Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PERILAKU KEKERASAN

INCLUDEPICTURE "https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?
q=tbn:ANd9GcQCuCluDEi3obSSVsjYXwKuT-M8SEb7sR5GjgTqnMHlSQ&s" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?
q=tbn:ANd9GcQCuCluDEi3obSSVsjYXwKuT-M8SEb7sR5GjgTqnMHlSQ&s" \*

MERGEFORMATINET

Oleh:

RASYIDAH, S.Kep

NIM. 211000414901106

Pembimbing Klinik: Pembimbing Akademik:

1
PROGRAM PROFESI NERS
UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
2023

PENGERTIAN PERILAKU KEKERASAN


Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah
hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai respon
terhadap perasaan terancam baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, 2002).
Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan :
1. Respon emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat
dan dirasakan sebagai ancaman.
2. Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa,
keinginan tidak tercapai, tidak puas).
3. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.

Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressive


behaviour) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan
atau menyakiti orang lain, termasuk terhadap hewan atau benda-benda. Ada
perbedaan antara agresi sebagai suatu bentuk pikiran maupun perasaan dengan
agresi sebagai bentuk perilaku. Agresi adalah suatu respon terhadap kemarahan,
kekecewaan, perasaan dendam atau ancaman yang memancing amarah yang dapat
membangkitkan suatu perilaku kekerasan sebagai suatu cara untuk melawan atau
menghukum yang berupa tindakan menyerang, merusak, hingga membunuh.
Agresi tidak selalu diekspresikan berupa tindak kekerasan menyerang orang lain,
agresivitas terhadap diri sendiri, serta penyalahgunaan narkoba hingga tindakan
bunuh diri juga merupakan suatu bentuk perilaku agresi. Perilaku kekerasan atau

2
agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, maka perilaku
kekerasan dapat dibagi menjadi dua menjadi perilaku kekerasan verbal dan fisik
(Stuart dan Sundeen, 1995).
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Sedangkan menurut
Depkes RI, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Penyakit Jiwa
Jilid 1 edisi 1, halaman 52 tahun 1996, marah adalah pengalaman emosi yang kuat
dari individu dimana hasil / tujuan yang harus dicapai terhambat. Kemarahan yang
ditekan atau berpura-pura tidak marah akan mempersulit diri-sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung
dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang
lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula
mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah. Marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan /
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen,1995).
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyesuaian masalah yang
dapat diterima oleh norma-norma social dan kebudayaan, sedangkan respon
maladaptif, yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang
dari norma-norma social dan budaya lingkungannya.
Rentang kemarahan dapat berfluktasi dalam rentang adaptif sampai
maladaptif. Rentang respon kemarahan (Keliat, 2003) dapat digambarkan sebagai
berikut :

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Ngamuk


(kekerasan)

3
Assertif Mengungkapkan marah Karakter assertif sebagai berikut :
tanpa menyakiti, melukai 1. Moto dan Kepercayaan : yakni bahwa
perasaan orang lain, tanpa diri sendiri berharga demikian juga
merendahkan harga diri orang lain. Assertif bukan berarti selalu
orang lain menang, melainkan dapat menangani
situasi secara efektif. Aku punya hak,
demikian juga orang lain.
2. Pola komunikasi : efektif, pendengar
yang aktif. Menetapkan batasan dan
harapan. Mengatakan pendapat sebagai
hasil observasi bukan penilaian.
Mengungkapkan diri secara langsung
dan jujur. Memperhatikan perasaan
orang lain.
3. Karakteristik : tidak menghakimi.
Mengamati sikap daripada menilainya.
Mempercayai diri sendiri dan orang
lain. Percaya diri, memiliki kesadaran
diri, terbuka, fleksibel, dan akomodatif.
Selera humor yang baik, mantap,
proaktif, inisiatif. Berorientasi pada
tindakan. Realistis dengan cita-cita
mereka.
4. Isyarat bahasa tubuh (non-verbal cues),
terbuka, dan gerak-gerik alami. Atentif ,
ekspresi wajah yang menarik, kontak
mata yang langsung, percaya diri.
Volume suara yang sesuai. Kecepatan
bicara yang beragam.
5. Isyarat Bahasa (Verbal Cues)
a. “Aku memilih untuk...”
b. “Alternatif apa yang kita miliki?”
6. Konfrontasi dan Pemecahan Masalah
a. Bernegosiasi, menawar, menukar,
dan kompromi

