Biodiversitas Kel 5

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

“MEMAHAMI KEHILANGAN BIODIVERSITAS”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

BIODIVERSITAS

Dosen Pengampu :

Arief mustaqim, Msi

Disusun oleh kelompok 05:

1. M.Abdul Irhas I.M (126208211019)


2. Zela Elyana Widianingrum (126208212075)
3. Nazila Sativa (126208211029)
4. Nailil Mafaza (126208211028)
5. Maulidya Aszahra Sabilla Sabil (126208211022)

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI 4B

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNGTAHUN AJARAN 2023/2024
DAFTAR ISI

BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
LATAR BELAKANG............................................................................................................ 4
Rumusan Masalah .................................................................................................................. 5
Tujuan Penelitian.................................................................................................................... 5
BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
Masuknya JAI ...................................................................................................................... 10
Polusi atau Pencemaran ........................................................................................................ 20
Dampak Eksploitasi.............................................................................................................. 32
Perubahan Iklim ................................................................................................................... 34
BAB III .................................................................................................................................... 42
PENUTUPAN .......................................................................................................................... 42
A.Kesimpulan ....................................................................................................................... 42
SARAN ................................................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 44
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas secara berkelompok pada mata kuliah Biodiverstas dengan topik pembahasan
Kehilangan Biodiversitas

Makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah Biodiversitas di Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Selanjutnya
kita mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Arif Mustaqim, M.Si selaku dosen
pengampu mata kuliah Biodiversitas. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah membantu memberikan beberapa referensi
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pembaca makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan dunia pendidikan kita semua.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Tulungagung, 12 Mei 2023


Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keanekaragaman hayati bukanlah warisan leluhur namun merupakan suatu titipan


generasi masa depan yang harus dijaga keberadaannya. Kerusakan keanekaragaman
hayati merupakan peristiwa penurunan jumlah atau bahkan mencapai tingkat
kepunahan biodiversitas di habitat tertentu. Kerusakan ini akan berdampak negatif
terhadap banyak aspek kehidupan, terutama di aspekaspek yang berkaitan langsung,
seperti lingkungan, pertanian, dan budaya yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan ekonomi.
Beberapa laporan menyatakan bahwa laju penurunan keanekaragaman hayati secara
signifikan terjadi ketika revolusi industri dan pertanian mulai berkembang. Ini tentu
tidak mengherankan mengingat kebutuhan manusia yang terus meningkat
menyebabkan hal ini tidak terelakkan untuk terjadi. Sebagai contoh di bidang industri
penggunaan bahan bakar batu bara untuk pembangkit listrik, pabrik dan bahan bakar
mesin menyebabkan penambangan batu bara meningkat tajam dan akhirnya terjadi
deforestasi.
Dibidang pertanian misalnya, sistem pertanian telah mengalami perubahan yang
sangat drastis sejak awal abad 20. Revolusi hijau yang diterjemahkan dan diadopsi
sebagai intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian menggunakan input produksi yang
sangat tinggi. Sistem pertanian dengan input produksi yang tinggi ini juga dikenal
sebagai paradigma produksi. Pemanfaatan teknologi modern seperti mekanisasi,
penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, penggunaan pupuk kimia sintetis,
herbisida dan pestisida merupakan beberapa input produksi tersebut.
Sistem ini memang terbukti mampu memberikan peningkatan produksi pertanian
yang luar biasa, namun beberapa laporan menyatakan bahwa peningkatan produksi
yang diharapkan ternyata memberikan dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan
dan degradasi sumber daya hayati secara terus menerus.
Kerusakan lingkungan paling parah adalah terjadinya deplesi top soil, pencemaran
air, peningkatan kemasaman tanah, berkurangnya makro organisme dan
mikroorganisme tanah, hilangnya serangga non target, munculnya resistensi organisme
pengganggu tanaman serta masalah kesehatan sebagai dampak ikutan akibat residu
penggunaan pestisida. Keadaan ini jika terus dibiarkan akan menimbulkan dampak
yang sangat besar terhadap kehidupan di kemudian hari.
Pada bab ini akan diuraikan tentang nilai/potensi keanekaragaman hayati sebagai
suatu aset bangsa yang berharga, dan setelah memahami hal tersebut kemudian akan
dibahas tentang beberapa ancaman yang menyebabkan kerusakan pada sumber daya
hayati tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud kerusakan habitat?


2. Apa yang dimaksud JAI?
3. Apa saja macam-macam polusi?
4. Bagaimana dampak dari eksploitasi berlebihan?
5. Apa yang dimaksud dengan perubahan iklim?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui mengenai kerusakan hutan


2. Untuk mengetahui JAI
3. Untuk mengetahui pengertian dan jenis-jenis polusi
4. Untuk mengetahui dampak dari eksploitasi berlebihan
5. Untuk mengetahui mengenai perubahan iklim
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerusakan Habitat

Perusakan habitat adalah proses yang menyebabkan habitat alami menjadi tidak lagi
berfungsi untuk menyokong kehidupan spesies asli. Selama proses tersebut, organisme yang
sebelumnya mendiami terpaksa berpindah atau musnah sehingga mengurangi keanekaragaman
hayati. Salah satu habitat utama keanekaragaman hayati adalah hutan. Indonesia merupakan
salah satu negara dengan luas hutan terluas di dunia. Kawasan hutan mangrove perairan dan
hutan hujan terestrial diketahui memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Lingkungan hutan alami memiliki biodiversitas yang tinggi, baik flora, fauna, maupun
biodiversitas organisme di dalam tanah.
Biodiversitas yang tinggi mengatur terjadinya siklus, sehingga fungsi dari ekosistem dan
stabilitas tetap terjaga. Adanya campur tangan manusia menyebabkan terjadinya perubahan
lingkungan alami. Intervensi ini kemudian menyebabkan penurunan terhadap biodiversitas
atau keanekaragaman spesies. Intensifikasi dan sistem monokultur dalam pemanfaatan lahan
telah merubah biodiversitas yang mengatur berlangsungnya fungsi ekosistem.
Salah satu penyebab hilangnya keanekaragaman hayati adalah deforestasi skala besar dan tidak
terkendali. Deforestasi adalah perubahan status tutupan lahan dari kelas tutupan hutan (hutan)
menjadi tutupan bukan hutan (tidak ada hutan).
Menurut data dari KLKH yang menunjukkan bahwa deforestasi terjadi secara berturut-turut
sebagai berikut:

1. Tahun 19901996 yaitu sebesar 1,87 juta ha/tahun


2. Tahun 1996-2000 sebesar 3,51 juta ha/tahun
3. Tahun 2000-2003 sebesar 1,08 juta ha/tahun
4. Tahun 2003-2006 sebesar 1,17 juta ha/tahun
5. Tahun 2006-2009 sebesar 0,83 juta ha/tahun
6. Tahun 2009-2011 sebesar 0,45 juta ha/tahun
7. Tahun 2011-2012 sebesar 0,61 juta ha
8. Tahun 2012-2013 sebesar 0,73 juta ha
9. Tahun 2013-2014 sebesar 0,40 juta ha
10. Tahun 2014-2015 sebesar 1,09 juta ha
11. Tahun 2015-2016 sebesar 0,63 juta ha
12. Tahun 2016-2017 sebesar 0,48 juta ha
13. Tahun 2017-2018 sebesar 0,44 juta ha
14. Tahun 2018-2019 sebesar 0,46 juta ha
15. Tahun 2019-2020 diperoleh nilai sebesar 0,11 juta ha.

Dalam setiap periode, deforestasi mengalami peningkatan maupun pengurangan. Hal itu
dikarenakan dinamisnya perubahan penutupan lahan akibat aktivitas manusia dalam
memanfaatkan lahan sehingga mengakibatkan hilangnya penutupan hutan atau penambahan
penutupan hutan karena penanaman.
Ada banyak beberapa kegiatan yang diduga sebagai penyebab terjadinya deforestasi dari
tahun ke tahun, diantaranya adalah konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan sektor
lain misalnya sebagai perkebunan dan transmigrasi, pengelolaan hutan yang tidak lestari,
pencurian kayu atau penebangan liar (ilegal logging), aktivitas pemanfaatan hutan, penggunaan
kawasan hutan, penggunaan lain secara legal, pertambangan, perambahan dan okupasi lahan
(ilegal land), kebakaran hutan, serta bencana alam.
Di sisi lain, kegiatan penanaman dan penghijauan yang masih belum optimal menambah
luas areal-areal penting. Seiring dengan meningkatnya deforestasi, kerusakan lingkungan juga
semakin bisa dirasakan. Sebagian besar deforestasi didorong oleh permintaan ekonomi untuk
membuka lahan sebagai media penanaman perkebunan. BPS (2022) melaporkan luas
perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 15,08 juta hektar. Wilayah ini tumbuh sekitar
1,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Begitu pula dengan perkebunan karet yang akan
diperluas menjadi 3,7 juta hektare pada 2021. Sehingga KLKH (2021) juga melaporkan jika
lima provinsi dengan laju deforestasi bersih tertinggi yaitu Kalimantan Barat, Nusa Tenggara
Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Provinsi Bagian Timur sebanding dengan deforestasi
bruto, Nusa Tenggara.

Gambar 1. Bentuk kegiatan yang menyebabkan deforestasi

Penyebab kerusakan lingkungan hidup secara umum bisa dikategorikan dalam dua faktor yaitu
akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia.

1. Kerusakan habitat karena manusia

Perubahan alam yang diakibatkan oleh manusia akan berdampak pada


keseimbangan alam, pada akhirnya manusia akan merasakan pula akibat dari
perilakunya terhadap alam selama ini.Hal ini dipicu oleh aktivitas atau
perbuatan manusia yang tidak ramah lingkungan. Contohnya penebangan hutan,
aktivitas pembakaran hutan, membuang sampah ke sungai, dan lain sebagainya.
Kerusakan yang disebabkan oleh manusia ini justru lebih besar dibanding
kerusakan akibat bencana alam. Ini mengingat kerusakan yang dilakukan bisa
terjadi secara terus menerus dan cenderung meningkat. Kerusakan ini umumnya
disebabkan oleh aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan seperti
perusakan hutan dan alih fungsi hutan, pertambangan, pencemaran udara, air,
dan tanah dan lain sebagainya.

2. Kerusakan habitat karena alam

Perusakan habitat adalah proses yang menyebabkan habitat alami menjadi tidak
lagi berfungsi untuk menyokong kehidupan spesies asli. Selama proses tersebut,
organisme yang sebelumnya mendiami terpaksa berpindah atau musnah
sehingga mengurangi keanekaragaman hayati. Letusan gunung berapi, banjir,
abrasi, tanah longsor, angin puting beliung, gempa bumi, dan tsunami
merupakan beberapa contoh bencana alam. Bencana-bencana tersebut menjadi
penyebab rusaknya lingkungan hidup akibat peristiwa alam. Meskipun jika
ditelaah lebih lanjut, bencana seperti banjir, abrasi, kebakaran hutan, dan tanah
longsor bisa saja terjadi karena adanya campur tangan manusia juga.

