Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Manajemen pendidikan pesantren

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen pesantren pada


semester IV

Dosen Pengampu: Asep indra gunawan, Lc., M.Ag.

Disusun Oleh:
Silman rifaldi : 1211030282
Laila Sa’adah : 1211030269
Siti muflichatun : 1211030284

PROGRAM STUDI (PRODI) MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SYAMSUL ‘ULUM
GUNUNGPUYUH-KOTA SUKABUMI
TAHUN AKADEMIK
2022-2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puja puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah
S.w.t. atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun makalah ini bejudul: “Manajemen pendidikan
pesantren ”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-


besarnya kepada dosen mata kuliah sosiologi pendidikan yang telah memberikan
tugas kepada kami. Sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami
dan juga teman-teman yang mebaca makalah kami.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal serta kami mendapatkan
bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat


maupun inspirasi terhadap pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

Sukabumi, 25 april 2022

Tertanda,

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan penulisan.......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................3

A. Pengetian Struktur Sosial Sekolah.............................................................3


B. Kedudukan dan Peranan Seseorang Dalam Struktur Sosial Sekolah........4
C. Kedudukan Guru Dalam Struktur Sosial Sekolah.....................................12

BAB III PENUTUPAN .......................................................................................14

A. Kesimpulan................................................................................................14
B. Saran..........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu berasal dari kata manus yang
berarti tangan, dan agere artinya melakukan; digabung menjadi kerta kerja
managere, berarti menangani; diterjemahkan ke dalam bahasa inggris, to
manage, kata bendanya managemet (mengatur atau mengelola); manajemen
kini diartikan pengelolaan. Menurut arti istilah, banyak pakar yang
mengemukakan beragam definisi: (1) manajemen adalah ilmu dan seni
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan
sumberdaya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan,4 (2) manajemen
yaitu segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama
sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu,5 (3) sejumlah pakar
mengartikan: manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan lebih dulu
dengan mempergunakan kegiatan orang lain.6 Definisi manajemen yang
mudah dipahami, yaitu: koordinasi semua sumber daya melalui proses
perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja, pengarahan dan
pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu.
Menurut M. Manulang, salah satu arti manajemen ialah para pelakunya,
orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Manajer, yaitu pejabat
yang bertanggung jawab atas terselenggaranya manajemen agar tujuan
organisasi tercapai dengan baik.

1
B. Rumusan Masalah.
1. Apa yang dimaksud dengan penjabaran manajemen pendidikan dalam
pondok pesantren?
2. Apa yang dimaksud dengan akuntabilitas dan tranformasi dalam
masyarakat?
3. Apa itu pesantren?
C. Tujuan.
a) Untuk mengetahui penjabaran manajemen pondok pesantren.
b) Untuk mengetahui akuntabilitas dan traformasi dalam masyarakat
c) Untuk mengetahui dan memahami tentang pesantren.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penjabaran manajemen pendidikan dalam pondok pesantren.