4
b. Mengkonfrontir, masalah pada saat
terjadi
c. Tidak ada perasaan negatif yang
muncul.
7. Perasaan yang dimiliki, yaitu :
antusiame, mantap, percaya diri dan
harkat diri, terus termotivasi, tahu
dimana mereka berdiri (Keliat, 1996)
Gaya komunikasi dengan Pendekatan yang harus dilakukan terhadap
orang assertif orang-orang dengan karakter assertif ini
adalah :
1. Hargai mereka dengan mengatakan
bahwa pandangan yang akan kita
sampaikan barangkali telah pernah
dimiliki oleh mereka sebelumnya.
2. Sampaikan topik dengan rinci dan jelas
karena mereka adalah pendengar yang
baik.
3. Jangan membicarakan sesuatu yang
bersifat penghakiman karena mereka
adalah orang yang sangat menghargai
setiap pendapat orang lain.
4. Berikan mereka kesempatan untuk
meyampaikan pokok-pokok pikiran
dengan tenang dan runtun.
5. Gunakan intonasi suara variatif karena
mereka menyukai hal ini.
6. Berikan beberapa alternatif jika
menawarkan sesuatu karena mereka
tidak suka sesuatu yang berifat kaku.
7. Berbicaralah dengan penuh percaya diri
agar dapat mengimbangi mereka.
Frutasi Adalah respon yang timbul Frustasi dapat dialami sebagai suatu
akibat gagal mencapai tujuan ancaman dan kecemasan. Akibat dari
atau keinginan. ancaman tersebut dapat menimbulkan

5
kemarahan.
Pasif Sikap permisif / pasif adalah Salah satu alasan orang melakukan permisif
respon dimana individu tidak / pasif adalah karena takut / malas / tidak
mampu mengungkapkan mau terjadi konflik.
perasaan yang dialami , sifat
tidak berani mengemukakan
keinginan dan pendapat
sendiri, tidak ingin terjadi
konflik karena takut akan
tidak disukai atau menyakiti
perasaan orang lain.
Agresif Sikap agresif adalah sikap Perilaku agresif sering bersifat menghukum,
membela diri sendiri dengan kasar, menyalahkan, atau menuntut. Hal ini
melanggar hak orang lain termasuk mengancam, melakukan kontak
fisik, berkata-kata kasar, komentar
menyakitkan dan juga menjelek - jelekkan
orang lain dibelakang. Sikap agresif
merupakan perilaku yang menyertai marah
namun masih dapat dikontrol. Orang agresif
biasanya tidak mau mengetahui hak orang
lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang
harus bertarung untuk mendapatkan
kepentingan sendiri. Agresif
memperlihatkan permusuhan, keras dan
menuntut, mendekati orang lain dengan
ancaman, memberi kata ancaman tanpa niat
melukai.Umumnya klien masih dapat
mengontrol perilaku untuk tidak melukai
orang lain.
Kekerasan Disebut sebagai gaduh Perilaku kekerasan ditandai dengan
gelisah atau amuk menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman melukai
disertai melukai di tingkat ringan dan yang
paling berat adalah melukai merusak secara
serius. Klien tidak mampu mengendalikan

6
diri . mengamuk adalah rasa marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini, individu
dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain (Keliat, 2002).

ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis
Psyschoanalytical Theory : Teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup
yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua, insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-agression Theory : Teori yang dikembangkan oleh
pengikut Freud ini berawal dari asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi prilaku yang dirancang
untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi, hampir
semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku
agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif :
mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu
memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh
dari pengalaman tersebut :
1) Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak
mampu untuk menyelesaikan secara efektif
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak atau seduction parental yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri

7
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor Sosial Budaya
Sosial Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan, maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi,
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa
internal atau eksternal. Contoh internal : orang yang mengalami
keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif
dibandingkan mereka yang tidak menonton, seorang anak yang marah
karena tidak boleh beli es krim kemudian ibunya memberinya es agar si
anak berhenti marah. Anak tersebut akan belajar bahwa bila ia marah,
maka ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh eksternal :
seorang anak menunjukkan prilaku agresif setelah melihat seseorang
dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah
boneka. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu individu
untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor Biologis
Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus binatang ternyata menimbulkan
prilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada impuls
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan
cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, mengeram, dan hendak
menerkam tikus atau objek yang ada disekitarnya. Jadi, terjadi kerusakan
fungsi sistim limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk
pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interprestasi indra
penciuman dan memori). Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan

8
perilaku agresif: serotonin, dolpamin, norepinefrin, asetilkoin, dan asam
amino GABA. Factor-factor yang mendukung adalah : 1) masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan, 2) sering mengalami kegagalan, 3)
kehidupan yang penuh tindakan agresif, dan 4) lingkungan yang tidak
kondusif (bising, padat).

d. Perilaku
Reinforcment yang terima pada saat melakukan kekerasan dan
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Keliat, 1996).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan mengeluarkan respon marah apabila
merasa dirinya terancam. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia
tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh
karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama
mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal.
Contoh stressor eksternal : serangan secara fisik, kehilangan hubungan yang
dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh
dari stressor eksternal : gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang
dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut
perawat klien, maka factor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan
terbagi dua, yakni :
a. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang
percaya diri.
b. Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga,
konflik interaksi sosial.

