Anda di halaman 1dari 30

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

PROGRAM PASCASARJANA
Alamat: Jl. KH. Ahmad Dahlan PO. Box 202 Tlp. 0281-636751

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2022/2023


Mata Kuliah : Teori Pengembangan Kurikulum
Hari, tanggal : Selasa, 1 November 2022
Program Studi : Magister Pendidikan Dasar
Lecturer : Dr. F. Aziez, M.Pd
Time : 15.15-17.15

PETUNJUK
1. Kerjakan ujian di sebuah file doc.
2. Beri nama file tsb dengan format sbb: NAMA DEPAN MHS_UTS_MPENDAS_2022
3. Upload file ke Onclass paling lambat pkl 17.20 wib.

SOAL
1. Jelaskan secara komprehensif konsep dasar kurikulum dan bandingkan dengan
implementasi konsep tersebut di Indonesia.

Fu n g si d an pr in sip ku r iku l u m pen d id ik an


A. Peran Kurikulum dan Tujuan Pendidikan
Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan serta
dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum
tidak bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar dari kurikulum. Oleh karena
itu, pihak-pihak terkait dengan kurikulum harus mengetahui hakikat dan fungsi
kurikulum.
Jika kurikulum sudah tersusun dengan baik, maka guru harus
mengemban tugas pelaksanaan kurikulum tersebut dengan baik, dengan
berpedoman pada kurikulum yang berlaku. Dengan demikian, fungsi kurikulum
sebagai pedoman kerja melaksanaakan kurikulum.
Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan
pendidikan, yakni mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di
masyarakat. Makna dapat hidup di masyarakat itu memiliki arti luas, yang bukan
saja berhubungan dengan kemampuan peserta didik untuk menginternalisasi
nilai atau hidup sesuai dengan norma- norma masyarakat. Akan tetapi juga
pendidikan harus berisi tentang pemberian pengalaman agar anak dapat
mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Dengan demikian dalam sistem pendidikan, kurikulum merupakan
komponen yang sangat penting. Sebab di dalamnya bukan hanya menyangkut
tujuan dan arah pendidikan saja, akan tetapi juga pengalaman belajar yang harus
dimiliki setiap siswa serta bagaimana mengorganisasi pengalaman itu sendiri.
Sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan, menurut Omar

Hamalik,45 paling tidak kurikulum memiliki tiga peranan, yaitu; peranan


konservatif, peranan kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif. Untuk lebih jelasnya
dapat diuraikan sebagai berikut;
1. Peranan Konservatif
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai
sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap
masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa.
Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang
berorientasi ke masa lampau. Salah satu tugas pendidikan, yaitu mempengaruhi
dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial.
2. Peranan Kreatif
Ilmu pengetahuan dan aspek-aspek yang lain akan senantiasa
mengalami perubahan, yakni mengalami perkembangan sesuai dengan
zamannya. Oleh karena itu

peranan kreatif di sini menekankan agar kurikulum juga mampu


mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan zaman yang
dibutuhkan oleh masyarakat masa kini dan masa yang akan datang.
Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu peserta
didik dalam rangka mengembangkan potensi yang ada pada dirinya guna
memperoleh dan mendalami pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-
kemampuan baru, serta cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam
kehidupannya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
3. Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan
budaya yang aktif dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga
pewarisan nilai- nilai budaya masa lalu kepada peserta didik perlu adanya
penyesuaian, yakni disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada pada saat
ini.
Memperhatikan penjelasan Omar Hamalik di atas dapat dikatakan
bahwa ketiga peranan kurikulum tersebut tentunya harus disesuaikan dengan
perkembangan masyarakat yang terjadi pada saat ini dan masa yang akan
datang sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu peranan kurikulum
tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil
perkembangan baru yang terjadi. Tetapi juga harus memiliki peranan untuk
menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang hendak
diwariskan.Dalam proses pengembangan kurikulum ketiga peran di atas harus
berjalan secara seimbang. Kurikulum yang terlalu menonjolkan peran
konservatifnya cenderung akan membuat pendidikan ketinggalan zaman.
Sebaliknya, kurikulum yang terlalu menonjolkan peran kreatifnya dapat membuat
hilangnya nilai-nilai hudaya masyarakat.
B. Fungsi Kurikulum Bagi Peserta Didik
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik,
menurut Muzamiroh, terdapat enam fungsi kurikulum,yaitu :
1. Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu mengarahkan setiap peserta didik agar memiliki
sifat well adjusted, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan
itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis.
Oleh karena itu, peserta didik pun harus memiliki kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Tanpa
bekal yang cukup, susah bagi peserta didik untuk melakukan penyesuaian diri
padahal jika ingin konsisten, maka dibutuhkan penyesuaian diri dengan
lingkungannya.
2. Fungsi integrasi (the integrating function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Setiap
peserta didik pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari
masyarakat. Oleh karena itu, peserta didik pun harus memiliki kepribadian
yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakat.
Sehingga dengan demikian peserta didik tidak asing di tempat di mana ia
tinggal.
3. Fungsi diferensiasi (the differentiating function)
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu
peserta didik. Setiap peserta didik memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik
maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik. Karena itu seorang
guru dibutuhkan kesabaran dan wawasan yang luas guna menampung setiap
peserta didiknya. Tanpa bekal yang baik sulit bagi seorang guru untuk
memahami setiap karakter atau sifat yang melekat pada setiap peserta
didiknya.
4. Fungsi persiapan (the propaedeutic function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan
studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga juga
diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik untuk dapat hidup dalam
masyarakat seandainya karena suatu hal, tidak dapat melanjutkan
pendidikannya.
Sebab banyak pula diantara masyarakat Indonesia yang hidupnya masih
menengah ke bawah, sehingga dengan demikian sangat sulit bagi mereka untuk
bisa membiayai putra putrinya guna mendapatkan pendidikan yang lebih
tinggi .hal ini dikarenakan keterbatasan ekonomi. Karenanya dengan kurikulum
yang direncanakan dengan baik maka akan menghasilkan pribadi yang baik
yang siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya di masyarakat.
5. Fungsi pemilihan (the selective function)
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa sebagai alat pendidikan
harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-
program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Sebab
setiap peserta didik memiliki minat dan bakatnya masing- masing,
sehingga dengan demikian peserta didik dapat mengasah potensi yang ia
miliki dan bisa mengembangkan bakat yang menonjol bagi mereka.
Fungsi pemilihan ini juga sangat erat hubungannya dengan fungsi
diferesiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual peserta didik
berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa
yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua
fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
6. Fungsi diagnostik (the diagnostic function)
Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat
memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang
dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan peserta
didiknya dapat mengembangngkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya
atau memperbaiki kelemahan-kelemahnnya.
C. Fungsi Kurikulum Bagi Pendidik
Peran dan fungsi kurikulum sangatlah penting dalam dunia pendidikan sebab
kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidik di sekolah. Hal ini berarti
kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran.
Bagi guru baru sebelum mengajar hal yang pertama harus diperoleh dan dipahami
ialah kurikulum. Lalu,kompetensi dasarnya. Setelah itu, barulah guru mencari
berbagai sumber bahan yang relevan untuk membuat silabus pengajaran.
Sesuai dengan fungsinya kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan
pendidikan. Karena itu, guru semestinya mencermati tujuan pendidikan yang akan
dicapai oleh lembaga pendidikan di mana ia bekerja sebagai acuan untuk
mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak dalam rangka menyerap

