Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S


DENGAN KASUS NYERI AKUT PADA HIPERTENSI
DI RUANG TULIP RUMAH SAKIT DIAN HUSADA MOJOKERTO

OLEH

ADITYA NUGROHO
NIM. 0322023B

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan klien Tn. S

Dengan kasus Nyeri Akut pada Hipertensi


Di ruang Tulip Rumah Sakit Dian Husada Mojokerto

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Ruangan

Sutomo, S.Kep., Ns., M.Kep A. Agus Arfianti, S.Kep., Ns


NPP. 10.02.023 NIKRS 21.03.028

Mengetahui
Kepala Ruangan Tulip

A. Agus Arfianti, S.Kep., Ns


NIKRS 21.03.028
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan
adalah suatu kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang
tidak menyenangkan yang terkadang dialami individu. Kebutuhan
terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang
merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada seorang
pasien di rumah sakit (Perry & Potter, 2009).
Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada
persepsinya.Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai
persepsi nyeri. Secara sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu
sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun
emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan
atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang
akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain
(Perry & Potter, 2009).
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik
diatas 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal
jantung, gagal ginjal. Disebut sebagai pembunuh diam-diam karena
orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala (Brunner &
Suddart, 2015 dalam Sumaryati, 2018). Hipertensi adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan darah di atas
normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka
diastolic (bagian bawah) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan
alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(Sphygomanometer) ataupun alat digital lainnya (Irwan,2016 dalam
Sumaryati, 2018).
2. Etiologi
Penyebab (etiologi) untuk masalah nyeri akut adalah:
a.) Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, neoplasma)
b.) Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia iritan)
c.) Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, Latihan fisik
berlebihan).
3. Patofisiologi / WOC
4. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda menurut PPNI(2016) adalah sebagai berikut:
a.) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada,
posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan
sulit tidur.
b.) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, dan diaphoresis.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan saat pasien
berkonsultasi ke dokter karena adanya keluhan atau gejala tertentu,
atau saat pasien menjalani pemeriksaan kesehatan rutin (medical
check-up). Selain untuk mendiagnosis penyakit, pemeriksaan
penunjang juga dilakukan untuk menentukan langkah penanganan
yang tepat serta memantau keberhasilan terapi pada pasien.
Ada sangat banyak jenis pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan oleh dokter. Namun, ada beberapa jenis pemeriksaan
penunjang yang sering dilakukan, antara lain:
a.) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah adalah jenis pemeriksaan penunjang yang
paling umum dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
mengambil sampel darah pasien untuk kemudian dianalisis di
laboratorium.
Pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk mendeteksi penyakit
atau kondisi medis tertentu, seperti anemia dan infeksi. Melalui
pemeriksaan penunjang ini, dokter dapat memantau beberapa
komponen darah dan fungsi organ, meliputi:
1.) Sel darah, seperti sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit atau keping darah
2.) Plasma darah
3.) Zat kimia darah, seperti gula darah atau glukosa, kolesterol,
asam urat, zat besi, dan elektrolit
4.) Analisis gas darah
5.) Fungsi organ tertentu, seperti ginjal, hati, pankreas, empedu,
dan kelenjar tiroid
6.) Tumor marker

Sebelum melakukan pemeriksaan darah, tanyakan dulu kepada


dokter mengenai persiapan apa yang harus dilakukan, misalnya
apakah perlu berpuasa atau menghentikan pengobatan tertentu
sebelum pengambilan sampel darah.

