masalah .................................................................................................................. 5
Tujuan Penelitian.................................................................................................................... 5
BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
Masuknya JAI ...................................................................................................................... 10
Polusi atau Pencemaran ........................................................................................................ 20
Dampak Eksploitasi.............................................................................................................. 32
Perubahan Iklim ................................................................................................................... 34
BAB III .................................................................................................................................... 42
PENUTUPAN .......................................................................................................................... 42
A.Kesimpulan ....................................................................................................................... 42
SARAN ................................................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 44
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas secara berkelompok pada mata kuliah Biodiverstas dengan topik pembahasan
Kehilangan Biodiversitas
Makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah Biodiversitas di Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Selanjutnya
kita mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Arif Mustaqim, M.Si selaku dosen
pengampu mata kuliah Biodiversitas. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah membantu memberikan beberapa referensi
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pembaca makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan dunia pendidikan kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
PEMBAHASAN
A. Kerusakan Habitat
Perusakan habitat adalah proses yang menyebabkan habitat alami menjadi tidak lagi
berfungsi untuk menyokong kehidupan spesies asli. Selama proses tersebut, organisme yang
sebelumnya mendiami terpaksa berpindah atau musnah sehingga mengurangi keanekaragaman
hayati. Salah satu habitat utama keanekaragaman hayati adalah hutan. Indonesia merupakan
salah satu negara dengan luas hutan terluas di dunia. Kawasan hutan mangrove perairan dan
hutan hujan terestrial diketahui memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Lingkungan hutan alami memiliki biodiversitas yang tinggi, baik flora, fauna, maupun
biodiversitas organisme di dalam tanah.
Biodiversitas yang tinggi mengatur terjadinya siklus, sehingga fungsi dari ekosistem dan
stabilitas tetap terjaga. Adanya campur tangan manusia menyebabkan terjadinya perubahan
lingkungan alami. Intervensi ini kemudian menyebabkan penurunan terhadap biodiversitas
atau keanekaragaman spesies. Intensifikasi dan sistem monokultur dalam pemanfaatan lahan
telah merubah biodiversitas yang mengatur berlangsungnya fungsi ekosistem.
Salah satu penyebab hilangnya keanekaragaman hayati adalah deforestasi skala besar dan tidak
terkendali. Deforestasi adalah perubahan status tutupan lahan dari kelas tutupan hutan (hutan)
menjadi tutupan bukan hutan (tidak ada hutan).
Menurut data dari KLKH yang menunjukkan bahwa deforestasi terjadi secara berturut-turut
sebagai berikut:
Dalam setiap periode, deforestasi mengalami peningkatan maupun pengurangan. Hal itu
dikarenakan dinamisnya perubahan penutupan lahan akibat aktivitas manusia dalam
memanfaatkan lahan sehingga mengakibatkan hilangnya penutupan hutan atau penambahan
penutupan hutan karena penanaman.
Ada banyak beberapa kegiatan yang diduga sebagai penyebab terjadinya deforestasi dari
tahun ke tahun, diantaranya adalah konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan sektor
lain misalnya sebagai perkebunan dan transmigrasi, pengelolaan hutan yang tidak lestari,
pencurian kayu atau penebangan liar (ilegal logging), aktivitas pemanfaatan hutan, penggunaan
kawasan hutan, penggunaan lain secara legal, pertambangan, perambahan dan okupasi lahan
(ilegal land), kebakaran hutan, serta bencana alam.
Di sisi lain, kegiatan penanaman dan penghijauan yang masih belum optimal menambah
luas areal-areal penting. Seiring dengan meningkatnya deforestasi, kerusakan lingkungan juga
semakin bisa dirasakan. Sebagian besar deforestasi didorong oleh permintaan ekonomi untuk
membuka lahan sebagai media penanaman perkebunan. BPS (2022) melaporkan luas
perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 15,08 juta hektar. Wilayah ini tumbuh sekitar
1,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Begitu pula dengan perkebunan karet yang akan
diperluas menjadi 3,7 juta hektare pada 2021. Sehingga KLKH (2021) juga melaporkan jika
lima provinsi dengan laju deforestasi bersih tertinggi yaitu Kalimantan Barat, Nusa Tenggara
Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Provinsi Bagian Timur sebanding dengan deforestasi
bruto, Nusa Tenggara.
Penyebab kerusakan lingkungan hidup secara umum bisa dikategorikan dalam dua faktor yaitu
akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia.
Perusakan habitat adalah proses yang menyebabkan habitat alami menjadi tidak
lagi berfungsi untuk menyokong kehidupan spesies asli. Selama proses tersebut,
organisme yang sebelumnya mendiami terpaksa berpindah atau musnah
sehingga mengurangi keanekaragaman hayati. Letusan gunung berapi, banjir,
abrasi, tanah longsor, angin puting beliung, gempa bumi, dan tsunami
merupakan beberapa contoh bencana alam. Bencana-bencana tersebut menjadi
penyebab rusaknya lingkungan hidup akibat peristiwa alam. Meskipun jika
ditelaah lebih lanjut, bencana seperti banjir, abrasi, kebakaran hutan, dan tanah
longsor bisa saja terjadi karena adanya campur tangan manusia juga.
Berikut ini adalah beberapa dampak kerusakan alam bagi habitat satwa:
• Kehilangan Habitatnya
Jika terjadi kerusakan alam, satwa menjadi kehilangan habitat aslinya. Terutama satwa
yang hidup di dalam hutan. Ketika hutan tersebut rusak maka banyak sekali satwa yang
menjadi kehilangan habitat aslinya sehingga satwa langka tersebut mencari habitat baru
Ketika alam menjadi rusak maka ketersediaan makanan tersebut menjadi tidak ada. Hal
itu dikarenakan satwa bergantung kepada alam terutama yang makanan sehari-harinya
mengandalkan dari alam seperti omnivora maupun herbivora. Di Indonesia sendiri ada
beberapa spesies burung langka yang berjenis omnivora yang mengandalkan
makanannya dari biji-bijian yang ada di alam sehingga jika rusak maka ketersediaan
makanan tersebut menjadi langka.
