Full Text Skripsi - Ahmad Reynaldi - b11.2019.06193

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 52

PENGARUH CITRA MEREK, KUALITAS PRODUK,

DAN WORD OF MOUTH TERHADAP MINAT BELI


ULANG AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)
MEREK LE MINERALE
(Studi pada Konsumen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Merek Le
Minerale di Kota Rembang)

SKIRPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
Pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Dian Nuswantoro

Disusun oleh:
AHMAD REYNALDI
B11.2019.06193

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Persaingan pada periode industri yang canggih ini terasa lebih sulit, maka

dari itu beragam perusahaan di Indonesia wajib berupaya berkembang dalam

persaingan yang sehat dan mampu bertahan dalam keadaan apapun. Seperti

perusahaan air Minum dalam kemasan yang semakin banyak serta semakin gencar

pemasarannya. Ada beberapa merek Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang

beredar di Indonesia seperti Aqua, Le Minerale, Ades, Club, dan Cleo. Kerana air

minum dalam kemasan sudah menjadi keperluan sehari – hari guna memenuhi gaya

hidup masyarakat. Kegiatan masyakat yang semakin banyak menjadikan permintaan

akan air minum dalam kemasan belakangan ini menjadi tinggi. Sehingga Air Minum

Dalam Kemasan (AMDK) menjadi penopang kegiatan sehari – hari dan sebagai

penunjang kesehatan tubuh konsumen, selain itu kebutuhan serta keinginginan

masyarakat di Indonesia semakin beragam disertai dengan bertambahnya berbagai

produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang beragam juga. (Indah pujianti,

2013).

Seperti yang telah diketahui air sudah menjadi kebutuhan pokok yang penting

untuk penunjang tubuh manusia. Maka dari itu terjadilah persaingan antar

perusahaan yang semakin gencar untuk mendapatkan pangsa pasar, agar diminati

konsumen. Karena masyarakat sudah melakukan diskriminasi dalam memilih barang

yang akan dikonsumsi, persaingan di masa industri saat ini menjadi semakin sulit.

Apalagi kelangsungan bisnis perusahaan sangat bergantung pada konsumen,


sehingga perusahan sebisa mungkin dapat membaca dan mengetahui akan kebutuhan

dan keinginan konsumen. (Zenitha Maulida Nurbismi, 2017)

Menurut Kemenperin, industri minuman tumbuh 22,74% pada semester I

tahun 2019, dengan total realisasi investasi sebesar 1,43 triliun yang didistribusikan

sebagai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDM). Oleh karena itu dengan barang-

barang minuman yang kompetitif karena macam - macamnya, industri minuman

masih menjadi primadona negara. Iklim global menyebabkan perkembangan

kebutuhan air minum semakin meningkat dalam pengolahannya. Kebersihan dan

keamanan air minum sangat penting untuk menjaga kesehatan manusia. Kebutuhan

akan air minum yang lebih banyak menciptakan peluang bagi pelaku usaha guna

memproduksi air minum dalam kemasan dalam rangka memenuhi permintaan

pelanggan akan air minum bersih. Perkembangan industry AMDK di Indonesia

semakin meningkat dan tumbuh dengan cepat. Asosiasi Perusahaan Air Minum

Dalam Kemasan (Aspadin) memperkirakan sudah ada sekitar 700 pelaku usaha

AMDK, 90% di antranya adalah pemilik usaha kecil dan menengah, berdasarkan

data kementerian. Akibatnya, bisnis amdk berada dalam persaingan ketat satu sama

lain untuk mendapatkan perhatian pelanggan. (Annisa sulistyo rini, 2019)

Menurut Le Minerale.com. Di Indonesia memliki beragam jenis produk

AMDK salah satunya Le Minerale yang merupakan produk buatan anak dari

perusahaan PT Mayora Indah yang bernama PT Tirta Fresindo Jaya bergarak dalam

bidang beverages. Le Minerale mulai dikenal masyarakat Indonesia pada tahun 2015

yang memiliki Tagline menarik yaitu “Kaya Ada Manis – manisnya” sehingga

membuat konsumen di Indonesia terngiang - ngiang akan kalimat itu. Oleh sebab itu
Le Minerale dapat menyanding dan berjajar diberagam merek air minum dalam

kemasan yang ada di Indonesia.

Tabel 1.1

Data Penjualan Le Minerale

TOP BRAND INDEX FASE 2 TAHUN 2020 -2022

AIR MINUM DALAM KEMASA


NO. BRAND TBI 2020 BRAND TBI 2021 BRAND TBI 2022
1. Aqua 61.5% Aqua 62.5% Aqua 57.2%
2. Ades 7.8% Ades 7.5% Le Minerale 12.5%
3. Club 6.6% Club 5.8% Ades 6.4%
4. Le Minerale 6.1% Le Minerale 4.6% Cleo 4.2%
5. Cleo 3.7% Cleo 3.7% Club 3.8%
Sumber: topbrand-award.com/top-brand-index
Berdasarakan table 1.1 dinyatakan bahwa Air Minum Dalam Kemasan

(AMDK) merek Le Minerale pada tahun 2020-2021 bearada di posisi ke 4 dan tidak

mengalami perubahan ranking di tahun tersebut. Le Minerale pada tahun 2019

memiliki pangsa pasar sebanyak 6.1%, akan tetapi terjadi penurunan 5 % pada tahun

2021 dengan pangsa pasar sebanyak 4.6%, beda dengan merek Air Minum Dalam

Kemasan (AMDK) lainnya yang mendapati peningkatan per tahunnya. Akan tetapi

pada tahun 2022 Le Minerale mengalami peningkatan penjualan yang sangat

signifikan, dari data Top Brand Index mengalami kenaikan 8% dengan pangsa pasar

12.5% sehingga tanpa dipungkiri peringkat Le Minerale pada tahun ini menduduki

ranking 2 dibawahnya aqua dan sudah mendapat kategori TOP di Top Brand Index

Fase 2 ditahun 2022. Jadi konsumen saat ini sudah percaya bahwa Le Minerale
merupakan minuman yang kualiatasnya hampir sama dengan Aqua, karena dilihat di

Top Brand Index Le minerale bakal bisa bersaing dengan air minum dalam kemasan

merek Aqua, dimana Le minerale dipasarkan melui banyak strategi sehingga dengan

promosi yang menarik akan membuat konsumen membicrakan produk Le Minerale,

atau word of mouth dari para konsumennya.

Hasan (2010), Word of mouth yaitu, dimana konsumen atau pelanggan

berperan langsung dan ikut serta dalam pemasaran suatu produk yang melakukan

kegiatan untuk memperngaruhi dan mempercepat pesan dari pemasaran yang

dijalani.

Word of Mouth adalah faktor yang memiliki informasi real dari mulut ke

mulut serta berpengaruh atas pembelian produk yang mana itu merupakan sebuah

saran atau rekomendasi suatu produk, ulasan, dan pujian berdasarkan pengalaman

para konsumen (Hasan, 2010). Word of Mouth dapat memiliki pengaruh yang nyata

kepada orang yang mendengar, sebab kata atau informasi yang disampaikan adalah

kenyataan yang nyata dan kejujuran dari sebuah pengalaman dalam membahas

sebuah informasi yang biasanya diyakini dari cerita yang disampaikan oleh teman,

lingkungan sekitar yang sudah mempunyai banyak pengalaman dalam melakuan

pembelian terhadap sebuah produk dibading melihat dari situs iklan. (Hasan, 2013).

Berikut adalah data mengenai ulasan produk yang saya teliti dengan produk yang

menduduki pringkat satu di Top Bran Index yaitu Aqua

Tabel 1.2

PERBANDINGAN AQUA DAN LE MINERALE


Aqua Le Minerale
Kelebihan - Dalam bagian Aqua - Dari sumber air pilihan
terdapat minerale alami - Bersih dan hieginis
yang beguna bagi tubuh
- Dari sumber air pilihan
dan terjaga kualiatsnya
- Pengelolaan manajemen
sumber daya air dengan
baik
Kekurangan - Produk gampang dibajak - Produk mudah
- Harga lebih mahal dipalsukan
dibandingkan produk lain - Jika terkena matahari
kualitas air cepat
menurun.
Sumber: Pilih Mana: Aqua atau Le Minerale?/selera.id
Menurut selera.id dari table 1.2 Aqua jelas lebih unggul karena dia

merupakan merek Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang pertama kali berdiri

sehingga sudah memiliki banyak pengalaman dibidang industry baverages,

sedangkan Le Minerale baru berdiri pada tahun 2015 yang diproduksi oleh PT Tirta

Fresindo Jaya dan memiliki target pasar disegmen menegah serta menengah atas, Le

Minerale memiliki kepedulian terhadap konsumen mengenai kualitas air minum

dalam kemasan yang akan dikonsumsi.