sejumlah pengalaman yang diberikan.78


Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan
proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak berpedoman kepada
kurikulum, maka tidak akan berjalan dengan efektif. Karena pembelajaran adalah
proses yang bertujuan, sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa
diarahkan unutuk mencapai tujuan; sedangkan arah dan tujuan pembelajaran
beserta bagaimana cara dan strategi yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
itu merupakan komponen penting dalam sistem kurikulum.
D. Fungsi Kurikulum Bagi Orantgua
Kurikulum memiliki fungsi yang amat besar bagi orangtua mereka dapat
berperan serta dalam membantu sekolah melakukan pembinaan terhadap putra
putri mereka.
E. Fungsi Kurikulum Bagi Masyarakat
Pada tamatan sekolah memang dipersiapkan untuk terjun dimasyarakat
atau tugasnya untuk bekerja sesuai dengan keterampilan profesi yang dimilikinya.
Oleh karena itu, kurikulum sekolah haruslah mencerminkan kebutuhan
masyarakat atau para pemakai keluaran sekolah.
Untuk keperluan itu perlu ada kerja sama antara pihak sekolah dengan
pihak luar dalam hal pemberlakuan kurikulum yang diharapkan. Dengan demikian,
masyarakat atau para pemakai lulusan sekolah dapat memberikan bantuan, kritik
atau saran-saran yang berguna bagi penyempumaan program pendidikan di
sekolah.
Dewasa ini kesesuaian antara program kurikulum dengan kebutuhan
masyarakat harus benar-benar diusahakan. Hal itu mengingat seringnya terjadi
kenyataan balwa lulusan sekolah tidak sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan
dalam lapangan pekerjaan. Akibatnya, walau semakin menumpuk tenaga kerja
yang ada, kita tak dapat mengisi lapangan pekerjaan yang tersedia karena tidak
memiliki keterampilan atau keterampilan yang dimilikinya tidak sesuai dengan
yang dibutuhkan pada lapangan pekerjaan. Sering terjadi karena suatu tingkat
keterampilan yang dibutuhkan dalam suatu tingkat pekerjaan, maka hal itu segera
diajarkan di sekolah. Dengan adanya hal itu, para pemakai lulusan sekolah
tentunya sudah tanggap, lulusan dengan keterampilan.
Menurit saya peran dan fungsi kurikulum dari zaman dahulu sampai

