Anda di halaman 1dari 3

SINODE: SEMANGAT EKUMENISME “RENDAH HATI” SEBAGAI PANGGILAN

DARI DALAM DAN KE LUAR DI DUNIA


Bartholomeus Richard Patty
Pengantar
Kata “Sinodalitas” dalam sebuah sinode mengacu pada cara sinode-sinode ini
membuat keputusan. Ini adalah model yang bekerja dengan mendengarkan banyak orang dan
kemudian mendiskusikan masalah bersama dengan tujuan mendengar dimana Roh Kudus
bekerja dalam Gereja Universal. Secara praktis, kata Paus Fransiskus, ini berarti tidak
memasuki diskusi dengan gagasan bahwa akan ada “pemenang” yang mendapatkan apa yang
mereka inginkan dan “pecundang” tetapi berbicara dengan parrhesia (kata Yunani yang
muncul dalam Perjanjian Baru dan berarti "keterusterangan", "keberanian" atau
"keberanian"), mendengarkan dengan rendah hati dan terbuka terhadap gagasan orang lain.
Dalam surat bersama tertanggal 28 Oktober 2021, Kardinal Kurt Koch, Presiden
Dewan Kepausan untuk Memajukan Persatuan Umat Kristiani (Promoting Christian Unity),
dan Kardinal Mario Grech, Sekretaris Jenderal Sinode Para Uskup, berbicara kepada para
Uskup yang bertanggung jawab atas ekumenisme dalam Konferensi Episkopal dan Sinode
Gereja Katolik Timur. Dalam surat itu, kedua Kardinal menawarkan saran-saran praktis yang
ditujukan untuk menerapkan dimensi ekumenis dari proses sinode di Keuskupan, Konferensi
Episkopal, dan Sinode Para Uskup. Vademecum menegaskan: “Dialog antara orang-orang
Kristen dari berbagai pengakuan, disatukan oleh satu baptisan, memiliki tempat khusus dalam
perjalanan sinode”. Dalam surat mereka, para Kardinal menulis: “Memang, sinodalitas dan
ekumenisme adalah proses ‘berjalan bersama’”. Faktanya, “karena ekumenisme dapat
dipahami sebagai 'pertukaran hadiah', salah satu hadiah yang dapat diterima umat Katolik dari
orang Kristen lainnya adalah pengalaman dan pemahaman mereka tentang sinodalitas”. 1
Ekumenisme adalah gerakan untuk membuka jalan menuju pada kesatuan Kristen.
Yesus mendirikan satu, gereja suci, katolik dan apostolik. Katolik dengan huruf besar "K"
digunakan sebagai kata benda yang tepat untuk menyebut Gereja Katolik. Dalam Aku
Percaya, kata katolik disebutkan dengan huruf kecil "k" yang berarti ekumenis, universal,
atau di seluruh negeri. Ekumenisme diperlukan karena terlepas dari kehendak Tuhan, kita
adalah sebenarnya orang-orang yang terpecah ketika secara individu dan kelompok tidak
mendengar Sabda Tuhan dan melakukan satu hal yang sama kepada kita masing-masing. Dan
ketika perpecahan naik ke tingkat yang membahayakan kesatuan gereja, konsili ekumenis
bisa menjadi pertemuan yang menjelaskan dan mengoreksi siapa kita dan apa yang kita
ajarkan dalam nama Yesus. Konsili ekumenis terakhir yang diadakan adalah Konsili Vatikan
II yang dibuka pada tahun 1962 dan ditutup pada tahun 1965. Ekumenisme mengingatkan
kita bahwa Yesus mendirikan satu gereja.
Mengatasi Kontradiksi Diri