Berikut ini hendak dibahas penjabaran fungsi-fungsi manajemen pada
lembaga pendidikan pondok pesantren.
1. Perencanaan.
Perencanaan ialah rancangan kegiatan yang akan dilaksanakan di masa
yang akan datang untuk mencapai tujuan.Perencanaan mengandung unsur-
unsur: se-jumlah kegiatan yang ditetapkan sebelumnya, adanya proses, ada
hasil yang ingin dicapai, dan menyangkut masa depan dalam waktu
tertentu.10 Manfaat Perencanaan, antara lain: mendapatkan standar
pengawasan, hingga bisa memprakirakan pelaksa-naan dan melakukan
kontrol, membuat skala prioritas; mengetahui (paling tidak ancar-ancar)
kapan pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan, mengetahui siapa saja
yang sebaiknya dilibatkan dalam kegiatan itu, membuat struktur
organisasinya, termasuk kualifikasi dan kuantitasnya, mengetahui dengan
siapa koordinasi sebaiknya dilakukan, dapat melakukan penghematan;
meminimalkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif, menghemat biaya
dan waktu; lebih baik dalam penyusunan program dan anggaran,
memberikan gambaran menyeluruh tentang kegiatan,
mengefisienkan/menyerasikan dan memadukan beberapa kegiatan,
memprakirakan kesulitan yang bakal ditemui, mengarahkan pencapaian
tujuan.11 Bagi Pondok Pesantren, rencana jangka panjang sangat besar
manfaatnya. Yang jelas betapapun, bekerja berdasarkan cita-cita dan rencana
yang ideal-rasional, dampak terhadap penggarapan perlengkapan fisik
(sarana-prasarana) dan nonfisik (pendidikan) seharhari, niscaya akan jauh
lebih baik, terarah dan tepat sasaran daripada bekerja asal jalan, tanpa cita-
cita, tanpa arah. Bila rencana tidak ada, organisasi mungkin akan jalan di
tempat, mudah terbawa arus, atau bahkan salah arah. Penjabaran
perencanaan dalam lembaga pendidikan pondok pesantren, seyogyanya
berangkat dari Visi, Misi, dan Tujuan. Untuk merumuskan program jangka
panjang dan menengah sebaiknya secara luas mengundang para alumni yang
kompeten, para pakar, ulama dan pendukung dan tokoh-tokoh masyarakat, di
samping “orang dalam”, pengurus dan pimpinan pondok pesantren itu
sendiri, untuk bersama-sama menyusun rencana strategis (RENSTRA).
Suatu bentuk program jangka menengah/panjang lebih matang yang
penyusunannya melibatkan “keluarga besar”, hingga pondok pesantren
beserta program jangka menengah dan panjangnya mendapat dukungan luas.
Kemudian hasil RENSTRA itu dijadikan acuan dalam penyusunan program-
program tahunan. 2. Pengorganisasian (Organizing).
Organisasi (dalam arti badan) adalah sekelompok orang yang bekerjasama
utk mecapai tujuan tertentu. Organisasi itu merupakan “wadah” bagi mereka.
12 Tujuan dan manfaat organisasi: mengatasi keterbatasan kemampuan
individu-individu, pencapaian tujuan yg akan lebih efektif dan efisien (jauh
lebih kuat) bila diusahakan secara bersama, mewadahi berbagai potensi dan
teknologi, spesialisasi, kepentingan-kebutuhan bersama yg kompleks,
memperoleh penghargaan dan keuntungan, tatakrama berdasarkan cita-cita
besar, potensi bersama, pembagian tugas sesuai bidang, dan menambah
pergaulan; dan memanfaatkan waktu untuk kepentingan yang jauh lebih
besar.13 Terkait dengan pengorganisasian dalam pondok pesantren,
diberlakukannya Undang-Undang Yayasan Tahun 2001 dan 2004 tersebut di
atas (dimplementasikan tahun 2007), memberi peluang kepada pondok
pesantren untuk merekonstruksi manajemennya, hingga manajemen dapat
diterapkan sebagaimana mestinya. Yaitu sesuai dengan ilmu serta kode etik
manajemen yang lazim. Penempatan dan pemberdayaan sumber daya
manusia dalam organisasi (staffing), intinya mengusahakan secara sungguh-
sungguh penerapan the right man on the right place serta pembinaan dan
pengembangan melalui pengarahan, diklat, penataran atau disekolahkan, dan
melalui penghargaan dan sanksi seperti promosi, rolling, mutasi dan
sebagainya. 14 Masalah pembinaan dan pengembangan sumber daya
manusia berupa promosi, mutasi dan sejenisnya dalam dinamika
kepengurusan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan swasta,
tentunya diperlukan penyesuaian dan modifikasi. Misalnya, pembinaan
tentang pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan tertentu tidak
menyelenggarakan sendiri, tetapi mengirimkan orang-orang sesuai bidang
mereka ke diklat-diklat yang diadakan oleh pihak pemerintah. Pemberian
sanksi, peringatan atau penyegaran kerja dapat dilakukan cara pemindahan
atau saling tukar posisi kepengurusan (rolling), dsb.
3. Pengarahan dan Penggerakan (Directing, Actuating).
Pengarahan (directing, leading) identik dengan motivating, actualizing,
action, moderating, penggerakan dsb. Organisasi, umumnya digerakkan
dengan rapat dan non rapat. Obyek utamanya adalah pelaksanan program,
meski tidak terbatas hanya program bila ada sesuatu yang mendesak dan
perlu dimusyawarahkan. Dalam hal ini layak diperhatikan stigma: Penggerak
organisasi = program dan rapat; Kunci utama keberhasilan manajemen =
leadership/kepemimpinan, dan kunci utama keberhasilan kepemimpinan =
komunikasi.15 Penggerakan dan pengarahan melalui rapat merupakan cara
formal yang lebih lazim, berwibawa dan aman, karena hasil keputusan
bersama. Seperti dimaklumi bentuk rapat bermacam-macam: pleno,
koordinasi, dan rapat khusus. Isinya pun dapat beragam dan sangat dinamis.
Penggerakan pun dapat dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren melalui
instruksi. Tetapi seyogyanya instruksi hanya dikeluarkan bagi urusan-urusan
yang sangat penting dalam keadaan khusus. Misalnya menyangkut
pelaksanaan kebijakan umum pondok pesantren yang mempunyai nilai
fundamental dalam situasi yang tepat. Penggerakan tidak terbatas pada cara-
cara formal. Ia dapat dilakukan dengan cara pembinaan, memberi motivasi,
pengarahan, dan sebagainya.
Dalam pondok pesantren yang menerapkan manajemen, pada dasarnya
semua cara penggerakan tersebut di atas dapat diaplikasikan, tentunya
dengan berbagai kemungkinan penyesuaian karena pertimbangan kultural.
4. Pengontrolan/Controlling.
Obyek pengontrolan dan pengawasan meliputi semua aktivitas yang
dilaksanakan oleh manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual
sesuai dengan hasil yang direncanakan.16 Pelaksanaan controlling ini ada
yang dilaksanakan secara formal dalam laporan-laporan rutin seperti laporan
pertriwulan, caturwulan, persemester atau laporan Pertanggungjawaban
(LPJ) setiap akhir tahun. Fokus utamanya pada pelaksanan dan penjabaran
program dan anggaran. Ada pula yang bersifat nonformal di luar rapat dan di
luar program dan anggaran bila dipandang perlu dan proporsional. Bahkan
dimungkinkan adanya pengontrolan bersifat rahasia.

