Anda di halaman 1dari 2

Frater Richard

REFLEKSI BULAN FEBRUARI 2020

TOP SEMINARI STELLA MARIS

Banyak kegiatan yang telah dilakukan selama menjalani Tahun Orientasi Pastoral di

Seminari Menengah Stella Maris, khususnya pada bulan februari tahun ini. Kegiatan itu tentunya

menjadi bahan refleksi bagi saya sendiri. Mulai dari memberi rekoleksi kepada anak-anak

sekolah dasar sampai dengan kegiatan yang memakan cukup banyak waktu, tenaga, dan pikiran

yakni tahbisan diakonat. Dari beberapa kegiatan yang telah dilalui pada bulan ini, bagi saya yang

terpenting adalah hidup berkomunitas. Komunitas berasal dari bahasa Latin ‘communitas’ yang

berarti kesamaan, yang kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik,

dibagi oleh semua atau banyak”. Dari pengertian ini, suatu komunitas pasti tidak lepas dari hidup

bersama. Begitu pula di seminari ini, yang terdiri dari 87 seminaris, selalu bertemu setiap hari

bahkan setiap waktu. Tidak mengherankan kalau-kalau diantara mereka sendiri ada yang

berselisih pendapat, beradu argumen, atau mungkin bahkan beradu fisik hanya karena masalah

sepele. Semua ini pastinya tak terhindarkan karena mereka hidup bersama.

Suka, duka, bahagia, kesal, haru, bangga, kecewa, semua emosi pasti akan selalu ada di

dalam suatu komunitas. Dari makna komunitas sendiri, komunitas merupakan sebuah

identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional

Kekuatan pengikat suatu komunitas, yang terutama, adalah kepentingan bersama dalam

memenuhi kebutuhan kehidupan sosialnya. Disamping itu secara fisik suatu komunitas biasanya

diikat oleh batas lokasi atau wilayah geografis. Masing-masing komunitas, karenanya akan

memiliki cara dan mekanisme yang berbeda dalam menanggapi dan menyikapi keterbatasan

yang dihadapainya serta mengembangkan kemampuan kelompoknya. Maka dinamika kehidupan


Frater Richard

suatu komunitas merupakan suatu hal yang wajar karena secara kronos atau urutan waktu, pasti

selalu ada kegiatan yang dimana membuat komunitas ini sendiri menjadi bermakna.

Cukup banyak dinamika kegiatan yang saya jalani selama tinggal di seminari ini. Mulai

dari rutinitas harian, belajar-mengajar, kerja harian, sampai dengan kegiatan khusus yang

diadakan seminari ini seperti nonton bersama, rekoleksi, tugas koor dan lain-lain. Memang tidak

semua kegiatan seminari diikuti sepenuhnya oleh saya karena hal tersebut merupakan soal

kuantitas. Saya lebih cenderung melihat bagaimana saya dapat merefleksikan kegiatan yang saya

jalani dan melihat bagaimana perkembangan diri saya selama hidup di komunitas ini.

Hidup bersama juga memiliki beberapa kendala. Tidak banyak kendala yang saya hadapi,

mungkin saya masih perlu beradaptasi di seminari ini, karena seseorang yang dapat mudah

beradaptasi tidak tergantung dari lamanya waktu, tetapi bagaimana ia dapat mengatasinya. Untuk

masalah kendala, mungkin memang tak banyak dan sama seperti kendala-kendala sebelumnya

yang pernah saya alami. Kendala tersebut hanya ada pada beradaptasi dengan pribadi yang

beragam, yang memiliki corak kepribadian yang berbeda-beda.

Memang tidak butuh waktu yang singkat untuk beradaptasi. Seperti ada pepatah

mengatakan ‘dimana langit dijunjung disitu bumi dipijak’, yang menjadi acuan etika saya selama

hidup di seminari. Hal ini tentunya memudahkan saya untuk bersosialisasi dengan para seminaris

yang lainnya. Kemudian saya berusaha untuk mengenal lebih dekat satu sama lain agar tercipta

suatu komunitas yang harmonis dan selaras dengan visi dan misi Keuskupan Bogor, terutama

untuk pengenalan saya akan hidup berpastoral nantinya pada saat saya ditempatkan entah itu

kembali di seminari, ataupun di paroki.

Anda mungkin juga menyukai