Anda di halaman 1dari 20

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

Ulumul Qur’an SURMA HAYANI S.ag,M.pd

MAKALAH
NASAKH DAN MANSUKH

Di Susun Oleh :

AL MUJIBURROHMAN ( 220101035 )

HARISMAN (. )

FAKULTAS USHULUDIN DAN TARBIYAH KEGURUAN

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR DAN PGMI

INSTITUT SAINS AL-QUR’AN DAN TAFSIR

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karna atas limpahan rahmatnya
penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan
sesuai dengan harapan.

Ucapkan terima kasih kami sampaikan kepada buk Surma sebagai dosen pengampu mata
kuliah ulumul Qur’an yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karna
keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Pasir pengaraian,9 juni 2023

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1. Latar Belakang Masalah..........................................................................1


2. Rumusan Masalah....................................................................................2
3. Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2

1. Pengertian nasakh dan mansukh.............................,..............................2


2. Macam Macam Nasakh dan mansukh...................................................3

3.hikmah nasakh dan manaukh....................................................................7

4.pendapat para ulama tentang nasakh dan mansukh..............................11

BAB III................................................................................................................ 16

PENUTUP............................................................................................................16

1. Kesimpulan.................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................17

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an adalah kalamullah yang merupakan mu‟jizat bagi Nabi Muhammad


SAW. Al-Qur‟an merupakan petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai
kebahagiannya di dunia dan akhirat. Dalam al-Qur‟an terkandung banyak hikmah
dan pelajaran. Al-Qur‟an memuat ayat yang mengandung hal-hal yang
berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, tentang cerita-cerita, seruan
kepada umat manusia untuk beriman dan bertaqwa, memuat tentang ibadah,
muamalah dan lain-lain.
Al-Qur‟an diturunkan secara berangsur-angsur, dalam penjelasan al-Qur‟an ada
yang dikemukakan secara terperinci, ada pula yang garis besarnya saja, ada yang
khusus dan ada yang masih bersifat umum dan global. Ada ayat-ayat yang sepintas
dan menunjukkan adanya gejala kontradiksi yang menurut M. Quraish
Shihab para ulama berbeda pendapat tentang nāsikh mansūkh.12

Kata naskh merupakan maṣdar dari kata nasakha, yang secara harfiyah
berarti: menghapus, memindahkan, mengganti, atau mengubah. Dari kata nasakha
terbentuk kata nāsikh dan mansūkh. Secara etimologi, nāsikh berarti yang
menghapus, yang mengganti atau yang mengubah.Sedangkan mansūkh berarti yang
dihapus, yang digantikan atau yang diubah. 3

1
M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an (Bandung: PT.Mizan Pustaka, 1994), h.
2
.
3
M. Yusuf, Studi Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2010). h. 113.

1
BAB II

MENGENAL NĀSIKH MANSŪKH

A. PENGERTIAN Nāsikh Mansūkh

Kata nāskh yang bentuk isim failnya nāsikh dan isim maf‟ulnya mansūkh,
mempunyai arti yang beragam, antara lain : menghilangkan, menghapuskan,
membatalkan.4 Disamping itu juga nāskh berarti membatalkan atau memindah dari
satu wadah ke wadah yang lain, atau juga berarti penukilan dan penyalinan.5
Kata nāsikh menurut sifat sendiri memiliki banyak makna, bisa berarti:
Menghilangkan (al-Izālah) 6 , Menggantikan (at-Tabdīl) 7 , at-Tahwil ( peralihan),
dan Naql artinya memindahkan dari satu tempat ketempat lain. Jadi nāsikh adalah
sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan dan mengubah, sedang
mansūkh adalah sesuatu yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, dirubah dan lain
sebagainya.8
Dari beberapa definisi tentang nāskh yang telah dipaparkan diatas, nampak
bahwa nāskh memiliki makna yang berbeda-beda, bisa berarti membatalkan,
menghilangkan, menghapus, menggalihkan dan sebagainya, yang di hapus disebut
mansūkh dan yang menghapus disebut nāsikh, namun dari sekian banyak definisi
itu, menurut Rosihon Anwar, pengertian nāsikh yang mendekati kebenaran adalah
nāskh dalam pengertian al-Izālah, yakni: (berarti mengangkat sesuatu dan
menetapkan selainnya pada tempatnya)
Sebagaimana dalam pengertian etimologi, nāskh dalam terminologi pun memiliki
pengertian yang berbeda-beda, sebagaimana pendapat yang mengatakan bahwa
nāskh adalah mengangkat atau menghapus hukum syara‟ dengan dalil hukum

2
3

(khitab) yang lain. 9 Sementara al-Zarqoni mengatakan bahwa definisi nāskh


menurut istilah adalah mengangkat hukum syar‟i dengan dalil syara‟ yang lain,
ini dapat dipandang sebagai definisi yang cermat. 10 Dan menurut Abu Zahroh
mendifinisikan nāskh dengan penghapusan hukum syar‟i oleh Syāri‟ (Allah)
dengan dalil yang datang kemudian. 11
Sejalan dengan bahasa Arab yang mengartikan kata “nāskh” sama dengan

