Anda di halaman 1dari 103

LANDASAN PENDIDIKAN

Prof.Dr.Durotul Yatimah,MPd

PERTEMUAN 1
(Bu D.Yatimah)

ORIENTASI
Jenis Mata Kuliah :
MKDK
Tujuan perkuliahan :
• bekal pengetahuan,kemampuan sbg calon pendidik”
• sikap dan keterampilan sbg pendidik
Strategi Kuliah :
• Diskusi
• Tanya jawab
• Tugas
Penilaian
• Kehadiran
• Keaktifan dlm diskusi
• Partisiopasi dlm menyukseskan pembelajaran
• Buku Sumber:modul MKDK dll
Perkenalan
Materi :
1, Hakikat Pendidikan > Bu D.Yatimah
2. Pend dan Manusia > Kelompok 1 (PenMas)
3.Ontologi Ilmu Pendidikan > Kelompok 2 (PenMas)
4.Esensi Manusia dlm berbagai Perspektif > Kelompok 3 (PAI)
5.Dinamika, HAM,Upaya Pend dlm Membangun SDM > Kel.4 (PAI)
6.Landasan Pend(Arti,LP Psikologis,LP Filosofis) > Kel 5(PAI)
7. Landasan Sosiologis Pend. > Kel 6 PAI)
8.UTS
9.Landasan Teologis/Religius, IPTEK Keadilan,Kesetaraan
9.1.Arti Lds Teo,Karakter,Pend Karakter,Perlunya,Manfaat > Kel.7 (IPS)
9.2.Nilai”, Metodologi,Prinispm Visi,Pilar,Fungsi,Media > Kel 8(IPS)
10.Landasan Ekonomi dalam Pendidikan > Kel 9(IPS)
11.Sejarah Pendidikan Indonesia > Kel 10 (Sosiologi)
12,Permasalahan Pend di Indonesia > Kel 11(Sosiologi)
13.Review/Diskusi
14.Review/ Diskusi
15.Review /Diskusi
16.UAS

A. Hakikat Pendidikan

1.Pengertian Pendidikan
Langeveld ( 1980). > Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam membimbingnya
supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan
dilaksanakan di sengaja antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa

Ada 2 istilah berkaitan dengan pendidikan. “Pedagogik“ dan“ pedagogi”.


Pedagogik > lebih menitikberatkan kepada pemikiran, perenungan tentang
pendidikan Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak.
Pedagogi > pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktik, menyangkut
kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak. (pendidikan di keluarga)

Drijarkara (Ahmadi, Uhbiati:1991)


1. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tri tunggal ayah-ibu-anak,
dimana terjadi pemanusiaan anak..
2. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tri tunggal, ayah-ibu-anak,
dimana terjadi pembudayaan anak. Ia berproses untuk akhirnya bisa membudaya
sendiri sebagai manusiapurnawan.

3. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tri tunggal, ayah-ibu-anak,


dimana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses untuk akhirnya
bisa sendiri sebagai manusia purnawan.

Driyarkara
Pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan manusia muda. Terdapat 2 (dua)
tahap yang terjadi disini, yaitu:

 Homilisasi; yaitu sebuah proses untuk menjadi manusia umum.


 Humanisasi; yaitu proses menjadi manusia yang lebih tinggi, lebih cemerlang,
cerdas, bersinar halus yang menghargai orang lain.

Alfred North Vohitehaed


Pendidikan menurutnya adalah: “quidence of the individual to wards comprehension of
the art of life.” (tuntunan pribadi menuju pemahaman akan seni kehidupan).

Charles Mclehert
Beliau memaparkan 6 (enam) kriteria bagi kegiatan mendidik, antara lain:

 Suatu kegiatan intensional atau terarah kepada pencapaian sesuatu.


 Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan nilai yang ada
 Pengetahuan yang dalam dan luas
 Pendidikan adalah proses yang langgeng dan berlansung sepanjang hidup
 Pendidikan selalu melibatkan interaksi interpersonal
 Pendidikan senantiasa menyambut keseluruhan pribadi dan relasi-relasinya

Ki Hajar Dewantara
Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tinginya. (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001:69).

Laurens Cremin
Pendidikan sebagai usaha sengaja dan sistematis untuk menyampaikan,
membangkitkan dan memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, keterampilan
keterampilan, nilai-nilai dan kepekaan-kepekaan. Ciri-cirinya adalah:

 Kegiatan terarah dan sistematis


 Kegiatan dilakukan untuk menyampaikan pengetahuan, nilai, sikap, kepekaan,
tidak hanya menyengkut pengetahuan saja.
 Seorang pendidik harus memperhatikan 3 (tiga) aspek yaitu: Afektif (ilmu
pengetahuan), Kognitif (penghayatan nilai), dan Psikomotorik (tingkah laku lahir;
mampu menjalankan operasi bagian-bagian tubuhnya/fungsi)

John Dewey
Pendidikan adalah suatu proses membimbing, mendewasakan seseorang. Pendidikan
harus menyangkut hasil-hasil seperti: pembentukan sikap dan kepribadian untuk
memenuhi bentuk standar kegiatan sosial (kehidupan nyata, tantangan-tantangan
sosial). Hal ini bisa berarti bahwa:

 Pendidikan tidak boleh menjauhi kehidupan social


 Masyarakat adalah lingkungan pendidikan yang sebenarnya

Usman (1994).

• Mengajar > membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau


mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha
mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan
bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar
• Latihan > memperoleh keterampilan.
• Keterampilan> perbuatan secara mekanis, mempermudah kehidupan
sehari-hari dan membantu proses belajar (berhitung, membaca,
mempergunakan bahasa,dsb).
• Keterampilan/kemampuan berpikir membantu proses pendidikan,
menyangkut seluruh kepribadian seseorang.

Sarief, melatih > proses kegiatan untuk membantu orang lain (atlet)
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam usahanya mencapai tujuan
tertentu (Sarief, 2008).

• Mendidik > kepribadian yang terpadu, terintegrasi, dewasa.


• Pengajaran> kehidupan intelek anak > dewasa kemampuan berpikir ideal,
abstrak logis, obyektif, kritis, sistematis analisis, sintesis, integrative,
inovatif.

UU No 2 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1

• Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan oleh dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.

Umar Tirtahardja dan S.L.La Sulo


Dilihat dari segi fungi, pendidikan dapat dilihat sebagai:

 Proses transformasi budaya


 Artinya membuat budaya akan lebih mampu menanggapi perubahan, membuat
ketergantunan berubah menjadi relasi sosial yang tidak lagi bergantung kepada
orang lain, dan tentu saja pada akhirnya mampu memahami kehidupan
kebudayaan itu sendiri.
 Proses pembentukan pribadi;
 Pendidikan diarahkan untuk membuat individu mengetahui lebih banyak hal,
menjadikan individu tersebut lebih kuat dengan menghayati nilai-nilai pendidikan
yang ada, dan menjadi lebih terampil.
 Proses penyiapan warga Negara
 Negara memiliki tugas untuk menyiapkan warga yang solider, dan pendidikan
diharapkan mampu menghasilkan warga negara yang toleran, dan berbakti
kepada bangsa
 Proses penyiapan tenaga kerja
 Pendidikan bertujuan untuk melatih tenaga-tenag yang terampil untuk kemudian
dipakai sebagai alat-alat masyarakat yang berkualitas..

PERTEMUAN 2
Kelompok 1 (PenMas)

PENDIDIKAN DAN MANUSIA


Capaian Pembelajaran 2 :

Mampu Menganalisis konsep dasar dalam Pendidikan dan ilmu pendidikan

Indikator :

- Mampu menganalisis konsep dan teoretik tentang pendidikan, dan kaitannya dengan pengembangan manusia

Kajian 1

Materi 1 Urgensi Pendidikan dan Manusia

Kegiatan pendidikan merupakan suatu kegiatan manusia yang ada sejak manusia ada dan pertama ada
dalam kehidupannya di muka bumi. Adam dan Hawa adalah nenek moyang manusia di muka bumi yang
diciptakan Tuhan, Allah SWT. Keduanya ditaqdirkan Tuhan untuk keluar dari surga dan menjalani
kehidupan di muka bumi. Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana mengajarkan (“mendidik”) Adam
dan Hawa dengan berbagai materi pendidikan tentang pengetahuan berbagai nama (asma ihim). Berbekal
pengetahuan tersebut, Adam dan Hawa membangun generasi pertama sebagai tonggak sejarah
berkembangnya manusia di muka bumi dengan berbagai karakter dan budaya yang diciptakan dan
dibangunnya. Berbekal pengetahuan yang diberikan Tuhan, Adam dan Hawa mendidik sang buah hati
Qabil dan Habil serta keturanannya yang lain menjadi anak manusia yang selalu taat dan beribadah pada
Tuhan.

Bagi kaum agamis, Tuhan adalah sumber rujukan dan contoh proses pendidikan yang sempurna dan pasti
benar karena Tuhanlah yang Maha Tahu tentang sifat, watak, dan tabiat makhluknya yang bernama
manusia. Dengan demikian, tidak heran jika dalam kajian dan pengembangan ilmu pendidikan ada yang
menyandarkan diri pada analisis transendental yang berdasarkan pada kitab suci.

Sekelumit sejarah manusia tersebut mengisyaratkan pada kita bahwa pendidikan akan selalu dan pasti
melekat dalam setiap kehidupan manusia. Untuk membangun peradabannya, manusia pasti membutuhkan
pendidikan dan muatan keilmuan didalamnya agar mampu memciptakan generasi rabbani, generasi yang
memiliki peradaban yang luhur dan generasi yang dapat mengantarkan dirinya untuk memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Melalui ilmu pendidikan, manusia memiliki sandaran, pijakan
dan acuan tentang apa dan bagaimana sebaiknya generasi manusia itu dididik sesuai dengan esensi dan
tujuan manusia itu diciptakan. Ilmu pendidikan akan membantu manusia merencanakan, melaksanakan,
mengelola dan mengawasi kegiatan pendidikan agar konsisten serta terarah menuju tujuan utamanya.

Dalam perjalanan hidup manusia, ilmu pendidikan mengalami pasang surut, baik dalam konteks
perkembangannya, perubahan, pergeseran dan kemandegan, bahkan ada yang sampai berpendapat “mati”
(pedagogy is the dead). Pendidikan sebagai sebuah ilmu pertama kali digagas oleh Alexander Bain
(1885). Perbincangan tentang ilmu pendidikan tidak mungkin lepas dari ilmu pendidikan anak (khususnya
anak usia dini atau ilmu pendidikan).  Ilmu pendidikan dikenal juga dengan ilmu mendidik anak yang
disebut paedagogiek (paedos = kesanggupan anak, agogos = ilmu atau pengetahuan). Dalam
perkembangannya, ilmu pendidikan tidak hanya hubungan interaksi antara pendidik dengan peserta didik
(dari kalangan anak) tetapi juga peserta didik dari kalangan orang dewasa sehingga dikenal pendidikan
orang dewasa yang disebut dengan andragogiek.

Secara teoritis, ilmu pendidikan merupakan pengetahuan ilmiah yang membahas, menjelaskan dan
memberi gambaran tentang proses usaha manusia yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam
menciptakan situasi interaksional antara pendidik dan peserta didik untuk membantu mengembangkan
berbagai potensi kemanusiaan secara optimal. Usaha manusia inilah yang senantiasa dapat membantu
manusia untuk membangun kehidupannya secara beradab. Oleh karena itu, tidak heran jika ditemukan
beberapa rumusan makna pendidikan sebagai upaya manusia membangun peradaban atau upaya manusia
untuk memanusiakan manusia yang maksudnya adalah membangun berbagai potensi kemanusiaan.
Kegiatan pendidikan harus dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi
kemanusiaan yang dimilikinya.

2. HAKIKAT ILMU PENDIDIKAN

A.    Pengertian Hakikat Manusia

Manusia adalah mahluk hidup yang dapat mengeluarkan pertanyaan,manusia


mempunyai hasrat untuk untuk mengetahui segala sesuatu. Sebagaimana kita
maklumi, bukankah anak kecil saja selalu bertanya tentang berbagai hal yang menarik
perhatiannya, atas dasar hasrat ingin tahunya. Manusia tidak hanya bertanya tentang
berbagai hal yang ada diluar dirinya, tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri. Dalam
rentang ruang dan waktu manusia telah dan selalu beruapaya mengetahui dirinya
sendiri, manusia mempelajari melalui berbagai pendekatan (commonsense, ilmiah,
filosofis dan religi) dan atau melalui berbagai sudut pandang (biologi, sosiologi,
antropologi, psikologi, politik). Sebab itu, manusia dapat menemukan berbagai ragam
pengetahuan dengan karakteristiknya masing-masing tentang kemanusiannya.

Dalam kehidupan yang riel manusia menunjukkan keragaman dalam berbagai hal, baik
tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya. Bahkan sebagaimana dikemukakan
di atas, pengetahuan tentang manusiapun bersifat ragam sesuai dengan pendekatan
dan sudut pandang dalam melakukan studinya. Namun demikian, di balik keragaman
manusia, terdapat satu yang menunjukkan kesamaan diantara semua manusia, yaitu
bahwa semua manusia adalah MANUSIA. Sepintas pernyataan ini terlihat sederhana,
tetapi sesungguhnya sangat prinsip dan mendasar sekali. Alasannya bukanlah karena
manusia semua adalah sama sebagai manusia. Berbagai kesamaan yang menjadi
karakteristikesensial setiap manusia ini disebut pula sebagai hakikat manusia, sebab
dengan karakteristik esensialnya itulah manusia mempunyai martabat khusus sebagai
manusia yang berbeda dari manusia lainnya. Contohnya manusia adalah animal
rasional, animal symbolicum, homo faber, animal educandum, homo sapiens, homo
socius dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian hakikat manusia


adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dengan
makna eksistensinya manusia di dunia. Dengan kata lain, pengertian hakikat manusia
adalah seperangkat gagasan tentang sesuatu yang olehnya manusia menjadi apa yang
terwujud maupun terlihat yang memiliki karakteristik yang khas.

B.     Aspek-Aspek Hakikat Manusia

1.      Manusia sebagai mahluk Tuhan

Manusia adalah  subyek yang memiliki kesadaran dan penyadaran diri. Karena itu,
manusia adalah subyek yang menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan
dirinya dengan segala sesuatu yang ada diluar dirinya; selin itu manusia bukan saja
mampu berpikir tentang dirinya dan alam sekitarnya, tetapi sekaligus sadar tentang
pemikirannya. Namun, sekalipun manusia menyadari perbedaannya dengan alam
bahwa dalam konteks keseluruhan alam semesta manusia merupakan bagian
daripadanya. Sebab itu, mempertanyakan asal usul alam semesta dimana manusia
berada, manusia pun mempertanyakan asal usul keberadaan dirinya sendiri.

Kita memang tidak dapat memungkiri tentang adanya proses evolusi di alam semesta
termasuk pada diri manusia, namun atas dasar keyakinan agama tentu saja kita tidak
dapat menerima pandangan yang menyatakan keberadaan manusia di alam semesta
semata-mata sebagai hasil evolusi dari alam itu sendiri tanpa sang Pencipta. Oleh
karena manusia berdudukan sebagai mahluk Tuhan YME maka dalam pengalaman
hidupnya terlihat bahkan dapat kita alami sendiri adanya kenyataan
kemahlukan/kemanusiannya yang diberikan oleh sang Pencipta.

2.      Manusia sebagai satu kesatuan Jasmani dan Rohani

Masalah lain yang dipertanyakan manusia, khususnya oleh para filsuf yakni berkenaan
dengan struktur metafisik manusia. Aspek apakah yang esensial pada diri manusia itu,
badannya ataukah jiwa/rohaninya?

Jasmani dan rohani pada manusia tidak dapat terpisahkan, jika jasmani dan rohani
pada manusia terpisahkan tidak memiliki makna lagi dalam kehidupannya.

3.      Manusia sebagai mahluk individu

Manusia yang satu mempunyai perbedaan dengan manusia yang lain, begitu juga anak
kembar identik dilahirkan dengan perbedaan baik fisik maupun psikhis. Manusia
sebagai mahluk individu mempunyai keunikan, manusia sebagai mahluk individu
memiliki dunianya sendiri yang disebut pribadi.

4.      Manusia sebagai mahluk social

Manusia sebagai mahluk hidup tidak dapat menjalani kehidupan sendiri. Manusia
sebagai mahluk social ditandai dengan manusia butuh untuk berinteraksi. Manusia
membutuhkan bantuan manusia lain dalam kehidupannya.

5.      Manusia sebagai mahluk berbudaya

Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya
dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada diluar manusia, bahkan
hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Berbicara tentang kebudayaan
adalah berbicara tentang manusia itu sendiri.

 
6.      Manusia sebagai Mahluk susila

Manusia sadar akan diri dan lingkungannya, mempunyai potensi dan kemampuan untuk
berpikir, berkehendak bebas, bertanggung jawab serta punya potensi untuk berbuat
baik. Karena itulah, eksistensi manusia memiliki aspek kesusilaan. Misalnya dalam
berpikir manusia terikat satu aturan tatanan kehidupan yang bersifat normative
contohnya jika kita meminjam barang orang lain kita mempunyai kewajiban untuk
menjaga dan mengembalikan barang tersebut.

7.      Manusia sebagai mahluk beragama

Aspek keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia


yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama
yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Keberagamaan menyiratkan adanya
pengakuan dan pelaksanaan yang sungguh atas suatu agama, ada pun yang dimaksud
dengan agama, adapun yang dimaksud dengan agama adalah tata keimanan atau
keyakinan atas adanya sesuatu yang mutlak di luar diri manusia, dengan tat
peribadatan sebagai implementasi keimanan dengan kemutlakan dan bersifat sangat
normative.

C.    Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan

Manusia sebagai mahluk yang dinamis terus berkembang kearah kemajuan yang
bersifat positif memerlukan alat untuk menopang perkembangannya yaitu pendidikan.
Manusia sebagai mahluk hidup yang sempurna diandingkan mahluk hidup lainnya
memiliki kelebihan yaitu berpikir, memiliki cipta rasa dan karsa. Jika eksistensi manusia
ingin terus dimunculkan dan dikembangkan maka manusia harus memanusiakan
dirinya sendiri melalui pengalaman-pengalaman yang di dapat dan dicari dengan alat
pendukungnya yaitu pendidikan. Pendidikan akan membesarkan manusia dari segala
aspek dan potensi yang dimiliki, manusia akan mengalami proses pendidikan
sepanjang kehidupannya.

D.    Pendidikan, Martabat dan Hak Asasi manusia

Pendidikan dapat kita definisikan sebagai humanisasi atau upaya memanusiakan


manusia, yaitu suatu upaya membantu manusia untuk dapat bereksistensi sesuai
dengan martabatnya sebagai manusia. Sebab manusia menjadi manusia sebenarnya
jika ia mampu merealisasikan hakikatnya secara total, maka pendidikan hendaknya
merupakan upaya yang dilaksanakan secara sadar dengan bertitik tolak pada asumsi
tentang hakikat manusia.

Hidup bagi manusia bukan sekedar hidup sebagaimana mahluk hidup lainnya. Hak
hidup bagi manusia mengimplikasikan hak untuk mendapatkan pendidikan. Hak inilah
yang diperjuangkan berbagai hak asaasi manusia.

Search forums
Forum Pertemuan 2 dan 3
Coba anda mencari dan menemukan kasus manusia yang memberi gambaran tentang
betapa pentingnya pendidikan

Coba anda deskripsikan hubungan kualitas Pendidikan dengan sumber daya manusia
dan kemajuan suatu bangsa dari berbagai sumber.
PERTEMUAN 3
Ontologi Ilmu Pendidikan
Kelompok 2 (PenMas)

Capaian Pembelajaran MK : Mampu menelaah hakikat pendidikan sebagai ilmu yang otonom
Indikator : Mampu menyimpulkan lingkup kajian (ontologi) ilmu Pendidikan sebag
ilmu yang otonom

1. Ontologi Pendidikan

Materi 3 Ontologi Ilmu Pendidikan

Pada banyak kalangan ahli terjadi perdebatan tentang apakah ilmu pendidikan 
merupakan ilmu yang otonom atau ilmu terapan. Sebagai ilmu yang otonom,
kedudukan ilmu  pendidikan akan dianggap sejajar dengan ilmu lain seperti psikologi,
sosiologi dan antropologi. Pada sebagian ahli, kedudukan keilmuan itu penting karena
berkaitan dengan jati diri, eksistensi dan kewibawaan sebagai ilmuwan. Sebagian lain
berpendapat kedudukan keilmuan yang otonom tidak penting karena lebih penting
bagaimana praktik yang membangun dan mengembangkan potensi anak.

Sebagai ilmu terapan, ilmu pendidikan dianggap sebagai terapan dari ilmu psikologi,
terapan dari sosiologi atau terapan dari antopologi. Praktik pendidikan dianggap
sebagai terapan dari psikologi pendidikan. Demikian juga bagi ilmu sosiologi,
pendidikan merupakan penerapan dari sosiologi pendidikan dan seterusnya.
Perdebatan pandangan ini melahirkan suatu konstelasi (pertautan) dengan munculnya
gerakan pendidikan yang tetap mengibarkan bendera ilmu pendidikan (Pedagogiek
atau pedagogic) dan bendera disiplin pendidikan (yang biasanya menggunakan kata
education) atau konsep pedagogy. Bendera pedagogiek sering dikibarkan oleh kaum
pendidikan Continental (golongan Eropa) sedangkan disiplin pendidikan banyak dianut
oleh kaum Anglo Saxon (golongan Amerika, termasuk Australia). Garis batas
pengibaran bendera tersebut bukan sesuatu yang demarkatis (punya garis batas yang
pasti) karena belakangan di Amerika pun mulai dikaji tentang pedagogiek, salah satu
diantaranya adalah Child Development and Pedagogy. Gagasan pedagogiek lebih
mengarah pada ilmu pendidikan teoritis sedang pendidikan (education atau pedagogy)
mengarah pada pendidikan praktis.
Terlepas dari dua golongan aliran pendidikan, golongan Timur (termasuk timur tengah,
Asia dan Timur Jauh seperti Jepang dan China) belum banyak dilakukan berbagai
kajian ke arah mana aliran Ilmu pendidikan mereka? Pada bagian bab ini, pembahasan
akan lebih diarahkan pada landasan sebagai acuan untuk menguji apakah sebuah ilmu
itu otonom atau tidak. Sebagai the mother of science (induk dari segala ilmu
pengetahuan), ilmu filsafat (khususnya filsafat pendidikan) telah memberikan 3 pijakan
utama. Sebuah ilmu dikatakan otonom jika ia memiliki batas-batas wilayah kajian
sendiri yang berbeda dengan ilmu lainnya. Batas kajian ini dikenal dalam filsafat
dengan istilah ontologi. Setiap ilmu yang otonom memiliki ontologi ilmunya masing-
masing. Sebagai pijakan kedua, ilmu filsafat memberikan rambu kedua yakni
bagaimana cara ilmu tersebut menyusun, menemukan dan mengembangan sendiri
pengetahuan ilmiahnya. Bagaimana cara sebuah ilmu membangun pengetahuannya
atau bagaimana sebuah ilmu menggunakan cara-cara memperoleh pengetahuan yang
benar disebut oleh ilmu filsafat sebagai epistimologi ilmu.  Sebuah ilmu yang otonom
memiliki landasan epistimologi yang kuat dalam membangun standar keilmuannya. 

Pada landasan ketiga, ilmu filsafat memberikan pijakan yang disebut dengan aksiologi
(ilmu tentang nilai). Aksiologi membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan dan
dikembangkan. Ilmu yang otonom akan memiliki acuan nilai dan norma yang dibangun
untuk mengembangkan kemaslahatan bagi manusia. Ketiga landasan filsafat tersebut
akan menjadi fokus kajian dari bab ini untuk meyakinkan bahwa ilmu pendidikan adalah
ilmu yang otonom. Pembahasan ini akan diakhiri dengan kedudukan ilmu lain
(khususnya psikologi, sosiologi dan antropologi) dalam IPAUD serta bagaimana
memahami konsep interdisiplin, multidisiplin dan trandisiplin dalam ilmu pendidikan.

Secara etimologi, ontologi berasal dari  ontos yang bermakna proses  penelaahan dan
logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, ontologi merupakan ilmu yang membahas
atau menelaah lingkup kajian pada suatu pengetahuan atau ilmu. Suatu pengetahuan
atau ilmu akan memusatkan diri dalam mempelajari dan membahas pada bidang
tertentu dengan objek tertentu. Sebagai contoh, filsafat mempunyai wilayah kajian
(ontologi) pada segala sesuatu yang ada dan mungkin ada sedangkan ontologi ilmu
mengkaji pada segala sesuatu yang ada dan dapat dijangkau oleh pikiran dan
pengalaman manusia.       