1
Synod Vatican Press, “The Ecumenical Dimension of The Synodal Process”, Diakses 12 Maret, 2022,
https://www.synod.va/en/news/the-ecumenical-dimension-of-the-synodal-process.html.
Adanya kesatuan kristiani adalah karya Allah sendiri dalam konteks dialog ekumenis.
Tetapi jalan menuju kesatuan tersebut, manusia dapat mengupayakannya melalui gerakan
ekumenis yang kita buat. Gereja yang terpecah, bukan hanya gereja dengan tradisi atau
organisasi yang berbeda, tetapi gereja yang tidak dapat merayakan satu Ekaristi, atau
mengadakan konsili universal untuk menyelesaikan pertanyaan yang mendesak, adalah
sebenarnya gereja yang hidup dalam kontradiksi diri. 2 Berusaha untuk mengatasi kontradiksi
diri itu adalah tugas sekaligus menjadi misi yang diperlukan demi kredibilitas Injil yang kita
ajarkan dan upayakan untuk nantinya dibagikan kepada orang lain.
Kharisma dalam Kerendahan Hati
Saya teringat ketika beberapa waktu lalu, saya melihat sebuah video yang isinya
adalah semacam diskusi atau bahkan debat yang dilakukan oleh beberapa oknum umat
kristiani; dari beberapa orang Kristen Protestan dan satu orang yang dianggap sebagai
perwakilan dari Gereja Katolik. Dalam benak, saya memiliki keinginan untuk melakukan
debat semacam ini. Tetapi di lubuk hati, tampaknya tidak layak bagi saya untuk ‘jumawa’ di
depan orang lain, bahkan di depan sesama pengikut Kristus. Pun dalam beberapa pengalaman
ketika menghadapi umat di paroki ketika live-in, tidak jarang umat sepertinya, yang mungkin
secara tidak sadar ia lakukan, menyulut api perdebatan. Tentu saja pada waktu itu saya
spontan ‘mengalihkan’ pembicaraan itu ke topik yang lain. Bedanya, ketika itu saya bukan
tidak ingin terlihat jumawa, tetapi lebih merasa takut terpojokkan ketika tidak bisa menjawab
apa-apa.
Berbicara mengenai kerendahan hati, Filipi 2: 5-11 memberi tahu kita tentang
kerendahan hati Yesus. Yesus adalah Allah, namun karena kasih-Nya yang besar kepada kita,
Dia memilih untuk datang ke dunia sebagai manusia. Yesus bahkan memilih untuk menaati
Tuhan Bapa sampai mati dengan kematian yang ‘memalukan’ dan menyakitkan di kayu salib
untuk dosa-dosa kita. Yesus adalah teladan kerendahan hati yang sempurna, dan kita
dipanggil untuk mengikuti teladan-Nya. Tetapi, dapatkah kita mengikuti teladan-Nya dengan
sempurna? Tidak. Hanya Yesus yang bisa sangat rendah hati, tetapi karena kerendahan hati-
Nya, Dia menawarkan kepada kita keselamatan dan pengampunan untuk semua saat kita
tidak sempurna. Dia bahkan akan membantu kita hidup dengan kerendahan hati saat kita
memintanya. Meskipun kerendahan hati kita yang tidak sempurna tidak dapat membawa
keselamatan kepada orang lain, seperti yang dilakukan oleh kerendahan hati Yesus yang
sempurna, hal itu dapat membantu orang lain ingin mengetahui lebih banyak tentang Tuhan
kita.
Gerakan Ekumenisme Rendah Hati (Humility Ecumenism)
Saya melihat bahwa nampaknya nilai ini dapat menjadi salah satu kunci bagi upaya
ekumenis menuju kesatuan. Tetapi apa artinya rendah hati? Kerendahan hati adalah bebas
dari kesombongan dan tidak memikirkan diri sendiri terlebih dahulu. Ini juga terkait tentang
kesombongan. Kesombongan adalah ketika kita memikirkan diri kita sendiri terlebih dahulu,
berpikir kita dapat melakukannya sendiri atau mencoba mendapatkan sesuatu untuk diri kita

2
Antonia Pizzey. (2019). Receptive Ecumenism and the Renewal of the Ecumenical Movement: Brill's Studies in
Catholic Theology. Brill, Australia, 155.
sendiri karena kita pikir kita pantas mendapatkannya. Kesombongan itulah yang pada
akhirnya membawa kita pada dosa.
Semangat rendah hati sekiranya dapat dihidupi dalam banyak upaya ekumenisme.
Dalam dialog ekumenis dibutuhkan suatu ungkapan eksternal yakni melalui kasih
persaudaraan di antara umat kristiani. Kasih persaudaraan tentunya dilandasi dengan sikap
rendah hati, tidak berusaha untuk selalu berada di atas yang lain. Rendah hati dalam semangat
ekumenis tidak berikhtiar untuk ‘cari aman’ atau menghindari/kabur dari masalah. Sikap
rendah hati tidak mengaburkan kebenaran. Justru kebenaran menuntut sikap rendah hati.
Kerendahan hati adalah dasar kehidupan spiritual dan dasar cinta atau kasih itu sendiri.
Kerendahan hati bukanlah tentang merendahkan diri kita sendiri, tetapi mengakui tempat kita
dalam ciptaan, yang diciptakan dengan penuh kasih oleh Tuhan.
Melatih kerendahan hati memungkinkan alam semesta menjadi tempat yang jauh
lebih besar – begitu tak terbatas sehingga pengetahuan manusia tidak dapat menggapainya.
Dengan demikian, kerendahan hati mengakui bahwa semua upaya penafsiran, atau ekspresi
yang transenden, pasti tidak memadai. Tuhan berada di luar jangkauan kita. Kita terbatas dan
Tuhan tidak terbatas. Sebaliknya, dengan mengenali batasan pemahaman manusia,
kerendahan hati menunjukkan ketidakterbatasan Tuhan. Perspektif yang rendah hati,
mungkin yang mengejutkan, adalah salah satu dari keterbukaan yang tak terbatas, dan ini
bukanlah hal yang negatif.
Mengobarkan Spirit Rendah Hati dalam Dialog Ekumenis
Langkah selanjutnya adalah mewujudnyatakan apa yang telah kita terima.
Kerendahan hati adalah bagian dari rahmat Tuhan. Ia menjadi dasar dari banyak nilai
terutama kasih persaudaraan yang menjadi ‘ungkapan eksternal’ untuk apa yang dibutuhkan
dari upaya kesatuan kristiani. Bahkan semangat rendah hati dalam dialog ekumenis tidak
turut mengobarkan identitas diri. Pun dengan dialog yang didasarkan dari keyakinan bersama
untuk membersihkan kesalahpahaman dan mengkomunikasikan wawasan, semangat rendah
hati menjadi syarat utuh dan utama daripadanya.

Anda mungkin juga menyukai