“meniadakan” dan “mencabut”, beberapa ketentuan hukum syari‟at yang oleh


asySyāri‟ (Allah dan Rasul-Nya) dipandang tidak perlu dipertahankan, dicabut
dengan dalil-dalil yang kuat dan jelas serta berdasarkan pada kenyataan yang dapat
dimengerti, untuk kepentingan suatu hikmah dan hanya diketahui oleh orang-orang
memilki ilmu sangat dalam. 12 Ada juga yang berpendapat bahwa nāsikh adalah
mengangkat hukum syara‟ dengan dalil syara‟ yang datang kemudian dengan
menghilangkan amal pada hukum-hukumnya atau
menetapkannya.13

Dalam terminologi hukum Islam (fiqih) hukum yang dibatalkan namanya


mansūkh, sedangkan hukum yang datang kemudian (menghapus) disebut
nāsikh.belakangan, dengan cara melihat redaksi yang mengindikasikan datang
belakangan atau terlebih dahulu, atau dengan adanya ijmak para ulama, atau
dengan adanya keterangan dari sabahat Nabi Saw yang menjelaskan salah satu
ayat turun terlebih dahulu dan yang lain belakangan. Karena ayat yang datang
belakangan berfungsi sebagai nāsikh atau penghapus ketentuan lama, dan ayat
datang dahulu biasanya ketentuan hukumnya dibatalkan oleh ayat yang datang
selanjutnya.

9
Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabahis fi Ulum al-Qur‟an (Singapura: Haramain, t.t.), h. 232.
10
Muhammad Abudul Adzim al-Zarqoni, Manahil al-„Irfan fi Ulumil Qur‟an (Beirut: Dar
al-Fikr, Tp.t), h. 151.
11
Muhammad Abu Zahroh, Ushul Fiqh Beirut: Dar al-Fikr, 1958), h. 60.
12
Subhi Shalih, Mabahis fi Ulum al-Qur‟an (Beirut: Dar al-„Ilm, 1988), h. 261.
13
Abd Mun‟im an-Namr, Ulum al-Qur‟an al-Karim ( Beirut: Dar al-Kitab, 1983), h. 183.

3
B.Macam-macam Nāsikh Mansūkh

Macam-macam nāsikh mansūkh yaitu:

1. Nāskh hukum dan tilāwah-nya secara bersamaan. 14 Seperti ayat yang


berbunyi:

َ‫ت َم ْع ْلوُُ َمات يـ ُ َح ِّر ْمن‬ َ ‫ع ْش ُر َر‬


ٍ ‫ضعَا‬ َ
“Sepuluh kali susuan yang diyakini, menjadikan adanya hubungan
mahram”

Aisyah berkata: “Pada mulanya ayat ini dicantumkan di dalam mushaf al-

Qur‟an dan hukumnya juga berlaku. Kemudian ayat ini dihapus, baik tulisan
maupun hukumnya”. Ayat tersebut di-nāskh oleh ayat lain yang berbunyi:

َ‫ت َم ْع ْلوُُ َمات يـ ُ َح ِّر ْمن‬


ٍ ‫ض َع ا‬
َ ‫س َر‬
ُ ‫خَـ ْم‬
“Lima kali susuan yang di yakini, menjadikan adanya hubungan
mahram”

2. Nāskh hukum sedangkan tilāwah-nya masih tetap. Nāskh macam ini sedikit
ditemukan dalam al-Qur‟an, namun ada juga orang yang berlebihan dalam
menetapkan nāskh seperti ini.15 Nāskh macam ini setidaknya mempunyai dua
hikmah: karena al-Qur‟an firman Allah, dan membacanya mendapat pahala,
maka di tetapkan tilāwahnya. Dan agar mengingat tentang ringan atau
beratnya hukum yang dihapus. Misalkan me-nāskh ayat „iddah satu tahun
dalam surat al-Baqarah: 240 dengan ayat; 234 dalam surat yang sama, yakni
dengan „iddah empat bulan sepuluh hari

14
al-Sayyuthi, al-Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, h. 22.
15
Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabahits fi „Ulum al-Qur‟an, h. 230.

4
5

3. Nāskh tilāwah sedangkan hukumnya tetap berlaku. Salah satu contoh nāskh
macam ini, seperti ayat rajam yang mula-mulanya terbilang ayat al-Qur‟an.
Kemudian ayat ini dinyatakan telah di-nāskh-kan bacaannya sedangkan
hukumnya tetap berlaku.16
Hal ini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan dari Muhammad ibn

Ja‟far, dari Syu‟bah, dari Qatadah, dari Yunus ibn Jubair, dari Katsir ibn al
Shalt, dari Zaid ibn Tsabit berkata:

‫الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجمو هما‬


‫“البتة‬Orang tua laki-laki dan perempuan yang berzina, maka rajamlah
keduanya itu dengan pasti.” Ini termasuk ke dalam surat al-Baqarah.31

Sebagian ulama ada yang tidak mengakui nāskh semacam ini, karena khabar-
nya bersifat ahad. Menurut mereka khabar ahad yang diriwayatkan periwayat yang
tsiqqah tidak dapat diterima dalam hal nāskh. Namun ada pula yang memudahkan
persoalan nāskh, sehingga merasa cukup dengan pendapat mufassir atau mujtahid.
Adapun yang benar adalah kebalikan dari kedua pendapat

itu.17

Nāskh terbagi kepada tiga bagian yaitu:

4. Nāskh al-Qur‟an dangan al-Qur‟an. Para ulama yang mengakui adanya nāskh,
telah sepakat adanya nāskh al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, dan itu-pun
5. telah terjadi menurut mereka.Salah satu contohnya ayat „iddah satu tahun di-
nasakh-kan dengan ayat „iddah empat bulan sepuluh hari.18
6. Nāskh al-Qur‟an dengan sunah, nāskh yang macam ini terbagi dua, pertama:
nāskh al-Qur‟an dengan hadis ahad. Jumhur ulama berpendapat, hadis ahad

18
Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabahits fi „Ulum al-Qur‟an, 228.