Sebelum membahas ontologi ilmu pendidikan ada baiknya dipahami terlebih dahulu
wilayah kajian ilmu pendidikan dan ilmu lain yang paling dekat yaitu ilmu psikologi. Ilmu
pendidikan memiliki dua bentuk objek, yakni objek materia dan objek forma. Objek
materia ilmu pendidikan adalah segala bentuk peristiwa interaksional antara pendidik
dan peserta didik dalam membantu mengembangkan potensi peserta didik. Selain
pendapat tersebut, pendapat lainnya mengatakan bahwa objek materia ilmu pendidikan
adalah :

1. Pergaulan yang bersifat khusus antara pendidik dan anak didik.

2. Setiap peristiwa, gejala atau fenomena pendidikan.


3. Setiap perbuatan pendidik dalam melaksanakan pendidikan.

Berbagai sudut pandang tersebut menunjukkan pendapat yang beragam tentang apa
yang menjadi objek materia ilmu pendidikan.

Namun demikian, pusat kajian materia ilmu pendidikan terletak pada peristiwa atau
gejala interaksi (hubungan timbal balik) antara pendidik dan anak didik yang bertujuan
untuk mengembangkan berbagai potensi anak didik. Objek materia ilmu pendidikan
tidak berhenti pada peristiwa interaksional saja karena ilmu sosiologi juga memiliki
objek peristiwa interaksional, termasuk psikologi sosial. Oleh karena itu, ilmu
pendidikan mempertegas bahwa peristiwa atau fenomena interaksional yang dimaksud
terjadi antara pendidik dan anak didik atau peserta didik. Materia pendidik merupakan
kekhususan kajian yang membedakan ilmu pendidikan dengan ilmu lainnya termasuk
ilmu psikologi pendidikan. Tidak berhenti pada kajian itu tetapi dilanjutkan pada
peristiwa itu terjadi secara sengaja untuk tujuan yang edukatif (mendidik). Sampai pada
konsep tujuan yang mendidik, para ahli memiliki pandangan dan rumusan yang
berbeda.

Ada ahli yang merumuskan tujuan pendidikan pada pengembangan potensi, ada yang
merumuskan tujuan pada tercapainya kedewasaan, ada yang merumuskan pada
tercapainya tanggung jawab, dan ada yang merumuskan melanggengkan atau
pewarisan budaya. Para ahli lebih banyak menggunakan terminologi (peristilahan)
peserta didik daripada anak didik. Peserta didik dapat mencakup anak, remaja dan
orang dewasa. Peserta didik juga ada yang anak atau orang dewasa yang normal dan
ada yang berkebutuhan khusus. Ilmu pendidikan yang fokus kajiannya pada anak
dikenal dengan sebutan pedagogiek sedangkan fokus kajian pada orang dewasa
disebut dengan andragogiek. Dengan fokus kajian peserta didik tersebut maka tidak
heran jika ilmu pendidikan sendiri memiliki cabang ilmu pendidikan anak usia dini,
pendidikan luar sekolah (lebih pada kajian pendidikan masyarakat), pendidikan
berkebutuhan khusus, ilmu pendidikan untuk anak usia SD. Fokus kajian inilah yang
membedakan ilmu pendidikan dengan ilmu lainnya, khususnya psikologi. Psikologi
dikenal dengan ilmu kejiwaan (psikologis) yang fokus kajiannya pada perilaku manusia
sebagai manifestasi dari gejala-gejala kejiwaan. Gejala-gejala kejiwaan manusia terjadi
pada segala tempat, misalnya gejala kejiwaan pada anak maka muncul kajian psikologi
anak, remaja (psikologi remaja), orang dewasa (psikologi orang dewasa), gejala
kejiwaan manusia dalam konteks industri (psikologi industri), dalam konteks interaksi
sosial (psikologi sosial), konteks perkembangan (psikologi perkembangan), kajian
khusus kepribadian (psikologi kepribadian) dan masih ada lagi sepanjang manusia itu
ada.

Dengan memahami materia ilmu pendidikan akan semakin menambah jelas objek
materia dalam ilmu pendidikan. Kita mungkin bisa menyimpulkan bahwa kajian awal
dan kebanyakan ahli membangun kajian ilmu pendidikan yang ditujukan pada anak dan
banyak rumusan arti pedagogiek itu sendiri yang mengarah pada makna ilmu mendidik
anak. Jadi tidak mungkin ada ilmu pendidikan tanpa ilmu pendidikan. Jika ditelusuri
lebih jauh dan mendalam materia apa saja yang spesifik (khusus) dikaji oleh ilmu
pendidikan yang berkaitan dengan fokus proses interaksional edukatif antara anak
dengan pendidik. Konteks yang menjadi fokus interaksional edukatif anak dengan
pendidik adalah aktivitas belajar dan mengaja. Mengajar (terminology lain
pembelajaran) merupakan aktivitas yang dengan sengaja dirancang, diciptakan dan
dihadirkan pendidik untuk membantu anak mengembangkan berbagai potensi
perkembangan. Dalam konteks ini, pembelajaran yang dihadirkan mengandung
berbagai objek materia yang spesifik. Objek materia dalam pembelajaran ada yang
disusun dalam bentuk konten (isi) perkembangan (bahasa, kognitif, sosial-emosi,
agama & moral dan fisik/motorik) dan ada juga yang berwujud konten akademik seperti 
(matematika, sains, bahasa, studi sosial, dan seni). Permbahasan materia spesifik ini
hampir selalu ada pada kajian kurikulum.

Link Referensi

http://pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/uuno20th2003ttgsisdiknas.pdf
https://pengertiandefinisi.com/pengertian-ilmu-pendidikan-dan-fungsinya/

PERTEMUAN 4
Landasan Pendidikan
Penugasan Pertemuan 4 dan 5
Masih banyak anak-anak yang kurang mampu karena kendala ekonomi belum dapat
mengikuti program wajib belajar dua belas tahun merupakan kasus belum diperolehnya
hak asasi dalam bidang pendidikan. Apakah pendidikan benar-benar merupakan hak
mereka di Indonesia. Coba berikan alasannya dengan landasan hukum yang berlaku di
Indonesia.

PERTEMUAN 5
Quiz Pertemuann 4 dan 5
PERTEMUAN 6
Kelompok 3 (PAI)

Esensi Manusia dari Berbagai Perspektif


Materi kali ini memiliki sub pokok bahasan sebagai berikut

1.      Esensi manusia dari berbagai perspektif.

2.     Dimensi-dimensi manusia.

Setelah mempelajari materi, mahasiswa diharapkan mampu:

menganalisis keterkaitan manusia dengan pendidikan dalam konteks pendidikan


sebagai suatu ilmu.

INDIKATOR

Di akhir pertemuan, mahasiswa akan dapat:

1.      Menjelaskan esensi manusia dari perspektif: eksistensi, psikonalitik, humanistik,


behavioristik, dan pancasila.

2.      Menguraikan dimensi-dimensi esensi manusia sebagai makhluk: filosofis,


individual, sosial, susila dan beragama.
1. Esensi Manusia dari Berbagai Perspektif

Pada pertemuan keenam dan ketujuh kita akan membahas tentang keterkaitan
manusia dengan pendidikan. Manusia disebut sebagai animal educandum, hewan yang
memerlukan pendidikan. Tanpa pendidikan manusia tidak mungkin menjadi manusia
atau mewujudkan kemanusiaanya. Manusia juga merupakan animal educabili, berarti ia
mempunyai potensi untuk dididik atau dikembangkan. Apabila manusia itu dilahirkan
sudah sempurna maka manusia tidak lagi memerlukan pendidikan. Manusiapun disebut
sebagai animal educator yang berarti ia mampu menjalankan tugas sebagai seorang
pendidik (Husamah, et al, 2015).

Proses pendidikan merupakan proses dua arah antara pendidik dan peserta didik.
Seorang pendidik tidak akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik apabila ia tidak
mengetahui peserta didiknya. Oleh karena itu, pembahasan mengenai manusia sebagai
pendidik dan peserta didik menjadi sangat penting dalam proses pendidikan.

Pada pertemuan keenam ini kita akan membahas terlebih dahulu tentang esensi
manusia ditinjau dari berbagai perspektif beserta dimensi-dimensi esensi manusia itu
sendiri untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai hakikat manusia.
Berbicara mengenai esensi manusia berarti kita membahas tentang sifat hakikat atau
hal yang pokok dari manusia, yaitu ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil (bukan
hanya gradual) membedakan manusia dengan hewan. Dalam pertemuan ini, esensi
manusia akan dipelajari melalui berbagai perspektif atau sudut pandang, antara lain
eksistensi, psikoanalitik, humanistik, behavioristik dan Pancasila. Setelah membahas
mengenai esensi manusia, maka pembahasan akan diperdalam lagi dengan mengkaji
dimensi-dimensi esensi manusia. Ada lima dimensi yang akan dibahas yaitu manusia
sebagai makhluk filosofis, individul, sosial, susila dan beragama.

Marilah kita masuk pada pembahasan yang pertama mengenai esensi manusia dari
berbagai perspektif, antara lain eksistensialis, psikoanalitik, humanistik, behavioristik,
dan Pancasila.

Esensi Manusia dari Perspektif Eksistensialis

Manusia bereksistensi di dunia, artinya manusia secara aktif “mengadakan” dirinya,


tetapi bukan dalam arti menciptakan dirinya sebagaimana Tuhan menciptakan manusia,
melainkan manusia harus bertanggungjawab atas keberadaan dirinya, ia bertanggung
jawab menjadi apa dan menjadi siapa nantinya. Bereksistensi berarti merencanakan,
berbuat, dan menjadi sehingga setiap saat manusia dapat menjadi lebih atau kurang
dari keadaannya. Dalam kalimat lain dapat dinyatakan bahwa manusia bersifat terbuka,
manusia adalah makhluk yang belum selesai “mengadakan” dirinya (Sumantri, 2016).
Artinya, manusia harus bereksistensi, sanggup keluar dari dirinya melampaui
keterbatasan biologis dan lingkungan fisiknya, berusaha untuk tidak terpaku oleh segala
keterbatasan yang dimilikinya. Manusia harus bergerak aktif dan dinamis untuk
menciptakan masa depannya.

Selain itu, terkait dengan keberadaannya, manusia pada dasarnya mempunyai


kemampuan untuk menyadari diri. Berkat kemampuan menyadari diri ini, manusia
menyadari bahwa dirinya (Aku) memiliki ciri yang khas atau karakteristik diri, sehingga
ia dapat membedakan antara dirinya (Aku) dan lingkungan sekitar (non Aku). Bukan
hanya kemampuan membedakan, manusia juga mempunyai kemampuan untuk
menjaga jarak dengan lingkungannya (ke luar), baik yang berupa pribadi maupun
benda-benda di sekitarnya dan membuat jarak pada dirinya sendiri (ke dalam). Pada
saat demikian manusia dapat berperan ganda, baik sebagai subyek sekaligus sebagai
obyek. Menjaga jarak dengan lingkungan berarti manusia memandang dirinya sebagai
subyek dan menjadikan lingkungan sebagai obyek, selanjutnya manusia memanipulasi
ke dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam pelaksanaan pendidikan,
kemampuan ini perlu terus dikembangkan agar manusia dapat mendidik dirinya sendiri
ke arah yang lebih baik.  Menjaga jarak ke dalam memberi status kepada
lingkungannya sebagai subyek yang berhadapan dengan manusia sebagai obyek yang
isinya adalah pengabdian, pengorbanan dan tenggang rasa. Pengambilan jarak dengan
lingkungan, memungkinkan manusia mengembangkan aspek sosialnya sedangkan
pengambilan jarak terhadap diri sendiri, memungkinkan manusia mengembangkan
aspek individualnya (Tim Dosen MKDK UNJ, 2013).

Eksistensi manusia juga terkait dengan masa lalu sekaligus masa depannya. Dalam hal
ini, manusia mempunyai kemampuan untuk menerobos ruang dan waktu. Artinya
manusia tidak terikat pada ruang atau tempat saat ini, tetapi ia dapat menembus ke
masa depan ataupun masa lampau. Kemampuan menerobos dan menempatkan diri
(kemampuan bereksistensi) ini juga membedakan antara manusia dan hewan, karena
keberadaan hewan hanya pasif (tunduk pada hukum alam), sedangkan keberadaan
manusia secara aktif, artinya manusia dapat mengubah lingkungan sesuai dengan yang
dikembangkan dalam pendidikan, agar ia dapat belajar dari pengalaman masa lalu dan
melihat prospek masa depan sedini mungkin. Karena kemampuan bereksistensi inilah,
maka dalam dirinya terdapat unsur kebebasan (Tim Dosen MKDK UNJ, 2013). Menurut
Semiawan, et al (2010), manusia dianugerahi kesadaran melampaui seekor hewan,
untuk mengatisipasikan masa depan yang terletak jauh dari kondisi dan situasi hari ini,
yaitu potensi kreatif yang sejak lahir dimilikinya. Hal yang mungkin dapat terjadi pada
dirinya dan dapat diraihnya sesuai kemampuan yang ada padanya untuk diteropong
dan dijelajahinya, merupakan anugerah alam dan anugerah Yang Maha Esa, yang
disebut foresight, yang adalah a gift of nature and a gift of God. Kemampuan
bereksistensi ini perlu dikembangkan melalui pendidikan dengan cara mengajarkan
kepada peserta didik untuk belajar dari pengalaman, belajar mengantisipasi suatu
keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan serta berlatih
mengembangkan daya imajinasi dan kreativitasnya.

Manusia juga mempunyai kemampuan untuk menilai yang baik dan yang buruk.
Manusia dikatakan mempunyai kata hati yang tajam apabila dia mampu membuat
keputusan tentang yang baik dan yang buruk bagi diri sendiri dan orang lain.
Kemampuan untuk membuat keputusan ini kadang-kadang sulit bagi manusia karena
kadang-kadang ia dihadapkan pada sejumlah pilihan untuk memilih antara yang baik
dan yang kurang baik atau antara yang buruk dan yang lebih buruk. Kesulitan itu terjadi
karena ia dihadapkan dengan kriteria serta kemampuan analisis yang perlu didukung
oleh kecerdasan akal budi. Pendidikan dapat dilakukan dengan upaya mengubah kata
hati yang tumpul menjadi kata hati yang tajam dengan melatih kecerdasan akal dan
kepekaan emosional (intellectual and emotional intelligence). Ketajaman hati ini perlu
diikuti dengan perbuatan. Orang yang perbuatannya sesuai dengan kata hati yang
tajam dinamakan orang yang bermoral, demikian pula sebaliknya orang yang
perbuatannya tidak sesuai dengan kata hati yang tajam disebut orang yang tidak
bermoral. Oleh karena itu pendidikan moral bagi peserta didik sangat penting baik
sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat (Tim Dosen MKDK UNJ, 2013).
Dalam bereksistensi, manusia mempunyai kemampuan untuk bertanggung jawab baik
pada diri sendiri, orang lain, maupun pada Tuhan. Tanggung jawab berarti adanya
keberanian untuk menanggung resiko apapun yang diterima dengan penuh kesadaran
dan kerelaan. Orang yang tidak berani menanggung resiko berarti orang itu tidak
bertanggungjawab. Manusia juga menyadari akan adanya hak dan kewajiban.
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari
manusia sebagai makhluk sosial. Tidak ada hak tanpa kewajiban, artinya dalam diri
manusia di samping dia mempunyai hak, dia juga mempunyai kewajiban. Dalam
kehidupan sehari-hari, hak merupakan sesuatu yang menyenangkan sedangkan
kewajiban dianggap sebagai beban. Namun sebenarnya menurut Drijarkara, kewajiban
itu merupakaan keniscayaan. Artinya selama seseorang menyebut dirinya manusia,
maka ia akan dengan ikhlas melaksanakan kewajiban yang menjadi tanggungjawabnya
sebagai sesuatu yang luhur. Seorang guru yang melaksankaan kewajiban sebaik-
baiknya adalah perbuatan yang luhur. Apabila manusia mengelak dari kewajiban,
berarti dia mengingkari kemanusiaannya sebagai makhluk sosial (Tim Dosen MKDK
UNJ, 2013).

Esensi manusia dari perspektif Psikoanalitik

Pandangan Psikoanalitik terdiri dari pandangan psikoanalitik tradisional dan pandangan


neoanalitik. Menurut pandangan psikoanalitik tradisional (Hansen, Stefic, Wanner,
1977) manusia pada dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya
yang bersifat instingtif. Tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan
psikologis yang sudah ada pada diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya tetapi
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan insting biologisnya.

Tokoh psikoanalitik tradisional Sigmund Freud berpandangan bahwa hakikat manusia


sebenarnya bisa ditinjau dari struktur jiwa yang dimiliki yang terdiri dari tiga hal,
yaitu das Es, das Ich dan das Uber Ich. Das Es bagian dasar (the Id) yang sama sekali
terisolasi dari dunia luar, hanya mementingkan masalah kesenangan dan kepuasan
(lust principle) yang merupakan sumber nafsu kehidupan, yakni hasrat-hasrat biologis
(libido-seksualis) dan bersifat a-sadar, a-moral, a-sosial dan egoistis. Das
Ich (aku=ego), sifatnya lebih baik daripada das Es, das Ich dapat mengerti dunia a-
sadar, a-sosial dan a-moral, lebih realistis tapi belum ethis. Yang ketiga das Uber Ich
(superego), ini adalah bagian jiwa yang paling tinggi dan paling sadar norma dan paling
luhur, bagian ini sering dinamakan budi nurani (consciencia), superego atau das Uber
Ich ini selalu menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, dan religious (Husamah, et al.,
2015).

Kepribadian manusia berpusat pada interaksi antara id, ego dan super ego.


Fungsi id adalah mendorong manusia untuk memuaskan kebutuhannya setiap saat.
Tetapi id tidak dapat leluasa menjalankan fungsinya karena menghadapi lingkungan
yang tidak dapat diterobos begitu saja. Banyak pertimbangan yang harus diperhatikan
yang tidak dapat dilanggar begitu saja. Disinilah fungsi ego untuk
menjembatani id dengan realitas dunia luar bekerja. Ego mengatur dan
mengarahkan id dalam memuaskan instingnya dengan selalu mempertimbangkan
lingkungan. Super ego tumbuh karena adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya yang terdiri dari aturan, nilai, moral, adat istiadat, tradisi dan sebagainya.
Dalam hal ini, super ego berfungsi untuk mengawasi tingkah laku seseorang agar selalu
sesuai aturan, nilai, moral, ada istiadat yang telah terinternalisasi pada diri seseorang.
Dengan demikian, super ego memiliki fungsi kontrol dari dalam diri individu.

Dari pandangan tradisional tersebut, berkembanglah paham baru yang disebut


neoanalitik. Paham ini berpendapat bahwa manusia tidak seperti binatang yang
digerakkan oleh tenaga dalam (innate energy) saja. Menurut paham neoanalitik,
manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk menanggapi berbagai jenis
perangsang dan perwujudan diri ini hanya sebagian saja yang dapat dianggap sebagai
hasil dari innate energy. Pada masa bayi, manusia memang hanya mengandalkan
insting untuk memenuhi kebutuhan, misalnya rasa lapar. Namun tingkah laku instingtif
tersebut makin dewasa makin berkurang dan akhirnya sebagian besar tingkah laku
tersebut didasarkan pada rangsangan dari lingkungannya.

Para tokoh neoanalisis pada dasarnya masih meyakini adanya id, ego dan super ego,
namun lebih menekankan ego sebagai pusat kepribadian manusia. Ego tidak
dipandang sebagai fungsi pengarah perwujudan id saja, melainkan sebagai fungsi
pokok yang bersifat rasional dan tanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan
sosial individu.

Esensi manusia dari perspektif Humanistik

Pusat perhatian teori humanistik adalah pada makna kehidupan, hal ini dalam psikologi
humanistik disebut sebagai homo ludens, yaitu manusia yang mengerti makna
kehidupan. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi (unik)
dan kehidupannya berpusat pada dirinya. Perilaku manusia berpusat pada konsep diri,
yaitu pandangan atau persepsi manusia terhadap dirinya, yang bisa berubah-ubah dan
fleksibel sesuai dengan pengalamannya dengan orang lain.

Perspektif humanistik menolak pandangan Freud bahwa manusia pada dasarnya tidak
rasional, tidak tersosialisasikan, dan tidak memiliki kontrol terhadap “nasib” dirinya
sendiri. Carl Rogers berpendapat bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki dorongan
untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, manusia itu rasional, oleh karena itu
dalam berbagai hal ia dapat menentukan nasibnya sendiri. Ini berarti bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur dan mengontrol dirinya sendiri
apabila diberikan kesempatan untuk berkembang. Dunia manusia adalah dunia
kemungkinan (a process of becoming), dan ini berjalan terus menerus tidak pernah
selesai. Jadi manusia itu sendirilah yang menggerakkan dirinya ke arah mana yang
diinginkan. Manusia selalu aktif dalam upaya mencapai aktualisasi diri melalui
hubungan dan dialog dengan lingkungan sekitarnya (Husamah, et al., 2015).

Berdasarkan pandangan Humanistik menurut Adler, manusia tidak semata-mata


digerakkan oleh dorongan untuk memuaskan dirinya sendiri, namun digerakkan oleh
rasa tanggung jawab sosial serta oleh kebutuhan untuk mencapai segala sesuatu.
Tingkah laku individu ditentukan oleh lingkungan, pembawaan, dan individu itu
sendiri (Husamah, et al., 2015). Adler juga menyatakan bahwa individu melibatkan
dirinya dalam usaha untuk mewujudkan diri sendiri, dalam membantu orang lain, dan
dalam membuat dunia ini menjadi lebih baik untuk ditempati.

Dalam pandangan Maslow, manusia memiliki lima jenjang kebutuhan dasar yang
disusun secara bertingkat dengan menentukan kebutuhan mana yang lebih tinggi
dibandingkan kebutuhan lainnya. Lima jenjang kebutuhan dasar ini biasa dikenal
dengan hierarki kebutuhan dasar Maslow. Kebutuhan pada teori Maslow disusun dari
yang paling dasar atau mendesak. Kemudian dilanjutkan dengan kebutuhan dasar
lainnya dan seterusnya. Hierarki kebutuhan dasar Maslow adalah sebagai berikut.

1.      Kebutuhan fisiologis (survival fisiologis). Kebutuhan ini dapat dicontohkan seperti


kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, tidur, oksigen. Kebutuhan
fisiologis ini merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi. Manusia akan
mengabaikan atau menekan dulu kebutuhan lainnya, sebelum kebutuhan fisiologis
terpenuhi. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang dapat terpuaskan
sepenuhnya atau minimal bisa diatasi. Misalnya orang yang baru saja terpenuhi
kebutuhan makannya, maka dorongan untuk makan akan menghilang karena telah
merasa kenyang. Namun, kebutuhan fisiologis ini dapat berulang. Dalam contoh yang
telah disebutkan sebelumnya, kebutuhan makan akan muncul kembali setelah
beberapa saat dan orang akan kembali mencari makanan.

2.      Kebutuhan akan rasa aman (security needs). Kebutuhan ini dapat berupa
kebutuhan akan stabilitas, perlindungan dan terbebas dari berbagai ancaman (bencana,
bahaya, pembunuhan, perang, dll). Berbeda dengan kebutuhan fisiologis, kebutuhan
akan rasa aman tidak dapat dipenuhi secara penuh. Misalnya orang tidak dapat
sepenuhnya dilindungi dari ancaman bencana atau ancaman lainnya.

3.      Kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang (belonging and love needs).
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan diterima pada komunitas sosialnya. Bentuk dari
kebutuhan ini antara lain adalah kebutuhan bersahabat, kebutuhan untuk memiliki
pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta.

4.      Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan


untuk menghargai orang lain, kebutuhan akan apresiasi dan pengakuan dari orang lain
atas prestasinya.
5.      Kebutuhan aktualiasi diri (self actualization needs). Kebutuhan terakhir manusia
akan kebutuhan untuk menunjukkan dirinya pada orang lain. Pada tahap ini seseorang
akan terus menerus mengembangkan potensi yang dimilikinya.  

Esensi manusia dari perspektif Behavioristik

Berbeda dengan psikoanalitik yang memfokuskan manusia hanya pada totalitas


kepribadiannya (hanya pada tingkah laku yang tidak nampak), behavioristik
memfokuskan perhatiannya pada perilaku yang nampak, yakni perilaku yang dapat
diukur, diramalkan dan digambarkan. Menurut teori behavioristik, manusia disebut
sebagai homo mechanicus, artinya manusia mesin. Mesin adalah benda yang bekerja
tanpa ada motif di belakangnya, mesin berjalan bukan karena adanya dorongan alam
bawah sadar tertentu, melainkan semata-mata karena lingkungan sistemnya. Misalnya
mobil dapat berjalan apabila unsur-unsur lingkungannya lengkap dan berfungsi dengan
baik.