Berikut ini adalah beberapa dampak kerusakan alam bagi habitat satwa:

• Kehilangan Habitatnya

Jika terjadi kerusakan alam, satwa menjadi kehilangan habitat aslinya. Terutama satwa
yang hidup di dalam hutan. Ketika hutan tersebut rusak maka banyak sekali satwa yang
menjadi kehilangan habitat aslinya sehingga satwa langka tersebut mencari habitat baru

• Kehilangan Sumber Makanan

Ketika alam menjadi rusak maka ketersediaan makanan tersebut menjadi tidak ada. Hal
itu dikarenakan satwa bergantung kepada alam terutama yang makanan sehari-harinya
mengandalkan dari alam seperti omnivora maupun herbivora. Di Indonesia sendiri ada
beberapa spesies burung langka yang berjenis omnivora yang mengandalkan
makanannya dari biji-bijian yang ada di alam sehingga jika rusak maka ketersediaan
makanan tersebut menjadi langka.

• Kepunahan

Ketika bahan makanan sudah tidak tersedia lagi di alam maka banyak satwa langka
yang kehilangan makanannya. Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan untuk
bisa bertahan hidup. Namun jika makanan tersebut tidak tercukupi dengan baik maka
satwa tersebut akan menjadi lemah dan bisa menjadi punah. Kepunahan satwa
diperparah dengan kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia seperti di Riau yang
membuat banyak satwa menjadi korbannya.

• Keanekaragaman Makhluk Hidup Berkurang

Satwa langka sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman makhluk hidup di muka


bumi ini. Hal ini karena Indonesia terkenal dengan keanekaragaman hayati dan juga
makhluk hidupnya sehingga kerusakan alam yang terjadi terus menerus terutama
kerusakan hutan membuat keanekaragaman tersebut menjadi berkurang bahkan hilang.

Adapun dampak kerusakan habitat bagi kehidupan antara lain yaitu:

• Pemanasan Global

Pemanasan global atau global warming merupakan bencana penipisan lapisan ozon
yang diakibatkan meningkatnya karbondioksida dan menipisnya oksigen.
Karbondioksida semakin meningkat karena adanya penggundulan hutan, pembakaran
hutan, dan penggunaan batu bara yang berlebihan.

• Pencemaran

Pencemaran terjadi akibat adanya pembuangan limbah pabrik yang sembarangan.


Limbah pabrik akan mempengaruhi lingkungan udara dengan asapnya dan lingkungan
air dengan pembuangan ke aliran sungai. Dampak dari pencemaran akan
mempengaruhi kesehatan warga sekitar pabrik, seperti gangguan pernafasan.

• Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan dapat berakibat fatal pada persediaan oksigen. Selain itu, keberadaan
flora dan fauna di hutan akan semakin terancam punah. Kebakaran hutan terjadi karena
faktor cuaca yang panas dan pembakaran lahan untuk pendirian pabrik.

• Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan bencana pengikisan tanah oleh air hujan. Hal tersebut karena
kurangnya penyerapan air oleh pohon sehingga mengakibatkan terjadinya erosi.
Penyebab utama dari tanah longsor adalah penebangan liar tanpa diiringi
reboisasi yang tepat.
B. Masuknya JAI

Keanekaragaman hayati yang ada di seluruh dunia saat ini mengalami berbagai ancaman.
Salah satu ancaman itu disebabkan oleh keberadaan jenis-jenis asing invasif. Pengaruh jenis-
jenis asing invasif terhadap suatu ekosistem sangat besar sehingga membahayakan. Jenis-jenis
tersebut berkompetisi dan mendesak jenis-jenis asli, mengubah ekosistem alami, dan
menyebabkan terjadinya degradasi dan hilangnya suatu jenis bahkan habitat (Anonim 2000).

1. Pengertian JAI
International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendefinisikan
Jenis Asing Invasif (JAI) sebagai suatu populasi jenis biota yang tumbuh dan
berkembangbiak di habitat atau ekosistem alami maupun bukan aslinya. Jenis
invasif tersebut dapat berperan sebagai agen perubahan ekosistem, namun
akhirnya mengancam keberadaan biota pada suatu ekosistem (Anonim 2000).
The Invasive Species Advisory Committee (ISAC) mendefinisikannya sebagai
jenis introduksi ke dalam ekosistem lain dan menyebabkan kerugian ekonomi
atau kerusakan lingkungan atau membahayakan kesehatan manusia (Anonim
2006). CBD (2014) memberikan definisi jenis-jenis asing invasif lebih
sederhana, yaitu sebagai jenis introduksi yang menyebar keluar dari habitat
aslinya sehingga keberadaannya mengancam keanekaragaman hayati.
Merujuk dari Guiding Principles for the Prevention, Introduction and
Mitigation of Impact Alien Species that Threaten Ecosystem, Habitat or Species
Convention on Biodiversity, 1992, JAI diartikan sebagai spesies atau jenis yang
dintroduksi baik secara sengaja maupun tidak sengaja yang berasal dari luar
habitat
berkompetisi dengan spesies local/asli dan mengambil alih lingkungan barunya.
Dalam tatanan ekosistem, anggota JAI berevolusi bersama sehingga
berbagai jenis tumbuhan berbagi sumber daya dan hidup berdampingan dalam
relung masing-masing. Namun, ketika keserasian ekosistem yang terganggu,
baik karena peristiwa alam maupun ulah manusia maka ketersediaan sumber
daya dalam ekosistem bagi komponen biologis berubah. Jenis tumbuhan yang
sebelumnya terkendala dalam keseimbangan alam, ketika kendala itu mengecil
dia akan memanfaatkan sumber daya untuk tumbuh dan berkembang biak
menjadi dominan, berkompetisi mengalahkan jenis tumbuhan lainnya, dan ini
menjadi invasif.
2. Proses dan Penyebab

Secara umum, tingkatan proses invasi suatu jenis tumbuhan, hewan dan ikan
dapat dibagi mulai dari pengangkutan, yaitu pergerakan suatu jenis dari tempat asal
ke lokasi baru, sampai dengan penyebaran dan dampak yang ditimbulkan di lokasi
baru. Catford (2009)1 membagi tingkat invasi suatu jenis invasif ke dalam beberapa
kategori tingkatan, yaitu: 1) transport, 2) introduksi, 3) kolonisasi, 4) naturalisasi,
5) penyebaran dan 6) dampak. Dijelaskan pula bahwa tingkatan invasi tersebut
ditentukan oleh hasil interaksi dan besar kecilnya ketiga faktor pendorong invasi,
yang terdiri dari: 1) Propagule (P), yaitu bagian dari tumbuhan seperti tunas atau
anakan yang dapat hidup menjadi tumbuhan baru; 2) faktor Abiotik (A), yaitu faktor
kimia dan fisika dalam lingkungan, seperti cahaya, temperatur, air, gas di
udara/atmosfir dan angin serta tanah, edafik satwa dan fisiografi; 3) faktor Biotik
(B), yaitu hal yang berkaitan dengan, dihasilkan oleh atau disebabkan oleh mahluk
hidup.
Kondisi yang memicu invasi umumnya, invasi terjadi karena suatu kompetisi.
Spesies selalu berkompetisi dengan spesies lain untuk mendapatkan sumber daya
sebanyak-banyaknya sehingga salah satu caranya adalah dengan tumbuh dan
berkembang biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari
kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang

1Antung Deddy Radiansyah, Adi Susmianto, Dkk. Strategi Nasional dan Arahan Rencana Aksi Pengelolaan Jenis
Asing Invasif di Indonesia. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia ISBN : 978-602-72942-2-6. Hal 5-7
dengan cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli.
Masing-masing tingkat invasi pada setiap tahapan tersebut memiliki karakter, skala
spasial dan dinamika populasi yang berbeda sehingga membutuhkan pola
penanganan atau pengendalian yang berbeda pula.

3. Jenis-Jenis Masuknya Asing dan Invasif yang Menyebabkan Hilangnya


Biodiversitas

Berdasarkan penggalian informasi tentang JAI (Arida et al. 2014), diketahui


ada 2.809 jenis asing dan/atau invasif, yaitu mulai dari jamur, bakteri, virus,
arachnida, insekta, ikan, moluska, burung, dan mamalia serta tumbuhan 2.
Berdasarkan laporan tentang JAI di Indonesia yang dikeluarkan oleh Invasive
Species Specialist Group (ISSG) tercatat sebanyak 190 JAI dari berbagai jenis
binatang dan tumbuhan. Dari jumlah tersebut 98 jenis, yakni 53 jenis tumbuhan, 43
jenis binatang, dan 2 mikrob merupakan organisme asing, sedangkan yang tidak
diketahui statusnya ada 10 jenis tumbuhan, 6 jenis binatang, dan 4 jenis mikrob.
Jenis yang asli dari Indonesia ada 42 jenis tumbuhan, 29 jenis hewan, dan 1 jenis
mikrob. Jumlah jenis asing tersebut kemungkinan akan terus bertambah karena
banyak jenis yang baru dilaporkan, misalnya kutu putih papaya (Paracoccus
marginatus, Hemiptera: Pseudococcidae) kutil dadap (Erythrina sp., Quadrastichus
erythrinaee, Hymenoptera, Eulophidae), pengorok daun kentang (Lyriomyza spp.,
Diptera: Agromyzidae) dan kumbang jepang (Popillia japonica).

a. Jenis invasive Tumbuhan


Yaitu didefinisikan sebagai jenis bukan asli habitat tersebut yang
mengancam ekosistem, habitat, dan jenis lain. Menurut IUCN jenis invasif
adalah jenis yang menjadi mapan secara alami atau semi alami pada
ekosistem atau habitat, berubah dari perantara, dan mengancam secara
biologis. Secara garis besar dapat dipahami bahwa tumbuhan invasif adalah
suatu jenis tumbuhan yang berasal dari habitat diluar ekosistem tersebut.
Tumbuh-tumbuhan invasif yang sudah lama ada dan sudah atau berpotensi
menjadi pengganggu, misalnya Acacia nilotica di TN Baluran,
Austroeupatorium inulifolium, Bartlettina sordida, Brugmansia suaveolens,

2 Ibid. Hal 7-9


Cestrum aurantiacum, dan Passiflora suberosa merupakan jenis-jenis
tumbuhan invasif di TN Gunung Gede Pangrango
Kemuduan tumbuhan gulma yang berpotensi menjadi tumbuhan invasif
di berbagai daerah, contohnya Chimonobambusa quadrangularis yang
diintroduksi ke Kebun Raya Cibodas sebagai tanaman hias tanpa disengaja
sekarang sudah menjadi invasif di TN Gede Pangrango (Widjaja kom.prib.).
Namun demikian, tidak semua jenis asing bisa menjadi invasif, misalnya
mahoni (Swietenia mahagoni) atau jati (Tectona grandis) yang telah
diintroduksikan selama puluhan tahun, tetap tidak menjadi invasif.
Keberadaan jenis tumbuhan invasif dapat mendominasi suatu habitat baru
karena tidak adanya predator dan parasit alami, sebagai konsekuensinya
penanganan terhadap jenis asing invasif (JAI) membebankan biaya yang
sangat besar pada sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan manusia,
seperti halnya pada kesehatan. Kondisi tersebut sangat membahayakan
stabilitas ekosistem yang ada karena dapat menyebabkan degradasi dan
hilangnya habitat. Degradasi dan hilangnya habitat mengakibatkan
hilangnya relung, sehingga organisme lain juga akan terdampak. Peneliti
lain juga berpendapat bahwa tumbuhan asing invasif tersebut dapat
mengancam keanekaragaman hayati dengan menginduksi beberapa efek
lingkungan seperti hidrologi, gangguan air, dan kesuburan tanah yang dapat
mengubah komposisi komunitas, interaksi biotik dan proses ekosistem
lainnya

b. Invasif Mikroba
belum banyak dilakukan dibandingkan dengan invasif tumbuhan dan
hewan. Invasi mikrob oleh bakteri, jamur, dan virus terjadi di seluruh dunia,
namun pendeteksiannya lebih sulit dibandingkan organisme tingkat tinggi
lainnya. Mikrob invasif memiliki potensi penting dalam mengubah sosial
ekonomi masyarakat melalui proses perubahan-perubahan fungsi
keanekaragaman ekosistem, baik ekosistem terestrial maupun perairan.
Umumnya mikrob invasif bersifat patogen terhadap organisme lainnya.