• Kepunahan
Ketika bahan makanan sudah tidak tersedia lagi di alam maka banyak satwa langka
yang kehilangan makanannya. Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan untuk
bisa bertahan hidup. Namun jika makanan tersebut tidak tercukupi dengan baik maka
satwa tersebut akan menjadi lemah dan bisa menjadi punah. Kepunahan satwa
diperparah dengan kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia seperti di Riau yang
membuat banyak satwa menjadi korbannya.
• Pemanasan Global
Pemanasan global atau global warming merupakan bencana penipisan lapisan ozon
yang diakibatkan meningkatnya karbondioksida dan menipisnya oksigen.
Karbondioksida semakin meningkat karena adanya penggundulan hutan, pembakaran
hutan, dan penggunaan batu bara yang berlebihan.
• Pencemaran
• Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dapat berakibat fatal pada persediaan oksigen. Selain itu, keberadaan
flora dan fauna di hutan akan semakin terancam punah. Kebakaran hutan terjadi karena
faktor cuaca yang panas dan pembakaran lahan untuk pendirian pabrik.
• Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan bencana pengikisan tanah oleh air hujan. Hal tersebut karena
kurangnya penyerapan air oleh pohon sehingga mengakibatkan terjadinya erosi.
Penyebab utama dari tanah longsor adalah penebangan liar tanpa diiringi
reboisasi yang tepat.
B. Masuknya JAI
Keanekaragaman hayati yang ada di seluruh dunia saat ini mengalami berbagai ancaman.
Salah satu ancaman itu disebabkan oleh keberadaan jenis-jenis asing invasif. Pengaruh jenis-
jenis asing invasif terhadap suatu ekosistem sangat besar sehingga membahayakan. Jenis-jenis
tersebut berkompetisi dan mendesak jenis-jenis asli, mengubah ekosistem alami, dan
menyebabkan terjadinya degradasi dan hilangnya suatu jenis bahkan habitat (Anonim 2000).
1. Pengertian JAI
International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendefinisikan
Jenis Asing Invasif (JAI) sebagai suatu populasi jenis biota yang tumbuh dan
berkembangbiak di habitat atau ekosistem alami maupun bukan aslinya. Jenis
invasif tersebut dapat berperan sebagai agen perubahan ekosistem, namun
akhirnya mengancam keberadaan biota pada suatu ekosistem (Anonim 2000).
The Invasive Species Advisory Committee (ISAC) mendefinisikannya sebagai
jenis introduksi ke dalam ekosistem lain dan menyebabkan kerugian ekonomi
atau kerusakan lingkungan atau membahayakan kesehatan manusia (Anonim
2006). CBD (2014) memberikan definisi jenis-jenis asing invasif lebih
sederhana, yaitu sebagai jenis introduksi yang menyebar keluar dari habitat
aslinya sehingga keberadaannya mengancam keanekaragaman hayati.
Merujuk dari Guiding Principles for the Prevention, Introduction and
Mitigation of Impact Alien Species that Threaten Ecosystem, Habitat or Species
Convention on Biodiversity, 1992, JAI diartikan sebagai spesies atau jenis yang
dintroduksi baik secara sengaja maupun tidak sengaja yang berasal dari luar
habitat
berkompetisi dengan spesies local/asli dan mengambil alih lingkungan barunya.
Dalam tatanan ekosistem, anggota JAI berevolusi bersama sehingga
berbagai jenis tumbuhan berbagi sumber daya dan hidup berdampingan dalam
relung masing-masing. Namun, ketika keserasian ekosistem yang terganggu,
baik karena peristiwa alam maupun ulah manusia maka ketersediaan sumber
daya dalam ekosistem bagi komponen biologis berubah. Jenis tumbuhan yang
sebelumnya terkendala dalam keseimbangan alam, ketika kendala itu mengecil
dia akan memanfaatkan sumber daya untuk tumbuh dan berkembang biak
menjadi dominan, berkompetisi mengalahkan jenis tumbuhan lainnya, dan ini
menjadi invasif.
2. Proses dan Penyebab
Secara umum, tingkatan proses invasi suatu jenis tumbuhan, hewan dan ikan
dapat dibagi mulai dari pengangkutan, yaitu pergerakan suatu jenis dari tempat asal
ke lokasi baru, sampai dengan penyebaran dan dampak yang ditimbulkan di lokasi
baru. Catford (2009)1 membagi tingkat invasi suatu jenis invasif ke dalam beberapa
kategori tingkatan, yaitu: 1) transport, 2) introduksi, 3) kolonisasi, 4) naturalisasi,
5) penyebaran dan 6) dampak. Dijelaskan pula bahwa tingkatan invasi tersebut
ditentukan oleh hasil interaksi dan besar kecilnya ketiga faktor pendorong invasi,
yang terdiri dari: 1) Propagule (P), yaitu bagian dari tumbuhan seperti tunas atau
anakan yang dapat hidup menjadi tumbuhan baru; 2) faktor Abiotik (A), yaitu faktor
kimia dan fisika dalam lingkungan, seperti cahaya, temperatur, air, gas di
udara/atmosfir dan angin serta tanah, edafik satwa dan fisiografi; 3) faktor Biotik
(B), yaitu hal yang berkaitan dengan, dihasilkan oleh atau disebabkan oleh mahluk
hidup.
Kondisi yang memicu invasi umumnya, invasi terjadi karena suatu kompetisi.