Tingkah laku mesin dapat diukur, diramalkan dan digambarkan. Demikian juga dengan
manusia, menurut pandangan behavioristik. Selain insting, seluruh tingkah lakunya
merupakan hasil belajar. Belajar merupakan perubahan perilaku organisme sebagai
pengaruh lingkungan. Behavioristik tidak mempersoalkan apakah manusia itu baik atau
buruk, rasional atau emosional, melainkan hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku
manusia dikendalikan oleh lingkungan. Dalam pandangan behavioristik, manusia
adalah makhluk yang sangat elastis, yang perilakunya sangat dipengaruhi oleh
pengalamannya. Manusia munurut teori ini dapat dibentuk dengan menciptakan
lingkungan yang relevan. Seorang anak dapat dibentuk menjadi apa saja, asalkan ia
dibentuk dalam lingkungan yang relevan.

Menurut kaum behavioris (Hansen, dkk, 1977) manusia sepenuhnya adalah mahluk
reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Tingkah
laku manusia dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungannya, melalui
hukum-hukum belajar. Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia,
sehingga manusia dianggap pasif. Dengan demikian kepribadian individu dapat
dikembalikan semata-mata kepada hubungan antara individu dengan lingkungannya,
hubungan itu diatur oleh hukum-hukum belajar, seperti teori pembiasaan (conditioning)
dan peniruan. Manusia pada saat dilahirkan ke dunia adalah netral, tidak membawa ciri-
ciri yang pada dasarnya baik atau buruk. Perkembangan kepribadian individu semata-
mata dipengaruhi oleh lingkungan. Pandangan behavioristik sering dikritik sebagai
pandangan yang merendahkan derajat manusia (dehumanisasi) karena pandangan ini
mengingkari adanya ciri-ciri yang amat penting yang ada pada manusia dan tidak ada
pada binatang seperti kemampuan memilih, menetapkan tujuan, mencipta, dan
sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan aktivitas manusia dalam upaya mencapai
aktualisasi diri (Tim Dosen MKDK UNJ, 2013).
Dalam menanggapi kiritik ini, Skinner (1976) mengatakan bahwa kemampuan-
kemampuan itu sebenarnya terwujud sebagai tingkah laku juga yang berkembangnya
tidak berbeda dari tingkah laku lainnya. Justru tingkah laku inilah yang dapat didekati
dan dianalisis secara ilmiah dan pendekatan behavioristik adalah pendekatan ilmiah.
Semua ciri yang dimiliki manusia harus dapat dapat didekati dan dianalisis secara
ilmiah.

Esensi manusia dari perspektif Pancasila

Filsafat Pancasila merupakan hasil pemikiran bangsa Indonesia yang diyakini sebagai
norma dan nilai hidup bangsa Indonesia. Sebagai pandangan hidup, Pancasila menjadi
dasar bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia agar tercapai kehidupan
yang religius, adil, rukun, aman, damai dan sejahtera. Konsep filsafat pendidikan
Pancasila Notonagaro mendasarkan pada landasan ontologis hakikat manusia yang
monopluralis. Monopluralis maksudnya makhluk yang memiliki banyak unsur kodrat
(plural), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Jadi, manusia terdiri dari
banyak unsur kodrat yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Ciri-ciri kodrat manusia
yang monopluralis adalah:

a.         Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga

Manusia terdiri dari unsur jiwa dan raga. Keduanya tidak dapat berfungsi sendiri-sendiri,
melainkan saling membutuhkan. Raga adalah unsur yang kelihatan dan bersifat materi.
Segala yang ada pada diri manusia yang dapat dilihat baik secara langsung, seperti
kepala, mata, telinga, hidung, tangan, badan dan kaki; maupun yang dapat dilihat
dengan bantuan alat teknologi, seperti jantung, ginjal, otak, paru dan organ-organ
lainnya.

Jiwa terdiri dari akal atau cipta untuk tujuan kebenaran, rasa untuk tujuan keindahan
jiwa, serta karsa untuk tujuan kebaikan jiwa. Berbeda dari raga yang dapat dilihat, jiwa
tidak dapat dilihat. Jiwa hanya dapat dikenali melalui gejala-gejala yang
teraktualisasikan melalui raga. Namun jiwa memiliki peran yang sangat penting untuk
menggerakkan raga manusia. Oleh karena itu, jiwa dan raga manusia tidak dapat
dipisahkan. 

b.        Sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial

Menyadari keberadaan dirinya sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia.


Sebagai individu, manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki
perbedaan dengan manusia lainnya sehingga bersifat unik dan merupakan subjek yang
otonom. Selain memiliki kesadaran diri, manusia juga memiliki kesadaran sosial.
Dengan hidup bersama manusia lainnya, ia akan mengukuhkan eksistensinya
c.         Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan

Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna yang telah diciptakan oleh Tuhan
karena hanya manusia yang dikaruniai akal. Dengan kesempurnaannya inilah manusia
harus mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Dalam
eksistensinya sebagai khalifah di muka bumi, maka manusia harus mampu
mewujudkan kemakmuran, mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup, serta
mampu bekerjasama menegakkan kebenaran di muka bumi ini.

Pancasila memandang hakikat manusia seutuhnya, sebagai kesatuan jiwa dan raga,
sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk
pribadi dan makhluk Tuhan. Kehidupan manusia Indonesia seutuhnya berlandaskan
pandangan Pancasila dapat menjamin adanya keselerasan, keserasian dan
keseimbangan.  Apabila disesuaikan dengan struktur sosial masyarakat yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika, maka kebersamaan dan kekeluargaan dalam hubungan
manusia dengan ruang lingkupnya akan dapat terwujud.

Setelah membahas tentang esensi manusia dari berbagai perspektif, maka


pembahasan selanjutnya adalah tentang dimensi-dimensi esensi manusia yang akan
dibagi ke dalam lima dimensi, yaitu dimensi manusia sebagai makhluk filosofis, dimensi
manusia sebagai makhluk individual, dimensi manusia sebagai makhuk sosial, dimensi
manusia sebagai makhluk susila, dan dimensi manusia sebagai makhluk beragama.

Tugas/ Tagihan Pertemuan 6


Analisa bagaimana kebutuhan manusia terhadap pendidikan ditinjau dari berbagi
perspektif yang telah dibahas dalam materi.

PERTEMUAN 7
Dinamika, Hak Asasi Manusia dan Upaya Pendidikan
dalam Mewujudkan Manusia yang Diharapkan
Kelompok.4 (PAI)

Pembahasasan kali ini memiliki sub pokok bahasan sebagai berikut:

SUB POKOK BAHASAN

1.         Potensi, keunikan, dinamika, dan hak asasi manusia.

2.        Upaya pendidikan dan sosok manusia yang diharapkan (seutuhnya).

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu:

menganalisis keterkaitan manusia dengan pendidikan dalam konteks pendidikan sebagai suatu ilmu.

Indikator

1.         Mendeskripsikan potensi, sifat, keunikan, dinamika, dan hak azasi manusia.

2.         Menganalisis sosok manusia yang diharapkan (seutuhnya).

3.         Menyimpulkan mengapa manusia membutuhkan pendidikan.

1. Potensi, Keunikan, Dinamika, dan Hak Asasi Manusia

Anda pasti sudah sering mendengar tentang kata “potensi” bukan? Menurut Anda apa
yang disebut dengan potensi? Potensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan; kekuatan;
kesanggupan; daya. Potensi merupakan kekuatan yang belum terwujud, masih
tersembunyi atau terpendam dalam diri manusia. Potensi ini memiliki kemungkinan
untuk dikembangkan atau diwujudkan. Namun, harus ada upaya dan bantuan dari
lingkungan untuk mewujudkannya menjadi sebuah kemampuan nyata. Dalam hal ini,
pendidikan memainkan peran yang sangat penting.

Sebagaimana pernyataan Martini Jamaris (2013) bahwa manusia dilahirkan dengan


berbagai potensi dan seiring dengan perkembangannya, potensi-potensi yang dimiliki
oleh manusia tersebut berkembang menjadi kemampuan aktual, seperti antara lain
kemampuan berpikir dan memecahkan masalah. Kemampuan dalam berpikir dan
memecahkan masalah akan menghasilkan berbagai penemuan yang merupakan
terobosan dalam meningkatkan kualitas hidup, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

Potensi inilah yang kemudian memungkinkan manusia dapat menjadi objek dan subjek
pendidikan serta sumber pendidikan itu sendiri bagi pengembangan diri. Berbeda dari
makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling potensial. Potensi yang
dibekalkan oleh Allah untuk manusia sangatlah lengkap dan sempurna. Hal ini
menyebabkan manusia mampu mengembangkan dirinya melalui potensi-potensi
(innate potentials atau innate tendencies) tersebut. Secara fisik manusia terus tumbuh,
secara mental manusia terus berkembang, mengalami kematangan dan perubahan.
Kesemua itu adalah bagian dari potensi yang diberikan Allah kepada manusia sebagai
ciptaan pilihan. Potensi yang diberikan kepada itu sejalan dengan sifat-sifat Tuhan, dan
dalam batas kadar dan kemampuan sebagai manusia (Husamah, et al, 2015).

Jalaludin (2003) dan Khasinah (2013) dalam Husamah, et al (2015) menyebutkan


bahwa ada 4 potensi yang utama yang merupakan fitrah dari Allah kepada manusia,
yaitu.

a.         Potensi Naluriah (Emosional) atau Hidayat al-Ghariziyyat

Potensi naluriah ini memiliki beberapa dorongan yang berasal dari dalam diri manusia.
Dorongan-dorongan ini merupakan potensi yang diperoleh tanpa melalui proses belajar,
sehingga disebut dengan potensi instingtif. Dorongan tersebut antara lain insting untuk
kelangsungan hidup, dorongan untuk mempertahankan diri, dan dorongan untuk
berkembang biak.

b.        Potensi Inderawi (Fisikal) atau Hidayat al-Hasiyyat

Potensi fisik ini bisa dijabarkan atas anggota tubuh atau indra-indra yang dimiliki
manusia seperti indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.
Potensi ini difungsikan melalui berbagai alat indra manusia. Potensi fisik ini digunakan
manusia untuk mengetahui hal-hal yang ada di luar diri mereka, seperti warna, rasa,
suara, bau, bentuk ataupun ukuran sesuatu.

c.         Potensi Akal (Intelektual) atau Hidayat al-Aqliyat

Potensi ini yang membedakan manusia dengan binatang, sehingga membuat manusia
menjadi makhluk yang sempurna. Potensi akal memberi kemampuan kepada manusia
untuk memahami simbol-simbol, hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan,
maupun membuat kesimpulan yang akhirnya memilih dan memisahkan antara yang
benar dengan yang salah.

Kebenaran akal mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan


kebudayaan serta peradaban. Manusia dengan kemampuan akalnya mampu
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa
lingkungannya, menuju situasi kehidupan yang lebih baik, aman, dan nyaman.

d.        Potensi Agama (spiritual) atau Hidayat al-Diniyyat

Sejak awal manusia telah dibekali dengan fitrah beragama atau kecenderungan pada
agama. Fitrah ini yang mendorong manusia untuk mengakui dan mengabdi kepada
sesuatu yang dianggapnya memiliki kelebihan dan kekuatan yang lebih besar dari
manusia itu sendiri. Dalam pandangan Islam, kecederungan pada agama ini
merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri manusia sendiri yang merupakan
anugrah dari Allah.

Keempat potensi dasar manusia tersebut harus dikembangkan agar bisa berfungsi
secara optimal dan dapat mencapai tujuan yang sebenarnya. Pengembangan potensi
manusia ini harus dilakukan secara terarah, bertahap dan berkelanjutan serta dapat
dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan. Menurut Jalaluddin (2003) dan
Khasinah (2013) dalam Husamah, et al (2015), beberapa pendekatan yang dapat
digunakan untuk mengembangkan potensi manusia adalah sebagai berikut.

a.    Pendekatan filosofis

Menurut pandangan filosofis, manusia diciptakan untuk memberikan kesetiaan,


mengabdi dan menyembah hanya kepada penciptanya. Sesuai dengan hakikat
penciptaannya, maka keberadaan atau eksistensi manusia itu baru akan berarti,
bermakna dan bernilai apabila pola hidup manusia telah sesuai dengan blue-print yang
sudah ditetapkan oleh Tuhan. Oleh karena itu, pengembangan potensi manusia harus
bisa mengarahkan manusia untuk menjadi abdi Tuhannya dan mengikuti nilai-nilai yang
benar menurut kebenaran ilahiah yang hakiki.

b.      Pendekatan kronologis

Pendekatan kronologis memandang manusia sebagai makhluk evolutif. Manusia


tumbuh dan berkembang secara bertahap dan berangsur. Pertumbuhan fisik dan
mental manusia mengikuti tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang
berlaku. Oleh karena itu, pengembangan potensi manusia juga harus mengikuti
pertumbuhan fisiknya dan perkembangan mentalnya, artinya pengembangan potensi
manusia harus diarahkan dan dibina sesuai tahapan-tahapan tumbuh kembang
manusia.

c.       Pendekatan Fungsional

Potensi yang diberikan Tuhan kepada manusia mempunyai maksud dan tujuan. Oleh
karena itu, pengembangan potensi manusia harus dilaksanakan sesuai dengan
manfaat dan fungsi potensi itu sendiri, bukan untuk hal-hal lain yang bersifat mencari
kesenangan semata.
d.      Pendekatan Sosial

Pendekatan ini memandang manusia sebagai makhluk sosial yang cenderung hidup
dalam kelompok. Oleh karena itu, manusia harus mampu mengembangkan potensinya
untuk bisa berinteraksi di dalam lingkungannya dan mampu memainkan peran dan
fungsinya di tengah lingkungannya. Dalam upaya mengembangkan potensinya ini,
manusia membutuhkan dukungan dan bantuan pihak lain di luar dirinya untuk
membimbing, mengarahkan, dan menuntunnya agar pengembangan potensi tersebut
berhasil secara maksimal melalui pendidikan.

Setelah membahas tentang potensi manusia dan upaya pengembangannya, maka


bahasan selanjutnya adalah mengenai keunikan manusia. 

Manusia merupakan makhluk yang sangat unik yang berbeda dengan hewan. Manusia
mampu berinovasi menciptakan berbagai benda yang dapat digunakan untuk
membantu mempermudah kehidupannya. Hal ini dikarenakan manusia memiliki akal
yang dapat digunakan untuk berfikir. Dengan berfikir, manusia dapat membangun
pengetahuan. Pengetahuan ini terus terakumulasi dari generasi ke generasi melalui
interaksi individu dalam lingkungan sosialnya, sehingga manusia mampu melakukan
perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik. Hal inilah yang
memungkinkan manusia membentuk dan mewariskan kebudayaan kepada generasi
selanjutnya, serta mampu menciptakan teknologi.

Tidak hanya memiliki keunikan yang membedakan dengan hewan, manusia juga
memiliki keunikan individu yang membedakannya dengan manusia lain. Sebagaimana
telah disebutkan dalam pertemuan terdahulu, bahwa setiap manusia memiliki keunikan
yang tidak dimiliki oleh manusia lain. Keunikan tersebut dapat berupa bakat,
intelegensi, minat, kondisi emosi, dan lain sebagainya.

Selain memiliki keunikan, manusia juga memiliki dinamika. Berbicara mengenai


dinamika, N. Drijarkara S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau
berupa dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti,
selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek fisiologik maupun spiriutalnya. Dinamika itu
sendiri mempunyai arah horizontal yaitu ke arah sesama dan dunia, maupun arah
transcendental yaitu ke arah Yang Mutlak. Adapun dinamika itu adalah untuk
penyempurnaan diri baik dalam hubungannya dengan sesama, dunia dan Tuhan
(Suyitno, 2008).

Manusia merupakan subjek, oleh karena itu ia mampu mengontrol dinamikanya, namun
demikian dikarenakan ia juga adalah kesatuan jasmani-rohani (yang mana ia dibekali
nafsu), maka dinamika itu tidak sepenuhnya selalu dapat dikuasainya. Terkadang
muncul dorongan-dorongan negatif yang bertentangan dengan apa yang seharusnya,
kadang muncul pengaruh negatif dari sesamanya yang tidak sesuai dengan
kehendaknya, kadang muncul kesombongan yang tidak seharusnya diwujudkan,
kadang individualitasnya terlalu dominan atas sosialitasnya, dsb. Sehubungan dengan
itu, idealnya manusia harus secara sengaja dan secara prinsipal menguasai dirinya
agar dinamikanya itu betul-betul sesuai dengan arah yang seharusnya (Suyitno, 2008).

Dimensi dinamika ini menyebabkan eksistensi manusia bersifat dinamis. Artinya, dalam
bereksistensi, manusia harus terus bergerak aktif berupaya menjadikan dirinya sebagai
manusia yang ideal atau manusia yang diharapkan. Lalu seperti apakah sosok manusia
ideal? Menurut Suyitno (2008) sosok manusia ideal ini bersumber dari Tuhan melalui
ajaran agama yang diturunkan-Nya, bersumber dari sesama dan budayanya, bahkan
dari diri manusia itu sendiri. Jadi, manusia ideal adalah manusia yang mampu
mewujudkan berbagai potensinya secara optimal, sehingga beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berperasaan, berkemauan, dan
mampu berkarya; mampu memenuhi berbagai kebutuhannya secara wajar, mampu
mengendalikan hawa nafsunya, berkepribadian, bermasyarakat dan berbudaya.

Bahasan selanjutnya adalah mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Sebelum membahas
tentang HAM. Mari kita saksikan video yang berjudul “Apa itu HAM?” pada link berikut

Nah, sekarang Anda sudah tahu apa yang disebut dengan HAM bukan? Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak asasi adalah hak dasar atau pokok (seperti hak
hidup dan hak mendapat perlindungan), sedangkan hak asasi manusia adalah hak
yang dilindungi secara internasional (yaitu deklarasi PBB Declaration of Human Rights),
seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk
mengeluarkan pendapat.

Menurut John Locke, HAM adalah hak yang langsung diberikan Tuhan kepada manusia
sebagai hak yang kodrati. Oleh sebab itu tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa
mencabutnya.  Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa. Hak tersebut merupakan anugerah yang wajib dilindungi dan dihargai oleh
setiap manusia. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa HAM merupakan hak
dasar yang melekat pada manusia sejak berada di dalam kandungan hingga manusia
tersebut meninggal. Hak ini tidak dapat dicabut karena hak ini adalah karunia Tuhan.
Setiap manusia, memiliki hak yang sama tanpa adanya perbedaan apapun.

HAM meliputi hak hidup, kebebasan, dan pengejaran kebahagiaan. Selain itu, juga
meliputi kebebasan berbicara, kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan
berserikat, perlindungan yang sama di depan hukum, dan hak atas proses sewajarnya
serta pengadilan yang jujur. Akhir-akhir ini ada kecenderungan, terutama di kalangan
organisasi internasional untuk memperluas daftar hak asasi manusia. Kelompok-
kelompok ini, antara lain menyebut hak atas pendidikan. Kesempatan mendapatkan
pendidikan yang memadai harus menjadi hak bawaan setiap anak (United States
Information Agency, 1991 dalam Sumantri, 2016).
Di Indonesia, hak untuk mendapakan pendidikan diatur dalam Pasal 31 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, sebagai berikut.

1.      Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

2.      Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.

3.      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan


nasional, dalam rangka mencerdasarkan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.

4.      Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari


anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belajar
daerah, untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional (Sumantri,
2016).

Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan


bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa” (ayat (1) Pasal 4). Selanjutnya, ayat (1) Pasal 5
menyatakan: “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu” (Sumantri, 2016).

Berkenaan dengan hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana


dikemukakan di atas, terdapat kewajiban dari pihak orang tua, masyarakat, dan
pemerintah untuk dapat mewujudkannya. Sebagai jaminan atas hak tersebut, dalam
Pasal 7 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 ditegaskan “Orang tua dari anak usia wajib
belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”, sedangkan
“masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam
penyelenggaraan pendidikan” (Pasal 9). Adapun kewajiban pemerintah diatur dalam
Pasal 11, sebagai berikut.

1.      Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan,


serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara
tanpa diskriminasi.

2.      Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna


terselenggaranya pendidian bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai
dengan lima belas tahun (Sumantri, 2016)
TUGAS 7
Tugas/ Tagihan Pertemuan 7
Buatlah survei sederhana mengenai kebutuhan manusia terhadap pendidikan dengan
melibatkan partisipan dari berbagai kalangan masyarakat.

PERTEMUAN 8
UJIAN TENGAH SEMESTER

PERTEMUAN 9
Konsep Landasan Pendidikan,Landasan Psikologis dan Filosofis

Kelompok 5(PAI)
Materi kali ini terdiri dari beberapa pembahasan sebagai berikut:

SUB POKOK BAHASAN   :

 1.Pengertia landasan Pendidikan dan jenis-jenis LP

2.Landasan Psikologis

 3. Landasan Filosofis

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa mampu :

Mahasiswa mampu menganalisis landasan, azas dan prinsip-prinsip

Pendidikan
Indikator

1.  Mahasiswa mampu menghasilkan kajian ilmiah tentang penerapan landasan dan   asas pendidikan dala
penyelenggaraan pendidikan

2. Mahasiswa memiliki karakter kuat dalam mengaplikasikanlandasan dan azas pendidikan dalam melaksanaka
pendidikan

Landasan Pendidikan
Pengertian
Landasan pendidikan adalah tumpuan, dasar atau asas koseptual yang menyelubungi
pendidikan secara keseluruhan. Biasanya yang dibahas terkait dengan landasan
pendidikan ini ialah hakikat manusia sebagai makhluk pembelajar, situasi, proses,
perubahan sosial, aliran pelaksanaan, hingga permasalahan-permasalahan pendidikan.

Durotul Yatimah (2017, hlm. 354)

secara leksikal, landasan berarti dasar, tumpuan atau alas. Oleh karena itu, landasan
(pendidikan) merupakan tempat bertumpu, titik tolak atau dasar pijakan dalam
melaksanakan pendidikan.

Jenis-Jenis LP”

 Landasan religius pendidikan


Yang mencakup asumsi dan teori yang bersumber dari religi atau agama yang
menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.
 Landasan filosofis pendidikan
Berbagai asumsi hingga teori yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak
dalam rangka praktik pendidikan.
 Landasan ilmiah pendidikan
Yaitu asumsi dan teori yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu
lain yang berhubungan dengan rangka praktik pendidikan.Contohnya adlaah:
landasan psikologi pendidikan, landasan sosiologi pendidikan, landasan
antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb. Landasan ilmiah
pendidikan dikenal pula sebagai landasan empiris, teori, atau faktual pendidikan.

Landasan yuridis atau hukum pendidikan


Yakni asumsi, teori, dalil, dan hukum yang bersumber dari peraturan perundang-
undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidik
Ada pula yang berpendapat bahwa Landasan pendidikan mencakup :
1. Landasan Psikologis Pendidikan

Pemahaman peserta didik merupakan kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu
hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam
pendidikan terutama yang berkaitan dengan :

1)       Perbedaan individual, tiap individu mempunyai bakat, kemampuan, minat,


kekuatan serta tempo dan irama perkembangan yang berbeda. Sebagai implikasinya
pendidik tidak boleh memperlakukan sama pada setiap peserta didik.

2)       Kurikulum perlu disusun berdasarkan pengalaman belajar anak.

3)       Guru perlu memahami perkembangan kepribadian anak agar dapat dimanfaatkan


dalam pendidikan, terutama dalam membantu setiap peserta didik mengembangkan
kepribadiannya.

4)       Pendidikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak.

5)       Perlu diciptakan kondisi lingkungan yang dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan potensi, kecerdasan, emosi dan keterampilan dalam pendidikan.

2.Landasan filosofis pendidikan


Berbagai asumsi hingga teori yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka
praktik pendidikan.

Landasan filosofis/filsafat pendidikan merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok dalam pendidikan, seperti
apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan diperlukan, dan apa yang seharusnya menjadi tujuan
pendidikan.

Berbicara tentang landasan filosofis pendidikan juga berarti berkenaan dengan tujuan filosofis
suatu praktik pendidikan sebagai sebuah ilmu. Oleh karena itu, kajian yang dapat dilakukan
untuk memahami landasan filosofis pendidikan adalah dengan menggunakan pendekatan filsafat
ilmu yang meliputi tiga bidang kajian yaitu:

 Ontology
 Epistemology
 aksiologi

Untuk lebih jelasnya, berbagai penjelasan mengenai filsafat pendidikan dapat disimak pada
artikel di bawah ini:

Contoh Landasan Pendidikan Filosofis


Terdapat beberapa aliran-aliran filsafat pendidikan yang biasa dijadikan salah satu rujukan dan
kajian landasan pendidikan. Aliran-aliran tersebut meliputi:

 Perenialisme, merupakan aliran filsafat pendidikan yang melihat ke belakang, percaya


bahwa kebijaksanaan abadi dari spiritualisme, tradisi, dan agama berbagi satu satu
kebenaran metafisik yang universal di mana semua pengetahuan, ajaran dan nilai yang
baik telah tumbuh.
 Essensialisme, yakni aliran yang ingin kembali pada kebudayaan-kebudayaan warisan
sejarah yang telah terbukti keunggulannya dan kebaikannya bagi kehidupan manusia.
 Progressivisme, aliran ini percaya bahwa pengetahuan mengenai dunia ini hanyalah
sebatas sebagaimana dunia ini dialami oleh manusia dan Itulah yang dapat dijangkau oleh
ilmu pengetahuan (sains) untuk kita semua.
 Pedagogi Kritis, salah satu unsur pokok dari aliran ini adalah keharusan untuk
memandang sekolah sebagai ruang publik yang demokratis. Sekolah didedikasikan untuk
membentuk pemberdayaan diri dan sosial.
 Eksistensialisme, merupakan salah satu ciri pemikiran filsafat abad 20 yang sangat
mendambakan adanya otonomi dan kebebasan manusia yang sangat besar untuk
mengaktualisasikan dirinya.

