Anda di halaman 1dari 25

BAB II

1. Pengertian Spiritualitas Kristiani

Spiritualitas: jalan untuk memahami keberadaan dan kehidupan


manusia yang berkaitan dengan pencarian nilai-nilai luhur untuk
mencapai tujuan hidupnya.
Di dalam agama Kristiani, ‘jalan’ tersebut bukanlah berupa
peraturan-peraturan, melainkan berupa ‘Seseorang‘.
‘Seseorang’ :Yesus Kristus, Allah yang menjelma menjadi manusia.
Spiritualitas Kristiani tidak diawali dengan ide tentang Allah,
tetapi langsung berkaitan dengan iman akan Sabda Allah yang
menjadi manusia (Yoh 1:14), yaitu Yesus Kristus. Kristuslah
pemenuhan Rencana Keselamatan yang dijanjikan Allah. Karena
itu, kehidupan Spiritualitas Kristiani berpusat pada Kristus.
Spiritualitas Kristiani; pilihan yang kita ambil untuk “mengenal
dan bertumbuh” dalam hubungan sehari-hari dengan Tuhan
Yesus Kristus dengan menaklukkan diri kepada pelayanan Roh
Kudus, sebagai Roh Kristus sendiri, dalam kehidupan kita. Hal
ini berarti bahwa sebagai orang-orang percaya, kita
memutuskan untuk menjaga agar komunikasi kita dengan Roh
Kudus tetap terbuka melalui pengakuan dosa (1 Yoh. 1:9). Ketika
kita mendukakan Roh Kudus dengan berdosa (Ef. 4:30; 1 Yoh.
1:5-8), kita mendirikan penghalang antara kita dan Allah. Ketika
kita tunduk kepada pelayanan Roh Kudus, hubungan kita tidak
akan dipadamkan (1 Tes. 5:19). Spiritualitas Kristiani adalah
kesadaran persekutuan dengan Roh Kristus yang tidak terputus
oleh kedagingan dan dosa.
2. Titik tolak Spiritualitas Kristiani
Titik tolak spiritualitas Kristiani yang alkitabiah
adalah inisiatif Allah dan jawaban manusia sesuai
dengan iman yang telah dianugerahkan kepadanya.
Namun, itu semua hanyalah titik tolak yang harus
dilanjutkan dengan proses pengudusan (Ef. 4:23, Kol.
3:10). Anugerah Allah memungkinkan terjadinya
transformasi pada diri seseorang untuk menjadi
serupa dengan Kristus. Hal itu dimungkinkan dengan
adanya peran Roh Kudus dalam diri orang percaya
(Tit. 3:5), sehingga manusia kembali dimungkinkan
untuk menjadi gambar Allah yang mempermuliakan
Allah sesuai dengan tujuan Allah sejak penciptaan (Ef.
2:1-10).
3. Visi Spiritualitas Kristiani
Visi dasar spiritualitas kristiani adalah kasih. Kasih
itu meliputi:
- Kasih kepada Allah
- Kasih kepada sesama
- Kasih kepada diri sendiri
3.1. Kasih kepada Allah
 Menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti jalan Yesus serta
menerima, menghargai dan bekerjasama dengan sesama yang berbeda
jalan iman untuk menghargai nilai-nilai kemanusiaan sebagai  wujud
kasih kepada Allah; (Mat. 16:24; Mrk. 8:34; Luk. 9:23; 1 Yoh. 4:20);
 Menyimak Firman Allah melalui saat teduh yang rutin, pemahaman
dan pendalaman Alkitab dan mengalami aktivitas pembaruan yang
Allah kerjakan di dalam dunia dengan menjadi rekan sekerja-Nya;
 Menghormati dan merayakan kuasa Allah, yang Roh dan Kemuliaan-
Nya tampak dalam segenap ciptaan-Nya, termasuk Bumi dan segenap
ekosistem di dalamnya;
 Mengekspresikan kasih melalui kebaktian dalam liturgi yang jujur,
khidmat, jelas, menginspirasi dan merefleksikan kebenaran Allah
sebagaimana yang diungkapkan dalam Alkitab.
3.2. Kasih kepada sesama
 Memandang dan memahami orang lain secara otentik seperti yang
telah dilakukan Yesus, dengan memperlakukan orang lain sebagai
yang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, tanpa
perlakuan diskriminatif berdasarkan ras, jenis kelamin, usia,
kemampuan fisik dan mental, kebangsaan dan status ekonomi;
 Berpihak, sebagaimana yang sudah Yesus lakukan, dengan yang
tersisih dan tertekan, terbuang dan sakit, memperjuangkan
kedamaian dan keadilan dengan segenap upaya dan daya;
 Memperjuangkan kebebasan beragama dan mengupayakan suara-
suara kenabian kepada pemerintah terkait dengan keadaan sosial yang
membutuhkan perhatian bersama segenap komponen masyarakat;
 Berjalan dengan rendah hati bersama Allah, menyadari kelemahan
diri sendiri sambil dengan tetap jujur memuji dan mencari kebaikan
dalam diri orang lain termasuk terhadap mereka yang menganggap
kita sebagai musuh mereka.
3.3.