Penerapan Manajemen bagi Pondok Pesantren


Manajemen yang pada awalnya diterapkan dalam dunia bisnis, ketika
diterapkan dalam dunia pendidikan Islam, apakah sedikitpun tidak
menimbulkan masalah? Sebagai ilmu tata kelola, pasti sangat banyak yang
bisa dimanfaatkan oleh berbagai aktivitas pengelolaan organisasional
(sekelompok orang yang berusaha mencapai tujuan bersama), termasuk oleh
organisasi atau lembaga pendidikan Islam dan pondok pesantren. Itu sangat
masuk akal. Tetapi apakah seluruhnya “pas”? Untuk menjawab pertanyaan
ini layaknya perlu kecermatan. Persoalannya berpangkal pada kenyataan,
lembaga pendidian Islam yang serius umumnya, apalagi pondok pesantren,
tentu memiliki visi-misi keagamaan disamping mencari relevansi seperti
lembaga pendidikan lainnya. Misalnya terkait dengan model manajemen
yang dipandang paling ideal, yaitu Total Quality Management (TQM). Salah
satu target utama TQM yaitu memuaskan pelanggan. Prinsip dasar
manajemen model ini, pelanggan dan kepentingannya dinomorsatukan
mengalahkan target-target yang lain. Bila TQM diterapkan sepenuhnya
dalam lembaga pendidikan agama seperti pondok pesantren, visi-misi
keagamaanpondok pesantren bisa disubordinasikan atau mungkin bila perlu
dikorbankan. Salah satu kritik terhadap TQM, yaitu penggunaan istilah
“pelanggan” (customer). Istilah ini bercorak komersial yang bila berlebihan
dalam lembaga pendidikan Islam dapat mengalahkan visi-misi penddikan
agama. Tentunya tidak tepatd iaplikasikan didalamnya.

