Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN

“INFEKSI OPORTUNISTIK”

Dosen Pengampu: Elisa Oktaviana, Ners,M.Kep

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3:

1. Baiq Pintaria Ningsih (023STYC22)


2. Bunga Lestari Saputri (024STYC22)
3. Cahyani (025STYC22)
4. Dea Puspita Ayuningsih (026STYC22)
5. Dellah (027STYC22)
6. Desatul Hasana (028STYC22)
7. Destiani (029STYC22)
8. Dian Anggun Permatasari (030STYC22)
9. Dian Wiratna (031STYC22)
10. Dirga Aprisa Yolanisa (032STYC22)
11. Dwi Multi Putri (034STYC22)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

MATARAM

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji sukur kepada Tuhan yang maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-nya, makalah
ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi mahasiswa/i
keperawatan maupun para pembaca untuk bidang ilmu pengetahuan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Ilmu Dasar
Keperawatan dengan judul “Infeksi Oportunistik”. Dalam penulisan makalah ini penulis
berusaha menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahawa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan.Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan membangun
dari rekan-rekan pembaca yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Mataram, 22 Maret 20023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan ....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Infeksi Oportunistik...........................................................................3
B. Dasar Infeksi Oportunistik...................................................................................3
C. Jenis-jenis Infeksi Oportunistik...........................................................................4
D. Pencegahan Infeksi Oportunistik.........................................................................15
E. Pengobatan Infeksi Oportunistik.........................................................................15
F. Pengobatan Infeksi Oportunistik………………………………………………..
G. Pencegahan Infeksi Oportunistik……………………………………………….
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................................18
B. Saran.......................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan
bersifat dinamis. Pada negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih merupakan
penyebab utama tingginya angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas)
di rumah sakit. Infeksi yang terjadi adalah infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik
merupakan infeksi yang disebabkan oleh organisme yang biasanya tidak menyebabkan
penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang normal, tetapi dapat menyerang
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Mikroba patogen membutuhkan
kesempatan untuk menginfeksi inangnya, salah satu infeksi oportuniistik yang sering
terjadi yaitu infeksi oral pada pasien HIV/AIDS.

Infeksi oportunistik dominan terjadi pada pasien HIV/AIDS dikarenakan sistem


imunnologis menurun seperti menurunnya jumlah limfosit CD4. Jika limfosit CD4
kurang dari 200 sel/mm3 merupakan faktor risiko terjadinya kandidiasis oral yaitu
munculnya infeksi jamur dari kelompok Candida. Pasien menjadi tidak nyaman dengan
menujukkan gejala-gejala yaitu panas terbakar, perubahan rasa dan kesulitan menelan
cairan maupun makanan padat, kadangkadang asimtomatik. Infeksi pada bagian oral
disebabkan oleh bakteri Coliform, Staphycoccus, Streptococcus dan sebagian besar
disebabkan oleh kelomok jamur Candida yang menyebabkan kandidiasis oral.

Infeksi oportunistik dapat menyerang berbagai macam organ, seperti saluran


napas, saluran pencernaan, neurologis, kulit dan lain sebagainya, dari beberapa kasus
yang ditemui HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik banyak dijumpai di usia ±17 tahun,
tinggi pada laki laki dibandingkan perempuan, tingkat pendidikan yang kurang,
pekerjaan- pekerjaan yang berisiko lebih besar untuk terinfeksi, pasien yang mengalami
anemia dan pada status belum menikah lebih banyak dibandingkan dengan yang sudah
menikah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian infeksi oportunistik?
2. Apa penyebab infeksi oortunistik?
3. Apa saja jenis infeksi oportunistik?
4. Siapakah yang rentan mengalami infeksi oportunistik?
5. Bagaimana tanda dan gejala orang yang mengalami infeksi oportunistik?
6. Bagaimana pengobatan yang dilakukan untuk infeksi oportunistik?
7. Bagaimana upaya pencegahan infeksi oportunistik?
C. Tujuan
1. . Mampu mengetahui pengertian infeksi oportunistik.
2. Mampu mengetahui penyebab dari infeksi oportunistik.
3. Mampu mengetahui jenis-jenis infeksi oportunistik.
4. Mampu mengetahui kondisi yang rentan mengalami infeksi oportunistik.
5. Mampu mengetahui tanda dan gejala pada orang yang mengalami infeksi
oportunistik.
6. Mampu mengetahui pengobatan untuk yang terkena infeksi oportunistik.
7. Mampu mengetahui upaya yang dilakukan untuk pencegahan infeksi
oportunistik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Infeksi Oportunistik


Infeksi oportunistik adalah infeksi akibat virus, bakteri, jamur, atau parasit yang
terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Dengan kata lain, infeksi
ini mengambil kesempatan dari lemahnya daya tahan tubuh, untuk bisa berkembang.

Infeksi oportunitistik tidak menyerang orang yang sehat dan memiliki sistem
kekebalan tubuh yang baik. Namun, jika terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh
yang sangat lemah, misalnya penderita AIDS, infeksi ini bisa menyebabkan kematian
B. Penyebab Infeksi Oportunistik
Infeksi oportunistik disebabkan oleh infeksi berbagai kuman penyakit seperti
virus, bakteri, jamur, dan parasit yang berlangsung di dalam tubuh. Penularan penyakit
bisa melalui cara yang berbeda-beda, termasuk melalui udara, cairan tubuh, hingga lewat
makanan dan minuman.

Sel CD4 atau sel T adalah jenis sel darah putih yang bertugas secara spesifik
untuk melawan infeksi oleh berbagai macam mikroorganisme berbahaya (bakteri, virus,
parasit, jamur, dan lain sebagainya).