sekarang hanya paada kurikulum sekarang lebih menitik beraktak pada medeka

belajar, pembelajaran yang berpihak pada siswa

Implementasi Kurikulum Merdeka tidak dilaksanakan secara serentak

dan masif. Kemdikbud Ristek memberikan kebijakan mengenai keleluasaan

satuan pendidikan dalam mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan

tingkat kesiapannya. Beberapa program yang mendukung Implementasi

Kurikulum Merdeka (IKM) adalah dengan program Sekolah Penggerak (SP) dan

Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan (SMK-PK). Pada program

tersebut Kemdikbud Ristek memberikan dukungan dalam IKM mendapatkan


pengalaman yang baik dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Best

practice dan konten pembelajaran dalam IKM pada SP/SMK-PK teridentifikasi


dengan baik dan digambarkan dapat menjadi contoh bagi satuan pendidikan
lainnya. Penyediaan dukungan IKM yang diberikan oleh Kemdikbud Ristek
adalah upaya dari Kemdikbudristek untuk memberikan dukungan pembelajaran
IKM secara mandiri dan dukungan pendataan IKM jalur mandiri. Dukungan-
dukungan yang diberikan oleh Kemdikbud Ristek tadi kemudian akan
memperlihatkan calon satuan pendidikan yang terdata berminat untuk
pelaksanaan IKM. Calon satuan pendidikan tersebut kemudian akan memperoleh
pendampingan pembelajaran untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka
jalur mandiri, sehingga guru, kepala sekolah, pengawas serta stakeholder dapat
mengadakan kegiatan berbagi best practice dalam pelaksanaan Kurikulum
Merdeka baik dalam bentuk seminar maupun lokakarya secara mandiri. Hasil
pendataan yang sebelumnya dilakukan oleh Kemdikbud Ristek akan diperoleh
data kesiapan satuan pendidikan dalam mengimplementasikan Kurikulum
Merdeka jalur mandiri, sehingga dapat terpetakan satuan pendidikan mana yang
akan memperoleh dukungan berupa pendampingan di bawah Kemdikbud Ristek
dalam menjalankan IKM jalur mandiri. Berbagai best practice dan konten
pembelajaran dari Kurikulum Merdeka jalur mandiri teridentifikasi dengan jelas
sehingga menjadi fokus pada pendampingan oleh Kemdikbud Ristek nantinya.
Pendampingan ini mengarahkan pengimplementasian IKM menjadikan
pembelajaran yang lebih aktif dan adaptif dengan memberikan keleluasaan bagi
satuan pendidikan untuk menjalankan proses pembelajaran yang berorientasi
pada proyek pembelajaran (Faiz et al., 2022). SP/SMK-PK yang telah
mengimplementasikan Kurikulum Merdeka dapat saling berbagi pengalaman
best practice dan pembelajaran, sehingga diharapkan akan terbentuk jejaring
dukungan antar guru dan tenaga kependidikan untuk berbagi konten
pembelajaran dan best practice Kurikulum Merdeka. Komunitas yang
berkembang diharapkan dapat mendukung ekosistem yang siap menerapkan
Kurikulum Merdeka secara nasional pada tahun 2024 yang secara masif dan
terarah. Jejaring dukungan antar guru ini sangat membantu sebagai ekosistem
yang baik untuk mendukung pengimplementasian suatu program dalam proses
pembelajaran seperti yang disampaikan dalam penelitian yang dilakukan
Apriliyanti dkk. (2022), menjadi salah satu sarana bagi guru untuk berbagi
metode, strategi dan pengalaman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran
khususnya di masa pandemi.

2. Sebutkan dan jelaskan model-model pengembangan kurikulum yang ada.


A. Pengertian Model-model Pengembangan Kurikulum
Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi
dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam
bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model
bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang
dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya
berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan
sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk
yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai
petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu
konsepsi dasar (Zainal Abidin (2012: 137). Dalam pengembangan
kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses
kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang
salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang
akan dihasilkan. Dikaitkan dengan model pengembangan kurikulum
berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang
akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.
Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan
untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan
kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan
kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah atau sekolah.
Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model
yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu
proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan
manfaat model adalah model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku
dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan
hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses
yang bersifat kompleks, dan model dapat digunakan sebagai pedoman
untuk melakukan kegiatan.
Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model
pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan
sepenuhnya. Secara umum, pemilihan model pengembangan kurikulum
dilakukan dengan cara menyesuaikan sistem pendidikan yang dianut dan
model konsep yang digunakan. Terdapat banyak model pengembangan
kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli. Sukmadinata (2005:161)
menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the
administrative ( line staff ), the grass roots, Bechamp’s system, The
demonstration, Taba’s inverted model, Rogers interpersonal
relations,Systematic action, dan Emerging technical model. Idi (2007:50)
mengklasifikasikan model-model ini ke dalam dua grup besar model
pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan model Roger. Masing-
masing kelompok memuat beberapa model yang telah diklasifikasikan
oleh Sukmadinata di atas. Marilah kita ikuti uraian berikut untuk
memahami model pengembangan kurikulum.

B. Macam-macam Model Pengembangan Kurikulum


1. Model Tyler

Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi


perkembangan kurikulum dengan perhatian khusus pada fase
perencanaan, dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and
Instruction. The Tyler Rationale, suatu proses pemilihan tujuan
pendidikan, dikenal luas dan dipraktekkan dalam lingkungan
kurikulum. Walaupun Tyler mengajukan suatu model yang
komprehensif bagi perkembangan kurikulum, bagian pertarna dari
model Tyler, pemilihan tujuan, mendapat banyak perhatian dari
pendidik lain.
Tyler menyarankan perencana kurikulurn (1)
mengidentifikasi tujuan umurn dengan mengumpulkan data
dari tige sumber, yaitu pelajar, kehidupan diluar sekolah dan
mata pelajaran. Setelah mengidentifikasi beberapa tujuan
umurn, perencana (2) memperbaiki tujuan-tujuan ini dengan
menyaring melalui dua saringan, yaitu filsalat pendidikan dan
filsafat sosial di sekolah, dan pembelajaran psikologis. ( 3)
tujuan umum yang lolos saringan menjadi tujuan- tujuan
pengajaran.
Sumber data yang dimaksud Tyler adalah (a) kebutuhan dan
minat siswa; dengan meneliti kebutuhan dan minat siswa,
pengembang kurikulum mengidentifikasi serangkaian tujuan
yang potensial. (b) analisa kehidupan kontemporer di
lingkungan lokal dan masyarakat pada skala besar merupakan
iangkah selanjutnya dalam proses merumuskan tujuan-tujuan
umurn; dari kebutuhan masyarakat mengalir banyak tujuan
pendidikan yang potensial. (c) mata pelajaran.
Dari ketiga sumber di atas diperoleh tujuan yang luas dan
umum yang masih kurang tepat, sehingga Oliva menyebutnya
tujuan pengajaran.
Apabila rangkaian tujuan yang mungkin diterapkan telah
ditentukan, diperlukan proses penyaringan untuk
rnenghilangkan tujuan yang tidak penting dan bertentangan.
(a) Saringan Filsafat; Tyler menyarankan guru untuk membuat
garis besar nilai yang merupakan komitmen sekolah.
(b) Saringan Psikologis; untuk menerapkan saringan
psikologis, guru harus mengklarifikasi prinsip-prinsip
pembelajaran yang tepat. Psikologi pembelajaran tidak hanya
mencakup temuan-temuan khusus dan jelas tetapi juga
melibatkan rumusan dari teori pembelajaran yang membantu
menggarisbawahi asal usul proses pembelajaran, bagaimana
proses itu terjadi, pada kondisi seperti apa, bagaimana
mekanismenya dan sebagainya.

