MODUL Lands Pend (Edit 9 Maret)
MODUL Lands Pend (Edit 9 Maret)
Prof.Dr.Durotul Yatimah,MPd
PERTEMUAN 1
(Bu D.Yatimah)
ORIENTASI
Jenis Mata Kuliah :
MKDK
Tujuan perkuliahan :
• bekal pengetahuan,kemampuan sbg calon pendidik”
• sikap dan keterampilan sbg pendidik
Strategi Kuliah :
• Diskusi
• Tanya jawab
• Tugas
Penilaian
• Kehadiran
• Keaktifan dlm diskusi
• Partisiopasi dlm menyukseskan pembelajaran
• Buku Sumber:modul MKDK dll
Perkenalan
Materi :
1, Hakikat Pendidikan > Bu D.Yatimah
2. Pend dan Manusia > Kelompok 1 (PenMas)
3.Ontologi Ilmu Pendidikan > Kelompok 2 (PenMas)
4.Esensi Manusia dlm berbagai Perspektif > Kelompok 3 (PAI)
5.Dinamika, HAM,Upaya Pend dlm Membangun SDM > Kel.4 (PAI)
6.Landasan Pend(Arti,LP Psikologis,LP Filosofis) > Kel 5(PAI)
7. Landasan Sosiologis Pend. > Kel 6 PAI)
8.UTS
9.Landasan Teologis/Religius, IPTEK Keadilan,Kesetaraan
9.1.Arti Lds Teo,Karakter,Pend Karakter,Perlunya,Manfaat > Kel.7 (IPS)
9.2.Nilai”, Metodologi,Prinispm Visi,Pilar,Fungsi,Media > Kel 8(IPS)
10.Landasan Ekonomi dalam Pendidikan > Kel 9(IPS)
11.Sejarah Pendidikan Indonesia > Kel 10 (Sosiologi)
12,Permasalahan Pend di Indonesia > Kel 11(Sosiologi)
13.Review/Diskusi
14.Review/ Diskusi
15.Review /Diskusi
16.UAS
A. Hakikat Pendidikan
1.Pengertian Pendidikan
Langeveld ( 1980). > Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam membimbingnya
supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan
dilaksanakan di sengaja antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa
Driyarkara
Pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan manusia muda. Terdapat 2 (dua)
tahap yang terjadi disini, yaitu:
Charles Mclehert
Beliau memaparkan 6 (enam) kriteria bagi kegiatan mendidik, antara lain:
Ki Hajar Dewantara
Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tinginya. (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001:69).
Laurens Cremin
Pendidikan sebagai usaha sengaja dan sistematis untuk menyampaikan,
membangkitkan dan memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, keterampilan
keterampilan, nilai-nilai dan kepekaan-kepekaan. Ciri-cirinya adalah:
John Dewey
Pendidikan adalah suatu proses membimbing, mendewasakan seseorang. Pendidikan
harus menyangkut hasil-hasil seperti: pembentukan sikap dan kepribadian untuk
memenuhi bentuk standar kegiatan sosial (kehidupan nyata, tantangan-tantangan
sosial). Hal ini bisa berarti bahwa:
Usman (1994).
Sarief, melatih > proses kegiatan untuk membantu orang lain (atlet)
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam usahanya mencapai tujuan
tertentu (Sarief, 2008).
PERTEMUAN 2
Kelompok 1 (PenMas)
Indikator :
- Mampu menganalisis konsep dan teoretik tentang pendidikan, dan kaitannya dengan pengembangan manusia
Kajian 1
Kegiatan pendidikan merupakan suatu kegiatan manusia yang ada sejak manusia ada dan pertama ada
dalam kehidupannya di muka bumi. Adam dan Hawa adalah nenek moyang manusia di muka bumi yang
diciptakan Tuhan, Allah SWT. Keduanya ditaqdirkan Tuhan untuk keluar dari surga dan menjalani
kehidupan di muka bumi. Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana mengajarkan (“mendidik”) Adam
dan Hawa dengan berbagai materi pendidikan tentang pengetahuan berbagai nama (asma ihim). Berbekal
pengetahuan tersebut, Adam dan Hawa membangun generasi pertama sebagai tonggak sejarah
berkembangnya manusia di muka bumi dengan berbagai karakter dan budaya yang diciptakan dan
dibangunnya. Berbekal pengetahuan yang diberikan Tuhan, Adam dan Hawa mendidik sang buah hati
Qabil dan Habil serta keturanannya yang lain menjadi anak manusia yang selalu taat dan beribadah pada
Tuhan.
Bagi kaum agamis, Tuhan adalah sumber rujukan dan contoh proses pendidikan yang sempurna dan pasti
benar karena Tuhanlah yang Maha Tahu tentang sifat, watak, dan tabiat makhluknya yang bernama
manusia. Dengan demikian, tidak heran jika dalam kajian dan pengembangan ilmu pendidikan ada yang
menyandarkan diri pada analisis transendental yang berdasarkan pada kitab suci.
Sekelumit sejarah manusia tersebut mengisyaratkan pada kita bahwa pendidikan akan selalu dan pasti
melekat dalam setiap kehidupan manusia. Untuk membangun peradabannya, manusia pasti membutuhkan
pendidikan dan muatan keilmuan didalamnya agar mampu memciptakan generasi rabbani, generasi yang
memiliki peradaban yang luhur dan generasi yang dapat mengantarkan dirinya untuk memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Melalui ilmu pendidikan, manusia memiliki sandaran, pijakan
dan acuan tentang apa dan bagaimana sebaiknya generasi manusia itu dididik sesuai dengan esensi dan
tujuan manusia itu diciptakan. Ilmu pendidikan akan membantu manusia merencanakan, melaksanakan,
mengelola dan mengawasi kegiatan pendidikan agar konsisten serta terarah menuju tujuan utamanya.
Dalam perjalanan hidup manusia, ilmu pendidikan mengalami pasang surut, baik dalam konteks
perkembangannya, perubahan, pergeseran dan kemandegan, bahkan ada yang sampai berpendapat “mati”
(pedagogy is the dead). Pendidikan sebagai sebuah ilmu pertama kali digagas oleh Alexander Bain
(1885). Perbincangan tentang ilmu pendidikan tidak mungkin lepas dari ilmu pendidikan anak (khususnya
anak usia dini atau ilmu pendidikan). Ilmu pendidikan dikenal juga dengan ilmu mendidik anak yang
disebut paedagogiek (paedos = kesanggupan anak, agogos = ilmu atau pengetahuan). Dalam
perkembangannya, ilmu pendidikan tidak hanya hubungan interaksi antara pendidik dengan peserta didik
(dari kalangan anak) tetapi juga peserta didik dari kalangan orang dewasa sehingga dikenal pendidikan
orang dewasa yang disebut dengan andragogiek.
Secara teoritis, ilmu pendidikan merupakan pengetahuan ilmiah yang membahas, menjelaskan dan
memberi gambaran tentang proses usaha manusia yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam
menciptakan situasi interaksional antara pendidik dan peserta didik untuk membantu mengembangkan
berbagai potensi kemanusiaan secara optimal. Usaha manusia inilah yang senantiasa dapat membantu
manusia untuk membangun kehidupannya secara beradab. Oleh karena itu, tidak heran jika ditemukan
beberapa rumusan makna pendidikan sebagai upaya manusia membangun peradaban atau upaya manusia
untuk memanusiakan manusia yang maksudnya adalah membangun berbagai potensi kemanusiaan.
Kegiatan pendidikan harus dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi
kemanusiaan yang dimilikinya.
Dalam kehidupan yang riel manusia menunjukkan keragaman dalam berbagai hal, baik
tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya. Bahkan sebagaimana dikemukakan
di atas, pengetahuan tentang manusiapun bersifat ragam sesuai dengan pendekatan
dan sudut pandang dalam melakukan studinya. Namun demikian, di balik keragaman
manusia, terdapat satu yang menunjukkan kesamaan diantara semua manusia, yaitu
bahwa semua manusia adalah MANUSIA. Sepintas pernyataan ini terlihat sederhana,
tetapi sesungguhnya sangat prinsip dan mendasar sekali. Alasannya bukanlah karena
manusia semua adalah sama sebagai manusia. Berbagai kesamaan yang menjadi
karakteristikesensial setiap manusia ini disebut pula sebagai hakikat manusia, sebab
dengan karakteristik esensialnya itulah manusia mempunyai martabat khusus sebagai
manusia yang berbeda dari manusia lainnya. Contohnya manusia adalah animal
rasional, animal symbolicum, homo faber, animal educandum, homo sapiens, homo
socius dan sebagainya.
Manusia adalah subyek yang memiliki kesadaran dan penyadaran diri. Karena itu,
manusia adalah subyek yang menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan
dirinya dengan segala sesuatu yang ada diluar dirinya; selin itu manusia bukan saja
mampu berpikir tentang dirinya dan alam sekitarnya, tetapi sekaligus sadar tentang
pemikirannya. Namun, sekalipun manusia menyadari perbedaannya dengan alam
bahwa dalam konteks keseluruhan alam semesta manusia merupakan bagian
daripadanya. Sebab itu, mempertanyakan asal usul alam semesta dimana manusia
berada, manusia pun mempertanyakan asal usul keberadaan dirinya sendiri.
Kita memang tidak dapat memungkiri tentang adanya proses evolusi di alam semesta
termasuk pada diri manusia, namun atas dasar keyakinan agama tentu saja kita tidak
dapat menerima pandangan yang menyatakan keberadaan manusia di alam semesta
semata-mata sebagai hasil evolusi dari alam itu sendiri tanpa sang Pencipta. Oleh
karena manusia berdudukan sebagai mahluk Tuhan YME maka dalam pengalaman
hidupnya terlihat bahkan dapat kita alami sendiri adanya kenyataan
kemahlukan/kemanusiannya yang diberikan oleh sang Pencipta.
Masalah lain yang dipertanyakan manusia, khususnya oleh para filsuf yakni berkenaan
dengan struktur metafisik manusia. Aspek apakah yang esensial pada diri manusia itu,
badannya ataukah jiwa/rohaninya?
Jasmani dan rohani pada manusia tidak dapat terpisahkan, jika jasmani dan rohani
pada manusia terpisahkan tidak memiliki makna lagi dalam kehidupannya.
Manusia yang satu mempunyai perbedaan dengan manusia yang lain, begitu juga anak
kembar identik dilahirkan dengan perbedaan baik fisik maupun psikhis. Manusia
sebagai mahluk individu mempunyai keunikan, manusia sebagai mahluk individu
memiliki dunianya sendiri yang disebut pribadi.
Manusia sebagai mahluk hidup tidak dapat menjalani kehidupan sendiri. Manusia
sebagai mahluk social ditandai dengan manusia butuh untuk berinteraksi. Manusia
membutuhkan bantuan manusia lain dalam kehidupannya.
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya
dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada diluar manusia, bahkan
hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Berbicara tentang kebudayaan
adalah berbicara tentang manusia itu sendiri.
6. Manusia sebagai Mahluk susila
Manusia sadar akan diri dan lingkungannya, mempunyai potensi dan kemampuan untuk
berpikir, berkehendak bebas, bertanggung jawab serta punya potensi untuk berbuat
baik. Karena itulah, eksistensi manusia memiliki aspek kesusilaan. Misalnya dalam
berpikir manusia terikat satu aturan tatanan kehidupan yang bersifat normative
contohnya jika kita meminjam barang orang lain kita mempunyai kewajiban untuk
menjaga dan mengembalikan barang tersebut.
Manusia sebagai mahluk yang dinamis terus berkembang kearah kemajuan yang
bersifat positif memerlukan alat untuk menopang perkembangannya yaitu pendidikan.
Manusia sebagai mahluk hidup yang sempurna diandingkan mahluk hidup lainnya
memiliki kelebihan yaitu berpikir, memiliki cipta rasa dan karsa. Jika eksistensi manusia
ingin terus dimunculkan dan dikembangkan maka manusia harus memanusiakan
dirinya sendiri melalui pengalaman-pengalaman yang di dapat dan dicari dengan alat
pendukungnya yaitu pendidikan. Pendidikan akan membesarkan manusia dari segala
aspek dan potensi yang dimiliki, manusia akan mengalami proses pendidikan
sepanjang kehidupannya.
Hidup bagi manusia bukan sekedar hidup sebagaimana mahluk hidup lainnya. Hak
hidup bagi manusia mengimplikasikan hak untuk mendapatkan pendidikan. Hak inilah
yang diperjuangkan berbagai hak asaasi manusia.
Search forums
Forum Pertemuan 2 dan 3
Coba anda mencari dan menemukan kasus manusia yang memberi gambaran tentang
betapa pentingnya pendidikan
Coba anda deskripsikan hubungan kualitas Pendidikan dengan sumber daya manusia
dan kemajuan suatu bangsa dari berbagai sumber.
PERTEMUAN 3
Ontologi Ilmu Pendidikan
Kelompok 2 (PenMas)
Capaian Pembelajaran MK : Mampu menelaah hakikat pendidikan sebagai ilmu yang otonom
Indikator : Mampu menyimpulkan lingkup kajian (ontologi) ilmu Pendidikan sebag
ilmu yang otonom
1. Ontologi Pendidikan
Pada banyak kalangan ahli terjadi perdebatan tentang apakah ilmu pendidikan
merupakan ilmu yang otonom atau ilmu terapan. Sebagai ilmu yang otonom,
kedudukan ilmu pendidikan akan dianggap sejajar dengan ilmu lain seperti psikologi,
sosiologi dan antropologi. Pada sebagian ahli, kedudukan keilmuan itu penting karena
berkaitan dengan jati diri, eksistensi dan kewibawaan sebagai ilmuwan. Sebagian lain
berpendapat kedudukan keilmuan yang otonom tidak penting karena lebih penting
bagaimana praktik yang membangun dan mengembangkan potensi anak.
Sebagai ilmu terapan, ilmu pendidikan dianggap sebagai terapan dari ilmu psikologi,
terapan dari sosiologi atau terapan dari antopologi. Praktik pendidikan dianggap
sebagai terapan dari psikologi pendidikan. Demikian juga bagi ilmu sosiologi,
pendidikan merupakan penerapan dari sosiologi pendidikan dan seterusnya.
Perdebatan pandangan ini melahirkan suatu konstelasi (pertautan) dengan munculnya
gerakan pendidikan yang tetap mengibarkan bendera ilmu pendidikan (Pedagogiek
atau pedagogic) dan bendera disiplin pendidikan (yang biasanya menggunakan kata
education) atau konsep pedagogy. Bendera pedagogiek sering dikibarkan oleh kaum
pendidikan Continental (golongan Eropa) sedangkan disiplin pendidikan banyak dianut
oleh kaum Anglo Saxon (golongan Amerika, termasuk Australia). Garis batas
pengibaran bendera tersebut bukan sesuatu yang demarkatis (punya garis batas yang
pasti) karena belakangan di Amerika pun mulai dikaji tentang pedagogiek, salah satu
diantaranya adalah Child Development and Pedagogy. Gagasan pedagogiek lebih
mengarah pada ilmu pendidikan teoritis sedang pendidikan (education atau pedagogy)
mengarah pada pendidikan praktis.