Spesies selalu berkompetisi dengan spesies lain untuk mendapatkan sumber daya
sebanyak-banyaknya sehingga salah satu caranya adalah dengan tumbuh dan
berkembang biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari
kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang
1Antung Deddy Radiansyah, Adi Susmianto, Dkk. Strategi Nasional dan Arahan Rencana Aksi Pengelolaan Jenis
Asing Invasif di Indonesia. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia ISBN : 978-602-72942-2-6. Hal 5-7
dengan cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli.
Masing-masing tingkat invasi pada setiap tahapan tersebut memiliki karakter, skala
spasial dan dinamika populasi yang berbeda sehingga membutuhkan pola
penanganan atau pengendalian yang berbeda pula.
b. Invasif Mikroba
belum banyak dilakukan dibandingkan dengan invasif tumbuhan dan
hewan. Invasi mikrob oleh bakteri, jamur, dan virus terjadi di seluruh dunia,
namun pendeteksiannya lebih sulit dibandingkan organisme tingkat tinggi
lainnya. Mikrob invasif memiliki potensi penting dalam mengubah sosial
ekonomi masyarakat melalui proses perubahan-perubahan fungsi
keanekaragaman ekosistem, baik ekosistem terestrial maupun perairan.
Umumnya mikrob invasif bersifat patogen terhadap organisme lainnya.
c. Infasi Fugi
Ada sebanyak 14 jenis fungi yang memengaruhi kondisi kesehatan hewan
(kucing, anjing, domba, babi, ayam, rodensia, dan kuda) dan manusia di
antaranya dari marga Microsorum, Trichophyton, Histoplasma,
Coccidioides, dan Cryptococcus. Selain itu, 71 jenis bakteri meliputi genus
Richettsia, Atipia, Bartonella, Ehrlichia, Anaplasma, Cowdria, Coxiella,
Chlamydophila, Mycoplasma, Brucella, Bacillus, Escherichia, Salmonella,
Mycobacterium, Clostridium, Campylobacter, Vibrio, Burkholderia,
Leptospira, Listeria, Staphylococcus, Streptococcus, dan Francisella
menyebabkan penyakit pada hewan (unggas, kalkun, babi, kuda, kambing,
domba, kerbau, sapi, dan ruminansia lainnya) termasuk manusia.
Contoh Wilayah perairan laut Indonesia juga tidak lepas dari serangan
jenis invasif. Bintang laut merupakan salah satu jenis invasif yang menyerang
terumbu karang sehingga merusak ekosistem terumbu karang dan
memperngaruhi produksi ikan karang yang berpijah di tempat tersebut. Contoh
kawasan taman nasional laut Bali Barat.
4. Dampak dan Bahaya Keberadaan JAI
3 Keller, Reuben and Charles Perrings. 2010. International Policy Options to Reduce the Harmful Impacts of
Alien Invasive Species. Ecosystem Services Economics. UNEP. http://www.diversitas-
international.org/resources/outreach/KellerPerrings _2010_UNEPpolicybriefinvasivespecies.pdf. Retrieved on
September 15, 2013 00:09 AM. Hal 5-7
4 Antung Deddy Radiansyah, Adi Susmianto, Dkk. Strategi Nasional dan Arahan Rencana Aksi Pengelolaan Jenis
Asing Invasif di Indonesia. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia ISBN : 978-602-72942-2-6.Hal 7
kerusakan lingkungan, dampaknya dapat dilihat pada rusaknya keseimbangan
ekologi dan penurunan populasi ikan asli di suatu perairan. Dampak ekonomi
yang dapat dihitung adalah biaya untuk pemulihan lingkungan perairan baik
terkait dengan kerusakan fisik dan ekosistem perairan, biaya eradikasi spesies
asing invasif yang terdapat di perairan tersebut, serta pemulihan nilai estetika
dan rekreasi (termasuk pemancingan) perairan yang bersangkutan. Kerugian
ekonomi yang ditimbulkan dengan munculnya wabah penyakit asing eksotik
pada budidaya udang di Indonesia sejak tahun 1990 diperkirakan mencapai US$
300 juta per tahun. Kerugian ekonomi terbesar terjadi pada tahun 1999 yaitu
sebesar US$ 500 juta dimana hanya sekitar 20% tambak udang yang beroperasi
akibat wabah penyakit White Spot Syndrome Virus (WSSV). Sebagian besar
dari tambak udang beralih menjadi tambak bandeng.
3) Dampak terhadap kesehatan
JAI dapat mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung, yaitu dengan
terjangkitnya wabah penyakit akibat dibawa oleh wisatawan atau merupakan
vektor dari jenis asing, seperti burung, rodensia (binatang pengerat) dan
serangga. Secara tidak langsung, dampak terhadap kesehatan manusia yang
ditimbulkan adalah akibat dari penggunaan pestisida dan herbisida yang
mencemari air dan tanah. Penyebaran hama penyakit yang sangat terkenal di
masa lalu, pada saat kedatangan Columbus ke Benua Amerika adalah
meninggalnya sekitar 95% populasi setempat akibat penyakit cacar, campak,
batuk rejan, influensa dan penyakit eksotik lainnya yang sama sekali baru untuk
mereka5
Bakteri, virus, protozoa dan mikroba lainnya dapat masuk atau terbawa
melalui makanan, ternak, satwa liar, barang dan air balas/pemberat (ballast
water) di kapal laut. Jalur pemasukan lain dari hama penyakit asing ini adalah
melalui perdagangan jenis hewan atau ikan eksotik. Jenis organisme ini dapat
menimbulkan dampak yang ringan hingga berat terhadap manusia serta hewan
atau ikan peliharaan dan hewan atau ikan liar6
Menurut FAO (undated), biaya atau kerugian total dari invasi jenis asing
mencakup dampak sosial dan kesehatan manusia, terutama masyarakat yang
5 Ibid. Hal 15
6 Ibid. Hal 15
tinggal di sekitar kawasan hutan serta para pekerja yang berada di wilayah yang
terinvasi jenis asing. Masyarakat tersebut dapat menderita alergi atau reaksi
negatif lainnya akibat invasi jenis asing atau upaya yang dilakukan untuk
mengendalikannya, seperti penggunaan pestisida kimia dan biologi. Selain itu,
mereka yang merupakan masyarakat terdepan berhadapan dengan JAI dapat
terjangkit penyakit menular, seperti human immunodeficiency virus (HIV),
demam akibat virus Ebola dan Marburg, malaria, demam kuning (yellow fever),
leishmaniasis, trypanosomiasis (penyakit tidur) dan penyakit hutan Kyasanur
Keller, Reuben and Charles Perrings (2010), menyatakan bahwa jenis
asing dapat berpengaruh pada kesehatan manusia melalui tiga cara. Pertama,
organisme yang menyebabkan banyak penyakit pada manusia, seperti severe
acute respiratory syndrome (SARS) dan human immunodeficiency
virus/acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS), yaitu JAI yang telah
mapan (hidup dengan baik) di luar habitat aslinya. Kedua, JAI yang dapat
bertidak sebagai organisme vector untuk menyebarkan dan membawa hama
penyakit bagi manusia. Ketiga, JAI yang dapat menimbulkan dampak terhadap
kesehatan secara tidak langsung dengan menurunkan produksi bahan pangan
atau produksi air minum yang aman serta jasa ekosistem lainnya.
Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal (baik)
menjadi keadaan yang lebih buruk. Pergesaran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi
yang buruk ini dapat terjadi sebagai masukkan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan
polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi
kelangsungan hidup organisme. Toksisitas atau daya racun dari polutan itu yang kemudian
menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 2004).7
7
Eko Prianto dan Husnah.PENAMBANGAN TIMAH INKONVENSIONAL:
DAMPAKNYA TERHADAP KERUSAKKAN BIODIVERSITAS PERAIRAN UMUM
DI PULAU BANGKA. VOL 2, NO 5 (2009)
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup No. 4 Tahun 1982).
Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat
suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk
hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan,
tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan efek merusak. Suatu zat dapat disebut
polutan apabila:
1. Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak
merusak lagi
2. Merusak dalam jangka waktu lama. Contohnya Pb tidak merusak bila
konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat
terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak.
• Polusi Air
Polusi air ialah merupakan peristiwa pencemaran yang terjadi dalam lingkungan air.
Polusi air terjadi jika sumber-sumber air seperti laut, danau, atau sungai telah tercemar
sampah dan limbah berbahaya. Akibatnya, air tidak bisa lagi digunakan. Polusi air banyak
disebabkan oleh limbah industri dan rumah tangga yang dibuang ke sungai, misalnya
sampah organik, air detergen, minyak bumi, pupuk buatan dan pestisida. Limbah tersebut
akan menyebabkan pencemaran air sehingga menimbulkan bau tak sedap, menurunnya
kadar oksigen air yang membahayakan kehidupan organisme air. Indikator air telah
terpolusi adalah perubahan bau, warna, rasa, dan suhu. Polutan ini bisa berupa limbah
industri kain celup batik, insektisida yang digunakan para petani dan Hg,CO,Zn dan lain
sebagainya.
Air yang telah tercemar akan sangat mempengaruhi kualitas hidup makhluk hidup dan
lingkungan sekitar. Pencemaran air dapat terjadi pada air sumur, sungai, bendungan maupun
air laut. Sebagian besar pencemaran air berasal dari polutan yang dihasilkan manusia.
Pencemaran tersebut akan berdampak pada kehidupan manusia dan lingkungan antara lain
sebagai berikut.
a. Gangguan Kesehatan
Air yang telah tercemar, oleh senyawa organik maupun senyawa anorganikakan
menyebabkan berbagai gangguan kesehatan karena mudah menjadi media
berkembangnya berberbagai macam penyakit menular maupun tidak menular. Air
yang telah tercemar tidak dapat lagi digunakan sebagai pembersih, sedangkan air
bersih sudah tidah mencukupi sehingga kebersihan manusia dan lingkungannya
menjadi tidak terjamin, pada akhirnya menyebabkan manusia mudah terserang
penyakit.
Beberapa penyakit menular yang dapat tersebar melalui air yang tercemar diantaranya
sebagai berikut.
- Cholera adalah penyakit usus halus yang akut dan berat. Penyakit cholera disebablan oleh
bakteri Vibrio cholera. Masa tinasnya berkisar beberapa hari. Gejala utamanya adalah
muntaber, dihidrasi, dan kolaps. Gejala khasnya adalah tinja menyerupai air cucuan beras.
- Typhus abdominalis juga merupakan penyakit yang menyerang usus halus dan
penyebabnya adalah Salmonella typhosa. Gejala utamanya adalah panas yang terus menerus
dengan taraf kesadaran menurun, terjadi 1-3 minggu (rata – rata 2 minggu) setelah ingfeksi.
Selmonella typhosa tumbuh dalam suasana yang cocok bagi dirinya yaitu usus manusia dan
hewan berdarah panas.
- Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A
Gejala utamanya adalah demam akut, dengan perasaanmual dan muntah, hati membengkak
dan skera mata menjadi kuning, oleh karena itu orang awam menyebut hepatitis ini sebagai
penyakit kuning.
- Disentrie amoeba disebabkan oleh protozoa bernama Entamoeba hystolytica. Gejala
utamanya adalah tinja tercampur darah dan lendir.
Selain penyekit menular, penggunaan air dapat juga memicu terjadinya penyakit tidak
menular. Penyakit tidak enular terutama terjadi kerena air telah terkontaminasi zat – zat
berbahaya atau beracun.
Beberapa kasus keracunan akibat mengkonsumsi air yang terkontaminasi diantaranya
sebagai berikut.