B. Akuntabilitas dan tranformasi dalam masyarakat


A. Akuntabilitas
Istilah akuntabilitas sebenarnya sudah dikenal sejak dahulu kala. Namun
skala penggunaanya di kala itu masih tidak sesering sekarang. Hanya ada
beberapa pemimpin yang mungkin dianggap “bijaksana” yang
mempergunakan akuntabilitas. Pada masa sekarang bentuk-bentuk organisasi
utamanya organisasi pendidikan pondok pesantren berbagai macam bentuk
sturktur organisasinya yang sudah dimodifikasi oleh pengelolola pesantren
masing-masing. Sehingga penggunaan akuntabilitas menjadi semakin
meningkat. Hal ini karena pemimpin (pengasuh pondok pesantren sebagai
pendiri atau penerus) ditunjuk dan mengemban tugas masyarakat. Hal ini
menjadi menarik, karena pesantren merupakan organisasi pendidikan yang
unik karena bentuk dan pola mengatur organisasinya berbeda antara satu
dengan lainnya.
1. Pengertian Akuntabilitas.
Akuntabilitas Konsep tentang Akuntabilitas secara harfiah dalam
bahasa inggris biasa disebut dengan accoutability yang diartikan sebagai
“yang dapat dipertanggungjawabkan”. Atau dalam kata sifat disebut
sebagai accountable. Lalu apa bedanya dengan responsibility yang juga
diartikan sebagai “tanggung jawab”.
Pengertian accountability dan responsibility seringkali diartikan
sama. Padahal maknanya jelas sangat berbeda. Beberapa ahli
menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan birokrasi, responsibility
merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu
kebijakan. Sedangkan accountability merupakan kewajiban untuk
menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut.
Accountability menurut Oxford Advance Learner’s Dictionary,
Oxford University Press, adalah required or expected to give an
explanation for one’s action. Sementara dalam Kamus Inggris Indonesia
accountability adalah keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau
keadaan dapat dimintai pertanggungjawaban. Dapat dipahami bahwa
dalam akuntabilitas terkandung kewajiban seseorang atau organisasi
untuk menyajikan danmelaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya
terutama di bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih
tinggi/atasan. Dalam hal ini terminologi akuntabilitas dilihat dari sudut
pandang pengendalian tindakan pada pencapaian tujuan.
Pertanggungjawaban (accountability) secara tradisional istilah tersebut
memiliki makna sebagai “sebagai kemampuan untuk memberikan
jawaban terhadap perilaku atau tindakan seseorang (answerability for
one`s actions or behavior).
Akuntabilitas menurut Widodo didefinisikan sebagai perwujudan
kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan. dan sasaran yang
telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan
secara periodik. Menurut penjelasan Inpres No. 7 Tahun 1999, asas
akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan atau
hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundangan yang berlaku. Sedangkan pada buku karangan Wahyudi
Kumorotomo menyatakan bahwa akuntabilitas atau pertanggungjawaban
dalam administrasi publik mengandung tiga konotasi yaitu:
1. Pertanggung jawaban sebagai akuntabilitas, akuntabilitas berperan jika
suatu lembaga harus bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan
tertentu. Dalam akuntabilitas ini terbagi dua bentuk yaitu, akuntabilitas
eksplisit dan akuntabilitas implisit.
2. Pertanggung jawaban sebagai sebab-akibat, muncul bila suatu lembaga
diharuskan untuk mempertanggungjawabkan jalannya suatu urusan.
3. Pertanggung jawaban sebagai kewajiban, muncul apabila seseorang
bertanggung jawab dalam artian kewajiban untuk melakukan sesuatu.