Terlepas dari dua golongan aliran pendidikan, golongan Timur (termasuk timur tengah,
Asia dan Timur Jauh seperti Jepang dan China) belum banyak dilakukan berbagai
kajian ke arah mana aliran Ilmu pendidikan mereka? Pada bagian bab ini, pembahasan
akan lebih diarahkan pada landasan sebagai acuan untuk menguji apakah sebuah ilmu
itu otonom atau tidak. Sebagai the mother of science (induk dari segala ilmu
pengetahuan), ilmu filsafat (khususnya filsafat pendidikan) telah memberikan 3 pijakan
utama. Sebuah ilmu dikatakan otonom jika ia memiliki batas-batas wilayah kajian
sendiri yang berbeda dengan ilmu lainnya. Batas kajian ini dikenal dalam filsafat
dengan istilah ontologi. Setiap ilmu yang otonom memiliki ontologi ilmunya masing-
masing. Sebagai pijakan kedua, ilmu filsafat memberikan rambu kedua yakni
bagaimana cara ilmu tersebut menyusun, menemukan dan mengembangan sendiri
pengetahuan ilmiahnya. Bagaimana cara sebuah ilmu membangun pengetahuannya
atau bagaimana sebuah ilmu menggunakan cara-cara memperoleh pengetahuan yang
benar disebut oleh ilmu filsafat sebagai epistimologi ilmu. Sebuah ilmu yang otonom
memiliki landasan epistimologi yang kuat dalam membangun standar keilmuannya.
Pada landasan ketiga, ilmu filsafat memberikan pijakan yang disebut dengan aksiologi
(ilmu tentang nilai). Aksiologi membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan dan
dikembangkan. Ilmu yang otonom akan memiliki acuan nilai dan norma yang dibangun
untuk mengembangkan kemaslahatan bagi manusia. Ketiga landasan filsafat tersebut
akan menjadi fokus kajian dari bab ini untuk meyakinkan bahwa ilmu pendidikan adalah
ilmu yang otonom. Pembahasan ini akan diakhiri dengan kedudukan ilmu lain
(khususnya psikologi, sosiologi dan antropologi) dalam IPAUD serta bagaimana
memahami konsep interdisiplin, multidisiplin dan trandisiplin dalam ilmu pendidikan.
Secara etimologi, ontologi berasal dari ontos yang bermakna proses penelaahan dan
logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, ontologi merupakan ilmu yang membahas
atau menelaah lingkup kajian pada suatu pengetahuan atau ilmu. Suatu pengetahuan
atau ilmu akan memusatkan diri dalam mempelajari dan membahas pada bidang
tertentu dengan objek tertentu. Sebagai contoh, filsafat mempunyai wilayah kajian
(ontologi) pada segala sesuatu yang ada dan mungkin ada sedangkan ontologi ilmu
mengkaji pada segala sesuatu yang ada dan dapat dijangkau oleh pikiran dan
pengalaman manusia.
Sebelum membahas ontologi ilmu pendidikan ada baiknya dipahami terlebih dahulu
wilayah kajian ilmu pendidikan dan ilmu lain yang paling dekat yaitu ilmu psikologi. Ilmu
pendidikan memiliki dua bentuk objek, yakni objek materia dan objek forma. Objek
materia ilmu pendidikan adalah segala bentuk peristiwa interaksional antara pendidik
dan peserta didik dalam membantu mengembangkan potensi peserta didik. Selain
pendapat tersebut, pendapat lainnya mengatakan bahwa objek materia ilmu pendidikan
adalah :
Berbagai sudut pandang tersebut menunjukkan pendapat yang beragam tentang apa
yang menjadi objek materia ilmu pendidikan.
Namun demikian, pusat kajian materia ilmu pendidikan terletak pada peristiwa atau
gejala interaksi (hubungan timbal balik) antara pendidik dan anak didik yang bertujuan
untuk mengembangkan berbagai potensi anak didik. Objek materia ilmu pendidikan
tidak berhenti pada peristiwa interaksional saja karena ilmu sosiologi juga memiliki
objek peristiwa interaksional, termasuk psikologi sosial. Oleh karena itu, ilmu
pendidikan mempertegas bahwa peristiwa atau fenomena interaksional yang dimaksud
terjadi antara pendidik dan anak didik atau peserta didik. Materia pendidik merupakan
kekhususan kajian yang membedakan ilmu pendidikan dengan ilmu lainnya termasuk
ilmu psikologi pendidikan. Tidak berhenti pada kajian itu tetapi dilanjutkan pada
peristiwa itu terjadi secara sengaja untuk tujuan yang edukatif (mendidik). Sampai pada
konsep tujuan yang mendidik, para ahli memiliki pandangan dan rumusan yang
berbeda.
Ada ahli yang merumuskan tujuan pendidikan pada pengembangan potensi, ada yang
merumuskan tujuan pada tercapainya kedewasaan, ada yang merumuskan pada
tercapainya tanggung jawab, dan ada yang merumuskan melanggengkan atau
pewarisan budaya. Para ahli lebih banyak menggunakan terminologi (peristilahan)
peserta didik daripada anak didik. Peserta didik dapat mencakup anak, remaja dan
orang dewasa. Peserta didik juga ada yang anak atau orang dewasa yang normal dan
ada yang berkebutuhan khusus. Ilmu pendidikan yang fokus kajiannya pada anak
dikenal dengan sebutan pedagogiek sedangkan fokus kajian pada orang dewasa
disebut dengan andragogiek. Dengan fokus kajian peserta didik tersebut maka tidak
heran jika ilmu pendidikan sendiri memiliki cabang ilmu pendidikan anak usia dini,
pendidikan luar sekolah (lebih pada kajian pendidikan masyarakat), pendidikan
berkebutuhan khusus, ilmu pendidikan untuk anak usia SD. Fokus kajian inilah yang
membedakan ilmu pendidikan dengan ilmu lainnya, khususnya psikologi. Psikologi
dikenal dengan ilmu kejiwaan (psikologis) yang fokus kajiannya pada perilaku manusia
sebagai manifestasi dari gejala-gejala kejiwaan. Gejala-gejala kejiwaan manusia terjadi
pada segala tempat, misalnya gejala kejiwaan pada anak maka muncul kajian psikologi
anak, remaja (psikologi remaja), orang dewasa (psikologi orang dewasa), gejala
kejiwaan manusia dalam konteks industri (psikologi industri), dalam konteks interaksi
sosial (psikologi sosial), konteks perkembangan (psikologi perkembangan), kajian
khusus kepribadian (psikologi kepribadian) dan masih ada lagi sepanjang manusia itu
ada.
Dengan memahami materia ilmu pendidikan akan semakin menambah jelas objek
materia dalam ilmu pendidikan. Kita mungkin bisa menyimpulkan bahwa kajian awal
dan kebanyakan ahli membangun kajian ilmu pendidikan yang ditujukan pada anak dan
banyak rumusan arti pedagogiek itu sendiri yang mengarah pada makna ilmu mendidik
anak. Jadi tidak mungkin ada ilmu pendidikan tanpa ilmu pendidikan. Jika ditelusuri
lebih jauh dan mendalam materia apa saja yang spesifik (khusus) dikaji oleh ilmu
pendidikan yang berkaitan dengan fokus proses interaksional edukatif antara anak
dengan pendidik. Konteks yang menjadi fokus interaksional edukatif anak dengan
pendidik adalah aktivitas belajar dan mengaja. Mengajar (terminology lain
pembelajaran) merupakan aktivitas yang dengan sengaja dirancang, diciptakan dan
dihadirkan pendidik untuk membantu anak mengembangkan berbagai potensi
perkembangan. Dalam konteks ini, pembelajaran yang dihadirkan mengandung
berbagai objek materia yang spesifik. Objek materia dalam pembelajaran ada yang
disusun dalam bentuk konten (isi) perkembangan (bahasa, kognitif, sosial-emosi,
agama & moral dan fisik/motorik) dan ada juga yang berwujud konten akademik seperti
(matematika, sains, bahasa, studi sosial, dan seni). Permbahasan materia spesifik ini
hampir selalu ada pada kajian kurikulum.
Link Referensi
http://pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/uuno20th2003ttgsisdiknas.pdf
https://pengertiandefinisi.com/pengertian-ilmu-pendidikan-dan-fungsinya/
PERTEMUAN 4
Landasan Pendidikan
Penugasan Pertemuan 4 dan 5
Masih banyak anak-anak yang kurang mampu karena kendala ekonomi belum dapat
mengikuti program wajib belajar dua belas tahun merupakan kasus belum diperolehnya
hak asasi dalam bidang pendidikan. Apakah pendidikan benar-benar merupakan hak
mereka di Indonesia. Coba berikan alasannya dengan landasan hukum yang berlaku di
Indonesia.
PERTEMUAN 5
Quiz Pertemuann 4 dan 5
PERTEMUAN 6
Kelompok 3 (PAI)
2. Dimensi-dimensi manusia.
INDIKATOR
Pada pertemuan keenam dan ketujuh kita akan membahas tentang keterkaitan
manusia dengan pendidikan. Manusia disebut sebagai animal educandum, hewan yang
memerlukan pendidikan. Tanpa pendidikan manusia tidak mungkin menjadi manusia
atau mewujudkan kemanusiaanya. Manusia juga merupakan animal educabili, berarti ia
mempunyai potensi untuk dididik atau dikembangkan. Apabila manusia itu dilahirkan
sudah sempurna maka manusia tidak lagi memerlukan pendidikan. Manusiapun disebut
sebagai animal educator yang berarti ia mampu menjalankan tugas sebagai seorang
pendidik (Husamah, et al, 2015).
Proses pendidikan merupakan proses dua arah antara pendidik dan peserta didik.
Seorang pendidik tidak akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik apabila ia tidak
mengetahui peserta didiknya. Oleh karena itu, pembahasan mengenai manusia sebagai
pendidik dan peserta didik menjadi sangat penting dalam proses pendidikan.
Pada pertemuan keenam ini kita akan membahas terlebih dahulu tentang esensi
manusia ditinjau dari berbagai perspektif beserta dimensi-dimensi esensi manusia itu
sendiri untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai hakikat manusia.
Berbicara mengenai esensi manusia berarti kita membahas tentang sifat hakikat atau
hal yang pokok dari manusia, yaitu ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil (bukan
hanya gradual) membedakan manusia dengan hewan. Dalam pertemuan ini, esensi
manusia akan dipelajari melalui berbagai perspektif atau sudut pandang, antara lain
eksistensi, psikoanalitik, humanistik, behavioristik dan Pancasila. Setelah membahas
mengenai esensi manusia, maka pembahasan akan diperdalam lagi dengan mengkaji
dimensi-dimensi esensi manusia. Ada lima dimensi yang akan dibahas yaitu manusia
sebagai makhluk filosofis, individul, sosial, susila dan beragama.
Marilah kita masuk pada pembahasan yang pertama mengenai esensi manusia dari
berbagai perspektif, antara lain eksistensialis, psikoanalitik, humanistik, behavioristik,
dan Pancasila.
Eksistensi manusia juga terkait dengan masa lalu sekaligus masa depannya. Dalam hal
ini, manusia mempunyai kemampuan untuk menerobos ruang dan waktu. Artinya
manusia tidak terikat pada ruang atau tempat saat ini, tetapi ia dapat menembus ke
masa depan ataupun masa lampau. Kemampuan menerobos dan menempatkan diri
(kemampuan bereksistensi) ini juga membedakan antara manusia dan hewan, karena
keberadaan hewan hanya pasif (tunduk pada hukum alam), sedangkan keberadaan
manusia secara aktif, artinya manusia dapat mengubah lingkungan sesuai dengan yang
dikembangkan dalam pendidikan, agar ia dapat belajar dari pengalaman masa lalu dan
melihat prospek masa depan sedini mungkin. Karena kemampuan bereksistensi inilah,
maka dalam dirinya terdapat unsur kebebasan (Tim Dosen MKDK UNJ, 2013). Menurut
Semiawan, et al (2010), manusia dianugerahi kesadaran melampaui seekor hewan,
untuk mengatisipasikan masa depan yang terletak jauh dari kondisi dan situasi hari ini,
yaitu potensi kreatif yang sejak lahir dimilikinya. Hal yang mungkin dapat terjadi pada
dirinya dan dapat diraihnya sesuai kemampuan yang ada padanya untuk diteropong
dan dijelajahinya, merupakan anugerah alam dan anugerah Yang Maha Esa, yang
disebut foresight, yang adalah a gift of nature and a gift of God. Kemampuan
bereksistensi ini perlu dikembangkan melalui pendidikan dengan cara mengajarkan
kepada peserta didik untuk belajar dari pengalaman, belajar mengantisipasi suatu
keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan serta berlatih
mengembangkan daya imajinasi dan kreativitasnya.
Manusia juga mempunyai kemampuan untuk menilai yang baik dan yang buruk.
Manusia dikatakan mempunyai kata hati yang tajam apabila dia mampu membuat
keputusan tentang yang baik dan yang buruk bagi diri sendiri dan orang lain.
Kemampuan untuk membuat keputusan ini kadang-kadang sulit bagi manusia karena
kadang-kadang ia dihadapkan pada sejumlah pilihan untuk memilih antara yang baik
dan yang kurang baik atau antara yang buruk dan yang lebih buruk. Kesulitan itu terjadi
karena ia dihadapkan dengan kriteria serta kemampuan analisis yang perlu didukung
oleh kecerdasan akal budi. Pendidikan dapat dilakukan dengan upaya mengubah kata
hati yang tumpul menjadi kata hati yang tajam dengan melatih kecerdasan akal dan
kepekaan emosional (intellectual and emotional intelligence). Ketajaman hati ini perlu
diikuti dengan perbuatan. Orang yang perbuatannya sesuai dengan kata hati yang
tajam dinamakan orang yang bermoral, demikian pula sebaliknya orang yang
perbuatannya tidak sesuai dengan kata hati yang tajam disebut orang yang tidak
bermoral. Oleh karena itu pendidikan moral bagi peserta didik sangat penting baik
sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat (Tim Dosen MKDK UNJ, 2013).
Dalam bereksistensi, manusia mempunyai kemampuan untuk bertanggung jawab baik
pada diri sendiri, orang lain, maupun pada Tuhan. Tanggung jawab berarti adanya
keberanian untuk menanggung resiko apapun yang diterima dengan penuh kesadaran
dan kerelaan. Orang yang tidak berani menanggung resiko berarti orang itu tidak
bertanggungjawab. Manusia juga menyadari akan adanya hak dan kewajiban.