Le Minerale sudah berhasil dalam inovasinya untuk memperoleh pangsa

pasar dalam awal produksinya karena tak luput dari tagline “iya segarnya beda, kaya

ada manis – manisnya”. Bahkan hal ini diapresiasi oleh salah satu team manajemen

Danone Grup yang merupakan produsen dari Aqua, menurutnya ini merukapan ide

yang sangat out of the box dan cemerlang, bahkan sampai saat ini telah menjadi
power dari Le Minerale. Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Le

Minerale terus berinovasi dan bersaing secara sehat demi melebarkan sayapnya di

kalangan perindustrian yagn bergerak dibidang baverages, hal ini sudah terbukti

dengan inovasi terbarunya yaitu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) bentuk galon

sekali pakai 15 L. (Tirto.id, 2018)

Menurut Pitoy et al (2016), apabila kita sedang menghadapi persaingan antar

perusaaan yang ketat maka perusahan dituntut untuk bisa membuat strategi yang

lebih kreatif dan inovatif agar bisa mempertahankan yang telah dicapainya. Dalam

hal ini perusahaan diharapkan melakukan segmentasi pasar agar bisa mengetahui apa

keinginan dan kebutuhan konsumen. Sehingga dapat menciptakan sesuatu strategi

yang sedang dubutuhkan konsumen,

Strategi citra merek adalah suatu kegiatan yang mempunyai rancangan –

rancangan strategi untuk meciptakan, membangun, serta mengembangkan citra

merek supaya menjadi suatu rangsangan bagi para konsumen dalam sebuah

persepsinya. Menurut Janita Dewi (2005:26). Citra Merek adalah suatu perspsi atas

keyakinan yang digenggam konsumen untuk diasosiasikan serta ditanam didalam

sebuah pikiran atau memori konsumen, agar tetap diingat ketika mendengarkan

pertama kali suatu selogan dan akan terus teringingat didalam benak konsumen itu.

(Kotler and Ketler, 2013). Kotler (2015) menyatakan citra merek adalah komitmen

perusahaan kepada konsumen dengan konsisten dapat memberikan suatu manfaat

dan pelayanan dengan baik dan memuaskan, tidak hanya sekadar tanda atau logo

yang mebuat beda antar perusahaan pesaing, akan tetapi citra merek sebuah produk

sangatlah penting, karena disisi lain berkesinambungan dengan keyakinan terhadap


merek serta sikap merupakan sebuah bentuk preferensi. Citra merek yang berkualitas

adalah cita merek dengan nilai positif, oleh karena itu citra merek yang bernilai

positif dapat menentukan keputusan pembelian yang tinggi. Adapun hal dimana

perusahaan bisa meciptakan sebuah strategi yang lebih atau bahkan bisa menarik

konsumen untuk membeli produknya, yaitu strategi pemasaran dengan meningkatkan

kulaitas produk yang lebih bermutu dimata konsumen. Sehingga tidak terfokus pada

satu strategi dan akan terus berinovasi dalam persaingan yang sehat.

Menurut Kotler and Armstrong (2012:283) kualitas produk merupakan “the

ability of product to performance its functions, including, reliability, precision, ease

of operation and overall product repair, and other valuable attribute” artinya suatu

kemampuan atau kesanggupan dalam menerapkan fungsinya, hak ini masuk dalam

kategori durabilitas, reabilitas, ketepatan, kelancaran dalam pengoprasiannya serta

reparasi suatu produk dan atribut lainnya. Kato & Suda (2018) “States that we can

measure product quality through dimensions such as performance, features,

suitability, reliability, durability, service convenience, perfection, and perceived

quality of consumer” artinya, menyatakan bahwa kualitas produk bisa kita ukur

melalui dimensi seperti kinerja, fitur, kesesuaian, keandalan, daya tahan, serta

kualitas yang dirasakan konsumen.

Swart (2018) menyatakan bahwa gaya hidup mempunyai pengaruh terhadap

minat beli ulang. Menurut Murwati dan Pratiwi (2017), adanya minat beli ulang

dikarenakan adanya pandangan positif dan kepuasan terhadap produk yang dibeli,

maka dari itu konsumen tanpa dipungkiri akan melakukan pembelian ulang produk

tersebut. Nilai suatu produk berhubungan dengan niat pembelian ulang konsumen
sebelumnya, karena adanya suatu penawaran yang lebih bagus dan lebih bisa

memenuhi apa yang diinginkan konsumen, sehingga konsumen akan lebih merasa

puas dan seneng karena produk yang dibeli sesui dengan keinginannya (Retnowati et

al., 2021). Menurut Kotler dan Keller (2013), banyak faktor yang dapat

mempengaruh sesorang melakukan pembelian ulang produk yaitu faktor pribadi,

faktor sosial, dan psikologis.

Menurut penellitian terdahulu ada beberapa hasil riset, yang akan ditunjukan

pada tabel research gap yaitu dibawah ini:

Tabel 1.3 Research Gap

Variabel Berpengaruh Tidak Berpengaruh

Citra Merek terhadap Paramitha et al., (2019) Tangguh W, Pangestuti,


minat beli ulang Karneli, (2018) & Nuralam, (2018)
Kualitas Produk terhadap Muhammad Zulkarnain Wibawa Prasetya dan
minat beli ulang (2021) Careen Yulius (2018)
Yudi Darma (2019)
Word of mouth terhadap Silvina Hanisa dan Resti Andrian et al., (2018)
minat beli ulang Hardini (2020)

Pada tabel 1.3 berdasarkan Research Gap, Kita dapat mengamati apakah

penelitia menghasilkan hasil yang berbeda. Bisa dilihat dari penelitian berpengaruh

dan tidak berpengaruh sehingga penelitian ini bisa diterapkan dalam menganalisis

Citra merek, Kualitas Produk, dan Word of Mouth terhadap minat beli ulang.

Citra merek memiliki pengaruh positif terhadap minat beli ulang (Paramitha

et al., 2019), yang memilikki argument bahwa citra merek bisa memberikan
dorongan minat beli terhadap produk, dan berpengaruh signifikan pada kepuasan

konsumen dan minat beli ulang. Adanya perbedaan antara penelitin yang dilakukan

oleh (Tangguh W, Pangestuti, & Nursalam, 2018) menunjukkan bahwa citra merek

tidak berpengaruh terhadap minat beli konsumen.

Kualitas produk berpengaruh terhadap minat beli ulang karena didukung

adanya citra merek and word of mouth (Zulkarnain, 2021). Adapun pendapat dari

Darma (2019), mengatakan jika kualitas produk berpengaruh terhadap minat beli

konsumen karena dibantu berdasarkan adanya kepuasan pelanggan. Berbeda dengan

temuan penelitian Prasetya dan Yulius (2018) mengatakan jika kualitas produk tidak

memiliki pengaruh positif terhadap minat beli ulang.

Word of Mouth dikatakan tidak dapat mempengaruhi minat beli konsumen,

karena hal itu berkaitan dengan infomasi yang disampaikan seseorang dan ada faktor

lain yaitu iklan, store atmosphere yang mengatakan word of mouth berpengaruh

pofitif dan signifikan terhadap minat beli ulang (Hanisa dan Hardani, 2020), Akan

tetapi adanya perbedaan pendapat dari Adiran et al., (2018), yang berkata bahwa

word of mouth tidak berpengaruh terhadap minat beli ulang.

Melihat beberapa pemaparan diatas, penting adanya menguji ulang pada

variabel persepsi harga, kualitas produk dan Word of Mouth karena masih terdapat

perbedaan mengenai hasil ataupun riset variabel yang mempengaruhi minat

pembelian ulang.

Berdasarkan deskripsi diatas, maka terdapat permasalahan minat beli ulang

pada Le Minerale yang dipengaruhi dari berbagai faktor. Yaitu seperti faktor Citra

Merek, kualitas produk, dan word of mouth yang terjadi pada faktor penentu dalam
mempengaruhi minat beli ulang. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Citra Merek, Kualitas PRoduk dan Word of

Mouth terhadap minat beli ulang Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek

Le Minerale (Studi kasus pada konsumen Air Minum Dalam Kemasan

(AMDK) merek Le Minerale dikota Rembang)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berikut rumusan masalah yang ada pada penelitian ini ialah:

1. Apakah Citra Merek berpengaruh terhadap minat beli ulang konsumen Air

Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Le Minerale di Kota Rembang?

2. Apakah Kuliatas Produk berpengaruh terhadap minat beli ulang konsumen

Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Le Minerale di Kota Rembang?

3. Apakah Word of Mouth berpengaruh terhadap minat beli ulang konsumen Air

Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Le Minerale di Kota Rembang?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan ialah:

1. Guna menganalisis pengaruh Citra Merek terhadap minat beli ulang

konsumen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Le Minerale di Kota

Rembang.

2. Untuk menganalisis pengaruh kualitas produk terhadap minat beli ulang

konsumen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Le Minerale di Kota

Rembang.
3. Untuk menganalisis pengaruh word of mouth terhadap minat beli ulang

konsumen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Le Minerale di Kota

Rembang.

1.4 Manfaat Penelitian

Selain itu, beberapa hasil studi diperkirakan akan bermanfaat dari sudut pandang

teoretis dan praktis.

1. Manfaat Teoritis Bermanfaat dalam memaksimalkan ilmu pengetahuan

manajemen produk dan manajemen pemasaran terutama pada hal Citra

Merek, Kualitas Produk dan Word of Mouth.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti

Temuan penelitian ini dapat menginformasikan bidang

manajemen pemasaran, membantu penulis dalam menerapkan

konsep yang dipelajari dalam perkuliahan, dan mengidentifikasi

variabel yang mempengaruhi minat beli kembali konsumen air

Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Le Minerale.

b. Bagi penelitian berikutnya

Hasil pada penelitian ini untuk bahan referensi dan perbandingan

yang akan akan digunakan pada penelitian berikutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Citra Merek

2.1.1.1 Pengertian Citra Merek

Citra merek adalah pandangan umum terhadap suatu merek perusahaan.