5
tidak bisa menāskhkan al-Qur‟an, karena al-Qur‟an adalah nāsh yang
mutawatir, menunjukkan keyakinan tanpa ada praduga atau dugaan padanya,
sedangkan hadis ahad adalah nash yang bersifat zhanni, karena ada
kemungkinan salah dan jumlah perawinya dibawah hadis mutawatir. Dan
tidak sah pula menghapus suatu yang sudah diketahui dengan suatu yang
sifatnya dugaan atau diduga. 19
Adapun me-nāskh-kan al-Qur‟an dengan sunah mutawatir para ulama
berbeda pendapat; Malik, Abu Hanifah dan Ahmad dalam satu riwayat
membolehkannya. Dasar argumentasi mereka adalah firman Allah Q.S.
Annajm 4-5, yang artinya:“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut
kemauannya hawa nafsunya. Ucapan itu tidak lain hanyalah wahyu yang
Diwahyukan (kepadanya)”. Al-Syafi‟i dan beberapa ulama lain menolak

Nāskh seperti ini.

1.Nāskh sunnah dengan al-Qur‟an. Jumhur ulama membolehkan nāskh seperti ini.
Salah satu contohnya adalah menghadap ke Baitul Maqdis yang ditetapkan oleh
Sunnah, kemudian ketetapan ini di-nāskh-kan oleh al-

2.Qur‟an. Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān menyebutkan bahwa al-Syafi‟i menolak


pendapat yang mengatakan puasa pada hari „Asyura‟ yang ditetapkan sunnah
kemudian di-nāskh-kan oleh al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 185, karna
menurutnya antara al-Qur‟an dan sunnah saling mendukung.

3. Nāskh sunah dengan sunnah, sunnah macam ini terbagi pada empat macam,
yaitu: Nāskh sunnah mutawatir dengan sunnah mutawatir, nāskh sunah ahad
dengan sunnah ahad, nāskh sunnah ahad dengan sunnah mutawatir,dan nāskh
sunnah mutawatir dengan sunnah ahad.

19
Mabahits fi Ulum al-Qur‟an, h. 237.

6
7

Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān menjelaskan bahwa nāskh ijma‟ dengan ijma‟ dan
qiyas dengan qiyas atau menāskh dengan keduanya, menurut pendapat yang sahih
tidak dibolehkannya. Apabila dilihat dari segi keluasan jangkauan nāskh terhadap
hukum yang dikandung dalam suatu ayat, maka nāskh terbagi pada dua macam:
Nāskh kulli, yaitu nāskh yang mencakup seluruh hukum yang terkandung dalam
suatu ayat, misalkan; penghapusan iddah wafat selama satu tahun yang diganti 4
bulan 10 hari. Dan nāskh juz‟i, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku bagi
semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi individu, atau menghapus
hukum yang bersifat muthlak dengan yang bersifat muqayyad.41 Contohnya
hukum dera sebanyak 80 kali bagi orang yang menuduh zina (qodzaf) kepada
seorang wanita tanpa adanya saksi pada surat An-Nur ayat 4:

ْ‫ض اِّذَا اَ ْخ َر َج يَدَهٗ لَ ْم يَ َكد‬ ٌۗ ٍ ْ‫ض َها ف َْوقَ بَع‬ ُ ْ‫ابٌ ظُلُمٰ ٌۢتٌ بَع‬ ٌۗ ‫س َح‬
َ ‫ت فِّ ْي بَ ْح ٍر لُّ ِّجي ٍ يَّغْ ٰشىهُ َم ْو ٌج م ِّْن ف َْوق ِّٖه َم ْو ٌج م ِّْن ف َْوق ِّٖه‬
ٍ ٰ‫اَ ْو َكظُلُم‬
ُ ‫َي ٰرى َه ٌۗا َو َم ْن لَّ ْم َي ْج َع ِّل ه‬
‫ّٰللا لَ ٗه ن ُْو ًرا فَ َما لَ ٗه م ِّْن نُّ ْو ٍر‬