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari
manusia sebagai makhluk sosial. Tidak ada hak tanpa kewajiban, artinya dalam diri
manusia di samping dia mempunyai hak, dia juga mempunyai kewajiban. Dalam
kehidupan sehari-hari, hak merupakan sesuatu yang menyenangkan sedangkan
kewajiban dianggap sebagai beban. Namun sebenarnya menurut Drijarkara, kewajiban
itu merupakaan keniscayaan. Artinya selama seseorang menyebut dirinya manusia,
maka ia akan dengan ikhlas melaksanakan kewajiban yang menjadi tanggungjawabnya
sebagai sesuatu yang luhur. Seorang guru yang melaksankaan kewajiban sebaik-
baiknya adalah perbuatan yang luhur. Apabila manusia mengelak dari kewajiban,
berarti dia mengingkari kemanusiaannya sebagai makhluk sosial (Tim Dosen MKDK
UNJ, 2013).
Para tokoh neoanalisis pada dasarnya masih meyakini adanya id, ego dan super ego,
namun lebih menekankan ego sebagai pusat kepribadian manusia. Ego tidak
dipandang sebagai fungsi pengarah perwujudan id saja, melainkan sebagai fungsi
pokok yang bersifat rasional dan tanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan
sosial individu.
Pusat perhatian teori humanistik adalah pada makna kehidupan, hal ini dalam psikologi
humanistik disebut sebagai homo ludens, yaitu manusia yang mengerti makna
kehidupan. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi (unik)
dan kehidupannya berpusat pada dirinya. Perilaku manusia berpusat pada konsep diri,
yaitu pandangan atau persepsi manusia terhadap dirinya, yang bisa berubah-ubah dan
fleksibel sesuai dengan pengalamannya dengan orang lain.
Perspektif humanistik menolak pandangan Freud bahwa manusia pada dasarnya tidak
rasional, tidak tersosialisasikan, dan tidak memiliki kontrol terhadap “nasib” dirinya
sendiri. Carl Rogers berpendapat bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki dorongan
untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, manusia itu rasional, oleh karena itu
dalam berbagai hal ia dapat menentukan nasibnya sendiri. Ini berarti bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur dan mengontrol dirinya sendiri
apabila diberikan kesempatan untuk berkembang. Dunia manusia adalah dunia
kemungkinan (a process of becoming), dan ini berjalan terus menerus tidak pernah
selesai. Jadi manusia itu sendirilah yang menggerakkan dirinya ke arah mana yang
diinginkan. Manusia selalu aktif dalam upaya mencapai aktualisasi diri melalui
hubungan dan dialog dengan lingkungan sekitarnya (Husamah, et al., 2015).
Dalam pandangan Maslow, manusia memiliki lima jenjang kebutuhan dasar yang
disusun secara bertingkat dengan menentukan kebutuhan mana yang lebih tinggi
dibandingkan kebutuhan lainnya. Lima jenjang kebutuhan dasar ini biasa dikenal
dengan hierarki kebutuhan dasar Maslow. Kebutuhan pada teori Maslow disusun dari
yang paling dasar atau mendesak. Kemudian dilanjutkan dengan kebutuhan dasar
lainnya dan seterusnya. Hierarki kebutuhan dasar Maslow adalah sebagai berikut.
2. Kebutuhan akan rasa aman (security needs). Kebutuhan ini dapat berupa
kebutuhan akan stabilitas, perlindungan dan terbebas dari berbagai ancaman (bencana,
bahaya, pembunuhan, perang, dll). Berbeda dengan kebutuhan fisiologis, kebutuhan
akan rasa aman tidak dapat dipenuhi secara penuh. Misalnya orang tidak dapat
sepenuhnya dilindungi dari ancaman bencana atau ancaman lainnya.
3. Kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang (belonging and love needs).
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan diterima pada komunitas sosialnya. Bentuk dari
kebutuhan ini antara lain adalah kebutuhan bersahabat, kebutuhan untuk memiliki
pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta.
Tingkah laku mesin dapat diukur, diramalkan dan digambarkan. Demikian juga dengan
manusia, menurut pandangan behavioristik. Selain insting, seluruh tingkah lakunya
merupakan hasil belajar. Belajar merupakan perubahan perilaku organisme sebagai
pengaruh lingkungan. Behavioristik tidak mempersoalkan apakah manusia itu baik atau
buruk, rasional atau emosional, melainkan hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku
manusia dikendalikan oleh lingkungan. Dalam pandangan behavioristik, manusia
adalah makhluk yang sangat elastis, yang perilakunya sangat dipengaruhi oleh
pengalamannya. Manusia munurut teori ini dapat dibentuk dengan menciptakan
lingkungan yang relevan. Seorang anak dapat dibentuk menjadi apa saja, asalkan ia
dibentuk dalam lingkungan yang relevan.
Menurut kaum behavioris (Hansen, dkk, 1977) manusia sepenuhnya adalah mahluk
reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Tingkah
laku manusia dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungannya, melalui
hukum-hukum belajar. Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia,
sehingga manusia dianggap pasif. Dengan demikian kepribadian individu dapat
dikembalikan semata-mata kepada hubungan antara individu dengan lingkungannya,
hubungan itu diatur oleh hukum-hukum belajar, seperti teori pembiasaan (conditioning)
dan peniruan. Manusia pada saat dilahirkan ke dunia adalah netral, tidak membawa ciri-
ciri yang pada dasarnya baik atau buruk. Perkembangan kepribadian individu semata-
mata dipengaruhi oleh lingkungan. Pandangan behavioristik sering dikritik sebagai
pandangan yang merendahkan derajat manusia (dehumanisasi) karena pandangan ini
mengingkari adanya ciri-ciri yang amat penting yang ada pada manusia dan tidak ada
pada binatang seperti kemampuan memilih, menetapkan tujuan, mencipta, dan
sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan aktivitas manusia dalam upaya mencapai
aktualisasi diri (Tim Dosen MKDK UNJ, 2013).
Dalam menanggapi kiritik ini, Skinner (1976) mengatakan bahwa kemampuan-
kemampuan itu sebenarnya terwujud sebagai tingkah laku juga yang berkembangnya
tidak berbeda dari tingkah laku lainnya. Justru tingkah laku inilah yang dapat didekati
dan dianalisis secara ilmiah dan pendekatan behavioristik adalah pendekatan ilmiah.
Semua ciri yang dimiliki manusia harus dapat dapat didekati dan dianalisis secara
ilmiah.
Filsafat Pancasila merupakan hasil pemikiran bangsa Indonesia yang diyakini sebagai
norma dan nilai hidup bangsa Indonesia. Sebagai pandangan hidup, Pancasila menjadi
dasar bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia agar tercapai kehidupan
yang religius, adil, rukun, aman, damai dan sejahtera. Konsep filsafat pendidikan
Pancasila Notonagaro mendasarkan pada landasan ontologis hakikat manusia yang
monopluralis. Monopluralis maksudnya makhluk yang memiliki banyak unsur kodrat
(plural), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Jadi, manusia terdiri dari
banyak unsur kodrat yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Ciri-ciri kodrat manusia
yang monopluralis adalah:
Manusia terdiri dari unsur jiwa dan raga. Keduanya tidak dapat berfungsi sendiri-sendiri,
melainkan saling membutuhkan. Raga adalah unsur yang kelihatan dan bersifat materi.
Segala yang ada pada diri manusia yang dapat dilihat baik secara langsung, seperti
kepala, mata, telinga, hidung, tangan, badan dan kaki; maupun yang dapat dilihat
dengan bantuan alat teknologi, seperti jantung, ginjal, otak, paru dan organ-organ
lainnya.
Jiwa terdiri dari akal atau cipta untuk tujuan kebenaran, rasa untuk tujuan keindahan
jiwa, serta karsa untuk tujuan kebaikan jiwa. Berbeda dari raga yang dapat dilihat, jiwa
tidak dapat dilihat. Jiwa hanya dapat dikenali melalui gejala-gejala yang
teraktualisasikan melalui raga. Namun jiwa memiliki peran yang sangat penting untuk
menggerakkan raga manusia. Oleh karena itu, jiwa dan raga manusia tidak dapat
dipisahkan.
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna yang telah diciptakan oleh Tuhan
karena hanya manusia yang dikaruniai akal. Dengan kesempurnaannya inilah manusia
harus mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Dalam
eksistensinya sebagai khalifah di muka bumi, maka manusia harus mampu
mewujudkan kemakmuran, mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup, serta
mampu bekerjasama menegakkan kebenaran di muka bumi ini.
Pancasila memandang hakikat manusia seutuhnya, sebagai kesatuan jiwa dan raga,
sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk
pribadi dan makhluk Tuhan. Kehidupan manusia Indonesia seutuhnya berlandaskan
pandangan Pancasila dapat menjamin adanya keselerasan, keserasian dan
keseimbangan. Apabila disesuaikan dengan struktur sosial masyarakat yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika, maka kebersamaan dan kekeluargaan dalam hubungan
manusia dengan ruang lingkupnya akan dapat terwujud.
PERTEMUAN 7
Dinamika, Hak Asasi Manusia dan Upaya Pendidikan
dalam Mewujudkan Manusia yang Diharapkan
Kelompok.4 (PAI)
menganalisis keterkaitan manusia dengan pendidikan dalam konteks pendidikan sebagai suatu ilmu.
Indikator
1. Mendeskripsikan potensi, sifat, keunikan, dinamika, dan hak azasi manusia.
Anda pasti sudah sering mendengar tentang kata “potensi” bukan? Menurut Anda apa
yang disebut dengan potensi? Potensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan; kekuatan;
kesanggupan; daya. Potensi merupakan kekuatan yang belum terwujud, masih
tersembunyi atau terpendam dalam diri manusia. Potensi ini memiliki kemungkinan
untuk dikembangkan atau diwujudkan. Namun, harus ada upaya dan bantuan dari
lingkungan untuk mewujudkannya menjadi sebuah kemampuan nyata. Dalam hal ini,
pendidikan memainkan peran yang sangat penting.
Potensi inilah yang kemudian memungkinkan manusia dapat menjadi objek dan subjek
pendidikan serta sumber pendidikan itu sendiri bagi pengembangan diri. Berbeda dari
makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling potensial. Potensi yang
dibekalkan oleh Allah untuk manusia sangatlah lengkap dan sempurna. Hal ini
menyebabkan manusia mampu mengembangkan dirinya melalui potensi-potensi
(innate potentials atau innate tendencies) tersebut. Secara fisik manusia terus tumbuh,
secara mental manusia terus berkembang, mengalami kematangan dan perubahan.
Kesemua itu adalah bagian dari potensi yang diberikan Allah kepada manusia sebagai
ciptaan pilihan. Potensi yang diberikan kepada itu sejalan dengan sifat-sifat Tuhan, dan
dalam batas kadar dan kemampuan sebagai manusia (Husamah, et al, 2015).
Potensi naluriah ini memiliki beberapa dorongan yang berasal dari dalam diri manusia.
Dorongan-dorongan ini merupakan potensi yang diperoleh tanpa melalui proses belajar,
sehingga disebut dengan potensi instingtif. Dorongan tersebut antara lain insting untuk
kelangsungan hidup, dorongan untuk mempertahankan diri, dan dorongan untuk
berkembang biak.
Potensi fisik ini bisa dijabarkan atas anggota tubuh atau indra-indra yang dimiliki
manusia seperti indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.
Potensi ini difungsikan melalui berbagai alat indra manusia. Potensi fisik ini digunakan
manusia untuk mengetahui hal-hal yang ada di luar diri mereka, seperti warna, rasa,
suara, bau, bentuk ataupun ukuran sesuatu.
Potensi ini yang membedakan manusia dengan binatang, sehingga membuat manusia
menjadi makhluk yang sempurna. Potensi akal memberi kemampuan kepada manusia
untuk memahami simbol-simbol, hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan,
maupun membuat kesimpulan yang akhirnya memilih dan memisahkan antara yang
benar dengan yang salah.
Sejak awal manusia telah dibekali dengan fitrah beragama atau kecenderungan pada
agama. Fitrah ini yang mendorong manusia untuk mengakui dan mengabdi kepada
sesuatu yang dianggapnya memiliki kelebihan dan kekuatan yang lebih besar dari
manusia itu sendiri. Dalam pandangan Islam, kecederungan pada agama ini
merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri manusia sendiri yang merupakan
anugrah dari Allah.
Keempat potensi dasar manusia tersebut harus dikembangkan agar bisa berfungsi
secara optimal dan dapat mencapai tujuan yang sebenarnya. Pengembangan potensi
manusia ini harus dilakukan secara terarah, bertahap dan berkelanjutan serta dapat
dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan. Menurut Jalaluddin (2003) dan
Khasinah (2013) dalam Husamah, et al (2015), beberapa pendekatan yang dapat
digunakan untuk mengembangkan potensi manusia adalah sebagai berikut.
a. Pendekatan filosofis
b. Pendekatan kronologis
c. Pendekatan Fungsional
Potensi yang diberikan Tuhan kepada manusia mempunyai maksud dan tujuan. Oleh
karena itu, pengembangan potensi manusia harus dilaksanakan sesuai dengan
manfaat dan fungsi potensi itu sendiri, bukan untuk hal-hal lain yang bersifat mencari
kesenangan semata.
d. Pendekatan Sosial
Pendekatan ini memandang manusia sebagai makhluk sosial yang cenderung hidup
dalam kelompok. Oleh karena itu, manusia harus mampu mengembangkan potensinya
untuk bisa berinteraksi di dalam lingkungannya dan mampu memainkan peran dan
fungsinya di tengah lingkungannya. Dalam upaya mengembangkan potensinya ini,
manusia membutuhkan dukungan dan bantuan pihak lain di luar dirinya untuk
membimbing, mengarahkan, dan menuntunnya agar pengembangan potensi tersebut
berhasil secara maksimal melalui pendidikan.
Manusia merupakan makhluk yang sangat unik yang berbeda dengan hewan. Manusia
mampu berinovasi menciptakan berbagai benda yang dapat digunakan untuk
membantu mempermudah kehidupannya. Hal ini dikarenakan manusia memiliki akal
yang dapat digunakan untuk berfikir. Dengan berfikir, manusia dapat membangun
pengetahuan. Pengetahuan ini terus terakumulasi dari generasi ke generasi melalui
interaksi individu dalam lingkungan sosialnya, sehingga manusia mampu melakukan
perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik. Hal inilah yang
memungkinkan manusia membentuk dan mewariskan kebudayaan kepada generasi
selanjutnya, serta mampu menciptakan teknologi.
Tidak hanya memiliki keunikan yang membedakan dengan hewan, manusia juga
memiliki keunikan individu yang membedakannya dengan manusia lain. Sebagaimana
telah disebutkan dalam pertemuan terdahulu, bahwa setiap manusia memiliki keunikan
yang tidak dimiliki oleh manusia lain. Keunikan tersebut dapat berupa bakat,
intelegensi, minat, kondisi emosi, dan lain sebagainya.