                                                                                                                                               
Penugasan Pertemuan 9
Bapak Pandu adalah guru favorit di sebuah SMP yang sangat disenangi para siswa. Dari siswa kelas 1 sampai d
Cara berpakaiannya tidak ketinggalan jaman, istilah-istilah gaul yang sedang trend sering terucap pada waktu
dengan siswa pada berinteraksi dengan siswa di sekolah. Tidak ketinggalan jam istirahat pak Pandu sering
mentraktir siswa sampai merokok bergantian dengan siswa layaknya teman.

Coba anda analisis secara cermat dengan memperhatikan pemahaman dan pengertian pak Pandu terha
mengemban keprofesiannya sebagai pendidik. Berikan alasan anda.

                                                                                                                                 

        PERTEMUAN 10 
Landasan Sosiologis, Ideologi dan Politik dalam Pendidikan
Kelompok 6 PAI)

Materi kali ini memiliki beberapa bagian sebagai berikut:

 SUB POKOK BAHASAN :

 1.  Landasan Sosiologis Pendidikan 

  2.Landasan Ideologi dan Politik Pendidikan

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu:

 Mahasiswa mampu menganalisis landasan, azas dan prinsip-prinsip pendidikan

INDIKATOR         :

1.  Mahasiswa mampu menghasilkan kajian ilmiah tentang penerapan landasan dan  
asas pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan

2. Mahasiswa memiliki karakter kuat dalam mengaplikasikanlandasan dan azas


pendidikan dalam melaksanakan pendidikan

1. Landasan Sosiologis dalam Pendidikan

Sosiologi  dalam pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Dilihat dari
istilah etimologi kedua kata ini tentu berbeda makna, namun dalam sejarah hidup dan
kehidupan serta budaya manusia, keduanya menjadi satu kesatuan yang tak
terpisahkan, terutama dalam sistem memberdayakan manusia dimana sampai saat ini
memanfaatkan pendidikan sebagai instrumen pemberdayaan tersebut.

a.    Sosiologi

Secara etimologis sosiologi berasal dari kata latin “socius” dan kata Yunani “logos”.
“Socius” berarti kawan, sahabat, sekutu, rekan, masyarakat. “logos” berarti ilmu.Jadi
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat (Chaerudin, dkk, 1995:67).
W.F. Ogburn dan M.F. Nimkoff dalam buku mereka “A Handbook of Sociology”,
memberikan definisi “sosology is the scientific of social life” yang maksudnya: sosiologi
adalah studi secara ilmiah terhadap kehidupan sosial.

Roucek dan Wafren mengemukakan Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
antara manusia dalam kelompok-kelompok (Soekanto, 1989:16).

1.  Pendidikan
Paedegogic berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “pais”, artinya anak, dan
”again” diterjemahkan membimbing, jadi paedagogic yaitu bimbingan yang diberikan
kepada anak. Secara definitif pendidikan (paedagogic) diartikan, sebagai berikut:

a)   Jhon Dewey

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan


emosional ke arah alam dan sesama manusia.

Berdasarkan uraian diatas, pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang secara
sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa
yang bertanggungjawab moral kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya
agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-
menerus (Suwarno, 1992:49).

2.   Sosiologi Pendidikan

R.J. Stalcup mengemukakan bahwa sociology of education merupakan suatu analisis


terhadap proses-proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan.
Tekanan dan wilayah telaahnya pada lembaga pendidikan itu sendiri.

Pengertian sosiologi pendidikan yang lain termuat dalam (Nasution,2004:4) sebagai


berikut:

a)  Menurut George Payne, yang kerap disebut bapak sosiologi pendidikan, secara
spesifik memandang sosiologi pendidikan sebagai studi yang komprehensif tentang
segala aspek pendidikan dari segala segi ilmu yang dterapkan. Baginya, sosiologi
pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu dalam bidang sosiologi yang dapat
dikenakan sosiologis. Tetapi memberikan para guru, peneliti yang efektif dalam
sosiologi yang dapat memberikan sumbangan pemahaman yang lebih mendalam
tentang pendidikan.

b)  F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu
yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi
individu untuk mendapatkan serta mengorganisasikan pengalamannya. Sosiologi
pendidikan juga mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.

c)  E.B.Reutern: Sosiologi pendidikan mempunyai kewajiban untuk menganalisa


lembaga-lembaga pendidikan dalam hubungannya dengan perkembangan manusia
dan dibatasi oleh pengaruh-pengaruh lembaga-lembaga pendidikan yang menentukan
kepribadian sosial dari tiap-tiap individu. Jadi pada dasarnya antara individu dengan
lembaga sosial saling mempengaruhi (process social interaction).
Tidak ketinggalan, Gunawan mengemukakan definisinya tentang sosiologi pendidikan,
yaitu ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah pendidikan dengan
analisis atau pendekatan sosiologis (Gunawan,2006:2).

Dari beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang
mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik  struktur, dinamika, masalah pendidikan
ataupun aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.

3.  Ruang Lingkup Sosiologi dalam Pendidikan

Penelitian dan analisis terhadap sistem pendidikan berdasarkan keduanya yang


sekarang, tentunya sudah bisa dikuatkan antar ruang lingkup sosiologi pendidikan.
Karena minat dan pengalaman, ruang lingkup yang diajukan ini terbatas pada wilayah
analisis seputar sistem pendidikan formal.

Menurut Nasution ruang lingkup sosiologi pendidikan meliputi:

1.   Hubungan Sistem Pendidikan dengan Aspek Lain dalam Masyarakat:

a.   Hubungan pendidikan dengan sistem sosial atau struktursocial

b.   Fungsi pendidikan dalamkebudayaan

c.   Fungsi pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural

d.   Fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural dan
sebagainya

2.   Hubungan Antar Manusia di dalam Sekolah

a.   Hakikat kebudayaan Sekolah dengan kebudayaan diluar sekolah

b.   Pola interaksi sosial dan stuktur masyarakat Sekolah, yang antara lain meliputi
berbagai hubungan kekuasaan, stratifikasi sosial dan pola kepemimpinan informal

3.   Pengaruh Sekolah terhadap Perilaku dan Kepribadian semua Pihak di


sekolah/lembaga Pendidikan

a.   Peranan sosial guru-guru / tenaga pendidikan

b.   Hakikat kepribadian guru / tenaga pendidikan

c.    Pengaruh kepribadian guru / tenaga kependidikan terhadap kelakuan anak /


peserta didik,dan
d.   Fungsi Sekolah / lembaga pendidikan dalam sosial murid / peserta didik.

4.   Hubungan Lembaga Pendidikan dalamMasyarakat

Interaksi antara sekolah/ lembaga pendidikan dengan kelompok sosial dalam


masyarakat di sekitar sekolah / lembaga pendidikan.

Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain yaitu:

a.   Pengaruh masyakarat atas organisasi Sekolah /lembagapendidikan

b.   Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam sistematis sosial dalam masyarakat
luarsekolah.

c.   Hubungan antara Sekolah dan masyarakat pendidikan

d.  Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat yang berkaitan dengan


organisasisekolah.

5.   Tujuan Sosiologi dalam Pendidikan:

a.   Sebagai analisis prosessosialisasi

b.   Sebagai analisis kedudukan pendidikan dalammasyarakat

c.   Sebagai analisis sosial di sekolah dan antara sekolah denganmasyarakat

d.   Sebagai dasar menentukan tujuanpendidikan

e.   Sebagai sosiologiterapan

f.  Menganalisis perkembangan dan kemajuansocial

g.   Menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social.


(Nasution,2004:6-7).

Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu (pendidik
dan anak didik). Oleh karena itu kegiatan pendidikan dapat berlangsung baik di
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu kajian sosiologis tentang
pendidikan mencakup semua jalur pendidikan tersebut.

Pendidikan keluarga sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial yang
pertama bagi setiap manusia. Oleh karena itu proses sosialisasi dimulai dari keluarga
dimana anak mulai mengembangkan diri. Dalam keluarga itulah mulai ditanamkan nilai-
nilai dan sikap yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Nilai-nilai agama, nilai-
nilai moral, budaya dan ketrampilan perlu dikembangkan dalam pendidikan keluarga.

Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja
dibentuk oleh masyarakat dengan perencanaan dan pelaksanaan yang mantap.
Selanjutnya disamping sekolah, proses pendidikan juga dipengaruhi oleh berbagai
kelompok kecil dalam masyarakat seperti kelompok keagamaan, organisasi
kemasyarakatan, dll.

Yang menjadi penekanan dalam kegiatan ini adalah pendidikan itu mempersiapkan
anak untuk hidup dalam masyarakat (penekanan pada sosiologis) ataukah
mempersiapkan anak untuk memperbaharui masyarakatnya (penekanan pada aspek
pembaharuan). Dalam pelaksanaan di berbagai negara diupayakan keseimbangan
antara pelestarian dan pengembangan budaya dan masyarakat

Ada pendapat lain yang menambahkan bahwa landasan pendidik itu meliputi :

Landasan Ilmiah Pendidikan


Landasan ilmiah atau landasan teori pendidikan merupakan landasan teori yang digunakan untuk
membahas dan mempelajari berbagai ilmu yang terkait segera bersama pendidikan dari segala
bidang yang menyelimutinya. Untuk lebih jelasnya dapat segera disampaikan melalui contohnya
di bawah ini.

Contoh Landasan Pendidikan Ilmiah


Landasan ilmiah pendidikan bisa meliputi landasan ilmiah pendidikan, yaitu landasan psikologis
pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis
pendidikan, dan landasan ekonomi pendidikan. Berikut adalah masing-masing pemaparannya.

Landasan Antropologis Pendidikan


Landasan antropologis pendidikan adalah seperangkat anggapan yang bersumber dari hasil
belajar telaten antropologi yang dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan (Yatimah,
2017, hlm. 130).

Terdapat hubungan timbal balik pada pendidikan dan kebudayaan. Kebudayaan menjadi input
bagi pendidikan, pada lain bisa kita pahami bahwa:

 Kebudayaan milik suatu masyarakat yang bersifat nilai-nilai dan gagasan-gagasan dapat
menggariskan target pendidikan,
 Wujud kebudayaan bersifat nilai-nilai, norma-norma, gagasan-gagasan dan wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks kegiatan berpola dari suatu masyarakat dapat
menjadi isikan (kurikulum) dan cara-cara (metode) pendidikan,
 Wujud fisik bersifat bangunan, bendabenda, dan duit merupakan sarana, alat, dan biaya
yang digunakan dalam pendidikan.
Sebaliknya, pendidikan berguna untuk melestarikan kebudayaan masyarakat (fungsi konservasi),
dan berguna pula dalam rangka mengembangkan kebudayaan masyarakat (fungsi kreasi).

Landasan Historis Pendidikan


Landasan historis pendidikan merupakan seperangkat rencana dan praktek era lampau sebagai
titik tolak sistem pendidikan era kini yang terarah ke era depan (Yatimah, 2017, hlm. 130).
Pendidikan era kini tidak terwujud begitu saja secara tiba-tiba, melainkan merupakan
kesinambungan dari pendidikan pada era lampau.

Dalam kesinambungan tersebut, rencana dan praktek pendidikan era lampau yang dipandang
baik dan berguna dapat selalu dipertahankan, tetapi rencana dan praktek pendidikan yang
dipandang tidak baik dan tidak berguna atau keliru dapat diperbaiki atau dikembangkan sehingga
tidak serupa bersama rencana dan praktek pendidikan era lampau.

Landasan historis pendidikan Indonesia, pada lain mencakup landasan historis pendidikan:

 Zaman purba,
 Zaman kerajaan Hindu-Budha,
 Zaman kerajaan Islam,
 Zaman pengaruh Portugis dan Spanyol,
 Zaman kolonial Belanda,
 Zaman pendudukan Jepang,
 Pendidikan periode 1945-1969,
 Pendidikan pada era PJP I (1969)-1993).

Landasan Ekonomi Pendidikan


Menurut Pepelasis, dkk dalam (Yatimah, 2017, hlm. 133) faktor-faktor yang benar-benar penting
dalam ekonomi (pembangunan) adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, akumulasi
odal, teknologi dan kewiraswastaan, dan juga sosio-budaya.

Faktor ekonomi ang benar-benar berkesesuaian bersama pendidikan adalah sumber daya
manusia  (Mudyahardjo dalam Yatimah, 2017, hlm. 133). Oleh gara-gara itu, ditinjau dari sudut
pandang ekonomi, pendidikan adalah human investment atau usaha penanaman modal pada diri
manusia (Muchtar dalam Yatimah, 2017, hlm. 134).

Pendidikan diarahkan untuk membuahkan tenaga kerja yang produktif dalam membuahkan
barang dan jasa yang diperlukan masyarakat.

Terdapat hubungan pada pendidikan dan ekonomi, pada lain melalui pendidikan tenaga kerja
produktif bisa dihasilkan. Sebaliknya, pelaksanaan pendidikan butuh sejumlah dana yang harus
dimanfaatkan secara efektif dan efektif.

Demikianlah pembahasan mengenai Landasan Pendidikan semoga dengan adanya ulasan


tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua,, terima kasih banyak atas
kunjungannya.
SEMUA KELOMPOK : UTS 
 

Tugas Pertemuan 10- Landasan Sosiologis,


Ideologi dan Politik dalam Pendidikan
Setelah  anda membaca materi landasan Sosiologi dan landasan Politik dalam
pelaksanaan pendidikan, coba anda analisis sejauhmana landasan politik 
mempengaruhi pelaksanaan pendidikan  saat ini di Indonesia.

    
Forum Pertemuan 10- Landasan
Sosiologis, Ideologi dan Politik dalam
Pendidikan
Pada pelaksanaan pendidikan di sekolah harus terjadi interaksi  yang harmonis antara
guru dan siswa. Pada kenyataannya masih banyak guru melakukan interaksi
menggunakan kekerasan dari lemparan penghapus sampai dengan pemukulan yang
cukup berbahaya bagi anak.  Coba anda diskusikan interaksi ideal yang harus dibangun
guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai, agar
karakter dan kepribadian anak terbentuk optimal dan hasil belajar yang dicapai sesuai
harapan.

                                                                
PERTEMUAN 11  
  Landasan Teologis, Iptek, Keadilan dan Kesetaraan dalam Pendidikan
( Arti Lds Teo,Karakter,Pend Karakter,Perlunya,Manfaat)> Kel.7 (IPS)

Pembahasan kali ini memiliki beberapa pembahasan sebagai berikut:


SUB POKOK BAHASAN   :

1.             Landasan Teologi : Pendidikan Karakter dan Moral

2.             Landasan Iptek    :  Soft and hard technology; Distance learning

3.             Landasan Keadilan dan kesetaraan ( Pendidikan inklusif;  Pendidikan


Alternatif; Education for all dan life long education)

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu :

Mahasiswa mampu menganalisis landasan, azas dan prinsip-  prinsip pendidikan

Indikator

1.  Mahasiswa mampu menghasilkan kajian ilmiah tentang penerapan landasan dan   asas pendidikan dala
penyelenggaraan pendidikan

2. Mahasiswa memiliki karakter kuat dalam mengaplikasikan landasan dan azas pendidikan dalam melaksanaka
pendidikan

1. Landasan Teologis/ Religius

A.     Pengertian Teologi
Istilah Teologi berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua  kata, yaitu theos yang
artinya Allahatau Tuhandan logia yang artinya kata-kata, ucapan atau wacana. Jadi,
teologi adalah wacanayang berdasarkan nalar
mengenai agama, spiritualitasdan Tuhan. Atau dengan kata lain, teologi adalah ilmu
yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama

Landasan Religius Pendidikan

Pembangunan ilmu ilmu yang menguatkan keberagamaan, keyakinan, atau keimanan peserta
didik sehingga target pendidikan untuk membangun manusia yang beriman dan bertakwa dan
juga berkepribadian luhur bisa dicapai secara optimal.

Dalam konteks religius, pendidikan adalah hal yang benar-benar bergantung pada keimanan dan
kepercayaan peserta didik masing-masing. Pendidikan adalah hal yang harus berdasarkan
keinginan peserta didiknya sendiri, bukan paksaan atau motivasi dari orang atau bahkan instansi
dan instansi lain.
B.     Pengertian Karakter dan Moral
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani
(Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave”. Kata “to engrave” bisa
diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan.  Dalam Kamus
Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat- sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yanglain.

Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat,


atau berwatak. Dengan makna seperti itu berarti karakter identik dengan kepribadian
atau akhlak. Seiring dengan pengertian ini, ada sekelompok orang yang berpendapat
bahwa baik buruknya karakter manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jiwa
bawaannya baik, maka manusia itu akan berkarakter baik, dan sebaliknya jika
bawaannya jelek, maka manusia itu akan berkarakter jelek. Jika pendapat ini benar,
maka pendidikan karakter tidak ada gunanya, karena tidak akan mungkin merubah
karakter orang yang sudah taken for granted. Sementara itu sekelompok orang yang
lain berpendapat berbeda, yakni bahwa karakter bisa dibentuk dan diupayakan,
sehingga pendidikan karakter menjadi sangat bermakna untuk membawa manusia
dapat berkarakter yangbaik.

Moral secara  ekplisit  adalah  hal-hal  yang  berhubungan  dengan 


proses sosialisasiindividu, tanpa moral manusia tidak bisamelakukan

proses sosialisasi. Moral dalam zamansekarang memiliki nilai implisit karena banyak


orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral
itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia  harus  memiliki  moral 
jika  ia  ingin  dihormati  oleh  sesamanya. Moral adalah perbuatan/ tingkah laku/
ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan
seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat
diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai
memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya
danAgama.

Tahap-tahap perkembangan moral menurut John Dewey, yaitu :

1)     Tahap pramoral, ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya


padaaturan

2)     Tahap konvensional, ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan ketaatan


padakekuasaan

3)     Tahap otonom, ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang


didasarkan padaresiprositas
 

C. Pendidikan Karakter dan Moral


1,Pengertian

Pendidikan karakter > segala usaha untuk mempengaruhi karakter siswa.

Lickona > pendidikan karakter > usaha yang disengaja untuk membantu seseorang
sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yanginti.

2.Unsur unsur dalam Pendidikan karakter

Lickona > 3 unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai
kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).

Frye mendefinisikan pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating


schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and
teaching good character through an emphasis on universal values that we all share”.
(pendidikan karakter harus menjadi gerakan nasional yang menjadikan sekolah sebagai
agen untuk membangun karakter siswa melalui pembelajaran dan pemodelan).

Melalui pendidikan karakter, sekolah harus berpretensi untuk membawa peserta didik
memiliki nilai-nilai karakter mulia seperti hormat dan peduli pada orang lain, tanggung
jawab, memiliki integritas, dan disiplin, dan mampu menjauhkan peserta didik dari sikap
dan perilaku yang tercela dan dilarang.

3.Kelemahan Pendidikan Karakter di Indonesia


3,1.Isu pendidikan karakter Guru / dosen juga cenderung mengarahkan umun prinsip-prinsip
moral dalam satu arah, tanpa melibatkan partisipasi siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mengusulkan pengalaman empiris.

3.2.Pembentukan berorientasi karakter individu tidak dapat dikatakan tercapai karena proses
pendidikan di Indonesia tak henti-hentinya prestasi menilai individu dengan tolok ukur tertentu
terutama logis-matematis sebagai ukuran utama yang menempatkan seseorang sebagai -class
pertama warga.

4.Tujuan Pendidikan Karakter dan Moral


Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan
tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka
panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual
individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada gilirannya semakin
mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-
menerus.

Pendidikan karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil


pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan

karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai
dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta
didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya,
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Tujuan mulia pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada prestasi anak
didik. Menurut Suyanto, ada beberapa penelitian yang menjelaskan dampak pendidikan
karakter terhadap keberhasilanakademik.

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,


kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya
dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

5.Pentingnya Pendidikan Karakter dan Moral


Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Ada
sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu  
adalah   lumpuh”.   Sama   juga    artinya    bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan
karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan
asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat    tetap    akan   
berjalan    dengan    lambat.     Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan
kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan
oranglain.

Empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang  pencetus
pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:

1)     Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai


normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada
normatersebut.
2)     Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan
begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah
terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasibaru.

3)     Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar
sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu
mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihakluar.

4)     Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam
mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan
atas komitmen yangdipilih.

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan


menjadi dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak
mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling
membantu dan mengormati, dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan
pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki
karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.

1. Proses Pembentukan Karakter Pada Anak

Seringkali orangtua dan guru lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau
kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu
menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita.
Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi
sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri.

Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan
komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi
yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan
tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat
dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak
positif,paling

tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang
berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun
guru.

Thomas Lickona mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang


dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak
adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat tepat.

 
Sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam
mendidik dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak
yang tinggal di daerah miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua
mereka.

Kondisi sosial-ekonomi yang rendah berkaitan dengan berbagai permasalahan, seperti


kemiskinan, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kehidupan bersosial yang
rendah, biasanya berkaitan juga dengan tingkat stres yang tinggi dan lebih jauh lagi
berpengaruh terhadap pola asuhnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-
anak yang tinggal di daerah miskin 11 kali lebih tinggi dalam menerima perilaku negatif
(seperti kekerasan fisik dan mental, dan ditelantarkan) daripada anak-anak dari
keluarga yang berpendapatan lebih tinggi.

Hal ini akan membahayakan, karena mereka belum siap secara mental dan psikologis,
sehingga dapat membuat mereka merasa tidak mampu, rendah diri, dan dapat
membunuh kecintaan mereka untuk belajar. Dengan demikian sebuah program
penanganan masalah ini dibutuhkan untuk mempersiapkan anak dengan berbagai
pengalaman penting dalam pendidikanprasekolah.

Era Global dan Pendidikan Karakter


Bebagai fenomena sosial yang muncul akhir-akhir ini cukup mengkhawatirkan. Fenomena
kekerasan dalam menyelesaikan masalah menjadi hal yang umum. Pemaksaan kebijakan terjadi
hampir pada setiap level institusi.

Permasalahan umum dalam karakter

Tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM, perilaku amoral dan runtuhnya budi pekerti luhur, 
tidak disiplin, anarkhisme dan ketidaksabaran, korupsi, ketidakjujuran dan budaya nerabas,
rentannya kemandirian dan jati diri bangsa, terus menghiasai kehidupan bangsa kita.

Dari situasi tersebut bahwa pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar
argumen; adanya kebutuhan nyata dan mendesak; proses tranmisi nilai sebagai proses peradaban;
peranan sekolah sebagai pendidik moral yang vital pada saat melemahnya pendidikan nilai dalam
masyarakat; tetap adanya kode etik dalam masyarakat yang sarat konflik nilai;
kebutuhan demokrasi akan pendidikan moral; kenyataan yang sesungguhnya bahwa tidak ada
pendidikan yang bebas nilai; persoalan moral sebagai salah satu persoalan dalam kehidupan, dan
adanya landasan yang kuat  dan dukungan luas terhadap pendidikan moral di sekolah.

Proses demokasi yang semakin meluas dan tantangan globalisasi yang semakin kuat dan
beragam disatu pihak dan dunia persekolahan dan pendidikan tinggi yang lebih mementingkan
penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan pendidikan nilai/moral saat ini, merupakan
alasan yang kuat bagi Indonesia untuk membangkitkan komitmen dan melakukan gerakan
nasional pendidikan karakter.

Lebih jauh dari itu adalah Indonesia dengan masyarakatnya yang ber-Bhinneka tunggal ika dan
dengan falsafah negaranya Pancasila yang sarat dengan nilai dan moral, merupakan alasan
filosofik-ideologis, dan sosial-kultural tentang pentingnya pendidikan karakter untuk dibangun
dan dilaksanakan secara nasional dan berkelanjutan.

6,Manfaat Pendidikan Berbasis Karakter di Era Globalisasi


Dari beberapa uraian diatas, manfaat pendidikan karakter di era globalisasi sangat
banyak dan besar bagi kehidupan bangsa dan negara karena perannya yang sangat
fital dalam pembentukan karakter warga negara berdasarkan nilai-nilai etika dan
budaya bangsa. Berikut ini adalah berbagai manfaat dari pendidikan karakter.