Mengasihi diri sendiri
Mendasarkan kehidupan kita dalam iman bahwa di dalam Kristus,
segala sesuatu dijadikan baru dan kita termasuk semua orang amat
sangat dikasihi dengan kasih yang lebih besar dari yang dapat kita
bayangkan untuk selama-lamanya;
 Menyadari bahwa pikiran dan hati kita pada dasarnya adalah ciptaan
Allah yang kudus, oleh sebab itu baik iman maupun ilmu pengetahuan
juga iman dan keragu-raguan merupakan  proses yang patut dihargai
dalam mencari, menemukan dan mempermurni kebenaran;
 Peduli akan kebugaran tubuh dengan menyediakan waktu yang cukup
untuk menikmati kuasa dan sukacita yang didapat melalui doa,
refleksi, ibadah dan rekreasi yang akan memperlengkapi karya kinerja
sehari-hari sebagai wujud pertanggungjawaban atas talenta yang
dipercayakan-Nya;
 Menghidupi iman dengan tindakan karena sadar bahwa hidup kita ini
bermakna dan memiliki tujuan. Tindakan iman itu dihayati sebagai
panggilan dan pelayanan yang memperkuat dan mewujudkan bukti
kasih Allah kepada dan melalui kita.
4. Isi Spiritualitas Kristiani
Dalam Gereja Katolik, terdapat banyak cara penghayatan
iman dan spiritualitas. Tetapi, inti semua spiritualitas
Kristiani yang benar adalah keinginan untuk “mengikuti”
Yesus.
Spiritualitas Kristiani didasarkan pada identifikasi dalam
iman dengan Yesus Kristus yang bagi orang-orang
Kristiani merupakan “jalan, kebenaran dan kehidupan”
(Yoh. 1:46). Mengikuti Yesus berarti membangun sikap-
sikap yang diperlihatkan Yesus. Spiritualitas menjadi
motivasi untuk mengubah dunia yang penuh kekerasan,
kebencian, penindasan, ketidakadilan dan kedosaan,
menjadi tempat di mana sentuhan cinta kasih Allah dapat
dirasakan.
5. Dasar spiritualitas kristiani: kerendahan hati
Kerendahan hati atau humility berasal dari kata
bahasa Latin humus yang berarti tanah/bumi. Jadi,
kerendahan hati adalah menempatkan diri
‘membumi’ ke tanah. Secara khusus pada Rabu Abu,
Gereja mengingatkan kita akan hal ini: “Ingatlah
bahwa kamu adalah debu, dan kamu akan kembali
menjadi debu” (Kej 3:19) Betapa dalamnya makna
perkataan ini, dan jika kita renungkan, kita akan
semakin mengenal diri kita yang sesungguhnya.
5.1. Makna kerendahan hati
Kerendahan Hati: Nilai yang diperoleh
dari Penghormatan kepada Tuhan
Kerendahan Hati: Hasil dari pengenalan
akan diri sendiri dan akan Tuhan
Kerendahan Hati: Ketergantungan
kepada Tuhan
Kerendahan Hati: Nilai yang diperoleh dari Penghormatan
kepada Tuhan