Manusia merupakan subjek, oleh karena itu ia mampu mengontrol dinamikanya, namun
demikian dikarenakan ia juga adalah kesatuan jasmani-rohani (yang mana ia dibekali
nafsu), maka dinamika itu tidak sepenuhnya selalu dapat dikuasainya. Terkadang
muncul dorongan-dorongan negatif yang bertentangan dengan apa yang seharusnya,
kadang muncul pengaruh negatif dari sesamanya yang tidak sesuai dengan
kehendaknya, kadang muncul kesombongan yang tidak seharusnya diwujudkan,
kadang individualitasnya terlalu dominan atas sosialitasnya, dsb. Sehubungan dengan
itu, idealnya manusia harus secara sengaja dan secara prinsipal menguasai dirinya
agar dinamikanya itu betul-betul sesuai dengan arah yang seharusnya (Suyitno, 2008).
Dimensi dinamika ini menyebabkan eksistensi manusia bersifat dinamis. Artinya, dalam
bereksistensi, manusia harus terus bergerak aktif berupaya menjadikan dirinya sebagai
manusia yang ideal atau manusia yang diharapkan. Lalu seperti apakah sosok manusia
ideal? Menurut Suyitno (2008) sosok manusia ideal ini bersumber dari Tuhan melalui
ajaran agama yang diturunkan-Nya, bersumber dari sesama dan budayanya, bahkan
dari diri manusia itu sendiri. Jadi, manusia ideal adalah manusia yang mampu
mewujudkan berbagai potensinya secara optimal, sehingga beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berperasaan, berkemauan, dan
mampu berkarya; mampu memenuhi berbagai kebutuhannya secara wajar, mampu
mengendalikan hawa nafsunya, berkepribadian, bermasyarakat dan berbudaya.
Bahasan selanjutnya adalah mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Sebelum membahas
tentang HAM. Mari kita saksikan video yang berjudul “Apa itu HAM?” pada link berikut
Nah, sekarang Anda sudah tahu apa yang disebut dengan HAM bukan? Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak asasi adalah hak dasar atau pokok (seperti hak
hidup dan hak mendapat perlindungan), sedangkan hak asasi manusia adalah hak
yang dilindungi secara internasional (yaitu deklarasi PBB Declaration of Human Rights),
seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk
mengeluarkan pendapat.
Menurut John Locke, HAM adalah hak yang langsung diberikan Tuhan kepada manusia
sebagai hak yang kodrati. Oleh sebab itu tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa
mencabutnya. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa. Hak tersebut merupakan anugerah yang wajib dilindungi dan dihargai oleh
setiap manusia. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa HAM merupakan hak
dasar yang melekat pada manusia sejak berada di dalam kandungan hingga manusia
tersebut meninggal. Hak ini tidak dapat dicabut karena hak ini adalah karunia Tuhan.
Setiap manusia, memiliki hak yang sama tanpa adanya perbedaan apapun.
HAM meliputi hak hidup, kebebasan, dan pengejaran kebahagiaan. Selain itu, juga
meliputi kebebasan berbicara, kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan
berserikat, perlindungan yang sama di depan hukum, dan hak atas proses sewajarnya
serta pengadilan yang jujur. Akhir-akhir ini ada kecenderungan, terutama di kalangan
organisasi internasional untuk memperluas daftar hak asasi manusia. Kelompok-
kelompok ini, antara lain menyebut hak atas pendidikan. Kesempatan mendapatkan
pendidikan yang memadai harus menjadi hak bawaan setiap anak (United States
Information Agency, 1991 dalam Sumantri, 2016).
Di Indonesia, hak untuk mendapakan pendidikan diatur dalam Pasal 31 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, sebagai berikut.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
PERTEMUAN 8
UJIAN TENGAH SEMESTER
PERTEMUAN 9
Konsep Landasan Pendidikan,Landasan Psikologis dan Filosofis
Kelompok 5(PAI)
Materi kali ini terdiri dari beberapa pembahasan sebagai berikut:
2.Landasan Psikologis
Pendidikan
Indikator
1. Mahasiswa mampu menghasilkan kajian ilmiah tentang penerapan landasan dan asas pendidikan dala
penyelenggaraan pendidikan
2. Mahasiswa memiliki karakter kuat dalam mengaplikasikanlandasan dan azas pendidikan dalam melaksanaka
pendidikan
Landasan Pendidikan
Pengertian
Landasan pendidikan adalah tumpuan, dasar atau asas koseptual yang menyelubungi
pendidikan secara keseluruhan. Biasanya yang dibahas terkait dengan landasan
pendidikan ini ialah hakikat manusia sebagai makhluk pembelajar, situasi, proses,
perubahan sosial, aliran pelaksanaan, hingga permasalahan-permasalahan pendidikan.
secara leksikal, landasan berarti dasar, tumpuan atau alas. Oleh karena itu, landasan
(pendidikan) merupakan tempat bertumpu, titik tolak atau dasar pijakan dalam
melaksanakan pendidikan.
Jenis-Jenis LP”
Pemahaman peserta didik merupakan kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu
hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam
pendidikan terutama yang berkaitan dengan :
5) Perlu diciptakan kondisi lingkungan yang dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan potensi, kecerdasan, emosi dan keterampilan dalam pendidikan.
Landasan filosofis/filsafat pendidikan merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok dalam pendidikan, seperti
apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan diperlukan, dan apa yang seharusnya menjadi tujuan
pendidikan.
Berbicara tentang landasan filosofis pendidikan juga berarti berkenaan dengan tujuan filosofis
suatu praktik pendidikan sebagai sebuah ilmu. Oleh karena itu, kajian yang dapat dilakukan
untuk memahami landasan filosofis pendidikan adalah dengan menggunakan pendekatan filsafat
ilmu yang meliputi tiga bidang kajian yaitu:
Ontology
Epistemology
aksiologi
Untuk lebih jelasnya, berbagai penjelasan mengenai filsafat pendidikan dapat disimak pada
artikel di bawah ini:
Penugasan Pertemuan 9
Bapak Pandu adalah guru favorit di sebuah SMP yang sangat disenangi para siswa. Dari siswa kelas 1 sampai d
Cara berpakaiannya tidak ketinggalan jaman, istilah-istilah gaul yang sedang trend sering terucap pada waktu
dengan siswa pada berinteraksi dengan siswa di sekolah. Tidak ketinggalan jam istirahat pak Pandu sering
mentraktir siswa sampai merokok bergantian dengan siswa layaknya teman.
Coba anda analisis secara cermat dengan memperhatikan pemahaman dan pengertian pak Pandu terha
mengemban keprofesiannya sebagai pendidik. Berikan alasan anda.
PERTEMUAN 10
Landasan Sosiologis, Ideologi dan Politik dalam Pendidikan
Kelompok 6 PAI)
INDIKATOR :
1. Mahasiswa mampu menghasilkan kajian ilmiah tentang penerapan landasan dan
asas pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan
Sosiologi dalam pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Dilihat dari
istilah etimologi kedua kata ini tentu berbeda makna, namun dalam sejarah hidup dan
kehidupan serta budaya manusia, keduanya menjadi satu kesatuan yang tak
terpisahkan, terutama dalam sistem memberdayakan manusia dimana sampai saat ini
memanfaatkan pendidikan sebagai instrumen pemberdayaan tersebut.
a. Sosiologi
Secara etimologis sosiologi berasal dari kata latin “socius” dan kata Yunani “logos”.
“Socius” berarti kawan, sahabat, sekutu, rekan, masyarakat. “logos” berarti ilmu.Jadi
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat (Chaerudin, dkk, 1995:67).
W.F. Ogburn dan M.F. Nimkoff dalam buku mereka “A Handbook of Sociology”,
memberikan definisi “sosology is the scientific of social life” yang maksudnya: sosiologi
adalah studi secara ilmiah terhadap kehidupan sosial.
Roucek dan Wafren mengemukakan Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
antara manusia dalam kelompok-kelompok (Soekanto, 1989:16).
1. Pendidikan
Paedegogic berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “pais”, artinya anak, dan
”again” diterjemahkan membimbing, jadi paedagogic yaitu bimbingan yang diberikan
kepada anak. Secara definitif pendidikan (paedagogic) diartikan, sebagai berikut:
a) Jhon Dewey
Berdasarkan uraian diatas, pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang secara
sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa
yang bertanggungjawab moral kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya
agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-
menerus (Suwarno, 1992:49).
2. Sosiologi Pendidikan
a) Menurut George Payne, yang kerap disebut bapak sosiologi pendidikan, secara
spesifik memandang sosiologi pendidikan sebagai studi yang komprehensif tentang
segala aspek pendidikan dari segala segi ilmu yang dterapkan. Baginya, sosiologi
pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu dalam bidang sosiologi yang dapat
dikenakan sosiologis. Tetapi memberikan para guru, peneliti yang efektif dalam
sosiologi yang dapat memberikan sumbangan pemahaman yang lebih mendalam
tentang pendidikan.
b) F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu
yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi
individu untuk mendapatkan serta mengorganisasikan pengalamannya. Sosiologi
pendidikan juga mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
Dari beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang
mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik struktur, dinamika, masalah pendidikan
ataupun aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.
d. Fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural dan
sebagainya
b. Pola interaksi sosial dan stuktur masyarakat Sekolah, yang antara lain meliputi
berbagai hubungan kekuasaan, stratifikasi sosial dan pola kepemimpinan informal
b. Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam sistematis sosial dalam masyarakat
luarsekolah.
e. Sebagai sosiologiterapan
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu (pendidik
dan anak didik). Oleh karena itu kegiatan pendidikan dapat berlangsung baik di
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu kajian sosiologis tentang
pendidikan mencakup semua jalur pendidikan tersebut.
Pendidikan keluarga sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial yang
pertama bagi setiap manusia. Oleh karena itu proses sosialisasi dimulai dari keluarga
dimana anak mulai mengembangkan diri. Dalam keluarga itulah mulai ditanamkan nilai-
nilai dan sikap yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Nilai-nilai agama, nilai-
nilai moral, budaya dan ketrampilan perlu dikembangkan dalam pendidikan keluarga.
Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja
dibentuk oleh masyarakat dengan perencanaan dan pelaksanaan yang mantap.
Selanjutnya disamping sekolah, proses pendidikan juga dipengaruhi oleh berbagai
kelompok kecil dalam masyarakat seperti kelompok keagamaan, organisasi
kemasyarakatan, dll.
Yang menjadi penekanan dalam kegiatan ini adalah pendidikan itu mempersiapkan
anak untuk hidup dalam masyarakat (penekanan pada sosiologis) ataukah
mempersiapkan anak untuk memperbaharui masyarakatnya (penekanan pada aspek
pembaharuan). Dalam pelaksanaan di berbagai negara diupayakan keseimbangan
antara pelestarian dan pengembangan budaya dan masyarakat
Ada pendapat lain yang menambahkan bahwa landasan pendidik itu meliputi :
Terdapat hubungan timbal balik pada pendidikan dan kebudayaan. Kebudayaan menjadi input
bagi pendidikan, pada lain bisa kita pahami bahwa:
Kebudayaan milik suatu masyarakat yang bersifat nilai-nilai dan gagasan-gagasan dapat
menggariskan target pendidikan,
Wujud kebudayaan bersifat nilai-nilai, norma-norma, gagasan-gagasan dan wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks kegiatan berpola dari suatu masyarakat dapat
menjadi isikan (kurikulum) dan cara-cara (metode) pendidikan,
Wujud fisik bersifat bangunan, bendabenda, dan duit merupakan sarana, alat, dan biaya
yang digunakan dalam pendidikan.
Sebaliknya, pendidikan berguna untuk melestarikan kebudayaan masyarakat (fungsi konservasi),
dan berguna pula dalam rangka mengembangkan kebudayaan masyarakat (fungsi kreasi).
Dalam kesinambungan tersebut, rencana dan praktek pendidikan era lampau yang dipandang
baik dan berguna dapat selalu dipertahankan, tetapi rencana dan praktek pendidikan yang
dipandang tidak baik dan tidak berguna atau keliru dapat diperbaiki atau dikembangkan sehingga
tidak serupa bersama rencana dan praktek pendidikan era lampau.
Landasan historis pendidikan Indonesia, pada lain mencakup landasan historis pendidikan:
Zaman purba,
Zaman kerajaan Hindu-Budha,
Zaman kerajaan Islam,
Zaman pengaruh Portugis dan Spanyol,
Zaman kolonial Belanda,
Zaman pendudukan Jepang,
Pendidikan periode 1945-1969,
Pendidikan pada era PJP I (1969)-1993).
Faktor ekonomi ang benar-benar berkesesuaian bersama pendidikan adalah sumber daya
manusia (Mudyahardjo dalam Yatimah, 2017, hlm. 133). Oleh gara-gara itu, ditinjau dari sudut
pandang ekonomi, pendidikan adalah human investment atau usaha penanaman modal pada diri
manusia (Muchtar dalam Yatimah, 2017, hlm. 134).
Pendidikan diarahkan untuk membuahkan tenaga kerja yang produktif dalam membuahkan
barang dan jasa yang diperlukan masyarakat.
Terdapat hubungan pada pendidikan dan ekonomi, pada lain melalui pendidikan tenaga kerja
produktif bisa dihasilkan. Sebaliknya, pelaksanaan pendidikan butuh sejumlah dana yang harus
dimanfaatkan secara efektif dan efektif.
Forum Pertemuan 10- Landasan
Sosiologis, Ideologi dan Politik dalam
Pendidikan
Pada pelaksanaan pendidikan di sekolah harus terjadi interaksi yang harmonis antara
guru dan siswa. Pada kenyataannya masih banyak guru melakukan interaksi
menggunakan kekerasan dari lemparan penghapus sampai dengan pemukulan yang
cukup berbahaya bagi anak. Coba anda diskusikan interaksi ideal yang harus dibangun
guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai, agar
karakter dan kepribadian anak terbentuk optimal dan hasil belajar yang dicapai sesuai
harapan.
PERTEMUAN 11
Landasan Teologis, Iptek, Keadilan dan Kesetaraan dalam Pendidikan
( Arti Lds Teo,Karakter,Pend Karakter,Perlunya,Manfaat)> Kel.7 (IPS)
Indikator
1. Mahasiswa mampu menghasilkan kajian ilmiah tentang penerapan landasan dan asas pendidikan dala
penyelenggaraan pendidikan
2. Mahasiswa memiliki karakter kuat dalam mengaplikasikan landasan dan azas pendidikan dalam melaksanaka
pendidikan
A. Pengertian Teologi
Istilah Teologi berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu theos yang
artinya Allahatau Tuhandan logia yang artinya kata-kata, ucapan atau wacana. Jadi,
teologi adalah wacanayang berdasarkan nalar
mengenai agama, spiritualitasdan Tuhan. Atau dengan kata lain, teologi adalah ilmu
yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama
Pembangunan ilmu ilmu yang menguatkan keberagamaan, keyakinan, atau keimanan peserta
didik sehingga target pendidikan untuk membangun manusia yang beriman dan bertakwa dan
juga berkepribadian luhur bisa dicapai secara optimal.