1. Pendidikan karakter menjadikan individu yang maju, mandiri, dan kokoh dalam
menggenggam prinsip.
2. Pendidikan karakter akan menjadi benteng dalam memerangi berbagai perilaku
berbahaya dan gelap.
3. Pendidikan karakter sebagai Promoting Prosocial Attitudes/Values.
4. Pendidikan karakter sebagai Encouraging Intellectual/Academic Values.
5. Pendidikan karakter sebagai Mempromosikan Pengembangan Pribadi Holistik. Meliputi,
Karir kejuruan perencanaan / dan komitmen, pengembangan kepemimpinan,
pertumbuhan rohani mentoring dan peran pemodelan, adventure questing dan
pembangunan iman.
6. Pendidikan karakter sebagai Encouraging Civic Responsibility Mendorong Tanggung
Jawab Civic. Meliputi, layanan & kesukarelaan, politik tindakan, keberlanjutan dan civic
keterlibatan.
(Nilai”, Metodologi,Prinispm Visi,Pilar,Fungsi,Media Pend Karakter)> Kel 8(IPS)

7.Nilai – Nilai Pendidikan Karakter

Ada 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values)
yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun. Dalam rangka
lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang
bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional,yaitu:

1)     Jujur

2)     Toleransi

3)     Disiplin

4)     Kerjakeras

5)     Kreatif

6)     Mandiri

7)     Demokratis

8)     Rasa InginTahu

9)     Semangat Kebangsaan 

10)    Cinta TanahAi

11)    Menghargai Prestasi 

12)   Bersahabat/Komunikatif 

13)   Cinta Damai

14)   Gemar Membaca 

15)   Peduli Lingkungan 

16)   Peduli Sosial 

17)   Tanggung Jawab 


18)    Religius

8.Metodologi Pendidikan Karakter


Metodologi pendidikan karakter adalah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan integral dalam
pendidikan karakter, dalam melaksanakannya perlu dipertimbangkan berbagai macam metode
yang mencapai idealisme dan tujuan pendidikan karakter. Metode ini bisa menjadi unsur-unsur
yang sangat penting dalam sebuah pendidikan karakter disekolah.

8.1Mengajarkan
Memberikan sesuatu hal yang baru agar orang mendapat sesuatu hal tersebut mengetahui dan
mengadakan suatu perubahan terhadap dirinya sendiri. Mengajarkan nilai-nilai karakter
diperlukan gagasan yang konsetual yang menjadi pemandu dalam pengembangan karakter
individu.

8.2.Keteladanan
Mencontoh kan sesuatu kepada orang lain sehingga orang lain tersebut dapat meniru prilaku
tersebut sehingga mengakibatkan terjadi perubahan pada orang yang melihat. Keteladanan
adalah mencontohkan hal baik yang dimilikinya walapun dimanapun.

8.3.Menentukan Prioritas
Adalah menentukan seberapa penting nilai-nilai karakter yang ditekan untuk dikembang pada
suatu individu, lingkungan, masyarakat. Perlu ketegasan dalam merumuskan prioritas nilai
pendidikan karakter.

8.4.Praksis Prioritas
Adalah memprioritaskan tindakan nyata dilapangan. Yang menjadi suatu tuntutan pendidikan
karakter yang perlu adanya verifikasi untuk dapat merealisasikannya.

8.5/Refleksi
Ditunjukan secara nyata dalam kehidupan sehingga manusia dapat mampu mengatasi dirinya dan
meningkatkan kualitas hidupnya. Perlu adanya pendalaman setelah mendapat pedidikan
karakter .

9.Prinsip Prinsip Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter diseklah memerlukan  prinsip-prinsip dasar yang mudah dipahami dan dapat
dipahami siswa dan oleh setiap individu yang bekerja dalam lingkungan pendidikan itu sendiri.
Ada beberapa prinsip yang bisa digunakan Bagi promosi pendidikan karakter disekolah.

1. Karakter ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau
kamu yakini
2. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu
3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara
yang baik, bahkan seandaina pun kamu harus membayar dengan mahal, sebab
mengendung resiko

4. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan
bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih dari mereka
5. Apa yang kamu lakukan itu memiliki makna dan transformasi. Seorang individu bisa
mengubah dunia
6. Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah bahwa kamu menjadi  peribadi
yang lebih baik. Dan ini  akan membuat  dunia menjadi  tempat yang lebih baik untuk
dihuni

10.Visi dan Misi PendidikanKarakter


Visi: Menanamkan pentingnya pembentukan karakter
Misi:
1)     Menerangkan pengertian pendidikankarakter

2)     Menjelaskan pentingnya pendidikan yangberkarakter

3)     Menjelaskan manfaat pendidikanberkarakter

 11.Pilar-Pilar PendidikanKarakter

Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat
menyetujui nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius,  atau bias budaya.
Beberapa hal di bawah ini yang dapat kita jelaskan untuk membantu siswa memahami
Enam Pilar Pendidikan Berkarakter, yaitu sebagaiberikut:

1.     Trust worthiness(Kepercayaan)

Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal melakukan apa yang anda
katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar,
bangun reputasi yang baik, patuh, berdiri dengan keluarga, teman dan negara.

2.      Respect(Respek)

Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang
buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau
menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.

4.      Responsibility(Tanggungjawab)

Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum
bertindak, mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab  atas pilihananda.

5.      Fairness(Keadilan)

Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka,


mendengarkan orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan
menyalahkan orang lain sembarangan.

6.      Caring(Peduli)

Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa
syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
7.      Citizenship(Kewarganegaraan)

Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri
dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan,
menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.

12.Fungsi dan Media/Penyaluran Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter berfungsi untuk:

·         Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan


berperilakubaik

·         Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yangmultikultur

·         Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulandunia

·         Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga,


satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan
mediamassa

 Penyaluran Pendidikan Karakter


1.      Penyaluran Pendidikan Karakter di LingkunganSekolah

Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari
semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak
menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya
di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya. Dukungan saran dan
prasarana sekolah, hubungan antar murid, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan
guru juga turut menyumbang bagi keberhasilan pendidikan karakter ini, disamping
kemampuan diri sendiri (melalui motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya) yang
mampu menyampaikan konsep karakter pada anak didiknya dengan baik.

Kemendiknas     menyebutkan     beberapa     prinsip     pengembangan pendidikan


karakter dan budaya bangsa di sekolah,yaitu:

1)     Keberlanjutan : yaitu bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter dan budaya


bangsa dimualai dari awal peserta didik masuk hingga selesai dari satuanpendidikan.

2)     Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah.


3)     Nilai-nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan: yaitu bahwa nilai-nilai karakter bukan
merupakan pokok bahasan yang harus diajarkan, sebaliknya mata pelajaran dijadikan
sebagai bahan atau media mengembangkan nilai-nilaikarakter.

4)     Proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik secara aktif


danmenyenangkan.

Dengan demikian pengembangan pendidikan karakter dapat melalui mata pelajaran


(terintegrasi), kegiatan pengembangan diri dan budaya sekolah.

Selain itu dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi
yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau
menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi
peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang  guru sangat membekas dalam diri siswa,
sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan
demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang
berkarakter, berbudaya, danbermoral.

Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru
untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan
karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut :

1)     Optimalisasi peran guru dalam prosespembelajaran.

2)     Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam matapelajaran.

3)     Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih


mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi
pekerti dan akhlak mulia yangkontekstual

4)     Penciptaan      lingkungan     sekolah     yang     kondusif     untuk    tumbuh     dan


berkembangnya karakter pesertadidik.

5)     Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam
pengembangan pendidikan karakter.

6)     Menjadi figur teladan bagi pesertadidik.

2.      Penyaluran Pendidikan Karakter di SekolahDasar

Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena
pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan
nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur.
Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran
(kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar,
kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di
rumah dan di masyarakat. Adapun penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah
sebagaiberikut.

3.      Kegiatanpembelajaran
Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan
menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang tepat adalah strategi yang
menggunakan pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah
bahwa strategi tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan
materi yang dipelajari dengan dunia nyata.Dengan dapat mengajak menghubungkan
materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain:

a)     pembelajaran berbasismasalah

b)     pembelajaran kooperatif

c)      pembelajaran berbasisproyek

d)     pembelajaran pelayanan

e)     pembelajaran berbasiskerja

4.      Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat KegiatanBelajar

Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan,
pengkondisian.Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.

5.      KegiatanRutin

Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat. Kegiatan
rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan
konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain
kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan
badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum
pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga
pendidik, dan teman.
6.      KegiatanSpontan

Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental.Kegiatan ini dilakukan secara
spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu.Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan
sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk
masyarakat ketika terjadibencana.

7.      Keteladanan

Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”.Sikap menjadi contoh merupakan


perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh
melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi siswa
lain (Puskur, 2011: 8).Contoh kegiatan ini misalnya guru menjadi contoh pribadi yang
bersih, rapi, ramah, dansupel.

8.      Pengkondisian

Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun
nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan
karakter.Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet yang
bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak
yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas (Puskur, 2011: 8).Sedangkan
pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak
menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.

9.      Kegiatan Ko-Kurikuler dan atau KegiatanEkstrakurikuler

Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan


pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga
mengintegrasikannya dalam pembelajaran.

10.  Penyaluran Pendidikan Karakter di PergruanTinggi

Pendidikan karakter di lingkup satuan pendidikan perguruan tinggi dilaksanakan melalui


tridharma perguruan tinggi, budaya organisasi, kegiatan kemahasiswaan, dan kegiatan
keseharian (Tim Pendidikan Karakter Ditjen Dikti, 2010). Penjelasan dari setiap aspek
pendidikan sebagai berikut:

·         Tridharma Perguruan Tinggi: Pengintegrasian nilai-nilai utama ke dalam kegiatan


pendidikan, penelitian serta publikasi ilmiah, dan pengabdian kepadamasyarakat;

·         Budaya organisasi: pembiasaan dalam kepemimpinan dan pengelolaan


perguruantinggi;
·         Kegiatan kemahassiwaan: pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam
kegiatan kemahasiswaan, antara lain: Pramuka, Olahraga, Karya Tulis, Seni;

·         Kegiatan keseharian: Penerapan pembiasaan dalam kehidupan sehari- hari di


lingkungan kampus, asrama/pondokan/keluarga, danmasyarakat.

Langkah-langkah pengembangan budaya Perguruan Tinggi (Naskah Akademik


Peraturan Universitas Negeri Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pengembangan
Kultur Universitas) adalah sebagai berikut:

1)     Menganalisis budaya yang telah ada untuk menentukan kesenjangannya dengan


budaya yangdiinginkan

2)     Merumuskan target mutu yang akandicapai

3)     Menganalisis kepemimpinanan di setiap unitkerja

4)     Mengidentifikasi faktor pendukung danpenghambat

5)     Menerapkan strategi mewujudkan budaya, termasuk membangun kesinergisan


internal dan kemitraan eksternal, pengembangan kapasistas, pemberdayaan system
informasi,dsb

6)     Melakukan evaluasi secara terus menerus dengan tolok ukur yang jelas dan
memanfaatkannya untuk merancang tulang program pengembangan budaya
PerguruanTinggi.

( sumber: cecep kustandi, mei 12, 2012 )

PENDIDIKAN INKLUSIF
…………………………………………
…………………………………………
………………………..
Pertemuan 13-Landasan Ekonomi dan Landasan
Hukum dalam Pendidikan > Kel 9(IPS)

Pembahasan kali ini memiliki beberapa pembahasan sebagai berikut:


SUB POKOK BAHASAN  : 

1.  Landasan Ekonomi dalam Pendidikan

2. Landasan Hukum dalam Pendidikan

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu:

Mahasiswa mampu menganalisis landasan, azas dan prinsip-prinsip pendidikan

INDIKATOR         :

1.  Mahasiswa mampu menghasilkan kajian ilmiah tentang penerapan landasan dan  
asas pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan

2. Mahasiswa memiliki karakter kuat dalam mengaplikasikanlandasan dan azas


pendidikan dalam melaksanakan pendidikan

1. Landasan Ekonomi dalam Pendidikan


ASAS PENDIDIKAN, EKONOMI, PENDIDKAN DALAM EKONOMI, DAN PERAN
EKONOMI DALAM PENDIDIKAN

Kemajuan Ilmu dan teknologi, terutama teknologi informasi menyebabkan arus


komunikasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak lagsung pada bidang
Norma kehidupan dan ekonomi, seperti tersingkirnya tenaga kerja yang kurang
berpendidikan dan kurang trampil, terkikisnya budaya lokal karena cepatnya arus
informasi dan budaya global, serta menurunnya norma-norma masyarakat kita yang
bersifat pluralistik sehingga rawan terhadap timbulnya gejolak sosial dan disintegrasi
bangsa. Adanya pasar bebas, kemampuan bersaing, penguasaan pengetahuan dan
teknologi, menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu bangsa. Ukuran
kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik atau sumber daya alam ke
modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kepercayaan (sulipan,2008).

Hal ini membutuhkan pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (Life Skill ), yaitu
yang memberikan keterampilan, kemahiran, dan keahlian dengan kompetensi tinggi
pada peserta didik sehingga selalu mampu bertahan dalam suasana yang selalu
berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam kehidupannya. Kecakapan ini sebenarnya
telah diperoleh siswa sejak dini mulai pendidikan formal di sekolah maupun yang
bersifat informal, yang akan membuatnya menjadi masyrakat berpengetahuan yang
belajar sepanjang hayat (Life Long Learning) (Yulio Yandi,2009).

A.Pengertian Asas Pendidikan


Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan
berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus di
Indonesia, terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang dan
melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut antara lain:

1.                            Asas Tut wuriHandayani


Asas tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Diknas pada awalnya merupakan
salah satu dari asas 1922 yakni : tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman
Siswa (didirikan 3 Juli 1922). Asas atau semboyan ini dikumandangkan oleh Ki Hadjar
Dewantara. dan mendapat dukungan dari positif dari menambahkan dua semboyan
yaitu : Ing Ngarso Sung Tuladha dan Ing Madya Mangun Karsa. Ketiga semboyan itu
telah menyatu menjadi satu kesatuanasas.

Asas tut wuri handayani merupakan inti dari asas 1922 yang menegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak mengatur dirinya dengan mengingat tertibnya persatuan dalam
peri kehidupan umum (Karya Ki Hajar Dewantara, 1962:59).

2.                            Asas Belajar sepanjang hayat


Istilah belajar sepanjang hayat erat kaitannya dengan istilah “pendidikan seumur
hidup” (Gordon, 1975: Ch. I).

Ada 2 misi yang diemban dalam proses belajar mengajar berdasarkan latar pendidikan
seumur hidup yaitu : membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif dan
serentak dengan itu, meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai
basis belajar sepanjang hayat (Soedomo,2007).

3.                            Azas Kemandirian dalam Belajar


Asas ini tidak dapat dipisahkan dari 2 asas tut wuri handayani dan belajar sepanjang
hayat. Implikasi dari asas ini adalah pendidik harus menjalankan peran komunikator,
fasiltator, organisator, dsb. Pendidik diharapkan dapat menyediakan dan mengatur
berbagai sumber belajar sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik
berinteraksi dengan sumber belajar tersebut ( M.J. Langeveld ,1995).

B.         Penerapan asas-asas Pendidikan (di sekolah dan di luar sekolah)

1.          Keadaan yang ditemui

Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa
keadaan yang ditemui sekarang, yakni :
1)               Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan
keterampilan yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta
didik bertanggung jawab atas pendidikannyasendiri

2)            Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang


diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang
tertentu yangdiinginkannya

3)          Peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk
memasuki program pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan gaya dan irama
belajarnya

4)           Peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh
kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat yang
disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yangmandiri

5)            Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh


pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki
kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari
potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal (JurnalPendidikan,1989).

Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan
yang ditemui sekarang, yaitu :

1)          Usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami


peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun ke tahun
yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non formal, dan informal;
berbagai jenis pendidikan; dan berbagai jenjang pendidikan dari TK sampai
perguruantinggi

2)        Usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga


kependidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang agar mereka dapat melaksanakan
tugsnya secara proporsional. Dan pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas
hasil pendidikan di seluruh tanah air. Pembinaan guru dan tenaga guru dilaksanakan
baik didalam negeri maupun diluar negeri
3)      Usaha pembaharuan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi pendidikan
agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas melaluipendidikan

4)     Usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang semakin


meningkat: ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, bengkel kerja, sarana
pelatihan dan ketrampilan, sarana pendidikanjasmani

5)      Pengadaan buku ajar yang diperuntukan bagi berbagai program pendidikan


masyarakat yang bertujuanuntuk:
a)         Meningkatkan sumber penghasilan keluarga secara layak dan hidup
bermasyarakat secara berbudaya melalui berbagai cara belajar

b)       Menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusia seutuhnya

6)    Usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi muda: kepemimpinan


dan ketrampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, sikap patriotisme dan idealisme,
kesadaran berbangsa dan bernegara, kepribadian dan budi luhur

7)         Usaha pengadaan berbagai program pembinaan keolahragaan dengan


memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota masyarakat untuk
melakukan berbagai macam kegiatanolahraga untuk meningkatkan kesehatan dan
kebugaran serta prestasi di bidang olahraga

8)        Usaha pengadaan berbagai program peningkatan peran wanita dengan


memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan keluarga sehat,
sejahtera dan bahagia; peningkatan ilmu pngetahuan dan teknologi, ketrampilan serta
ketahanan mental.

2.                   Permasalahan yangdihadapi
a.         Masalah Peningkatan Mutu Pendidikan

Pemerintah mengusahakan berbagai cara dalam upaya peningkatan mutu pendidikan,


antara lain: (1) Pembinaan guru dan tenaga pendidikan di semua jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan, (2) Pengembangan sarana
dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, (3) Pengembangan
kurikulum dan isi pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta
pengembangan nilai-nilai budaya bangsa,

(4) Pengembangan buku ajar sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perkembangan budaya bangsa (drs RMP Sosrokartono, 1992).

b.         Masalah Peningkatan Relevansi Pendidikan

Pemerintah telah dan sedang mengusahakan peningkatan relevansi penyelenggaraan


pendidikan yang efektif dan efisien (1) meningkatkan kemudahan dalam komunikasi
informasi antara pusat–daerah, daerah–daerah, agar arus komunikasi informasi
pembaharuan pendidikan berjalan lancar, (2) desiminasi– inovasi pendidikan:
kelembagaan‟sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara terpadu, dan (3) peningkatan
kegiatan penelitian untuk memberi masukan dalam upaya meningkatkan relevansi
pendidikan (Depdikbud, 1983).

c.         Masalah pendekatan komunikasi oleh guru

Sekarang masih terdapat kecendrungan bahwa peserta didik terikat oleh penggunaan
komunikasi satu arah dalam kegiatan pembelajaran dengan mengandalkan metode
ceramah. Dalam komunikasi demikian, pendididk menempatkan dirinya dalam
kedudukan yang lebih tinggi dari peserta didik. Tidak jarang, peserta didik dijadikan
objek komunikasi oleh seorang guru. Dengan rendahnya umpan balik dari peserta didik,
dan cenderung hanya menghasilkan perubahan pengetahuan memberikan implikasi
yang negatif terhadap out put pendidikan, yakni membuat peserta didik tidak terdorong
untuk belajar mandiri, mereka lebih bergantung kepada informasi yang diberikan
pendidik (Rogers dan Schoemaker, 1981).

d.       Masalah peranan pendidik

Metode pembelejaran yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik, yakni metode
ceramah dimana pendidik melakukan komunikasi satu arah, pendidik sering
menempatkan dirinya sebagai orang yang paling dominan. Tidak jarang, pendidik,
dosen atau guru menempatkan dirinya sebagai orang yang paling dan serba tahu
dalam segala hal pada waktu kegiatan belajar berlangsung. Tugas seorang pendidik
sebenarnya mendorong peserta didik untuk mencari informasi sendiri  yang dikatakan
sebagai upaya belajar mandiri (Ernest E. Bayles,1974).

e.         Masalah tujuan belajar

Learning to know dan learning to do belum cukup untuk dijadikan tujuan belajar. Oleh
karena kemajuan teknologi terutama kemajuan transpotasi dan komunikasi membuat
dunia semakin sempit, sehingga intensitas interaksi manusia semakin tinggi tanpa
dibatasi oleh perbedaan suku, agama, ras, dan asal-usul. Oleh karena itu, tujuan
belajar diperluas dengan learning to life together dan learnign to be ( M.J.
Langeveld,1995).

3.              Pengembangan penerapan asas-asaspendidikan


Sehubungan dengan permasalah yang dihadapi dalam penerapan asas-asas
pendidikan, maka perlu diadakannya upaya pengembangan penerapan asas-asas
pendidikan dengan tujuan untuk membantu mengatasi permasalahan yang telah
dijelaskan sebelumnya.

a.                Meningkatkan mutu pendidikan

Dalam menghadapi masalah peningkatan sumber daya manusia sesuai perkembangan


ilmu pengetahuan dan teknologi pemerintah telah dan sedang mengupayakan
peningkatan: mutu guru dan tenaga kependidikan, mutu sarana dan prasarana
pendidikan, mutu kurikulum dan isi kurikulum sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perkembangan nilai-nilai budaya bangsa (rustamalis,2015).

b.              Meningkatkan relevansi pendidikan

Dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan, pemerintah melakukan berbagai


upaya (1) usaha menemukan cara baru dan pemanfaatan teknologi pendidikan untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam, (2) usaha pemanfaatan hasil
penelitian pendidikan bagi peningkatan kualitas kegiatan pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, dan (3) usaha pengadaan ruang belajar, ruang khusus
(bengkel kerja, konseling, pertemuan, dan sebagainya) yang menunjang kegiatan
pembelajaran.

c.                Mengembangkan komunikasi dua arah

Dalam meningkatkan umpan balik dari siswa, seorang guru harus mengembangkan
komunikasi dua arah. Siswa tidak hanya mendengarkan namun juga memberikan
respon dalam setiap permasalahan yang diberikan seorang pendidik. Dengan demikian,
peserta didik akan terdorong untuk belajar mandiri, tidak tergantung kepada pendidik
saja.

d.                      Menggeser peranan pendidik menjadi fasilitator, informator, motivator,


dan organisator.

Fasilitator sebagai penyedia layanan misalnya memberikan kasus yang harus


dipecahkan atau didiskusikan. Informator sebagai pemberi informasi terkini yang
berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Motivator sebagai pemberi motivasi kepada
peserta didik. Organisator yang membimbing peserta didik menyelesaikan tahap- tahap
pembelajaran yang telah ada.

Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan juga diartikan sebagai sesuatu
kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa
manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri sendiri. Seperti diketahui, manusia
yang dilahirkan hamper tanpa daya dan sangat tergantung pada orang lain (orang
tuanya, utamanya ibu) namun memiliki potensi yang hampir tanpa batas untuk
dikembangkan.

Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat sejumlah asas yang member arah
dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut bersumber
baik dari kecenderungan umum pendidikan di dunia maupun yang bersumber dari
pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah upaya pendidikan di Indonesia. Di antara
berbagai asas tersebut, tiga buah asas akan dikaji lebih lanjut dalam makalah ini.
Ketiga asas itu adalah asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hayat, dan asas
kemandirian dalam belajar. Ketiga asas itu dipandang sangat relevan dengan upaya
pendidikan, baik masa kini maupun masa depan. Oleh karena itu, setiap tenaga
kependidikan harus memahami dengan tepat ketiga asas tersebut agar dapat
menerapkannya dengan semestinya dalam penyelenggaraan pendidikan sehari-hari.

ASAS-ASAS POKOK PENDIDIKAN


Asas Tut Wuri Handayani

Asas Tut Wuri Handayani merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh  Ki
Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut Wur
iHandayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki  mengikuti dari
belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak
mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya.
Asas ataupun semboyan tut wuri handayani yang dikumandangkan oleh Ki Hadjar
Dewantara itu mendapat tanggapan positif dari Drs.  R.M.P  Sostrokartono (filsuf dan
ahli bahasa) dengan menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya, yakni Ing
Ngarso Sung Tulodho dan Ing Madya Mangun Karsa (Wawasan Kependidikan Guru
dalam Tirtarahardja,2005:118).
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yakni:

·        Ing ngarsa sung tuladha (jika didepan memberi contoh),

·        Ing madya mangun karsa (jika ditengah-tengah, membangkitkan kehendak,


hasrat atau motivasi),dan

·        Tut wuri handayani (jika dibelakang, mengikuti dengan awas).

Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha
sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan
(hukuman) pendidik. Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar
Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya
sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya
hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut
bersifat mendidik. Menurut asas tut wuri handayani (1) pendidikan dilaksanakan tidak
menggunakan syarat paksaan, (2) pendidikan adalah penggulowenthah yang
mengandung makna: momong, among, ngemong (Karya Ki Hajar Dewantara, hal. 13).
Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar
anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong
mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya.
Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan
memberi bantuan pada saat anak membutuhkan, (3) pendidikan menciptakan tertib dan
damai (orde en vrede), (4) pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan (5)
pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di
atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik (Karya Ki Hajar Dewantara,1962:59).
Azas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan
berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Pandangan
tentang hakekat manusia merupakan tumpuan berpikir utama yang sangat penting
dalam pendidikan. Salah satu dasar pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat dididik
dan dapat mendidik diri sendiri (Brodjonagoro,1966:35).