- Kasus keracunan kobalt (Co) yang terjadi di Nebraska (amerika) merupakan satu contoh
penyakit tidak menular yang diakibatkan kontaminasi kobalt di dalam air. Akibat keracunan
kobalt ini dapat berupa gagal jantung, kerusakan kelenjar gondok, tekanan darah tinggi dan
pergelangan kaki membengkak.
- Penyakit Minamata, yang disebabkan pencemaran pantai Minamata oleh merkuri (air raksa).
Sumber utama keracunan air raksa itu adalah pembuangan limbah pabrik penghasil polivinil
klorida yang menggunakan merkuri sebagaikatalis.
- Keracunan cadmium di kota Toyoma, Jepang. Keracunan ini menyebabkan terjadinya
pelunakan tulang sehingga tulang – tulang punggung terasa sangat nyeri. Bedasarkan hasil
penelitian, ternyata bahwa beras yang dimakan penduduk Toyoma berasal dari tanaman padi
yang selama bertahun – tahun mendapat air yang telah tercemar Cadmium.
b. Gangguan terhadap Lingkungan
1) Meurunnya populasi berbagai biota air
Berbagai biota air, seperti ganggang, ikan, udang, kerang dan terumbu karang,
merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi manusia. Menurunnya populas biota ini
akan membawa kerugian besar, baik secara langsung berupa kekurangan sumberdaya
pencaharian, ataupun secara tidak langsung berupagangguan dalam keseimbangan
ekosistem.
Penurunan populasi biota air secara drastic dapat idsebabkan oleh bencana alam. Namun,
kenyataannya hal ini terutama disebabkan oleh populasi yang ditimbulkan manusia.
Beberapa pulatan yang sifatnya berbahaya bagi biata air diantaranya adalah nutrient
tumbuhan, limbah yang membutuhkan oksigen, minyak, sedimen dan panas.
2) Nutrient tumbuhan
Nutrient tumbuhan akan menjadi polutan air apabila terdapat dalam jumlah berlebihan
di perairan. Perairan yang mengandung nutrient seperti fosfat dan nitrogen dalam jumlah
berlebih disebut mengalami eutrofiikasi. Eutifikasi akan menyebabkan ganggang (alge)
berkembangbiak dengan subur sehingga populasinya meningkat pesat. Kejadian ini sering
disebut algae blooming.
Algae bloming dapat menyebabkan beberapa gangguan diperairan, di antaranya adalah
menggagu penetrasi cahaya matahari kedalam perairan karena permukaan perairan tertutupi
oleh populasi ganggang. Hal ini akan mengganggu kehidupan biota air dalam perairan
tersebut.
Selain itu, jika ganggang yang mengalami blooming merupakan jenis ganggang yang
menghasilkan senyawa beracun, ganggang tersebut akan menyebabkan kematian sebagian
besar biota air. Kemudian, ketika ganggang yang mengalami blooming mati, sel – selnya
akan turun ke dasar perairan dan mengalami pembusukan. Akibatnya, terjadi peningkatan
populasi bakteri pembusuk yang banyak membutuhkan banyak oksigen. Hal ini akan
meningkatkan kebutuhan oksigen/BOD (biological oxygen demand) di perairan. BOD yang
meningkat akan menurunkan kadar oksigenterlarut/DO (Dissolved Oxygen) di perairan
sehingga biota air yang tidak toleran terhadap kondisi DO yang rendah akan mengalami
penurunan populasi.
3) Limbah yang Membutuhkan Oksigen
Seperti eutrofikasi, pencemaran air oleh limbah yang membutuhkan oksigen juga akan
menyebabkan peningkatan BOD di perairan akibat tingginya populasi bakteri
aerob (membutuhkan oksigen) yang membusukkan limbah. Peningkatan BOD akan
menurunkan DO perairan sehingga menurunkan populasi biota air yang tidak toleren
terhadap kandungan DO yang rendah.
4) Minyak
Pencemaran minyak banyak terjadi di lautan atau pantai. Pencemaran minyak di
perairanbdapat menyebabkan kematian bagi banyak jenis biota air, seperti terumbu karang.
Kematian ini disebabkan adanya senyawa dalam minyak yang sifatnya beracun bagi biota
air tersebut. Tumpahan minyak di perairan juga dapat menempet dan menyelubungi bulu –
bulu pada burung serta rambut pada mamalia air sehingga mengganggu fungsi fisiologis
bulu atau rambut tersebut.contoh gangguan fisiologis yang dapat terjadi adalah hilangnya
lemampuan mengapung atau kemampuan menjaga suhu tubuh sehingga hewan dapat mati
karena tenggelam atau karena kehilangan panas tubuh secara drastis.
5) Sedimen
Pencemaran sedimen di perairan dapat menyebabkan air menjadi keruh sehingga
mengurangi jarak penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Hal ini akan menyebabkan
kemampuan fotosintesis ganggang dan tumbuhan air menurun sehingga populasinya
berkurang.ganggang dan tumbuhan air merupakan produsen di rantai makanan perairan
sehingga penurunan populasinya akan mengakibatkanpenurunan biota air lainnya. Sedimen
juga dapat menyumbat aliran air, membawa endapan senyawa toksin, dan menutupi terumbu
karang serta makhluk hidup lain di dasar perairan.
6) Panas
Populasi panas atau termal dapat menyebabkan perubahan suhu perairan secara drastic.
Hal ini akan mengakibatkan kematian berbagai biota air yang tidak mampu beradaptasi
terhadap perubahan suhu tersebut.panas juga dapat menurunkan DO di perairan.
i. Polusi Tanah
Polusi tanah ialah pencemaran yang terjadi pada lingkungan tanah yang disebabkan
karena polutan dari berbagai pembuangan limbah baik dari industri ataupun rumah tangga.