c. Infasi Fugi
Ada sebanyak 14 jenis fungi yang memengaruhi kondisi kesehatan hewan
(kucing, anjing, domba, babi, ayam, rodensia, dan kuda) dan manusia di
antaranya dari marga Microsorum, Trichophyton, Histoplasma,
Coccidioides, dan Cryptococcus. Selain itu, 71 jenis bakteri meliputi genus
Richettsia, Atipia, Bartonella, Ehrlichia, Anaplasma, Cowdria, Coxiella,
Chlamydophila, Mycoplasma, Brucella, Bacillus, Escherichia, Salmonella,
Mycobacterium, Clostridium, Campylobacter, Vibrio, Burkholderia,
Leptospira, Listeria, Staphylococcus, Streptococcus, dan Francisella
menyebabkan penyakit pada hewan (unggas, kalkun, babi, kuda, kambing,
domba, kerbau, sapi, dan ruminansia lainnya) termasuk manusia.

d. Invasi Hewan dan Manusia


Selain bakteri dan fungi, 46 jenis virus termasuk sangat invasif terhadap
hewan dan manusia. Penyakit oleh virus yang menyerang hewan dan
manusia di antaranya Japanese B encephalitis, Hog cholera, Infectious
bovine rhinotracheitis, Infectious pustulovulvo vaginitis, Pseudorebies,
Marek’s disease, Infectious laryngotracheitis, Sheep-associated Malignant
catarrhal fever, AIDS, Porcine Multisystemic Wasting Syndrome, Psittacine
Beak, dan Feather Disease, penyakit mulut dan kuku, penyakit lidah biru,
penyakit Austroeupatorium inulifolium Brugmansia suaveolens Bartlettina
sordida Cestrum aurantiacum
Contoh jenis tumbuhan invasif yang dapat ditemukan di TN Gunung Gede
Pangrango Jembrana, penyakit campak, penyakit anjing gila, dan penyakit
cacar domba.
Hal yang memengaruhi kecepatan invasi suatu spesies diantaranya:
➢ Kemampuan bereproduksi secara aseksual maupun seksual
➢ Tumbuh dengan cepat
➢ Bereproduksi dengan cepat
➢ Kemampuan menyebar yang tinggi
➢ Fenotip yang elastis, mampu mengubah wujud tergantung kondisi
terbaru di sekitarnya
➢ Toleransi terhadap berbagai kondisi lingkungan
➢ Hubungan dengan manusia

e. Ekosistem yang Terinvasi JAI


Secara umum, setiap ekosistem mempunyai derajat kepekaan yang
berbeda-beda terhadap invasi jenis asing. Karakter ekosistem yang
mempengaruhi derajat kepekaan terhadap invasi umumnya terjadi pada
ekosistem yang mengalami perubahan. Perubahan tersebut akan
mempengaruhi kemudahan invasi oleh suatu jenis tertentu, yang disebabkan
oleh dua hal, yaitu: perubahan secara alami oleh gejala alam, seperti hujan
dan angin puting beliung, longsor, kebakaran dan banjir serta perubahan
akibat kegiatan manusia, seperti perubahan sistem pemanfaatan penggunaan
lahan, kebakaran yang disengaja dan kegiatan fisik yang berupa pembukaan
lahan untuk berbagai kepentingan, antara lain pembangunan jalan,
jembatan, bendungan, dan sejenisnya
Menurut the Millennium Ecosystem Assessment, WRI (2005),
ekosistem yang terinvasi JAI dikategorikan ke dalam: hutan (forest), terdiri
dari boreal, temperate, dan tropical; dataran tanah kering (dryland), terdiri
dari temperate grassland, mediterranean, tropical grassland and savanna,
dan desert; perairan di daratan/tawar (inland water), pantai (coastal),
perairan laut (marine), pulau (island), gunung (mountain), dan kutub (polar).
Untuk wilayah Indonesia, sesuai dengan kondisi biogeografinya, ekosistem
yang umumnya rentan terhadap invasi jenis asing dikelompokan ke dalam:
1) Daerah pantai (coastal) dan perairan laut dangkal (marine);
2) Perairan air tawar(inland water), terutama waduk, danau dan sungai;
3) Hutan;
4) Savanna dan padang rumput;
5) Gunung;
6) Areal pertanian dan perkebunan;
7) Pulau-pulau yang secara geografis terpencil.

Contoh Wilayah perairan laut Indonesia juga tidak lepas dari serangan
jenis invasif. Bintang laut merupakan salah satu jenis invasif yang menyerang
terumbu karang sehingga merusak ekosistem terumbu karang dan
memperngaruhi produksi ikan karang yang berpijah di tempat tersebut. Contoh
kawasan taman nasional laut Bali Barat.
4. Dampak dan Bahaya Keberadaan JAI

Keberadaan JAI berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati, yakni


mendesak eksistensi jenis asli dengan cara kompetisi, pemangsaan, atau penularan
penyakit sehingga fungsi ekosistem menjadi terganggu. JAI juga menyebabkan
pengaruh tidak langsung yaitu melalui perubahan siklus makanan, fungsi ekosistem
dan hubungan ekologis antara jenis. JAI juga dapat merubah jalur evolusi jenis asli
dengan mengeluarkannya dari persaingan, pemindahan niche, peningkatan
pemangsaan, dan akhirnya kepunahan. Lebih lanjut, akumulasi pengaruh dari jenis-
jenis invasif dapat menimbulkan dampak yang besar dan komplek dalam suatu
ekosistem. JAI itu dapat berkembang biak karena adanya interaksi dengan jenis asli
dan dengan lingkungan yang baru. Secara langsung JAI merupakan salah satu
ancaman terbesar bagi kerusakan habitat dan ekosistem. Penyebaran jenis asing
invasif ini mampu mengubah struktur dan komposisi jenis dalam ekosistem alami.
Jenis lokal kalah bersaing dan terancam kepunahannya. Pengetahuan tentang
bahaya tumbuhan asing invasif berkembang pesat yang mampu menunjukkan
betapa besar dampak jenis tumbuhan invasif pada sistem produksi, lingkungan,
kesehatan, bahkan kesejahteraan masyarakat secara umum.

1) JAI dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi keanekaragaman hayati,


diantaranya:
a. Biodiversity loss (kehilangan keanekaragaman hayati);
b. Merubah struktur komunitas dan komposisi jenis asli, dengan
mengunggulinya dalam persaingan untuk mendapatkan sumber daya.
c. Perubahan siklus makanan, fungsi ekosistem dan hubungan ekologis antara
jenis local;
d. Merubah jalur evolusi jenis asli dengan mengeluarkannya dari persaingan,
pemindahan tapak, peningkatan pemangsaan dan akhirnya kepunahan.
e. Menyebarkan penyakit dan hama baru;
f. Mengubah kehidupan sosial ekonomi masyarakat serta membahayakan
keselamatan manusia.
g. Terjadinya dominasi spesies baru yang memiliki nilai ekonomi kurang
penting;
h. Interbreed dengan jenis asli dan menghasilkan perubahan susunan genetik
pada keturunannya (hibrida) yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan
jenis asli.
2) Dampak terhadap ekonomi
Dampak JAI terhadap ekonomi merupakan dampak lanjutan akibat
terjadinya invasi terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem. Menurut
Kementerian Lingkungan Hidup, British Columbia, Canada (undated) 3, jenis
asing dapat menimbulkan dampak ekonomi yang besar karena banyak aspek
ekonomi dalam kehidupan manusia bergantung pada jasa dan fungsi yang
disediakan oleh alam atau ekosistem. Sektor pembangunan berbasis
sumberdaya alam yang sangat terpengaruh oleh invasi jenis asing, diantaranya:
kehutanan; pertanian; perikanan dan budidaya ikan baik air tawar, payau
maupun laut; serta pariwisata dan rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation).
Umumnya, introduksi jenis asing secara sengaja didasari oleh motif ekonomi,
namun jarang sekali kegiatan tersebut didahului oleh analisis “costbenefit” yang
teliti serta mencakup akibat sosial dan ekologi yang ditimbulkannya. Jarang
sekali pihak yang melakukan introduksi jenis asing tersebut memberikan
perhatian apalagi memberi ganti rugi terhadap kerusakan yang ditimbulkannya.
Bagi sektor kehutanan, invasi jenis asing menyebabkan kerugian besar
yang terkait dengan kehilangan pendapatan sebagai bagian dari biaya
pengendalian dan hilangnya nilai konservasi serta jasa ekosistem (lingkungan).
Menurut FAO (2001b) dalam FAO (undated) 4, JAI, khususnya hama serangga
dan penyakit dapat merusak pohon pada semua tingkat pertumbuhan dan
mempengaruhi kemampuan hutan, baik alam maupun tanaman untuk mencapai
tujuan pengelolaannya. Dampak ekonomi langsung dari JAI terhadap sektor
kehutanan terkait dengan kehilangan atau penurunan efisiensi produksi.
Di sektor kelautan dan perikanan, dampak ekonomi yang ditimbulkan
oleh adanya jenis asing invasif di Indonesia belum dikaji secara ilmiah. Dari sisi

3 Keller, Reuben and Charles Perrings. 2010. International Policy Options to Reduce the Harmful Impacts of
Alien Invasive Species. Ecosystem Services Economics. UNEP. http://www.diversitas-
international.org/resources/outreach/KellerPerrings _2010_UNEPpolicybriefinvasivespecies.pdf. Retrieved on
September 15, 2013 00:09 AM. Hal 5-7
4 Antung Deddy Radiansyah, Adi Susmianto, Dkk. Strategi Nasional dan Arahan Rencana Aksi Pengelolaan Jenis

