Minipro Deby Baru
Minipro Deby Baru
DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING :
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di seluruh dunia jumlah usia lanjut (lansia) diperkirakan mencapai
angka 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun
2025 akan mencapai 1,2 milyar (Stanley,2007). Pertambahan jumlah
lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990 sampai 2025, tergolong
tercepat didunia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
penduduk lansia pada tahun 2000 berjumlah 14,4 juta jiwa (7,18%). Pada
tahun 2010 diperkirakan menjadi 23,9 juta jiwa (9,77%) dan pada tahun
2020 akan berjumlah 28,8 juta jiwa (11,34%) (BPS, 2010).
Karakter pasien lansia adalah multipatologi, menurunnya daya
cadangan biologis, berubahnya gejala dan tanda dari penyakit klasik,
terganggunya status fungsional pasien lansia, dan sering terdapat
gangguan nutrisi, gizi kurang atau buruk (Soejono,2006). Salah satu
bentuk terganggunya status fungsional yang paling menonjol dari pasien
pralansia dan lansia adalah penurunan fungsi kognitif. Kognitif adalah
suatu konsep yang komplek yang melibatkan sekurang-kurangnya aspek
memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa, dan fungsi motorik
(Nehlig, 2010). Penurunan fungsi kognitif dapat meliputi berbagai
aspek yaitu orientasi, atensi, kalkulasi, memori, dan bahasa. Penurunan
ini dapat mengakibatkan masalah antara lain memori panjang dan
informasi, dalam memori panjang mereka akan kesulitan dalam
mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik
perhatiannya dan informasi baru atau informasi tentang orang
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat penurunan
fungsi kognitif lansia diperkirakan 121 juta manusia, dari jumlah itu 5,8 %
laki-laki dan 9,5 % perempuan (Djojosugito, 2002). Perhatian dan
pengetahuan masyarakat terhadap gangguan kognitif saat ini masih sangat
kurang. Masyarakat cenderung menganggap hal tersebut sebagai bagian
dari proses menua yang wajar. Pada umumnya masyarakat baru akan
mencari pengobatan setelah terjadi gangguan kognitif yang berat dan
gangguan perilaku atau demensia, sehingga penatalaksanaanya tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan. Penatalaksanaan gangguan kognitif
pada stadium dini baik secara farmakologis maupun non farmakologis
dapat menyembuhkan atau memperlambat progresifitas penyakitnya,
sehingga individu yang bersangkutan tetap mempunyai kualitas hidup
yang baik.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempengaruhi
penurunan fungsi kognitif pada lansia. Peningkatan tekanan darah kronis
dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi reduksi
substansia putih dan abu-abu di lobus prefrontal, penurunan hipokampus,
meningkatkan hiperintensitas substansia putih di lobus frontalis.
Berdasarkan data WHO, Indonesia merupakan negara yang prevalensi
hipertensinya lebih besar jika dibandingkan dengan negara Asia lain
seperti Bangladesh, Korea, Nepal dan Thailand (WHO South East Asia
Region,2011). Prevalensi hipertensi pada pralansia dan lansia di Indonesia
lebih besar dibandingkan kelompok umur lain. Data Survey Kesehatan
Rumah Tangga (2004), prevalensi hipertensi pada kelompok umur 45-54
tahun 22,5% pada kelompok umur 55- 64 tahun 27,9% dan pada kelompok
umur 65 tahun keatas ada 29,3% yang menderita hipertensi. Berdasarkan
data Puskesmas Ajibarang II, tahun 2021 hipertensi merupakan urutan ke
2 dari 15 penyakit terbanyak yang melakukan kunjungan ke Puskesmas
Ajibarang II.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang
tingkat pengetahuan penyakit hipertensi pada pasien prolanis di wilayah
kerja Puskesmas Ajibarang II.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan penyakit hipertensi pada
pasien prolanis di wilayah kerja Puskesmas Ajibarang II?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan penyakit hipertensi pada pasien prolanis di wilayah kerja
Puskesmas Ajibarang II.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan
mengenai tingkat pengetahuan tentang penyakit hipertensi pada pasien
prolanis di wilayah kerja Puskesmas Ajibarang II.
2. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai bahan evaluasi
bagi Puskesmas Ajibarang II dan Dinas Kesehatan setempat untuk
meningkatkan pendidikan kesehatan masyarakat terkait penyakit
hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Hipertensi
a. Definisi
Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat
abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda.
Seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya
lebih tinggi dari 140/90 mmHg (Elizabeth dalam Ardiansyah M.,
2012).
Menurut Price (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016),
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.
Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung,
tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan
pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar
resikonya.
Sedangkan menurut Hananta I.P.Y., & Freitag H. (2011),
Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam
pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode.
Hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat
endogen seperti usia, jenis kelamin dan genetik/keturunan, maupun
yang bersifat eksogen seperti obesitas, konsumsi garam, rokok dan
kopi.
Menurut American Heart Association atau AHA dalam
Kemenkes (2018), hipertensi merupakan silent killer dimana gejalanya
sangat bermacam-macam pada setiap individu dan hampir sama
dengan penyakit lain. Gejala-gejala tersebut adalah sakit kepala atau
rasa berat ditengkuk. Vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah,
penglihatan kabur, telinga berdenging atau tinnitus dan mimisan.
b. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
(Ardiansyah M., 2012) :
1) Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang
90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga
berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :
a) Genetik Individu dengan keluarga hipertensi memiliki
potensi lebih tinggi mendapatkan penyakit hipertensi.
b) Jenis kelamin dan usia Lelaki berusia 35-50 tahun dan
wanita yang telah menopause berisiko tinggi mengalami
penyakit hipertensi.
c) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak.
Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan
dengan kandungan lemak yang tinggi secara langsung
berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
d) Berat badan obesitas Berat badan yang 25% melebihi berat
badan ideal sering dikaitkan dengan berkembangnya
hipertensi.
e) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol Merokok dan
konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan berkembangnya
hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang terkandung
dalam keduanya.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui
penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa
penyakit, yaitu :
a) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang
dapat menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah diatas area kontriksi.
b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini
merupakan penyakit utama penyebab hipertensi sekunder.
Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan penyempitan
c. Klasifikasi Hipertensi
Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. 2016),
klasifikasi hipertensi klinis berdasarkan tekanan darah sistolik dan
diastolik yaitu :
Menurut World Health Organization (dalam Noorhidayah, S.A. 2016)
klasifikasi hipertensi adalah :
1) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140
mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.
2) Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-149
mmHg da n diastolik 91-94 mmHg.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg.
d. Manifestasi Klinis Hipertensi
Menurut Kemenkes RI, 2018 tidak semua penderita hipertensi
memiliki gejala secara tampak, mayoritas dari penderitanya
mengetahui menderita hipertensi setelah melakukan pemeriksaan pada
fasilitas kesehatan baik primer maupun sekunder. Hal ini pula yang
mengakibatkan hipertensi dikenal dengan sebutan the silent killer.
Tetapi pada beberapa penderita memiliki gejala seperti :
1) Sakit Kepala
2) Gelisah
3) Jantung berdebar-debar
4) Pusing
5) Penglihatan kabur
6) Rasa sesak di dada
7) Mudah lelah
e. Faktor Risiko Hipertensi
Menurut Aulia, R. (2017), faktor risiko hipertensi dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu :
1) Faktor yang tidak dapat diubah
a) Riwayat Keluarga
Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah, ibu, kakak
kandung/saudara kandung, kakek dan nenek dengan
hipertensi lebih berisiko untuk terkena hipertensi.
b) Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya
usia. Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun
sedangkan pada wanita meningkat pada usia lebih dari 55
tahun.
c) Ras/etnik
Hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar
negeri hipertensi banyak ditemukan pada ras Afrika
Amerika daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.
2) Faktor yang dapat diubah
Kebiasaan gaya hidup tidak sehat dapat meningkatkan hipertensi
antara lain yaitu :
a) Merokok
b) Kurang aktifitas fisik
c) Konsumsi alkohol
d) Konsumsi kopi berlebih
e) Konsumsi garam berlebih
f) Konsumsi makanan berlemak
f. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan melalui dua metode
yaitu farmakologi dan nonfarmakologi. Metode farmakologi
merupakan sebuah metode yang menggunakan obat-obatan medis.
Dalam hal ini pemilihan obat yang akan diberikan pada penderita
hipertensi tidak bisa sama. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut
adalah tabel tentang pemberian obat-obatan medis bagi penderita
hipertensi berdasarkan target tekanan darah.
Penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya memiliki prinsip
dasar dimana penurunan tekanan darah berperan sangat penting dalam
menurunkan risiko mayor kejadian kardiovaskuler pada pasien
hipertensi. Dengan begitu focus utama dalam penanganan hipertensi
yaitu mengontrol tekanan darah pada penderita hipertensi. Selain
penatalaksanaan dengan obat-obat medis, modifikasi gaya hidup turut
berperan penting dalam mengurangi risiko hipertensi semakin kronik.
(Kandarini, 2018)
Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi
konsumsi garam menjadi 6gr / hari, menurunkan berat badan,
menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol.
Olahraga secara rutin dan tidur yang berkualitas dengan 6-8 jam tidur
per hari dapat membantu mengurangi stress.
g. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi merupakan factor utama dalam terjadinya penyakit
gagal ginjal, otak, gagal jantung, dan penglihatan. Peningkatan
tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan risiko terjadinya
komplikasi tersebut. Pada sebagian besar penderita hipertensi yang
gejalanya tidak tampak, langkah pengobatan pun juga terkendala
untuk dilakukan sehingga mengakibatkan perluasan penyakit termasuk
pada organ tubuh lainnya. Dimana hal tersebut meningkatkan angka
mortilitas akibat penyakit hipertensi ini.
1) Gangguan penglihatan
Tekanan darah yang meningkat secara terus menerus dapat
mengakibatkan pada kerusakan pembuluh darah pada retina.
Semakin lama seseorang mengidap hipertensi dimana tekanan
darah yang terjadi meningkat maka kerusakan yang terjadi pada
retina juga semakin berat. Selain itu, gangguan yang bisa terjadi
akibat hipertensi ini juga dikenal dengan iskemik optic neuropati
atau kerusakan saraf mata. Kerusakan parah dapat terjadi pada
penderita hipertensi maligna, dimana tekanan darah meningkat
secara tiba-tiba.
2) Gagal ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan darah tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan
glomerulus. Kerusakan glomerulus ini berakibat pada darah
yang mengalir ke unit fungsional ginjal terganggu. Kerusakan
pada membrane glomerulus juga berakibat pada keluarnya
protein secara menyeluruh melalui urine sehingga sering
dijumpai edea sebagai akibat dari tekanan osmotic koloid
plasma yang berkurang. Gangguan pada ginjal umumnya
dijumpai pada penderita hipertensi kronik.
3) Stroke
Stroke terjadi ketika otak mengalami kerusakan yang
ditimbulkan dari perdarahan, tekanan intra karnial yang
meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh
darah non otak yang terpajan pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang mengalirkan suplai darah ke otak mengalami
hipertropi atau penebalan.
4) Gangguan jantung
Gangguan jantung atau yang dikenal dengan infark miokard
terjadi ketika arteri koroner mengalami arteriosklerosis. Akibat
dari ini adalah suplay oksigen ke jantung terhambat sehingga
kebutuhan oksigen tidak terpenuhi dengan baik sehingga
menyebabkan terjadinya iskemia jantung (Nuraini, 2015).
2. Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia
atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui panca indra
yang dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap
objek yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan.
Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui indra
pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2014).
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan orang terhadap sesuatu pasti memiliki tingkatan
yang berbeda-beda. Secara garis besar pengetahuan dibagi dalam 6
tingkat pengetahuan, yaitu:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Tingkatan pengetahuan pada tahap ini
merupakan tingkatan yang paling rendah. Kemampuan
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 2014).
2) Memahami (comprehension)
Memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan bukan
sekadar tahu terhadap objek tersebut, namun juga dapat
menjelaskan, menyimpulkan, dan menginterpretasi materi
tersebut secara benar (Notoatmodjo, 2014).
3) Aplikasi (application)
Pengetahuan pada tahap ini diartikan apabila orang yang telah
memahami objek yang dimaksud maka seseorang tersebut dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
tersebut pada situasi yang lain atau yang sebenarnya
(Notoatmodjo, 2014).
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan
dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau
objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu
sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut
telah dapat menggambarkan (membuat bagan), memisahkan dan
mengelompokkan, serta membedakan atau membandingkan
pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo, 2014).