2. Model Taba (Converter Model)


Taba menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots
approach) bagi perkembangan kurikulum. Taba percaya
kurikulum harus dirancang oleh guru dan bukan diberikan oleh
pihak berwenang. Menurut Taba guru harus memulai proses
dengan menciptakan suatu unit belajar mengajar khusus bagi
murid-murid mereka disekolah dan bukan terlibat dalam
rancangan suatu kurikulum umum. Karena itu Taba menganut
pendekatan induktif yang dimulai dengan hal khusus dan dibangun
menjadi suatu rancangan umum.

Menghindari penjelasan grafis dari modelnya, Taba


mencantumkan lima langkah urutan untuk mencapai perubahan
kurikulum, sebagai berikut :
a. Producing Pilot Units (membuat unit percontohan) yang
mewakili peringkat kelas atau mata pelajaran. Taba melihat
langkah ini sebagai penghubung antara teori dan praktek.
1) Diagnosis of needs (diagnosa kebutuhan). Pengembang
kurikulum memulai dengan menentukan kebutuhan-
kebutuhan siswa kepada siapa kurikulum direncanakan.
2) Formulation of objectives (merumuskan tujuan). Setelah
kebutuhan siswa didiagnosa, perencana kurikulum memerinci
tujuan – tujuan yang akan dicapai.
3) Selection of content (pemilihan isi). Bahasan yang akan dipelajari
berpangkal langsung dari tujuan-tujuan
4) Organization of content (organisasi isi). Setelah isi/bahasan dipilih,
tugas selanjutnya adalah menentukan pada tingkat dan urutan
yang mana mata pelajaran ditempatkan.
5) Selection of learning experiences (pemilihan pengalaman
belajar). Metodologi atau strategi yang dipergunakan dalam
bahasan harus dipilih oleh perencana kurikulum.
6) Orgcmzation of learning activities (organisasi kegiatan
pembelajaran). Guru memutuskan bagaimana mengemas
kegiatan-kegiatan pembelajaran dan dalam kombinasi atau
urutan seperti apa kegiatan-kegiatan tersebut akan digunakan.
7) Determination of what to evaluate and of the ways and means of
doing it (Penentuan tentang apa yang akan dievaluasi dan
cara serta alat yang dipakai untuk melakukan evaluasi).
Perencana kurikulum harus memutuskan apakah tujuan sudah
tercapai. Guru rnemilih alat dan teknik yang tepat untuk menilai
keberhasilan siswa dan untuk menentukan apakah tujuan kurikulum
sudah tercapai.
8) Checking for balance and sequence (memeriksa
keseimbangan dan urutan). Taba meminta pendapat dari
pekerja kurikulurn untuk melihat konsistensi diantara berbagai
bagian dari unit belajar mengajar, untuk melihat alur
pembelajaran yang baik dan untuk keseimbangan antara
berbagai macam pembalajaran dan ekspresi.
b. Testing Experimental Units (menguji unit percobaan). Uji ini
diperlukan untuk mengecek validitas dan apakah materi tersebut
dapat diajarkan dan untuk mcnetapkan batas atas dan batas bawah
dari kemampuan yang diharapkan.
c. Revising and Consolidating (revisi dan konsolidasi). Unit
pembelajaran dimodifikasi menyesuaikan dengan keragaman
kebutuhan dan kemampuan siswa, sumber daya yang tersedia
dan berbagai gaya mengajar sehingga kurikulum dapat sesuai
dengan semua tipe kelas.
d. Developing a framework (pengembangan kerangka kerja). Setelah
sejumlah unit dirancang, perencana kurikulum harus memeriksa
apakah ruang lingkup sudah memadai dan urutannya sudah benar.
e. Installing and disseminating new units (memasang dan
menyebarkan unit-unit baru). Mengatur pelatihan sehingga guru-
guru dapat secara efektif mengoperasikan unit belajar mengajar
di kelas mereka.

3. Model Wheeler

Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process,


Wheeler (1967) mempunyai argumen tersendiri pengembangan
kurikulum (curriculum developers) dapat menggunakan suatu proses
melingkar (a cycle process), yang namanya setiap elemen saling
berhubungan dan bergantungan.
Pendakatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan
kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah
kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah
(phase)nya merupakan pengembangan secara logis terhadap model
sebelumnya, di mana secara umum langkah tidak dapat dilakukan
sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan. Sebagai
mantan akademisi Univerrsity of Western Australia, Wheeler
mengembangkan ide-idenya sebagimana yang telah dilakukan pleh
Tayler dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah itu jika
dikembangkan dengan logis temporer, akan menghasilkan suatu
kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya ini, sangat tampak
bahwa Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dilakukan
Tyler dan Taba meski hanya dipresentasikan agak berbeda.
Langkah-langkah atau phases Wheeler (Wheeler’s phases) adalah:
Selection of aims, goals, and objectives (seleksi maksud, tujuan, dan
sasarannya). Selection of learning exprerinces to help achieve these
aims, goals and objectives (seleksi pengalaman belajar untuk
membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)
a. Selection of content through which certain types of experiences
may be offered (Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari
pengalaman yang mungking ditawarkan)
b. Organization and intergration of learning exprinces and content
with respect to the teaching learning process (organisasi dan
intergrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan
proses belajar dan mengajar)
c. Evalution of esch phase and the problem of goals (evaluasi setiap
fase dan masalah-masalah tujuan)
Kelebihan dari model adalah :
a. Memasukan berbagi kematangan yang berhubungan dengan
objectives
b. Struktur logis kurikulum yang dikembangkannya
c. Menerapkan situasiasional analisys sebagai titik
permulaan Kekurangan dari model ini:
a. Wajahnya yang bersifat logis
b. Pengimplementasinya
4. Model Nicholis