Asing Invasif di Indonesia. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia ISBN : 978-602-72942-2-6.Hal 7
kerusakan lingkungan, dampaknya dapat dilihat pada rusaknya keseimbangan
ekologi dan penurunan populasi ikan asli di suatu perairan. Dampak ekonomi
yang dapat dihitung adalah biaya untuk pemulihan lingkungan perairan baik
terkait dengan kerusakan fisik dan ekosistem perairan, biaya eradikasi spesies
asing invasif yang terdapat di perairan tersebut, serta pemulihan nilai estetika
dan rekreasi (termasuk pemancingan) perairan yang bersangkutan. Kerugian
ekonomi yang ditimbulkan dengan munculnya wabah penyakit asing eksotik
pada budidaya udang di Indonesia sejak tahun 1990 diperkirakan mencapai US$
300 juta per tahun. Kerugian ekonomi terbesar terjadi pada tahun 1999 yaitu
sebesar US$ 500 juta dimana hanya sekitar 20% tambak udang yang beroperasi
akibat wabah penyakit White Spot Syndrome Virus (WSSV). Sebagian besar
dari tambak udang beralih menjadi tambak bandeng.
3) Dampak terhadap kesehatan
JAI dapat mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung, yaitu dengan
terjangkitnya wabah penyakit akibat dibawa oleh wisatawan atau merupakan
vektor dari jenis asing, seperti burung, rodensia (binatang pengerat) dan
serangga. Secara tidak langsung, dampak terhadap kesehatan manusia yang
ditimbulkan adalah akibat dari penggunaan pestisida dan herbisida yang
mencemari air dan tanah. Penyebaran hama penyakit yang sangat terkenal di
masa lalu, pada saat kedatangan Columbus ke Benua Amerika adalah
meninggalnya sekitar 95% populasi setempat akibat penyakit cacar, campak,
batuk rejan, influensa dan penyakit eksotik lainnya yang sama sekali baru untuk
mereka5
Bakteri, virus, protozoa dan mikroba lainnya dapat masuk atau terbawa
melalui makanan, ternak, satwa liar, barang dan air balas/pemberat (ballast
water) di kapal laut. Jalur pemasukan lain dari hama penyakit asing ini adalah
melalui perdagangan jenis hewan atau ikan eksotik. Jenis organisme ini dapat
menimbulkan dampak yang ringan hingga berat terhadap manusia serta hewan
atau ikan peliharaan dan hewan atau ikan liar6
Menurut FAO (undated), biaya atau kerugian total dari invasi jenis asing
mencakup dampak sosial dan kesehatan manusia, terutama masyarakat yang

5 Ibid. Hal 15
6 Ibid. Hal 15
tinggal di sekitar kawasan hutan serta para pekerja yang berada di wilayah yang
terinvasi jenis asing. Masyarakat tersebut dapat menderita alergi atau reaksi
negatif lainnya akibat invasi jenis asing atau upaya yang dilakukan untuk
mengendalikannya, seperti penggunaan pestisida kimia dan biologi. Selain itu,
mereka yang merupakan masyarakat terdepan berhadapan dengan JAI dapat
terjangkit penyakit menular, seperti human immunodeficiency virus (HIV),
demam akibat virus Ebola dan Marburg, malaria, demam kuning (yellow fever),
leishmaniasis, trypanosomiasis (penyakit tidur) dan penyakit hutan Kyasanur
Keller, Reuben and Charles Perrings (2010), menyatakan bahwa jenis
asing dapat berpengaruh pada kesehatan manusia melalui tiga cara. Pertama,
organisme yang menyebabkan banyak penyakit pada manusia, seperti severe
acute respiratory syndrome (SARS) dan human immunodeficiency
virus/acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS), yaitu JAI yang telah
mapan (hidup dengan baik) di luar habitat aslinya. Kedua, JAI yang dapat
bertidak sebagai organisme vector untuk menyebarkan dan membawa hama
penyakit bagi manusia. Ketiga, JAI yang dapat menimbulkan dampak terhadap
kesehatan secara tidak langsung dengan menurunkan produksi bahan pangan
atau produksi air minum yang aman serta jasa ekosistem lainnya.

C. Polusi atau Pencemaran

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal (baik)
menjadi keadaan yang lebih buruk. Pergesaran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi
yang buruk ini dapat terjadi sebagai masukkan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan
polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi
kelangsungan hidup organisme. Toksisitas atau daya racun dari polutan itu yang kemudian
menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 2004).7

7
Eko Prianto dan Husnah.PENAMBANGAN TIMAH INKONVENSIONAL:
DAMPAKNYA TERHADAP KERUSAKKAN BIODIVERSITAS PERAIRAN UMUM
DI PULAU BANGKA. VOL 2, NO 5 (2009)
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup No. 4 Tahun 1982).

Menurut UU RI no.23 tahun 1997, Pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya


makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia
sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Lingkungan yang mengalami pencemaran
memberikan dampak negatif bagi makhluk hidup yang didalamnya.

Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat
suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk
hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan,
tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan efek merusak. Suatu zat dapat disebut
polutan apabila:

1. Jumlahnya melebihi jumlah normal

2. Berada pada waktu yang tidak tepat

3. Berada pada tempat yang tidak tepat

Sifat polutan adalah:

1. Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak
merusak lagi
2. Merusak dalam jangka waktu lama. Contohnya Pb tidak merusak bila
konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat
terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak.

A) Macam-Macam Polusi atau Pencemaran

Salah satu penyebab kehilangan biodiversitas adalah polusi,. Berdasarkan


keberadaan lingkungan di sekitar kita (berdasarkan tempat terjadinya), polusi dapat
dibedakan menjadi tiga : polusi udara,air, tanah.
• Polusi Udara

Polusi udara disebabkan oleh debu, partikel-partikel, asap pembakaran, asap


rokok, gas-gas, seperti CO, CO2, NO2, CFC. Polusi udara dapat menimbulkan berbagai
macam penyakit pernapasan.
Asab rokok, Asap rokok mengandung zat berbahaya seperti benzo–apyrena dan
formaldehid. Asap rokok dapat menyebabkan penyakit jantung dan kanker paru–paru.
Karbon monoksida (CO), Gas CO yang terhirup dapat bereaksi dengan
hemoglobin pada sel darah merah sehingga menghalangi pengangkutan oksigen yang
sangat dibutuhkan tubuh. Efek yang ditimbulkan di antaranya adalah pusing, sakit
kepala, rasa mual, ketidaksadarn (pingsan), kerusakan otak, dan kematian. Gas CO yang
terhirup dapat pula berdampak pada kulit dan menyebabkan masalah jangka panjang
pada penglihatan.
Adapun sumber dari pencemaran udara ini antara lain:
a. Kendaraan Bermotor
Semua kendaraan bermotor yang memakai bensin dan solar akan mengeluarkan
gas karbon dioksida, Nitrogen Oksigen, Belerang dioksida, partikel-partikel lain
sebagai sisa pembakaran. Pada dosis tertentu maka semua gas ini dapat menyebabkan
penyakit. Contohnya : Gas karbon dioksida merupakan racun bagi fungsi-fungsi darah,
belerang dioksida menimbulkan penyakit pada sistem pernafasan.
b. Pabrik-pabrik pada Industri
Pabrik industri banyak menggunakan bahan kimia organik maupun anorganik
yang akan berguna bagi manusia, akan tetapi ada bahan sisa tersebut yang bisa berubah
menjadi racun bagi manusia yang bisa menimbulkan penyakit. Contohnya :
Pneumokonionis yaitu segolongan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan debu-
debu dalam paru-paru manusia, dapat menyebabkan batuk, sesak nafas, kelelahan, berat
badan menjadi turun dan lain sebagainya. Adapun dampak polusi udara terhadap
lingkungan antara lain:
a. Dampak terhadap Ekosistem
Industri yang mempergunakan batu bara sebagai sumber energinya akan melepaskan
zat oksida sulfat ke udara sebagai sisa pembakaran batubara. Zat tersebut akan bereaksi
dengan air hujan membentuk asam sulfat sehingga air hujan menjadi asam (acid rain).
Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama, akan terjadi perubahan pada ekosistem
perairan danau. Akibatnya, PH air danau akan menjadi asam, produksi ikan menurun, dan
secara tidak langsung pendapatan rakyat setempat pun menurun.
Dampak dari hujan asam di antaranya :
- Mempengaruhi kualitas air permukaan bagi biota yang hidup di dalamnya. Suatu
penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang erat antara PH dengan penurunan
populasi ikan dan biota air lainnya di perairan.
- Merusak tanaman. Hujan asam dapat merusak jaringan tanaman sehingga
menghambat pertumbuhannya dan dapat menyebabkan kematian.
- Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah, sehingga mempengaruhi
kualitas dari tanah dan air permukaan. Air yang telah tercemar logam berat jika
dikonsumsi dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.
- Bersifat korosif, sehingga merusak berbagai bahan logam seperti mobil dan pagar,
monumen dan patung atau komponen bangunan.
- Menyebabkan penyakit pernapasan.
b. Dampak terhadap Tumbuhan dan Hewan
Tumbuh-tumbuhan sangat sensitif terhadap gas sulfur dioksida, fluorin, ozon,
hidrokarbon dan CO. Apabila terjadi pencemaran udara, konsentrasi gas tersebut akan
meningkat dan dapat menyebabkan daun tumbuhan berlubang dan layu. Ternak akan
menjadi sakit jika memakan tumbuh – tumbuhan yang mengandung dan tercemar fluorin.
Penipisan lapisan ozon menyebabkan sebagian besar radiasi sinar UV terpancar ke
permukaan bumi. Sinar UV memiliki dampak yang buruk terhadap makhluk hidup, di
antaranya menimbulkan mutasi, kanker kulit, penyakit pada tumbuhan dan pada akhirnya
menurunkan populasi makhluk hidup.

c. Dampak terhadap Cuaca dan Iklim


Gas karbon dioksida memiliki kecenderungan untuk menahan tetap berada di
bawah atmosfer sehingga terjadi efek rumah kaca (green house effect). Udara menjadi
panas dan gerah. Selain itu, partikel – partikel debu juga memiliki kecenderungan untuk
memantulkan kembaki sinar matahari di udara sebelum sinar tersebut sampai ke
permukaan bumi sehingga udara di lapisan bawah atmosfer menjadi dingin.
Pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata – rata bumi. Pemanasan
global terjadi akibat efek rumah kaca. Efek rumah kaca merupakan peristiwa tertahannya
atau terperangkapnya panas matahari di lapisan atmosfer bumi bagian bawah oleh gas –
gas rumah kaca yang membentuk lapisan di atmosfer. Sehingga panas matahari
dipantulkan kembali ke bumi. Hal ini menyebabkan suhu bumi meningkat. Terjadinya
peningkatan suhu bumi akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan meningkatnya
suhu air laut. Dampak lain dari pemanasan global di antaranya :
- Menambah volume air laut sehingga permukaan air laut akan naik.
- Menimbulkan banjir di daerah pantai.
- Dapat menenggelamkan pulau – pulau dan kota – kota besar yang berada di tepi laut.
- Meningkatkan penyebaran penyakit menular.
- Curah hujan di daerah yang beriklim tropis akan lebih tinggi dari normal.
- Tanah akan lebih cepat kering, walaupun sering terkena hujan. Hal ini mengakibatkan
banyak tanaman mati.
- Akan sering terjadi angin besar di berbagai tempat.
- Musnahnya hewan dan tumbuhan, termasuk manusia, yang tidak mampu berpindah
atau beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi.
Beberapa zat dalam polusi udara yang dapat menimbulkan penyakit pada tubuh bila terisap
oleh paru-paru. Sebagai berikut :
a. Silika Bebas yaitu berasal dari perusahaan granit, dari keramik, tambah timah putih,
tambang batu bara, tambang besi. Silika bebas ini menyebabkan penyakit silicosis yaitu
suatu penyakit pneumoconiosis akibat banyak debu silica dalam paru-paru.
b. Arang Batu yaitu berasal dari debu-debu yang kemudian tertimbun dalam paru-paru.
Hal ini dapat menimbulkan penyakit anthracosis dengan gejala-gejala sesak nafas,
batuk kehitaman, dada menjadi bundar, ujung-ujung jari membesar karena kelainan
pada jantung.
c. Asbes ialah campuran berbagai silikat dan yang paling penting Magnesium Silikat,
debu-debu asbes yang berasal dari pabrik asbes yang masuk ke dalam paru-paru dapat
menyebabkan penyakit asbestosis dengan tanda-tanda sesak disertai batuk, ujung-ujung
jari melebar, cyanosis atau bibir biru dan sebagainya.
d. Kapas, yaitu pencemaran udara oleh debu atau serat kapas yang berasal dari pabrik
benang, industri tekstil yang dapat menimbulkan penyakit byssinosis dengan dada
menjadi besar dan sesak nafas.
e. Timah Putih, Kalau terlalu banyak debu timah putih yang terhisap masuk ke dalam paru-
paru, dapat menyebabkan penyakit Stannosis. Penyakit ini terutama pada orang yang
bekerja di sekitar pengolahan timah putih.
f. Besi, Debu yang mengandung persenyawaan besi bisa menyebabkan penyakit yang
disebut Siderosis. Pencemaran yang disebabkan oleh debu besi terjadi pada tempat
pengolahan biji-biji besi.
g. Talk merupakan campuran dari beberapa mineral yang sebagian besar mengandung
Magnesium Silikat. Debu yang terhirup oleh paru-paru dapat menimbulkan penyakit
talkosis dimana paru-paru mengalami fibrosis di daerah parabronkial dan perivaskuler.