Azas Belajar Sepanjang Hayat


Pada dasarnya manusia adalah makhluk “menjadi” yakni makhluk yang tidak pernah
sempurna, dia selalu berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi di lingkungan
hidupnya. Asas belajar sepajang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang
dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education) UNESCO Institute
for Education (UIE Hamburg) menetapkan bahwa pendidikan seumur hidup adalah
pendidikan yang harus :

a.                Meliputi seluruh hidup individu.

b.               Mengarah kepada pembentukan, pembaruan, peningkatan, dan


penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat
meningkatkan kondisi hidupnya.

c.                Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap individu.

d.                Mengakui kontriobusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin


terjadi, termasuk yang formal, non-formal dan informal.

Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus


dirancang dan diimplementasi dengan memperhatikan dua dimensi (Hameyer, 1979:
67-81, Sulo Lipu Lasulo, 1990:28-30).

a.                Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah, antara lain pengkajian tentang:

1)              Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan peserta didik.

2)              Kurikulum dan perubahansosial-kebudayaan.

3)              “The forecasting curriculum” yakni perancangan kurikulum berdasarkan


suatu prognosis, baik tentang perilaku peserta didik pada saat menamatkan sekolah.

4)              Keterpaduan bahan ajaran dan pengorganisasian pengetahuan.

5)               Penyiapan untuk memikul tanggung jawab, baik tentang diri sendiri maupun
dalam bidang sosial.

6)              Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik.


7)            Untuk mempertahankan motivasi belajar secara permanen peserta didik harus
dapat melihat kemanfaatan yang akan didapatkannya dengan tetap mengikuti
pendidikan itu.

b.                                   Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yakni keterkaitan


antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.

1)              Kurikulum sekolah merefleksi kehidupan di luar sekolah.

2)              Memperluas kegiatan belajar ke luar sekolah.

3)              Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar mengajar.

Implikasi dari kemampuan ilmu dan teknologi yang amat pesat tersebut ialah seseorang
dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat. Dengan kemauan dan
kemampuan untuk dapat belajar sepanjang hayat, maka konsep belajar tidak lagi
sekedar belajar untuk tahu (learning to know) dan mampu (learning todo) akan tetapi
belajar sepanjang hayat yang menuntut kemauan dan kemampuan seseorang guna
belajar untuk menjadi (learning tobe).

Kemandirian Dalam Belajar


Baik asas tutwuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat
kaitannya dengan asas kemandirian daam belajar. dalam kegiatan belajar-mengajar,
sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar dengan menghindari campur
tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan.

Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran
utama sebagai fasilitator dan motivator disamping peran-peran lain, informator,
organisator dan sebagainya.

a.                Guru sebagai fasilitator diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai


sumber belajar, sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi
dengan sumber-sumber tersebut.

b.      Guru sebagai motivator mengupayakan timbulnya prakarsa untuk memanfaatkan


sumber belajar.

Hal tersebut berarti bahwa pendidik perlu memberikan dan bahkan merangsang peserta
didik untuk memburu informasi selain dari dirinya sendiri.

B.        Penerapan Asas Pendidikan (Disekolah dan Luar Sekolah) 


Dewasai ni dalam hal penerapan asas-asas pendidikan dalam kegiatan pembelajaran,
setidaknya terdapat tiga masalah yang perlu mendapat perhatian yakni masalah cara
berkomunikasi dan peranan guru dalam pembelajaran serta tujuan pembelajaran.

1.              Keadaan yang ditemui

Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan
yang ditemui sekarang.

a)          Usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami


peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun ke tahun
yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non formal dan informal,
berbagai jenis pendidikan dan berbagai jenjang pendidikan dari TK sampai Perguruan
Tinggi.

b)        Usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga


kependidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang agar mereka dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional. Serta dapat meningkatkan kualitas hasil pendidikan
diseluruh tanah air. Pembinaan guru dan tenaga guru dilaksanakan baik didalam negeri
maupun luar negeri.

c)            Usaha pembaruan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi pendidikan


agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas melalui pendidikan.

d)         Usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang semakin


meningkat, ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, sarana pelatihan dan
keterampilan. Sarana pendidikanjasmani.

e)         Pengadaan buku ajar yang diperuntukkan bagi berbagai program pendidikan


masyarakat yang bertujuan:

-                       Meningkatkan sumber penghasilan

-                       Menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusia seutuhnya.

f)        Usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi mudah kepemimpinan


dan keterampilan, kesegaran, jasmani dan daya kreasi kesadaran berbangsa dan
bernegara, kepribadian dan budi luhur.

g)       Usaha mengadakan berbagai program peningkatan peran wanita dengan


memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam mewujudkan keluarga sehat,
peningkatan IPTEK, keterampilan serta ketahanan mental.
Pemerintah telah mengupayakan usaha-usaha untuk menjawab tantangan asas
pendidikan sepanjang hayat dengan cara pengadaan sarana dan prasarana,
kesempatan serta sumber daya manusia yang menunjang.

Dalam penerapan asas tut wuri handayani dapat dikemukakan beberapa keadaan yang
ditemui sekarang yakni :

-              Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan


keterampilan yang diminatinya disemua jenis, jalur dan jenjang pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah.

-                Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang


diminati agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja dibidang
tertentu yang diinginkan.

-                 Peserta didik yang memiliki kemampuan yang luar biasa diberikan


kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan keterampilan sesuai dengan
gaya dan irama belajarnya.

-                    Peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik memperoleh


kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan sesuai dengan cacat yang
disandang agar dapat tumbuh menjadi manusia yang mandiri.

-                      Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk


memperoleh pendidikan dan keterampilan agar dapat berkembang menjadi manusia
yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri.

Permasalahan Yang Dihadapi


a.                Masalah Peningkatan Mutu Pendidikan

Kebijakan peningkatan mutu pendidikan tidak harus dipertimbangkan dengan


kebijaksanaan pemerataan pendidikan. Karena peningkatan kualitas pendidikan harus
diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan.

Pemerintah mengusahakan berbagai cara dalam upaya peningkatan mutu pendidikan


antara lain :

-                Pembinaan guru dan tenaga pendidikan disemua jalur, jenis dan jenjang
pendidikan yang menyelenggarakanpendidikan.

-           Pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu dan


teknologi.

-          Pengembangan kurikulum dan isi pendidikan sesuai dengan perkembangan


nilai- nilai budaya bangsa.
-        Pengembangan buku ajar sesuai dengan tuntutan perkembangan IPTEK serta
perkembangan budayabangsa.

b.              Masalah Peningkatan Relevansi Pendidikan

Kebijaksanaan peningkatan relevansi pendidikan mengacu pada keterkaitannya dengan


ke-bhineka tunggal ika-an masyarakat, letak geografis Indonesia yang luas dan
pembangunan manusia Indonesia yang multidimensional.

Pemerintah      telah      dan      sedang      mengusahakan     peningkatan     relevansi


penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien.

1)              Meningkatkan kemudahan dalam komunikasi informasi antarapusat-daerah.

2)             Inovasi pendidikan, kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan


prasarana, proses belajar mengajar yang dilaksanakan secaraterpadu.

3)             Peningkatan kegiatan penelitian untuk memberi masukkan dalam upaya


peningkatan relevansipendidikan.

Dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan, pemerintah melakukan berbagai


upaya :

1)    Usaha menemukan cara baru dan pemanfaatan teknologi pendidikan untuk


memenuhi kebutuhan pesert didik yang beragam.

2)    Usaha pemanfaatan ruang belajar, ruang khusus yang menunjang kegiatan


pembelajaran.

3.)       Pengembangan Penerapan Asas-Asas Pendidikan

Dalam penerapan asas-asas pendidikan ada 3 masalah yang perlu mendapat perhatian
antara lain sebagai berikut :

a.                Pendekatan Komunikasi oleh Guru

Dewasa ini masih terdapat kecendrungan bahwa pendidik masih terikat oleh
penggunaan komunikasi satu arah dalam kegiatan pembelajaran dalam mengadakan
metode ceramah. Dalam komunikasi yang demikian, pendidik menempatkan dirinya
dalam kedudukan yang lebih tinggi dari peserta didik. Akibatnya rendah kemungkinan
umpan balik dari peserta didik, dan cendrung hanya menghasilkan perubahan
pengetahuan. Komunikasi yang demikian memberi implikasi yang negatif terhadap out-
put pendidikan, yakni membuat peserta didik tidak terdorong untuk belajar
mandiri (Rogers dan Schoemaker, 1981; Depdikbud, 1983).
b.              Peranan Pendidik

Peranan Pendidik amatlah penting untuk mendorong peserta didik guna berupaya
mencari informasi sendiri yang dapat dikatakan sebagai upaya belajar
mandiri (Driyarkara,1980).

PENDIDIKAN DALAM EKONOMI

Pendidikan merupakan suatu proses pemberdayaan untuk mengungkapkan potensi


yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan
sumbangan kepada masayarakat lokal, kepada masayarakat bangsanya, dan kemudian
kepada masayarakat global. Dengan demikian, fungsi pendidikan bukan hanya
menggali potensi-potensi yang ada di dalam diri manusia, tetapi juga bagaimana
manusia ini dapat mengontrol potensi yang telah dikembangkannya itu agar dapat
bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup manusia itu sendiri.

“Pengembangan sumber daya manusia untuk pembangunan menempatkan manusia


sebagai pusat perhatian dalam proses pembangunan sebagai produsen dan
konsumen” (Raharto, 1998). Artinya, dari sisi konsumen manusia ditempatkan sebagai
pemanfaat akhir dari hasil pembangunan, dan dari sisi produsen sebagai
faktor input yang penting dalam proses produksi.

Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau bagian  integral dari
pengembangan SDM sebagai subjek sekaligus objek pembangu- nan. Dengan
demikian, pendidikan harus mampu melahirkan SDM yang berkualitas dan bukan
menjadi beban pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber
kekuatan atau sumber penggerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan
dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan mesti berhubungan secara
timbal balik dengan pembangunan di berbagai bidang kehidupan (politik, ekonomi,
sosial, budaya). Sehingga, pendidikan akan dapat dimaknai sebagai suatu bentuk
investasi SDM untuk menciptakan iklim yang memungkinkan semua penduduk atau
warga negara turut andil dalam pembangunan dan mengembangkan diri mereka agar
menjadi warga negara yang produktif.

Tujuan pembangunan nasional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai,


demokratis, berkeadilan dan berdaya saing maju dan sejahtera dalam wadah negara
kesatuan republik indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan adalah
pemberdayaan sumber daya manusia, baik sebagai sasaran pembangunan maupun
sebagai pelaku pembangunan. Dengan demikian, pembangunan pendidikan
merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan pembangunan nasional.
Berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, maka 
peranan   pendidikan   dalam   pembangunan   dapat   dirumuskan   sebagai berikut:

Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individu yang berpotensi lahir dan
batin, dilaksanakan dengan pemberian pengetahuan,keterampilan,nilai dan sikap.
Pembentukan nilai adalah nilai-nilai budaya bangsa danjuganilai-nilai keagamaan
sesuai dengan agama masing-masing dalam  rangka meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Proses transformasi tersebut  berlangsung
dalam  jalur  pendidikan  baik  itu formal, maupun non-formal.

Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara
cepat manusia dituntut untuk selalu belajar dan adaptasi dengan perkembangan
masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia akan menjadi
”pelajar seumur hidup”. Untuk itu lembaga pendidikan

berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur hidup yang
mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik
yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut Moedjiono dalam buku Dasar-
dasar Kependidikan (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam rangka
menghadapi perubahan-perubahan  yang cepat di dalam masyarakat menghendaki:

(1)kemampuan untuk mendapatkan informasi,

(2)keterampilan kognitif yang  tinggi,

(3) kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan masalah, 

(4) kemampuan menentukan tujuan yang ingin dicapai, 

(5) mengevaluasi hasil belajar sendiri, 

(6) adanya motivasi untuk belajar, dan 

(7) adanya pemahaman diri sendiri.

Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi utama dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Artinya, setiap pengeluaran yang dipergunakan untuk
pendidikan dianggap sebagai pengeluaran yang hasilnya bukan untuk dinikmati
sekarang tetapi pada masa yang akan datang. Sebagai investasi, pembangunan
pendidikan sudah selayaknya mendapatkan porsi anggaran yang signifikan dalam
rangka meningkatkan kualitas SDM penduduk Indonesia sesuai dengan potensi alam
sekitar agar dapat menghasilkan produk dan jasa layanan  yang sangat kompetitif pasar
global.

Dengan demikian, jumlah penduduk yang besar dan tersebar ini dapat dipetakan dan
kemudian dikembangkan melalui strategi dan kebijakan pendidikan yang
memperhatikan aspek-aspek penting di luar pendidikan, baik ekonomi, politik, sosial,
dan budaya bangsa Indonesia sehingga peringkat HDI Indonesia dapat terus meningkat
ke arah yang lebih baik

Kita tidak bisa memungkirinya bahwa sumbangan pendidikan pada pembangunan


sangatlah besar, meskipun hasilnya tidak bisa kita lihat dengan segera. Tapi ada jarak
penantian yang cukup lama antara proses dimulainya usaha dengan hasil yang ingin
dicapai (Shiddiq, 2009).

EKONOMI DALAM PENDIDIKAN


Peranan ekonomi dalam dunia pendidikan cukup menentukan. Pendidikan menjadi
sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di
lingkungan kerja. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila negara yang memiliki
penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat
pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pendidikan sebagai hak asasi individu anak bangsa
telah diakui dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 10 yang menyebutkan bahwa “ Setiap
warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Sedangkan ayat 3 menyatakan bawa
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang- undang. Oleh sebab itu,
seluruh komponen bangsa baik orang tua, masyarakat, maupun pemerintah
bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan (UU RI No. 2
Tahun 2003: 37).

Ekonomi sebagai sumber pembiayaan pendidikan sangat penting karena hal ini akan
mendorong, memicu dan memacu etos bangsa menuju kualitas yang baik. Ekonomi
implikasi yang cukup menentukan keberhasilan pendidikan. Dengan ekonomi yang kuat
maka sarana, prasarana, media, alat belajar dan sebagainya dapat dipenuhi. Proses
belajar mengajar lebih intensif, motivasi dan kegairahan kerja personalia pendidikan
akan  meningkat.

Landasan Hukum dalam Pendidikan


Landasan Hukum Pendidikan merupakan peristiwa multidimensi, bersangkut paut
dengan berbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Kebijakan,
penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan dalam masyarakat perlu disalurkan
oleh titik tumpu hukum yang jelas dan sah. Dengan berlandaskan hukum, kebijakan,
penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan dapat terhindar dari berbagai
benturan kebutuhan. Setidaknya dengan landasan hukun segala hak dan kewajiban
pendidik dapat terpelihara.

 Tugas Pertemuan 12- Landasan Ekonomi


dan Landasan Hukum dalam Pendidikan
Setelah  anda membaca materi landasan Ekonomi dalam Pendidikan dan landasan
Hukum dalam Pendidikan di Indonesia, coba anda analisis sejauh mana landasan
ekonomi dan landasan Hukum  mempengaruhi pelaksanaan pendidikan  saat ini di
Indonesia.

Forum Pertemuan 12- Landasan Ekonomi dan Landasan


Hukum dalam Pendidikan
Coba anda diskusikan  apakah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia merupakan
suatu dampak dari perekonomian kita yang hanya berpihak pada masyarakat golongan
atas yang mampu serta kurang tegasnya pemberlakukan hukum dalam bidang
pendidikan di Indonesia..

Quiz Pertemuan 12- Landasan Ekonomi dan Landasan


Hukum dalam Pendidika
Pertemuan 13- Sejarah Pendidikan Dunia > Kel 10
(Sosiologi)

Sub Pokok Bahasan : Sejarah pendidikan Dunia


Kompetensi Dasar : Mampu menganalisis perjalanan sejarah pendidikan di dunia
Indikator : Mampu menganalisis nilai sejarah pendidikan di dunia dalam kontek
pendidikan kekinian.

1. Sejarah Pendidikan Dunia

 
A.    Sejarah Pendidikan Dunia

Sebelum membicarakan tentang bagaimana sejarah pendidikan dunia dari berbagai zaman,
marilah kita lihat dulu film pada link ini A History of Education Part 1,
Play Video

. Dari video tersebut maka mari kita bahas bagaimana sejarah pendidikan di dunia dari zaman
Realisme sampai dengan zaman Sosialisme.
 

1.      Zaman Realisme

Sejarah pendidikan dunia telah berlangsung lama sekitar 150 tahun sebelum Masehi. Menurut
Pidarta, (2007) dalam Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, (2019), Realisme menghendaki
pemikiran yang praktis. Pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan
di dunia pula. Tokoh pendidikan pada zaman Realisme (abad ke-17) yang pertama
mengembangkan metode induktif adalah Francis Bacon. Prinsip pendidikan yang dirumuskan
oleh Bacon yaitu antara lain:

a.      Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran sebab mengembangkan semua kemampuan


manusia.

b.      Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri.

c.       Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan.

d.      Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak.

e.      Pelajaran harus diberikan satu per satu.

f.        Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi.

g.      Semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar.

Tokoh Realisme yang lain adalah Johann Amos Comenius.

Dikutip dari https://www.google.com/url?....


Tokoh ini terkenal karena bukunya Didactica Magna atau Buku Didaktik yang Besar, Tahun
1632. Ketika Comenius memegang keyakinan bahwa pansophy diperlukan untuk keselamatan
spiritual umat manusia, ia beralasan bahwa seorang pria yang baik (makhluk rasional yang
memahami Tuhan melalui alam), dan pada akhirnya masyarakat yang baik, hanya bisa diciptakan
jika semua orang memperoleh pengetahuan ensiklopedis. Untuk menjamin hal ini akan terjadi,
Comenius melukiskan metode pengajaran universal atau seperangkat postulat pedagogis standar
yang akan memfasilitasi komunikasi pengetahuan yang efektif antara guru dan siswa.
Menggambarkan empat tingkat sekolah yang masing-masing berlangsung enam tahun. Buku
yang lain adalah Janua Linguarum Reserata atau Pintu Terbuka bagi Bahasa, Tahun 1631, Orbis
Pictus atau Gambar Dunia, Tahun 1651.

Comenius adalah salah satu pendidik pertama yang merekomendasikan sistem pengajaran yang
koheren dan standar. Ia menyarankan bahwa universalitas alam menentukan bahwa semua orang
berbagi tahap perkembangan intelektual yang sama. Akibatnya, guru perlu mengidentifikasi
tahap perkembangan siswa mereka dan sesuai dengan tingkat instruksi yang sesuai. Pelajaran
harus dilanjutkan dari yang mudah ke rumit dengan langkah lambat dan disengaja. Lebih lanjut,
Comenius berpendapat bahwa perolehan materi baru dimulai melalui indera - sebuah ide yang
mencerminkan kebangkitan empirisme pada abad ketujuh belas. (Education Encyclopedia,)

2.      Zaman Rasionalisme

Aliran ini mulai muncul disaat masyarakat mampu menumbangkan kekuasaan absolute Raja
Perancis dengan menggunakan kekuatan akan pikirannya. Tokoh pendidikan pada masa ini
adalah John Locke. John Locke lahir pada tahun 1632 di Wrington Inggris dan wafat pada tahun
1704 adalah seorang ahli filsafat dan politik Inggeris.

Pandangan pendidikan John Locke yang terkenal adalah konsep TABULA RASA atau lembaran
kosong, yaitu antara lain:

a.      Anak adalah sebuah penerima pasif yang memperoleh pengetahuan dari pengalaman dan
menyerapnya melalui panca indera berbagai gagasan sederhana dan kemudian digabungkan atau
dihubungkan untuk membentuk suatu pemikiran yang berkaitan.

b.      Mendidik seperti menulis di atas kertas putih dengan kebebasan dan kekuatan akal yang
dimilikinya manusia digunakan untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

c.       Sasaran pendidikan itu sendiri adalah membentuk akan sehat dalam tubuh yang sehat dan
otak yang sehat dalam pikiran. Orang tua dan pembimbing harus menjadi contoh,
memperlihatkan sifat-sifat kepribadiannya yang prima.
d.      Pendidikan harus praktis, berguna, berarti, menyenangkan, anak harus dihormati,
“diperlakukan seperti orang dewasa”, dibiarkan untuk mengeluarkan pendapatnya, belajar dari
pengalaman, dan memperoleh berbagai kemampuan yang akan berguna baginya. 

e.      Pendidikan harus praktis, berguna, berarti, menyenangkan, anak harus dihormati,


“diperlakukan seperti orang dewasa”, dibiarkan untuk mengeluarkan pendapatnya, belajar dari
pengalaman, dan memperoleh berbagai kemampuan yang akan berguna baginya. 

f.        Lebih baik murid-murid itu dibiarkan mencari sendiri apa yang diinginkannya sehingga
berbagai pengalaman dapat dia dapatkan sendiri dan dapat dipahami.

Untuk jelasnya dapat di lihat pada link ini John Locke - a 5-minute summary of his philosophy,
https://www.history.com/topics/british-history/john-locke,

3.      Zaman Naturalisme

Pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau.

Dikutip dari https://www.google.com/search? …

Rousseau mereaksi terhadap prinsip dari John Locke. Aliran Naturalisme menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi guru, sehingga
pendidikan dilaksanakan secara alamiah. Menurutnya dalam “keadaan primitif” (etat naturel)
manusia adalah otonom dan bahagia.

Menurut Mudyaharjo, (2008: 118), dalam Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, (2019),
terdapat tiga asas mengajar, yaitu :

a.      Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak bertumbuh


secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka, sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya.

b.      Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif, yang akan memberikan
pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahuan mereka.

c.       Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas


masing-masing anak, sehingga mereka berkembang menurut alamnya sendiri.

Rousseau menjelaskan tentang metode untuk anak usia dini dengan harapan meminimalkan
hambatan peradaba dan membawa manusia sedekat mungkin ke alam. Metode pendidikan bagi
anak-anak yang dianjurkan Rousseau adalah metode pendidikan negatif, di mana untuk menjadi
manusia berbahagia, anak harus dijauhkan dari kebudayaan. Rousseau menekankan suatu bentuk
pendidikan yang berkelanjutan, yang melalui tahap-tahapnya secara alamiah, di mana setiap
proses dalam tahapan pendidikan perlu disesuaikan secara hati-hati dengan kebutuhan
perkembangan setiap individu.

Untuk jelasnya dapat di lihat pada link ini NATURALISM, https://www.youtube.com/watch?


v=Xu9q5pW5gYM

4.      Zaman Developmentalisme

Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Tokoh-tokoh aliran ini adalah:
Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall.

Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini
sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Friederich Wilhelm August Fröbel salah
satu tokohnya Lahir pada tanggal 21 April tahun 1782, di Oberweißbach, Jerman,
menyampaikan ada beberapa hal terkait aliran pendidikan developmentalisme, yaitu: teori nilai,
pengetahuan, pembelajaran, sosial, alamiah manusia, kesempatan, dan dan transmisi. Tujuan
pendidikan yaitu pencapaian keselarasan melalui kegiatan sendiri. Tujuan pendidikan Frobel
adalah mengembangkan semua potensi pada anak itu agar menjadi aktual dan agar berhasil baik
dibutuhkan kreativitas anak untuk mengembangkan dirinya.

 Tujuan pendidikan Stanly Hall adalah mengembangkan semua kekuatan yang ada sehingga
memperoleh kepribadian yang harmonis. Menurut Stanly kehidupan fisik dan mental berjalan
paralel, tingkat perkembangan mental anak mengikuti tingkat perkembangan jenis manusia.
Menurut Pestalozzi tujuan pendidikan adalah meningkatkan derajat sosial seluruh umat manusia,
untuk itu dikembangkan semua aspek individualnya yaitu otak, tangan dan hati mereka.
Sedangkan menurut Herbart, tujuan pendidikan adalah membentuk watak susila, melalui
pengembangan minat seluas-luasnya. Minat anak dikembangkan lewat pengajaran agar
memperoleh pengetahuan, sehingga anak mau melakukan sesuatu.

Intinya  konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini adalah:

a.      Mengaktualisasikan semua potensi anak yang masih laten membentuk watak susila dan
kepribadian yang harmonis serta meningkatkan derajat social manusia

b.      Pengembangan ini sejalan dengan tingkat- tingkat perkembangan anak yang melalui
observasi dan eksperimen.

c.       Pendidikan adalah pengembangkan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik
(Martune)

d.      Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pendidikan


universal
Untuk jelasnya mari lihat salah satu tokoh nya pada link ini Pestalozzi's philosophy,
https://www.youtube.com/watch?v=WdOc53Z8OUA

5.      Zaman Nasionalisme

Aliran ini muncul pada abad ke 19 dan merupakan upaya dalam membentuk patriot- patriot
bangsa dan mempertahankan kaum imperalis Tokohnya adalah La Chatolais (perancis), Johann
Gottlieb Fichte (Jerman) dan Jefferson (Amerika Serikat).