Yang mana dampaknya menimbulkan rusaknya struktur tanah.
Polusi tanah umumnya disebabkan oleh pencemaran sampah rumah tangga. Selain itu,
polusi tanah juga bisa disebabkan oleh insektisida dan pestisida yang digunakan petani
untuk membasmi hama tanaman. Kegiatan industri penambangan juga dapat merusak tanah.
Tempat pembuangan sampah merupakan salah satu sumber utama polusi tanah. Selain
itu, masalah polusi tanah yang utama juga terjadi di lingkungan pertanian. Berikut ini
penjelasan dampak polusi tanah:
a. Tempat Pembuangan
Limbah anorganik yang ada di tempat pembuangan bisa mengandung senyawa
beracun, misalnya logam berat. Senyawa beracun ini dapat meracuni makhluk hidup
yang hidup di tanah, seperti tumbuhan, mikroorganisme, dan cacing tanah. Limbah
organik dapat menjadi tempat berkembang biak berbagai bakteri pembusuk, yang
menyebabkan penyakit.
Secara tidak langsung, limbah di tempat pembuangan dapat menjadi sumber
polusi air dan udara. Limbah cair yang dibuang ke tempat pembuangan dapat
merembes dan bercampur dengan air tanah. Polusi udara yang dapat timbul melalui
tempat pembuangan adalah gas metan (CH4) yang dihasilkan melalui pembusukan
limbah organik oleh bakteri. Gas metan berbau tidak sedap dan merupakan salah satu
gas rumah kaca.
b. Lingkungan Pertanian
Polusi tanah disebabkan oleh penggunaan pestisida kimia, pupuk dan irigasi.
Pestisida dapat membunuh hama pengganggu dan membunuh biota tanah yang
bermanfaat bagi kesuburan tanah seperti cacing tanah yang bermanfaat bagi
kesuburan tanah, serta mikroorganisme. Pupuk yang berlebihan dapat menjadi racun
bagi tanaman.
Proses irigasi dapat menyebabkan tanah mengalami salinisasi, yaitu
peningkatan kadar garam. Kadar garam yang terlalu tinggi dapat menjadi racun bagi
tanaman.
D. Eksploitasi Berlebihan
1. Definisi Eksploitasi berlebihan
Eksploitasi berlebihan atau overeksploitasi adalah proses pengambilan
sumber daya terbarukan sampai sumber daya tersebut menjadi berkurang.
Overeksploitasi dapat berujung pada kehancuran sumber daya. Overkesploitasi
terjadi pada sumber daya alam, misalnya tanaman obat liar, padang rumpur,
cadangan ikan, hutan dan cadangan air.
Dalam ekologi, overeksploitasi merupakan satu dari lima kegiatan utama
yang mengancam keanekaragaman hayati global. Para ekologis menggunakan
istilah ini untuk menggambarkan populasi yang dipanen sampai pada titik ketika
keberlanjutannya terganggu, mengingat tingkat kematian dan kapasitas
perkembangbiakan populasi tersebut. Ini dapat berakibat pada kepunahan di tingkat
populasi dan bahkan kepunahan seluruh spesies.
Dalam biologi konservasi, istilah ini digunakan dalam konteks mengenai
kegiatan ekonomi manusia yang melibatkan pengambilan sumber daya biologis,
atau organisme, dalam jumlah besar lebih dari yang dapat dihasilkan kembali.
Istilah ini juga digunakan untuk menyatakan hal yang berbeda dalam bidang
perikanan, hidrologi, dan manajemen sumber daya alam.
1) Penebangan Hutan
Hingga saat ini, penebangan hutan masih terjadi secara ilegal.
Hal ini mengakibatkan rusaknya keseimbangan alam. Apalagi jika
tidak ditanam kembali pohon-pohon baru untuk menggantikan yang
ditebang.
2) Pembakaran Hutan
Kebakaran hutan kebanyakan terjadi karena kesalahan manusia.
Puntung rokok yang dibuang sembarangan bisa menyebabkan bencana
kebakaran pada hutan. Setelah habis dengan api, tidak banyak yang
bisa dilakukan oleh manusia untuk memperbaikinya.
3) Program Pembangunan
Dalam melaksanakan program pembangunan untuk mendirikan
kawasan pemukiman, shopping mall, perkebunan, dan lain-lain,
manusia malah sering mengorbankan hutan. Hutan dan pohon ditebang
demi kepentingan pembangunan pribadi. Hal seperti ini harus segera
dihentikan. Pelaku harus diberi hukuman seberat-beratnya agar
menjadi jera dan tidak lagi mengeksploitasi hutan.
8
Simarmata, S. R., & Haryono, H. (1986). Volume dan Klasifikasi Limbah Eksploitasi Hutan. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan, 3(1), 27-31.
alam biasanya menghasilkan dampak kerusakan berat terhadap lingkungan dan
juga anomali global warming dan juga cuaca ekstrim.
Indonesia dikaruniai keanekaragaman hayati yang melimpah.
Indonesia memiliki 47 jenis ekosistem dan 17% dari spesies flora fauna di
dunia ada di Indonesia. Untuk itu, menjaga sumber daya alam ini merupakan
hal yang penting untuk dilakukan. Terus menerus mengeksploitasi sumber
daya alam malah bisa membuat keanekaragaman hayati ini berkurang. 9
Kegiatan mengambil sumber daya alam khususnya di hutan dengan
berlebihan demi keuntungan sebesar besarnya tanpa memperdulikan dampak
yang dapat terjadi, sehingga menghasilkan kerusakan berat terhadap
lingkungan bahkan iklim.
c. Eksploitasi Hewan
Eksploitasi hewan adalah suatu tindakan yang memanfaatkan para satwa
hewan demi memperoleh berbagai keuntungan pribadi tanpa memikirkan
berbagai dampak yang akan terjadi pada hewan tersebut.10
Saat ini, telah banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa apa yang
dilakukannya dapat dikatakan sebagai tindakan eksploitasi hewan dan hal ini
9 Ilyasa, F., Zid, M., & Miarsyah, M. (2020). Pengaruh eksploitasi sumber daya alam perairan terhadap
kemiskinan pada masyarakat nelayan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Lingkungan Dan Pembangunan, 21(01), 43-58.