Dimana pandangan itu muncul secara otomatis dari ingatan diri konsumen, melalui

rangkain seleksi ingatan, terhadap semua merek yang pernah diingat. Sebab itu citra

merek merupakan komponen penting yang perlu menjadi focus seorang pemasar

(Geraldine, 2021). Menurut Sangadji dan Sopiah (2013) berpendapat jika citra merek

merupakan sekelompok asosiasi manarik yang akan dibangun serta dirawat oleh

pemasar. Menurut Kotler dan Lane (2016) Citra merek ialah visi dan keyakinan

terpendam pelanggan, yang mencerminkan asosiasi yang akan terus ada di

konsumen.

Menurut Lin et al., (2021) merek yang kuat itu sangat penting, karena dapat

mempresentasikan ekspresi, keinginan, dan kebiasaan konsumen, sehingga secara

tarsirat sebuah perusahan dapat mengerti konsumennya. Ada beberapa cara

bagaimana perusahaan dapat mengembangkan citra merek mereka, dapat melalui

nama, simbol, logo, desain, kualitas layanan atau produk, visi dan misi, budaya

organisasi dan kampaye yang mereka usung (Lin et al., 2021).

Para ahli telah menentukan jika citra merek adalah pendapat pelanggan

tentang merek yang dikembangkan oleh pengetahuan serta keahlian sebelumnya


dengan merek berdasarkan definisi citra merek yang diberikan di atas. Citra terhadap

suatu merek terkait berdasarkan sikap yang menyampaikan preferensi dan

kepercayaan tentang merek tersebut. Jika konsumen memliki citra yang positif atas

suatu merek, maka berkemungkinan akan membeli lebih dari satu barang yang

diinginkan.

2.1.1.2 Dimensi citra merek

Menurut Kotler & Keller (2012) mengatakan jika citra merek merupakan sifat

ekstrinsik pada sebuah perusahaan yang bisa memenuhi kebutuhan psikologis atau

sosial dari konsumen (Putra, 2021). Dimana sifat ekstrinsik itu dapat membentuk

sebuah dimensi – dimensi utama, berikut dimensi utama citra merek menurut Keller

(2013):

1. Brand Identity (Identitas Merek)

2. Brand Personaliti (Personaliti Merek)

3. Brand Assosiation (Asosiasi Merek)

4. Brand Attitude and Bahavior (Sikap dan Perilaku Merek)

5. Beand Benefit and Competence (Keunggulan dan Manfaat Merek)

David Aaekar pun berpendapat hal sama tentang dimensi citra merek pada

Shihab (2018) ada 5 dimensi menurut Aaekar yaitu:

1. Brand Identity

Merujuk pada identitas yang melekat secara fisik, seperti: logo, nama,

warna, lokasi, kemasan, dan laijn sebagainya.

2. Brand Personality
Menggambarkan sebuah karakter yang melekat pada diri suatu

perusahaan, sehingga pelanggan bisa dengan mudah membedakan antara

merek satu dengan merek lainnya. Contohnya seperti: canggih, tegas,

mewah, dan lain sebagainya.

3. Brand Assosiation

Suatu hal yang spesifik yang tergambar dibenak para konsumen, asosiasi

muncul karena adanya aktivitas yang konsisten dari perusahaan terhadap

merek yang mereka miliki, seperti: turut serta dalam aksi sosial, ataupun

dengan beriklan.

4. Brand Attitude

Timdakan atau sikap peruhaan dalam berkomunikasi dengan konsumen

dan calon konsumennya. Hal ini bisa merubah persepi konsumen terhadap

merek.

5. Brand Benefit and Competance

Sebuah manfaat, nilai, serta kompetensi sebuah merek, yang berdeda

dengan competitor dan ditawarkan kepada konsumen. Biasanya merek

memiliki tawaran – tawaran berupa solusi atas masalah yang dihadapi

pelanggan.

2.1.1.3 Indikator – indicator Citra Merek

Menurut Freddy Rangkuti (2014) memiliki 4 indikator yang dapat

mencirikan citra merek, yaitu:

1. Pengenalan (Recognation)
Menjelaskan mengenai produk atau perusahan yang bagaimana bisa

dikenal oleh para konsumen berdasarkan logo, tagline, ataupun desain

yang mencirikan idenditas produk itu.

2. Reputasi (Reputation)

Sebuah tingkatan atau status yang diasosiasikan pelanggan. Dimana

reputasi merupakan yang biasa dicari oleh sebuah merek kerana lebih

mempunyai value history yang kuat sebab dengan reputasi yang baik

maka produk akan lebih mudah dipasarakan.

3. Daya Tarik (Affinity)

Daya Tarik atau hubungan emosional antara perusahan atau merek

konsumen ini dapat diidentifikasi berdasarkan harga, tingkat kepuasan

konsumen ataupun bagaiaman cara konsumen menggunakan merek yang

bersangkutan.

4. Kesetiaan (Loyality)

Hal ini menyangkut seberapa besar loyalitas konsumen dari produk

berdasarakan merek yang bersangkutan.

Pada penjelasan diatas bisa disimpulkan, apabila sebuah merek telah dikenal

oleh banyak masyarakat dan didukung juga dengan track record yang pisitif maka

tampa dipungkiri akan memicu ketertarikan konsumen serta bisa meningkatkan

reputas dari merek tersebut.

2.1.1.4 Tujuan Citra Merek

Tjiptono (2012:17) mengatakan jika citra merek mempunyai beragam

maksud yang pertama:


1. Sebagai label perusahaan yang dapat medakan dari produk pesaing, oleh

karena itu mudah untuk dikenali serta melaksanakan aktivitas pembelian

secara berulang.

2. Menjadi strategi promosi yang menekankan daya tarik produk (contohnya

seperti bentuk desain serta warna yang unik).

3. Membantu meningkatkan persepsi dengan memberi pembeli rasa aman

tentang kualitas dan status produk.

4. Dalam upaya mendominasi dan menguasai pasar. Ini berarti bahwa bisnis

dapat mengembangkan dan mempertahankan loyalitas pelanggan dengan

menciptakan merek yang terkenal, memiliki reputasi positif, Ini dicakup

oleh hak cipta eksklusif dan hak paten.

2.1.1.5 Faktor – faktor Citra Merek

Banyak teori – toeri mengenai faktor pembentuk brand image (citra merek)

menurut Kotler, P., & Keller (2012) adalah:

1. Salah satu elemen yang menciptakan citra merek yang membedakan suatu

produk dari para pesaingnya adalah keunggulan produk. Karena kualitas

produk yang luar biasa (model dan kenyamanan) dan kualitas yang

membuatnya menarik bagi konsumen.

2. Kekuatan koneksi merek ini tergantung pada seberapa banyak informasi

yang diproses selama proses ecodin.

3. Individualitas Merek Penting untuk berbagi merek dengan merek lain.

Akibatnya, penting untuk mengembangkan keunggulan kompetitif yang

memengaruhi klien untuk memilih merek tertentu.


2.1.2. Kualitas Produk

2.1.2.1 Pengertian Kualitas Produk

Menurut Bowo, Hoyyi, dan Mukid (2013) Kualitas produk adalah indikator

komparatif dari sejauh mana barang atau layanan dapat memenuhi kebutuhan

pelanggan. Dengan demikian, kemampuan produk untuk memenuhi fungsinya

sejalan dengan dimensi yang mencerminkan kualitas produk itu sendiri merupakan

dari pengertian kualitas produk. Kualitas produk dikatakan baik jika dapat

mempengaruhi apakah pelanggan ingin mempromosikannya kepada orang lain atau

melakukan pembelian ulang. Kualitas produk merupakan “the ability of a product to

carry out its functions consists of the durability of the entire product, reliability,

precision, ease of operation and repair, and other valuable attributes” merupakan

acuan pada kapasitas suatu produk untuk menjalankan fungsi yang dimaksudkan. Ini

juga mengacu pada ketahanan umum produk, keandalan, akurasi, kemudahan

penggunaan dan pemeliharaan, di antara karakteristik lainnya. (Anwar & Satrio,

2015).

Menurut Dewi & Warmika (2017), Bisnis ini menggunakan sejumlah teknik

untuk mendapatkan keunggulan atas saingan untuk meningkatkan pangsa pasarnya.

Salah satunya adalah dengan menjamin bahwa produk tersebut memenuhi ekspektasi

konsumen dari segi kualitas, dapat dinyatakan bahwa konsumen menilai suatu

produk berdasarkan kualitasnya. Kemampuan produk untuk menjalankan fungsinya,

seperti keberlanjutan, keahlian atau kemajuan, kekuatan, kenyamanan dalam

perbaikan kemasan produk, dan kualitas lainnya, dapat dipahami sebagai kualitas

menurut Luthfia dalam (Putra 2021). Schiffman dan Kanuk berpendapat jika kualitas
produk merupakan kapasitas badan perusahaan guna memberi setiap produk identitas

dan fungsi yang unik sehingga pelanggan dapat mengidentifikasi produk tersebut.

Menurut pemaparan teori diatas menurut para ahli bisa diambil kesimpulan

jika kualitas produk merupakan salah satu hal yang telah memiliki keunggulan serta

layak untuk di jual sehingga dapat memenuhi harapan serta keinginan dari

konsumen.

2.1.2.2 Dimensi Kualitas Produk

Dimensi kualitas produk menurut Mullins et al., dalam (Saidani & Arifin,

2012) terdapat:

1. Performance (Kinerja)

Ini adalah karakteristik dari fungsionalitas produk yang dimiliki produk

tersebut.