b.) Pemeriksaan urine


Pemeriksaan urine adalah jenis pemeriksaan penunjang yang sering
kali dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan, fungsi ginjal,
serta apakah seseorang mengonsumsi obat-obatan tertentu. Selain
itu, pemeriksaan urine juga biasanya dilakukan pada ibu hamil
untuk memastikan kehamilan atau untuk mendeteksi preeklamsia.
Pemeriksaan urine dapat dilakukan sebagai bagian
dari medical check-up rutin atau ketika dokter mencurigai adanya
penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal, infeksi saluran kemih,
atau batu ginjal.
c.) Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan penunjang ini sering digunakan untuk memantau kerja
jantung, khususnya irama detak jantung dan aliran listrik
jantung. EKG juga dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan
jantung, seperti aritmia, serangan jantung, pembengkakan jantung,
kelainan pada katup jantung, dan penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan EKG bisa dilakukan di tempat praktik dokter, IGD
rumah sakit, atau di ruang perawatan pasien, seperti di ICU atau di
bangsal rawat inap.
d.) Foto Rontgen
Foto Rontgen merupakan jenis pemeriksaan penunjang yang
menggunakan radiasi sinar-X atau sinar Rontgen untuk
menggambarkan kondisi berbagai organ dan jaringan tubuh.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk mendeteksi: Kelainan
tulang dan sendi, termasuk patah tulang, radang sendi, dan
pergeseran sendi (dislokasi)
1.) Kelainan gigi
2.) Sumbatan saluran napas atau saluran cerna
3.) Batu saluran kemih
4.) Infeksi, seperti pneumonia, tuberkulosis, dan usus buntu

Pada kasus tertentu, dokter mungkin akan memberikan zat kontras


kepada pasien melalui suntikan atau per oral (diminum), agar hasil
foto Rontgen lebih jelas. Meski demikian, zat kontras ini kadang
bisa menimbulkan beberapa efek samping, seperti reaksi alergi,
pusing, mual, lidah terasa pahit, hingga gangguan ginjal.

e.) Ultrasonografi (USG)


USG adalah pemeriksaan penunjang yang menggunakan
gelombang suara untuk menghasilkan gambar organ dan jaringan di
dalam tubuh. Pemeriksaan penunjang ini sering dilakukan untuk
mendeteksi kelainan di organ dalam tubuh, seperti tumor, batu, atau
infeksi pada ginjal, pankreas, hati, dan empedu.
Tak hanya itu, USG juga umum dilakukan sebagai bagian dari
pemeriksaan kehamilan untuk memantau kondisi janin serta untuk
memandu dokter saat melakukan tindakan biopsi.
Sebelum pemeriksaan USG dilakukan, dokter mungkin akan
meminta pasien untuk berpuasa serta minum air putih dan menahan
buang air kecil untuk sementara waktu. Pasien kemudian akan
diperbolehkan buang air kecil dan makan kembali setelah
pemeriksaan USG selesai dilakukan.
f.) Computed tomography scan (CT Scan)
CT scan adalah pemeriksaan penunjang yang memanfaatkan sinar
Rontgen dengan mesin khusus untuk menciptakan gambar jaringan
dan organ di dalam tubuh. Gambar yang dihasilkan oleh CT scan
akan terlihat lebih jelas daripada foto Rontgen biasa. Pemeriksaan
CT scan biasanya berlangsung sekitar 20–60 menit.
Untuk menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik atau lebih
akurat dalam mendeteksi kelainan tertentu, seperti tumor atau
kanker, dokter dapat menggunakan zat kontras saat melakukan
pemeriksaan CT scan.
g.) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI sepintas mirip dengan CT scan, tetapi pemeriksaan penunjang
ini tidak memanfaatkan sinar Rontgen atau radiasi, melainkan
gelombang magnet dan gelombang radio berkekuatan tinggi untuk
menggambarkan kondisi organ dan jaringan di dalam tubuh.
Prosedur MRI biasanya berlangsung selama 15–90 menit.
Pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk memeriksa hampir
seluruh bagian tubuh, termasuk otak dan sistem saraf, tulang dan
sendi, payudara, jantung dan pembuluh darah, serta organ dalam
lainnya, seperti hati, rahim, dan kelenjar prostat. Sama seperti CT
scan dan foto Rontgen, dokter juga terkadang akan menggunakan
zat kontras untuk meningkatkan kualitas gambar yang dihasilkan
pada pemeriksaan MRI.
h.) Fluoroskopi
Fluoroskopi adalah metode pemeriksaan radiologis yang
memanfaatkan sinar Rontgen untuk menghasilkan serangkaian
gambar menyerupai video. Pemeriksaan penunjang ini umumnya
dikombinasikan dengan zat kontras, agar gambar yang dihasilkan
lebih jelas. Fluorokospi biasanya digunakan untuk mendeteksi
kelainan tertentu di dalam tubuh, seperti kerusakan atau gangguan
pada tulang, jantung, pembuluh darah, dan sistem pencernaan.
Fluoroskopi juga bisa dilakukan untuk membantu dokter ketika
melakukan kateterisasi jantung atau pemasangan ring jantung.
i.) Endoskopi
Endoskopi bertujuan untuk memeriksa organ dalam tubuh dengan
endoskop, yaitu alat berbentuk selang kecil yang elastis dan
dilengkapi kamera di ujungnya. Alat ini terhubung dengan monitor
atau layar TV, sehingga dokter dapat melihat kondisi organ dalam
tubuh. Pemeriksaan endoskopi biasanya dilakukan untuk memantau
kondisi saluran cerna dan mendiagnosis penyakit tertentu, seperti
gastritis atau peradangan pada lambung, tukak lambung, GERD,
kesulitan menelan, perdarahan saluran pencernaan, serta kanker
lambung. Selain beberapa jenis pemeriksaan penunjang di atas, ada
beberapa jenis pemeriksaan penunjang lainnya yang juga sering
dilakukan dokter, seperti:
1.) Ekokardiografi
2.) Biopsi
3.) Elektroensefalografi (EEG)
4.) Pemeriksaan tinja
5.) Pemeriksaan cairan tubuh, seperti cairan otak, cairan sendi, dan
cairan pleura
6.) Pemeriksaan genetic