Dalam konteks religius, pendidikan adalah hal yang benar-benar bergantung pada keimanan dan
kepercayaan peserta didik masing-masing. Pendidikan adalah hal yang harus berdasarkan
keinginan peserta didiknya sendiri, bukan paksaan atau motivasi dari orang atau bahkan instansi
dan instansi lain.
B. Pengertian Karakter dan Moral
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani
(Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave”. Kata “to engrave” bisa
diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat- sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yanglain.
Lickona > pendidikan karakter > usaha yang disengaja untuk membantu seseorang
sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yanginti.
Lickona > 3 unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai
kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).
Melalui pendidikan karakter, sekolah harus berpretensi untuk membawa peserta didik
memiliki nilai-nilai karakter mulia seperti hormat dan peduli pada orang lain, tanggung
jawab, memiliki integritas, dan disiplin, dan mampu menjauhkan peserta didik dari sikap
dan perilaku yang tercela dan dilarang.
3.2.Pembentukan berorientasi karakter individu tidak dapat dikatakan tercapai karena proses
pendidikan di Indonesia tak henti-hentinya prestasi menilai individu dengan tolok ukur tertentu
terutama logis-matematis sebagai ukuran utama yang menempatkan seseorang sebagai -class
pertama warga.
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai
dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta
didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya,
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Tujuan mulia pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada prestasi anak
didik. Menurut Suyanto, ada beberapa penelitian yang menjelaskan dampak pendidikan
karakter terhadap keberhasilanakademik.
Empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus
pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:
3) Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar
sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu
mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihakluar.
4) Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam
mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan
atas komitmen yangdipilih.
Seringkali orangtua dan guru lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau
kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu
menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita.
Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi
sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri.
Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan
komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi
yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan
tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat
dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak
positif,paling
tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang
berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun
guru.
Sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam
mendidik dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak
yang tinggal di daerah miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua
mereka.
Hal ini akan membahayakan, karena mereka belum siap secara mental dan psikologis,
sehingga dapat membuat mereka merasa tidak mampu, rendah diri, dan dapat
membunuh kecintaan mereka untuk belajar. Dengan demikian sebuah program
penanganan masalah ini dibutuhkan untuk mempersiapkan anak dengan berbagai
pengalaman penting dalam pendidikanprasekolah.
Tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM, perilaku amoral dan runtuhnya budi pekerti luhur,
tidak disiplin, anarkhisme dan ketidaksabaran, korupsi, ketidakjujuran dan budaya nerabas,
rentannya kemandirian dan jati diri bangsa, terus menghiasai kehidupan bangsa kita.
Dari situasi tersebut bahwa pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar
argumen; adanya kebutuhan nyata dan mendesak; proses tranmisi nilai sebagai proses peradaban;
peranan sekolah sebagai pendidik moral yang vital pada saat melemahnya pendidikan nilai dalam
masyarakat; tetap adanya kode etik dalam masyarakat yang sarat konflik nilai;
kebutuhan demokrasi akan pendidikan moral; kenyataan yang sesungguhnya bahwa tidak ada
pendidikan yang bebas nilai; persoalan moral sebagai salah satu persoalan dalam kehidupan, dan
adanya landasan yang kuat dan dukungan luas terhadap pendidikan moral di sekolah.
Proses demokasi yang semakin meluas dan tantangan globalisasi yang semakin kuat dan
beragam disatu pihak dan dunia persekolahan dan pendidikan tinggi yang lebih mementingkan
penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan pendidikan nilai/moral saat ini, merupakan
alasan yang kuat bagi Indonesia untuk membangkitkan komitmen dan melakukan gerakan
nasional pendidikan karakter.
Lebih jauh dari itu adalah Indonesia dengan masyarakatnya yang ber-Bhinneka tunggal ika dan
dengan falsafah negaranya Pancasila yang sarat dengan nilai dan moral, merupakan alasan
filosofik-ideologis, dan sosial-kultural tentang pentingnya pendidikan karakter untuk dibangun
dan dilaksanakan secara nasional dan berkelanjutan.
1. Pendidikan karakter menjadikan individu yang maju, mandiri, dan kokoh dalam
menggenggam prinsip.
2. Pendidikan karakter akan menjadi benteng dalam memerangi berbagai perilaku
berbahaya dan gelap.
3. Pendidikan karakter sebagai Promoting Prosocial Attitudes/Values.
4. Pendidikan karakter sebagai Encouraging Intellectual/Academic Values.
5. Pendidikan karakter sebagai Mempromosikan Pengembangan Pribadi Holistik. Meliputi,
Karir kejuruan perencanaan / dan komitmen, pengembangan kepemimpinan,
pertumbuhan rohani mentoring dan peran pemodelan, adventure questing dan
pembangunan iman.
6. Pendidikan karakter sebagai Encouraging Civic Responsibility Mendorong Tanggung
Jawab Civic. Meliputi, layanan & kesukarelaan, politik tindakan, keberlanjutan dan civic
keterlibatan.
(Nilai”, Metodologi,Prinispm Visi,Pilar,Fungsi,Media Pend Karakter)> Kel 8(IPS)
Ada 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values)
yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun. Dalam rangka
lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang
bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional,yaitu:
1) Jujur
2) Toleransi
3) Disiplin
4) Kerjakeras
5) Kreatif
6) Mandiri
7) Demokratis
8) Rasa InginTahu
9) Semangat Kebangsaan
12) Bersahabat/Komunikatif
8.1Mengajarkan
Memberikan sesuatu hal yang baru agar orang mendapat sesuatu hal tersebut mengetahui dan
mengadakan suatu perubahan terhadap dirinya sendiri. Mengajarkan nilai-nilai karakter
diperlukan gagasan yang konsetual yang menjadi pemandu dalam pengembangan karakter
individu.
8.2.Keteladanan
Mencontoh kan sesuatu kepada orang lain sehingga orang lain tersebut dapat meniru prilaku
tersebut sehingga mengakibatkan terjadi perubahan pada orang yang melihat. Keteladanan
adalah mencontohkan hal baik yang dimilikinya walapun dimanapun.
8.3.Menentukan Prioritas
Adalah menentukan seberapa penting nilai-nilai karakter yang ditekan untuk dikembang pada
suatu individu, lingkungan, masyarakat. Perlu ketegasan dalam merumuskan prioritas nilai
pendidikan karakter.
8.4.Praksis Prioritas
Adalah memprioritaskan tindakan nyata dilapangan. Yang menjadi suatu tuntutan pendidikan
karakter yang perlu adanya verifikasi untuk dapat merealisasikannya.
8.5/Refleksi
Ditunjukan secara nyata dalam kehidupan sehingga manusia dapat mampu mengatasi dirinya dan
meningkatkan kualitas hidupnya. Perlu adanya pendalaman setelah mendapat pedidikan
karakter .
1. Karakter ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau
kamu yakini
2. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu
3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara
yang baik, bahkan seandaina pun kamu harus membayar dengan mahal, sebab
mengendung resiko
4. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan
bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih dari mereka
5. Apa yang kamu lakukan itu memiliki makna dan transformasi. Seorang individu bisa
mengubah dunia
6. Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah bahwa kamu menjadi peribadi
yang lebih baik. Dan ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk
dihuni
11.Pilar-Pilar PendidikanKarakter
Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat
menyetujui nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius, atau bias budaya.
Beberapa hal di bawah ini yang dapat kita jelaskan untuk membantu siswa memahami
Enam Pilar Pendidikan Berkarakter, yaitu sebagaiberikut:
1. Trust worthiness(Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal melakukan apa yang anda
katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar,
bangun reputasi yang baik, patuh, berdiri dengan keluarga, teman dan negara.
2. Respect(Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang
buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau
menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
4. Responsibility(Tanggungjawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum
bertindak, mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihananda.
5. Fairness(Keadilan)
6. Caring(Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa
syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
7. Citizenship(Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri
dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan,
menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.
Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari
semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak
menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya
di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya. Dukungan saran dan
prasarana sekolah, hubungan antar murid, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan
guru juga turut menyumbang bagi keberhasilan pendidikan karakter ini, disamping
kemampuan diri sendiri (melalui motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya) yang
mampu menyampaikan konsep karakter pada anak didiknya dengan baik.
Selain itu dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi
yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau
menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi
peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa,
sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan
demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang
berkarakter, berbudaya, danbermoral.
Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru
untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan
karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut :
5) Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam
pengembangan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena
pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan
nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur.
Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran
(kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar,
kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di
rumah dan di masyarakat. Adapun penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah
sebagaiberikut.
3. Kegiatanpembelajaran
Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan
menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang tepat adalah strategi yang
menggunakan pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah
bahwa strategi tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan
materi yang dipelajari dengan dunia nyata.Dengan dapat mengajak menghubungkan
materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
a) pembelajaran berbasismasalah
b) pembelajaran kooperatif
c) pembelajaran berbasisproyek
d) pembelajaran pelayanan
e) pembelajaran berbasiskerja
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan,
pengkondisian.Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.
5. KegiatanRutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat. Kegiatan
rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan
konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain
kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan
badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum
pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga
pendidik, dan teman.
6. KegiatanSpontan
Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental.Kegiatan ini dilakukan secara
spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu.Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan
sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk
masyarakat ketika terjadibencana.
7. Keteladanan
8. Pengkondisian
Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun
nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan
karakter.Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet yang
bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak
yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas (Puskur, 2011: 8).Sedangkan
pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak
menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.
6) Melakukan evaluasi secara terus menerus dengan tolok ukur yang jelas dan
memanfaatkannya untuk merancang tulang program pengembangan budaya
PerguruanTinggi.
PENDIDIKAN INKLUSIF
…………………………………………
…………………………………………
………………………..
Pertemuan 13-Landasan Ekonomi dan Landasan
Hukum dalam Pendidikan > Kel 9(IPS)
INDIKATOR :
1. Mahasiswa mampu menghasilkan kajian ilmiah tentang penerapan landasan dan
asas pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan
Hal ini membutuhkan pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (Life Skill ), yaitu
yang memberikan keterampilan, kemahiran, dan keahlian dengan kompetensi tinggi
pada peserta didik sehingga selalu mampu bertahan dalam suasana yang selalu
berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam kehidupannya. Kecakapan ini sebenarnya
telah diperoleh siswa sejak dini mulai pendidikan formal di sekolah maupun yang
bersifat informal, yang akan membuatnya menjadi masyrakat berpengetahuan yang
belajar sepanjang hayat (Life Long Learning) (Yulio Yandi,2009).
Asas tut wuri handayani merupakan inti dari asas 1922 yang menegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak mengatur dirinya dengan mengingat tertibnya persatuan dalam
peri kehidupan umum (Karya Ki Hajar Dewantara, 1962:59).
Ada 2 misi yang diemban dalam proses belajar mengajar berdasarkan latar pendidikan
seumur hidup yaitu : membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif dan
serentak dengan itu, meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai
basis belajar sepanjang hayat (Soedomo,2007).
Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa
keadaan yang ditemui sekarang, yakni :
1) Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan
keterampilan yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta
didik bertanggung jawab atas pendidikannyasendiri
3) Peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk
memasuki program pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan gaya dan irama
belajarnya
4) Peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh
kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat yang
disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yangmandiri
Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan
yang ditemui sekarang, yaitu :
2. Permasalahan yangdihadapi
a. Masalah Peningkatan Mutu Pendidikan
(4) Pengembangan buku ajar sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perkembangan budaya bangsa (drs RMP Sosrokartono, 1992).
Sekarang masih terdapat kecendrungan bahwa peserta didik terikat oleh penggunaan
komunikasi satu arah dalam kegiatan pembelajaran dengan mengandalkan metode
ceramah. Dalam komunikasi demikian, pendididk menempatkan dirinya dalam
kedudukan yang lebih tinggi dari peserta didik. Tidak jarang, peserta didik dijadikan
objek komunikasi oleh seorang guru. Dengan rendahnya umpan balik dari peserta didik,
dan cenderung hanya menghasilkan perubahan pengetahuan memberikan implikasi
yang negatif terhadap out put pendidikan, yakni membuat peserta didik tidak terdorong
untuk belajar mandiri, mereka lebih bergantung kepada informasi yang diberikan
pendidik (Rogers dan Schoemaker, 1981).
Metode pembelejaran yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik, yakni metode
ceramah dimana pendidik melakukan komunikasi satu arah, pendidik sering
menempatkan dirinya sebagai orang yang paling dominan. Tidak jarang, pendidik,
dosen atau guru menempatkan dirinya sebagai orang yang paling dan serba tahu
dalam segala hal pada waktu kegiatan belajar berlangsung. Tugas seorang pendidik
sebenarnya mendorong peserta didik untuk mencari informasi sendiri yang dikatakan
sebagai upaya belajar mandiri (Ernest E. Bayles,1974).
Learning to know dan learning to do belum cukup untuk dijadikan tujuan belajar. Oleh
karena kemajuan teknologi terutama kemajuan transpotasi dan komunikasi membuat
dunia semakin sempit, sehingga intensitas interaksi manusia semakin tinggi tanpa
dibatasi oleh perbedaan suku, agama, ras, dan asal-usul. Oleh karena itu, tujuan
belajar diperluas dengan learning to life together dan learnign to be ( M.J.
Langeveld,1995).
Dalam meningkatkan umpan balik dari siswa, seorang guru harus mengembangkan
komunikasi dua arah. Siswa tidak hanya mendengarkan namun juga memberikan
respon dalam setiap permasalahan yang diberikan seorang pendidik. Dengan demikian,
peserta didik akan terdorong untuk belajar mandiri, tidak tergantung kepada pendidik
saja.
Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan juga diartikan sebagai sesuatu
kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa
manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri sendiri. Seperti diketahui, manusia
yang dilahirkan hamper tanpa daya dan sangat tergantung pada orang lain (orang
tuanya, utamanya ibu) namun memiliki potensi yang hampir tanpa batas untuk
dikembangkan.
Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat sejumlah asas yang member arah
dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut bersumber
baik dari kecenderungan umum pendidikan di dunia maupun yang bersumber dari
pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah upaya pendidikan di Indonesia. Di antara
berbagai asas tersebut, tiga buah asas akan dikaji lebih lanjut dalam makalah ini.
Ketiga asas itu adalah asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hayat, dan asas
kemandirian dalam belajar. Ketiga asas itu dipandang sangat relevan dengan upaya
pendidikan, baik masa kini maupun masa depan. Oleh karena itu, setiap tenaga
kependidikan harus memahami dengan tepat ketiga asas tersebut agar dapat
menerapkannya dengan semestinya dalam penyelenggaraan pendidikan sehari-hari.
Asas Tut Wuri Handayani merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki
Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut Wur
iHandayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari
belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak
mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya.