Dalam keadaan normal, manusia seharusnya bisa terus menghasilkan ribuan


hingga jutaan sel T untuk mendukung sistem imun. Namun, virus akan terus berkembang
biak dan merusak sistem imun. Akibatnya, seseorang yang terinfeksi akan memiliki daya
tahan tubuh yang lebih lemah daripada orang sehat.

3
Tanpa pengobatan yang baik, melemahnya daya tahan tubuh dalam jangka
panjang membuat pengidap rentan terhadap risiko infeksi. Sebuah infeksi pada pengidap
HIV disebut sebagai infeksi oportunistik karena berbagai macam mikroba penyebabnya
(bakteri, jamur, parasit, dan virus lainnya) muncul mengambil kesempatan selagi daya
tahan tubuh sedang lemah-lemahnya
C. Jenis – jenis Infeksi Oportunistik
Ada beberapa jenis IO yang paling umum, yaitu :
1. Kandidiasis (Thrush)
Kandidiasis adalah infeksi oportunistik yang sangat umum pada orang dengan
HIV. Infeksi ini disebabkan oleh sejenis jamur yang umum, yang disebut kandida.
Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistim kekebalan
tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasa menyebabkan
penyakit pada mulut, tenggorokan dan vagina. Infeksi oportunistik ini dapat terjadi
beberapa bulan atau tahun sebelum infeksi oportunistik lain yang lebih berat. Pada
mulut, penyakit ini disebut thrush.
Bila infeksi menyebar lebih dalam pada tenggorokan, penyakit yang timbul
disebut esofagitis. Gejalanya adalah gumpalan putih kecil seperti busa, atau bintik
merah. Penyakit ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan, sulit menelan, mual, dan
hilang nafsu makan. Kandidiasis berbeda dengan sariawan, walaupun orang awan
sering menyebutnya sebagai sariawan. Kandidiasis pada vagina disebut vaginitis.
Penyakit ini sangat umum ditemukan. Gejala vaginitis termasuk gatal, rasa bakar dan
keluarnya cairan kental putih.
Pengobatan Kandidiasis : Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menjaga
supaya kandida tetap seimbang. Bakteri yang biasa ada di tubuh juga dapat
membantu mengendalikan kandida. Beberapa antibiotik membunuh bakteri
pengendali ini dan dapat menyebabkan kandidiasis. Mengobati kandidiasis tidak
dapat memberantas raginya. Pengobatan akan mengendalikan jamur agar tidak
berlebihan.
Pengobatan dapat lokal atau sistemik. Pengobatan lokal diberikan pada tempat
infeksi. Pengobatan sistemik mempengaruhi seluruh tubuh. Banyak dokter lebih
senang memakai pengobatan lokal terlebih dahulu. Ini menimbulkan lebih sedikit

4
efek samping dibanding pengobatan sistemik. Selain itu risiko kandida menjadi
resistan terhadap obat lebih rendah.
Obat-obatan yang dipakai untuk memerangi kandida adalah obat antijamur.
Hampir semua namanya diakhiri dengan '-azol'.
Pengobatan lokal termasuk:
 Olesan
 supositoria yang dipakai untuk mengobati vaginitis
 cairan lozenge yang dilarutkan dalam mulut
Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan setempat.
Pengobatan yang paling murah untuk kandidiasis mulut adalah gentian violet; obat
ini dioleskan di tempat ada lesi (jamur) tiga kali sehari selama 14 hari. Obat yang
sangat murah ini dapat diperoleh dari puskesmas atau apotek tanpa resep. Pengobatan
sistemik diperlukan jika pengobatan lokal tidak berhasil, atau jika infeksi menyebar
pada tenggorokan (esofagitis). Beberapa obat sistemik tersedia dalam bentuk pil.
Efek samping yang paling umum adalah mual, muntah dan sakit perut. Kurang dari
20 persen orang mengalami efek samping ini. Kandidiasis dapat kambuhan.
Beberapa dokter meresepkan obat anti-jamur jangka panjang. Ini dapat menyebabkan
resistansi. Ragi dapat bermutasi sehingga obat tersebut tidak lagi berhasil. Beberapa
kasus parah tidak menanggapi obat-obatan lain. Amfoterisin B mungkin dipakai.
Obat ini yang sangat manjur dan beracun, dan diberi secara intravena (disuntik). Efek
samping utama obat ini adalah masalah ginjal dan anemia (kurang darah merah).
Reaksi lain termasuk demam, panas dingin, mual, muntah dan sakit kepala. Reaksi
ini biasa membaik setelah beberapa dosis pertama.
Terapi Alamiah : Beberapa terapi non-obat tampaknya membantu. Terapi
tersebut belum diteliti dengan hati-hati untuk membuktikan hasilnya.
 Mengurangi penggunaan gula.
 Minum teh Pau d'Arco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika Selatan.
 Mengkonsumsi bawang putih mentah atau suplemen bawang putih. Bawang putih
diketahui mempunyai efek anti-jamur dan antibakteri. Namun bawang putih dapat
mengganggu obat protease inhibitor.
 Kumur dengan minyak pohon teh (tea tree oil) yang dilarutkan dengan air.

