Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

RESUME KEPERAWATAN PADA Ny. “N”


DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
RASA NYAMAN : NYERI DI UPTD PUSKESMAS BAGU

DISUSUN OLEH :

LALU WAHYU DIRGANTARA AJI


090STYC22

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2023
LEMBAR PENGESAHAN

RESUME KEPERAWATAN PADA Ny. “N”


DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
RASA NYAMAN : NYERI DI UPTD PUSKESMAS BAGU

Nama Mahasiswa : Lalu Wahyu Dirgantara Aji

NIM : 090STYC22

Puskesmas/Ruangan : UPTD Puskesmas Bagu/Poli Umum

Tanggal Pengesahan :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ernawati, Ners., M.Kep. Mardiana, S.Kep., Ners.


LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN NYERI

A. Konsep Teori Nyeri


1. Devinisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri
berbeda pada setiap orang dalam hal skala atautingkatannya, dan
hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasirasa
nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2006). Nyeri didefinisikan
sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
danekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri,
2007)
Nyeri ialah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan
jaringan tubuh (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Berdasarkan definisi
tersebut, dapat dikesimpulan nyeri merupakan pengalaman emosional
yang tidak menyenangkan, presepsi nyeri seseorang sangat ditentukan
oleh pengalaman dan status emosionalnya. presepsi nyeri bersifat sangat
pribadi dan subjektif. Oleh karena itu, suatu rangsang yang sama dapat
dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda bahkan suatu rangsang
yang sama dapat dirasakan berbeda oleh satu orang karena keadaan
emosionalnya yang berbeda.
2. Etiologi
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan yang berhubungan dengan
psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma
mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan,
gangguan sirkulasi darah, dan lain-lain. Secara pesikis, penyebab nyeri
dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis (Asmadi, 2008).
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka. Trauma
termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas atau dingin. Trauma kimiawi tejadi karena
tersentuh zat asam atau basa yang kuat. Trauma elektrik dapat
menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri. Neoplasma menyebabkan nyeri karena
teradinyatekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor
nyeri dan juga karena tarikan, jepitan atau metastase. Nyeri peradangan
terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya
peradangan atau terjepit oleh pembekakan. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan
dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Nyeri yang disebabkan
faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab
organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap
fisik (Asmadi, 2009).
3. Klasifikasi
Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan
berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya
serangan (Asmadi, 2009).
a. Nyeri berdasarkan tempatnya:
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
misalnya pada kulit, mukosa. Nyeri post laparatomi termasuk
dalam pheriperal pain, karena nyeri terasa pada kulit tempat insisi
bedah dilakukan.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang
lebih dalam atau pada organ-organ tubuh viceral.
3) Referd pain, yaitu nyeri dalam yang yang disebabkan karena
penyakit organ/ struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke
bagian tubuh di daerah yang berbeda bukan daerah asal nyeri.
4) General pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lianlain.
(Sutanto & Fitriana, 2017).
b. Nyeri berdasarkan sumbernya (M.Black & Hawks, 2014):
1) Nyeri kutaneus (Superfisial) Nyeri kutaneus dapat
dikarakteristikan sebagai onset yang tibatiba dengan kualitas yang
tajam atau menyengat atau onset yang berlangsung perlahan
dengan kualitas seperti sensasi terbakar, bergantung dari tipe serat
saraf yang terlibat.
2) Nyeri Somatik Nyeri somatik berawal dari ligamen, tendon,
tulang, pembuluh darah, dan saraf. Nyeri ini dideteksi oleh
nosiseptor somatik, bersifat tajam dan dapat dilokalisasi. Contoh
dari nyeri ini adalah nyeri pasca operasi dan patah tulang.
3) Nyeri Viseral Nyeri viseral berasal dari visera tubuh atau organ.
Nosiseptor visera terletak di dalam organ tubuh dan celah bagian
dalam.Terbatasnya jumlah nosiseptor di area ini menghasilkan
nyeri yang biasanya lebih menyakitkan dan berlangsung lebih
lama dari nyeri somatik. Nyeri viseral sangat sulit untuk
dilokalisasi dan beberapa cedera pada jaringan viseral
mengakibatkan terjadi nyeri yang menjalar, dimana sensasi nyeri
berada di area yang sebenarnya tidak berkaitan sama sekali dengan
lokasi cidera.
4) Nyeri Menjalar Nyeri menjalar adalah bentuk dari nyeri viseral
dan dirasakan di daerah yang jauh dari lokasi stimulus. Hal itu
terjadi ketika serat saraf yang berada di area tubuh yang jauh dari
lokasi stimulus melewati stimulus itu sendiri dalam jarak dekat.
5) Nyeri Neurapatik Nyeri neurapatik disebabkan oleh kerusakan
atau cidera pada serat saraf di perifer atau kerusakan pada SSP.
Nyeri terasa seperti kebas, terbakar, atau sensasi tertusuk, “seperti
terkena jarum”, dan sengatan listrik.
6) Breakthrough PainBreakthrough pain didefinisikan sebagai
peningkatan nyeri sementara dengan intensitas sedang hingga