Asas ataupun semboyan tut wuri handayani yang dikumandangkan oleh Ki Hadjar
Dewantara itu mendapat tanggapan positif dari Drs. R.M.P Sostrokartono (filsuf dan
ahli bahasa) dengan menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya, yakni Ing
Ngarso Sung Tulodho dan Ing Madya Mangun Karsa (Wawasan Kependidikan Guru
dalam Tirtarahardja,2005:118).
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yakni:
Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha
sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan
(hukuman) pendidik. Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar
Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya
sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya
hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut
bersifat mendidik. Menurut asas tut wuri handayani (1) pendidikan dilaksanakan tidak
menggunakan syarat paksaan, (2) pendidikan adalah penggulowenthah yang
mengandung makna: momong, among, ngemong (Karya Ki Hajar Dewantara, hal. 13).
Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar
anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong
mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya.
Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan
memberi bantuan pada saat anak membutuhkan, (3) pendidikan menciptakan tertib dan
damai (orde en vrede), (4) pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan (5)
pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di
atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik (Karya Ki Hajar Dewantara,1962:59).
Azas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan
berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Pandangan
tentang hakekat manusia merupakan tumpuan berpikir utama yang sangat penting
dalam pendidikan. Salah satu dasar pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat dididik
dan dapat mendidik diri sendiri (Brodjonagoro,1966:35).
5) Penyiapan untuk memikul tanggung jawab, baik tentang diri sendiri maupun
dalam bidang sosial.
Implikasi dari kemampuan ilmu dan teknologi yang amat pesat tersebut ialah seseorang
dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat. Dengan kemauan dan
kemampuan untuk dapat belajar sepanjang hayat, maka konsep belajar tidak lagi
sekedar belajar untuk tahu (learning to know) dan mampu (learning todo) akan tetapi
belajar sepanjang hayat yang menuntut kemauan dan kemampuan seseorang guna
belajar untuk menjadi (learning tobe).
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran
utama sebagai fasilitator dan motivator disamping peran-peran lain, informator,
organisator dan sebagainya.
Hal tersebut berarti bahwa pendidik perlu memberikan dan bahkan merangsang peserta
didik untuk memburu informasi selain dari dirinya sendiri.
Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan
yang ditemui sekarang.
Dalam penerapan asas tut wuri handayani dapat dikemukakan beberapa keadaan yang
ditemui sekarang yakni :
- Pembinaan guru dan tenaga pendidikan disemua jalur, jenis dan jenjang
pendidikan yang menyelenggarakanpendidikan.
Dalam penerapan asas-asas pendidikan ada 3 masalah yang perlu mendapat perhatian
antara lain sebagai berikut :
Dewasa ini masih terdapat kecendrungan bahwa pendidik masih terikat oleh
penggunaan komunikasi satu arah dalam kegiatan pembelajaran dalam mengadakan
metode ceramah. Dalam komunikasi yang demikian, pendidik menempatkan dirinya
dalam kedudukan yang lebih tinggi dari peserta didik. Akibatnya rendah kemungkinan
umpan balik dari peserta didik, dan cendrung hanya menghasilkan perubahan
pengetahuan. Komunikasi yang demikian memberi implikasi yang negatif terhadap out-
put pendidikan, yakni membuat peserta didik tidak terdorong untuk belajar
mandiri (Rogers dan Schoemaker, 1981; Depdikbud, 1983).
b. Peranan Pendidik
Peranan Pendidik amatlah penting untuk mendorong peserta didik guna berupaya
mencari informasi sendiri yang dapat dikatakan sebagai upaya belajar
mandiri (Driyarkara,1980).
Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau bagian integral dari
pengembangan SDM sebagai subjek sekaligus objek pembangu- nan. Dengan
demikian, pendidikan harus mampu melahirkan SDM yang berkualitas dan bukan
menjadi beban pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber
kekuatan atau sumber penggerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan
dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan mesti berhubungan secara
timbal balik dengan pembangunan di berbagai bidang kehidupan (politik, ekonomi,
sosial, budaya). Sehingga, pendidikan akan dapat dimaknai sebagai suatu bentuk
investasi SDM untuk menciptakan iklim yang memungkinkan semua penduduk atau
warga negara turut andil dalam pembangunan dan mengembangkan diri mereka agar
menjadi warga negara yang produktif.
Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan adalah
pemberdayaan sumber daya manusia, baik sebagai sasaran pembangunan maupun
sebagai pelaku pembangunan. Dengan demikian, pembangunan pendidikan
merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan pembangunan nasional.
Berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, maka
peranan pendidikan dalam pembangunan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individu yang berpotensi lahir dan
batin, dilaksanakan dengan pemberian pengetahuan,keterampilan,nilai dan sikap.
Pembentukan nilai adalah nilai-nilai budaya bangsa danjuganilai-nilai keagamaan
sesuai dengan agama masing-masing dalam rangka meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Proses transformasi tersebut berlangsung
dalam jalur pendidikan baik itu formal, maupun non-formal.
Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara
cepat manusia dituntut untuk selalu belajar dan adaptasi dengan perkembangan
masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia akan menjadi
”pelajar seumur hidup”. Untuk itu lembaga pendidikan
berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur hidup yang
mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik
yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut Moedjiono dalam buku Dasar-
dasar Kependidikan (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam rangka
menghadapi perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakat menghendaki:
Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi utama dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Artinya, setiap pengeluaran yang dipergunakan untuk
pendidikan dianggap sebagai pengeluaran yang hasilnya bukan untuk dinikmati
sekarang tetapi pada masa yang akan datang. Sebagai investasi, pembangunan
pendidikan sudah selayaknya mendapatkan porsi anggaran yang signifikan dalam
rangka meningkatkan kualitas SDM penduduk Indonesia sesuai dengan potensi alam
sekitar agar dapat menghasilkan produk dan jasa layanan yang sangat kompetitif pasar
global.
Dengan demikian, jumlah penduduk yang besar dan tersebar ini dapat dipetakan dan
kemudian dikembangkan melalui strategi dan kebijakan pendidikan yang
memperhatikan aspek-aspek penting di luar pendidikan, baik ekonomi, politik, sosial,
dan budaya bangsa Indonesia sehingga peringkat HDI Indonesia dapat terus meningkat
ke arah yang lebih baik
Ekonomi sebagai sumber pembiayaan pendidikan sangat penting karena hal ini akan
mendorong, memicu dan memacu etos bangsa menuju kualitas yang baik. Ekonomi
implikasi yang cukup menentukan keberhasilan pendidikan. Dengan ekonomi yang kuat
maka sarana, prasarana, media, alat belajar dan sebagainya dapat dipenuhi. Proses
belajar mengajar lebih intensif, motivasi dan kegairahan kerja personalia pendidikan
akan meningkat.
A. Sejarah Pendidikan Dunia
Sebelum membicarakan tentang bagaimana sejarah pendidikan dunia dari berbagai zaman,
marilah kita lihat dulu film pada link ini A History of Education Part 1,
Play Video
. Dari video tersebut maka mari kita bahas bagaimana sejarah pendidikan di dunia dari zaman
Realisme sampai dengan zaman Sosialisme.
1. Zaman Realisme
Sejarah pendidikan dunia telah berlangsung lama sekitar 150 tahun sebelum Masehi. Menurut
Pidarta, (2007) dalam Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, (2019), Realisme menghendaki
pemikiran yang praktis. Pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan
di dunia pula. Tokoh pendidikan pada zaman Realisme (abad ke-17) yang pertama
mengembangkan metode induktif adalah Francis Bacon. Prinsip pendidikan yang dirumuskan
oleh Bacon yaitu antara lain:
Comenius adalah salah satu pendidik pertama yang merekomendasikan sistem pengajaran yang
koheren dan standar. Ia menyarankan bahwa universalitas alam menentukan bahwa semua orang
berbagi tahap perkembangan intelektual yang sama. Akibatnya, guru perlu mengidentifikasi
tahap perkembangan siswa mereka dan sesuai dengan tingkat instruksi yang sesuai. Pelajaran
harus dilanjutkan dari yang mudah ke rumit dengan langkah lambat dan disengaja. Lebih lanjut,
Comenius berpendapat bahwa perolehan materi baru dimulai melalui indera - sebuah ide yang
mencerminkan kebangkitan empirisme pada abad ketujuh belas. (Education Encyclopedia,)
2. Zaman Rasionalisme
Aliran ini mulai muncul disaat masyarakat mampu menumbangkan kekuasaan absolute Raja
Perancis dengan menggunakan kekuatan akan pikirannya. Tokoh pendidikan pada masa ini
adalah John Locke. John Locke lahir pada tahun 1632 di Wrington Inggris dan wafat pada tahun
1704 adalah seorang ahli filsafat dan politik Inggeris.
Pandangan pendidikan John Locke yang terkenal adalah konsep TABULA RASA atau lembaran
kosong, yaitu antara lain:
a. Anak adalah sebuah penerima pasif yang memperoleh pengetahuan dari pengalaman dan
menyerapnya melalui panca indera berbagai gagasan sederhana dan kemudian digabungkan atau
dihubungkan untuk membentuk suatu pemikiran yang berkaitan.
b. Mendidik seperti menulis di atas kertas putih dengan kebebasan dan kekuatan akal yang
dimilikinya manusia digunakan untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
c. Sasaran pendidikan itu sendiri adalah membentuk akan sehat dalam tubuh yang sehat dan
otak yang sehat dalam pikiran. Orang tua dan pembimbing harus menjadi contoh,
memperlihatkan sifat-sifat kepribadiannya yang prima.
d. Pendidikan harus praktis, berguna, berarti, menyenangkan, anak harus dihormati,
“diperlakukan seperti orang dewasa”, dibiarkan untuk mengeluarkan pendapatnya, belajar dari
pengalaman, dan memperoleh berbagai kemampuan yang akan berguna baginya.
f. Lebih baik murid-murid itu dibiarkan mencari sendiri apa yang diinginkannya sehingga
berbagai pengalaman dapat dia dapatkan sendiri dan dapat dipahami.
Untuk jelasnya dapat di lihat pada link ini John Locke - a 5-minute summary of his philosophy,
https://www.history.com/topics/british-history/john-locke,
3. Zaman Naturalisme
Rousseau mereaksi terhadap prinsip dari John Locke. Aliran Naturalisme menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi guru, sehingga
pendidikan dilaksanakan secara alamiah. Menurutnya dalam “keadaan primitif” (etat naturel)
manusia adalah otonom dan bahagia.
Menurut Mudyaharjo, (2008: 118), dalam Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, (2019),
terdapat tiga asas mengajar, yaitu :
b. Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif, yang akan memberikan
pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahuan mereka.
Rousseau menjelaskan tentang metode untuk anak usia dini dengan harapan meminimalkan
hambatan peradaba dan membawa manusia sedekat mungkin ke alam. Metode pendidikan bagi
anak-anak yang dianjurkan Rousseau adalah metode pendidikan negatif, di mana untuk menjadi
manusia berbahagia, anak harus dijauhkan dari kebudayaan. Rousseau menekankan suatu bentuk
pendidikan yang berkelanjutan, yang melalui tahap-tahapnya secara alamiah, di mana setiap
proses dalam tahapan pendidikan perlu disesuaikan secara hati-hati dengan kebutuhan
perkembangan setiap individu.
4. Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Tokoh-tokoh aliran ini adalah:
Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall.
Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini
sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Friederich Wilhelm August Fröbel salah
satu tokohnya Lahir pada tanggal 21 April tahun 1782, di Oberweißbach, Jerman,
menyampaikan ada beberapa hal terkait aliran pendidikan developmentalisme, yaitu: teori nilai,
pengetahuan, pembelajaran, sosial, alamiah manusia, kesempatan, dan dan transmisi. Tujuan
pendidikan yaitu pencapaian keselarasan melalui kegiatan sendiri. Tujuan pendidikan Frobel
adalah mengembangkan semua potensi pada anak itu agar menjadi aktual dan agar berhasil baik
dibutuhkan kreativitas anak untuk mengembangkan dirinya.
Tujuan pendidikan Stanly Hall adalah mengembangkan semua kekuatan yang ada sehingga
memperoleh kepribadian yang harmonis. Menurut Stanly kehidupan fisik dan mental berjalan
paralel, tingkat perkembangan mental anak mengikuti tingkat perkembangan jenis manusia.
Menurut Pestalozzi tujuan pendidikan adalah meningkatkan derajat sosial seluruh umat manusia,
untuk itu dikembangkan semua aspek individualnya yaitu otak, tangan dan hati mereka.
Sedangkan menurut Herbart, tujuan pendidikan adalah membentuk watak susila, melalui
pengembangan minat seluas-luasnya. Minat anak dikembangkan lewat pengajaran agar
memperoleh pengetahuan, sehingga anak mau melakukan sesuatu.
a. Mengaktualisasikan semua potensi anak yang masih laten membentuk watak susila dan
kepribadian yang harmonis serta meningkatkan derajat social manusia
b. Pengembangan ini sejalan dengan tingkat- tingkat perkembangan anak yang melalui
observasi dan eksperimen.
c. Pendidikan adalah pengembangkan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik
(Martune)
5. Zaman Nasionalisme
Aliran ini muncul pada abad ke 19 dan merupakan upaya dalam membentuk patriot- patriot
bangsa dan mempertahankan kaum imperalis Tokohnya adalah La Chatolais (perancis), Johann
Gottlieb Fichte (Jerman) dan Jefferson (Amerika Serikat).
La Chotalais (Perancis)
Menurut ilmu pengetahuan awal Fichte, manusia adalah makhluk yang bebas dan mandiri yang
menjadi seseorang bukan melalui kekuatan alam, dengan mengembangkan keterampilan dan
kemampuan bawaannya, atau melalui pengaruh luar, tetapi dengan kekuatannya sendiri. Peran
pendidik dapat ditangkap dari dasar-dasar ilmu pengetahuan. Jadi, untuk dapat menempatkan diri
kita sebagai makhluk bebas, kita membutuhkan makhluk lain yang memanggil kita. Panggilan
untuk melakukan aktivitas mandiri gratis adalah apa yang kita sebut pendidikan. (Tamás
Hankovszky, 2017, halm.1). Sementara itu, La Chatolais pada tahun 1763 menerbitkan "Esai
tentang Pendidikan Nasional" yang luar biasa, di mana ia mengusulkan program studi ilmiah
sebagai pengganti bagi mereka yang diajar oleh jesuits.
Untuk jelasnya dapat dilihat pada link ini tentang salah satu tokoh tersebut , Thomas Jefferson: A
3 Minute History on American Education,
Play Video
Menurutnya siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah
pada individualisme. Adam Smith berpikir bahwa setiap orang harus menerima pendidikan, dan
bahwa dana harus dibentuk untuk memenuhi keadilan dan untuk memberikan insentif produk
yang berkualitas tinggi. (Paul Mueller, 2015). Selanjutnya menurut Mueller (2015), Smith
berpikir tentang pendidikan dasar. Perhatian pertamanya adalah bagaimana mendanai itu:
“Lembaga-lembaga untuk pendidikan pemuda dapat, dengan cara yang sama, memberikan
pendapatan yang cukup untuk membiayai pengeluaran mereka sendiri. Biaya atau kehormatan
yang dibayarkan oleh sarjana kepada master secara alami merupakan pendapatan dari jenis ini.