Ada banyak sekali jenis pemeriksaan penunjang dengan fungsi,


kelebihan, dan kekurangannya masing-masing. Suatu pemeriksaan
penunjang mungkin cocok untuk mendeteksi jenis penyakit tertentu,
tapi tidak efektif untuk mendeteksi jenis penyakit lainnya. Bahkan,
kadang dibutuhkan beberapa jenis pemeriksaan penunjang untuk
mendiagnosis suatu penyakit.

6. Penatalaksanaan
a.) Terapi Multimodal
Nyeri akut sering dikelola dengan tidak memadai. Ini tidak
seharusnya demikian. Kontrol nyeri sering bisa diperbaiki dengan
strategi sederhana, yaitu nilai nyeri, atasi dengan obat dan teknik
yang sudah ada, nilai kembali nyeri setelah terapi dan bersiap
untuk memodifikasi pengobatan jika perlu. Analgesia yang baik
mengurangi komplikasi pasca bedah seperti infeksi paru, mual dan
muntah, DVT ,dan ileus.
Penyebabnya biasanya lebih mudah dapat ditentukan,
sehingga penanggulangannya biasanya lebih mudah pula. Nyeri
akut ini akan mereda dan hilang seiring dengan laju proses
penyembuhan jaringan yang sakit. Semua obat analgetika efektif
untuk menanggulangi nyeri akut ini. Diagnosa penyebab nyeri akut
harus ditegakkan lebih dahulu. Bersamaan dengan usaha mengatasi
penyebab nyeri akut, keluhan nyeri penderita juga diatasi. Intinya,
diagnosa penyebab ditegakkan, usaha mengatasi nyeri sejalan
dengan usaha mengatasi penyebabnya.
Setelah diagnosis ditetapkan, perencanaan pengobatan
harus disusun. Untuk itu berbagai modalitas pengobatan nyeri yang
beraneka ragam dapat digolongkan sebagai berikut :
1.) Modalitas fisik Latihan fisik, pijatan, vibrasi, stimulasi kutan
(TENS), tusuk jarum, perbaikan posisi, imobilisasi, dan
mengubah pola hidup.
2.) Modalitas kognitif-behavioral Relaksasi, distraksi kognitif,
mendidik pasiern, dan pendekatan spiritual.
3.) Modalitas Invasif Pendekatan radioterapi, pembedahan, dan
tindakan blok saraf.
4.) Modalitas Psikoterapi Dilakukan secara terstruktur dan
terencana, khususnya bagi merreka yang mengalami depresi
dan berpikir ke arah bunuh diri.
5.) Modalitas Farmakoterapi Mengikuti ”WHO Three-Step
Analgesic Ladder”
b.) Farmakoterapi Nyeri
Semua obat yang mempunyai efek analgetika biasanya
efektif untuk mengatasi nyeri akut. Hal ini dimungkinkan karena
nyeri akut akan mereda atau hilang sejalan dengan laju proses
penyembuhan jaringan yang sakit.
Pada dasarnya ada 3 kelompok obat yang mempunyai efek
analgetika yang dapat digunakan untuk menanggulangi nyeri akut :
1.) Obat analgetika nonnarkotika. Termasuk disini adalah obat
anti-inflamasi nonsteroid (AINS) Banyak jenis obat ini.
Manfaat dan efek samping obat-obat ini wajib dipahami
sebelum memberikan obat ini pada penderita. Obat
antiinflamasi nonsteroid mempunyai titik tangkap kerja dengan
mencegah kerja ensim siklooksigenase untuk mensintesa
prostaglandin. Prostaglandin yang sudah terbentuk tidak
terpengaruh oleh obat ini.
Obat ini efektif untuk mengatasi nyeri akut dengan
intensitas ringan sampai sedang. Obat ini tersedia dalam
kemasan yang dapat diberikan secara oral (tablet, kapsul,
sirup), dalam kemasan suntik. Kemasan suntik dapat diberikan
secara intra muskuler, dan intravena. Pemberian intravena
dapat secara bolus atau infus. Obat ini juga tersedia dalam
kemasan yang dapat diberikan secara supositoria.
Memiliki potensi analgesik sedang dan merupakan anti-
radang. Efektif untuk bedah mulut dan bedah ortopedi minor.
Mengurangi kebutuhan akan opioid setelah bedah mayor. Obat-
obat AINS memiliki mekanisme kerja sama, jadi jangan
kombinasi dua obat AINS yang berbeda pada waktu