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang
menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. Dan mereka Itulah orangorang yang fasik.”
Ayat itu di hapus oleh ketentuan lain, bersumpah empat kali dengan nama
Allah, jika si penuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat yang sama:
ْ‫ض اِّذَا اَ ْخ َر َج يَدَهٗ لَ ْم يَ َكد‬ ٌۗ ٍ ْ‫ض َها ف َْوقَ بَع‬ ُ ْ‫ابٌ ظُلُمٰ ٌۢتٌ بَع‬ ٌۗ ‫س َح‬
َ ‫ت فِّ ْي بَ ْح ٍر لُّ ِّجي ٍ يَّغْ ٰشىهُ َم ْو ٌج م ِّْن ف َْوق ِّٖه َم ْو ٌج م ِّْن ف َْوق ِّٖه‬
ٍ ٰ‫اَ ْو َكظُلُم‬
ُ ‫َي ٰرى َه ٌۗا َو َم ْن َّل ْم َي ْج َع ِّل ه‬
‫ّٰللا لَ ٗه ن ُْو ًرا فَ َما لَ ٗه م ِّْن نُّ ْو ٍر‬

“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah
empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk
orang-orang yang benar”.
Kemudian nāskh itu ada yang disertai dengan pengganti dan ada yang tidak
disertai dengan pengganti. Nāskh dengan pengganti terkadang penggantinya lebih
ringan, sebanding dan terkadang lebih berat.42 Salah satu contoh nāskh tanpa

7
pengganti seperti penghapusan keharusan bersedekah sebelum menghadap
Rasulullah sebagaimana tersebut dalam Q.S Al-Mujadilah: ayat: 12, maknanya:
‫غفُ ْو ٌر‬ َ ‫ط َه ٌۗ ُر فَا ِّْن لَّ ْم ت َِّجد ُْوا فَاِّنَّ ه‬
َ ‫ّٰللا‬ ْ َ‫صدَقَةً ٌٰۗذلِّكَ َخي ٌْر لَّكُ ْم َوا‬
َ ‫ي نَج ْٰوىكُ ْم‬ َّ ‫ٰياَيُّ َها الَّ ِّذيْنَ ٰا َمن ُْوا اِّذَا نَا َجيْتُ ُم‬
ْ َ‫الرس ُْو َل فَق َِّد ُم ْوا بَيْنَ يَد‬
‫َّرحِّ يْ ٌم‬
“Hai orang yang beriman, apabila kamu menghadap lalu kamu mengadakan
pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah
(kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu”.
Ketentuan ini di-nāskh-kan dengan ketentuan yang terdapat pada Q.S Al-
Mujadilah: ayat: 13, maknanya:

‫الز ٰكوةَ َواَطِّ يْعُوا ه‬


َ‫ّٰللا‬ َّ ‫علَيْكُ ْم فَاَقِّيْ ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا‬
َ ‫ّٰللا‬
ُ ‫َاب ه‬ ٍ ٌۗ ‫صد َٰق‬
َ ‫ت فَ ِّاذْ لَ ْم تَفْعَلُ ْوا َوت‬ ْ َ‫َءاَ ْشفَقْتُ ْم اَ ْن تُق َِّد ُم ْوا بَيْنَ يَد‬
َ ‫ي نَج ْٰوىكُ ْم‬
‫ّٰللا َخ ِّبي ٌْر ٌۢ ِّب َما تَ ْع َم ُل ْون‬
ُ ‫َو َرس ُْولَ ٗه ٌَۗو ه‬
“Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karna kamu memberikan sedekah
sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tidak memperbuatnya, dan
Allah telah memberi taubat kepadamu, maka dirikan shalat, tunaikan zakat...”.
Setelah menyimak penjelasan macam-macam nāsikh mansūkh, kemudian nāskh
itu ada yang disertai dengan pengganti dan ada yang tidak disertai dengan
pengganti. Maka menurut penulis, Allah menghapus hukum suatu ayat tanpa
penggantinya, itu sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya dalam memelihara
kepentingan hamba-hamba-Nya, ketiadaan suatu hukum lebih baik dari pada
eksistensi hukum yang dihapus tersebut dari segi manfaatnya bagi manusia, karena
ia lebih mengetahuinya.

C. Hikmah Nāsikh Mansūkh

8
9

Allah sebagai pembuat syari‟at akan memperlihatkan hikmah dari mengadakan


nāskh. Menurut Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, sedikitnya ada lima kategori hikmah
yang terkadung dalam nāskh. Yaitu:20
a. Hikmah secara umum

Bahwa adanya nāskh ini untuk menunjukkan bahwa syari‟at Islam

merupakan syariat paling sempurna yang menāskh syari‟at-syari‟at yang datang


sebelumnya, karena syari‟at Islam berlaku untuk setiap situasi dan kondisi, maka
adanya nāskh ini berfungsi menjaga kemaslahatan umat. 21
b. Hikmah nāskh tanpa pengganti

Terkadang ada nāskh terhadap suatu hukum tetapi tidak ditentukan dengan
hukum lain sebagai penggantinya, selain bahwa ketentuan hukumnya sudah
berubah. Misalnya nāskh terhadap hukum wajib memberikan sedekah sebelum
menghadap Rasulluah dari ayat 12 surat al-Maidah, yang oleh ayat 13 hukum itu
dihapuskan (mansūkh) tetapi tidak disebutkan hukum penggantinya, selain bahwa
kewajiban itu sudah tidak berlaku lagi. Hikmah ini untuk menjaga kemaslahatan
manusia sebab dengan penghapusan kewajiban bersedekah itu lebih baik dan lebih
menyenangkan mereka. Maksudnya seseorang akan bebas bertanya dan menghadap
beliau tanpa harus mempersiapkan dana untuk bersedekah terlebih dahulu.