2. Durability (Daya tahan)

Berdasarkan usia produk serta kapasitas yang dapat digunakan yang

tersisa sebelum masa pakainya hangus.

3. Conformance to specifications (Kesesuaian dengan spesifikasi)

Sejauh mana suatu produk bisa mematuhi persyaratan atau menghindari

kekurangan dari kualitas produk tersebut.

4. Features (Fitur)

Ini merupakan fitur item yang dibuat guna meningkatkan

fungsionalitasnya dan menarik minat pelanggan terhadap produk.

5. Reliabilty (Reliabilitas)
layak jika suatu produk dapat berubah dalam jangka waktu tertentu serta

akan berfungsi dengan baik maupun buruk.

6. Aesthetics (Estetika)

Merupakan ciri – ciri dari penampilan sebuah produk

7. Perceived quality (Kesan kualitas)

Adalah reaksi dalam penilaian pemakaian yang dibuat tanpa sadar sebab

ada kemungkinan bahwa pelanggan kurang dalam memahami produk

yang dimaksud dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang

produk itu.

2.1.2.3 Perspektif Kualitas Produk

Perspektif kualitas produk adalah tanggapan oleh pelanggan terhadap kualitas

dan kelebihan dari barang maupun jasa secara menyeluruh karena mempunyai

maksud dan tujuan dalam memenuhi yang diinginkan oleh konsumen, terdapat lima

jenis kualitas persepsi produk (Tjiptono, 2008):

1. Transcendental Approach (Pendekatan transendental)

Perspektif pada situasi tersebut kemungkinan akan diimplementasikan

dengan seni rupa, music, dan drama sehingga dalam pendekatan tersebut

mampu diketahui dan dirasakan tetapi sulit untuk diungkapkan serta

digunakan.

Kelak, suatu perusahaan akan dapat mempromosikan produknya

menggunakan banyak pertanyaan, misalnya lokasi belanja yang

dipandang elegan, menyenangkan, kecantikan, dll. Maka, fungsi

perencanaan, produksi serta pelayanan dalam perusahaan sangat susah


untuk diungkapkan dalam pemahaman ini menjadi bagian dasar

berdasarkan manajemen kualitas

2. Product-Based Approach (Pendekatan berbasis produk)

Dalam analisis ini kualitas produk dapat dikuantifikasikan dan diukur,

pendekatan tersebut menilai suatu kualitas sebagai ciri khas atau atribut.

Dari perbedaan dari segi kualitas yang menunjukkan perbedaan dari

jumlah unsur dan atribut yang ada di dalam suatu produk. Sehingga,

setiap produk penilainnya sangat objektif karena tidak akan menjelaskan

perbedaan dari hal kebutuhan, selera, serta prefensi.

3. User-Based Approach (Pendekatan berbasis penggunaan)

Pada pendekatan ini bergantung dari tingkat kualitas produk yang

tinggi serta bagaimana konsumen melihat dan puas terhadap produk yang

dilihat. Perspektif ini dilakukan secara subjektif, tingkat kepuasan setiap

pelanggan sama dengan tingkat kepuasan maksimal mereka karena setiap

orang memiliki jumlah persyaratan dan kemauan yang bervariasi.

4. Manufacturing-Based Approach (Pendekatan berbasis manufaktur)

Sudut pandang tersebut lebih memperhatikan dari parktik

perekayasaan, produksi, dan kualitas untuk persyaratannya. Pada

perusahaan jasa, sudut pandang bersifat operation-driven. Dalam situasi

ini, perusahaan daripada klien menentukan kualitas karena metode ini

memodifikasi spesifikasi yang akan dihasilkan secara internal sebagai

motivasi untuk mencapai tujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi

biaya.

5. Value-Based Approach (Pendekatan berbasis nilai)


Pada perspektif tersebut segi nilai dan harga akan dinilai melalui

kualitas dengan memikirkan trade-off berdasarkan harga dan performa.

Kualitas dinilai secara relatif, maka produk dengan kualitas tinggi yang

dibuat oleh perusahaan belum tentu produk tersebut bernilai tinggi.

Tetapi, bagi konsumen produk yang memiliki nilai ialah dari produk yang

tepat untuk dibeli atau digunakan.

2.1.2.4 Indikator Kualitas Produk

Menurut Kotler, 1995 (dalam Lembang dan Sugiono, 2010) memiliki 3

indikator kualitas produk yaitu sebagai berikut:

1. Rasanya yang enak

Yaitu ada hubungannya dengan seberapa disukai produk yang

perusahaan tawarkan kepada pelanggan. Produk dengan merek terkenal

biasanya dipandang memiliki kualitas dan rasa yang lebih tinggi daripada

yang memiliki label yang kurang dikenal.

2. Fitur produk

Dimensi fitur produk adalah kualitas atau karakteristik yang

melampaui keunggulan mendasar suatu produk. Bagi konsumen, fitur

bersifat opsional atau opsional. Fitur sering diperkenalkan jika manfaat

utama sudah ada. Konsepnya adalah bahwa fitur dapat meningkatkan

kualitas suatu produk jika pesaingnya tidak memilikinya.

3. Daya Tahan kemasan

Daya tahan adalah ukuran berapa lama suatu produk dapat digunakan

sebelum akan diganti atau mengalami kerusakan. Secara alami, semakin


berkualitas produk, semakin lama akan bertahan, dan kualitas yang tinggi

jika dibandingkan dengan produk yang mudah dibuang atau diganti.

2.1.3 Word Of Mouth

2.1.3.1 Pengertian Word Of Mouth

Word of Mouth terjadi ketika seseorang menyampaikan sesuatu melalui lisan,

tertulis, serta elektronik tentang seberapa baik suatu produk atau jasa dan

pengalaman mereka dalam menggunakan atau menikmati produk tersebut (Latief,

2018). Word of mouth adalah pemasaran dari mulut ke mulut, yang sering dilakukan

pelanggan serta klien merekomendasikan layanan, merek, atau produk tertentu yang

sudah mereka gunakan (Jiménez-Castillo & Sánchez-Fernández, 2019; Priansa,

2017). Menurut Priansa (2017), word of mouth adalah pesan mengenai produk atau

jasa dari peusahaan, dalam bentuk komentar dari kinerja produk, informasi mengenai

harga produk, kejujuran, kecepatan dalam pelayanan yang dirasakan berdasarkan

pengalaman seseorang untuk disampaikan kepada orang lain. Proses word of mouth

dapat terjadi secara baik ketika konsumen puas dengan pengalaman yang mereka

rasakan melalui produk ataupun jasa yang telah diterima, sehingga dapat

merekomendasikan dan berpengaruh besar bagi orang lain.

Word of Mouth Marketing Association (WOMA) menjelaskan jika word of

mouth merupakan tindakan konsumen dengan melibatkan serta memberi tahu

konsumen lain tentang merek atau produk. Menurut definisi yang diberikan diatas,

perusahaan bisa mendorong serta memberikan fasilitas percakapan lisan dengan

memastikan produk dan merek mereka sudah kualitas yang khas dan inovatif yang
membuatnya layak menjadi conversation product (Masturi & Hardini, 2017).

Menurut Bickart dan Schindler dalam (Sari, 2014) Perbincangan dari mulut ke mulut

(Word of Mouth) terdiri dari tanggapan lisan dan yang terjadi dalam interaksi tatap

muka. Karena adanya hubungan antara perusahaan dan pelanggan dalam prosedur

tersebut, itu dianggap lebih dapat dipercaya dan jujur (Hasan, 2010:25).

Jadi berdasarkan pemaparan teori tersebut dari beberapa para ahli

menyimpulkan jika, word of mouth merupakan suatu komunikasi mengenai

informasi yang dijalankan berdasarkan pengalaman seseorang yang di dapat ketika

membeli suatu produk maupun jasa serta brand, yang selanjutnya akan

diinformasikan kepada pihak lain dan akan berpengaruh terhadap informasi positif,

bujukan, rekomendasi, pujian, dan kepercayaan.

2.1.3.2 Indikator Word Of Mouth

Menurut Hasan (2010) word of mouth memiliki indikator dalam word of

mouth diantaranya sebagai berikut:

1. Memperoleh pengetahuan positif tentang produk tersebut.

2. Memperoleh saran atau rekomendasi dari orang lain

3. Adanya dorongan dari orang lain untuk membeli produk.

4. Mendengar promosi dari orang lain.

2.1.3.3 Manfaat Word Of Mouth

Menurut Kotler (2008), terdapat manfaat dari word of mouth yaitu:

1. Biaya yang digunakan sebagai pengeluaran promosi relatif sedikit lalu

perusahaan dapat memuaskan konsumen dengan memberikan diskon atau

gift.
2. Metode promosi dilakukan pelanggan untuk pelanggan dan pelanggan

sebagai billboard yang dapat berlangsung sebagai media promosi bisnis.

2.1.3.4 Jenis Word Of Mouth

Menurut Sumardy (2011), word of mouth terbagi dalam 2 kategori ialah:

1. Amplified Word of Mouth (penguatan dari mulut ke mulut)

Merupakan word of mouth yang dilakuka perusahaan, word of mouth

bakal terjadi jika perusahaan atau pemasar menjalankan upaya sebagai

dorongan atau mempercepat word of mouth kepada konsumen.