5
 Mengkonsumsi kapsul laktobasilus (asidofilus), atau makan yoghurt dengan
bakteri ini. Mungkin ada manfaatnya setelah mengkonsumsi antibiotik.
 Mengkonsumsi suplemen gamma-linoleic acid (GLA) dan biotin. Dua suplemen
ini tampaknya membantu memperlambat penyebaran kandida. GLA ditemukan
pada beberapa minyak yang dipres dingin. Biotin adalah jenis vitamin B.
2. Virus Sitomegalia (CMV)
Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi oportunistik. Virus ini
sangat umum. Antara 50 persen sampai 85 persen masyarakat Amerika Serikat
adalah CMV-positif waktu mereka berusia 40 tahun. Statistik untuk Indonesia belum
diketahui. Sistem kekebalan tubuh yang sehat menahan virus ini agar tidak
mengakibatkan penyakit. Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah, CMV dapat
menyerang beberapa bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat disebabkan oleh
bebagai penyakit termasuk HIV. Terapi antiretroviral (ART) sudah mengurangi
angka penyakit CMV pada Odha sampai dengan 75 persen. Namun, kurang-lebih 5
persen Odha masih mengembangkan CMV.  Penyakit yang paling lazim disebabkan
CMV adalah retinitis. Penyakit ini adalah kematian sel pada retina, bagian belakang
mata. Ini secara cepat dapat menyebabkan kebutaan jika tidak diobati. CMV dapat
menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksikan beberapa organ sekaligus. Risiko
CMV tertinggi waktu jumlah CD4 di bawah 50. CMV jarang terjadi dengan jumlah
CD4 di atas 100. Tanda pertama retinitis CMV adalahmasalah penglihatan seperti
titik hitam yang bergerak. Ini disebut 'floater' (katung-katung) dan mungkin
menunjukkan adanya radang pada retina. Anda juga mungkin akan melihat cahaya
kilat, penglihatan yang kurang atau terdistorsi, atau titik buta. Beberapa dokter
mengusulkan pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya retinitis CMV.
Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh ahli mata. Jika jumlah CD4 anda dibawah 200
dan anda mengalami masalah penglihatan apa saja, sebaiknya anda langsung
menghubungi dokter. Beberapa Odha yang baru saja mulai memakai ART dapat
mengalami radang dalam mata, yang menyebabkan kehilangan penglihatan. Masalah
ini disebabkan oleh sindrom pemulihan kekebalan.  Sebuah penelitian baru
beranggapan bahwa orang dengan CMV aktif lebih mudah menularkan HIV-nya
pada orang lain.

6
Pengobatan CMV: Pengobatan pertama untuk CMV meliputi infus setiap hari.
Karena harus diinfus setiap hari, sebagian besar orang memasang 'keran' atau buluh
obat yang dipasang secara permanen pada dada atau lengan. Dulu orang dengan
penyakit CMV diperkirakan harus tetap memakai obat anti-CMV seumur hidup.
Pengobatan CMV mengalami kemajuan dramatis selama beberapa tahun terakhir ini.
Saat ini ada tujuh jenis pengobatan CMV yang telah disetujui oleh FDA di AS. ART
dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Pasien dapat berhenti memakai obat
CMV jika jumlah CD4-nya di atas 100 hingga 150 dan tetap begitu selama tiga
bulan.
Namun ada dua keadaan yang khusus:
 Sindrom pemulihan kekebalan dapat menyebabkan radang yang parah pada
mata Odha walaupun mereka tidak mempunyai penyakit CMV sebelumnya.
Dalam hal ini, biasanya pasien diberikan obat anti-CMV bersama dengan
ART-nya.
 Bila jumlah CD4 turun di bawah 50, risiko penyakit CMV meningkat.
3. MAC (Mycobacterium Avium Complex)
Mycobacterium Avium Complex (MAC) adalah penyakit berat yang disebabkan
oleh bakteri umum. MAC juga dikenal sebagai MAI (Mycobacterium Avium
Intracellulare). Infeksi MAC bisa lokal (terbatas pada satu bagian tubuh) atau
tersebar luas pada seluruh tubuh (DMAC). Infeksi MAC sering terjadi pada paru,
usus, sumsum tulang, hati dan limpa. Bakteri yang menyebabkan MAC sangat lazim.
Kuman ini ditemukan di air, tanah, debu dan makanan. Hampir setiap orang memiliki
bakteri ini dalam tubuhnya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan
MAC, tetapi orang dengan sistem kekebalan yang lemah dapat mengembangkan
penyakit MAC. Hingga 50 persen Odha mengalami penyakit MAC, terutama jika
jumlah CD4 di bawah 50. MAC hampir tidak pernah menyebabkan penyakit pada
orang dengan jumlah CD4 di atas 100.
Tanda dan gejalah MAC: Gejala MAC dapat meliputi demam tinggi, panas
dingin, diare, kehilangan berat badan, sakit perut, kelelahan, dan anemia (kurang sel
darah merah). Jika MAC menyebar dalam tubuh, bakteri ini dapat menyebabkan
infeksi darah, hepatitis, pneumonia, dan masalah berat lain. Gejala seperti ini juga