2. Transformasi dalam masyarakat

Transformasi dalam kamus ilmiah populer adalah perubahan bentuk atau


perubahan rupa Sedangkan sosial adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan masyarakat. Jadi transformasi sosial adalah gerak atau dinamika
masyarakat dari suatu tahap ketahap tertentu, baik yang bersifat evolusioner
maupun revolusioner, dalam skala lokal maupun global yang terjadi karena
faktor internal atau eksternal.

Transformasi sosial merupakan perubahan wajah dan watak masyarakat


dari peradaban yang terus berkembang ke arah yang lebih maju. Masalah
transformasi sosial di pesantren dengan perspektif khasanah pemikiran
keagamaan, menghadapkan berbagai potensi dan kecenderungan baik yang
positif maupun negatif. Hal ini wajar karena setiap perubahan atau
pemunculan fenomena baru tentu menghadirkan pula harapanharapan dan
tantangan-tantangan baru. Sementara masyarakat memandang sebagai hal
yang positif sehingga konstruktif. Pendapat lain memandangnya sebagai hal
yang negatif sehingga destruktif terhadap perkembangan pesantren. Dalam
hal ini adalah konsep normatif keagamaan dan peran kiai sebagai agen
trasformasi sosial yang menjembatani dialektika yang terjadi antara ilmu dan
agama dengan kehidupan ummat.

Dengan mengemukakan potensi-potensi positif. Proses transformasi


sosial yang harus dikelola oleh pesantren, setidaknya ada dua yang tidak
dapat terpisahkan dari unsur pengembangan pesantren, yaitu pengembangan
santri dan pengembangan masyarakat.

Dalam pengertiannya, pengembangan masyarakat atau pengembangan


sumber daya manusia diartikan sebagai memperluas horison pilihan bagi
masyarakat banyak. Pada negara maju pengembangan masyarakat tidak
terlalu difokuskan pada penyediaan kebutuhan dasar masyarakat (seperti
layanan kesehatan, makanan, air bersih, pendidikan dasar dan menengah),
tetapi lebih diarahkan pada mengembangkan proses demokrasi, memperbaiki
proses demokrasi yang ada dan mengembangkan konklusi logis dari
masalah-masalah yang ada.

Tujuan utama pergerakan adalah pengembangan “harga diri“dan


kepuasan berpartisipasi. Pada sisi lain, pada berbagai negara berkembang,
fokus perhatian dari pengembangan masyarkat lebih diarahkan pada
peningkatan kesehatan masyarakat, peningkatan kondisi ekonomi,
komunitas, pembuatan fasilitas infrastrktur, membangun fasilitas rumah
untuk kelompok miskin, mengembangkan pendidikan dasar, menengah dan
kejuruan, serta menyiapkan lapangan kerja.