10
ISMANTARA, Stefany, et al. Kajian Penegakan Hukum Terhadap Tindakan Penganiayaan Hewan
Dan Eksploitasi Satwa Langka. Prosiding SENAPENMAS, 2021, 1189-1198.
telah terjadi selama beberapa dekade. Berikut di bawah ini adalah beberapa
contoh eksploitasi hewan yang tidak disadari :
1) Atraksi sirkus hewan, di mana hewan tidak dirawat dengan baik dan
terus disuruh bekerja untuk mendapatkan keuntungan.
2) Topeng monyet, salah satu atraksi yang mungkin sering terlihat di jalan
raya. Sejak tahun 2020, atraksi topeng monyet ini sudah dilarang.
3) Kekerasan terhadap hewan untuk dijadikan konten semata supaya jadi
lebih terkenal.
4) Tidak memberi makan hewan peliharaan.
5) Perdagangan satwa secara liar, di mana orang-orang memaksa hewan
untuk bereproduksi menghasilkan keturunan yang lucu. Anak-anak itu
dijual kembali dengan harga tinggi.
Menurut jurnal Dialektika Hukum Vol. 1 No. 2 karya Andika Sandi Irawan
dan Indah Dwiprigitaningtias, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah dasar hukum yang
digunakan untuk tindak eksploitasi hewan di Indonesia.
E. Dampak Eksploitasi
Perubahan Iklim
1. Pengertian
Iklim merupakan rata-rata cuaca yang juga menjadi penanda keadaan atmosfer
dalam suatu kurun waktu tertentu. Iklim juga didefinisikan sebagai ukuran variabilitas
kuantitas serta rata-rata yang relevan dari sebuah variabel tertentu yaitu curah hujan,
temperatur, atau angin pada suatu periode tertentu, yang umumnya merentang dari
bulan hingga tahunan atau bahkan hingga jutaan tahun. Iklim sendiri berubah secara
terus menerus karena adanya interaksi antara suatu komponen dan faktor eksternal
misalnya saja pada erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, serta faktor-faktor yang
disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pada perubahan penggunaan lahan serta
penggunaan bahan bakar fosil.
Perubahan iklim adalah perubahan dalam kondisi cuaca jangka panjang di seluruh
dunia, termasuk perubahan suhu udara, pola curah hujan, dan intensitas cuaca ekstrem
seperti badai dan banjir. Perubahan iklim disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah
kaca seperti karbon dioksida (CO2) dan metana ke atmosfer, yang terutama berasal dari
kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi. Perubahan
iklim dapat menyebabkan efek ekologi dan ekonomi yang serius, termasuk kenaikan
permukaan laut, kekeringan, banjir, dan penurunan produktivitas pertanian.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri mengungkapkan perubahan
iklim disebabkan oleh aktivitas manusia baik itu secara langsung maupun tidak
langsung hingga kemudian mengubah variabilitas iklim alami dan komposisi dari
atmosfer global pada suatu periode waktu yang dapat diperbandingkan.
Komposisi atmosfer global ini diantaranya komposisi material atmosfer bumi
berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang terdiri dari atas Nitrogen, Karbon Dioksida,
Metana, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya, Gas Rumah Kaca sendiri dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi
tetap dalam keadaan stabil. Meski demikian konsentrasi Gas Rumah kaca sendiri
kemudian kian meningkat dan membuat lapisan atmosfer menjadi semakin tebal.
Penebalan pada lapisan atmosfer ini kemudian menyebabkan sejumlah panas bumi
menjadi terperangkap di atmosfer dan menumpuk
Gas Rumah Kaca sebagai penyebab perubahan iklim pertama dan berasal
dari gas-gas rumah kaca. Beberapa gas di atmosfer Bumi sendiri turut berperan
dalam hal ini, misalnya pada kaca di rumah yang memerangkap panas matahari
kemudian menghentikannya agar tidak bocor kembali ke angkasa. Banyak dari
gas-gas ini terjadi secara alami, meski berbagai aktivitas manusia disekitarnya
meningkatkan konsentrasinya di atmosfer, khususnya pada metana, karbon
dioksida (CO2), gas berfluorinasi CO2 dan dinitrogen oksida sebagai gas rumah
kaca yang paling umum diproduksi oleh aktivitas manusia serta bertanggung
jawab atas 64% pemanasan global buatan manusia. Konsentrasinya di atmosfer
saat ini adalah 40% lebih tinggi jika dibandingkan saat industrialisasi dimulai
dahulu, Gas rumah kaca lainnya sendiri dipancarkan dalam jumlah yang lebih
kecil, tetapi mereka memerangkap panas jauh lebih efektif dibanding CO2, serta
dalam beberapa kasus ribuan kali lebih kuat. Metana ini bertanggung jawab atas
nitro oksida sebesar 6% dan 17% pemanasan global buatan manusia.
2) Peningkatan Emisi
Penyebab perubahan iklim yang kedua berasal dari peningkatan emisi yang
diakibatkan oleh ulah manusia, misalnya saja pada Pembakaran minyak, batu
bara, dan gas yang akan menghasilkan dinitrogen oksida dan karbon dioksida.