Dalam spiritualitas Kristiani, kerendahan hati diartikan


sebagai ‘nilai yang diperoleh dari penghormatan yang
dalam kepada Tuhan.’ Hal ini melibatkan pengenalan akan
‘tempat’ kita yang sebenarnya dalam hubungan dengan
Allah sebagai Pencipta dan dengan ciptaan-ciptaan Tuhan
yang lain, dan sikap ini menentukan perbuatan kita.
Kerendahan hati juga mengantar kita untuk mengakui
bahwa kita dan segala ciptaan di dunia ini bukan apa-apa
di hadapan Tuhan, dan kerendahan hati mengarahkan kita
untuk hidup sesuai dengan pemahaman ini. Jadi,
kerendahan hati membantu kita untuk melihat segalanya
dengan kaca mata Tuhan: kita melihat diri kita yang
sesungguhnya, tidak melebih-lebihkan hal positif yang ada
pada kita, namun juga tidak mengingkari bahwa segalanya
itu adalah pemberian Tuhan.
Dalam hal ini kerendahan hati berhubungan dengan
kebenaran dan keadilan yang membuat kita mengasihi
kebenaran lebih daripada kita mengasihi diri sendiri.
Kebenaran ini memberikan kepada kita pengetahuan akan
diri sendiri, dengan kesadaran bahwa segala yang baik
yang ada pada kita adalah karunia Tuhan, dan sudah
selayaknya sesuai dengan keadilan, kita mempergunakan
karunia itu untuk kemuliaan Tuhan (1Tim 1:17). Dengan
perkataan lain, kebenaran membuat kita mengenali
karunia-karunia Tuhan, dan keadilan mengarahkan kita
untuk memuliakan Tuhan, Sang Pemberi.
Kerendahan Hati: Hasil dari pengenalan akan diri sendiri dan
akan Tuhan
Dasar dari kerendahan hati adalah pengenalan akan diri
sendiri dan Tuhan. St. Thomas Aquinas mengatakan
bahwa pengenalan akan diri sendiri bermula pada
kesadaran bahwa segala yang baik pada kita datang dari
Allah dan milik Allah, sedangkan segala yang jahat pada
kita timbul dari kita sendiri. Pengenalan yang benar
tentang Tuhan menghantar pada pengakuan bahwa Tuhan
telah menciptakan manusia menurut gambaran-Nya, dan
bahwa manusia diciptakan untuk mengasihi, sebab Allah
yang menciptakannya adalah Kasih. Dalam kasih ini, Allah
menginginkan persatuan dengan setiap manusia, sehingga
Ia mengirimkan Putera-Nya yang Tunggal untuk
menghapuskan penghalang persatuan ini, yaitu dosa.
Kesadaran akan hal ini membawa kita pada
kebenaran: yaitu bahwa kita ini bukan apa-apa, dan
Allah adalah segalanya. Di mata Tuhan kita ini
pendosa, tetapi sangat dikasihi oleh-Nya.
Keseimbangan antara kesadaran akan dosa kita dan
kesadaran akan kasih Allah ini membawa kita pada
pemahaman akan diri kita yang sesungguhnya.
Kesadaran ini menghasilkan kerendahan hati, yang
menurut St. Thomas adalah dasar dari bangunan
spiritual atau ‘rumah rohani’ kita.
Kerendahan Hati: Ketergantungan kepada Tuhan

Kerendahan hati membuat kita selalu menyadari kelemahan


kita dan bergantung kepada rahmat Tuhan. Hal ini juga
dapat diterapkan dalam hal iman, sehingga iman berarti
kerendahan hati secara rohani yang melibatkan akal budi,
sehingga seseorang dapat menerima kesaksian Tuhan
tentang Diri-Nya, tentang manusia, dan semua realitas
kehidupan, daripada memegang pendapat sendiri. Jadi,
kerendahan hati adalah sikap hati untuk tunduk kepada
Tuhan. Selanjutnya, menurut St. Agustinus kerendahan hati
adalah penyerahan diri kepada Tuhan sehingga kita
berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan (bukan diri kita
sendiri) di dalam segala perbuatan kita.
6. Kriteria dan Proses Pertumbuhan Spiritualitas Kristiani