c. Hikmah nāskh dengan pengganti yang seimbang

Nāskh di samping menghapuskan ketentuan juga menentukan hukum baru


sebagai penggantinya. Penggantiannya itu sering seimbang atau sama dengan
ketentuan yang di hapusnya. Misalnya nāskh tentang ketentuan menghadap kiblat
ke Bait al-Muqaddas sebagai terdapat dalam QS. Al-Baqarah:144:

9
‫ْث َما كُنْتُ ْم ف ََولُّ ْوا‬ ْ ‫ب َو ْج ِّهكَ فِّى السَّ َم ۤا ِۚ ِّء فَلَن َُو ِّل َينَّكَ ِّقبْ َل ًة تَرْ ضٰ ى َها ۖ ف ََو ِّل َو ْج َهكَ ش‬
ُ ‫َط َر الْ َمس ِّْج ِّد الْ َح َر ِّام ٌۗ َو َحي‬ َ ُّ‫قَدْ ن َٰرى تَقَل‬
َ‫ع َّما يَعْ َم ُل ْون‬ ُ ‫ب لَيَعْلَ ُم ْونَ اَنَّهُ ْال َحقُّ م ِّْن َّر ِّب ِّه ْم ٌۗ َو َما ه‬
َ ‫ّٰللا ِّبغَافِّ ٍل‬ َ ‫َط َرهٗ ٌۗ َواِّنَّ الَّ ِّذيْنَ اُ ْوتُوا الْ ِّك ٰت‬ ْ ‫ُوج ُْوهَكُ ْم ش‬

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit. Maka


sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.dan dimana saja kamu
berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.”

Dalam tafsir M. Quraish Shihab menjelaskan, ayat di atas menjelaskan


bahwasanya, sungguh kami mengetahui bagaimana kamu, Muhammad,
menengadahkan wajahmu ke langit mengharap turunnya wahyu yang berisi
perintah pengalihan kiblat dari Bayt al-Maqdis kea rah ka‟bah yang kau cintai,
kiblat Ibrahim, penghulu para nabi, bapak bangsa Yahudi Arab, kiblat terletak
maqām ibrāhīm. Sehingga dengan demikian, ka‟bah merupakan kiblat yang
menyatukan, meskipun menyalahi kiblat orang-orang yahudi. Kini kami telah
mengabulkan permohonanmu, maka palingkanlah wajahmu dan semua orang yang
beriman dalam salat kearah al-masjid al-Harām dimana pun kalian berada.
Ahlu al-Kitāb yang mengingkari kiblatmu dari al-Bayt al-Maqdis benar-benar
mengetahui dari kitab suci mereka bahwa kalian adalah orang-orang yang
semestinya berkiblat kea rah ka‟bah, sebagaimana mereka mengetahui pula bahwa
syariat Allah telah menetapkan kiblat tertentu bagi suatu agama secara khusus.
Inilah kebenaran yang datang dari Tuhanmu. Mereka itu tidak bermaksud selain
menyebarkan fitnah dan membuat kalian raguakan kebenaran Islam, akan tetapi
Allah tidak lalai dan akan memberikan balasan bagi perbuatan mereka. 22

22
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Penerbit: Lentera Hati Jakarta 2002), h. 418.

10
11

Dalam Tafsir Jalalain menjelaskan, (Sungguh) menyatakan kepastian (telah


kami lihat perpalingan) atau tergadah (wajahmu ke) arah (langit) menunggununggu
kedatangan wahyu dan rindu menerima perintah untuk menghadap ka‟bah.
Sebabnya tidak lain karena ia merupakan kiblat Nabi Ibrahim dan lebih menggugah
untuk masuk Islamnya orang-orang Arab (maka sungguh akan kami palingkan
kamu) pindahkan kiblatmu (kekiblat yang kamu ridai) yang kamu sukai. (Maka
palingkanlah mukamu) artinya menghadaplah diwaktu salat (ke arah masjid al-
haram) yakni ka‟bah (dan dimana saja kamu berada) ditujukan kepada seluruh umat
(palingkanlah mukamu) dalam salat (ke arahnya! Dan sesungguhnya orang-orang
yang diberi Alkitab sama mengetahui bahwa itu) maksudnya pemindahan kiblat ke
arah ka‟bah (benar) tidak disangsikan lagi (dari Tuhan mereka) karena didalam
kitab-kitab suci mereka dinyatakan bahwa di antara ciriciri Nabi saw. Ialah
terjadinya pemindahan kiblat dimasanya. (dan Allah sekalikali tidak lalai dari apa
yang kamu kerjakan), maka ditujukan kepada „kamu‟ hai orang-orang yang
beriman, yang mematuhi segala perintah-Nya, sebaliknya bila dengannya, maka
ditunjukan kepada orang-orang yahudi yang menyangkal soal

kiblat ini.23

d. Hikmah nāskh dengan pengganti yang lebih berat

Hikmah semacam ini dapat dilihat dalam Q.S. Al-Nisa‟: 15:

ُ‫ت َحتهى يَت ََوفهى ُهنَّ الْ َم ْوت‬


ِّ ‫ش ِّهد ُْوا فَا َ ْم ِّسكُ ْوهُنَّ فِّى الْبُي ُْو‬ َ ‫س ۤاىِٕكُ ْم فَا ْستَ ْش ِّهد ُْوا‬
َ ‫علَيْ ِّهنَّ اَرْ بَعَةً ِّمنْكُ ْم ِۚ فَا ِّْن‬ َ ِّ‫َوالهتِّ ْي يَأْتِّيْنَ الْفَاح‬
َ ِّ‫شةَ م ِّْن ن‬
‫سبِّي ًْل‬
َ َّ‫ّٰللا لَ ُهن‬
ُ ‫اَ ْو يَ ْجعَ َل ه‬

Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji hendaklah


ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian
apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-

23
Jalaludin bin Muhammad Bin ahmad bin Mahali, Tafsir jalalain (Beirut: 1993), h. 15.

11
wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan lain kepadanya.”