2. Organic Word of Mouth (organik dari mulut ke mulut)

Word of mouth terjadi secara alami. Konsumen senang dan sesui

harapan pada suatu produk, mereka ingin berbagi dukungan serta

antusiasme sehingga hal tersebut yang akan menjadi pendukung bagi

produk.

2.1.4 Minat Beli Ulang

2.1.4.1 Pengertian Minat Beli Ulang

Hellier et al., (2003), Han & Ryu (2012), dan Wahyuningsih (2021)

menafsirkan minat beli ulang adalah moral serta pandangan yang berkembang

sebagai akibat dari reaksi pelanggan pada suatu produk yang telah memperlihatkan

minat mereka guna dapat melakukan pembelian lagi. Minat pembelian kembali,

sebagaimana didefinisikan secara eksplisit, adalah desakan yang dihasilkan dari

Tindakan pelanggan yang akan melakukan pembelian kedua sebagai hasil dari

evaluasi barang dan jasa yang telah digunakan. (Nurcholis & Ferdianto, 2021).

Menurut Wang et al., (2019), minat pembelian ulang adalah probabilitas subjektif
bahwa pelanggan yaitu pelanggan yang berpengalaman akan membeli ulang produk

dari penjual yang sesuatu dengan produk preferensinya.

Minat beli ulang adalah niat untuk membeli lagi barang serta jasa yang sudah

dibeli konsumen pada masa lalu (Hasan, 2013; Su et al., 2016; Wang et al., 2018).

Definisi ini menunjukkan bahwa minat beli ulang yang tinggi merupakan

indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mengelola konsumen agar

loyal terhadap produknya. Minat beli ulang adalah hal penting bagi

kelangsungan hidup suatu perusahaan (Kim, 2012). Durianto (2013:58), menjelaskan

bahwa konsumen memiliki minat beli jika kualitas produk telah mempengaruhi

mereka, informasi tentang produk, harga, dan kekuatan serta kekurangan produk

dibandingkan dengan merek lain, maka ambisi akan mempunyai produk dan minat

beli bakal berkembang. Menurut Fitria (2018), minat beli ulang adalah

kecenderungan dalam bertindak sebelum membuat pilihan pembelian benar – benar

dilakukan. Jika suatu produk telah dibeli kembali oleh konsumen maka produk

tersebut telah diputuksan kembali untuk dibeli.

Dari penjelasan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa minat pembelian

ulang ialah bentuk dari evaluasi konsumen mengenai pembelian suatu produk yang

telah dikonsumsi sebelumnya dan puas terhadap produk yang dipilih sehingga

muncul untuk melakukan pembelian ulang.

2.1.4.2 Dimensi Minat Beli Ulang

Juliana et al., (2021) mengatakan jika ada 4 dimensi pada variabel minat beli

ulang yang terdiri dari:

1. Minat transaksional
Dalam hal ini, adalah umum bagi konsumen untuk memiliki

kecenderungan untuk melakukan pembelian barang (baik komoditas

maupun jasa) yang dibuat oleh suatu perusahaan.

2. Minat referensial

Konsumen referensial sering memberi tahu orang lain tentang barang

yang telah diproduksi.

3. Minat preferensial

Merupakan minat yang menggambarkan salah satu aktivitas

pelanggan dalam preferensi utama untuk barang yang diinginkan.

4. Minat eksploratif

Konsumen dalam situasi ini selalu mencari informasi tentang

gambaran barang yang akan ia minati dan beli, sesuai dengan perilaku

atau aktivitas konsumen.

2.1.4.3 Faktor yang mempengaruhi Minat Beli Ulang

Menurut Kotler dan Armstrong (2015), adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi minat beli ulang konsumen yaitu:

1. Faktor Kultur

Keinginan untuk membeli sesuatu dapat dipengaruhi oleh budaya dan

posisi sosial seseorang. Konsumen menciptakan kesan yang beragam dari

waktu ke waktu karena mereka telah mempelajari persepsi, preferensi,

dan tindakan sejak kecil. Nasionalisme, agama, ras, dan letak demografi

setiap orang adalah faktor lain yang mempengaruhinya.

2. Faktor Psikologis
termasuk pengalaman orang tersebut belajar dari peristiwa sebelumnya

serta dampak dari sikap dan keyakinan pribadi. Perubahan perilaku yang

disebabkan oleh pengalaman sebelumnya disebut sebagai pengalaman

belajar. Siapa yang akan membuat keputusan mengenai tindakan dan

pembelian berdasarkan pembelajaran konsumen dan individu, memiliki

dampak signifikan pada penciptaan minat konsumen dalam melakukan

pembelian berulang.

3. Faktor Pribadi

Pandangan dan keputusan pembelian konsumen itu sendiri akan

dipengaruhi oleh kepribadian, usia, pekerjaan, keadaan ekonomi, dan

gaya hidup mereka. Akibatnya, restoran memainkan peran penting dalam

memberikan layanan terbaik kepada pelanggan mereka. Konsep diri

termasuk dalam aspek pribadi ini. Cara kita memandang diri kita sendiri

disebut konsep diri kita, dan akhirnya dapat berfungsi sebagai contoh dari

nilai-nilai yang kita junjung tinggi. Restoran harus menyediakan keadaan

yang diantisipasi pelanggan dalam hal minat pembelian kembali.

Demikian pula, menawarkan dan memasok konsumen dengan barang-

barang yang memenuhi harapan mereka adalah penting.

4. Faktor Sosial

termasuk elemen dari kelompok referensi kecil. Sekelompok anutan

didefinisikan sebagai kumpulan orang yang berdampak pada sikap,

keyakinan, standar, dan perilaku konsumen. Orang-orang, keluarga, atau

kelompok ini membentuk kategori ini.


Elemen keluarga memainkan peran sebagai pengambil keputusan, pengambil

inisiatif, influencer pilihan pembelian, penentu apa yang harus dibeli, siapa yang

membeli dan siapa yang menjadi pemakai dalam analisis minat pembelian kembali.

Memilih produk dan merek yang konsisten dengan ambisi kelompok mereka adalah

salah satu cara kelompok referensi dapat berdampak pada minat pembelian kembali.

Kualitas manufaktur serta informasi yang dapat diakses pelanggan memainkan peran

penting dalam efektivitas pengaruh kelompok anutan atas niat pembelian kembali.

2.1.4.4 Indikator Minat Beli Ulang

Menurut Ferdinand (2006), minat beli bisa diidentifikasi melalui indikator-

indikator yaitu:

1. Minat Transaksional

Mewakili keingingan sesorang untuk membeli barang.

2. Minat Referensial

Kecenderungan seseorang untuk merekomendasikan suatu produk

kepada orang lain.

3. Minat Preferensial

Minat yang menjadi ciri tindakan seseorang yang memiliki bias kuat

terhadap produk. Opsi ini hanya bisa diubah jika produk mengalami

kerusakan.

4. Minat eksploratif

Minat ini menunjukkan pencarian konstan seseorang untuk informasi

tentang produk yang mereka minati serta informasi untuk mendukung

kualitas produk yang bermanfaat.

2.2 Penelitian Terdahulu


Penelitian ini bisa dilakukan berdasarkan dari penelitian sebenarnya, yatu dari

beberapa penelitian seperti (Rafikasari & Fauzy, 2021), (Bagus et al., 2021),

(Fandiyanto & Endriyasari, 2019), (Harfaina, 2018), (Zainur Rohman et al., 2022),

(Nilawati, 2019), (Saputra et al., 2016), (Soesanto, 2016), (Prahiawan et al., 2021),

(Mandili et al., 2022),

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu

No Penelitian (tahun) Variabel Hasil Penelitian

1 Rafikasari & Fauzi Variabel Bebas: Variabel pengaruh harga

(2021) “Pengaruh Harga, X₁: Pengaruh Harga kemasan kualitas prodyk,

Kemasan, Kualitas X₂: Kemasan brand image dan word of

Produk, Brand Image X₃: Kualitas Produk mouth berpengaruh positif

dan Word of Mouth X₄: Word of Mouth dan signifikan terhadap

terhadap Minat Beli minat beli mahasiswa pada

Mahasiswa Pada Produk Variabel Terikat: produk Le Minerale.

“Le Minerale” Y₁: Minat Beli

2 Bagus et al., (2021) Variabel Bebas: Variabel pengaruh harga

“Pengaruh Kualitas X₁: Pengaruh Kualitas kemasan kualitas produk

Produk, Harga, Desain Produk harga desain dan citra merek

dan Citra Merek X₂: Harga berpengaruh positif dan

Terhadap Minat Beli X₃: Desain signifikan terhadap minat

Ulang Produk Sepatu” X₄: Citra Merek beli ulang pada produk

sepatu.
Variabel Terikat:

Y₁: Minat Beli Ulang

3 Fandiyanto & Variabel Bebas: Variabel pengaruh

Endriyasari, (2019) X₁: Kepercayaan Merek kepercayaan merek dan citra

“Pengaruh Kepercayaan X₂: Citra Merek merek berpengaruh

Merek Dan Citra Merek signifikan dan positif

Terhadap Minat Beli Variabel Terikat: terhadap minat beli ulang

Ulang “Kopi Toraja” Di Y₁: Minat Beli Ulang kopi toraja di coffe josh

Coffee Josh Situbondo” situbondo.