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan berbagai elemen atau unsur pengetahuan yang ada
menjadi suatu pola baru yang lebih menyeluruh. Dengan kata
lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo,
2014).
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada (Notoatmodjo, 2014).
B. Kerangka Teori
Pasien Penderita
Hipertensi
Prolanis Baik
C. Kerangka Konsep
Usia
Pekerjaan
D. Hipotesis
Keterangan:
n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Presisi (ditetapkan 10%, dengan tingkat kepercayaan 90% )
Sehingga besar sampel pada penelitian ini adalah :
N
n=
1+ N . d 2
66
n= 2
1+66.(0,1)
A. Hasil
1. Wilayah Kerja Puskesmas Ajibarang II
a. Letak Geografis
Puskesmas Ajibarang II merupakan salah satu bagian dari 39
Puskesmas yang ada di Kabupaten Banyumas, dan merupakan unit 2
dari Kecamatan Ajibarang. Dengan luas wilayah mencapai 22.966
km2 , mempunyai 7 desa wilayah kerja yang meliputi Desa Pancasan,
Lesmana , Pancurendang , Kalibenda , Banjarsari , Sawangan dan
Jingkang ,sedangkan wilayah desa yang terluas desa Jingkang tersempit
desa Kalibenda.
Karakteristik Responden
Keterangan Jumlah (n) Persen (%)
Usia (tahun)
<20 0 0
20-35 16 40
>35 24 60
Pendidikan
SD 14 35
SMP 14 35
SMA 10 25
Perguruan Tinggi 2 5
Pekerjaan
IRT 28 70
Petani 3 7,5
PNS 1 2,5
Wiraswasta 8 20
Paritas
0-2 26 65
>2 14 35
Total 40 100
Usia Pengetahuan
(tahun) Baik Cukup Kurang Total
n % n % n % n %
<20 0 0 0 0 0 0 0 0
20-35 12 75 4 25 0 0 16 100
>35 8 33, 11 45,8 5 20,8 24 100
4
Total 20 15 5 40
Pengetahuan
Pendidikan
Baik Cukup Kurang Total
n % n % n % n %
SD 5 35,7 5 35,7 4 28,6 14 100
SMP 4 28,6 9 64,3 1 7,1 14 100
SMA 9 90 1 10 0 0 10 100
Perguruan Tinggi 2 100 0 0 0 0 2 100
Total 20 15 5 40
Pengetahuan
Pekerjaan
Baik Cukup Kurang Total
n % n % n % n %
IRT 11 39,3 13 46,4 4 14,3 28 100
Petani 0 0 2 66,7 1 33,3 3 100
PNS 1 100 0 0 0 0 1 100
Wiraswasta 8 100 0 0 0 0 8 100
Total 20 15 5 40
B. Pembahasan
Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia
atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui panca indra yang
dimilikinya. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui
indra pendengaran dan indra penglihatan. Sedangkan, kontrasepsi adalah
pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi) atau
pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding Rahim
(Notoatmodjo, 2014; Nugroho & Utama, 2014).
Pada penelitian ini, didapatkan mayoritas tingkat pengetahuan ibu
PUS terhadap penggunaan alat kontrasepsi adalah baik yaitu sebanyak 20
responden (50%). Tingkat pengetahuan cukup didapatkan pada 15
responden (37,5%) dan kurang pada 5 responden (12,5%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Tanto (2021) dimana sebanyak
63% responden memiliki tingkat pengetahuan baik terhadap KB dan alat
kontrasepsi.
Hal tersebut menunjukkan ibu PUS di wilayah Puskesmas
Ajibarang II sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang alat
kontrasepsi. Pengetahuan adalah salah satu hal yang penting diperhatikan
dalam rangka keberhasilan program KB. Pengetahuan masyarakat
khususnya dalam program KB dan alat kontrasepsi sangat berguna dalam
meningkatkan kesadaran Ibu untuk menggunakan kontrasepsi sehingga
dapat menurunkan Angka Kematian Ibu melalui upaya pencegahan
kehamilan, penundaan usia kehamilan, dan menjarangkan kehamilan.
Dengan memiliki pengetahuan yang baik terhadap suatu hal, seseorang
akan memiliki kemampuan untuk menentukan dan mengambil suatu
keputusan (Harahap, 2021).