bersamaan. Diketahui meningkatkan waktu perdarahan, dan
bisa menambah kehilangan darah.
Bisa diberikan dengan banyak cara: oral, im, iv, rektal,
topikal. Pemberian oral lebih disukai jika ada. Diklofenak iv
harus dihindari karena nyeri dan bisa menimbulkan abses steril
pada tempat suntikan.
Ibuprofen aman dan murah. Obat-obat kerja lama (misal
piroksikam) cenderung memiliki efek samping lebih banyak.
Penghambat spesifik dari siklo-oksigenase 2 (COX-2) misal
meloxicam mungkin lebih aman karena efeknya minimal
terhadap sistem COX gastrointestinal dan ginjal. Pemberian
AINS dalam jangka lama cenderung menimbul-kan efek
samping daripada pemberian singkat pada periode perioperatif.
Antagonis H2 (misal ranitidin) yang diberikan bersama AINS
bisa melindungi lambung dari efek samping
2.) Obat analgetika narkotik
Obat ini bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid yang
banyak terdapat didaerah susunan saraf pusat. Obat ini
terutama untuk menanggulangi nyeri akut dengan intensitas
berat. Terdapat 5 macam reseptor opioid, Mu, Kappa, Sigma,
Delta dan Epsilon.
Obat analgetika narkotika yang digunakan dapat berupa
preparat alkaloidnya atau preparat sintetiknya. Penggunaan
obat ini dapat menimbulkan efek depresi pusat nafas bila dosis
yang diberikan relatif tinggi. Efek samping yang tidak
tergantung dosis, yang juga dapat terjadi adalah mual sampai
muntah serta pruritus. Pemakaian untuk waktu yang relatif
lama dapat diikuti oleh efek toleransi dan ketergantungan.
Obat ini umumnya tersedia dalam kemasan untuk
pemberian secara suntik, baik intra muskuler maupun
intravena. Pemberian intravena, dapat secara bolus atau infus.
Dapat diberikan secara epidural atau intra tekal, baik bolus
maupun infuse (epidural infus). Preparat opioid Fentanyl juga
tersedia dalam kemasan yang dapat diberikan secara intranasal
atau dengan patch dikulit. Sudah tersedia dalam bentuk tablet
(morfin tablet). Juga tersedia dalam kemasan supositoria.
Penggunaan obat narkotik ini harus disertai dengan pencatatan
yang detail dan ketat, serta harus ada pelaporan yang rinci
tentang penggunaan obat ini ke instansi pengawas penggunaan
obat-obat narkotika.
7. Klasifikasi Nyeri
Dua kategori dasar yang secara umum diketahui menurut Smeltzer
(2010) dalam buku Prasetya (2010), adalah sebagai berikut :
a.) Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan
dengan cidera spesifik. Nyeri akut didefinisikan bahwa kerusakan
atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan
bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk
menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan
nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan dengan
terjadinya penyembuhan, nyeri ini umunya terjadi kurang dari
enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan
definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung
dari beberapa dtik hingga enam bulan.
Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyri akut dapat sembuh
secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan. Sebagai
contoh, jari yang tertusuk biasanya sembuh dengan cepat, dengan
nyeri yang hilangdengan cepat, barangkali dalam beberapa detik
atau beberapa menit. Pada kasus dengan kondisi yang lebih berat,
seperti fraktur ekstremitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri
menurun sejalan dengan penyembuhan tulang.
b.) Nyeri Kronis
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronok dapat tidak
mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski
nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu
tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronik biasanya
menjadi masalah dengan sendirinya. Nyeri kronik sering
didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan
atau lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang
dapat berubah untuk membedakan antara nyeri akut dan nyeri
kronik. Suatu episode nyeri dapat mempunyai karakteristik nyeri
kronik sebelum enam bulan telah berlalu, atau beberapa jenis nyeri
dapat tetap bersifat akut secara primer selama lebih dari enam
bulan. Meskipun demikian setelah enam bulan banyak nyeri yang
dialami diikuti dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan
nyeri itu sendiri. Nyeri kronik tidak mempunyai tujuan yang
berguna dan jika hal ini menetap, ini menjadi gangguan utama
B. KONSEP KEPERAWATAN
2. Pengkajian
Menurut Debora (2011) tahapan pengkajian sebagai berikut yaitu:
a. Biodata Data lengkap dari pasien meliputi: nama lengkap,
umur, jenis kelamin, kawin / belum kawin, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan alamat
identitas penanggung, meliputi: nama lengkap, jenis kelamin,
umur, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
hubungan dengan pasien dan alamat.
b. Keluhan utama Keluhan hipertensi biasanya bermula dari nyeri
kepala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan aliran darah
ke otak.
c. Riwayat Kesehatan.
1.) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan yang didapatkan pada saat pengkajian misalnya
pusing, jantung kadang berdebar-debar, cepat lelah,
palpitasi, kelainan pembuluh retina (hypertensi retinopati),
vertigo dan muka merah dan epistaksis spontan
2.) Riwayat kesehatan masa lalu
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi dua
golongan :
a.) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya. Banyak faktor yang
mempengaruhi seperti genetic, lingkungan,
hiperaktivitas, susunan saraf simpatis dan faktorfaktor
yang meningkatkan resiko seperti: obesitas, alcohol,
merokok, serta polisetemia.
b.) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, penyebabnya
seperti: Penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vascular, dan hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan.
3.) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita
daripada pria dan penyakit ini sangat dipengaruhi oleh
faktor keturunan yaitu jika orang tua mempunyai riwayat
hipertensi maka anaknya memilik resiko tinggi menderita
penyakit seperti orang tuanya.
a.) Riwayat psikososial Gejala: Riwayat kepribadian,
ansietas, depresi, euphoria, marah kronik, factor stress
multiple.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan
kontinu perhatian, tangisan yang meledak, gerak tangan
empati, muka tegang, gerak fisik, pernafasan menghela
nafas, penurunan pola bicara.
b.) Riwayat spiritual Pada riwayat spiritual bila
dihubungkan dengan kasus hipertensi belum dapat
diuraikan lebih jauh, tergantung dari dan kepercayaan
masing-masing individu.
c.) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Pasien nampak lemah
2. Tanda-tanda vital : Suhu tubuh kadang meningkat,
pernapasan dangkal dan nadi juga cepat, tekanan
darah sistolik diatas 140 mmHg dan diastolic di atas
90 mmHg.
4.) Review of System
a.) Sirkulasi Gejala : Riwayat hipertensi, atherosklerosis,
penyakit jan tung kongesti/ katup dan penyakit
serebrovaskuler. Tanda: Kenaikan tekanan darah Nadi:
denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
perbedaan denyut. Denyut apical: titik point of