7
merupakan gejala banyak infeksi oportunistik lain. Jadi, dokter kemungkinan akan
memeriksa darah, air seni, atau air ludah untuk mencari bakteri MAC. Contoh cairan
tersebut dites untuk mengetahui bakteri apa yang tumbuh padanya. Proses ini, yang
disebut pembiakan, perlu beberapa minggu. Bahkan jika anda terinfeksi MAC, sulit
menemukan bakteri MAC. Jika jumlah CD4 anda di bawah 50, dokter mungkin
mengobati anda seolah-olah anda MAC, walaupun tidak ada diagnosis yang tepat. Ini
karena infeksi MAC sangat umum terjadi tetapi sulit didiagnosis.
Pengobatan MAC: Bakteri MAC dapat bermutasi dan menjadi resisten terhadap
beberapa obat yang dipakai untuk mengobatinya. Dokter memakai kombinasi obat
antibakteri (antibiotik) untuk mengobati MAC. Sedikitnya dua obat dipakai: biasanya
azitromisin atau klaritromisin ditambah hingga tiga obat lain. Pengobatan MAC
harus diteruskan seumur hidup, agar penyakit tidak kembali (kambuh). Orang akan
bereaksi secara berbeda terhadap obat anti-MAC. anda dan dokter mungkin harus
mencoba berbagai kombinasi sebelum anda menemukan satu kombinasi yang
berhasil untuk anda dan menyebabkan efek samping sedikit mungkin.
Obat MAC yang paling umum dan efek sampingnya adalah:
 Amikasin: masalah ginjal dan telinga; disuntikkan.
 Azitromisin: Mual, sakit kepala, diare; bentuk kapsul atau diinfus.
 Siprofloksasin: mual, muntah, diare; bentuk tablet atau diinfus;
 Klaritromisin: mual, sakit kepala, muntah, diare; bentuk kapsul atau diinfus.
Catatan: Dosis maksimum 500mg per hari.
 Etambutol: mual, muntah, masalah penglihatan; bentuk tablet.
 Rifabutin: ruam, mual, anemia; bentuk tablet. Banyak interaksi obat.
 Rifampisin: demam, panas dingin, sakit tulang atau otot; dapat menyebab air
seni, keringat dan air ludah menjadi berwarna merah-oranye (dapat mewarnai
lensa kontak); dapat mengganggu pil KB. Banyak interaksi obat.
4. PCP (Pneumonia Pneumocystis)
Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling
umum terjadi pada orang HIV-positif. Tanpa pengobatan, lebih dari 85 persen orang
dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP menjadi salah
satu pembunuh utama Odha. Namun, saat ini hampir semua penyakit PCP dapat

8
dicegah dan diobati. PCP disebabkan oleh jamur yang ada dalam tubuh hampir setiap
orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis carinii, tetapi para ilmuwan kini
menggunakan nama Pneumocystis jiroveci, namun penyakit masih disingkatkan
sebagai PCP.
Sistim kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP
menyebabkan penyakit pada anak dan pada orang dewasa dengan sistim kekebalan
yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi paru, menyebabkan
bentuk pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200
mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang dengan jumlah
CD4 di bawah 300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko. Sebagian besar orang
yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan,
dan kemungkinan akan kembali mengalami penyakit PCP lagi.
Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam, dan batuk tanpa dahak.
Siapa pun dengan gejala ini sebaiknya segera periksa ke dokter. Namun, semua Odha
dengan jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya membahas pencegahan PCP dengan
dokter, sebelum mengalami gejala apa pun.
Pencegahan PCP: Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan
memakai terapi antiretroviral (ART). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat
mencegah PCP dengan memakai obat yang juga dipakai untuk mengobati PCP. ART
dapat meningkatkan jumlah CD4 anda. Jika jumlah ini melebihi 200 dan bertahan
begitu selama tiga bulan, mungkin anda dapat berhenti memakai obat pencegah PCP
tanpa risiko. Namun, karena pengobatan PCP murah dan mempunyai efek samping
yang ringan, beberapa peneliti mengusulkan pengobatan sebaiknya diteruskan hingga
jumlah CD4 di atas 300. Anda harus berbicara dengan dokter anda sebelum anda
berhenti memakai obat apa pun yang diresepkan.
Pengobatan PCP:  Selama bertahun-tahun, antibiotik dipakai untuk
mencegah PCP pada pasien kanker dengan sistim kekebalan yang lemah. Tetapi pada
1985 sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa antibiotik juga dapat mencegah
PCP pada Odha. Keberhasilan dalam pencegahan dan pengobatan PCP sangat
dramatis. Persentase Odha yang mengalami PCP sebagai penyakit yang

9
mendefinisikan AIDS dipotong kurang lebih separoh, seperti juga PCP sebagai
penyebab kematian Odha.
Sayang, PCP masih umum pada orang yang terlambat mencari pengobatan
atau belum mengetahui dirinya terinfeksi. Sebenarnya, 30-40 persen Odha akan
mengembangkan PCP bila mereka menunggu sampai jumlah CD4-nya kurang lebih
50.
Obat yang dipakai untuk mengobati PCP mencakup kotrimoksazol, dapson,
pentamidin, dan atovakuon.
 Kotrimoksazol (TMP/SMX) adalah obat anti-PCP yang paling efektif. Ini adalah
kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol (SMX).
 Dapson serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir seefektif
kotrimoksazol melawan PCP.
 Pentamidin adalah obat hirup yang berbentuk aerosol untuk mencegah PCP.
Pentamidin juga dipakai secara intravena (IV) untuk mengobati PCP aktif.
 Atovakuon adalah obat yang dipakai orang pada kasus PCP ringan atau sedang
yang tidak dapat memakai kotrimoksazol atau pentamidin.
Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga
murah, dan dipakai dalam bentuk pil, tidak lebih dari satu pil sehari. Namun, bagian
SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separo orang yang
memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang-kadang demam.
Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan sampai gejala alergi hilang,
lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak muncul lagi. Reaksi alergi
yang berat dapat diatasi dengan cara desensitisasi. Pasien mulai dengan dosis obat
yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan dosisnya hingga dosis penuh dapat
ditahan. Mengurangi dosis dari satu pil sehari menjadi tiga pil seminggu mengurangi
masalah alergi kotrimoksazol, dan tampak sama berhasilnya. Karena masalah alergi
yang disebabkan oleh kotrimoksazol serupa dengan efek samping dari beberapa obat
antiretroviral, sebaiknya penggunaan kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih
sebelum mulai ART. Dengan cara ini, bila alergi muncul, penyebabnya dapat lebih
mudah diketahui.