"Pada tahun 1700-an siswa tidak membayar" sekolah "untuk pendidikan mereka. Sebaliknya,
mereka membayar guru mereka secara langsung — sama seperti yang dilakukan orang untuk les
privat atau pelajaran musik hari ini. Smith memuji pengaturan ini karena adil dan bermanfaat.
(halm.1)
$edangkan positivisme dengan tokohnya August Comte percaya kebenaran yang dapat
diamati/oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin lemah. Itu sebabnya,
Comte mendefinisikan kemanusiaan, ia menjelaskan bahwa 'semua manusia' tidak dapat berarti
'semua manusia makhluk, tetapi hanya mereka yang mampu, sampai batas tertentu, untuk
mengambil bagian dari esensi kemanusiaan oleh kebajikan dari kontribusi mereka, apa pun
sifatnya, untuk tugas bersama. Manusia tidak bisa direduksi menjadi hewan, tetapi dasar
organiknya memberi mereka temperamen yang tidak bisa dihancurkan, meskipun lebih sering
daripada tidak sempurna. Oleh karena itu seorang individu jauh dari menjadi hasil sederhana dari
lingkungan. (Jacques Muglioni, 1999)
7. Zaman Sosialisme
Aliran ini muncul pada abad ke 20, sebagai reaksi terhadap dampak aliran liberalisme,
positivisme dan individualsme. Tokoh- tokohnya adalah Paul Natrop, George Kerchensteiner dan
John Dewey. Menurut Pidarta, 2007 dalam Akhmad Sugianto (2013) aliran ini, masyarakat
memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila
tidak berwujud benda. Oleh karena itu, pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial.
Dalam ilmu pendidikan, John Dewey menganjurkan adanya teori dan metode learning by doing
(belajar sambil melakukan). Selain itu, John Dewey juga dikenal karena konsep pemikirannya
tentang pragmatisme, relativisme, dan active learner. John Dewey menganggap bahwa
pendidikan bisa berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan keberanian dan pembentukan
kemampuan inteligensi siswa. Konsep pendidikan yang John Dewey ini dikenal dengan
pendidikan progresifisme yaitu pendidikan yang dijalankan secara demokratis. Pada tataran
praktisnya, dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, peserta didik harus berperan aktif
dalam proses belajar ataupun dalam menentukan materi pelajaran..
John Dewey, pendidik perintis abad ke-20, membahas pemikiran pendidikannya, dan tulisan-
tulisannya, yang memberi arah baru pada pendidikan pada pergantian abad. Kontribusi Dewey
sangat besar dan luar biasa di bidang pendidikan, politik, humanisme, logika, dan estetika. Teori-
teori Dewey memadukan perhatian pada anak sebagai individu dengan hak dan klaimnya sendiri
dengan pengakuan jurang pemisah antara pengaturan pendidikan yang ketinggalan zaman dan
terdistorsi kelas yang diwarisi dari masa lalu dan persyaratan mendesak dari era baru. Sistem
pendidikan harus dirombak secara menyeluruh, katanya, karena perubahan mendalam dalam
peradaban Amerika. Di bawah kehidupan kolonial, agraris, kota kecil, anak itu mengambil
bagian dalam kegiatan rumah tangga, komunitas, dan produktif yang secara spontan memupuk
kapasitas untuk pengarahan diri sendiri, disiplin, kepemimpinan, dan penilaian independen.
Kualitas-kualitas bermanfaat seperti itu tidak dianjurkan dan terhambat oleh kondisi industri
baru, urbanisasi, yang dikabutkan yang telah menghancurkan keluarga dan melemahkan
pengaruh agama. (W. F. Warde (George Novack), 1960)
Untuk jelasnya kita lihat pada link ini John Dewey Theory on Education,
VIDEO……..
Quiz Pertemuan 13- Sejarah Pendidikan Dunia
Tugas Pertemuan 13- Sejarah Pendidikan Dunia
Setelah anda membaca materi Sejarah pendidikan Dunia coba anda analisis mengapa
calon guru perlu memahami Sejarah pendidikan Dunia dalam melaksanakan tugas
keprofesiannya.
Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan
Budhisme merupakan dua agama yang berbeda. Di Indonesia keduanya memiliki
kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan
Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Pendidikan di zaman itu pada agama
Hindu dilakukan secara informal. Untuk mencapai moksa, dibedakan yaitu:
a. Keluarga
c. Untuk putra dan putri raja adalah Pura yang berada di sekitar istana
Pada agama Budha terdiri dari agama Budha Mahayana dan agama Budha Hinayana.
Agama Budha Mahayana dominant di China, Jepang Korea, Tibet, dan Vietnam. Pada
teks Tripitaka yaiut Kitab Suci agama Budha, mereka menggunakan bahasa
Sangsekerta. Agama Budha Hinayana adalah aliran agama Buddha yang menekankan
kemurnian dan keotentikkan ajaran agama Buddha sesuai dengan yang diajarkan
Buddha Siddharta Gautama. Kamboja, dan Laos Mereka menggunakan bahasa Pali
dalam peribadatan dan teks Tripitaka. Dominasi agama ini di Negara Srilanka, Bhutan,
Myanmar, Thailand, Vietnam. Menurut Dewina (2012). Perbedaan aliran Hinayana dan
Mahayana,yaitu:
a. Jika aliran Buddhisme Hinayana pada dasarnya memandang manusia sebagai
pribadi, yang persamaan haknya tidak bergantung kepada penyelamatan orang lain,
aliran Mahayana berpendirian sebaliknya. Oleh karena kehidupan itu satu, nasib
seseorang berkaitan dengan nasib manusia seluruhnya. Mereka berpendapat bahwa
hal ini terkandung dalam ajaran pokok Sang Buddha tentang anatta yang seperti telah
kita ketahui berarti bahwa semua makhluk dan semua hal tidak mempunyai
kemandirian.
b. Aliran Hinayana berpendapat bahwa nasib manusia di alam semesta ini terletak di
tangannya sendiri. Tidak ada dewa-dewa ataupun kekuatan yang melebihi manusia
untuk membantunya mengatasi kesulitan hidup ini. Bagi Aliran Mahayana, adanya
rahmat bagi semua orang merupakan suatu kenyataan. Kedamaian yang ada di dalam
hati semua manusia di sebabkan karena adanya suatu kekuatan tanpa batas, yang
berakar dalam Nirwana, yang tanpa kecuali memperhatikan setiap jiwa dan berada
dalam setiap jiwa itu, dan pada saatnya yang tepat akan menarik setiap jiwa itu ke
tujuan itu.
c. Dalam Aliran Hinayana, kebajikan utama adalah bodhi, kearifan, yang lebih
mengutamakan perbuatan yang tidak mementingkan diri sendiri dari pada perbuatan
aktif mencari kebenaran. Aliran Mahayana menempatkan istilah lain sebagai pusat
perhatiannya, yaitu karuma, kasih sayang.
Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar
Nusantara pada abad ke-16. Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan
Islam Tradisional. Apalagi bila meruntut ke belakang mulai dari zaman Nabi diawali
dengan pelaksanaan pendidikan di rumah (informal), kuttab (lembaga pendidikan yang
didirikan dekat masjid, tempat untuk belajar membaca dan menulis Al-Quran ),
kemudian pendidikan di masjid dengan membentuk halaqoh-halaqoh ( lingkaran kecil,
saling berkumpul dan transfer ilmu ), shallon ( sanggar-sanggar seni ; kemudian
berkembang menjadi tepat tukar menukar keilmuan, transfer pengetahuan), dari masjid
berubah menjadi madrasah. (Mastuhu,1995 dalam Moh. Khoiruddin 2018).
Menurut Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, (2019), bentuk pendidikan islam ada 3
yaitu di Langgar, Pesantren dan Madrasah. Bentuk itulah sebernya awal terbentuknya
pembelajaran klasikal maupun individual di Indonesia.
b. Pendidikan pesantren : tempat pengajaran agama islam yang lebih lanjut dan
lebih mendalam ada di pesantren,pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu:
agama, ilmu pengetahuan dan keterampilan
g. Metode yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode
ceramah
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai
bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan
perniagaan 9Mudyahardjo, 2008: 242 dalam Dina Oktarina , 2012). Disamping mencari
kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold) bangsa portugis datang ke timur termasuk
Indonesia bermaksud menyebarkan agama yang mereka anut, yakni khatolik (gospel).
Pada akhirnya pedagang portugis menetap dibagian timur Indonesia tempat rempah-
rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan portugis melemah akibat peperangan dengan
raja – raja Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh belanda pada tahun 1605
(Nasution,2008:4 dalam ,Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019).
Dalam setiap operasi perdagangan mereka menyertakan paderi misionaris paderi yang
terkenal di Maluku sebagai salah satu pijakan portugis dalam menjalankan misinya,
adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola
(1491- 1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih
besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008:243 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini
Meilanie, 2019 ) yang dicapai dengan 3 cara : memberi khotbah, memberi pelajaran
dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam sama
dimana pun dan bebas untuk semua. Xaveriuos memandang sebagai alat yang ampuh
untuk penyebaran agama (Nasution dalam Rohmawati, 2008 dalam Vina Serevina, dan
Sri Martini Meilanie, 2019).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama
kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari
rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda
mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische
Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo,
2008: 245 dalam Dina Oktarina 2012).
Pada masa Hindia Belanda, terdapat tiga jenjang sekolah, yaitu sekolah rendah,
sekolah menengah, dan sekolah tinggi. Jalur sekolah untuk anak Belanda adalah
Europese Lagere School (ELS) ke Lycea, HBS V dan atau HBS III. Dari sekolah Lycea
dan HBS V dapat melanjutkan ke sekolah tinggi (THS, GHS, atau RHS). Jalur sekolah
bagi anak Belanda ini dapat juga dimasuki oleh anak Bumiputera dan Tionghoa yang
terpilih. Jalur sekolah Bumiputera adalah HIS dengan lama belajar tujuh tahun. Setelah
itu, mereka dapat melanjutkan ke MULO, AMS, atau ke sekolah kejuruan Eropa dan
Kweekschool. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya mereka memilih jalur
HCS (Hollandsche Chineesche School) dengan bahasa pengantar Belanda. Sekolah
untuk Bumiputera rendahan sendiri adalah Sekolah Desa (Volkschool) dan Sekolah
Kelas II (Tweede Inlandsche School). Dari sekolah ini mereka dapat melanjutkan ke
Schakel School (sekolah peralihan) agar dapat melanjutkan ke MULO, AMS, dan
sekolah tinggi. (Museum Pendidikan Nasional, 2016, halm.1)
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan jepang teru berlanjut sampai
cita- cita untuk merdeka tercapai. Pada zaman ini Jepang menghapuskan sistem dualis
pendidikan dan diganti dengan pendidikan yang sama, sehingga dalam pendidikan
diberlakukan bahasa Indonesia.
Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, (2019) menyatakan bahawa Sistem pendidikan
pada masa penjajahan jepang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendidikan/ sekolah rakyat, lama studi 6 tahun termaksud SR adalah seolah
pertama yang merupakan konversi dari sekolah Dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi pada
masa Belanda
b. Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama)
dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinngi) juga
dengan lama studi 3 tahun
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai disini
karena gangguan- gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai
Indonesia yang datang silih berganti sehingga bidang pendidikan saat itu bukanlah
prioritas utama. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah
bagaimana mempertaruhkan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang
amat berat. (Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019)
Pendidikan zaman “orde lama” adalah pendidikan yang diharapkan dapat membangun
bangsa yang mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik yang didalam
maupun yang diluar, pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-
Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia,Demokrasi, Terpimpin,
Kepribadian Indonesia dengan Monopoli yaitu : 1) Membentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Marauke 2) Menyelenggarakan
Masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur lahir- batin, melenyapkan
kolonialisme 3) Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan
penghisaban, kearah perdamaian persahabatan nasional yang sejati dan abadi
(Mudyahardjo, 2008:403 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019 )
Orde baru dimulai setelah penumpasan G-30SPKI pada tahun 1965 dan ditandai oleh
upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Menurut Orde Baru,
pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di
dalam lingkungan rumahtangga, sekolah dan masyarakat (Mudyahardjo 422, 433 alam
Dina Oktarina 2012). Pendidikan pada masa memungkinkan adanya penghayatan dan
pengamalam Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah
sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan (Mudyahardjo. : 434 dalam Dina
Oktarina 2012).
9. Zaman ‘Reformasi’
Orde Baru jatuh pada tahun 1998. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak
bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas. Sementara itu, dalam bidang
pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan
yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisas.
Kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. sehingga memicu
peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan
desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
Undang- udang yang mengatur tentang system pendidikan di Indonesia yaitu UU RI
No.20 Th. 2003, Bab.VI. diterbitka. Pemerintah berusaha menyelenggarakan
pendidikan dengan sebaik- baiknnya, setiap tahun dan setiap pergantian pemimpinnya
selalu berupaya utuk menyempurnakan kurikulum, pola dan strategi pembelajaran
penyempurnaan terarah pada pembinaan pada dan strategi pembelajaran dan
peningkatan mutu pendidikan.
Pada tahun 2005 diterbitkan pula UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dalam Bab 1 tercantum :
3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan
fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan
tinggi.
Pendidikan Inklusif di Indonesia telah didukung secara yuridis yaitu melalui Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 pada tahun 2009 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 serta Salinan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2010. Peraturan Negara ini
tidak saja untuk tingkatan SD sampai dengan sampai tingkat perguruan tinggi, tetapi
juga dimulai tingkatan PAUD.
Tugas Pertemuan 14- Sejarah
Pendidikan di Indonesia
Setelah anda membaca materi Sejarah pendidikan Indonesia coba anda analisis
mengapa calon guru perlu memahami perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia
dalam melaksanakan tugas keprofesiannya
Quiz Pertemuan 14- Sejarah
Pendidikan di Indonesia
Forum Pertemuan 14- Materi Sejarah
Pendidikan di Indonesia
Coba anda diskusikan apakah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia merupakan
suatu dampak dari perekonomian kita yang hanya berpihak pada masyarakat golongan
atas yang mampu serta kurang tegasnya pemberlakukan hukum dalam bidang
pendidikan di Indonesia..
PERTEMUAN 15
Permasalahan Pendidikan dalam Praktek Pendidikan
Kel 11(Sosiologi)
Sebelum membicarakan tentang permasalahan tentang pendidikan, mari kita lihat link
ini Fakta Data: Gagalnya Pendidikan di Indonesia,
Play Video
. Apa yang di lihat itu adalah salah satu penyebab dari gagalnya pendidikan di
Indonesia. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem
pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh
warga negara untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan
penting bagi setiap manusia, negara maupun pemerintah pada era reformasi ini.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya
anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem pendidikan atau
lembaga pendidikan karena minimnya fasilitas yang tersedia.