La Chotalais  (Perancis)

Menurut ilmu pengetahuan awal Fichte, manusia adalah makhluk yang bebas dan mandiri yang
menjadi seseorang bukan melalui kekuatan alam, dengan mengembangkan keterampilan dan
kemampuan bawaannya, atau melalui pengaruh luar, tetapi dengan kekuatannya sendiri. Peran
pendidik dapat ditangkap dari dasar-dasar ilmu pengetahuan. Jadi, untuk dapat menempatkan diri
kita sebagai makhluk bebas, kita membutuhkan makhluk lain yang memanggil kita. Panggilan
untuk melakukan aktivitas mandiri gratis adalah apa yang kita sebut pendidikan. (Tamás
Hankovszky, 2017, halm.1). Sementara itu, La Chatolais pada tahun 1763 menerbitkan "Esai
tentang Pendidikan Nasional" yang luar biasa, di mana ia mengusulkan program studi ilmiah
sebagai pengganti bagi mereka yang diajar oleh jesuits.

Konsep pendidikan yang ingin dikemukakan oleh aliran ini adalah :

a . Menjaga, memperkuat dan dan mempertinggi kedudukan negara

b. Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani dan kejuruan

Materi pelajarannya meliputi  bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan kewarganegaraan,


lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi negara dan pendidikan jasmani. Dampak negative
dari pendidikan ini adalah munculnya chaufiisme di Jerman yaitu kegilaan atau kecintaan
terhadap tanah air yang berlebihan di beberapa negara seperti: Jerman sehingga timbul perang
dunia ke I (Pidarta, 2007, dalam Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, 2019)

Untuk jelasnya dapat dilihat pada link ini tentang salah satu tokoh tersebut , Thomas Jefferson: A
3 Minute History on American Education,
Play Video

6.      Zaman Liberalisme, Positivisme dan Individualisme

Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan


penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith.
Dikutip dari https://www.google.com/search?safe..

Menurutnya siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah
pada individualisme. Adam Smith berpikir bahwa setiap orang harus menerima pendidikan, dan
bahwa dana harus dibentuk untuk memenuhi keadilan dan untuk memberikan insentif produk
yang berkualitas tinggi. (Paul Mueller, 2015). Selanjutnya menurut Mueller (2015), Smith
berpikir tentang pendidikan dasar. Perhatian pertamanya adalah bagaimana mendanai itu:
“Lembaga-lembaga untuk pendidikan pemuda dapat, dengan cara yang sama, memberikan
pendapatan yang cukup untuk membiayai pengeluaran mereka sendiri. Biaya atau kehormatan
yang dibayarkan oleh sarjana kepada master secara alami merupakan pendapatan dari jenis ini.
"Pada tahun 1700-an siswa tidak membayar" sekolah "untuk pendidikan mereka. Sebaliknya,
mereka membayar guru mereka secara langsung — sama seperti yang dilakukan orang untuk les
privat atau pelajaran musik hari ini. Smith memuji pengaturan ini karena adil dan bermanfaat.
(halm.1)

$edangkan positivisme dengan tokohnya August Comte percaya kebenaran yang dapat
diamati/oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin lemah.  Itu sebabnya,
Comte mendefinisikan kemanusiaan, ia menjelaskan bahwa 'semua manusia' tidak dapat berarti
'semua manusia makhluk, tetapi hanya mereka yang mampu, sampai batas tertentu, untuk
mengambil bagian dari esensi kemanusiaan oleh kebajikan dari kontribusi mereka, apa pun
sifatnya, untuk tugas bersama. Manusia tidak bisa direduksi menjadi hewan, tetapi dasar
organiknya memberi mereka temperamen yang tidak bisa dihancurkan, meskipun lebih sering
daripada tidak sempurna. Oleh karena itu seorang individu jauh dari menjadi hasil sederhana dari
lingkungan. (Jacques Muglioni, 1999)

7.      Zaman Sosialisme

Aliran ini muncul pada abad ke 20, sebagai reaksi terhadap dampak aliran liberalisme,
positivisme dan individualsme. Tokoh- tokohnya adalah Paul Natrop, George Kerchensteiner dan
John Dewey. Menurut Pidarta, 2007 dalam Akhmad Sugianto (2013) aliran ini, masyarakat
memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila
tidak berwujud benda. Oleh karena itu, pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial.

Dalam ilmu pendidikan, John Dewey menganjurkan adanya teori dan metode learning by doing 
(belajar sambil melakukan). Selain itu, John Dewey juga dikenal karena konsep pemikirannya
tentang pragmatisme, relativisme, dan active learner. John Dewey menganggap bahwa
pendidikan bisa berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan keberanian dan pembentukan
kemampuan inteligensi siswa. Konsep pendidikan yang John Dewey ini dikenal dengan
pendidikan progresifisme yaitu pendidikan yang dijalankan secara demokratis. Pada tataran
praktisnya, dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, peserta didik harus berperan aktif
dalam proses belajar ataupun dalam menentukan materi pelajaran..

John Dewey, pendidik perintis abad ke-20, membahas pemikiran pendidikannya, dan tulisan-
tulisannya, yang memberi arah baru pada pendidikan pada pergantian abad. Kontribusi Dewey
sangat besar dan luar biasa di bidang pendidikan, politik, humanisme, logika, dan estetika. Teori-
teori Dewey memadukan perhatian pada anak sebagai individu dengan hak dan klaimnya sendiri
dengan pengakuan jurang pemisah antara pengaturan pendidikan yang ketinggalan zaman dan
terdistorsi kelas yang diwarisi dari masa lalu dan persyaratan mendesak dari era baru. Sistem
pendidikan harus dirombak secara menyeluruh, katanya, karena perubahan mendalam dalam
peradaban Amerika. Di bawah kehidupan kolonial, agraris, kota kecil, anak itu mengambil
bagian dalam kegiatan rumah tangga, komunitas, dan produktif yang secara spontan memupuk
kapasitas untuk pengarahan diri sendiri, disiplin, kepemimpinan, dan penilaian independen.
Kualitas-kualitas bermanfaat seperti itu tidak dianjurkan dan terhambat oleh kondisi industri
baru, urbanisasi, yang dikabutkan yang telah menghancurkan keluarga dan melemahkan
pengaruh agama. (W. F. Warde (George Novack), 1960)

Untuk jelasnya kita lihat pada link ini John Dewey Theory on Education,

VIDEO……..
Quiz Pertemuan 13- Sejarah Pendidikan Dunia
Tugas Pertemuan 13- Sejarah Pendidikan Dunia
Setelah anda membaca materi Sejarah pendidikan Dunia coba anda analisis mengapa
calon guru perlu memahami Sejarah pendidikan Dunia dalam melaksanakan tugas
keprofesiannya.

Forum Pertemuan 13- Sejarah Pendidikan Dunia


Udin adalah seorang mahasiswa jurusan pendidikan yang rajin membaca. Ia sangat
disenangi oleh teman-temannya karena sangat pandai. Cita-citanya adalah menjadi
guru yang baik, pintar dan faham tentang sejarah pendidikan dunia dari jaman ke
jaman. Menurutnya dengan menjadi seorang guru yang faham dalam mendidik
berdasarkan ilmu pendidikan yang berkembang di dunia maka peserta didik akan
menjadi orang-orang yang berkualitas. Coba anda analisis secara cermat dengan
memperhatikan pemahaman Udin terhadap sejarah pendidikan dunia dalam
mengemban keprofesiannya sebagai pendidik. Berikan alasan anda
PERTEMUAN 14

Sejarah Pendidikan Indonesia


1. Sejarah Pendidikan Indonesia

1.      Zaman pengaruh Hindu dan Budha (purba)

Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan
Budhisme merupakan dua agama yang berbeda. Di Indonesia keduanya memiliki
kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan
Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Pendidikan di zaman itu pada agama
Hindu dilakukan secara informal. Untuk mencapai moksa, dibedakan yaitu:

a.      Kaum Brahmana : menguasai kitab suci.

b.      Golongan Ksatria : memiliki pengetahuan tentang pemerintahan

c.       Rakyat biasa : agar memiliki keterampilan

Bentuk lembaga pendidikan mereka adalah:

a.      Keluarga

b.      Untuk murid berpendidikan formal adalah Pecatrikan/Padepokan 

c.       Untuk putra dan putri raja adalah Pura   yang berada di sekitar istana

d.      Pertapaan untuk petapa yang memiliki pengetahuan kebatinan tinggi

Pada agama Budha terdiri dari agama Budha Mahayana dan agama Budha Hinayana.
Agama Budha Mahayana dominant di China, Jepang Korea, Tibet, dan Vietnam. Pada
teks Tripitaka yaiut Kitab Suci agama Budha, mereka menggunakan bahasa
Sangsekerta. Agama Budha Hinayana adalah aliran agama Buddha yang menekankan
kemurnian dan keotentikkan ajaran agama Buddha sesuai dengan yang diajarkan
Buddha Siddharta Gautama. Kamboja, dan Laos   Mereka menggunakan bahasa Pali
dalam peribadatan dan teks Tripitaka. Dominasi agama ini di Negara Srilanka, Bhutan,
Myanmar, Thailand, Vietnam. Menurut Dewina (2012). Perbedaan aliran Hinayana dan
Mahayana,yaitu:
a.      Jika aliran Buddhisme Hinayana pada dasarnya memandang manusia sebagai
pribadi, yang persamaan haknya tidak bergantung kepada penyelamatan orang lain,
aliran Mahayana berpendirian sebaliknya. Oleh karena kehidupan itu satu, nasib
seseorang berkaitan dengan nasib manusia seluruhnya. Mereka berpendapat bahwa
hal ini terkandung dalam ajaran pokok Sang Buddha tentang anatta yang seperti telah
kita ketahui berarti bahwa semua makhluk dan semua hal tidak mempunyai
kemandirian.

b.      Aliran Hinayana berpendapat bahwa nasib manusia di alam semesta ini terletak di
tangannya sendiri. Tidak ada dewa-dewa ataupun kekuatan yang melebihi manusia
untuk membantunya mengatasi kesulitan hidup ini. Bagi Aliran Mahayana, adanya
rahmat bagi semua orang merupakan suatu kenyataan. Kedamaian yang ada di dalam
hati semua manusia di sebabkan karena adanya suatu kekuatan tanpa batas, yang
berakar dalam Nirwana, yang tanpa kecuali memperhatikan setiap jiwa dan berada
dalam setiap jiwa itu, dan pada saatnya yang tepat akan menarik setiap jiwa itu ke
tujuan itu.

c.       Dalam Aliran Hinayana, kebajikan utama adalah bodhi, kearifan, yang lebih
mengutamakan perbuatan yang tidak mementingkan diri sendiri dari pada perbuatan
aktif mencari kebenaran. Aliran Mahayana menempatkan istilah lain sebagai pusat
perhatiannya, yaitu karuma, kasih sayang.

d.      Aliran Buddhisme Hinayana berpusat pada rahib. Biara-biara adalah pusat


kehidupan rohani negeri-negeri dimana aliran ini dianut oleh banyak orang yang
mengingatkan semua orang akan adanya kebenaran agung yang pada akhirnya
memberi makna kepada kehidupan ini merupakan pembenaran terakhir bagi dunia.
Sebaliknya, aliran Buddha Mahayana merupakan agama bagi orang awam. Bahkan
para rahibnya diharapkan merupanyai perhatian utama melayani perhatian utama untuk
melayani orang awam. (halm.1)

2.      Zaman pengaruh Islam (Tradisional)

Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar
Nusantara pada abad ke-16. Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan
Islam Tradisional. Apalagi bila meruntut ke belakang mulai dari zaman Nabi diawali
dengan pelaksanaan pendidikan di rumah (informal), kuttab (lembaga pendidikan yang
didirikan dekat masjid, tempat untuk belajar membaca dan menulis Al-Quran ),
kemudian pendidikan di masjid dengan membentuk halaqoh-halaqoh ( lingkaran kecil,
saling berkumpul dan transfer ilmu ), shallon ( sanggar-sanggar seni ; kemudian
berkembang menjadi tepat tukar menukar keilmuan, transfer pengetahuan), dari masjid
berubah menjadi madrasah. (Mastuhu,1995 dalam Moh. Khoiruddin 2018).
Menurut Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, (2019), bentuk pendidikan islam ada 3
yaitu di Langgar, Pesantren dan Madrasah.  Bentuk itulah sebernya awal terbentuknya
pembelajaran klasikal maupun individual di Indonesia.

a.      Langgar : merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang


dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajar berlangsung secara
individual artinya seorang guru mengajar satu anak

b.       Pendidikan pesantren : tempat pengajaran agama islam yang lebih lanjut dan
lebih mendalam ada di pesantren,pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu:
agama, ilmu pengetahuan dan keterampilan

c.       Pendidika Mandrasah: Pada madrasah guru- guru diperkenankan meneriman


balasan jaya atau berupa bentuk gaji. Pendidikan ini lebih menekankan pada
pemberian ilmu pengetahuan umum, disamping ajaran agama islam. Pendidikan
madrasah diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah seperti
sekarang ini. Jenjangnya adalah:

1)      Tingkat TK: Bustanul

2)      Tingkat SD: Ibtidaiyah

3)      Tingkat SMP: Tsanawiyah

4)      Tingkat SMA: Aliyah

Beberapa karekteristik pendidikan Islam tradisionaldikaji dari segi sistem


pendidikannya, Abdul Mun`im Ibrahim (    dalam Moh. Khoiruddin 2018 diantaranya:

a.      Orientasi Pendidikan Adalah Mengemban Misi Suci

b.      Melestarikan ajaran Islam

c.       Penguatan Doktrin Tauhid

d.      Terfokus pada Pendidikan Keilmuan Islam.

e.      Pendidikan Terpusat pada guru

f.        Sistem belajarnya memakai halaqoh, bekumpul, mengelompok setelah itu maju


satu persatu

g.      Metode yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode
ceramah

 
 

3.      Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)

Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai
bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan
perniagaan 9Mudyahardjo, 2008: 242 dalam Dina Oktarina , 2012). Disamping mencari
kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold) bangsa portugis datang ke timur termasuk
Indonesia bermaksud menyebarkan agama yang mereka anut, yakni khatolik (gospel).

Pada akhirnya pedagang portugis menetap dibagian timur Indonesia tempat rempah-
rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan portugis melemah akibat peperangan dengan
raja – raja Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh belanda pada tahun 1605
(Nasution,2008:4 dalam ,Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019).

Dalam setiap operasi perdagangan mereka menyertakan paderi misionaris paderi yang
terkenal di Maluku sebagai salah satu pijakan portugis dalam menjalankan misinya,
adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola
(1491- 1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk  keagungan yang lebih
besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008:243 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini
Meilanie, 2019 ) yang dicapai dengan 3 cara : memberi khotbah, memberi pelajaran
dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam sama
dimana pun dan bebas untuk semua. Xaveriuos memandang sebagai alat yang ampuh
untuk penyebaran agama (Nasution dalam Rohmawati, 2008 dalam Vina Serevina, dan
Sri Martini Meilanie, 2019).

Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama
kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari
rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda
mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische
Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo,
2008: 245 dalam Dina Oktarina 2012).

Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan


Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang
bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC
terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di
Batavia (Jakarta), pusat administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama
Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008:
4-5, dalam Dina Oktarina 2012).

4.      Zaman Kolonial Belanda


Tujuan bangsa Belanda juga sama dengan bangsa spanyol dan portugis. Belanda
mendirikan sekolah- sekolah yang tidak hanya mengajarkan agama saja tetapi juga
mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah- sekolah anyak didirikan di pulau Ambon,
Ternate dan Bacam (Maluku). Bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa
Melayu dan Belanda. Selain itu mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai
VOC. Sekolah ini didirikan di ambon dan di Jakarta (Rizal,2008 dalam Vina Serevina,
dan Sri Martini Meilanie, 2019).

Pada masa Hindia Belanda, terdapat tiga jenjang sekolah, yaitu sekolah rendah,
sekolah menengah, dan sekolah tinggi. Jalur sekolah untuk anak Belanda adalah
Europese Lagere School (ELS) ke Lycea, HBS V dan atau HBS III. Dari sekolah Lycea
dan HBS V dapat melanjutkan ke sekolah tinggi (THS, GHS, atau RHS). Jalur sekolah
bagi anak Belanda ini dapat juga dimasuki oleh anak Bumiputera dan Tionghoa yang
terpilih. Jalur sekolah Bumiputera adalah HIS dengan lama belajar tujuh tahun. Setelah
itu, mereka dapat melanjutkan ke MULO, AMS, atau ke sekolah kejuruan Eropa dan
Kweekschool. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya mereka memilih jalur
HCS (Hollandsche Chineesche School) dengan bahasa pengantar Belanda. Sekolah
untuk Bumiputera rendahan sendiri adalah Sekolah Desa (Volkschool) dan Sekolah
Kelas II (Tweede Inlandsche School). Dari sekolah ini mereka dapat melanjutkan ke
Schakel School (sekolah peralihan) agar dapat melanjutkan ke MULO, AMS, dan
sekolah tinggi. (Museum Pendidikan Nasional, 2016, halm.1)

Ada empat karakter pada zaman ini yaitu : Dualistis-diskriminatif, Gradualis,


Konkordansi dan Pengawasan yang sangat ketat. Belanda juga melaksanakan politik 
pecah belah dan mendeskriminisasikan dalam pendidikan antara bangsa Indonesia
dengan mereka. Hal inilah yang mendorong bangsa Indonesia merintis pendidikan.
Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak
berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya
Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya seperti
Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara
dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan
Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak Indonesa bisa mandiri
dengan jiwa merdeka.

5.      Zaman Kolonial Jepang

Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan jepang teru  berlanjut sampai
cita- cita untuk merdeka tercapai. Pada zaman ini Jepang menghapuskan sistem dualis
pendidikan dan diganti dengan pendidikan yang sama, sehingga dalam pendidikan
diberlakukan bahasa Indonesia.

Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, (2019) menyatakan bahawa Sistem pendidikan
pada masa penjajahan jepang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.      Pendidikan/ sekolah rakyat, lama studi 6 tahun termaksud SR adalah seolah
pertama yang merupakan konversi dari sekolah Dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi pada
masa Belanda

b.      Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama)
dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinngi) juga
dengan lama studi 3 tahun

c.       Sekolah guru, ada macam sekolah guru:

1)      Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo

2)      Sekolah Guru menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko

3)      Sekolah guru tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko

6.      Zaman Kemerdekaan Awal

Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai disini
karena gangguan- gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai
Indonesia yang datang silih berganti sehingga bidang pendidikan saat itu bukanlah
prioritas utama. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah
bagaimana mempertaruhkan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang
amat berat. (Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019)

Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undangundang yang mengatur


pendidikan. System persekolahan yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus
disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang
diharapkan bahkan banyak pendidikan di daerah- daerah tidak dapat dilaksanakan
karena faktor keamanan para palajarannya. Di samping itu banyak pelajar yang ikut
serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah. (Vina
Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019)

7.      Zaman “Orde Lama”

Sistem pendidikan Indonesia terdiri atas : Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah,


dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi
warga negara yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah
harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara.

Pendidikan zaman “orde lama” adalah pendidikan yang diharapkan dapat membangun
bangsa yang mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik yang didalam
maupun yang diluar, pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-
Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia,Demokrasi, Terpimpin,
Kepribadian Indonesia dengan Monopoli yaitu : 1) Membentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Marauke 2) Menyelenggarakan
Masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur lahir- batin, melenyapkan
kolonialisme 3) Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan
penghisaban, kearah perdamaian persahabatan nasional yang sejati dan abadi
(Mudyahardjo, 2008:403 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019 )

8.      Zaman “Orde Baru”

Orde baru dimulai setelah penumpasan G-30SPKI pada tahun 1965 dan ditandai oleh
upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Menurut Orde Baru,
pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di
dalam lingkungan rumahtangga, sekolah dan masyarakat (Mudyahardjo 422, 433 alam
Dina Oktarina 2012). Pendidikan pada masa memungkinkan adanya penghayatan dan
pengamalam Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah
sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan (Mudyahardjo. : 434 dalam Dina
Oktarina 2012).

Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang


diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah
pusat. Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki
beberapa kesenjangan. Buchori dalam Pidarta (2008: 138-39 dalam Dina Oktarina
2012) mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional
(antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang
diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan
kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan
humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4)
kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan
dunia terkini).

9.      Zaman ‘Reformasi’

Orde Baru jatuh pada tahun 1998. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak
bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas. Sementara itu, dalam bidang
pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan
yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisas. 
Kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. sehingga memicu
peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan
desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
Undang- udang yang mengatur tentang system pendidikan di Indonesia yaitu UU RI
No.20 Th. 2003, Bab.VI. diterbitka. Pemerintah berusaha menyelenggarakan
pendidikan dengan sebaik- baiknnya, setiap tahun dan setiap pergantian pemimpinnya
selalu berupaya utuk menyempurnakan kurikulum, pola dan strategi pembelajaran
penyempurnaan terarah pada pembinaan pada dan strategi pembelajaran dan
peningkatan mutu pendidikan.

Pada tahun 2005 diterbitkan pula UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dalam Bab 1 tercantum :

1.      Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,


membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.

2.      Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama


mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
tek:nologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat

3.       Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan
fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan
tinggi.

Pendidikan Inklusif di Indonesia telah didukung secara yuridis yaitu melalui Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 pada tahun 2009 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 serta Salinan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2010. Peraturan Negara ini
tidak saja untuk tingkatan SD sampai dengan sampai tingkat perguruan tinggi, tetapi
juga dimulai tingkatan PAUD.

Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif secara formal dideklarasikan pada tanggal 11


Agustus 2004 di Bandung, dengan harapan dapat menggalang sekolah reguler untuk
mempersiapkan pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus. Hal ini diperkuat
dengan adanya symposium Internasional di Sumatera Barat pada bulan September
tahun 2005 tentang “Inclusion and the Removal of Barriers to learning, participation and
development” yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui Direktorat Pendidikan
Luar Biasa. Berdasarkan hal itu maka pada tahun 2009 pemerintah mengeluarkan
peraturan menteri nomor 70 tentang pendidikan Inklusif.

Berdasarkan Prosedur Operasi Standar Pendidikan Inklusi Direktorat Pembinaan


Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Mandikdasmen Departemen Pendidikan
National Tahun 2007 landasan filosofis pendidikan inklusif adalah:

1.      Setiap anak mempunyai hak mendasar untuk memperoleh pendidikan,


2.      Setiap anak mempunyai potensi, karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan
belajar yang berbeda,

3.      Sistem pendidikan seyogyanya dirancang dan dilaksanakan dengan


memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan anak,

4.       Anak berkebutuhan khusus mempunyai hak untuk  memperoleh akses


pendidikan di sekolah umum.

5.      Sekolah umum dengan orientasi inklusi merupakan media untuk menghilangkan


sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat
yang inklusif dan mencapai pendidikan bagi semua.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 70 tahun 2009 pasal 1 yang dimaksud


dengan pendidikan Inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya.Dalam konsep pendidikan Inklusif, pemisahan kelas dan unit
dinilai tidak pantas. Ruang kelas harus menjadi sebuah tempat dimana semua anak-
anak, meskipun mereka memiliki kebutuhan belajar yang berbeda, memiliki hak milik
dan bicara, bekerja dan berbagi bersama.

Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Inklusif adalah


sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik,
termasuk yang berkebutuhan khusus, yaitu yang memiliki hambatan atau gangguan
dan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya untuk mengembangkan potensi, bakat dan minatnya dan
mendapatkan layanan pendidikan individual sesuai dengan kebutuhannya.

                                                           
Tugas Pertemuan 14- Sejarah
Pendidikan di Indonesia
Setelah anda membaca materi Sejarah pendidikan Indonesia coba anda analisis
mengapa calon guru perlu memahami perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia
dalam melaksanakan tugas keprofesiannya
Quiz Pertemuan 14- Sejarah
Pendidikan di Indonesia
Forum Pertemuan 14- Materi Sejarah
Pendidikan di Indonesia
Coba anda diskusikan  apakah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia merupakan
suatu dampak dari perekonomian kita yang hanya berpihak pada masyarakat golongan
atas yang mampu serta kurang tegasnya pemberlakukan hukum dalam bidang
pendidikan di Indonesia..

belajar lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai,


hasil pembelajaran cukup baik dan memuaskan bagi siswa.