• Polusi Air
Polusi air ialah merupakan peristiwa pencemaran yang terjadi dalam lingkungan air.
Polusi air terjadi jika sumber-sumber air seperti laut, danau, atau sungai telah tercemar
sampah dan limbah berbahaya. Akibatnya, air tidak bisa lagi digunakan. Polusi air banyak
disebabkan oleh limbah industri dan rumah tangga yang dibuang ke sungai, misalnya
sampah organik, air detergen, minyak bumi, pupuk buatan dan pestisida. Limbah tersebut
akan menyebabkan pencemaran air sehingga menimbulkan bau tak sedap, menurunnya
kadar oksigen air yang membahayakan kehidupan organisme air. Indikator air telah
terpolusi adalah perubahan bau, warna, rasa, dan suhu. Polutan ini bisa berupa limbah
industri kain celup batik, insektisida yang digunakan para petani dan Hg,CO,Zn dan lain
sebagainya.
Air yang telah tercemar akan sangat mempengaruhi kualitas hidup makhluk hidup dan
lingkungan sekitar. Pencemaran air dapat terjadi pada air sumur, sungai, bendungan maupun
air laut. Sebagian besar pencemaran air berasal dari polutan yang dihasilkan manusia.
Pencemaran tersebut akan berdampak pada kehidupan manusia dan lingkungan antara lain
sebagai berikut.

a. Gangguan Kesehatan
Air yang telah tercemar, oleh senyawa organik maupun senyawa anorganikakan
menyebabkan berbagai gangguan kesehatan karena mudah menjadi media
berkembangnya berberbagai macam penyakit menular maupun tidak menular. Air
yang telah tercemar tidak dapat lagi digunakan sebagai pembersih, sedangkan air
bersih sudah tidah mencukupi sehingga kebersihan manusia dan lingkungannya
menjadi tidak terjamin, pada akhirnya menyebabkan manusia mudah terserang
penyakit.
Beberapa penyakit menular yang dapat tersebar melalui air yang tercemar diantaranya
sebagai berikut.
- Cholera adalah penyakit usus halus yang akut dan berat. Penyakit cholera disebablan oleh
bakteri Vibrio cholera. Masa tinasnya berkisar beberapa hari. Gejala utamanya adalah
muntaber, dihidrasi, dan kolaps. Gejala khasnya adalah tinja menyerupai air cucuan beras.
- Typhus abdominalis juga merupakan penyakit yang menyerang usus halus dan
penyebabnya adalah Salmonella typhosa. Gejala utamanya adalah panas yang terus menerus
dengan taraf kesadaran menurun, terjadi 1-3 minggu (rata – rata 2 minggu) setelah ingfeksi.
Selmonella typhosa tumbuh dalam suasana yang cocok bagi dirinya yaitu usus manusia dan
hewan berdarah panas.
- Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A
Gejala utamanya adalah demam akut, dengan perasaanmual dan muntah, hati membengkak
dan skera mata menjadi kuning, oleh karena itu orang awam menyebut hepatitis ini sebagai
penyakit kuning.
- Disentrie amoeba disebabkan oleh protozoa bernama Entamoeba hystolytica. Gejala
utamanya adalah tinja tercampur darah dan lendir.
Selain penyekit menular, penggunaan air dapat juga memicu terjadinya penyakit tidak
menular. Penyakit tidak enular terutama terjadi kerena air telah terkontaminasi zat – zat
berbahaya atau beracun.
Beberapa kasus keracunan akibat mengkonsumsi air yang terkontaminasi diantaranya
sebagai berikut.
- Kasus keracunan kobalt (Co) yang terjadi di Nebraska (amerika) merupakan satu contoh
penyakit tidak menular yang diakibatkan kontaminasi kobalt di dalam air. Akibat keracunan
kobalt ini dapat berupa gagal jantung, kerusakan kelenjar gondok, tekanan darah tinggi dan
pergelangan kaki membengkak.
- Penyakit Minamata, yang disebabkan pencemaran pantai Minamata oleh merkuri (air raksa).
Sumber utama keracunan air raksa itu adalah pembuangan limbah pabrik penghasil polivinil
klorida yang menggunakan merkuri sebagaikatalis.
- Keracunan cadmium di kota Toyoma, Jepang. Keracunan ini menyebabkan terjadinya
pelunakan tulang sehingga tulang – tulang punggung terasa sangat nyeri. Bedasarkan hasil
penelitian, ternyata bahwa beras yang dimakan penduduk Toyoma berasal dari tanaman padi
yang selama bertahun – tahun mendapat air yang telah tercemar Cadmium.
b. Gangguan terhadap Lingkungan
1) Meurunnya populasi berbagai biota air
Berbagai biota air, seperti ganggang, ikan, udang, kerang dan terumbu karang,
merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi manusia. Menurunnya populas biota ini
akan membawa kerugian besar, baik secara langsung berupa kekurangan sumberdaya
pencaharian, ataupun secara tidak langsung berupagangguan dalam keseimbangan
ekosistem.
Penurunan populasi biota air secara drastic dapat idsebabkan oleh bencana alam. Namun,
kenyataannya hal ini terutama disebabkan oleh populasi yang ditimbulkan manusia.
Beberapa pulatan yang sifatnya berbahaya bagi biata air diantaranya adalah nutrient
tumbuhan, limbah yang membutuhkan oksigen, minyak, sedimen dan panas.
2) Nutrient tumbuhan
Nutrient tumbuhan akan menjadi polutan air apabila terdapat dalam jumlah berlebihan
di perairan. Perairan yang mengandung nutrient seperti fosfat dan nitrogen dalam jumlah
berlebih disebut mengalami eutrofiikasi. Eutifikasi akan menyebabkan ganggang (alge)
berkembangbiak dengan subur sehingga populasinya meningkat pesat. Kejadian ini sering
disebut algae blooming.
Algae bloming dapat menyebabkan beberapa gangguan diperairan, di antaranya adalah
menggagu penetrasi cahaya matahari kedalam perairan karena permukaan perairan tertutupi
oleh populasi ganggang. Hal ini akan mengganggu kehidupan biota air dalam perairan
tersebut.
Selain itu, jika ganggang yang mengalami blooming merupakan jenis ganggang yang
menghasilkan senyawa beracun, ganggang tersebut akan menyebabkan kematian sebagian
besar biota air. Kemudian, ketika ganggang yang mengalami blooming mati, sel – selnya
akan turun ke dasar perairan dan mengalami pembusukan. Akibatnya, terjadi peningkatan
populasi bakteri pembusuk yang banyak membutuhkan banyak oksigen. Hal ini akan
meningkatkan kebutuhan oksigen/BOD (biological oxygen demand) di perairan. BOD yang
meningkat akan menurunkan kadar oksigenterlarut/DO (Dissolved Oxygen) di perairan
sehingga biota air yang tidak toleran terhadap kondisi DO yang rendah akan mengalami
penurunan populasi.
3) Limbah yang Membutuhkan Oksigen
Seperti eutrofikasi, pencemaran air oleh limbah yang membutuhkan oksigen juga akan
menyebabkan peningkatan BOD di perairan akibat tingginya populasi bakteri
aerob (membutuhkan oksigen) yang membusukkan limbah. Peningkatan BOD akan
menurunkan DO perairan sehingga menurunkan populasi biota air yang tidak toleren
terhadap kandungan DO yang rendah.
4) Minyak
Pencemaran minyak banyak terjadi di lautan atau pantai. Pencemaran minyak di
perairanbdapat menyebabkan kematian bagi banyak jenis biota air, seperti terumbu karang.
Kematian ini disebabkan adanya senyawa dalam minyak yang sifatnya beracun bagi biota
air tersebut. Tumpahan minyak di perairan juga dapat menempet dan menyelubungi bulu –
bulu pada burung serta rambut pada mamalia air sehingga mengganggu fungsi fisiologis
bulu atau rambut tersebut.contoh gangguan fisiologis yang dapat terjadi adalah hilangnya
lemampuan mengapung atau kemampuan menjaga suhu tubuh sehingga hewan dapat mati
karena tenggelam atau karena kehilangan panas tubuh secara drastis.
5) Sedimen
Pencemaran sedimen di perairan dapat menyebabkan air menjadi keruh sehingga
mengurangi jarak penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Hal ini akan menyebabkan
kemampuan fotosintesis ganggang dan tumbuhan air menurun sehingga populasinya
berkurang.ganggang dan tumbuhan air merupakan produsen di rantai makanan perairan
sehingga penurunan populasinya akan mengakibatkanpenurunan biota air lainnya. Sedimen
juga dapat menyumbat aliran air, membawa endapan senyawa toksin, dan menutupi terumbu
karang serta makhluk hidup lain di dasar perairan.
6) Panas
Populasi panas atau termal dapat menyebabkan perubahan suhu perairan secara drastic.
Hal ini akan mengakibatkan kematian berbagai biota air yang tidak mampu beradaptasi
terhadap perubahan suhu tersebut.panas juga dapat menurunkan DO di perairan.
i. Polusi Tanah
Polusi tanah ialah pencemaran yang terjadi pada lingkungan tanah yang disebabkan
karena polutan dari berbagai pembuangan limbah baik dari industri ataupun rumah tangga.
Yang mana dampaknya menimbulkan rusaknya struktur tanah.
Polusi tanah umumnya disebabkan oleh pencemaran sampah rumah tangga. Selain itu,
polusi tanah juga bisa disebabkan oleh insektisida dan pestisida yang digunakan petani
untuk membasmi hama tanaman. Kegiatan industri penambangan juga dapat merusak tanah.
Tempat pembuangan sampah merupakan salah satu sumber utama polusi tanah. Selain
itu, masalah polusi tanah yang utama juga terjadi di lingkungan pertanian. Berikut ini
penjelasan dampak polusi tanah:
a. Tempat Pembuangan
Limbah anorganik yang ada di tempat pembuangan bisa mengandung senyawa
beracun, misalnya logam berat. Senyawa beracun ini dapat meracuni makhluk hidup
yang hidup di tanah, seperti tumbuhan, mikroorganisme, dan cacing tanah. Limbah
organik dapat menjadi tempat berkembang biak berbagai bakteri pembusuk, yang
menyebabkan penyakit.
Secara tidak langsung, limbah di tempat pembuangan dapat menjadi sumber
polusi air dan udara. Limbah cair yang dibuang ke tempat pembuangan dapat
merembes dan bercampur dengan air tanah. Polusi udara yang dapat timbul melalui
tempat pembuangan adalah gas metan (CH4) yang dihasilkan melalui pembusukan
limbah organik oleh bakteri. Gas metan berbau tidak sedap dan merupakan salah satu
gas rumah kaca.
b. Lingkungan Pertanian
Polusi tanah disebabkan oleh penggunaan pestisida kimia, pupuk dan irigasi.
Pestisida dapat membunuh hama pengganggu dan membunuh biota tanah yang
bermanfaat bagi kesuburan tanah seperti cacing tanah yang bermanfaat bagi
kesuburan tanah, serta mikroorganisme. Pupuk yang berlebihan dapat menjadi racun
bagi tanaman.
Proses irigasi dapat menyebabkan tanah mengalami salinisasi, yaitu
peningkatan kadar garam. Kadar garam yang terlalu tinggi dapat menjadi racun bagi
tanaman.