Ha ini juga disebabkan oleh deforestasi atau penebangan hutan. Pohon sendiri
membantu mengatur iklim dengan menyerap CO2 dari atmosfer. Karenanya
saat terjadi penebangan, efek menguntungkan kemudian hilang dan karbon yang
tersimpan di pohon akan dilepaskan ke atmosfer, dan menambah efek rumah
kaca di bumi. Selain itu peningkatan emisi juga disebabkan oleh meningkatnya
jumlah peternakan, khususnya pada Sapi dan domba, dimana keduanya
menghasilkan metana dalam jumlah besar saat mencerna makanan.Tak hanya
itu pupuk yang mengandung nitrogen juga menghasilkan emisi nitro oksida,
Gas-gas ini berfluorinasi hingga kemudian menghasilkan efek pemanasan yang
sangat kuat, yaitu hingga 23.000 kali lebih besar dibanding CO2.
3) Pemanasan Global
1) Kepunahan Ekosistem
Daerah pantai akan kian rentan terhadap naiknya permukaan air laut dan erosi
pantai. Kerusakan pesisir ini sendiri kemudian akan diperparah oleh berbagai
tekanan manusia di daerah pesisir. Diperkirakan pada tahun 2080 nanti sekitar
jutaan orang akan terkena banjir setiap tahun diakibatkan oleh naiknya
permukaan air laut. Resiko terbesar yang akan dihadapi adalah padat
penduduknya area di dataran rendah dengan tingkat adaptasi yang rendah.
Selain itu sesungguhnya penduduk yang paling terancam ialah yang berada di
Afrika dan delta-delta Afrika, Asia serta para penduduk yang bermukim di
pulau-pulau kecil.
Hingga saat ini rata-rata ketersediaan air di daerah subpolar, aliran air sungai
dan daerah tropis basah diperkirakan akan mengalami peningkatkan sekitar 10-
40 persen. Sementara pada daerah subtropis dan daerah tropis yang kering, air
kemudian akan mengalami pengurangan sekitar 10-30% hingga akhirnya
berbagai daerah yang kini mengalami kekeringan kemudian akan semakin
menjadi parah kondisinya.
1) Sektor Energi
Pada sektor energi yang bisa dilakukan adalah mengurangi subsidi bahan
bakar fosil, Pajak karbon yang digunakan untuk bahan bakar fosil, serta
menggalakan kebiasaan menggunakan energi terbarukan, tak lupa penetapan
harga listrik bagi energi terbarukan, juga subsidi bagi para produsen.
2) Sektor Transportasi
3) Sektor Gedung
4) Sektor Industri
5) Sektor Kehutanan
BAB III
PENUTUPAN
A.Kesimpulan
Makhluk hidup di dunia ini sangat beragam keanekaragaman makhluk hidup tersebut
disebut dengan sebutan keanekaragaman hayati atau biodiversita. Setiap sistem lingkungan
memiliki keanekaragaman hayati yang berbeda. Keanekaragaman hayati ditunjukkan oleh
adanya berbagai variasi bentuk, ukuran, warna, dan sifat-sifat dari makhluk hidup lainnya dan
semua kehidupan di atas bumi ini baik tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme serta
berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keaneka-ragaman system ekologi di mana
mereka hidup.
Oleh karna itu perlu kita jaga dan lestariakn keanekaragaman hayati (biodiversitas) ini.
Dengan keanegaragaman yang sangat banyak serta luas terdapat juga suatu factor atau
penyebab kenapa Biodiversitas (keanekaragaman hayati) bisa mengalami kerusakan atau
bahkan hilang akan keanekaragamannya, yaitu faktor hilangnya habitat, pencemaran tanah,
udara, dan air, perubahan iklim, eksploitasi tanaman dan hewan secara berlebihan, adanya
spesies pendatang (masuknya JAI), dan faktor industrialisasi pertanian dan hutan.
B. Saran
Dengan ditulisnya makalah ini, kami sebagai penulis berharap jika semua mahasiswa dapat
memahami tentang kerusakan habitat sehingga bisa mencegah hal tersebut terjadi di
lingkungan terdekat. Sebab manusia mempunyai tanggung jawab besar untuk itu, termasuk
keberlangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Dengan menjaga kelestarian habitat hal itu
sama saja dengan menjaga keseimbangan ekosistem maupun kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyasa, F., Zid, M., & Miarsyah, M. (2020). Pengaruh eksploitasi sumber daya alam perairan
terhadap kemiskinan pada masyarakat nelayan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Lingkungan
Dan Pembangunan, 21(01), 43-58.
Simarmata, S. R., & Haryono, H. (1986). Volume dan Klasifikasi Limbah Eksploitasi
Hutan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 3(1), 27-31.
Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang. 112Santiyono, 1994. Biologi
I untuk Sekolah Menengah Umum, penerbit
Erlangga Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.
Aldrian, dkk. (2011). Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia (PDF). Jakarta:
Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. hlm. 39.
Hindarto, dkk. (2018). #pasarkarbon: Pengantar Pasar Karbon untuk Pengendalian Perubahan
Iklim. Jakarta Pusat: PMR Indonesia. hlm. 8.
Purbo, dkk. (2016). Perubahan Iklim, Perjanjian Paris dan Nationally Determined
Contribution. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. hlm. 5. ISBN 978-602-74011-1-2. Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2020-09-28. Diakses tanggal 2020-12-29.
Gunawan, D., dan Kadarsah (2013). Gas Rumah Kaca dan Perubahan Iklim di
Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika. hlm. 63. ISBN 978-602-1282-02-1.
Antung Deddy Radiansyah, Adi Susmianto, Dkk. Strategi Nasional dan Arahan Rencana Aksi
Pengelolaan Jenis Asing Invasif di Indonesia. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan
Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia ISBN : 978-602-72942-2-6
Agus Sayfulloh , Melya Riniarti, Trio Santoso. Jenis-Jenis Tumbuhan Asing Invasif di Resort
Sukaraja Atas, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jurnal Sylva Lestari ISSN (print)
2339-0913 Vol. 8 No. 1, Januari 2020 (109-120)