10
Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol,
dan harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak lebih
dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di Indonesia.
Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik dengan nebulizer,
mesin yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup secara
langsung ke dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45 menit.
anda dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang memakai
pentamidin aerosol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang yang
memakai pil antibiotik.
5. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii. Parasit hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan
mengambil semua nutrisi dari induknya. Parasit tokso sangat umum ditemukan pada
tinja kucing, sayuran mentah dan tanah. Kuman ini juga umumnya ditemu dalam
daging mentah, terutama daging babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut dapat
masuk ke tubuh waktu anda menghirup debu. Hingga 50 persen penduduk terinfeksi
tokso. Sistim kekebalan tubuh yang sehat dapat mencegah agar tokso tidak
mengakibatkan penyakit ini. Tokso tampaknya tidak menular dari manusia ke
manusia.
Penyakit yang paling umum diakibatkan tokso adalah infeksi pada otak
(ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh lain. Tokso dapat
menyebabkan koma dan kematian. Risiko tokso paling tinggi waktu jumlah CD4 di
bawah 100. Gejala pertama tokso termasuk demam, kekacauan, kepala nyeri,
disorientasi, perubahan pada kepribadian, gemetaran dan kejang-kejang. Tokso
biasanya didiagnosis dengan tes antibodi terhadap T. gondii. Perempuan hamil
dengan infeksi tokso juga dapat menularkannya pada bayinya.
Tes antibodi tokso menunjukkan apakah anda terinfeksi tokso. Hasil positif
bukan berarti anda menderita penyakit ensefalitis tokso. Namun, hasil tes negatif
berarti anda tidak terinfeksi tokso.  Pengamatan otak (brain scan) dengan
computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI scan)
juga dipakai untuk mendiagnosis tokso. CT scan untuk tokso dapat mirip dengan

11
pengamatan untuk infeksi oportunistik yang lain. MRI scan lebih peka dan
mempermudah diagnosis tokso.
Pengobatan Toksoplasmosis : Tokso diobati dengan kombinasi pirimetamin
dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak. Parasit tokso
membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat pemerolehan
vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat pemakaiannya. Dosis normal obat ini
adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-5g sulfadiazin per hari. Kedua obat ini
mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia. Orang
dengan tokso biasanya memakai kalsium folinat (semacam vitamin B) untuk
mencegah anemia.
Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap tokso. Lebih dari 80 persen orang
menunjukkan perbaikan dalam 2-3 minggu. Tokso biasanya kambuh setelah
peristiwa pertama. Orang yang pulih dari tokso seharusnya terus memakai obat
antitokso dengan dosis pemeliharaan yang lebih rendah. Jelas orang yang mengalami
tokso sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART) secepatnya, dan bila CD4 naik di
atas 200 lebih dari enam minggu, terapi tokso sudah diselesaikan dan bila tidak ada
gejala tokso lagi, terapi pemeliharaan tokso dapat dihentikan.
6. Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. TB biasanya
mempengaruhi paru-paru, tapi kadang-kadang dapat juga mempengaruhi organ tubuh
lain, terutama pada Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200. TB adalah penyakit
yang sangat parah di seluruh dunia. Hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB,
tetapi sistem kekebalan tubuh yang sehat biasanya dapat mencegah penyakit aktif.
Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel. Tuberkel adalah tonjolan kecil dan
keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi
bakteri TB dalam paru. Ada dua jenis TB aktif. TB primer baru terjadi setelah anda
terinfeksi TB untuk pertama kali. Keaktifan kembali TB terjadi pada orang yang
sebelumnya terinfeksi TB. Jika sistem kekebalan tubuhnya melemah, TB dapat lolos
dari tuberkel dan mengakibatkan penyakit aktif. Kebanyakan kasus TB pada orang
dengan HIV diakibatkan keaktifan kembali infeksi TB sebelumnya.

12
TB aktif dapat menyebabkan gejala berikut: batuk lebih dari tiga minggu;
hilang berat badan; kelelahan terus menerus; keringat basah kuyup pada malam hari;
dan demam, terutama pada sore hari. Gejala ini mirip dengan gejala yang disebabkan
PCP, tetapi TB dapat terjadi pada jumlah CD4 yang tinggi. TB ditularkan melalui
udara, waktu seseorang dengan TB aktif batuk atau bersin. Anda dapat
mengembangkan TB secara mudah jika anda pada tahap infeksi HIV lanjut. Anda
dapat terinfeksi TB pada jumlah CD4 berapa pun.
TB dan HIV: pasangan yang buruk . Banyak jenis virus dan bakteri hidup di
tubuh anda. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan kuman ini agar
mereka tidak menyebabkan penyakit. Jika HIV melemahkan sistem kekebalan,
kuman ini dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO). Angka TB pada Odha
sering kali 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang tidak terinfeksi
HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB dapat merangsang HIV
agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk infeksi HIV. Karena itu,
penting bagi orang dengan HIV untuk mencegah dan mengobati TB.
Bagaimana cara mendiagnosis TB??? Ada tes kulit yang sederhana untuk TB.
Sebuah protein yang ditemukan pada bakteri TB disuntik pada kulit lengan. Jika kulit
anda bereaksi dengan bengkak, itu berarti anda kemungkinan terinfeksi bakteri TB.
Jika HIV atau penyakit lain sudah merusak sistem kekebalan anda, anda
mungkin tidak menunjukkan reaksi pada tes kulit, walaupun anda terinfeksi TB.
Kondisi ini disebut 'anergi'. Oleh karena masalah ini, dan karena kebanyakan orang
di Indonesia sudah terinfeksi TB, jadi tes kulit sekarang jarang dipakai di sini. Jika
anda anergi, pembiakan bakteri dari dahak (lihat alinea berikut) adalah cara terbaik
untuk diagnosis TB aktif.
Bila anda mempunyai gejala yang mungkin disebabkan oleh TB, dokter akan
minta anda menyediakan tiga contoh dahak untuk diperiksa, termasuk satu yang anda
diminta keluarkan dari paru pada pagi hari. Dokter juga mungkin melakukan x-ray
paru, dan mencoba membiakkan bakteri TB dari contoh dahak anda. Tes ini mungkin
memerlukan waktu empat minggu. Sulit untuk mendiagnosis TB aktif, terutama pada
Odha, karena gejalanya mirip dengan pneumonia, masalah paru lain, atau infeksi
lain.