4 Harfaina, (2018) Variabel Bebas: Variabel pengaruh promosi

“Pengaruh Promosi X₁: Promosi Penjualan penjualan eksperiental

Penjualan, Experiential X₂: Exsperiental marketing kualitas produk

Marketing, Kualitas Marketing dan kualitas pelayanan

Produk dan Kualitas X₃: Kualitas Produk berpengaruh positif dan

Pelayanan Terhadap X₄: Kualitas Pelayanan signifikan terhadap minat

Minat Beli Ulang (Studi beli ulang di restoran ayam

Kasus Pada Restoran Variabel Terikat: geprek sa’I yogyakarta.

Ayam Geprek SA’ I Y₁: Minat Beli Ulang

Yogyakarta)”

5 Zainur Rohman et al., Variabel Bebas: Variabel pengaruh kepuasan

(2022) “pengaruh X₁: Pengaruh Kepuasan konsumen kualitas produk

kepuasan konsumen, konsumen citra merek dan word of

kualitas produk, citra mouth memiliki dampak


merek, dan word of X₂: Kualitas Produk positif dan signifikan

mouth terhadap minat X₃: Citra Merek terhadap minat beli ulang.

beli ulang” X₄: Word of Mouth

Variabel Terikat:

Y₁: Minat Beli Ulang

6 Nilawati, (2019) Variabel Bebas: Variabel pengaruh brand

“Pengaruh Brand Image X₁: Brand Image image dan word of mouth

Dan Word of Mouth X₂: Word of Mouth berpengaruh positif dan

Terhadap Minat signifikan terhadap minat

Pembelian Ulang (Studi Variabel Terikat: beli ulang kopi abc di desa

Pada Konsumen Kopi Y₁: Minat Beli Ulang pancoran bondowoso.

ABC Di Desa Pancoran

Bondowoso)”

7 Saputra et al., (2016) Variabel Bebas: Variabel pengaruh kualitas

“Pengaruh kualitas jasa, X₁: Kualitas Harga harga dan word of mouth

lokasi dan word of mouth X₂: Word of Mouth berpengaruh positif dan

terhadap minat beli ulang signifikan terhadap minat

pada bengkel fery motor Variabel Terikat: beli ulang bengkel fery di

padang” Y₁: Minat Beli Ulang padang.

8 Soesanto, (2016) Variabel Bebas: Variabel pengaruh kualitas

“analisis pengaruh X₁: Kualitas Produk produk kepuasan konsumen

kualitas produk, X₂: Kepuasan Pelanggan dan word of mouth

kepuasan pelanggan dan berpengaruh positif dan


words of mouth terhadap X₃: Word of Mouth signifikan terhadap minat

minat beli ulang beli ulang produk kerupuk

konsumen (studi kasus Variabel Terikat: ikan lele umkm minasari

pada produk kerupuk Y₁: Minat Beli Ulang cikaria pati, jawa tengah.

ikan lele ukm minasari

cikaria pati, jawa

tengah)”

9 Prahiawan et al., (2021) Variabel Bebas: 1. Variabel e-

“The role of e- X₁: Satisfaction satisfaction terhadap

satisfaction, e-word of X₂: Word of Mouth repurchase intention

mouth and e-trust on X₃: Trust memiliki pengaruh

repurchase intention of yang positif namun

online shop” Variabel Terikat: tidak signifikan.

Y₁: Repurchase 2. Variabel e-trust

intention terhadap repurchase

intention memiliki

pengaruh yang

positif dan

signifikan.

3. Variabel e-word of

moith terhadap

repurchase intention

memiliki pengaruh

yang positif namun


tidak signifikan.

10 Mandili et al., (2022) Variabel Bebas: Variabel pengaruh produk

“Effect of Product X₁: Produk Quality quality customer

Quality, Customer X₂: Customer satisfaction and brand

Satisfaction, Trust, and Satisfaction image berpengaruh positif

Brand Image on X₃: Brand Image dan signifikan terhadap

Repurchase Intention. repurchase intention halal

Case Study: Halal Variabel Terikat: cosmetic produk.

Cosmetic Products” Y₁: Repurchase

intention

2.3 Kerangka Pemikiran

Minat pembelian ulang dalah suatu kegiatan dalam diri pelanggan guna

melakukan aktivitas pembelian produk ulang atau barang yang mirip, karena didapat

memalui kepuasan sutau produk yang telah dikonsumsi, sehingga konsumen akan

membeli kembali produk yang memiliki kualitas atau sesuai harapan, apabila

harapan itu sudah terwujud maka tanpa dipungkiri adanya minat beli ulang dari

konsumen. Berikut beberapa hal yang dapat memenuhi minat konsumen untuk

melakukan minat beli ulang, yaitu seperti citra merek, kualitas produk, dan word of

maouth.

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran

Citra Merek
X₁
H₁
Kualitas Produk H₂ Minat Beli Ulang
X₂ Y₁
H₃

Word of Mouth
X₃

2.4 Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Citra Merek Terhadap Minat Beli Ulang

Pengaruh Citra Merek terhadap minat beli ulang

Adalah satu faktor yang dapat mempengaruh minat pembelian ulang ialah Citra

Merek karena Citra Merek merupakan persepsi atau penafsiran pelanggan ketika

membeli dan menerima suatu produk yang dibutuhkan atau diinginkan, sehingga

dengan adanya Citra Merek akan membuat konsumen lebih yakin dengan persepsi

terhadap produk yang dan akan meningkatkan pembelian secara berulang.

Merek saat ini lebih dari sekadar nama atau simbol; Ini berfungsi sebagai

salah satu cara untuk membedakan suatu produk dari barang-barang lainnya. Brand

image yang ada dalam sebuah produk menjadi salah satu kekhawatiran dan

pertimbangan yang dimiliki konsumen ketika memilih untuk melakukan keputusan

pembelian. Adriani & Sembiring (2013). Menurut (Tjiptono, 2008), citra merek

adalah deskripsi asosiasi dan pendapat pelanggan atas suatu merek tertentu.

Preferensi pelanggan dari salah satu merek produk terkait pada citra yang melekat

dalam sebuah produk. Ramadhan et al. (2017), menjelaskan bahwa dengan citra
merek yang kuat, pelanggan akan mempunyai harapan yang baik terhadap produk

perusahaan dan akan lebih cenderung membelinya. Perusahaan kemudian harus

mampu memberikan produk terbaik untuk memenuhi keinginan dan preferensi

pelanggan. Jadi perusahaan dituntut untuk bisa menciptakan merek jauh berkualitas

daripada para pesaingnya untuk menghadapi masalah bagaimana pelanggan itu dapat

memutuskan untuk terus menggunakan merek yang dipilih.

Penelitian yang telah dilakukan Darma (2019), menyatakan jika persepsi

harga yang tepat dalam pandangan konsumen ialah tidak ragu dalam mengkonsumsi

produk tersebut, menurut Wildan Arifin (2016), (Annafik & Rahardjo, 2012; Semuel

& Lianto, 2014) menemukan jika Citra Merek berpengaruh positif dan signifikan

terhadap minat beli ulang. Pada pernyataan diatas untuk hipotesis pada penelitian

pertama ialah:

𝐇𝟏: Citra Merek Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Minat Beli

Ulang

2.4.2 Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Minat Beli Ulang

Pada suatu bisnis yang menghasilkan produk, Kualitas produk atau kualitas

adalah elemen yang paling penting untuk dijaga karena banyaknya persaingan pada

bisnis, sehingga kualitas harus benar-benar diperhatikan agar tidak kekurangan

pelanggan serta menjaga image perusahaan. Ketika kualitas produk telah dinilai baik

dan layak sehingga dapat memenuhi harapan konsumen tentunya hal itu bakal

berpengaruh terhadap minat pembelian ulang.

Menurut Ariansyah (2018), menjelaskan bahwa penilaian menyeluruh

terhadap pengalaman positif pelanggan dengan barang atau jasa merupakan kualitas

produk. Agar produk mereka menjadi luar biasa dan menonjol dari pesaing,
perusahaan harus dapat menyediakan produk dengan kualitas dan nilai yang tinggi.

Sedangkan terdapat pendapat lain menurut Darma (2019), seorang konsumen akan

menentukan menggunakan produk yang memiliki kualitas serta mampu memberikan

fungsi yang maksimal karena akan lebih dapat diandalkan. Sehingga apabila

perusahaan dapat memberikan kualitas produk terbaik minat pembelian ulang akan

terjadi pada produk tersebut dan akan di minati para konsumen.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rafikasari & Fauzi (2021), Bagus

et al., (2021), Zainur Rohman et al., (2022), Soesanto, (2016) menemukaan jika

kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat pembelian ulang.

Sehingga dari pemaparan diatas untuk hipotesis kedua pada penelitian ini ialah:

𝐇𝟐: Kualitas Produk Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Minat Beli

Ulang

2.4.3 Pengaruh Word of Mouth Terhadap Minat Beli Ulang

Word of mouth merupakan suatu komunikasi yang menghasilkan informasi

dengan menyampaikan pengalaman pada salah satu produk atau jasa guna

mempengaruhi lingkungan sekitar, sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap

minat pembelian dan konsumen yang telah menyampaikan informasi kepada pihak

lain pun akan turut melakukan pembelian ulang apabila produk yang dibeli telah

memenuhi kepuasan serta harapan konsumen.