PERTEMUAN 15
Permasalahan Pendidikan dalam Praktek Pendidikan
Kel 11(Sosiologi)

Sub Pokok Bahasan : a.       Masalah pemerataan pendidikan

b.      Masalah mutu pendidikan

c.       Masalah efisiensi pendidikan

d.      Masalah relevansi pendidikan


Kompetensi Dasar : Mampu merumuskan solusi alternatif atas permasalahan pendidikan dala
praktek pendidikan
Indikator : a.       Mampu melakukan pemetaan berbagai permasalahan pelaksanaa
pendidikan dikaitkan dengan konsep, teori, landasan dan prinsip-prins
pendidikan
b.      Mampu merumuskan gagasan strategi pemecahan masalah terhada
masalah- masalah yang terjadi dalam implementasi konsep, teori, landasa
dan prinsip-prinsip pendidikan.

1. Masalah Pemerataan Pendidikan

1.      Masalah Pemerataan Pendidikan

Sebelum membicarakan tentang permasalahan tentang pendidikan, mari kita lihat link
ini Fakta Data: Gagalnya Pendidikan di Indonesia,
Play Video

. Apa yang di lihat itu adalah salah satu penyebab dari gagalnya pendidikan di
Indonesia. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem
pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh
warga negara untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan
penting bagi setiap manusia, negara maupun pemerintah pada era reformasi ini.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya
anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem pendidikan atau
lembaga pendidikan karena minimnya fasilitas yang tersedia.
Prinsip  Education for all, Equality dan Equity belum teraplikasikan dengan optimal di
Indonesia. Equality atau persamaan mengandungn arti persamaan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh
kesempatan pendidikan yang sama di antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

Untuk jelasnya mari kita lihat lagi video di link PEMERATAAN PENDIDIKAN
DIDAERAH TERTINGGAL, https: // www.youtube.com/watch?v=RtrrEYo3g80

Pendidikan adalah hak bagi semua manusia. Pendidikan telah secara resmi diakui
melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Sejak saat itu hak
perolehan pendidikan diakui di Indonesia dan oleh beberapa organisasi asing
seperti the United Nations Educational, UNESCO, Convention against Discrimination in
Education, dan the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against
Women.

Pada masa awalnya, Undang-Undang No 4 tahun 1950 dijadikan sebagaidasar-dasar


pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada Bab XI pasal 17 berbunyi: „‟Tiap-tiap
warga Negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima menjadi murid
suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada
sekolah itu dipenuhi‟‟. Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI pasal
10 ayat 1 menyatakan: ”Semua anak yang berumur 6 tahun berhak dan yang sudah
berumur 8 tahun  diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun “ ayat 2 menyatakan:
“Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteriagama yang
dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.‟‟ Landasan yuridis pemerataan
pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya
pemerataan pendidikan guna mewujudkan cita-cita bangsa (Anonim, 2014., dalam Vina
Serevina, dan Sri Martini Meilanie, (2019 ).

Salah satu contoh permasalahan   ketidak meratanya adalah   anak-anak   usia  


sekolah   dasar   tidak   bersekolah   dan harus bekerja   mencari   uang   di   jalanan,   
misalnya   dengan   mengamen . ini   indikasi   bahwa   tidak   semua   warga   Negara
Indonesia   memiliki  kesempatan   yang   sama  dalam   pendidikan,   dapat dikatakan
bahwa pemerataan kesempatan pendidikan di Indonesia tergolong rendah. Dalam
studinya UNESCO mendapati bahwa kemiskinan dan kesempatan berkerja untuk
membantu kehidupan keluarga menjadi alasan nomor satu para anak-anak di usia
pendidikan harus putus sekolah.

Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai
kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan: “Mengupayakan
perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh
rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan
peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Namun banyak kendala yang
dihadapi oleh pendidikan di Indonesia antara lain:

a.      Faktor ekonomi

Faktor ekonomi rakyat berperan penting dalam menyumbang ketidak merataan


pendidikan di Indonesia. Biaya hidup yang semakin tinggi dengan banyaknya PHK di
beberapa tempat menyebabkan dilema bagi keluarga, biaya untuk makan atau biaya
untuk sekolah.

b.      Faktor budaya

Budaya yang masih menyampingkan anak perempuan untuk bersekolah tinggi ataupun
bahkan untuk tingkat rendahpun masih ada di beberapa tempat. Prinsip “perempuan
sekolah tinggi akhirnya masuk dapur juga” sudah harus di rubah.

c.       Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan


(BHP) menjadi Undang-Undang.

Hal yang dikhawatirkan, undang-undang ini akan membuat biaya pendidikan semakin
mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan masyarakat. 

 
d.      Fasilitas yang menunjang sebuah sistem pendidikan itu sendiri.

Di daerah-daerah terpencil yang masih belum bisa mengakses buku atau refrensi yang
sekiranya dibutuhkan untuk menunjang sebuah sistem pendidikan. hal ini tentu dapat
menghambat perkembangan pendidikan saat ini. selain itu, fasilitas meja atau kursi
atau bahkan ruangan yang layak pun masih banyak yang belum memenuhinya.

Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, (2019 ).menyatakan bahwa pada jenjang
pendidikan formal, secara umum perluasan akses dan peningkatan pemerataan
pendidikan masih menjadi masalah utama,terutama bagi masyarakat miskin maupun
masyarakat di daerah terpencil. Pemerataan pendidikan formal terdiri dari pemerataan
pendidikan di tingkat prasekolah, sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi.
Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan pada anak usia dini. seperti playgroup,
tk, dan lain-lain.sangat berbeda antara antara warga di wilayah perkotaan dan
pedesaan.

Pada jalur pendidikan non formal juga menghadapi permasalahan dalam hal perluasan
dan pemerataan akses pendidikan bagi setiap warga masyarakat. Sampai dengan
tahun 2011, pendidikan non formal yang berfungsi baik sebagai transisi dari dunia
sekolah ke dunia kerja maupun sebagai bentuk pendidikan sepanjang hayat belum
dapat diakses secara luas oleh masyarakat. Apalagi pendidikan non formal, pada
umumnya membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga tidak dapat terjangkau oleh
masyarakat menengah ke bawah.( Eka, R. 2007 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini
Meilanie, 2019 ).

Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah antara
lain:

a.      Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.

Salah satunya adalah:

1)      Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor: 7085 Tahun 2018
Tentang Petunjuk Teknis Bantuan Pembangunan Ruang Belajar Pendidikan Pesantren.

2)      Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) RI mengelontorkan


Dana Alokasi Khusus (DAK) 2017 sebesar Rp 26,7 miliar lebih untuk memperbaiki
sejumlah sarana maupun prasarana pendidikan dari  tingkat Sekolah Dasar (SD)
hingga  Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri maupun swasta.(pos kota online)

b.      Sekolah terbuka seperti SMP terbuka, Universitas Terbuka


1)      Universitas Terbuka (UT) adalah Perguruan Tinggi Negeri ke-45 di Indonesia
yang diresmikan pada tanggal 4 September 1984, berdasarkan Keputusan Presiden RI
Nomor 41 Tahun 1984.

2)      Tujuannya adalah:

a)      Memberikan kesempatan yang luas bagi warga negara Indonesia, di mana pun
tempat tinggalnya, untuk memperoleh pendidikan tinggi;

b)      Memberikan layanan pendidikan tinggi bagi mereka, yang karena bekerja atau
karena alasan lain, tidak dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi tatap
muka;

c)      Mengembangkan program pendidikan akademik dan profesional sesuai dengan


kebutuhan nyata pembangunan yang belum banyak dikembangkan oleh perguruan
tinggi lain. (Universitas Terbuka 1984 - 2019)

c.       Pendidikan kesetaraan (Kejar paket A , paket B dan paket C)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional (SISDIKNAS) pasal 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dnan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan kesetaraan memperluas akses pendidikan dalam
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik/masyarakat. Pada
pasal 13 ayat (1) dinyatakan bahwa “… Jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”.  Pasal 26, 
ayat (1,3,6):

Pasal 1:            Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang


memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan
atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat.

Pasal 3: Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak
usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan,
sertapendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik

Pasal 6: Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasilprogram
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang
ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar
nasional penilaian.
Jenjang pendidikan kesetaraan yaitu pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan pendidikan umum yang mencakup Paket A (setara SD), Paket B
(setara SMP), Paket C (setara SMU). Fungsi dari pendidikan kesetaraan adalah  untuk
mengembangkan potensi pserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan akademik dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian professional.

Salah satu tujuan dari pendidikan kesetaraan yaitu ‘menjamin penyelesaian pendidikan
dasar yang bermutu bagi anak yang kurang beruntung (putus sekolah, putus lanjut,
tidak pernah sekolah), khususnya perempuan, minoritis etnik, dan anak yang bermukim
di desa terbelakang, miskin, terpencil atau sulit dicapai karena letak geografis dan atau
keterbatasan transporta.

Untuk proses pendidikan kesetaraan mari kita lihat pada link Pendidikan Kesetaraan,
Paket A/SD, B/SMP, C/SMA, Minda Utama, Bandung, https://www.youtube.com/watch?
v=...

d.      Bantuan pendidikan Program Indonesia Pintar atau PIP

PIP dirancang untuk membantu anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin/rentan
miskin/prioritas tetap mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat pendidikan
menengah, baik melalui jalur pendidikan formal (mulai SD/MI hingga anak Lulus
SMA/SMK/MA) maupun pendidikan non formal (Paket A hingga Paket C serta kursus
terstandar). Melalui program ini pemerintah berupaya mencegah peserta didik dari
kemungkinan putus sekolah, dan diharapkan dapat menarik peserta didik putus sekolah
agar kembali melanjutkan pendidikannya. PIP juga diharapkan dapat meringankan
biaya personal pendidikan peserta didik, baik biaya langsung maupun tidak langsung.
( kemdikbud.go.id)

e.      Mengembagkan sekolah penyelenggara inklusif

UNESCO memandang inklusi sebagai‘pendekatan dinamis dalam merespons secara


positif

keragaman murid dan melihat perbedaan individu bukan sebagai masalah, tetapi
sebagai

peluang untuk memperkaya pembelajaran. Untuk jelasnya dapat di lihat pada link:
Special Needs- Inclusion, https://www.youtube.com/watch?v=GJqLMNr7hIQ

Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Ada beberapa prinsip


dari Pendidikan Inklusif berdasarkan UNESCO (The Salamanca Statement And
Framework For Action On Special Needs Education - World Conference On Special
Needs Education: Access And Quality - Salamanca, Spain, 7-10 June 1994) yaitu:

1)      Setiap anak memiliki hak dasar mendapatkan pendidikan dan harus diberi
kesempatan untuk mencapai perkembangan yang optimal.

2)      Setiap anak memiliki karakteristik yang unik, minat, kemampuan dan kebutuhan
belajar.

3)      Sistem pendidikan harus dirancang dan program pendidikan dilaksanakan dengan


memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan.

4)      Anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus harus memiliki akses ke


sekolah reguler yang harus mengakomodasi mereka dalam rangka pembelajaran yang
berpusat pada anak.

5)      Sekolah reguler dengan orientasi inklusif ini adalah cara yang paling efektif untuk
memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun
masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua, termasuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya seluruh sistem pendidikan.

Prinsip menyelenggarakan pendidikan inklusif menurut Prosedur Operasi Standar


Pendidikan Inklusi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal
Mandikdasmen Departemen Pendidikan National Tahun 2007:

1)      Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu.

Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyusun strategi upaya pemerataan


kesempatan memperoleh layanan pendidikan dan peningkatan mutu. Pendidikan
inklusif merupakan salah satu strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan, karena lembaga pendidikan inklusi bisa menampung semua anak yang
belum terjangkau oleh layanan pendidikan lainnya. Pendidikan inklusif juga merupakan
strategi peningkatan mutu, karena model pembelajaran inklusif menggunakan
metodologi pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh pada semua anak dan
menghargai perbedaan.

2)      Prinsip kebutuhan individual

Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda, oleh karena itu
pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.

3)      Prinsip Kebermaknaan
Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah,
menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.

4)      Prinsip keberlanjutan

Pendidikan inklusif diselenggarakan secara berkelanjutan  pada semua jenjang


pendidikan.

5)      Prinsip Keterlibatan

Penyelenggaraan pendidikan inklusif harus melibatkan seluruh komponen pendidikan


terkait.

f.        Pengembangan Televisi  edukasi

Saat ini juga telah dirintis Televisi Edukasi (TV-E) Media elektronik untuk pendidikan itu
dirintis oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom),
lembaga yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ini
untuk memberikan layanan siaran pendidikan berkualitas yang dapat menunjang tujuan
pendidikan nasional. Tugasnya mengkaji, merancang, mengembangkan,
menyebarluaskan, mengevaluasi, dan membina kegiatan pendayagunaan teknologi
informasi dan komunikasi untuk pendidikan jarak jauh/terbuka. Ini dalam rangka
peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan sesuai dengan prinsip teknologi pendidikan berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional. Siaran Radio Pendidikan untuk Murid Sekolah
Dasar (SRPM-SD) adalah suatu sistem atau model pemanfaatan program media audio
interaktif untuk peserta didik SD yang dikembangkan oleh Pustekkom sejak tahun
1991/1992. SRPM-SD lahir dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar.
Produk media audio lain yang dihasilkan oleh Pustekkom antara lain Radio Pelangi,
audio integrated, dan audio SLTP Terbuka. Tentu saja, itu tadi, termasuk TV-E yang
akan berfungsi sebagai media pembelajaran bagi peserta didik, termasuk mereka yang
tinggal di daerah terpencil dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan
mutu pendidikan. (Usman, Moh. Uzer., & Setiawati, Lilis. 2000. dalam Vina Serevina,
dan Sri Martini Meilanie, 2019 ).

2.      Masalah mutu pendidikan

Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti
yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga
penghasil sebagai produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi.
Selanjutnya jika luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian dilakukan oleh
lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya
masih dilakukan pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan
tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya. (Idris, Zahara dan Jamal, Lisma.
199 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019)

Bank Dunia (World Bank) menyebut bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih
rendah, meski perluasan akses pendidikan untuk masyarakat dianggap sudah
meningkat cukup signifikan. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo
Chaves mengatakan kualitas pendidikan yang rendah tercermin dari peringkat
Indonesia yang masih berada di posisi tertinggi dari negara-negara tetangga. Indikator
peringkat kualitas pendidikan ini tercermin dalam jumlah kasus buta huruf. (Yuli Yanna
Fauzie, CNN Indonesia, 2018)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan memang kualitas pendidikan di


Tanah Air masih menjadi tantangan bagi pemerintah. Padahal, dari sisi anggaran, dana
untuk pendidikan telah mencapai Rp444 triliun atau sekitar 20 persen dari total belanja
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Menurutnya, hal ini karena
permasalahan pendidikan tak bisa diselesaikan dari sisi anggaran saja. Namun, harus
pula dibahas secara teknis dengan tiga kementerian yang berkaitan langsung, yaitu
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), dan Kementerian Agama
(Kemenag). (Yuli Yanna Fauzie, CNN Indonesia, 2018).

Peningkatan mutu pendidikan hendaknya dari beberapa aspek Direktur Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen GTK
Kemendikbud), Supriano mengungkapkan, terdapat empat aspek yang harus
diperhatikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.Keempat aspek itu yakni
kebijakan, kepemimpinan kepala sekolah, infrastruktur, dan proses pembelajaran.
Menurutnya, kebijakan hal terpenting, utamanya yang berlaku secara nasional meliputi
kurikulum dan ujian nasional. Hal itu termasuk kebijakan distribusi dan rekrutmen guru.(
Rizka Diputra, 2018)

3.      Masalah efisiensi pendidikan

Mutu pendidikan dapat dipahami sebagai kemampuan dari suatu sistem pendidikan
untuk mengalokasikan sumber-sumber pendidikan secara adil sehingga setiap peserta
didik memperoleh kesempatan yang sama untuk mendayagunakan sumber-sumber
pendidikan tersebut dan mencapai hasil yang optimal. Hal ini dapat dilakukan efisiensi
secara internal dan eksternal

a.      Efisiensi Internal

Dalam sistem pendidikan apabila memiliki efisiensi internal akan menghasilkan output
yang diharapkan dengan biaya minimum. Dengan input tertentu dapat memaksimalkan
output yang diharapkan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi
internal adalah sebagai berikut :
1)      Rata-rata lama belajar, seorang lulusan menggunakan waktu belajar dapat
dilakukan dengan metode mencari statistik kohort (kelompok belajar). Hal tersebut
dapat dihitung dengan cara jumlah waktu yang dihabiskan lulusan dalam suatu kohort
dibagi dengan jumlah lulusan dalam kohort tersebut.

2)      Input-Output Ratio, adalah perbandingan antara murid yang lulusdengan murid


yang masuk dengan memperhatikan waktu yang seharusnya ditentukan untuk lulus,
artinya dibandingkan antara tingkat masukan dengan tingkat keluaran.

b.      Efisiensi Eksternal

Efisiensi eksternal sering dihubungkan dengan metode cost benefit analysis, yaitu rasio
antara keuntungan finansial sebagai hasil pendidikan dengan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk pendidikan. Analisis efisiensi ekternal berguna untuk menentukan
kebijakan dalam pengalokasian biaya  pendidikan, juga merupakan pengakuan sosial
terhadap lulusan atau hasil pendidikan. Secara konseptual efisiensi eksternal dikaitkan
dengan analisis keuntungan atas investasi pendidikan dari pembentukan kemampuan,
sikap, keterampilan. Dalam memeprhitungkan investasi tersebut ada dua hal yang
penting, yaitu menghasilkan kemampuan yang memiliki nilai ekonomi dan nilai guna
dari kemampuan. (Fattah, Nanang. Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan. Remaja
Rosdakarya.2009, dalam Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019)

4.      Masalah Relevansi Pendidikan

Relevansi/re·le·van·si/ /rélevansi/ n hubungan; kaitan: setiap mata pelajaran harus ada


-- nya dengan keseluruhan tujuan pendidikan; Pendidikan/pen·di·dik·an/ n proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara,
perbuatan mendidik; (KBBI). Relevansi pendidikan adalah hasil pendidikan sesuai
dengan pembangunan dan perkembangan zaman. Relevansi pendidikan adalah sejauh
mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan. Beberapa aspek penyebab ketidakrelevansian pendidikan yaitu:

a.      Lembaga pendidikan

Masih terdapat lembaga pendidikan yang kualitasnya belum mencapai tujuan yang
diharapkan. Perbedaan mutu lembaga pendidikan antara pusat dan beberapa daerah
menjadi salah satu penyumbang ketidak relevansian pendidikan. Di daerah terpencil
menimbulkan masalah kurangnya sarana dan prasarana dalam hal pendidikan.
Meskipun pemerintah telah memberikan anggaran 20 % dari APBN untuk pendidikan,
pemerintah juga harus tetap mengawasi penggunaan dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) dalam tiap sekolah agar penggunaan dana BOS tersebut tetap
digunakan dalam hal semestinya dan diterima oleh peserta didik/siswi yang benar-
benar membutuhkan.
 

b.       Sistem pendidikan

Sebenarnya dengan Kurikulum 2013 atau yang dikenal dengan nama kurtilas
sebenarnya sudah baik. Hanya belum semua guru faham bagaimana
melaksanakannya. Beberapa orang menyatakan bahwa sekolah menjadi suatu
kewajiban bukan kesadaran untuk bersekolah. Selain itu pembelajaran yang seringkali
berfokus kepada persaingan bukan kepada kerjasama, memaksa beberapa peserta
didik untuk berlomba mencapai nilai tinggi dengan berbagai cara.

Perubahan yang sering terjadi pada kurikulum membuat sebagian besar para guru
berfokus kepada bagaimana ketercapaian kurikulum berdasarkan yang seharusnya,
bukan kepada bagaimana agar para peserta didik dapat memahami pelajaran dengan
mudah. Empat pilar United Nations Educational Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) seringkali dilupakan oleh banyak guru. UNESCO adalah
organisasi PBB yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Empat pilar
tersebut adalah:

(1) learning to Know (belajar untuk mengetahui),

(2) learning to do (belajar untuk terampil melakukan sesuatu),

(3) learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), dan

(4) learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama).

Learning to Know mengajarkan tentang pentingnya sebuah pengetahuan, artinya


peserta didik belajar untuk memahami apa yang ada di sekitarnya. Learning to
do menekankan pada pentingnya interaksi dan bertindak. Peserta didik diajak untuk ikut
serta dalam memecahkan permasalahan yang ada di sekitarnya melalui sebuah
tindakan nyata. Learning to be artinya mendidik dan melatih peserta didik agar menjadi
pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan dan cita-
citakan. Learning to live together menanamkan kesadaran kepada para peserta didik
bahwa mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat.

Empat pilar pendidikan UNESCO diharapkan untuk memandu prinsip-prinsip perubahan


pendidikan yang menekankan pendekatan holistik dan berkelanjutan. Empat pilar ini
diharapkan dapat memotong perbedaan budaya dan menyatukan segala usia. Pilar-
pilar ini menekankan hak dasar individu menuju visi baru pembelajaran seumur hidup
untuk abad ke-21. “Pembelajaran seumur hidup” (life long education) mencakup
pembelajaran dari usia prasekolah hingga usia pension.

 
 

Dikutip dari https://www.google.com/search?q=four+pillar+unesco&...

Untuk jelasnya dapat dilihat pada link. The 4 Pillars of Education,


Play Video

c.       Proses pendidikan

Pelaksanaan pendidikan sepertinya kurang mampu memupuk kreatifitas peserta didik


untuk belajar secara efektif. Kompetensi guru dan dosen harusnya mampu untuk
melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif. Faktor lain
adalah pengembangan Multiple Intellegence (MI) dalam pelaksanaan pembelajaran di
sekolah.

Konsep Multiple Intelegensi (MI), menurut Gardner (1983) dalam bukunya Frame of
Mind: The Theory of Multiple intelegences, ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki
setiap individu yaitu linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal,
interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Berdasarkan teori ini maka guru hendaknya
tidak lagi melabelkan peserta didiknya “bodoh” karena setiap orang memiliki
kecerdasan yang berbeda.

Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Dikutip dari https://www.google.com/search?q=9+multiple+intelligence&safe=

Belajar tidak cukup hanya yang bersifat menyenangkan, tetapi juga harus menantang
bagi peserta didik. Pembelajaran dapat dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas.
Kebun sekolah, pasar, supermarket misalnya bisa dijadikan salah satu sarana untuk
belajar di luar kelas. Pembelajaran yang menantang hanya bisa dilakukan oleh guru
yang aktif dan kreatif. Pikirannya inovatif mencari celah baru dalam menyampaikan
materinya ke pikiran peserta didik. Guru yang baik pasti akan berusaha melakukan
pembelajaran yang terbaik di kelasnya. Seorang guru yang aktif akan membuat peserta
didik lebih aktif, sehingga akan  terjadi interaksi antara guru dan peserta didik.

d.      Hasil pendidikan.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan Kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang
dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Penyelarasan dunia pendidikan
dan dunia kerja harus mampu melatih lulusan untuk dapat mandiri menjadi wirausaha
yang membuka lapangan kerja bagi dirinya maupun orang lain. Dampak dari ketidak
relevan pendidikan dengan dunia kerja antara lain:

a.      Bagi perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk


pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum
memiliki keterampilan kerja seperti yang diharapkan.

b.      Jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia.

Menciptakan lapangan kerja baik untuk para pengangguran maupun lulusan lulusan
baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Membuka pelatihan-pelatihan baik
pelatihan keterampilan maupun kursus bagi pengangguran agar mereka dapat
melakukan kegiatan. Bagi pemerintah sebaiknya menentukan kembali relevansi antara
kurikulum dengan dunia kerja dari berbagai aspek kehidupan yang menjadi kebutuhan
manusia. Selain itu praktik pemagangan ke dunia industri bagi peserta didik jenjang
SMA dan peserta didik berkebutuhan khusus jenjang SMALB di tingkatkan.

Untuk jelasnya dapat di lihat pada link ini: Sarjana Banyak Menganggur, Ini Saran
Menaker Pada Perguruan Tinggi, https://www.youtube.com/watch?v=k6jg9pkqOh8

Tugas Pertemuan 15- materi


Masalah Pemerataan Pendidikan
Setelah anda membaca materi Permasalahan Pendidikan dalam Praktek Pendidik coba
anda analisis mengapa calon guru perlu memahami Permasalahan Pendidikan
melaksanakan tugas keprofesiannya.

Quiz Pertemuan 15- Masalah


Pemerataan Pendidikan
Forum Pertemuan 15- materi masalah
pemerataan pendidikan
Pak Hari adalah seorang guru di daerah pedalaman. Beliau sangat disenangi para
siswa. Dari siswa kelas 1 sampai dengan kelas 3 menjuluki pak Hari guru yang baik.
Cara mengajar difahami para siswa. Beliau memanfaatkan alam sebagai materi dan
media pembelajaran.

Coba anda analisis secara cermat dengan memperhatikan pemahaman dan pengertian
pak Pandu terhadap permasalahan pendidikan dalam mengemban keprofesiannya
sebagai pendidik. Berikan alasan anda

PERTEMUAN 16
Semua mhs
Ujian Akhir Semester

                                                           

Anda mungkin juga menyukai