Ayat ini yang menjelaskan tentang hukuman kurungan terhadap istri-istri


yang menyeleweng selingkuh), ketentuan tersebut di-nāskh dengan hukuman yang
lebih berat, yakni hukuman jilid (cambuk) hingga 80 kali cambuk Q.S. Al-Nur: 4:
ٰۤ ُ ِۚ
َ‫ولىِٕكَ هُ ُم الْ ٰف ِّسقُ ْون‬ ‫ت ثُ َّم لَ ْم يَأْت ُْوا بِّاَرْ بَعَ ِّة شُ َهد َۤا َء فَا ْجلِّد ُْوهُ ْم ثَمٰ نِّيْ َن َجلْدَةً َّو ََل تَقْبَلُ ْوا لَ ُه ْم شَ َهادَةً اَبَدًا وَُ ا‬ َ ‫َوالَّ ِّذيْ َن يَرْ ُم ْو َن الْ ُم ْح‬
ِّ ‫ص ٰن‬

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat


zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka buat selama-lamanya.dan mereka Itulah
orangorang yang fasik”.
D. Pendapat para ulama tentang Nāsikh dan mansukh

Berpijak pada bab sebelumnya penulis akan mengungkapkan pemahaman


antara ulama yang pro dan kontra tentang pembahasan nāsikh dan mansūkh.
Untuk pemahaman dari ulama yang pro dirangkum dengan dasar teori dalam
konteks makna Q.S. Al-Baqarah ayat 106:

ْ ‫ّٰللا َ عَٰلى ُك ِّل َش‬


‫يءٍ َق ِّد ْي ٌر‬ ِّ ‫َما نَ ْنسَ ْخ م ِّْن ٰايَ ٍة َا ْو ُن ْن ِّسهَا ن َْأ‬
‫ت ب ِّ َخي ٍْر ِّم ْنهَا َا ْو ِّم ْث ِّلهَا ٌۗ َا َل ْم تَ ْع َل ْم َا َّن ه‬

“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Dalam pernyataan M. Quraish Shihab, bahwasanya: “ayat ini ditutup dengan
satu pertanyaan yang redaksinya terbaca seakan-akan ditunjukan kepada nabi
Muhammad saw., tetapi pada hakikatnya ditunjukan kepada orang-orang
Yahudi dan siapa pun yang merasa keberatan dengan kebijakan Allah itu,
“Tidaklah engkau mengetahui bahwa Allah kuasa atas segala sesuatu?”

12
13

Redaksi semacam ini mengandung kecaman yang lebih pedas dari pada yang
redaksinya ditunjukan langsung kepada yang dimaksud. Kecaman serupa
berlanjut pada ayat berikutnya: “tiadalah engkau mengetahui bahwa kerajaan
langit dan bumi adalah milik Allah?” Dia mengatur, mengendalikan, dan
melakukan apa saja sesuai dengan hikmah kebijaksanaan-Nya. dan tiada
bagimu selain Allah satu pelindung dan pembimbing dalam kehidupan
spiritual dan material maupun satu penolong yang dapat memberi pertolongan
menghadapi kesulitan apa pun.

1.ulama yang Pro terhadap Nasikh Mansukh

1. Abu Ja„far al-Nahhās


Menurut abu Ja„far al-Nahhās, dasar makna naskh ada dua,
Pertama, dari “nasakhat al-syams al-azhilla”, jika matahari menghilangkan atau
menghapuskan bayangan dan menggantikannya. Padangan makna nāskh ini

Adalah firman Allah Q.S. Al-Hajj ayat 52:

‫ّٰللاُ َما يُ ْلقِّى ال َّشي ْٰط ُن ُثمَّ يُ ْح ِّكمُ ه‬


‫ّٰللاُ ٰايٰ ت ٌِّٖۗه‬ ْ ِّ‫َو َما اَرْ سَ ْلنَا م ِّْن َقبْلِّكَ م ِّْن َّرس ُْو ٍل َّو ََل نَبِّي ٍ ا ََِّّل ِّا َذا تَ َم هنى اَ ْلقَى ال َّشي ْٰط ُن ف‬
‫ي ُا ْمنِّيَّت ِِّٖۚه َفيَ ْنسَ ُخ ه‬
ٌ‫ّٰللاُ عَ ِّليْمٌ َح ِّكيْم‬
‫َو ه‬
“Lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu dan Allah
menguatkan ayat-ayat- nya”