maksimum impuls, mungki bergeser atau sangat kuat.
Frekuensi / irama: takikardia, berbagai disritmia. Bunyi
jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar
bunyi jantung II dan bunyi jantung III. Murmur stenosis
valvular. Distensi vena jugularis/kongesti vena. Desiran
vaskuler tidak terdengar di atas karotis, femoralis atau
epigastrium (stenosis arteri). Ekstremitas: perubahan
warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler mungkin
lambat atau tertunda.
b.) Neurosensori Gejala: Keluhan pening/ pusing,
berdenyut, sakit kepala sub occipital. Episode bebas
atau kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan
penglihatan dan episode statis staksis. Tanda: Status
mental: perubahan keterjagaaan, orientasi. Pola/isi
bicara, afek, proses fikir atau memori. respon motorik:
penurunan kekuatan, genggaman tangan Perubahan
retinal optik: sclerosis, penyempitan arteri ringan-
mendatar, edema, papiladema, exudat, hemoragi.
c.) Nyeri/ketidaknyamanan Gejala: Angina (penyakit arteri
koroner / keterlibatan jantung). Nyeri tungkai yang
hilang timbul/klaudasi. Sakit kepala oxipital berat.
Nyeri abdomen/massa.
d.) Pernafasan (berhubungan dengan efek ardiopulmonal
tahap lanjut dari hipertensi menetap/berat). Gejala:
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja
tachypnea, ortopnea, dispnea, nocturnal paroxysmal,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
merokok. Tanda: Distress respirasi / penggunaan otot
aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis.
e.) Keamanan Keluhan: Gangguan koordinasi / cara
berjalan. Gejala: Episode parastesia unilateral transien,
hypotensi postural.
5.) Aktifitas sehari-hari
a.) Aktivitas Gejala: Kelemahan, letih nafas pendek, gaya
hidup monoton. Tanda: Frekuensi jantung meningkat,
perubahan irama jantung, tachypnea.
b.) Eliminasi Gejala: Gejala ginjal saat ini atau yang lalu
(misalnya: infeksi, obstruksi atau riwayat penyakit
ginjal masa lalu).
c.) Makanan dan cairan Gejala: Makanan yang disukai
mencakup makanan tinggi garam, lemak, kolesterol
serta makanan dengan kandungan tinggi kalori. Tanda:
Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema,
kongesti vena, distensi vena jugulalaris, glikosuria
6.) Pemeriksaan diagnose
a.) BUN/ kreatinin: Memberikan informasi tentang
perfusi /fungsi ginjal.
b.) Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum
dapat meningkatkan hipertensi.
c.) Urinalisa: Darah, protein, glukosa sangat m
engisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
d.) EKG: Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola
regangan, gangguan konduksi.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan tentang faktor-faktor
yang mempertahankan respon/tanggapan yang tidak sehat dan
mengalami perubahan yang tidak diharapkan (Mubarak, 2009: 62
dalam Suriyanti, 2018) :
a.) Nyeri (akut): sakit kepala berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral pada region sub oksipital
b.) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi, dan
iskemia miokardia.
c.) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d.) Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan
metabolic pola hidup monoton.
4. Intervensi Keperawatan
a.) Nyeri akut: sakit kepala berhubungan dengan peningkatan
tekanan vascular selebar
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan
nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
1.) Akral hangat
2.) Melaporkan nyeri berkurang
3.) Ekspresi wajah tidak menunjukkan merasakan nyeri
4.) Frekuensi nyeri berkurang