Menurut Hasan (2010), dalam word of mouth pihak konsumen yang akan

memutuskan mengenai hal yang sangat berharga untuk di komunikasikan, maka

perusahaan harus dapat memposisikan produknya dengan baik agar produk tersebut
berharga untuk dibicarakan serta akan dijadikan rekomendasi untuk orang lain

melalui Pengalaman yang sudah terjadi. Adapun word of mouth menurut Priansa

(2017), merupakan informasi terkait dengan produk atau jasa dari peusahaan, yang

dirancang dalam bentuk komentar dari kinerja produk, informasi mengenai harga

produk, kejujuran, kecepatan dalam pelayanan yang dirasakan berdasarkan

pengalaman seseorang untuk disampaikan kepada orang lain Hasil penelitian yang

telah dilakukan Rafikasari & Fauzi (2021), Zainur Rohman et al., (2022), Nilawati,

(2019), Saputra et al., (2016), menemukan bahwa word of mouth berpengaruh positif

dan signifikan terhadap minat pembelian ulang. Dari pemaparan diatas hipotesis

ketiga dalam penelitian ini ialah:

𝐇𝟑: Word of Mouth Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Minat Beli

Ulang
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.1.1 Variabel Penelitian

Semua hal yang menyeleksi dan mengusung variasi dalam nilai merupakan

variabel penelitian (Sekaran, 2006:74). Variabel-variabel berikut diimplementasikan

pada penelitian (Husein Umar, 2004:33):

1. Variabel Independen

Variabel yang dapat berfungsi secara independen satu sama lain atau

yang bertindak sebagai penentu utama variabel dependen (Ferdinand,

2006:26). Variabel independent pada penelitian ini yaitu citra merek

(X1), kualitas produk (X2) dan word of mouth (X3).

2. Variabel dependen
variabel yang bergantung pada variable lain atau dipengaruhi oleh

variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu minat

beli ulang (Y1).

3.1.2 Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel dan Indikator

No Variabel Definisi Konsep Indikator

1 Citra Merek Citra merek yaitu pandangan


1. Pengenalan (Recognation)
umum terhadap suatu merek
2. Reputasi (Reputation)
perusahaan. Dimana
3. Daya Tarik (Affinity)
pandangan itu muncul secara
4. Kesetian (Loyality)
otomatis dari ingatan diri
Sumber: Freddy Rangkuti
konsumen, melalui rangkain
(2014).
seleksi ingatan, terhadap
semua merek yang pernah
diingat. Sebab itu citra merek
merupakan komponen
penting yang perlu menjadi
focus seorang pemasar
(Geraldine, 2021).
2 Kualitas Produk Menurut Bowo, Hoyyi, dan 1. Rasanya yang enak
Mukid (2013) Kualitas 2. Fitur Produk
produk adalah ukuran 3. Daya Tahan Kemasan
komparatif dari sejauh mana
suatu barang atau layanan Sumber: Kotler, 1995 (dalam
bisa memenuhi kebutuhan Lembang dan Sugiono, 2010)
pelanggan.
3 Word of Mouth Ketika pelanggan atau 1. Mendengar pengalaman
konsumen berdiskusi
mengenai layanan, merek, positif tentang produk.
atau produk yang telah 2. Mendapat rekomendasi
dimanfaatkan atau digunakan dari orang lain.
oleh orang lain, itulah yang 3. Didorong orang lain
disebut word of mouth. untuk membeli produk.
(Jiménez-Castillo & Sánchez- 4. Mendengar promosi dari
Fernández, 2019; Priansa, orang lain.
2017).
Sumber: Hasan (2010)
4 Minat Beli Ulang Menurut Wang et al., (2019), 1. Minat Transaksional
minat pembelian ulang adalah 2. Minat Referensial
probabilitas subjektif bahwa 3. Minat Preferensial
pelanggan yaitu pelanggan 4. Minat Eksploratif
yang berpengalaman akan Sumber: Ferdinan (2006)
membeli ulang produk dari
penjual yang sesuatu dengan
produk preferensinya.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi

Menurut Sugiono (2018;130) Menurut definisi ini, populasi adalah kategori

luas yang memiliki objek dan subjek sesuai dengan kualitas dan kuantitas tertentu

untuk ukuran dan komposisi yang telah ditetapkan peneliti untuk mempelajari dan

meyelidiki dari mana mereka dapat menarik kesimpulan. Dalam hal ini konsumen

merek air minum dalam kemasan Le Minerale dari Kota Rembang menjadi target

audiens studi ini.

3.2.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2017:81), Sampel merupakan bagian dari ukuran

populasi dan terdiri dari sifat-sifatnya. Beberapa pelanggan yang secara konsisten

menggunakan produk air Minun dalam kemasan merek Le Minerale memberikan

sampel untuk penelitian ini., purposive sampling dilakukan dalam penelitian ini

karena banyak sekali populasi yang komposisinya tidak diketahui dengan pasti.

Rumus unknow population berikut digunakan dalam skenario populasi yang tidak

diketahui penelitian ini, ketika jumlah populasi yang tepat tidak diketahui. (Ridania,

2019).
2
z
n= 2

Keterangan.

n = jumlah sampel

z = Jumlah kepercayaan sampel yang diperlukan untuk penelitian ini

(pada α = 5% atau derajat kepercayaan ditetapakan 95% maka z = 1,96)

μ= margin of error, jumlah kesalahan yang didapat ditolelir (ditentukan

10% atau 0,1)

Jumlah sampel kemudian dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini:


2
1,96
n=
4(0,1)2

n=96,04

Perhitungan menunjukan, setidaknya ada sampel yang baik sebanyak 96,04

responden tetapi dalam penelitian ini akan dibulatkan menjadi 100 responden

konsumen air minum pada kemasan merek Le Minerale. Metode pengambilan

sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling,

adalah metode pengambilan sampel yang akan memberi setiap anggota populasi
kesempatan guna menjadi bagian dari sampel. Teknik pengambilan non probability

sampling ini Purposive Sampling akan digunakan dalam penelitian ini. Menurut

Ridwan (2012:63) para peneliti dapat menggunakan strategi pengambilan sampel

yang dikenal sebagai purposive sampling juga dikenal sebagai pertimbangan

pengambilan sampel, mereka mengambil sampel atau memilih sampel untuk alasan

tertentu. Pada penelitian ini memiliki pertimbangan terhadap beberapa kriteria

responden yaitu:

1. Responden adalah konsumen air minum dalam kemasan merek Le Minerale

telah melakukan pembelian minimal 2x.

2. Konsumen minimal berusia 17 tahun.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data kuantitatif merupakan jenis data yang dipakai untuk penyelidikan ini.

Menurut Sugiyono, (2015) data kuantitatif merupakan system yang dapat diukur dan

diukur dengan cepat, dimana data serta penjelasannya berupa bilangan atau angka.

Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer, data ini

didapatkan dari penyebaran kuisioner atau angket pada sampel yang telah ditetapkan.

Menurut Sugiyono, (2015) Data primer merupakan informasi yang peneliti

kumpulkan langsung dari responden.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Guna mendukung objektivitas pada penelitian dan menambah pembahasan

penelitian untuk diuji, jadi penulis harus mengumpulkan serta informasi yang akan

dipakai dalam bahan penelitian untuk diolah sebagai beerikut:

3.4.1 Penyebaran Kuesioner


Metode utama untuk mengumpulkan data dan informasi untuk dijadikan

bahan kajian adalah yang satu ini. Cara yang dipakai dalam pembagian kuisioner

nantinya dengan membagikan tautan form pertanyaan yang berisi instrumen

penelitian kepada pembeli air kemasan merek Le Mineral yang telah melakukan

pembelian secara berulang. Penyebaran kuisioner akan dilakukan dalam dua tahap.

Dimana tahap kedua berguna sebagai langkah cadangan apabila dalam proses

penyebaran kuisioner ditahap pertama belum mencapai angka responden yang telah

ditentukan.

Pada penelitian ini peneliti memilih untuk memakai skala likert. Skala ini

dianggap cocok guna mendapatkan data responden dimana tujuan dari penelitian ini

adalah menguji atau melihat fenomena sosial yang terjadi didalam populasi

penelitian. Menurut Sugiyono, (2015) Sikap, pandangan, dan persepsi seseorang atau

kelompok mengenai fenomena sosial diukur merupakan pengertian dari skala Likert.

Pada pertanyaan ataupun pernyataan yang dikur dengan skala likert memiliki

lima tingkatan peferensi jawaban (Sugiyono, 2015). Dimana masing-masing jawaban

memiliki skor atau bobot yang telah ditentukan, seperti rincian pada tabel berikut:

No Pilihan Jawaban Skor

1 Sangat Tidak Setuju 1

2 Tidak Setuju 2

3 Ragu 3

4 Setuju 4

5 Sangat Setuju 5
Keterangan:

1. Jawaban Sangat Tidak Setuju diberi skor 1 poin

2. Jawaban Tidak Setuju diberi skor 2 poin

3. Jawaban Ragu diberi skor 3 poin

4. Jawaban Setuju diberi skor 4 poin

5. Jawaban Sangat Setuju diberi skor 5 poin

3.5 Metode Analisis

3.5.1 Uji Validitas dan Uji Reabilitas

3.5.1.1 Uji Validitas

Menurut Sugiharto dan Sitinjak (2006), mengenai pengukuran apa yang harus

diukur terkait merupakan validitas. Tingkat akurasi alat ukur penelitian terhadap

bahan aktual yang diuji disebut sebagai validitas dalam penelitian. Uji validitas

merupakan prosedur yang dipakai untuk mengetahui seberapa baik alat ukur sesuai

dengan objek yang diukur. Sebuah pertanyaan dianggap valid jika r hitung > r table

(Ghozali, 2009).