13
Pengobatan TB: Jika anda terinfeksi TB, tetapi tidak mengalami penyakit
aktif, kemungkinananda diobati dengan isoniazid (INH) untuk sedikitnya enam
bulan, atau dengan INH plus satu atau dua obat lain untuk tiga bulan. Sebuah
penelitian yang diterbitkan pada 2001 menunjukkan bahwa terapi kombinasi lebih
efektif dibandingkan INH sendiri. INH dapat menyebabkan masalah hati, terutama
pada perempuan.
Jika anda mengalami TB aktif, anda diobati dengan antibiotik. Karena bakteri
TB dapat menjadi kebal (resisten) terhadap obat tunggal, anda akan diberi kombinasi
antibiotik. Juga, TB sulit disembuhkan, dan obat tersebut harus dipakai untuk
sedikitnya enam bulan. Jika anda tidak memakai semua obat, TB dalam tubuh anda
mungkin jadi resistan dan obat tersebut akan menjadi tidak efektif lagi.  Ada jenis TB
yang sudah resistan pada beberapa antibiotik. Ini disebut TB yang resistan terhadap
beberapa obat atau MDR-TB. Hingga saat ini, Prevalensi MDR-TB di Indonesia
belum jelas; surveillans akan segera dilakukan oleh Depkes. Kendati masalah ini,
lebih dari 90 persen kasus TB dapat disembuhkan dengan antibiotik.
Masalah obat : Beberapa antibiotik yang dipakai untuk mengobati* TB
dapat merusak hati atau ginjal. Begitu juga beberapa obat antiretroviral yang dipakai
untuk memerangi HIV. Bisa jadi sulit untuk memakai obat untuk TB dan HIV
sekaligus. INH dapat menyebabkan neuropati perifer, seperti juga beberapa ARV,
jadi dapat terjadi masalah bila obat ini dipakai bersamaan. Juga, banyak obat anti-
HIV berinteraksi dengan obat yang dipakai untuk memerangi TB. Rifampisin atau
rifabutin umumnya dipakai untuk mengobati TB. Obat ini dapat mengurangi kadar
ARV dalam darah anda di bawah tingkat yang diperlukan untuk mengendalikan HIV.
ARV dapat meningkatkan kadar obat TB ini pada tingkat yang
mengakibatkan efek samping yang berat. Rifampisin tidak boleh dipakai jika anda
memakai protease inhibitor (PI). Rifabutin dapat dipakai dalam beberapa kasus,
tetapi mungkin dosisnya harus diubah. Ada pedoman khusus untuk dokter jika anda
memakai obat untuk memerangi TB dan HIV sekaligus. Juga, jika jumlah CD4 anda
di bawah 100, anda sebaiknya memakai rifabutin sedikitnya tiga kali seminggu. Ini
mengurangi risiko TB-nya menjadi resistan terhadap rifabutin. Untuk alasan ini, TB

14
biasanya disembuhkan sebelum ART dimulai. Namun mungkin ini mustahil bila
jumlah CD4 sangat rendah.

D. Kondisi yang Rentan Terkena Infeksi Oportunistik


Infeksi oportunistik rentan terjadi pada orang dengan kekebalan tubuh yang
lemah. Terutama pada penderita HIV/AIDS (ODHA), dimana jumlah sel darah putih
(CD4) tidak cukup untuk melawan kuman dan penyakit karena mengalami penurunan
yang drastis hingga 200. Oleh karena itu, infeksi dapat terjadi dengan mudah. Bahkan
bakteri atau jamur yang biasanya tidak berbahaya dan hidup nommal di dalam maupun di
permukaan tubuh dapat menimbulkan infeksi.

HIV termasuk penyakit seumur hidup. Apabila seorang penderita HIV mengalami
infeksi oportunistik, maka terdapat kemungkinan stadium infeksi HIV sudah berada di
tahap AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).

Tidak hanya penyakit HIV yang bisa menyebabkan infeksi oportunistik. Semua
kondisi yang membuat sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, tentu dapat menyebabkan
mudahnya terserang infeksi oportunistik.
Beberapa kondisi yang rentan terkena infeksi oportunistik diantaranya yaitu:
1. Luka bakar yang parah
2. Menjalani kemoterapi
3. Diabetes
4. Malnutrisi
5. Leukemia
6. Multiple

E. Tanda dan Gejala


Berbagai gejala yang bermunculan pada beberapa infeksi oportunistik yaitu:

1. Candidiasis

15
Infeksi candidiasis dapat memengaruhi kulit, kuku, dan selaput lendir di sekujur tubuh,
terutama pada mulut dan vagina. Namun, candidiasis hanya dianggap sebagai infeksi
oportunistik ketika menginfeksi esofagus (kerongkongan), saluran pernafasan bawah,
atau jaringan paru-paru yang lebih dalam. Gejala yang muncul akibat infeksi oportunistik
jenis candidiasis yaitu bitnik atau bercak putih di lidah atau tenggorokan.