Intervensi Rasional
1.) Pertahankan tirah baring selama fase 1.) Meminimalkan stimulus/tindakan
aktif relaksasi
2.) Berikan tindakan non farmokologis 2.) Tindakan yang menurunkan tekanan
untuk menghilangkan sakit kepala vaskuler serebal dan yang
3.) Hilangkan minimal aktifitas memperlambat/memblok respon
vasokontraksi yang dapat simpatis efektif dalam
meningkatkan sakit kepala. menghilangkan sakit kepala dan
4.) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai komplikasinya.
kebutuhan. 3.) Aktifitas yang meningkatakan
5.) Berikan cairan , makanan lunak , vasokontraksi menyebabkan skit
perawatan mulut yang teratur bila kepala.
terjadi pendarahan hidung 4.) Pasien juga dapat mengalami episode
6.) Berikan obat sesuai dengan indikasi impotensi postural.
analgesic. 5.) Meningkatkan kenyamanan umum.
7.) Anti ansientas. 6.) Menurunkan nyeri dan menurunkan
rangsangan system syaraf simpatis.
7.) Mengurangi tekanan dan ketidak
nyamanan yang diperberat oleh
stress

b.) Resiko Tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan


dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi dan
iskemia miokardia.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan
penurunan curah jantung tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1.) Tekanan darah dalam batas normal/terkontrol (110/70-
120/80 mmHg)
2.) Irama dan Frekuensi Jantung stabil (HR=60-100x/i)
3.) Akral hangat
4.) Kulit tidak pucat
5.) Pengisian kapiler (Capilarry refile) baik, kembali dalam
waktu 2-3 detik
6.) Oedema tidak ada Resiko tinggi terhadap penurunan curah
jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi, dan iskemia miokardia

Intervensi Rasional
1. Pantau tekanan darah, ukur 1. Perbandingan dari tekanan
tangan/paha, untuk evaluasi awal memberikan gambaran yang lebih
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan lengkap tentang bidang masalah
sentral dan perifer vascular.
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi 2. Denyutan karotis, jugularis, radialis
nafas dan femoralis mungkin
4. Amati warna kulit, kelembaban suhu, teramati/terpalpasi.
dan masa pengisiaan kapiler 3. Umum terdengar pada pasien
5. Catat edema umum dan tertentu hipertensi berat karena adanya
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, hipertrofi atrium
kurangi aktivitas/keributan lingkungan 4. Adanya pucat, dingin, kulit lembab,
7. Pertahankan pembatasan aktifitas dan masa pengisian kapiler lambat