3.5.1.2 Uji Reabilitas

Tes keandalan mengevaluasi kuesioner yang bertindak sebagai indikator

variabel. Uji statistik alpha Cronbach’s akan digunakan untuk melakukan uji

keandalan. (𝛼) dengan ketentuan bahwa variabel yang diteliti dinyatakan reliabel

apabila nilai cronbach’s alpha adalah di atas 0,6 (Ghozali, 2009, p.133).

3.6 Pengujian Asumsi Klasik


3.6.2 Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2011:160) menjelaskan bahwa tujuan dari uji normalitas

adalah untuk menentukan apakah setiap variabel didistribusikan secara teratur atau

tidak. Untuk menjalankan tes variabel lebih lanjut dengan anggapan bahwa nilai

residual mengikuti distribusi normal, maka tes normalitas diperlukan. Dasar

pengambilan keputusan (Ghozali, 2013: 163): 1) Model regresi melanggar kondisi

normalitas jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arahnya, atau

jika grafik histogram menunjukkan pola distribusi normal. 2) Di bawah pengaturan

tipikal, model regresi gagal jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak

mengikuti arah garis diagonal, atau jika grafik histogram tidak mencerminkan pola

distribusi normal. Metode Kolmogrov-Smirnov digunakan dalam pekerjaan ini untuk

menguji normalitas. Jika angka signifikansi (Sig) kurang dari 0,05, data tidak

didistribusikan secara normal.

3.6.3 Uji Multikolinieritas

Menurut Ghozali (2013:105), Uji multikolinearitas menentukan apakah suatu

model regresi menemukan keterkaitan antara variabel bebas atau tidak. Seharusnya

tidak ada korelasi antara variabel independen dalam model regresi yang layak. Jika

variabel independen berkorelasi satu sama lain, mereka tidak orthogonal. Istilah

variabel ortogonal mengacu pada variabel independen dengan korelasi di antara

mereka sama dengan nol. Mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam

model regresi yaitu sebagai berikut:


1. Nilai R yang dihasilkan oleh estimasi model regresi empiris cukup tinggi,

namun banyak variabel independen yang tidak banyak berpengaruh

terhadap variabel dependen.

2. Periksa matriks korelasi variabel independen. Jika ada korelasi yang

cukup kuat antara variabel (biasanya lebih besar dari 0, 90), ini

menunjukkan multikolinearitas. Kurangnya korelasi substansial antara

variabel independen tidak mengesampingkan multikolinearitas.

Multikolinearitas dapat diproduksi ketika dua atau lebih faktor

independen memiliki efek gabungan.

3. Multikolinieritas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan variance

inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini mewakili masing-masing

variabel independen yang dijelaskan oleh yang lain. Singkatnya, setiap

variabel independen diubah menjadi variabel dependen (terikat) dan

mengalami kemunduran terhadap variabel independen lainnya. Toleransi

mengukur variabilitas variabel independen yang tidak dicirikan oleh

variabel independen lainnya. Jika nilai tolerance yang rendah sama

dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cut off yang

umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah Nilai

Toleranssce ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. Setiap peneliti

harus menentukan tingkat kolineritas yang masih dapat ditolerir. Misal

nilai Tolerance = 0,10 sama dengan tingkat kolineritas 0,95. Meskipun

nilai Toleransi dan VIF dapat menunjukkan multikolinearitas, kita masih

belum tahu variabel independen mana yang berkorelasi satu sama lain.

3.6.3 Uji Heteroskesdasitas


Menurut Ghozali (2013:139) Uji heteroskedastisitas menentukan apakah ada

perbedaan varians antara residu dari satu pengamatan dengan yang lain dalam model

regresi. Jika varians dari residu satu pengamatan ke yang lain tetap konstan, kondisi

ini disebut homoskedastisitas, jika bervariasi, kondisi ini disebut heteroskedastisitas.

Menurut Ghozali (2011:139) Model dengan homoskedastisitas dan tidak ada terjadi

heteroskedastisitas merupakan model regresi yang layak. Model regresi lulus uji

heteroskedastisitas jika nilai p lebih dari 0,05, tidak signifikan berarti tidak terjadi

heterokesdasitas yang menunjukkan bahwa lolos uji heteroskedastisitas. Salah satu

yang menunjukkan homokedastisitas yaitu tidak mengalami heterokesdasitas yang

disebut dengan model regresi yang baik.

3.7 Uji Statistik

3.7.1 Analisis Linier Berganda

Dengan memperkirakan nilai yang terhubung dengan X (variabel

independen) dan menemukan nilai Y (sebagai variabel dependen), teknik ini

digunakan untuk menetapkan hubungan kausal (variabel independen). Dengan kata

lain, ini dapat diterapkan untuk menentukan prediktabilitas individu dari variabel

atau kriteria dependen menggunakan variabel atau prediktor independen. Menurut

Sugiyono (2013:142) untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas

yaitu Citra Merek (X₁) dan Kualitas Produk (X₂) dan Word of Mouth (X₃) terhadap

Minat Beli Ulang Konsumen (Y):

Rumus Y = a+ b ₁ X ₁+b ₂ X ₂+b ₃ X ₃+ e

Keterangan:

Y : Variabel Minat Beli Konsumen

X₁ : Variabel Citra Merek


X₂ : Variabel Kualitas Produk

X₃ : Variabel Word of Mouth

a : Konstanta
1
b −b ₂ : Koefisien regresi

e : error

3.7.2 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi dipakai saat menilai kapasitas model untuk

menggambarkan bagaimana pengaruh variabel independen yang bekerja Bersama

secara (simultan) mempengaruhi variabel dependen yang dapat diteliti menggunakan

R-Square. (Ghozali, 2008).

Cara untuk mengetahui seberapa besar nilai koefisien determinasi yaitu

dengan mengalihkan nilai R-Square dengan 100%, jika nilai lebih dari 67% maka

menggambarkan koefisiensi yang baik, apabila kurang dari 67% namun lebih dari

33% menggambarkan koefisien determinasi yang moderat, dan jika kurang dari 33%

namun lebih dari 19% mengindikasikan koefisien daterminasi yang lemah.

3.7.3 Uji F (Signifikan Simultan)

Uji F digunakan untuk mengetahui bagaimana variabel X mempengaruhi

variabel Y secara bersamaan. Formula uji F Sugiyono (2013:193) adalah

sebagai berikut:
2
R /K
Fh=
( 1−R ) /(n−k−1)
2

Keterangan:

R : Koefisien korelasi ganda

k : Jumlah variable independen


n : Jumlah sampel

Kriteria pengujian sebagai berikut:

Ho: bi = 0, artinya variabel bebas (Citra Merek, Kualitas Produk dan Word of

Mouth) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama

terhadap variabel terikat (minat beli ulang).

Ha: bi ≠ 0, artinya variabel bebas (Citra Merek, Kualitas Produk dan Word of

Mouth) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (minat

beli ulang).

Dasar pengambilan keputusan (Sanusi, 2011:143) adalah dengan

menggunakan angka probabilitas ialah sebagai berikut:

a. Jika Fhitung ≥ Ftabel dan nilai Sig < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha

diterima, artinya secara simultan variabel independen mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

b. Jika Fhitung < Ftabel dan nilai Sig > 0,05, maka Ho di terima dan Ha

ditolak, artinya secara simultan variabel independen tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

c. Mancari F tabel:

df1 = K – 1

df2 = N – k

Dimana:

Df : degree of freedom

N : jumlah sampel

K : jumlah variabel (bebas dan terikat)

3.7.4 Uji-t (Signifikan Parameter Parsial)


Uji thitung Uji t dari Sugiyono digunakan untuk menguji hipotesis yang telah

ditentukan memiliki pengaruh atau tidak untuk melihat secara parsial bagaimana

pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) (2013:184) menjelaskan

sebagai berikut:

r √n−2
t=
√1−r 2

Keterangan:

t : Nilai Uji t

r : Nilai Efisiensi Korelasi

n : Jumlah Sampel

Kriteria pengujian sebagai berikut:

Ho: bi = 0, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan

dari variabel bebas (Citra Merek X₁, Kualitas Produk X₂ dan Word of Mouth X₃)

terdapat variabel terikat (minat beli ulang Y).

Ha: bi ≠ 0, artinya secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari

variabel bebas (Citra Merek X₁, Kualitas Produk X₂ dan Word of Mouth X₃)

terdapat variabel terikat (minat beli ulang Y)

Dasar pengambilan keputusan menurut Sanusi (2011:138) adalah dengan

menggunakan angka probabilitas signifikan, yaitu:


a. Jika thitung ≥ ttabel atau -thitung ≤ -t tabel dan nilai Sig < 0,05, maka Ho ditolak

dan Ha diterima hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan dari variabel

bebas terhadap variabel terikat.

b. Jika thitung < ttabel atau -thitung > -ttabel dan nilai Sig > 0,05, maka Ho diterima dan

Ha ditolak hal ini berarti tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel

bebas terhadap variabel terikat.

c. Analisa untuk mencari t tabel yaitu:

df = n – k pada α = 0,05

Keterangan:

df : degree of freedom

n : Jumlah sampel

k : Variabel bebas dan terikat α: 5% (0,05/2)

Anda mungkin juga menyukai