D. Eksploitasi Berlebihan
1. Definisi Eksploitasi berlebihan
Eksploitasi berlebihan atau overeksploitasi adalah proses pengambilan
sumber daya terbarukan sampai sumber daya tersebut menjadi berkurang.
Overeksploitasi dapat berujung pada kehancuran sumber daya. Overkesploitasi
terjadi pada sumber daya alam, misalnya tanaman obat liar, padang rumpur,
cadangan ikan, hutan dan cadangan air.
Dalam ekologi, overeksploitasi merupakan satu dari lima kegiatan utama
yang mengancam keanekaragaman hayati global. Para ekologis menggunakan
istilah ini untuk menggambarkan populasi yang dipanen sampai pada titik ketika
keberlanjutannya terganggu, mengingat tingkat kematian dan kapasitas
perkembangbiakan populasi tersebut. Ini dapat berakibat pada kepunahan di tingkat
populasi dan bahkan kepunahan seluruh spesies.
Dalam biologi konservasi, istilah ini digunakan dalam konteks mengenai
kegiatan ekonomi manusia yang melibatkan pengambilan sumber daya biologis,
atau organisme, dalam jumlah besar lebih dari yang dapat dihasilkan kembali.
Istilah ini juga digunakan untuk menyatakan hal yang berbeda dalam bidang
perikanan, hidrologi, dan manajemen sumber daya alam.

2. Jenis – Jenis Eksploitasi yang Menyebabkan Hilangnya Biodiversitas


a. Eksploitasi Hutan
Eksploitasi Hutan adalah tindakan mengeruk hasil hutan demi mendapat
keuntungan tanpa menjaga keseimbangan hutan tersebut. Hutan sendiri
diartikan sebagai daerah yang ditumbuhi banyak pohon dan menjadi tempat
hidup beraneka ragam hewan dan tumbuhan. Tindakan eksploitasi terhadap
hutan dapat membuat banyak makhluk hidup kehilangan tempat tinggalnya. 8
Beberapa bentuk eksploitasi hutan adalah sebagai berikut :

1) Penebangan Hutan
Hingga saat ini, penebangan hutan masih terjadi secara ilegal.
Hal ini mengakibatkan rusaknya keseimbangan alam. Apalagi jika
tidak ditanam kembali pohon-pohon baru untuk menggantikan yang
ditebang.
2) Pembakaran Hutan
Kebakaran hutan kebanyakan terjadi karena kesalahan manusia.
Puntung rokok yang dibuang sembarangan bisa menyebabkan bencana
kebakaran pada hutan. Setelah habis dengan api, tidak banyak yang
bisa dilakukan oleh manusia untuk memperbaikinya.
3) Program Pembangunan
Dalam melaksanakan program pembangunan untuk mendirikan
kawasan pemukiman, shopping mall, perkebunan, dan lain-lain,
manusia malah sering mengorbankan hutan. Hutan dan pohon ditebang
demi kepentingan pembangunan pribadi. Hal seperti ini harus segera
dihentikan. Pelaku harus diberi hukuman seberat-beratnya agar
menjadi jera dan tidak lagi mengeksploitasi hutan.

b. Eksploitasi Sumber Daya Alam


Eksploitasi sumber daya alam adalah perbuatan mengambil sumber
daya alam dengan berlebihan demi keuntungan sebesar-besarnya yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Eksploitasi sumber daya

8
Simarmata, S. R., & Haryono, H. (1986). Volume dan Klasifikasi Limbah Eksploitasi Hutan. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan, 3(1), 27-31.
alam biasanya menghasilkan dampak kerusakan berat terhadap lingkungan dan
juga anomali global warming dan juga cuaca ekstrim.
Indonesia dikaruniai keanekaragaman hayati yang melimpah.
Indonesia memiliki 47 jenis ekosistem dan 17% dari spesies flora fauna di
dunia ada di Indonesia. Untuk itu, menjaga sumber daya alam ini merupakan
hal yang penting untuk dilakukan. Terus menerus mengeksploitasi sumber
daya alam malah bisa membuat keanekaragaman hayati ini berkurang. 9
Kegiatan mengambil sumber daya alam khususnya di hutan dengan
berlebihan demi keuntungan sebesar besarnya tanpa memperdulikan dampak
yang dapat terjadi, sehingga menghasilkan kerusakan berat terhadap
lingkungan bahkan iklim.

Beberapa bentuk eksploitasi sumber daya alam adalah sebagai berikut :

1) Pembakaran hutan berskala besar untuk kepentingan membuka lahan


kelapa sawit. Hal ini menimbulkan kerusakan habitat hewan dan
tanaman dan dapat mengakibatkan bencana alam.

2) Menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak atau kimia yang


akhirnya merusak habitat ikan dan lingkungan lebih luas.

3) Membangun tambang-tambang liar tanpa ijin dari pihak berwenang


untuk mengeruk sumber daya alam. Misalnya tambang batu bara,
tambang pasir, tambang emas, dan lain-lain.

c. Eksploitasi Hewan
Eksploitasi hewan adalah suatu tindakan yang memanfaatkan para satwa
hewan demi memperoleh berbagai keuntungan pribadi tanpa memikirkan
berbagai dampak yang akan terjadi pada hewan tersebut.10
Saat ini, telah banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa apa yang
dilakukannya dapat dikatakan sebagai tindakan eksploitasi hewan dan hal ini

9 Ilyasa, F., Zid, M., & Miarsyah, M. (2020). Pengaruh eksploitasi sumber daya alam perairan terhadap
kemiskinan pada masyarakat nelayan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Lingkungan Dan Pembangunan, 21(01), 43-58.
10
ISMANTARA, Stefany, et al. Kajian Penegakan Hukum Terhadap Tindakan Penganiayaan Hewan
Dan Eksploitasi Satwa Langka. Prosiding SENAPENMAS, 2021, 1189-1198.
telah terjadi selama beberapa dekade. Berikut di bawah ini adalah beberapa
contoh eksploitasi hewan yang tidak disadari :
1) Atraksi sirkus hewan, di mana hewan tidak dirawat dengan baik dan
terus disuruh bekerja untuk mendapatkan keuntungan.
2) Topeng monyet, salah satu atraksi yang mungkin sering terlihat di jalan
raya. Sejak tahun 2020, atraksi topeng monyet ini sudah dilarang.
3) Kekerasan terhadap hewan untuk dijadikan konten semata supaya jadi
lebih terkenal.
4) Tidak memberi makan hewan peliharaan.
5) Perdagangan satwa secara liar, di mana orang-orang memaksa hewan
untuk bereproduksi menghasilkan keturunan yang lucu. Anak-anak itu
dijual kembali dengan harga tinggi.

Menurut jurnal Dialektika Hukum Vol. 1 No. 2 karya Andika Sandi Irawan
dan Indah Dwiprigitaningtias, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah dasar hukum yang
digunakan untuk tindak eksploitasi hewan di Indonesia.

E. Dampak Eksploitasi

Dibandingkan dengan komponen biotik lainnya, manusia merupakan jenis


organism yang memiliki pengaruh yang kuat di bumi ini. Kemampuan manusia
untuk beradaptasi dengan lingkungan dan mengubah lingkungan sesuai dengan
yang diinginkannya, menyebabkan populasi manusia meningkat dengan cepat. 11
Sikap manusia yang cendrung merusak lingkungan, seperti membakar hutan,
memberantas hama dan bahan kimia, mengubah berbagai ekosistem alami menjadi
ekosistem buatan, memberikan dampak negative pada ekosistem. Berikut ini akan
dijelaskan berbagai dampak negative terhadap ekosistem akibat eksploitasi
berlebihan oleh manusia.
a. Fragmantasi dan Degradasi Habitat
Meningkatkan populasi penduduk dunia menyebabkan semakin banyak
lahan yang dibutuhkan untuk mendukung kesejahteraan manusia, seperti

11 Pusawidjayanti, K. (2021). PENGARUH EKSPLOITASI BERLEBIHAN POPULASI PREY PADA


MODEL PREDATOR PREY HOLLING II, PEMANENAN DAN PERLINDUNGAN PREY. MAp
(Mathematics and Applications) Journal, 3(2), 122-126.
yang dibutuhkan untuk mendukung kesejahteraan manusia, seperti lahan
untuk pertanian, tempat tinggal, industri dan sebagainya.
Fragmentasi habitat misalnya terjadi pada kawasan yang ditebang atau
dirambah, sehingga menyisakan kawasan hutan kecil. Hutan yang ditebang
atau dirambah memberikan dampak antara lain perubahan pada struktur
komunitas hutan dan kematian pohon yang berada di pinggiran hutan akibat
tingginya paparan angin dan cahaya matahari.
Fragmentasi dan degradasi habitat menyebabkan munculnya masalah
lain seperti kematian organism karena hilangnya sumber makanan dan
tempat tinggal dan menurunnya keanekaragaman sumber makanan dan
tempat tinggal dan menurunnya keanekaragaman spesies pada habitat
tersebut.

b. Tergantungnya Aliran Energi di Dalam Ekosistem


Ekosistem alami yang dirusak dan diubah menjadi ekosistem buatan
dapat menyebabkan terjadinya perubahan aliran energy dalam ekosistem
tersebut. Contohnya, ketika proses penebangan atau pembakaran hutan
selesai, maka kawasan hutan kemudian ditanami dengan satu jenis
tumbuhan (sistem monokultur).
Hal tersebut menyebabkan aliran energy yang semula bersifat komleks,
yaitu antara berbagai jenis produsen (pohon-pohon besar dan kecil),
konsumen (berbagai macam hewan), detritivora (jamur, bakteri, dan
sebagainya), menjadi aliran energy yang lebih sederhana, yaitu satu jenis
produsen (contohnya padi), beberapa konsumen, dan detrivor.

c. Resistensi Beberapa Spesies Merugikan


Penggunaan pestisida dan abiotik secara berlebihan untuk membunuh
populasi organisme yang merugikan (hama atau pathogen) dapat
menyebabkan munculnya populasi organisme yang kebal terhadap
pestisida dan antibiotik tersebut. Hama yang tidak atau kurang sensitif
(kebal) terhadap pestisida jenis tertentu dapat bertahan dari penggunaan
pestisida tersebut.
Demikian juga adanya jika antibiotik digunakan secara berlebihan, yaitu
dalam dosis yang terlalu tinggi atau frekuensi yang terlalu sering. Populasi
spesies patogen yang dapat bertahan dari dosis antibiotik tersebut akan
berkembang biak menghasilkan populasi spesies patogen yang kebal.

d. Hilangnya Spesies Penting di Dalam Ekosistem


Setiap organisme memiliki peran penting di dalam suatu ekosistem.
Contohnya, di dalam ekosistem sawah, hilangnya keberadaan predator
seperti burung, ular, dan sabagainya dapat meningkatkan populasi organism
lain, misalnya tikus makan padi akan menurun dan hasil panen akan
berkurang.

e. Berkurangnya Sumber Daya Alam Terbaharui


Kayu, tanduk, gading, dan sebagainya merupakan sumber daya alam
yang dapat diperbaharui. Walaupun memiliki sifat dapat diperbaharui,
penggunaan dan eksploitasi secara berlebihan dapat menurunkan jumlah
dan kualitas baik semakin berkurang. Hal tersebut menyebabkan kualitas
kayu dan tingkat regenerasi semakin menurun.