Hasil analisis data untuk tingkat pengetahuan terhadap penggunaan
alat kontrasepsi berdasarkan usia didapatkan mayoritas tingkat
pengetahuan baik pada usia 20-35 tahun yaitu pada 12 responden (75%),
hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian Tanto
(2021). Berdasarkan pendidikan didapatkan paling banyak dengan
tingkat pengetahuan baik adalah perguruan tinggi (S1) yaitu 2 responden
(100%). Pendidikan seseorang mempengaruhi proses belajar, semakin
tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi sehingga pengetahuan yang didapat akan semakin
banyak (Budiman dan Riyanto, 2013).
Berdasarkan pekerjaan didapatkan pekerjaan terbanyak yang
memiliki tingkat pengetahuan baik adalah PNS dan wiraswasta masing-
masing 1 dan 8 responden (100% dan 100%), sedangkan berdasarkan
paritas didapatkan mayoritas tingkat pengetahuan baik pada responden
dengan paritas 0-2 yaitu 16 responden (61,5%), dimana berdasarkan
NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) jumlah anak
yang sebaiknya dimiliki adalah 2 anak.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang
secara umum, yaitu:
1) Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan
seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat.
2) Sosial, budaya, dan ekonomi
Sosial dan budaya merupakan kebiasaan dan tradisi yang dilakukan
orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau
buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi
pengetahuan seseorang.
5) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu.
6) Usia
Usia dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Namun, sulit untuk dapat mengajarkan hal baru kepada
orang yang sudah tua karena dapat diperkirakan bahwa IQ akan
menurun sejalan dengan bertambahnya usia.
(Budiman dan Riyanto, 2013).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuesioner responden pada
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Karakteristik ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Ajibarang II yang
mengikuti program KB sebagian besar terdiri dari usia lebih dari 35
tahun yaitu sebanyak 24 responden (60%), pendidikan SD sebanyak 14
responden, pendidikan SMP sebanyak 14 responden, pekerjaan adalah
IRT sebanyak 28 responden (70%), dan paritas 0-2 sebanyak 26
responden (65%).
2. Tingkat pengetahuan penggunaan alat kontrasepsi pada ibu pasangan usia
subur dalam program keluarga berencana di wilayah kerja Puskesmas
Ajibarang II adalah baik dengan persentase 50%.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyadari bahwa
masih terdapat banyak kekurangan pada penelitian ini. Terlepas dari
keterbatasan yang dimiliki, peneliti memiliki beberapa saran yang mungkin
bermanfaat, yaitu:
1. Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif mencari informasi mengenai
pentingnya penggunaan alat kontrasepsi melalui berbagai media
komunikasi dalam upaya meningkatkan pengetahuan
2. Bagi petugas kesehatan, terutama di wilayah Puskesmas Ajibarang II
hendaknya lebih meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
kontrasepsi terutama pada pemilihan kontrasepsi serta keuntungan
kontrasepsi, sehingga masyakat mudah dalam memilih kontrasepsi apa
yang akan digunakan nanti. Metode yang dapat digunakan yaitu dengan
cara penyuluhan, pemasangan poster, dan lain-lain sesuai dengan
karakteristik masyarakat dengan menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh masyarakat.
3. Bagi peneliti selanjutnya, perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan ibu PUS mengenai
penggunaan alat kontrasepsi, serta faktor lainnya selain pengetahuan ibu
yang dapat mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi dengan cakupan
yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman & Riyanto, A. 2013, Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap
dalam Penelitian Kesehatan, Salemba Medika, Jakarta.
Dewi, M.U.K. 2013, Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana,
Trans Info Media, Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Manuaba .2008. Ilmu. Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan
KB.Jakarta:EGC
Sherwood, L. 2014, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi ke-8, EGC,
Jakarta.
Tanto, Zen, 2021. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Pasangan Usia
Subur (Pus) Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Kelurahan
Pangkalan Masyhur Kecamatan Medan Johor. Medan: USU.
Identitas Responden
1. Nama :
2. Pendidikan :
SD
SMP
SMA
Diploma/Sarjana
3. Umur :
20-30 Tahun
> 30 Tahun
No Jawaban
1 Benar
2 Benar
3 Benar
4 Salah
5 Salah
6 Benar
7 Benar
8 Benar
9 Salah
10 Benar
11 Salah