Dalam bukunya, developing curriculum: A Participial Guide


(1978), Audrey dan Howard Nicholls mengembangkan suatu
pendekatan yang cukup tegas mencakip elemen-elemen kurikulum
dengan jelas dan ringkas. Buku tersebut sangat popular di kalangan
pendidik, khususnya di Inggirs, di mana pengembangan kurikulum
pada tingkat sekolah sudah lama ada.
Nicholas menitikberatkan pada pendekatan pengembangan
kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum yag
munculnya dari adanya perubahan situasi. Mereka berpendapat bahwa
:” …change should be planed and introduced on a rational and valid
this according to logical process, and this has not been the case in the
vast majority of changes that have already taken place”
Audrey dan Nichllos mendifisikan kembali metodenya Tyler,
Taba, Wheeller dengan menekan pada kurikulum proses yang bersiklus
atau bentuk lingkaran, dan ini dilakuakan demi langkah awal, yaitu
analisis situasi (situasional analysis). Kedua penulis ini mengukapkan
bahwa sebelum elemen-elemen tersebut diambil atau dilakukan dengan
lebih jelas, konteks dan situasi di mana keputusan kurikulum itu harus
dibuat harus diperrtimbangkan dengan secara mendetail dan serius.
Dengan demikian, analisis situasi menjadi langkah pertama
(preliminary stage) yang membuat para pengembang kurikulum
memahami faktor-faktor yang akan mereka kembangkan.
Terdapat lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan dalam
proses pengembangan secara kontinu (continue curriculum process).
Langkah-langkah terbut menurut Nicholls adalah;
a. Situsional analysis (analisis situasional)
b. Selection of objectives (seleksi tujuan)
c. Selection ang organization of content (seleksi dan organisasi isi)
d. Selction and organization of methods (seleksi dan organisasi
metode)
e. Evaluation (evaluasi)
Masuknya fase analisis situasi (situasioanal analysis) merupakan
suatu yang disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum
lebih reposintif terhadap lingkungan dan secara khusus dengan
kebutuhan anak didik, kedua penulis ini menekankan perlunya
memakai pendekatan yang lebih komprehensif untuk mendiagnosis
semua faktor menyangkut semua situasi dengan diikuti penggunaan
pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis tersebut dalam
perencanaan kurikulum.

5. Model Skillbek

Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum


Austalia ( Australia’s Curriculum Development Center),
mengembangkan suatu interaksi altertnatif atau model dinamis bagi
suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi model proses
kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck (1976) mengajurkan
suatu pendekatan dan mengembangkan kurikulum pada tingkat
sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan pada
pengembangan kurikulum (SCBD), sehingga Skilbeck memberikan
suatu model yang membuat pendidik dapat mengembangkan
kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal ini, Skilbeck
memepertimbangkan model dynamic in nature.
Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models)
menetapakan pengembangan kurikulum harus mendahulukan sustu
elemen kurikulum dan memualianya dengan suatu dari urutan yang
telah ditetntukan dan diajurkan oleh model rasional. Skilbeck
mendukung petunjuk tersebut, menambahkan sangat penting bagi
developers untuk menyadari sumber-sumber tujuan mereka. Untuk
mengetahui sumber-sumber tersebut, Skilbeck berpendapat bahwa “a
situasional analysis” harus dilakukan. Untuk lebih mudah memahami
model yang ditawarkan Skilbeck, gamabr ini mungking bisa
membantu:
Model ditas mengkalim bahwa agar School-Based Curriculum
Development (SBCD) dapat bekerja secara efektif, lima langkah
(steps) diperlukan dalam suatu proses kurikulum. Skilbeck berkata
bahwa model dapat diaplikasikan secara bersama dalam pengemban
kurikulum, observasi dan peneliaan sistem kurikulum, dan aplikasi
nilai dari model tersebut pada nilai dan model tersebut terletak pada
pilihan pertama.
Mengingat susunan model ini secara logis termasuk kategori
rational by natur, namun Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak
terjurumus pada perangkap (trap). Skilbeck mengingatkan bahwa
pengembangan kuriulum (curriculum development) perlu
mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu
langakah (stage) tersebut secara bersamaan. Pengertian model di atas
sangat sangat membingungkan, karena sebenarnya model
tersebutmendukung pendekang rasional daripada pengembangan
kurikulum. Namun demikian, Skilbeck berkata: The model outlined
does not presuppose a means and analysis at all, it simply encourages
teams and or groups of curriculum developers to take account different
elements and aspects of the curriculum development process, to the see
the process as an organic whole and to wrok in a moderately
systematic way
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa alat ini tidak
mengisyaratkan suatu alat. Tujuananya adlah menganalisis secara
keseluruhan; tetapi secara simbol telah mendorong teams atau groups
dari pengembang kurikulum untuk lebih memperhatikan perbedaan-
perbedaan elemen dan aspek-aspek proses pengembangan kurikulum,
agar lebih bisa melihat proses bekerja dengan cara sistematik dan
moderat.

6. Model Saylor
Model ini membentuk curriculum planning process (proses
perencanaan kurikulum).Untuk mengerti model ini, kita harus
menganalisa konsep kurikulum dan konsep rencana kurikulum mereka.
Kurikulum menurut mereka adalah "a plan for providing sets of
learning opportunities for persons to be educated" ; sebuah rencana
yang menyediakan kesempatan belajar bagi orang yang akan dididik.
Namun, rencana kurikulum tidak dapat dimengerti sebagai sebuah
dokumen tetapi lebih sebagai beberapa rencana yang lebih kecil untuk
porsi atau bagian kurikulum tertentu.
Model ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan
menentukan atau menetapkan tujuan sasaran pendidikan yang khusus
dan utama yang akan mereka capai. Saylor, Alexander dan Lewis,
mengklasifikasi serangkaian tujuan ke dalam empat (4) bidang
kegiatan dimana pembelajaran terjadi, yaitu : perkembangan pribadi,
kompetensi social, ketrampilan yang berkelanjutan dan spesialisasi.
Setelah tujuan dan sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan, perencana
memulai proses merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar
yang tepat bagi masing-masing bidang kegiatan dan bagaimana serta
kapan kesempatan ini akan disediakan.
Akhirnya perencana kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi.
Mereka harus memilih teknik evaluasi yang akan digunakan. Saylor
dan Alexander mengajukan suatu rancangan yang mengijinkan : (1)
evaluasi dari seluruh program pendidikan sekolah, termasuk tujuan,
subtujuan, dan sasaran; keefektifan pengajaran akan pencapaian siswa
dalam bagian tertentu dari program, juga (2) evaluasi dari program
evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan perencana
kurikulum menetapkan apakah tujuan sekolah dan tujuan pengajaran
telah tercapai