C. Pesantren
Arti pesantren secara bahasa berasal dari kara santri dengan awan pedan
akhiran “an” yang berarti tempat tinggal santri. Kata “santri” sendiri menurut
C. C Berg berasal dari bahasa India, shastri, yaitu orang yang tahu buku-
buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.
Sementara itu, A.H. John menyebutkan bahwa istilah “santri” berasal dari
bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Nurcholish Madjid juga memiliki
pendapat berbeda, dalam pandangannya asal usul kata “santri” dapar dilihat
dari dua pendapat.
Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari kata sastri
sebuah kata dari bahasa Sanksekerta yang artinya melek huruf. Pendapat ini
menurut Nurcholish Madjid didasarkan atas kaum santri kelas literary bagi
orang jawa yang berusaha meneladani agama melalui kitab-kitab bertulisan
dan berbahasa arab.
Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri susungguhnya
berasal dari bahasa Jawa, dari kata “cantrik” berarti seseorang yang selalu
mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi menetap Sama beragamnya
dengan asal usul kata santri, definisi pesantren yang dikemukakan oleh para
ahli. Abdurrahman Wahid mendefinisikan pesantren sebagai tempat dimana
santri hidup. Mastuhu memberikan batasan bahwa pesantren adalah lembaga
pendidikan tradisional Islam dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Rabitoh ma’hadi
Islamiyah (RMI) mendefinisan pesantren sebagai lembaga tafaquh fiddin
yang mengemban misi meneruskan risalah Muhammad SAW sekaligus
melestariakan ajaran Islam yang berhaluan Ahlusunnah wal Jama’ah ala
Thoriqoh al-Madzahib al-Arba’ah. Soegarda Poerbakatwatja yang dikutip
oleh Haidar Putra Daulay mengatakan pesantren berasal dari kata santri yaitu
seseorang yang belajar agama Islam sehingga dengan demikian pesantren
mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. M,
Arifin mengartikan pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan Islam yang
tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek)
dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian
atau madrasah yang sepenuhnya berda dibawah kedaulatan dari seorang atau
beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta
independen dalam segala hal.
Terlepas dari semua perbedaan mengenai arti pesantren sebagaimana yang
telah dipaparkan oleh para tokoh diatas, yang pasti pesantren merupakan
lembaga pendidikan yang paling menentukan corak serta watak keIslaman
dari kerajaan-kerajaan Islam dan memegang peranan paling urgen (penting)
bagi penyebaran Islam sampai ke pelosok negeri
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan.
Manajemen yang pada awalnya diterapkan dalam dunia bisnis,
ketika diterapkan dalam dunia pendidikan Islam, apakah sedikitpun tidak
menimbulkan masalah? Sebagai ilmu tata kelola, pasti sangat banyak
yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai aktivitas pengelolaan
organisasional (sekelompok orang yang berusaha mencapai tujuan
bersama), termasuk oleh organisasi atau lembaga pendidikan Islam dan
pondok pesantren
Istilah akuntabilitas sebenarnya sudah dikenal sejak dahulu kala.
Namun skala penggunaanya di kala itu masih tidak sesering sekarang.
Hanya ada beberapa pemimpin yang mungkin dianggap “bijaksana” yang
mempergunakan akuntabilitas. Pada masa sekarang bentuk-bentuk
organisasi utamanya organisasi pendidikan pondok pesantren berbagai
macam bentuk sturktur organisasinya yang sudah dimodifikasi oleh
pengelolola pesantren masing-masing.
Arti pesantren secara bahasa berasal dari kara santri dengan awan
pedan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal santri. Kata “santri”
sendiri menurut C. C Berg berasal dari bahasa India, shastri, yaitu orang
yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab
suci agama Hindu. Sementara itu, A.H. John menyebutkan bahwa istilah
“santri” berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Nurcholish
Madjid juga memiliki pendapat berbeda, dalam pandangannya asal usul
kata “santri” dapar dilihat dari dua pendapat.

B. Saran.
Kami menyadarai bahwa dalam penyusunan makalah ini masih belum
adanya kesempurnaan di dalam pembahasanya, maka dari itulah penulis
berharap adanya suatu kritik dan saran yang dapat membangun bagi penulis
dalam menyelesaikan makalah yang akan ditulis berikutnya.

Sebelum dan sesudahnya penulis mohon maaf dalam penulisan masih


banyak kekurangan dan salah penulisan dalam makalah ini. Besar harapan
kami makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 1, Nomor 2, 2016.


Made Pidarta. Manajemen Pendidikan Indonesia. (Jakarta: Rineka Cipta,
2004)
Mastuhu. Dinamika
Sulistyorini. Manajemen Pendidikan Islam, Konsep, Strategi dan Aplikasi.
(Yogyakarta: Teras, 2009),
Dahlan M Albarri, Pius A Partanto. Kamus Ilmiyah Populer. (Surabaya:
Arkola, 1994).
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, 2017.

16

Anda mungkin juga menyukai