Prinsip Education for all, Equality dan Equity belum teraplikasikan dengan optimal di
Indonesia. Equality atau persamaan mengandungn arti persamaan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh
kesempatan pendidikan yang sama di antara berbagai kelompok dalam masyarakat.
Untuk jelasnya mari kita lihat lagi video di link PEMERATAAN PENDIDIKAN
DIDAERAH TERTINGGAL, https: // www.youtube.com/watch?v=RtrrEYo3g80
Pendidikan adalah hak bagi semua manusia. Pendidikan telah secara resmi diakui
melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Sejak saat itu hak
perolehan pendidikan diakui di Indonesia dan oleh beberapa organisasi asing
seperti the United Nations Educational, UNESCO, Convention against Discrimination in
Education, dan the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against
Women.
Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai
kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan: “Mengupayakan
perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh
rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan
peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Namun banyak kendala yang
dihadapi oleh pendidikan di Indonesia antara lain:
a. Faktor ekonomi
b. Faktor budaya
Budaya yang masih menyampingkan anak perempuan untuk bersekolah tinggi ataupun
bahkan untuk tingkat rendahpun masih ada di beberapa tempat. Prinsip “perempuan
sekolah tinggi akhirnya masuk dapur juga” sudah harus di rubah.
Hal yang dikhawatirkan, undang-undang ini akan membuat biaya pendidikan semakin
mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
d. Fasilitas yang menunjang sebuah sistem pendidikan itu sendiri.
Di daerah-daerah terpencil yang masih belum bisa mengakses buku atau refrensi yang
sekiranya dibutuhkan untuk menunjang sebuah sistem pendidikan. hal ini tentu dapat
menghambat perkembangan pendidikan saat ini. selain itu, fasilitas meja atau kursi
atau bahkan ruangan yang layak pun masih banyak yang belum memenuhinya.
Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, (2019 ).menyatakan bahwa pada jenjang
pendidikan formal, secara umum perluasan akses dan peningkatan pemerataan
pendidikan masih menjadi masalah utama,terutama bagi masyarakat miskin maupun
masyarakat di daerah terpencil. Pemerataan pendidikan formal terdiri dari pemerataan
pendidikan di tingkat prasekolah, sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi.
Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan pada anak usia dini. seperti playgroup,
tk, dan lain-lain.sangat berbeda antara antara warga di wilayah perkotaan dan
pedesaan.
Pada jalur pendidikan non formal juga menghadapi permasalahan dalam hal perluasan
dan pemerataan akses pendidikan bagi setiap warga masyarakat. Sampai dengan
tahun 2011, pendidikan non formal yang berfungsi baik sebagai transisi dari dunia
sekolah ke dunia kerja maupun sebagai bentuk pendidikan sepanjang hayat belum
dapat diakses secara luas oleh masyarakat. Apalagi pendidikan non formal, pada
umumnya membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga tidak dapat terjangkau oleh
masyarakat menengah ke bawah.( Eka, R. 2007 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini
Meilanie, 2019 ).
Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah antara
lain:
1) Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor: 7085 Tahun 2018
Tentang Petunjuk Teknis Bantuan Pembangunan Ruang Belajar Pendidikan Pesantren.
2) Tujuannya adalah:
a) Memberikan kesempatan yang luas bagi warga negara Indonesia, di mana pun
tempat tinggalnya, untuk memperoleh pendidikan tinggi;
b) Memberikan layanan pendidikan tinggi bagi mereka, yang karena bekerja atau
karena alasan lain, tidak dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi tatap
muka;
Pasal 3: Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak
usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan,
sertapendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
Pasal 6: Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasilprogram
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang
ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar
nasional penilaian.
Jenjang pendidikan kesetaraan yaitu pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan pendidikan umum yang mencakup Paket A (setara SD), Paket B
(setara SMP), Paket C (setara SMU). Fungsi dari pendidikan kesetaraan adalah untuk
mengembangkan potensi pserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan akademik dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian professional.
Salah satu tujuan dari pendidikan kesetaraan yaitu ‘menjamin penyelesaian pendidikan
dasar yang bermutu bagi anak yang kurang beruntung (putus sekolah, putus lanjut,
tidak pernah sekolah), khususnya perempuan, minoritis etnik, dan anak yang bermukim
di desa terbelakang, miskin, terpencil atau sulit dicapai karena letak geografis dan atau
keterbatasan transporta.
Untuk proses pendidikan kesetaraan mari kita lihat pada link Pendidikan Kesetaraan,
Paket A/SD, B/SMP, C/SMA, Minda Utama, Bandung, https://www.youtube.com/watch?
v=...
PIP dirancang untuk membantu anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin/rentan
miskin/prioritas tetap mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat pendidikan
menengah, baik melalui jalur pendidikan formal (mulai SD/MI hingga anak Lulus
SMA/SMK/MA) maupun pendidikan non formal (Paket A hingga Paket C serta kursus
terstandar). Melalui program ini pemerintah berupaya mencegah peserta didik dari
kemungkinan putus sekolah, dan diharapkan dapat menarik peserta didik putus sekolah
agar kembali melanjutkan pendidikannya. PIP juga diharapkan dapat meringankan
biaya personal pendidikan peserta didik, baik biaya langsung maupun tidak langsung.
( kemdikbud.go.id)
keragaman murid dan melihat perbedaan individu bukan sebagai masalah, tetapi
sebagai
peluang untuk memperkaya pembelajaran. Untuk jelasnya dapat di lihat pada link:
Special Needs- Inclusion, https://www.youtube.com/watch?v=GJqLMNr7hIQ
1) Setiap anak memiliki hak dasar mendapatkan pendidikan dan harus diberi
kesempatan untuk mencapai perkembangan yang optimal.
2) Setiap anak memiliki karakteristik yang unik, minat, kemampuan dan kebutuhan
belajar.
5) Sekolah reguler dengan orientasi inklusif ini adalah cara yang paling efektif untuk
memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun
masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua, termasuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya seluruh sistem pendidikan.
Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda, oleh karena itu
pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.
3) Prinsip Kebermaknaan
Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah,
menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
4) Prinsip keberlanjutan
5) Prinsip Keterlibatan
Saat ini juga telah dirintis Televisi Edukasi (TV-E) Media elektronik untuk pendidikan itu
dirintis oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom),
lembaga yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ini
untuk memberikan layanan siaran pendidikan berkualitas yang dapat menunjang tujuan
pendidikan nasional. Tugasnya mengkaji, merancang, mengembangkan,
menyebarluaskan, mengevaluasi, dan membina kegiatan pendayagunaan teknologi
informasi dan komunikasi untuk pendidikan jarak jauh/terbuka. Ini dalam rangka
peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan sesuai dengan prinsip teknologi pendidikan berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional. Siaran Radio Pendidikan untuk Murid Sekolah
Dasar (SRPM-SD) adalah suatu sistem atau model pemanfaatan program media audio
interaktif untuk peserta didik SD yang dikembangkan oleh Pustekkom sejak tahun
1991/1992. SRPM-SD lahir dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar.
Produk media audio lain yang dihasilkan oleh Pustekkom antara lain Radio Pelangi,
audio integrated, dan audio SLTP Terbuka. Tentu saja, itu tadi, termasuk TV-E yang
akan berfungsi sebagai media pembelajaran bagi peserta didik, termasuk mereka yang
tinggal di daerah terpencil dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan
mutu pendidikan. (Usman, Moh. Uzer., & Setiawati, Lilis. 2000. dalam Vina Serevina,
dan Sri Martini Meilanie, 2019 ).
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti
yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga
penghasil sebagai produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi.
Selanjutnya jika luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian dilakukan oleh
lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya
masih dilakukan pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan
tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya. (Idris, Zahara dan Jamal, Lisma.
199 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019)
Bank Dunia (World Bank) menyebut bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih
rendah, meski perluasan akses pendidikan untuk masyarakat dianggap sudah
meningkat cukup signifikan. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo
Chaves mengatakan kualitas pendidikan yang rendah tercermin dari peringkat
Indonesia yang masih berada di posisi tertinggi dari negara-negara tetangga. Indikator
peringkat kualitas pendidikan ini tercermin dalam jumlah kasus buta huruf. (Yuli Yanna
Fauzie, CNN Indonesia, 2018)
Peningkatan mutu pendidikan hendaknya dari beberapa aspek Direktur Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen GTK
Kemendikbud), Supriano mengungkapkan, terdapat empat aspek yang harus
diperhatikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.Keempat aspek itu yakni
kebijakan, kepemimpinan kepala sekolah, infrastruktur, dan proses pembelajaran.
Menurutnya, kebijakan hal terpenting, utamanya yang berlaku secara nasional meliputi
kurikulum dan ujian nasional. Hal itu termasuk kebijakan distribusi dan rekrutmen guru.(
Rizka Diputra, 2018)
Mutu pendidikan dapat dipahami sebagai kemampuan dari suatu sistem pendidikan
untuk mengalokasikan sumber-sumber pendidikan secara adil sehingga setiap peserta
didik memperoleh kesempatan yang sama untuk mendayagunakan sumber-sumber
pendidikan tersebut dan mencapai hasil yang optimal. Hal ini dapat dilakukan efisiensi
secara internal dan eksternal
a. Efisiensi Internal
Dalam sistem pendidikan apabila memiliki efisiensi internal akan menghasilkan output
yang diharapkan dengan biaya minimum. Dengan input tertentu dapat memaksimalkan
output yang diharapkan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi
internal adalah sebagai berikut :
1) Rata-rata lama belajar, seorang lulusan menggunakan waktu belajar dapat
dilakukan dengan metode mencari statistik kohort (kelompok belajar). Hal tersebut
dapat dihitung dengan cara jumlah waktu yang dihabiskan lulusan dalam suatu kohort
dibagi dengan jumlah lulusan dalam kohort tersebut.
b. Efisiensi Eksternal
Efisiensi eksternal sering dihubungkan dengan metode cost benefit analysis, yaitu rasio
antara keuntungan finansial sebagai hasil pendidikan dengan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk pendidikan. Analisis efisiensi ekternal berguna untuk menentukan
kebijakan dalam pengalokasian biaya pendidikan, juga merupakan pengakuan sosial
terhadap lulusan atau hasil pendidikan. Secara konseptual efisiensi eksternal dikaitkan
dengan analisis keuntungan atas investasi pendidikan dari pembentukan kemampuan,
sikap, keterampilan. Dalam memeprhitungkan investasi tersebut ada dua hal yang
penting, yaitu menghasilkan kemampuan yang memiliki nilai ekonomi dan nilai guna
dari kemampuan. (Fattah, Nanang. Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan. Remaja
Rosdakarya.2009, dalam Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019)
a. Lembaga pendidikan
Masih terdapat lembaga pendidikan yang kualitasnya belum mencapai tujuan yang
diharapkan. Perbedaan mutu lembaga pendidikan antara pusat dan beberapa daerah
menjadi salah satu penyumbang ketidak relevansian pendidikan. Di daerah terpencil
menimbulkan masalah kurangnya sarana dan prasarana dalam hal pendidikan.
Meskipun pemerintah telah memberikan anggaran 20 % dari APBN untuk pendidikan,
pemerintah juga harus tetap mengawasi penggunaan dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) dalam tiap sekolah agar penggunaan dana BOS tersebut tetap
digunakan dalam hal semestinya dan diterima oleh peserta didik/siswi yang benar-
benar membutuhkan.
b. Sistem pendidikan
Sebenarnya dengan Kurikulum 2013 atau yang dikenal dengan nama kurtilas
sebenarnya sudah baik. Hanya belum semua guru faham bagaimana
melaksanakannya. Beberapa orang menyatakan bahwa sekolah menjadi suatu
kewajiban bukan kesadaran untuk bersekolah. Selain itu pembelajaran yang seringkali
berfokus kepada persaingan bukan kepada kerjasama, memaksa beberapa peserta
didik untuk berlomba mencapai nilai tinggi dengan berbagai cara.
Perubahan yang sering terjadi pada kurikulum membuat sebagian besar para guru
berfokus kepada bagaimana ketercapaian kurikulum berdasarkan yang seharusnya,
bukan kepada bagaimana agar para peserta didik dapat memahami pelajaran dengan
mudah. Empat pilar United Nations Educational Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) seringkali dilupakan oleh banyak guru. UNESCO adalah
organisasi PBB yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Empat pilar
tersebut adalah:
Dikutip dari https://www.google.com/search?q=four+pillar+unesco&...
c. Proses pendidikan
Konsep Multiple Intelegensi (MI), menurut Gardner (1983) dalam bukunya Frame of
Mind: The Theory of Multiple intelegences, ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki
setiap individu yaitu linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal,
interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Berdasarkan teori ini maka guru hendaknya
tidak lagi melabelkan peserta didiknya “bodoh” karena setiap orang memiliki
kecerdasan yang berbeda.
Belajar tidak cukup hanya yang bersifat menyenangkan, tetapi juga harus menantang
bagi peserta didik. Pembelajaran dapat dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas.
Kebun sekolah, pasar, supermarket misalnya bisa dijadikan salah satu sarana untuk
belajar di luar kelas. Pembelajaran yang menantang hanya bisa dilakukan oleh guru
yang aktif dan kreatif. Pikirannya inovatif mencari celah baru dalam menyampaikan
materinya ke pikiran peserta didik. Guru yang baik pasti akan berusaha melakukan
pembelajaran yang terbaik di kelasnya. Seorang guru yang aktif akan membuat peserta
didik lebih aktif, sehingga akan terjadi interaksi antara guru dan peserta didik.
d. Hasil pendidikan.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan Kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang
dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Penyelarasan dunia pendidikan
dan dunia kerja harus mampu melatih lulusan untuk dapat mandiri menjadi wirausaha
yang membuka lapangan kerja bagi dirinya maupun orang lain. Dampak dari ketidak
relevan pendidikan dengan dunia kerja antara lain:
Menciptakan lapangan kerja baik untuk para pengangguran maupun lulusan lulusan
baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Membuka pelatihan-pelatihan baik
pelatihan keterampilan maupun kursus bagi pengangguran agar mereka dapat
melakukan kegiatan. Bagi pemerintah sebaiknya menentukan kembali relevansi antara
kurikulum dengan dunia kerja dari berbagai aspek kehidupan yang menjadi kebutuhan
manusia. Selain itu praktik pemagangan ke dunia industri bagi peserta didik jenjang
SMA dan peserta didik berkebutuhan khusus jenjang SMALB di tingkatkan.
Untuk jelasnya dapat di lihat pada link ini: Sarjana Banyak Menganggur, Ini Saran
Menaker Pada Perguruan Tinggi, https://www.youtube.com/watch?v=k6jg9pkqOh8
Coba anda analisis secara cermat dengan memperhatikan pemahaman dan pengertian
pak Pandu terhadap permasalahan pendidikan dalam mengemban keprofesiannya
sebagai pendidik. Berikan alasan anda
PERTEMUAN 16
Semua mhs
Ujian Akhir Semester