7. Model Kemmis dan Mc. Taggart


C. Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum dengan R&D

3. Jelaskan secara rinci perkembangan kurikulum di Indonesia dari satu era ke era
berikutnya.

Perkembangan Kurikulum di Indonesia :


1) Kurikulum SD pada Masa Hindia Belanda
Pendidikan pada masa penjajahan Belanda di tanah air berlaku tiga sistem , yaitu
sistem pendidikan tradisional yang dilakukan di pondok dan padepokan, sistem
pendidikan Barat yang diperkenalkan penjajah Belanda, dan sistem Pendidikan
yang berciri nasional. Sistem pendidikan tersebut dirintis oleh para tokoh
pergerakan nasiona, yaitu Ki Hajar Dewantara yang mengembangkan Taman
Siswa.
2) Kebijakan Pendidikan pada Masa Pendudukan Jepang
Pendidikan pada masa pendudukan Jepang, sekolah-sekolah yang menggunakan
bahasa Belanda ditutup. Semua sekolah dasar berbentuk Sekolah Rakyat atau SR
dengan lama belajar selama 6 tahun. Masa pendudukan Jepang menyediakan
jalan untuk menyederhanakan serta menyeragamkan sistem persekolahan yang
bermacam-macam yang berciri diskriminatif. Keadaan sekolah dasar sebelum dan
sesudah pendudukan Jepang di Indonesia kurang jelas karena langkanya sumber
dan data otentik. Dokumen yang bersumber dari militer Jepang yang disebut
‘Jawa ni okeru bunkyo no gaikyo’ menjadi satu sumber yang penting. Dalam
artikel Murni Ramli (Pascasarjana Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Universitas Nagoya, Jepang) “Primary School System in Java Before
and Under Japanese Occupation (1940 – 1944)” dikemukakan bahwa jumlah
sekolah dasar tidak menurun secara signifikan, dan bahkan jumlah siswa
meningkat di Jawa. Sistem satu guru dua kelas dan satu ruang untuk dua kelas
diterapkan untuk menanggulangi kekurangan guru. Kurikulum “di-Jepang-kan”
menerapkan pelajaran baru yaitu bahasa Jepang, pendidikan mental, pendidikan
jasmani, dan kegiatan keterampilan. Pada masa pendudukan Jepang, pendidikan
sekolah dasar menekankan pendidikan praktis.

3) Kurikulum 1947
Ini adalah kurikulum pertama sejak Indonesia merdeka. Perubahan arah
pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan
nasional. Saat itu mulai ditetapkan Pancasila sebagai asas pendidikan. Kurikulum
ini juga disebut dengan Rencana Pelajaran 1947, namun baru dilaksanakan pada
tahun 1950.
Karena kurikulum ini lahir dikala Indonesia baru merdeka, maka pendidikan yang
diajarkan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia
merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Fokus
Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya
pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
4) Kurikulum 1952
Kehadiran kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya,
dengan merinci setiap mata pelajaran sehingga dinamakan Rencana Pelajaran
Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan
Indonesia, seperti setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru hanya
mengajar satu mata pelajaran.
5) Kurikulum 1964
Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, yang
dinamakan  Rencana Pendidikan 1964. Kurikulum ini bercirikan bahwa
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada
program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau
artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.
6) Kurikulum 1968
Kurikulum pertama pada era orde baru. Bersifat politis dan dimaksudkan untuk
menggantikan Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk orde
lama. Kurikulum ini bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan
sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi
pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari
perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni.
Cirinya, muatan materi pelajaran bersifat teoretis, tidak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat
diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan
pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan
fisik sehat dan kuat.
7) Kurikulum 1975
Pemerintah kemudian menyempurnakan kurikulum 1968 pada tahun 1975.
Kurikulum ini menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut
Mudjito, Direktur Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan kala itu,
kurikulum ini lahir karena pengaruh konsep di bidang manajemen MBO
(management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah
satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
8) Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung pendekatan proses keahlian. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut dengan Kurikulum 1975 Disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan
sebagai subjek belajar, yaitu dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA).
9) Kurikulum 1994
Pada tahun 1994 pemerintah memperbarui kurikulum sebagai upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Namun,
perpaduan antara tujuan dan proses nampaknya belum berhasil. Akibatnya banyak
kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari
muatan nasional sampai muatan lokal, seperti bahasa daerah, kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain.
10) Kurikulum 2004
Pada tahun 2004 diluncurkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai
pengganti Kurikulum 1994. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi yang
harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu pemilihan kompetensi sesuai
spesifikasi, indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan
pencapaian kompetensi, dan pengembangan pembelajaran.
KBK mempunyai ciri-ciri yang menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa
baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan
keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi,
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
11) Kurikulum 2006
Kurikulum ini hampir mirip dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol
terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari
desentralisasi sistem pendidikan Indonesia. Pada Kurikulum 2006, pemerintah
pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru dituntut
mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan
daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi
sebuah perangkat. Kurikulum ini juga dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
12) Kurikulum 2013
Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga
aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap
dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran
terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang
dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb, sedangkan
materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.
13) Kurikulum Darurat
Dalam rangka pemulihan ketertinggalan pembelajaran (learning loss) yang terjadi
dalam kondisi khusus, Satuan Pendidikan PAUD, Pendidikan Dasar, dan
Pendidikan Menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan kondisi Satuan Pendidikan, potensi daerah, dan
Peserta Didik yang mengacu kepada Kurikulum 2013 dengan Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar yang disederhanakan (kurikulum darurat).
14) Kurikulum Merdeka
Untuk diketahui bahwa, Kurikulum Merdeka dicanangkan Kemendikbud Ristek
sebagai bentuk solusi atas kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Salah satunya
adalah terjadinya learning loss atau ketertinggalan pembelajaran yang terjadi akibat
pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir. Kurikulum dijelaskan sebagai salah
satu istilah dalam dunia di sekolah. Pada tingkat satuan pendidikan dikenal istilah
KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang merupakan kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan yang mulai diperkenalkan pada tahun 2006 seiring dengan
pemberlakuan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) uang
menjadi acuan dalam pengembangan KTSP (Somantrie, 2009).
4. Jelaskan masing-masing era dari perspektif tujuan pembelajarannya.
Perkembangan kurikulum pada masing-masing era