2. Pneumonia atau Infeksi Paru (Pneumocystis)

Gejala dari infeksi oportunistik jenis pneumocystis meliputi batuk, demam, dan kesulitan
bernapas. Bahkan, dapat pula terjadi hal fatal berupa penyebaran infeksi dari paru ke
bagian tubuh lain. Infeksi oportunistik oleh jamur crytococcus neoformans, misalnya,
dapat menyebar ke kulit, tulang, dan/ atau saluran kemih. Terkadang pneumonia dapat
menyebar ke otak, sehingga menjadi salah satu penyebab pembengkakan otak atau
meningitis.

3. Kanker serviks invasif

Gejala dan tanda yang ditemukan saat terkena kanker serviks adalah perdarahan
abnormal, bercak, atau cairan encer dari vagina. Perdarahan yang terjadi dapat lebih
banyak dari biasanya dan juga perdarahan setelah berhubungan seks. Jika sudah stadium
lanjut, penderita kanker ini akan mengalami tanda-tanda seperti nyeri panggul, masalah
BAK, dan pembengkakan kaki. Jika kanker telah menyebar ke organ-organ getah bening,
kanker dapat mempengaruhi mekanisme organ-organ tersebut.

4. Cryptosporidiosis

Seiring melemahnya sistem imun, sistem pencernaan dapat mengalami infeksi


oportunistik. Infeksi pencernaan diantaranya berupa cryptosporidiosis. Gejala yang
disebabkan oleh infeksi oportunistik jenis ini meliputi demam, muntah, dan diare parah.
Pada pengidap HIV/AIDS, komplikasi penyakit ini dapat menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan secara drastis.

16
5. Herpes Simplex

Penyakit kelamin herpes yang termasuk dalam infeksi oportunistik disebabkan karena
adanya Herpes Simplex Virus (HSV) pada bagian tubuh. Herpes ditandai dengan
munculnya kutil kelamin dan sariawan di daerah mulut dan bibir. Pada penderita
HIV/AIDS, komplikasi herpes tidak hanya berupa pembentukan kutil kelamin. Tetapi
juga risiko pneumonia dan kanker serviks.

6. Toksoplasmosis

Gejala dari infeksi oportunistik jenis toksoplasmosis umumnya berupa demam, nyeri otot,
kelelahan, radang tenggorokan, serta pembengkakan kelenjar getah bening. Infeksi
toksoplasmosis pada bayi dan anak-anak umumnya ditularkan dari ibu selama masa
kehamilan.

Gejala lebih serius dapat dialami janin yang terinfeksi parasit ini pada trisemester awal
kehamilan, berupa kelahiran prematur, keguguran, atau kematian janin dalam kandungan.

Sedangkan bayi yang lahir dengan kondisi terinfeksi Toxoplasma gondii akan
menunjukan gejala seperti kulit kekuningan, peradangan korion, pembesaran organ hati
dan limpa, ruam kulit, kejang, kepala lebih besar (hidrosefalus) atau kepala tampak lebih
kecil (mikrosefalus), gangguan intelektual atau retardasi mental, kehilangan pendengaran,
dan anemia.

Pada penderita gangguan kekebalan tubuh, gejala infeksi toksoplasmosis ditandai


dengan :
-Sulit bicara, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, pusing, tampak bingung,
kejang, hingga koma, jika toksoplasmosis menyerang otak.
-Ruam, demam, menggigil, lemas, dan sesak napas, jika toksoplasmosis menyebar ke
seluruh tubuh.

17
7. Tuberkulosis

Gejala infeksi oportunistik jenis Tuberkulosis (TB/TBC) meliputi batuk, kelelahan,


penurunan berat badan, demam, dan berkeringat di malam hari. Infeksi oportunistik
berupa tuberculosis juga dapat memengaruhi bagian tubuh lainnya. Seringkali terjadi
pada kelenjar getah bening, otak, ginjal, dan/atau tulang.

F. Pengobatan Infeksi Oportunistik

Pengobatan yang diberikan sesuai penyebab seperti antibiotik, obat antiradang, dan
pemberian nutrisi yang adekuat baik infus atau makanan minuman. Bila pasien dalam
keadaan terminal, penting untuk memberikan rasa nyaman pada pasien.
Beberapa jenis obat-obatan yang digunakan penderita infeksi oportunistik:

1. Kotrimoksazol

Kotrimoksazol (kotri) adalah kombinasi dua obat antibiotik (antibakteri): trimetoprim dan
sulfametoksazol dalam satu pil. Kombinasi obat ini juga dikenal sebagai TMP/ SMX dan
dipasarkan dengan beberapa nama merek, misalnya Bactrim. Antibiotik menyerang infeksi
yang disebabkan bakteri. Kotri juga dipakai untuk menyerang beberapa infeksi yang
disebabkan jamur, termasuk beberapa infeksi oportunistik pada Odha.

2. Flukonazol

Flukonazol adalah obat antijamur. Obat ini dipasarkan dengan nama merek Diflucan.
Tetapi versi generik dengan nama Fluconazole atau nama lain sama dengan versi bermerek.

18
Obat antijamur menyerang infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis jamur. Flukonazol
menyerang beberapa infeksi oportunistik pada Odha.

3. Dapson

Dapson adalah obat antibiotik (anti- bakteri). Antibiotik menyerang infeksi yang
disebabkan bakteri. Dapson juga dipakai untuk menyerang beberapa infeksi oportunistik (IO)
pada Odha.

4. Klaritromisin

Klaritromisin (clarithromycin) adalah obat antibiotik. Antibiotik melawan infeksi yang


disebabkan bakteri. Klaritro- misin ini juga dipakai untuk melawan beberapa infeksi
oportunistik (IO) pada Odha.