Perubahan Iklim

1. Pengertian

Iklim merupakan rata-rata cuaca yang juga menjadi penanda keadaan atmosfer
dalam suatu kurun waktu tertentu. Iklim juga didefinisikan sebagai ukuran variabilitas
kuantitas serta rata-rata yang relevan dari sebuah variabel tertentu yaitu curah hujan,
temperatur, atau angin pada suatu periode tertentu, yang umumnya merentang dari
bulan hingga tahunan atau bahkan hingga jutaan tahun. Iklim sendiri berubah secara
terus menerus karena adanya interaksi antara suatu komponen dan faktor eksternal
misalnya saja pada erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, serta faktor-faktor yang
disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pada perubahan penggunaan lahan serta
penggunaan bahan bakar fosil.
Perubahan iklim adalah perubahan dalam kondisi cuaca jangka panjang di seluruh
dunia, termasuk perubahan suhu udara, pola curah hujan, dan intensitas cuaca ekstrem
seperti badai dan banjir. Perubahan iklim disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah
kaca seperti karbon dioksida (CO2) dan metana ke atmosfer, yang terutama berasal dari
kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi. Perubahan
iklim dapat menyebabkan efek ekologi dan ekonomi yang serius, termasuk kenaikan
permukaan laut, kekeringan, banjir, dan penurunan produktivitas pertanian.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri mengungkapkan perubahan
iklim disebabkan oleh aktivitas manusia baik itu secara langsung maupun tidak
langsung hingga kemudian mengubah variabilitas iklim alami dan komposisi dari
atmosfer global pada suatu periode waktu yang dapat diperbandingkan.
Komposisi atmosfer global ini diantaranya komposisi material atmosfer bumi
berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang terdiri dari atas Nitrogen, Karbon Dioksida,
Metana, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya, Gas Rumah Kaca sendiri dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi
tetap dalam keadaan stabil. Meski demikian konsentrasi Gas Rumah kaca sendiri
kemudian kian meningkat dan membuat lapisan atmosfer menjadi semakin tebal.
Penebalan pada lapisan atmosfer ini kemudian menyebabkan sejumlah panas bumi
menjadi terperangkap di atmosfer dan menumpuk

2. Penyebab Perubahan Iklim

1) Efek Rumah Kaca

Gas Rumah Kaca sebagai penyebab perubahan iklim pertama dan berasal
dari gas-gas rumah kaca. Beberapa gas di atmosfer Bumi sendiri turut berperan
dalam hal ini, misalnya pada kaca di rumah yang memerangkap panas matahari
kemudian menghentikannya agar tidak bocor kembali ke angkasa. Banyak dari
gas-gas ini terjadi secara alami, meski berbagai aktivitas manusia disekitarnya
meningkatkan konsentrasinya di atmosfer, khususnya pada metana, karbon
dioksida (CO2), gas berfluorinasi CO2 dan dinitrogen oksida sebagai gas rumah
kaca yang paling umum diproduksi oleh aktivitas manusia serta bertanggung
jawab atas 64% pemanasan global buatan manusia. Konsentrasinya di atmosfer
saat ini adalah 40% lebih tinggi jika dibandingkan saat industrialisasi dimulai
dahulu, Gas rumah kaca lainnya sendiri dipancarkan dalam jumlah yang lebih
kecil, tetapi mereka memerangkap panas jauh lebih efektif dibanding CO2, serta
dalam beberapa kasus ribuan kali lebih kuat. Metana ini bertanggung jawab atas
nitro oksida sebesar 6% dan 17% pemanasan global buatan manusia.

2) Peningkatan Emisi

Penyebab perubahan iklim yang kedua berasal dari peningkatan emisi yang
diakibatkan oleh ulah manusia, misalnya saja pada Pembakaran minyak, batu
bara, dan gas yang akan menghasilkan dinitrogen oksida dan karbon dioksida.
Ha ini juga disebabkan oleh deforestasi atau penebangan hutan. Pohon sendiri
membantu mengatur iklim dengan menyerap CO2 dari atmosfer. Karenanya
saat terjadi penebangan, efek menguntungkan kemudian hilang dan karbon yang
tersimpan di pohon akan dilepaskan ke atmosfer, dan menambah efek rumah
kaca di bumi. Selain itu peningkatan emisi juga disebabkan oleh meningkatnya
jumlah peternakan, khususnya pada Sapi dan domba, dimana keduanya
menghasilkan metana dalam jumlah besar saat mencerna makanan.Tak hanya
itu pupuk yang mengandung nitrogen juga menghasilkan emisi nitro oksida,
Gas-gas ini berfluorinasi hingga kemudian menghasilkan efek pemanasan yang
sangat kuat, yaitu hingga 23.000 kali lebih besar dibanding CO2.

3) Pemanasan Global

Penyebab perubahan iklim lainnya berasal dari aktivitas pemanasan global.


Pembangkit listrik dan instalasi industri lainnya ialah penghasil CO2 utama.
Suhu rata-rata global saat ini sendiri adalah 0,85ºC lebih tinggi jika
dibandingkan dengan akhir abad ke-19. Masing-masing dari tiga dekade
terakhir ini sendiri telah lebih hangat dibandingkan dekade sebelumnya sejak
pencatatan mulai dilakukan yaitu pada tahun 1850an. Para ilmuwan iklim
terkemuka mengemukakan pendapatnya mengenai penyebab pemanasan global
adalah aktivitas manusia. Hal ini sendiri telah diamati sejak pertengahan abad
ke-20. Peningkatan 2°C dibanding suhu pada masa pra-industri ini dinilai para
ilmuwan sebagai ambang batas. Di mana kemudian terdapat risiko yang jauh
lebih tinggi bahwa perubahan yang berbahaya serta berbagai bencana di
lingkungan global kemungkinan akan terjadi. Karenanya hingga saat ini banyak
diantara negara lain telah menanamkan kepada warganya tentang pentingnya
menjaga pemanasan dibawah 2°C.

4) Perubahan Orbit Bumi

Penyebab terjadinya perubahan iklim selanjutnya berasal dari orbit bumi


yang mengalami perubahan. Dalam 800.000 tahun terakhir, terdapat siklus
alami dalam iklim Bumi di antara zaman es serta periode interglasial yang lebih
hangat. Usai zaman es terakhir di 20.000 tahun yang lalu, suhu global kemudian
naik rata-rata sekitar 3°C – 8°C dalam kurun waktu 10.000 tahun terakhir.
Peneliti juga menghubungkan kenaikan suhu dalam 200 tahun terakhir ini
dengan kenaikan level CO2 di atmosfer. Tingkat gas rumah kaca ini sendiri kini
telah berada jauh di atas siklus alami dalam kurun waktu 800.000 tahun terakhir.
Orbit bumi yang berada di sekitar matahari adalah lingkaran bukannya elips.
Kadang ia hampir melingkar dimana jarak Bumi berada kira-kira sama dari
Matahari saat ia bergerak mengelilingi orbitnya. Pada waktu lainnya elips lebih
menonjol hingga Bumi bergerak lebih dekat dan jauh dari matahari saat
mengorbit. Saat Bumi lebih dekat ke matahari sendiri, iklim kemudian akan
menjadi lebih hangat.

3. Dampak Perubahan Iklim

1) Kepunahan Ekosistem

Kemungkinan terjadinya kepunahan ekosistem yaitu pada spesies hewan dan


tumbuhan adalah 20-30 persen hal ini terjadi jika bertambah CO2 di atmosfer
serta kenaikan suhu rata-rata global sebanyak 1,5-2,5 derajat Celcius, yang
kemudian akan turut meningkatkan tingkat keasaman laut. Hal ini kemudian
akan berdampak negatif terhadap para organisme-organisme laut seperti
misalnya pada terumbu karang, hingga berbagai spesies yang hidupnya
bergantung terhadap organisme tersebut.

2) Pangan dan Hasil Hutan


Diperkirakan produktivitas pertanian yang berada di daerah tropis akan
mengalami penurunan jika terjadi kenaikan suhu rata-rata global di antara 1-2
derajat Celcius, hingga kemudian meningkatkan resiko bencana kelaparan.
Meningkatnya frekuensi banjir serta kekeringan kemudian akan memberi
dampak buruk terhadap produksi lokal utamanya pada penyediaan pangan pada
area tropis dan subtropis. Jika perubahan iklim kemudian terjadi, maka hasil
panen akan turut menurun pula, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Berbagai dampak perubahan iklim ini juga dibahas pada buku Educomics Plants
Vs Zombies: Cuaca Dan Iklim yang dikemas melalui ilustrasi sehingga lebih
mudah dimengerti. Sebagian tanaman sendiri sangat mungkin hancur, hingga
kian sulit menghasilkan tanaman pangan yang baik. Tingkat kesuburan sebagian
tanah yang berkurang juga membuatnya tak dapat lagi dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian. Efeknya terhadap petani adalah kian sulitnya mendapatkan
makanan. Sehingga sebagian dari warganya kemudian terpaksa harus berpindah
ke area lain. Petani-petani nantinya menjadi harus berebut untuk mendapatkan
lahan yang subur. Sementara untuk area hutan dimana sebagian besar wilayah
Kalimantan kemudian terdiri dari hutan penghasil kayu, makanan, serta produk-
produk lainnya, sebut saja rotan. Hutan juga turut membantu dalam mencegah
terjadinya polusi air hingga menghambat terjadinya erosi. Hutan membantu
menyimpan pasokan air hal ini dikarenakan hutan akan menyerap air hujan pada
musim penghujan dan membantu melepaskannya di musim kemarau. Hutan
berfungsi sebagai rumah bagi banyak hewan liar, mulai dari serangga, burung,
hingga berbagai tanaman. Keanekaragaman hayati ini sendiri sangatlah penting
bagi sistem alami yang kemudian akan membuat lingkungan berfungsi dengan
baik. Terjadinya perubahan iklim akan memberi dampak yang buruk pada
kondisi hutan, tak hanya itu jumlah makanan serta produk hutan pun akan terus
mengalami penurunan. Manusia yang menjual hasil hutan menjadi kian merugi.
Selain itu Fungsi hutan dalam hal pengatur sistem hidrologi dan penyaring air
akan kian melemah. Kuantitas air tanah juga akan berkurang dengan kualitas air
yang terus menurun. Dengan terus berkurangnya keanekaragaman hayati,
sistem alami tak lagi berjalan secara efektif. Tanaman akan kian menderita hal
ini dikarenakan perubahan iklim yang juga meningkatkan jumlah penyakit dan
hama.
3) Pesisir dan dataran rendah

Daerah pantai akan kian rentan terhadap naiknya permukaan air laut dan erosi
pantai. Kerusakan pesisir ini sendiri kemudian akan diperparah oleh berbagai
tekanan manusia di daerah pesisir. Diperkirakan pada tahun 2080 nanti sekitar
jutaan orang akan terkena banjir setiap tahun diakibatkan oleh naiknya
permukaan air laut. Resiko terbesar yang akan dihadapi adalah padat
penduduknya area di dataran rendah dengan tingkat adaptasi yang rendah.
Selain itu sesungguhnya penduduk yang paling terancam ialah yang berada di
Afrika dan delta-delta Afrika, Asia serta para penduduk yang bermukim di
pulau-pulau kecil.

