Pendahuluan
Jika kita mendengar kata ‘spiritualitas’, kita dibawa pada suatu kenyataan bahwa di dalam
hidup, manusia selalu mencari ‘sesuatu di atas dirinya’ sebagai manusia. Hal ini disebabkan
karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa spiritual, sehingga manusia selalu memiliki
kecenderungan untuk menemukan jati dirinya dengan mengenali Sang Pencipta. Kita menyadari,
bahwa kita berasal dari Tuhan dan suatu saat akan kembali kepada Tuhan. Maka, di dalam hidup,
kita akan berusaha untuk mengenal diri sendiri dan Tuhan, dan di sinilah spiritualitas berperan
dalam kehidupan kita.
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat dan mengalami pergumulan untuk mencari
jati diri atau makna hidup, yaitu kebahagiaan. Dan karena asal dan tujuan hidup manusia adalah
Tuhan, maka di dalam pergumulan ini, banyak orang mengalami seperti yang dikatakan oleh
Santo Agustinus, “Hatiku tak pernah merasa damai sampai aku beristirahat di dalam Engkau, ya
Tuhan.” Tuhanlah sumber kebahagiaan kita dan Dia-lah yang memberi arti dan makna dari hidup
ini. Maka, hanya jika kita sampai kepada Tuhan, barulah kita benar-benar menemukan damai dan
pemenuhan makna hidup. Kesaksian dari banyak orang membuktikan hal ini: ada banyak orang
yang secara materiil tak kurang sesuatu apapun, tetapi tidak bahagia, sementara ada orang lain
yang hidup sederhana tetapi dapat sungguh berbahagia dan menikmati hidup. Pertanyaannya,
kenapa demikian?
Jawabannya jelas bahwa, spiritualitaslah yang membedakan kedua kelompok ini.
Spiritualitas di sini mengacu pada nilai-nilai religius dan etik yang mengarahkan tindakan
seseorang. Jika nilai-nilai yang dipegang tidak mengarah pada Tuhan, kebahagiaan yang dicapai
adalah ‘semu’ sedangkan jika nilai-nilai itu mengarah pada Tuhan, kebahagiaan yang diperoleh
adalah kebahagiaan sejati.
BAB I
SPIRITUALITAS KRISTIANI
1.1. Spiritualitas Kristiani adalah Spiritualitas Tritunggal Maha Kudus yang berpusat pada
Kristus
Orang Kristen percaya bahwa Allah Bapa menyatakan diri-Nya di dalam diri Yesus Kristus
PuteraNya ((Kristus dan Allah Bapa adalah satu (Yoh 10: 30; 14: 9-11) oleh kuasa Roh Kudus-
Nya. Oleh karena itu, spiritualitas Kristen bersumber pada Allah Tritunggal Maha Kudus, yang
berpusat kepada Kristus, Penyelamat kita, karena hanya di dalam nama Kristus kita diselamatkan
(Kis 4:12). Allah Bapa telah menciptakan kita sesuai dengan gambaran-Nya; dan menginginkan
agar kita selalu tinggal di dalam kasihNya yang tak terhingga sebagaimana ditunjukkan oleh
Kristus dengan wafat dan kebangkitanNya, untuk menghapus dosa-dosa kita (1 Yoh 4:10). Oleh
Kristus, kita diangkat menjadi anak-anak Allah (Rom 8:15). dan dipersatukan dengan Tuhan
sendiri; Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Jadi, ‘Komuni’ atau persatuan kudus kita dengan Allah Tritunggal adalah tujuan
hidup kita. Sekarang masalahnya adalah, apakah kalau kita percaya kepada Tuhan, otomatis kita
pasti bisa bersatu dengan Dia?
1) Kita harus menyadari, bahwa persatuan dengan Tuhan yang membawa kita pada
keselamatan adalah suatu karunia atau pemberian, bukan karena usaha manusia (Ef 2:8).
2) Karunia keselamatan tersebut diberikan oleh Kristus melalui wafatNya di salib,
kebangkitanNya dan kenaikanNya ke surga.
3) Misteri ini-lah yang sampai sekarang selalu dihadirkan kembali oleh Gereja Katolik,
melalui sakramen-sakramennya, terutama Sakramen Ekaristi, di mana kita dipersatukan
dengan Tubuh dan Darah Kristus, Jiwa dan Ke–ilahianNya. Persatuan atau komuni kudus
ini adalah cara yang dipilih Allah untuk mengangkat kita menjadi serupa dengan Dia.
Untuk maksud persatuan kudus inilah, Kristus mendirikan Gereja Katolik untuk
melanjutkan karya Keselamatan-Nya kepada dunia sampai kepada akhir zaman.
Dalam hal persatuan dengan Tuhan melalui misteri Keselamatan inilah, IMAN mengambil
peranan penting. Iman yang dimaksudkan disini adalah:
Kepercayaan subjektif bahwa pasti kita diampuni sehingga kita tidak perlu melakukan
sesuatu apapun sebagai konsekuensi, melainkan iman yang objektif, yang diawali
dengan pertobatan sejati dan diikuti dengan proses memperbaiki diri, yaitu suatu
perjuangan untuk semakin menjadikan diri kita semakin mirip dengan Tuhan yang
menciptakan kita.
Ketaatan iman (Rom 16:26; 1: 5) yang diberikan kepada Allah yaitu dengan cara
mempersembahkan ketaatan kita secara penuh yang mencakup kehendak dan akal budi,
dan dengan mematuhi dan menyetujui segala kebenaran yang dinyatakan oleh Tuhan
kepada kita. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada
Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akalbudi dan kehendaknya secara total
kepada Allah yang mewahyukan”.
Kebenaran yang dinyatakan oleh Kristus dilanjutkan oleh Gereja-Nya, Gereja Katolik,
sehingga ketaatan total kepada Tuhan membawa kita kepada ketaatan kepada Gereja.
Taat di sini tidak saja mencakup taat kepada Firman Tuhan yang tertera pada kitab suci,
tetapi juga kepada Gereja-Nya, karena keduanya sejalan dan tidak dapat dipisahkan.
Evaluasi:
1. Apa yang dimaksudkan dengan Spiritualitas Kristiani?
2. Jelaskan 3 dimensi Spiritualitas Kristen.
3. Jelaskan secara singkat ciri-ciri spiritualitas Kristen.