5. Siprofloksasin

Siprofloksasin (ciprofloxacin atau sipro) adalah obat antibiotik. Antibiotik melawan


infeksi yang disebabkan bakteri. Sipro melawan banyak jenis bakteri. Obat ini juga dipakai
untuk melawan beberapa infeksi oportunistik (IO) pada Odha.

6. Azitromisin

Azitromisin adalah obat antibiotik (antibakteri). Obat ini dipasarkan dengan beberapa
nama merek. Namun versi generik dengan nama azitromisin adalah sama dengan versi
bermerek, hanya harganya jauh lebih murah. Antibiotik menyerang infeksi yang disebabkan
bakteri. Azitromisin dipakai untuk menyerang beberapa infeksi opor- tunistik pada Odha.
Makanlah makanan bergizi, gunakan masker pelindung bila berpergian, rajin mencuci
tangan dengan sabun, cukup istirahat dan hindari bergadang. makanlah makanan yang terjaga
kebersihannya. Makanlah buah atau bila perlu suplemen untuk antioksidan dan

19
meningkatkan daya tahan tubuh. Hindari kontak lama dengan penderita sakit tertentu
dikhawatirkan menular dan merugikan pasien.

G. Pencegahan Infeksi Oportunistik

Untuk mencegah infeksi oportunistik, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, yaitu:

1. Terapkan gaya hidup sehat, termasuk melakukan seks yang aman. Gunakan
kondom saat berhubungan intim, untuk mencegah infeksi menular seksual.
2. Cuci dan masak makanan dengan baik. Pastikan kebersihan peralatan masak yang
digunakan untuk mengolah makanan.
3. Hindari mengonsumsi susu, daging, dan telur yang mentah atau kurang matang.
4. Gunakan sarung tangan untuk mengambil kotoran hewan peliharaan, dan
jauhkan kucing dari dalam ruangan agar tidak membawa kuman yang dapat
membahayakan Anda.
5. Hindari berbagi penggunaan sikat gigi atau handuk dengan orang lain.
6. Hindari menelan atau meminum air yang langsung berasal dari kolam, danau,
atau sungai.
7. Lakukan tes HIV secara rutin jika berisiko tinggi terkena infeksi ini. Konsultasi
kepada dokter terkait risiko Anda.
8. Ikuti program vaksinasi yang diwajibkan dan dianjurkan oleh pemerintah untuk
menjaga kekebalan tubuh.
9. Bagi wanita, lakukan pemeriksaan panggul dan Pap smear untuk mendeteksi
kanker atau infeksi.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang menyerang sistem kekebalan tubuh baik dalam
keadaan kondisi normal maupun lemah yang menunggu 'kesempatan' yang tepat pada
saat menyerang seseorang. Dalam tubuh manusia terdapat banyak bakteri, jamur, dan
virus namun sistem kekebalan tubuh manusia biasanya pendapat mengendalikan kuman
kuman tersebut. Pada seseorang yang terkena HIV, IO akan menyerang pada saat jumlah
CD4 nya kurang dari 200 cells/mm3. Saat ini HIV memiliki jumlah kematian yang tinggi,
dimana yang dapat mengancam hidup penderita HIV tidak hanya dari virus sendiri
namun infeksi oportunistik tetap menjadi penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas
penderita yang terinfeksi HIV. Infeksi oportunistik dapat disebabkan oleh bakteri
(Tuberkulosis, infeksi salmonella dan lainnya), virus (Herpes Simplex virus,
cytomegalovirus dan lainnya), jamur (kandidiasis, kriptokokosis pnemocystis jiroveci,
dan lainnya), dan parasit (mis. cryptosporidiosis dan lainnya).
Dan pengobatan yang diberikan sesuai penyebab seperti antibiotik, obat anti radang, dan
pemberian nutrisi yang adekuat baik infus atau makanan minuman. Bila pasien dalam

21
keadaan terminal, penting untuk memberikan rasa nyaman pada pasien. Dan makanlah
makanan yang bergizi, gunakan masker pelindung bila bepergian, rajin mencuci tangan
dengan sabun, cukup istirahat dan hindari begadang. Makanlah makanan yang terjaga
kebersihannya dan makanlah buah atau bila perlu suplemen untuk antioksidan dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Hindari kontak mata dengan penderita sakit tertentu
dikawatirkan menular dan merugikan pasien.

B. Saran
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah berpartisipasi di
dalam pembuatan makalah ini, sehingga dapat selesai tepat pada waktunya. Dengan
adanya makalah ini diharapkan teman-teman dapat lebih memperhatikan kesehatan, dan
dapat lebih menanamkan pola kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat
mencapai tingkat kesehatan yang lebih baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Antonius,fenita. 2018. Info Kesehatan. Penjelasan dan Pengobatan Untuk Infeksi


Oportunistik, Dalam https://www.alodokter.com/komonitas/topic/bakteri-8.

Pane,Merr Dame Cristy. 2019. Artikel.Infeksi Oportunistik Menyerang System Kekebalan


Tubuh Yang Lemah. Dalam https://www.alodokter.com/infeksi-oportunistik-menyerang-
sistem-kekebalan-tubuh-yang-lemah-

Saviri, Tania. 2017. Artikel. 8 Infeksi Oportunistik yang Paling Sering Menyerang
pengidap HIV//AIDS. Dalam https://hellosehat.com/seks/hivaids/infeksi-oportunistik-hiv-
aids/.

Willy. Tjin. 2018. Artikel. Toksoplasmosis. Dalam https://www.alodokter.com/tokplamosis.

23
24

Anda mungkin juga menyukai