4) Sumber dan Manajemen air tawar

Hingga saat ini rata-rata ketersediaan air di daerah subpolar, aliran air sungai
dan daerah tropis basah diperkirakan akan mengalami peningkatkan sekitar 10-
40 persen. Sementara pada daerah subtropis dan daerah tropis yang kering, air
kemudian akan mengalami pengurangan sekitar 10-30% hingga akhirnya
berbagai daerah yang kini mengalami kekeringan kemudian akan semakin
menjadi parah kondisinya.

5) Industri, permukiman dan masyarakat

Industri, permukiman serta masyarakat yang kian rentan umumnya berada


di daerah bantaran sungai dan pesisir serta mereka yang tingkat
perekonomiannya terkait erat dengan keberadaan sumber daya yang sensitif
terhadap iklim, juga ia yang tinggal di daerah-daerah yang sering dilanda
berbagai bencana ekstrim, dimana urbanisasi biasanya kemudian berlangsung
dengan sangat cepat. Komunitas dengan ekonomi kebawah sendiri sangat rentan
karena kapasitas adaptasi yang mereka miliki terbatas, dan kehidupannya yang
sangat tergantung pada sumberdaya, dimana Sumber Daya ini keberadaannya
sangat mudah terpengaruh oleh iklim dan persediaan makanan juga air.
Temukan pula pembahasan lebih lanjutnya pada buku Kebijakan Fiskal,
Perbahan Iklim, dan Keberlanjutan Pembangunan.
6) Kesehatan

Penduduk yang kapasitas beradaptasinya rendah akan kian rentan terhadap


berbagai penyakit yang melanda, umumnya adalah gizi buruk, diare, dan
berubahnya pola distribusi pada penyakit-penyakit yang ditularkan dari
berbagai hewan khususnya serangga.

4. Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Menanggulangi Perubahan Iklim

1) Sektor Energi

Pada sektor energi yang bisa dilakukan adalah mengurangi subsidi bahan
bakar fosil, Pajak karbon yang digunakan untuk bahan bakar fosil, serta
menggalakan kebiasaan menggunakan energi terbarukan, tak lupa penetapan
harga listrik bagi energi terbarukan, juga subsidi bagi para produsen.

2) Sektor Transportasi

Pada suatu sektor transportasi adalah dengan menggalakan penggunaan


biofuel, mewajibkan penggunaan bahan bakar dengan standar CO2 untuk alat-
alat transportasi di jalan raya, STNK, Pajak unstuck plebeian endbrain, tarif
penggunaan jalan serta parker. Tak lupa juga merancang suatu kebutuhan
transportasi dengan sebelumnya melalui regulasi penggunaan lahan dan
perencanaan infrastruktur yang baik, terakhir adalah berupaya lebih memilih
menggunakan transportasi tak bermotor serta menggunakan fasilitas angkutan
umum.

3) Sektor Gedung

Menerapkan standar dan label terhadap berbagai peralatan, regulasi gedung


dan sertifikasi termasuk diantaranya dalam percontohan pemerintah pada
pengadaan, insentif yang diberikan kepada perusahan di bidang energi.
Apalagi sekitar 70% penggunaan energi, berasal dari konstruksi dan bangunan
yang menyumbang 39% dari emisi karbon dioksida, selain itu dalam kurun
waktu 15 tahun mendatang infrastruktur perkotaan ini akan dibangun, seiring
dengan semakin cepatnya proses migrasi dari desa ke kota (atau sebaliknya).
Selain itu yang sama pentingnya adalah memperbaiki bagaimana kualitas
bangunan yang didirikan, meningkatkan standar bangunan, serta memikirkan
kembali perencanaan kota seperti misalnya saja memberikan insentif untuk
mini-grid solutions. Tak hanya itu sama pentingnya mengatasi CF11, emisi
metana, dan nitrooksida yang diinduksi oleh manusia hingga kemudian
menemukan solusi yang lebih cerdas untuk pemanasan, pendinginan, dan
pengelolaan limbah.

4) Sektor Industri

Memberlakukan standar pada subsidi, pajak untuk kredit juga perjanjian


sukarela. Pada sektor pertanian sendiri sebaiknya diberikan Insentif finansial
serta regulasi-regulasi yang akan memudahkan dalam memperbaiki
manajemen lahan, irigasi yang efisien, penggunaan pupuk serta
mempertahankan kandungan karbon dalam tanah.

5) Sektor Kehutanan

Insentif finansial dalam hal internasional juga nasional memiliki berbagai


tujuan diantaranya mempertahankan lahan hutan, manajemen hutan,
memperluas area kehutanan, hingga mengurangi deforestasi atau penebangan
liar yang kerap terjadi. Regulasi pemanfaatan lahan serta penegakan regulasi
tersebut.
Melindungi dan memulihkan hutan tropis. Tanam triliunan pohon untuk
meningkatkan ketahanan pangan, menyelamatkan keanekaragaman hayati,
membantu mengurangi CO2, membuka mata pencaharian serta menolong
ekonomi pedesaan. Dalam melakukan hal ini, sangat perlu peningkatan
investasi yang gunanya mengurangi separuh pembabatan hutan tropis pada
tahun 2020, menghentikan deforestasi secara global pada tahun 2030 serta
mengumpulkan sekitar US$ 50 miliar per tahun dalam kebutuhannya
mencapai target 350 juta hektar hutan serta restorasi bentang alam di tahun
2030 sejalan dengan berlangsungnya Bonn Challenge. Hingga saat ini, 168
juta hektar restorasi kemudian telah dijanjikan oleh 47 negara. Sangat perlu
menanam lebih banyak pohon di padang rumput juga lahan tanah pertanian
tak lupa pentingnya pemulihan lahan gambut.

6) Sektor Pertanian dan Makanan

Menurut Emissions Gap Report 2018 dari UN Environment, sistem pangan


dari produksi hingga konsumsi berpotensi mengurangi hingga 6,7 gigaton
CO2. Pangan menduduki urutan kedua setelah sektor energi.Manusia
membutuhkan transformasi pangan global dalam 12 tahun ke depan, di mana
limbah makanan dikurangi, serta menjalankan diet dan pola hidup sehat
melalui penurunan asupan protein hewani, menurut badan PBB ini. UNEP
menambahkan, penduduk dunia juga perlu memberi insentif pada pertanian
agar lebih tanggap terhadap iklim dan berkelanjutan, serta mengakhiri situasi
pangan yang tidak adil saat ini di mana lebih dari 820 juta orang kekurangan
gizi.

BAB III

PENUTUPAN

A.Kesimpulan
Makhluk hidup di dunia ini sangat beragam keanekaragaman makhluk hidup tersebut
disebut dengan sebutan keanekaragaman hayati atau biodiversita. Setiap sistem lingkungan
memiliki keanekaragaman hayati yang berbeda. Keanekaragaman hayati ditunjukkan oleh
adanya berbagai variasi bentuk, ukuran, warna, dan sifat-sifat dari makhluk hidup lainnya dan
semua kehidupan di atas bumi ini baik tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme serta
berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keaneka-ragaman system ekologi di mana
mereka hidup.

Oleh karna itu perlu kita jaga dan lestariakn keanekaragaman hayati (biodiversitas) ini.
Dengan keanegaragaman yang sangat banyak serta luas terdapat juga suatu factor atau
penyebab kenapa Biodiversitas (keanekaragaman hayati) bisa mengalami kerusakan atau
bahkan hilang akan keanekaragamannya, yaitu faktor hilangnya habitat, pencemaran tanah,
udara, dan air, perubahan iklim, eksploitasi tanaman dan hewan secara berlebihan, adanya
spesies pendatang (masuknya JAI), dan faktor industrialisasi pertanian dan hutan.

B. Saran

Dengan ditulisnya makalah ini, kami sebagai penulis berharap jika semua mahasiswa dapat
memahami tentang kerusakan habitat sehingga bisa mencegah hal tersebut terjadi di
lingkungan terdekat. Sebab manusia mempunyai tanggung jawab besar untuk itu, termasuk
keberlangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Dengan menjaga kelestarian habitat hal itu
sama saja dengan menjaga keseimbangan ekosistem maupun kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

Ilyasa, F., Zid, M., & Miarsyah, M. (2020). Pengaruh eksploitasi sumber daya alam perairan
terhadap kemiskinan pada masyarakat nelayan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Lingkungan
Dan Pembangunan, 21(01), 43-58.

ISMANTARA, Stefany, et al. Kajian Penegakan Hukum Terhadap Tindakan Penganiayaan


Hewan Dan Eksploitasi Satwa Langka. Prosiding SENAPENMAS, 2021, 1189-1198.

Simarmata, S. R., & Haryono, H. (1986). Volume dan Klasifikasi Limbah Eksploitasi
Hutan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 3(1), 27-31.

Pusawidjayanti, K. (2021). PENGARUH EKSPLOITASI BERLEBIHAN POPULASI PREY


PADA MODEL PREDATOR PREY HOLLING II, PEMANENAN DAN
PERLINDUNGAN PREY. MAp (Mathematics and Applications) Journal, 3(2), 122-
126.

Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang. 112Santiyono, 1994. Biologi
I untuk Sekolah Menengah Umum, penerbit

Erlangga Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.

Aldrian, dkk. (2011). Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia (PDF). Jakarta:
Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. hlm. 39.

Hindarto, dkk. (2018). #pasarkarbon: Pengantar Pasar Karbon untuk Pengendalian Perubahan
Iklim. Jakarta Pusat: PMR Indonesia. hlm. 8.

Purbo, dkk. (2016). Perubahan Iklim, Perjanjian Paris dan Nationally Determined
Contribution. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. hlm. 5. ISBN 978-602-74011-1-2. Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2020-09-28. Diakses tanggal 2020-12-29.
Gunawan, D., dan Kadarsah (2013). Gas Rumah Kaca dan Perubahan Iklim di
Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika. hlm. 63. ISBN 978-602-1282-02-1.

Antung Deddy Radiansyah, Adi Susmianto, Dkk. Strategi Nasional dan Arahan Rencana Aksi
Pengelolaan Jenis Asing Invasif di Indonesia. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan
Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia ISBN : 978-602-72942-2-6

Priyaji Agung Pambudi, Tommy Hendra Purwaka. ANALISIS KEBIJAKAN PENYEDIAAN


LAHAN BAGI PEMBANGUNAN DENGAN KEWAJIBAN PENANGGULANGAN
DAN PENCEGAHAN DINAMIKA TUMBUHAN INVASIF DI INDONESIA.
EnviroScienteae Vol. 15 No. 3, November 2019 Halaman 380-389

Agus Sayfulloh , Melya Riniarti, Trio Santoso. Jenis-Jenis Tumbuhan Asing Invasif di Resort
Sukaraja Atas, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jurnal Sylva Lestari ISSN (print)
2339-0913 Vol. 8 No. 1, Januari 2020 (109-120)

Anda mungkin juga menyukai