Faktor presipitasi bersumber dari klien, lingkungan, atau interaksi


dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang

9
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai atau pekerjaan , dan kekerasan merupakan factor penyebab lain.
Interaksi social yang provokatif dan konflik dapat pula pemicu perilaku
kekerasan (Keliat, 1996).

TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan
didukung dengan hasil observasi.
1. Data Subjektif :
a. Ungkapan berupa ancaman
b. Ungkapan kata-kata kasar
c. Ungkapan ingin memukul / melukai
2. Data Objektif :
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Mengatup rahang dengan kuat
e. Mengepalkan tangan
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Berdebat
i. Mondar-mandir
j. Memaksakan kehendak
k. Memukul jika tidak senang
l. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit
m. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua
pasien berada pada risiko tinggi
n. Memperlihatkan permusuhan
o. Melempar atau memukul benda atau orang lain.

10
Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda-tanda marah adalah sebagai
berikut :
a. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah
(dendam), jengkel.
b. Fisik : muka merah, pandangan tajam, napas pendek, keringat,
sakit fisik, penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
c. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan.
d. Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan / kebenaran diri, keraguan,
tidak bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat
e. Social : menarik diri, pengasingan , penolakan, kekerasan, ejekan,
dan humor.

POHON MASALAH

Resiko mencederai diri, orang lain dan Effect


lingkungan

Risiko Perilaku Kekerasan Core Problem

Gangguan Konsep Diri Causa

(Sumber : Keliat, B.A., 2009)

PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Medis

11
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes RI
(2000), jenis obat psikofarmaka adalah :
a. Clormromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham dan gejala-gejala
lain yang biasanya terdapat pada penderita skizoprenia, mania depresif,
gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.

b. Haloperidol (Haldol, Serenace)


Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles de la
Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku
berat pada anak-anak. Dosis oral untuk dewasa 1-6 mg sehari yang terbagi
6-15 mg untuk keadaan berat. Kontraindikasinya depresi system saraf
pusat atau keadaan koma, penyakit Parkinson, hipersensitif terhadap
haloperidol. Efek sampingnya sering mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih,
gelisah.
c. Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanaanya manifestasi psikosa khususnya gejala
skioprenia.
d. ECT ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang
satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis
terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
2. Tindakan keperawatan
Keliat (2002) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan keluarga
dalam mengatasi marah klien, yaitu :
a. Latihan secara non verbal / perilaku
Arahkan klien untuk memukul barang yang tidak mudah rusak dan tidak
menyebabkan cedera pada klien itu sendiri seperti bantal, kasur, dst.

12
b. Latihan secara social atau verbal
bantu klien relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga. Latihan
pernapasan 2 x / hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan napas.
Kemudian berteriak, menjerit untuk melepaskan perasaan marah. Bisa juga
mengatasi marah dengn dilakukan tiga cara, yaitu : mengungkapkan,
meminta, menolak dengan benar. Bantu melalui humor. Jaga humor tidak
menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang menjadi sasaran dan
diskusi cara umum yang sesuai.

c. Metode TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)


Penggunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa
memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau
terapi serta pemulihan kesehatan jiwa. Selain itu, dinamika kelompok
tersebut membantu pasien meningkatkan perilaku adaptif dan mengurangi
perilaku maladaptif.
Secara umum fungsi kelompok adalah sebagai berikut.
1. Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman.
2. Berupaya memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain.
3. Merupakan proses menerima umpan balik.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang bertujuan
mengubah perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
Cara ini cukup efektif karena di dalam kelompok akan terjadi interaksi
satu dengan yang lain, saling memengaruhi, saling bergantung, dan terjalin
satu persetujuan norma yang diakui bersama, sehingga terbentuk suatu
sistem sosial yang khas yang di dalamnya terdapat interaksi, interelasi, dan
interdependensi.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) bertujuan memberikan fungsi
terapi bagi anggotanya, yang setiap anggota berkesempatan untuk
menerima dan memberikan umpan balik terhadap anggota yang lain,
mencoba cara baru untuk meningkatkan respons sosial, serta harga diri.
Keuntungan lain yang diperoleh anggota kelompok yaitu adanya dukungan

13
pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dan
meningkatkan hubungan interpersonal.

Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi


dengan sejumlah pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas
kelompok yaitu agar pasien dapat belajar kembali bagaimana cara
bersosialisasi dengan orang lain, sesuai dengan kebutuhannya
memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal yang sederhana dan
memberikan respon terhadap pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat
berinteraksi dengan orang lain dan dapat merasakan arti berhubungan
dengan orang lain (Bayu, 2011).
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan.
Wilson dan Kneisl menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah
manual, rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman
seseorang serta meningkatkan repon social dan harga diri (Keliat, 2009).
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk
melakukan kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan adalah perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman. Ekspresi marah yang segera karena suatu sebab adalah
wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi
marah yang tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering
diekspresikan secara tidak langsung (Sumirta, 2013).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan tidak konstruktif pada
waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui tentang
respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah (Yosep, 2010).
Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK)
pasien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya. Tentu saja pasien yang mengikuti terapi ini
adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku kekerasan

14
sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu
anggota kelompok lain.

Masalah keperawatan :

I. Masalah Psikososial dan Lingkungan


- Masalah dengan dukungan kelompok
- Masalah dengan lingkungan
- Masalah dengan pendidikan
- Masalah dengan pekerjaan
- Masalah dengan perumahan
- Masalah dengan ekonomi
- Masalah dengan pelayanan kesehatan
- Masalah lainnya

II. Pengetahuan Kurang Tentang


( ) Penyakit jiwa
( ) Faktor presipitasi
( ) Koping
( ) Lainnya
( ) Sistem pendukung
( ) Penyakit fisik
( ) Obat-obatan

15
Masalah keperawatan :

III. Aspek Medik


- Diagnosa medic :

- Diagnosa multiaxial :

16
 Fokus pengkajian :
Alasan utama klien dibawa ke Rumah Sakit adalah perilaku kekerasan di
rumah.
1. Data Subyektif :
- Keluarga mengatakan klien mengamuk
- Keluarga mengatakan klien marah-marah
- Keluarga mengatakan klien merusak barang-barang (memecah piring,
membanting gelas, dll)
- Keluarga mengatakan klien mengancam ataupun sampai melukai orang
lain, dsb.
- Keluarga mengatakan klien memiliki trauma masa kecil akibat
kekerasan dalam keluarga, pelecehan seksual.
- Keluarga mengatakan klien tidak mampu menerima keadaan dirinya
akibat sakit yang diderita, kecelakaan, kecacatan.
2. Data obyektif :
- Pada hasil observasi ditemukan adanya pandangan tajam, muka merah,
otot tegang, mengatupkan rahang dengan kuat, nafas pendek.
- Agitasi motoric : bergerak cepat, tidak mampu duduk diam,
mengepalkan tangan , melempar barang, memukul dengan tinju kuat,
merampas, mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas
motoric tiba-tiba (katatonia)
- Verbal : mengancam pada objek yang tidak nyata mengaau minta
perhatian, berdebat, meremehkan, bicara keras-keras, menunjukkan
adanya delusi pikiran paranaoid.
- Afek : marah, permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah
terangsang, euphoria tidak sesuai atau berlebihan.
- Tingkat kesadaran : bingung, status mental berubah tiba-tiba,
disorientasi, kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.

17
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko Perilaku Kekerasan
Definisi : Kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali
secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan / atau merusak
lingkungan.

Penyebab :
1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Perubahan status mental
5. Putus obat
6. Penyalahgunaan zat / alcohol

Gejala dan Tanda Mayor :


Subjektif : Objektif :
1. Mengancam 1. Menyerang orang lain
2. Mengumpat dengan 2. Melukai diri sendiri / orang lain
kata-kata kasar 3. Merusak lingkungan
3. Suara keras 4. Perilaku agresif / amuk
4. Bicara ketus

Gejala dan Tanda Minor :


Subjektif : Objektif :
(tidak tersedia) 1. Mata melotot atau pandangan tajam
2. Tangan mengepal
3. Rahang mengatup
4. Wajah memerah
5. Postur tubuh kaku

18
Kondisi Klinis Terkait :
1. Attetion deficit / hyperactivity disorder (ADHD)
2. Gangguan perilaku
3. Oppositional defiant disorder
4. Gangguan Tourette
5. Delirium
6. Demensia
7. Gangguan amnestic
(SDKI, 2016)