1. perkembangan Kurikulum PraKemerdekaan


Pendidikan pada prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme. Hasilnya
bangsa ini dididik untuk mengabdi kepada penjajah. Karena, pada saat penjajahan
semua bentuk pendidikan dipusatkan untuk membantu dan mendukung
kepentingan penjajah. Pada mulanya, mereka tidak pernah terpikirkan untuk
memperhatikan pendidikan namun murni hanya mencari rempah-rempah. Meski
demikian, bangsa Eropa ini juga memiliki misi penyebaran agama. Karena itu
pada abad ke-16 dan 17, mereka mendirikan lembaga pendidikan dalam upaya
penyebaran agama Kristen di Nusantara. Pendidikan tersebut tidak hanya
diperuntukkan bagi mereka tapi juga penduduk pribumi yang beragama Kristen.
Selanjutnya, pihak penjajah yang merasakan perlu adanya pegawai rendahan
yang dapat membaca dan menulis guna membantu pengembangan usaha,
khususnya tanam paksa, maka dibentuklah lembaga-lembaga pendidikan.    
Namun kelas ini masih hanya diperuntukkan untuk kalangan terbatas, yaitu anak-
anak priyai. Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang mampu
mencetak para pekerja yang dapat dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan
pendidikan kolonial tidak terarah pada pembentukan dan pendidikan orang muda
untuk mengabdi pada bangsa dan tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat penjajah agar dapat
ditransfer oleh penduduk pribumi dan menggiring penduduk pribumi menjadi
budak dari pemerintahan kolonial. Pendidikan model bentukan Belanda pada
masa ini terdapat dua macam. Pertama, Sekolah Kelas Dua untuk anak pribumi
dengan lama pendidikan 3 tahun. Sementara kurikulum yang diajarkan meliputi
berhitung, menulis dan membaca. Kedua, Sekolah Kelas Satu yang diperuntukkan
untuk anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama pendidikan ini awalnya 4
tahun, kemudian 5 tahun dan terakhir 7 tahun. Kurikulum yang diajarkan meliputi
ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat/ menggambar dan ilmu mengukur tanah.            
Sementara bahasa pengantarnya menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa
Belanda.Anak-anak masa ini diajarkan untuk mengumpulkan kerikil dan pasir
untuk pertahanan, serta menanam pohon jarak untuk membuat minyak sebagai
kepentingan perang. Namun masa ini, bahasa pengantar yang digunakan adalah
bahasa Indonesia. Dengan demikian penggunaan bahasa Indonesia hampir merata
di semua sekolah. Materi yang dipelajari sebenarnya tidak jauh beda dengan masa
pendudukan Belanda, namun hanya saja yang awalnya semua hal yang berbau
Belanda tergantikan dengan model-model Jepang.
2. Perkembangan Kurikulum Orde Lama
Perubahan kurikulum disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh para
penguasa. ada beberapa hal yang memang tujuannya disesuaikan dengan tuntutan
kondisi zaman.
Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2 kurikulum di antaranya:
1) Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah
dalam bahasa Belanda “leer plan”artinya rencana pelajaran. Perubahan arah
pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Sedangkan, asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rencana Pelajaran
1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran
1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah:
pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi
dengan masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-
hari. Aspek afektif dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan
pelajaran kesenian dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting
adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara. Kemungkinan model
ini masih terkontamninasi dengan model pendidikan yang diterapkan oleh
Jepang sebelumnya.
2) Kurikulum 1952-1964
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut
“Rencana Pelajaran Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan
seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan
peserta didik akan ilmu pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata
pelajaran lebih dirincikan. Namun, dalam kurikulum ini siswa masih
diposisikan sebagai objek karena guru menjadi subjek sentral dalam
pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja yang akan
diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang menentukan standar-standar
keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.
Sistem pendidikan masa ini dikenal dengan Sistem Panca Wardana atau
sistem lima aspek perkembangan yaitu perkembangan moral, perkembangan
intelegensia, perkembangan emosional/artistik, perkembangan keprigelan dan
perkembangan jasmaniah. Sistem panca wardana ini dapat diuraikan menjadi
beberapa mata pelajaran.
3. Perkembangan Kurikulum Orde Reformasi
1) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan tonggak awal pendidikan masa orde baru.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan
1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dengan suatu pertimbangan
untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Dasar pendidikan masa ini adalah Falsafah Negara Pancasila sesuai
dengan            Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966. Sedang Tujuan
pendidikan nasional adalah membentuk manusia pancasila sejati berdasarkan
ketentuan ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 dan isi Undang-Undang Dasar 1945 ( Tap. MPRS No.
XXVII/MPRS/1966).
Sementara isi pendidikan nasionalnya adalah; memperingati mental
budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama, mempertinggi kecerdasan
dan keterampilan, membina dan mempertimbangkan fisik yang kuat dan sehat
( Tap. MPRS No. XXVII/MPRS/1966).
Kurikulum pada tingkatan SD 1968 dibagi menjadi tiga kelompok
besar. Pertama, kelompok pembinaan Pancasila; pendidikan agama,
pendidikan kwarganegaraan, pendidikan bahasa Indonesia, bahasa daerah dan
olahraga. Kedua, Kelompok pembinaan pengetahuan dasar; berhitung, ilmu
pengetahuan alam, pendidikan kesenian, pendidikan kesejahteraan keluarga
(termasuk ilmu kesehatan). Ketiga, Kelompok kecakapan khusus; kejuruan
agragia (pertanian, peternakan, perikanan), kejuruan teknik (pekerjaan
tangan/perbekalan), kejuruan ketatalaksanaan/jasa (koperasi, tabungan).
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif,
dengan hanya menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari
teori tersebut. Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada
kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan
peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
2) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih
efektif dan efisien berdasar MBO (management by objective). Metode,
materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan
evaluasi.
Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap
guru wajib untuk membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses
belajar-mengajar berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan
pelaksanaan program belajar mengajar.
4. KTSP(KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN)
1) KTSP ( Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan ) 2006
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah
kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis
diamanatkan oleh Undang-  Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh
sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI)
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah
sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri 107.
Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor
23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh
BSNP.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan
kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka
KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi
lingkungan dan kebutuhan masyarakat.
Tujuan KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan
pendidikan melalui pemberian kewenangan (Otonomi) kepada lembaga
pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam perkembangan kurikulum.
KTSP perlu diterapkan pada satuan pendidikan karena:
a) Sekolah lebih mengetahui kekuatan,kelemahan,ancaman bagi dirinya.
b) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya,khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan.
c) Pengambilan keputusan lebih baik dilakukan oleh sekolah karena sekolah
sendiri yang paling tahu yang terbaik bagi sekolah tersebut.
d) Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam perkembangan kurikulum
dapat menciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat.