Dan yang kedua, dari “nasakhta al-kitāba idzā anqaltahu min nuskhatihī”
(engkau me-naskh sebuah buku jika engkau memindahkan nāskahnya). Dari
makna inilah dibangun konsep nāsikh–mansūkh.3

2. Imam al-Suyuthī

Imam al-Suyuthī adalah tokoh ulama yang mendukung adanya nāskh–


mansūkh dalam Al-Qur‟an. Beliau memberikan definisi nāskh sebagai

13
berikut: Pertama, nāskh bermakna al-izālah (menghapus/menghilangkan).
Sebagaimana Allah berfirman Q.S. Al-Hajj ayat 52:
‫ك مِّ ْن َّر س ُ ْو لٍ َّو ََل ن َ ب ِّ ي ٍ ا ِّ ََّل ا ِّ ذ َ ا ت َ م َ ن ه ى ا َ ل ْ ق َ ى‬ َ ِّ ‫َو م َ ا ا َ ْر س َ ل ْ ن َ ا مِّ ْن ق َ ب ْ ل‬
‫ط نُ ث ُ م َّ ي ُ حْ ك ِّ م ُ ه‬
ُ ‫ّٰللا‬ ٰ ْ ‫ّٰللا ُ م َ ا ي ُ ل ْ ق ِّ ى ا ل ش َّ ي‬ ٰ ْ ‫ا ل ش َّ ي‬
‫ط نُ ف ِّ يْ ا ُ مْ ن ِّ ي َّ ت ِّ ٖه ِۚ ف َ ي َ ن ْ س َ خ ُ ه‬
‫ا ٰ يٰ ت ِّ ٖه ٌۗ َو ه‬
ٌ ‫ّٰللا ُ ع َ ل ِّ ي ْ م ٌ ح َ ك ِّ ي ْ م‬
“lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu dan Allah
menguatkan ayat-ayat- nya”.

Kedua, nāskh bermakna al-tabdīl (perubahan, pemindahan dan pertukaran).

Sebagaimana firman Allah Q.S. An-Nahl ayat 101:

‫َو ا ِّ ذ َ ا ب َ د َّل ْ ن َا اٰ ي َ ة ً َّم ك َ ا َن اٰ ي َ ةٍ ۙ َّو ه‬


ُ‫ّٰللا ُ ا َ عْ ل َ م ُ ب ِّ َم ا ي ُ ن َِّز ل‬
‫ت مُ ف ْ ت ٍ ٌَۗر ب َ ْل ا َ كْ ث َ ُر ه ُ مْ ََل ي َ ع ْ ل َ مُ ْو َن‬ َ ْ ‫ق َ ا ل ُ ْو ا ا ِّ ن َّ َم ا ا َ ن‬
“Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai
penggantinya Padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya,
mereka berkata: “Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan
saja”. Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.”
Dalam perspektif pemahaman dalam fenomena nāsikh, Nasr Hamid Abu Zaid
mengatakan, bahwa ulama kuno tidak lepas dari kekeliruan, dan kekeliruan
ini muncul karena tidak ada sikap kritis terhadap riwayat-riwayat yang
berkaitan dengan ilmu nāskh dan mansūkh pada satu sisi, dan pada sisi lain
mereka

3Abu Ja‟far al-Nahhās, I‟robu al-Quran,h. 359.

Obat-obatnya. Pada sisi lain, mempersamakan hukum yang ditetapkan


dengan obat tentunya tidak mengharuskan dibuangnya obat-obat tersebut,

14
15

walaupun telah tidak sesuai dengan pasien tertentu, karena mungkin masih ada
pasien lain yang membutuhkannya.
Menurut hemat penulis yang telah disampaikan oleh M. Quraish Shihab bahwa
ayat-ayat yang di-nāskh dalam al-Qur‟an tetap masih berlaku tidak seluruhnya
dihapus, hanya saja ditunda menunggu masa dan waktu untuk berlakunya ayat
yang telah di-nāskh.
Asy-Syafi‟i mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Nasr Hamid Abu
Zaid, bahwa sekiranya al-Qur‟an di-nāskh dengan sunah saat itu ada al-
Qur‟an yang menguatkannya, dan sekiranya sunah di-nāskh dengan al-
Qur‟an maka bersamaan dengan itu ada hadits yang memperkuatkannya. Ini
terjadi karena ada kesesuaian al-Qur‟an dengan Sunah. Dan pendapat Asy-
Syafi‟i, al-Qur‟an hanya dapat di-nāsikh oleh al-Qur‟an.Oleh karena itu,
hadist mutawatir, apalagi hadist Ahad tidak dapat me-nāsikh-nya. Pendapat
Asy-syafi‟i karena berdasarkan pada zhahir nash-nash al-Qur‟an yaitu: Q.S.
Al-Baqarah: 106, An-Nahl: 101, Ar-Ra‟ad:

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari kajian yang penulis lakukan mengenai Kontroversi Nāsikh Mansūkh

Dalam al-Qur’an, dapat diambil kesimpulan bahwa, sebagai berikut:

1. Ulama yang pro terhadap nāsīkh mānsūkh yaitu imam Syafi’i dan
imamimam yang lain. Para ulama’ memang berbeda pendapat mengenai hal
menāsikh al-Qur’an dengan sesama al-Qur’an. Kebanyakan ulama atau
yang umum dikenal dengan sebutan Jumhur, berpendirian bahwa me-nāsikh
sebagian ayat al-Qur’an dengan sebagian yang lain. Hukumnya boleh,
bahkan diantara mereka ada yang tidak keberatan untuk me-nāsakh al-

Qur’an dengan al-Hadits. Mereka berpendapat bahwa dalam al-Qur’an memang


mengandung konsep nāsikh. Oleh karena itu, jika seorang ingin menafsirkan al-
Qur’an, maka ia harus terlebih dahulu mengetahui tentang nāsikh dan mansūkh.