19
INTERVENSI KEPERAWATAN
PERENCANAAN
NO DX KEP. INTERVENSI
TUJUAN KRITERIA EVALUASI
1 Risiko Perilaku TUM: Setelah dilakukan ...x 20 menit interaksi  Beri salam / panggil nama klien.
kekerasan  Klien dapat melanjutkan diharapkan klien dapat mencegah tindakan  Sebut nama perawat sambil berjabat
hubungan peran sesuai kekerasan pada diri sendiri, orang lain, tangan
tanggung jawab. maupun lingkungan.  Jelaskan maksud hubungan interaksi
Kriteria Evaluasi :  Beri rasa nyaman dan sikap empatis
TUK 1: a. Klien mau membalas salam.  Lakukan kontrak singkat tapi sering
Klien dapat membina b. Klien mau berjabat tangan
hubungan saling percaya c. Klien menyebutkan Nama
d. Klien tersenyum
e. Klien ada kontak mata
f. Klien tahu nama perawat
g. Klien menyediakan waktu untuk kontrak
TUK 2: a. Klien dapat mengungkapkan  Beri kesempatan untuk mengungkapkan
Klien dapat perasaannya. perasaannya.
mengidentifikasi penyebab b. Klien dapat menyebutkan perasaan  Bantu klien untuk mengungkapkan marah
marah / amuk marah / jengkel atau jengkel.
TUK 3: a. Klien dapat mengungkapkan perasaan  Anjurkan klien mengungkapkan perasaan
saat marah /jengkel.

20
Klien dapat b. Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda saat marah /jengkel.
mengidentifikasi tanda jengkel / kesal  Observasi tanda perilaku kekerasan pada
marah klien
TUK 4: a. Klien mengungkapkan marah yang biasa  Anjurkan klien mengungkapkan marah
Klien dapat dilakukan yang biasa dilakukan
mengungkapkan perilaku b. Klien dapat bermain peran dengan  Bantu klien bermain peran sesuai perilaku
marah yang sering perilaku marah yang dilakukan kekerasan yang biasa dilakukan.
dilakukan c. Klien dapat mengetahui cara marah yang  Bicarakan dengan klien apa dengan cara
dilakukan menyelesaikan masalah atau itu bisa menyelesaikan masalah
tidak
TUK 5: a. Klien dapat menjelaskan akibat dari cara  Bicarakan akibat / kerugian cara yang
Klien dapat yang digunakan dilakukan
mengidentifikasi akibat  Bersama klien menyimpulkan cara yang
perilaku kekerasan digunakan klien
 Tanyakan klien : ”Apakah mau tahu cara
marah yang sehat?”
TUK 6: a. Klien dapat melakukan berespon  Tanyakan pada klien apakah klien mau
Klien mengidentifikasi cara terhadap kemarahan secara konstruktif. tahu cara baru yang sehat
konstruksi dalam berespon  Beri pujian jika klien mengetahui cara lain
terhadap perilaku kekerasan yang sehat

21
 Diskusikan cara marah yang sehat dengan
klien, seperti : pukul bantal untuk
melampiaskan marah, tarik napas dalam,
mengatakan pada teman saat ingin marah
 Anjurkan klien sholat atau berdoa
TUK 7: a. Klien dapat mendemonstrasikan cara  Bantu klien untuk dapat memilih cara
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan : yang paling tepat.
mendemonstrasikan cara  Tarik nafas dalam  Klien dapat mengidentifikasi manfaat
mengontrol marah  Mengatakan secara langsung yang terpilih
tanpa menyakiti  Bantu klien menstimulasi cara tersebut
 Dengan sholat / berdoa  Beri reinforcement positif atas
keberhasilan
 Anjurkan klien menggunakan cara yang
telah dipelajari.

22
DAFTAR PUSTAKA

Candra, I Wayan, dkk. 2017. Modul Praktikum Jiwa Mahasiswa Semester V Prodi
D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar. Denpasar : Jurusan
Keperawatan Poltekkes Denpasar
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Andi
Pello, Agnes. 2017. Terapi Aktivitas Kelompok (Tak) Pada Pasien Dengan Resiko
Perilaku Kekerasan. Diunduh pada tanggal 1 Oktober 2018 dari:

https://www.academia.edu/35272180/TERAPI_AKTIVITAS_KELOMPO
K_TAK_PADA_PASIEN_DENGAN_RESIKO_PERILAKU_KEKERAS
AN
Stuart, GW dan SJ Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. St Louis : Mosby Year Book
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Yusuf, Ah. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Diunduh pada
tanggal 13 September 2018 dari :
https://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/buku%20ajar%20keperawatan
%20kesehatan%20jiwa.pdf

23

Anda mungkin juga menyukai