2)  Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 lebih memberi tekanan pada kompetensi dengan
pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 menuntut kemampuan guru dalam mencari tahu pengetahuan
sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari
informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Siswa
didorong untuk bertanggungjawab terhadap lingkungan, kemampuan
interpersonal, interpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis.
Tujuannya adalah membentuk terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integratif memberi
kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai
mata pelajaran. Pelajaran IPA dan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia.
Empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana
implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013 adalah:
1. Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut
metodologi
2. pembelajaran.
3. Kompetensi akademik, yang menyangkut penguasaan metode penyampaian
ilmu pengetahuan kepada siswa
4. Kompetensi sosial, yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asusila
kepada siswa dan teman sejawat lainnya
5. Kompetensi manajerial atau kepemimpinan, yang menyangkut kapasitas
guru sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa
3) Kurikulum Darurat
Tujuan dari kurikulum ini adalah untuk memberikan fleksibilitas bagi
Satuan Pendidikan untuk menentukan Kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran peserta didik. Pelaksanaan Kurikulum harus
memperhatikan usia dan tahap perkembangan Peserta Didik pada PAUD dan
capaian kompetensi pada Kurikulum, kebermaknaan, dan kebermanfaatan
pembelajaran untuk Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah termasuk
pada pendidikan khusus dan program pendidikan kesetaraan. Selain itu Satuan
Pendidikan dalam kondisi khusus tidak diwajibkan untuk menuntaskan seluruh
capaian kurikulum untuk kenaikan kelas atau kelulusan.
4) Kurikulum Merdeka
adalah Kurikulum Merdeka sebagai upaya pemerintah untuk menanggulangi
krisis pembelajaran pasca pandemi. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti
mencoba mengkaji mengenai kebijakan Kurikulum Merdeka sebagai bentuk
pengembangan kurikulum dan respon atas adanya krisis pembelajaran akibat
adanya COVID-19

5. Apa yang dimaksud dengan peninjauan kurikulum dan mengapa peninjauan itu
penting.

Peninjauan kurikulum merupakan upaya penyempurnaan kurikulum yang


dilakukan oleh evaluasi terhadap implementasi kurikulum dan kesesuaian kurikulum
dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat.  Peninjauan sebuah
kurikulum jugamerupakan kegiatan strategis dalam upaya mewujudkan, serta
pengembangan kualitas pendidikan. Apalagi, kurikulum adalah gambaran gagasan-
gagasan pendidikan yang diekspresikan dalam praktik pembelajaran. Artinya
kurikulum bisa didefinisikan sebagai seluruh program pembelajaran yang terencana
dalam institusi pendidikan.
Adapun tahapan peninjauan kurikulum adalah Persiapan implementasi
kurikulum, penyusunan dokumen pendukung kurikulum, evaluasi dokumen, evaluasi
proses pembelajaran, penyusunan dan penyempurnaan dokumen
 Peninjauan kurikulum perlu dilakukan dalam rangka untuk menyesuaikan
kebutuhan peserta didik yang berfokus pada capaian pembelajaran, kompetensi
lulusan, perbaikan strategi dan metode pembelajaran, serta bagaimana proses
penilaian dan evaluasi pembelajaran dilakukan. Demikian diharapkan lulusannya
semakin memiliki daya saing tinggi.

Referensi :

http://bk.mercubuana-yogya.ac.id/2020/07/03/lokakarya-peninjauan-kurikulum-dalam-
mempersiapkan-merdeka-belajar/

https://binus.ac.id/character-building/2020/12/sejarah-perjalanan-kurikulum-pendidikan-
indonesia/

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/01/25/perkembangan-kurikulum-dari-masa-
ke-masa/
Prawijaya, Wisnu. Model Model Pengembangan Kurikulum
http://wisnucorner.blogs.uny.ac.id/

Zainuri, Ahmad. Konsep dasar Kurikulum Pendidikan.


http://repository.radenfatah.ac.id/4116/1/lengkap%20A5.pdf

Anda mungkin juga menyukai