2. Ulama yang kontra terhadap nāsīkh mānsūkh yaitu Abu Muslim al-Isfahani
dan al-zarqaniy beliau ini menolak adanya nāskh, mayoritas ulama tanpa
ragu menetapkan ayat-ayat yang termasuk nāsikh dan ayat-ayat yang
termasuk mansūkh. Namun, bagi yang sependapat dengannya mengatakan
bahwa QS. Al-Baqarah: 106. Yang oleh para pendukung nāskh kata ayat
sebagian ayat al-Qur’an yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum,
diartikan oleh mereka mukjizat Nabi Muhammad, mereka mengatakan
bahwa seandainya Allah membolehkan adanya nāsikh,

B. Saran-saran

16
17

Dalam hal ini, kajian penulis angkat yakni Kontroversi Nāsikh Mansūkh Analisa
Pendapat Pro dan Kontra Terhadap Nāskh dalam al-Qur’an penting dan perlu dalam
rangka mengkaji, mendalami makna dan kandungan al-Qur’an sekaligus
memperluas wawasan. Karena Konsep nāsikh mansūkh merupakan objek kajian
yang sangat penting dan krusial juga kajian yang bersifat sensitif. Oleh karena itu,
perlu adanya penelitian dan kehati-hatian agar jangan terjadi kesemena-menaan
dalam menetapkan apakah nāskh telah di-nāsikh atau tidak, jangan hanya
persoalannya karena ditemukan adanya pertentangan dengan nash lainnya. Karena
konsep nāskh mengalami perkembangan dan waktu ke waktu, maka masih banyak
untuk diperbincangkan kembali.

C. Penutup

Demikian akhirnya dengan mengucap al-hamdulillahi rabbil al-‘amīn proses skripsi


ini dapat diselesaikan sekalipun masih banyak kesalahan dan kekurangan
didalamnya. Terima kasih, semoga bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurahman Bin Ishaq. Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1.
Jakarta: Imam Asy Syafi‟I, 2003.
Al-Abyadi, Ibrahim.Sejarah al-Qur’an, Terj. Halimuddin S.H,. Jakarta: Renika
Cipta, 1992. Al-Maraghiy, Ahmad Mushtafa. Tafsir al-Maraghiy. Juz I. Beirut: Dar
al-Turats al-Arabiy, t.t.
Al-Qattan, Manna‟ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu AL-qur’an. Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa, 2009.
Al-Suyūṭī, Jalāluddin. Al-itqān Fi al-Ulūm al-Qur’an, Juz II.Beirut : Dār al-Fikr, t.t.

Al-Syatibi, Al-Muwafagat fi Uṣūl Al-Syarī’at, jilid III. Beirut: Dār Al-Ma‟ārif,,


1975.

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Makalah Sastra Indonesia
    Makalah Sastra Indonesia
    Dokumen9 halaman
    Makalah Sastra Indonesia
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen10 halaman
    Bab I Pendahuluan
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • HARISMAN
    HARISMAN
    Dokumen1 halaman
    HARISMAN
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Ilovepdf Merged
    Ilovepdf Merged
    Dokumen11 halaman
    Ilovepdf Merged
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Om Telolet Om?
    Om Telolet Om?
    Dokumen6 halaman
    Om Telolet Om?
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Aliabar
    Aliabar
    Dokumen9 halaman
    Aliabar
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Surat Keabsahan Data
    Surat Keabsahan Data
    Dokumen1 halaman
    Surat Keabsahan Data
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen22 halaman
    Bab Ii
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Bab I: Pendahuluan
    Bab I: Pendahuluan
    Dokumen8 halaman
    Bab I: Pendahuluan
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • OM TELOLET OM? - Merged
    OM TELOLET OM? - Merged
    Dokumen8 halaman
    OM TELOLET OM? - Merged
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Pembuka PDF
    Pembuka PDF
    Dokumen1 halaman
    Pembuka PDF
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Om Telolet Om?
    Om Telolet Om?
    Dokumen9 halaman
    Om Telolet Om?
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Soal Matematika PDF
    Soal Matematika PDF
    Dokumen2 halaman
    Soal Matematika PDF
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • OM TELOLET OM? (1) - Merged
    OM TELOLET OM? (1) - Merged
    Dokumen11 halaman
    OM TELOLET OM? (1) - Merged
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Makalah
    Kata Pengantar Makalah
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar Makalah
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Dokumen 1
    Dokumen 1
    Dokumen13 halaman
    Dokumen 1
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Makalah Pancasila
    Makalah Pancasila
    Dokumen14 halaman
    Makalah Pancasila
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    NARUTO UZUMAKI (NARUTO UZUMAKI)
    Belum ada peringkat