Seseorang yang telah menjadi anak Tuhan tidak


secara otomatis akan langsung hidup sebagai anak
Tuhan. Pola pikir manusia menghasilkan perilaku
yang bersumber dari pola pikir tersebut. Dengan
kata lain, selama pohon itu bukan pohon yang
baik, maka ia tidak akan menghasilkan buah yang
baik. Seseorang harus memiliki pola pikir Ilahi
dan hidup berdasarkan pola pikir tersebut. Pada
waktu Kitab Suci memakai kata "mengenal Allah,"
yang dimaksudkan bukan hanya sekadar
mengetahui secara kognitif, melainkan juga hidup
berdasarkan apa yang ia tahu.
Bagaimana kita mengetahui seseorang telah mencapai suatu
kedewasaan rohani yang sebagaimana seharusnya? Kuantitas
keterlibatan seseorang dalam aktivitas keagamaan tidak
dapat dijadikan tolok ukur. Formasi spiritualitas diawali
dengan relasi yang benar dengan Allah, yaitu pada saat
seseorang menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamatnya.
Perubahan status dari orang berdosa menjadi orang kudus
tidak secara otomatis menjadikan seseorang dewasa dalam
kerohaniannya. Sebagai orang yang telah menerima anugerah
keselamatan, ia diharapkan untuk menghasilkan perbuatan
yang sesuai dengan iman yang telah menyelamatkannya.
Orang kudus tidak dapat berbuah Roh Kudus di luar
Firman Tuhan. Karya Roh Kudus tidak pernah berlawanan
dengan Firman Tuhan. Karena itu, seperti yang
dinyatakan Tuhan Yesus, setiap orang percaya harus
dikuasai oleh Firman Tuhan dan menjadi pelaku firman
sehingga ia dapat berbuah banyak: "Jikalau kamu tinggal
di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu,
mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan
menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan,
yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian
kamu adalah murid-murid-Ku" (Yoh. 15:17-18).
Berbuah banyak tercakup di dalamnya adalah melakukan
semua perintah Tuhan. Perintah Tuhan itu adalah tetap
berada di dalam persekutuan yang benar dengan Allah,
dengan memelihara kekudusan hidup, mengasihi sesama
seperti mengasihi diri sendiri, serta menjalankan amanat
agung dan mandat budaya.
Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena
barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan
nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya
seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan
nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti
nyawanya? (Mat. 16:24-26).
2.7. Ciri-ciri Spiritualitas
Kristiani
Berpusat pada Kristus. Kristuslah yang
menciptakan hidup spiritual, sebab di dalam Dia,
Tuhan menyatakan diriNya oleh kuasa Roh
Kudus. Oleh karena itu spiritualitas tergantung
dari semua pengajaran Kristus.
Melalui Kristus menuju kesatuan dengan Allah
Tritunggal. Karena Kristus adalah Pribadi kedua
di dalam kesatuan Tritunggal Maha Kudus, maka
jika kita bersatu dengan Kristus, maka kita akan
bersatu dengan Allah Tritunggal.
Keikutsertaan di dalam misteri Paska Kristus (salib,
kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga), melalui rahmat
Tuhan, iman, kasih, dan nilai-nilai Kristiani lainnya. Singkatnya,
Spiritualitas Katolik tak terlepas dari Salib Kristus, penderitaan
dan kesadaran diri akan dosa-dosa kita yang membawa kita
pada kebangkitan di dalam Dia. Karena misi Keselamatan
Kristus diperoleh melalui Salib, maka sebagai pengikutNya,
kita-pun selayaknya mengambil bagian dalam penderitaan itu,
terutama dengan kesediaan untuk terus-menerus bertobat dan
mau menanggung penderitaan demi keselamatan sesama, dan
dengan demikian kita dapat mengambil bagian di dalam
kemuliaan-Nya. Jika kita hanya mau mengambil bagian dalam
‘kemuliaan’ tanpa mau mengambil bagian dalam ‘penderitaan’ –
yang dizinkan oleh Tuhan untuk terjadi di dalam hidup kita-
maka kita tidak menerapkan Injil dengan seutuhnya.
Berdasarkan kesaksian akan Kasih Tuhan. Kitab Suci bukan
hanya wahyu Tuhan, tapi juga pernyataan akan pengalaman
manusia di dalam wahyu Tuhan itu. Apa yang dialami oleh
Adam dan Hawa, Nabi Abraham, Ayub, Bunda Maria, Rasul
Petrus dan Paulus, dapat dialami oleh kita semua.
Disertai kesadaran akan dosa dan belas kasihan Tuhan.
Spiritualitas Katolik berlandaskan atas keyakinan akan
Kasih Tuhan di atas segalanya yang mampu mengubah
segala sesuatu. Pada saat Tuhan mengasihi kita, dan jika
kita membuang segala dosa yang menghalangi kita untuk
menerima kasih-Nya, dan dengan iman dan doa, maka kita
dapat sungguh diubah, dikuduskan dan dimampukan
berbuat baik.
Mengarah pada kehidupan kekal yang dijanjikan
oleh Allah.
Melihat Bunda Maria sebagai contoh teladan.
Spiritualitas Katolik menerima segala kebijaksanaan
Tuhan yang selalu menggunakan peran pengantara,
yaitu Musa, para nabi, Yohanes Pembaptis, dan
terutama Bunda Maria untuk menyelenggarakan
karya keselamatan-Nya. Karya Tuhan yang ajaib juga
nampak dalam mukjizat keperawanan Maria dan
melalui ketaatan dan kesediaan Maria, Allah
menganugerahkan rahmat yang tiada batasnya, yaitu
kelahiran Yesus Kristus, Penyelamat kita di dunia.
Mangacu pada Gereja-Nya, Gereja Katolik. Gereja
merupakan sumber atau alat yang meneruskan
rahmat Tuhan. Rahmat Tuhan ini kita peroleh
melalui sakramen-sakramen terutama Ekaristi; dan
juga melalui ketaatan kita pada para penerus Rasul
Kristus yang telah dipilih oleh- Nya. Gereja sebagai
kesatuan (komuni) manusia dengan Tuhan, selalu
memperjuangkan martabat manusia, dan
memperhatikan kesatuannya dengan para orang
kudus; sebab melalui kesatuan ini Allah dimuliakan.

Anda mungkin juga menyukai