8. Lakukan tindakan yang nyaman mungkin berkaitan dengan

9. Anjurkan tekhnik relaksasi, panduan vasokonstriksi

imajinasi, aktivitas pengalihan 5. Dapat mengindikasikan gagal jantung,


10. Pantau respons terhadap obat untuk kerusakan ginjal, dan vascular.

mengontrol tekanan darah. 6. Membantu untuk menurunkan

11. Berikan obat-obatan sesuai indikasi rangsangan simpatis:meningkatkan

12. Berikan pembatasan cairan dan diit relaksasi

natrium sesuaii indikasi 7. Menurunkan stress dan ketegangan


yang mempengaaruhi tekanan darah
8. Mengurangi ketidaknyamanan dan
dapat menurunkan rangsangan
simpatis
9. Menurunkan rangsangan yang dapat
menimbulkan stress, sehingga dapat
menurunkan tekanan darah.
10. Respon terhadap terapi obat
tergantung padindividu dan efek
sinergis obat
11. Karena efek kerja obat bervariasi
waktupun secara umum dapat
menurunkan tekanan darah
12. Dapat menangani retensi cairan
dengan respon hipertensi

c.) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, pasien
bertoleransi aktifitas
Kriteria Hasil :
1.) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disetrai
peningkatan tekanan darah
2.) Mampu melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri
3.) Keseimbangan aktivitas dan istirahat

Intervensi Rasional
1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, 1. Menyebutkan parameter membantu
perhitungan frekuensi nadi lebih dari dalam mengkaji, respons fisiologis
20x/menit di atas frekuensi istirahat terhadap stress aktivitas dan bila ada
2. Instruksikan pasien tentang teknik merupakan indicator dari kelebihan
penghematan energy kerja yang berkaitan dengan tingkat
3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas
aktifitas perawatan diri terhadap jika 2. Teknik menghemat energy
dapat di toleransi mengurangi penggunaan energy, juga
membantu keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Kemajuan aktivitas terhadap
menncegah peningkatan kerja jantung
tiba

d.) Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan
metabolic pola hidup monoton.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, nutrisi
pasien seimbang
Kriteria Hasil :
1.) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
2.) Tidak ada tanda-tanda obesitas
3.) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

Intervensi Rasional
1. Kaji pemahaman pasien tentang 1. Kegemukan adalah resiko tambahan
hubungan langsung antara hipertensi pada tekanan darah naik
dan kegemukan 2. Kesalahan kebiasaan makan dapat
2. Bicarakan pentinganya menurunkan menunjang terjadinya arterosklerosis
masukan kalori dan batasi masukan dan kegemukan
lemak, garam, dan gula sesuai indikasi 3. Memberikan data dasar tentang
3. Dorong pasien untuk keadekuatan nutrisi yang dimakan dan
mempertahankan masukan makan kondisi emosi saat makan.
harian termasuk kapan dan dimana 4. Menghindari makanan tinggi lemak
makan dilakukan dan lingkungan dan jenuh dan kolesterol penting dalam
perasaan sekitar saat makanan di menvegah perkembangan
makan aterogenesis
4. Instruksikan dan bantu memilih 5. Memberikan konseling dan bantuan
makan yang tepat, hindari makanan dengan memenuhi kebutuhan diet
dengan kejenuhan lemak tinggi. individual
5. Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi
5. Implementasi
Tindakan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Pada tahap ini, perawat yang mengasuh keluarga sebaiknya tidak
bekerja sendiri tetapi juga melibatkan anggota keluarga. Faktor
penghambat adalah kondisi pasien yang sulit untuk dikaji
dikarenakan usia klien sudah tua sehingga penulis dalam
melakukan pemeriksaan fisik tidak secara optimal.
6. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan keluarga dengan tujuan/kriteria
hasil yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan keluarga agar mencapai
tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan. Tujuan evaluasi ini yaitu
untuk melihat kemampuan keluarga dalam mencapai tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddar, (2015), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12
volume I, Jakarta :ECG

Perry dan Potter, (2014), Buku Ajar Fundamental Keperawatan volume : 3


Konsep, Proses dan Praktik Jakarta : Graha Ilmu

Irwan, (2016), Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Yogyakarta : Deepublish

NANDA, (2015), Buku Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, Jakarta :


EGC

Anda mungkin juga menyukai