berat yang terjadi pada kondisi individu yang mengalami nyeri
persisten dengan intensitas ringan ke sedang yang sudah berhasil
di konterol. Breakingthrough pain terjadi karena insiden atau
idiopatik.
7) Nyeri psikogenik Nyeri psikogenik tidak disebabkan oleh
nosisepsi, namun oleh faktor psikologis. Beberapa masalah mental
ataupun emosional dapat menyebabkan, memperburuk atau
memperlama nyeri.
c. Nyeri berdasarkan sifatnya (Asmadi, 2009):
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu waktu lalu
menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta
dirasakan dalam waktu yang lama.
3) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi
dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap kurang lebih 10-
15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
d. Nyeri berdasarkan berat ringannya:
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi. (Sutanto &
Fitriana, 2017)
e. Nyeri berdasarkan polanya:
1) Nyeri akut Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu
yang singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan
daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai
akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit
arteriosclerosis pada arteri koroner (Asmadi, 2009). Nyeri akut
terjadi setelah cedera akut penyakit, atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi
(ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat
(Meinhart dan McCaffery, 1983: NIH, 196 dalam Potter & Perry,
2005). Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan
kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2) Nyeri Kronik Nyeri kronik yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari
enam bulan. Nyeri kronis ini polanya beragam dan berlangsung
berbulanbulan bahkan bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada
yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas
dari nyeri lalu timbul kembali lagi nyeri dan begitu seterusnya.
Ada pula pola nyeri kronik yang konstan, artinya rasa nyeri
tersebut terus-menerus terasa semakin lama semakin meningkat
intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya,
pada nyeri karena neoplasma (Asmadi, 2009)
4. Faktor-Faktor yang Mempengeruhi Nyeri
Karena nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor
yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu yaitu sebagai berikut
(Potter & Perry, 2005).
a. Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak- anak dan lansia.
b. Jenis Kelamin, Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri (Gil, 1990 dalam Potter &
Perry, 2005). Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis
kelamin misalnya menganggap bahwa seorang anak aki-laki harus
berani dan tidak boleh menangis, sedaangkan seorang anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama.
c. Kebudayaan, Keyakinan dan nilai budaya mempengaruhi individu
dalam mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan
dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi
bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerud, 1991
dalam Potter & Perry, 2005).
d. Makna Nyeri, Makna seorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi
terhadap nyeri.
e. Perhatian, Tingkat seorang klien menfokuskan perhatiannya terhadap
nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
mengalihkan dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun (Gil,
1990 dalam Potter & Perry, 2005).
f. Ansietas, Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat komleks.
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Paice (1991) melaporkan
suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik
yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas.
g. Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
h. Pengalaman Sebelumnya, Setiap individu belajar dari pengalaman
nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada
waktu mendatang.
i. Gaya Koping, Pengalaman nyeri yang menjadi suatu pengalaman
yang membuat individu merasa kesepian. Apabila klien mengalami
nyeri dikeadaan perawatan kesehatan, seperti di rumah sakit klien
merasa tidak berdaya dengan rasa sepi itu. Hal yang sering teradi
adalah klien merasa kehilangan kontrol terhadap ligkungan atau
kehilangan kontrol terhadap hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang
terjadi. Dengan demikian, gaya koping mempengaruhi kemampuan
individu tersebu untuk mengatasi nyeri.
j. Dukungan keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri sering
kali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Walupun nyeri
tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan.
5. Manifestasi Klinis
a. Gangguan tidur
b. Posisi menghindari nyeri
c. Gerakan menghindari nyeri
d. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih, meringis)
e. Perubahan nafsu makan
f. Tekanan darah meningkat
g. Pernafasan meningkat
h. Depresi
Skala pengukuran nyeri

1. Numerical Rating Scale (NRS).


NRS adalah salah satu alat diagnostik yang digunakan
dokter untuk mengetahui kualitas nyeri yang dialami pasien.

Pasien diminta untuk memilih angka di antara 0-10. Angka 0


menandakan tidak nyeri dan 10 menandakan nyeri yang sangat
hebat.

Selain Numerical Rating Scale, ada beberapa variasi


skala lain yang dapat digunakan dalam pengukuran nyeri,
seperti Visual Analog Scale (VAS) dan Faces Rating Scale
(FRS).
2. Visual Analog Scale

Pasien diberikan gambar garis, kemudian diminta untuk


memberi titik pada garis. Semakin ke kiri berarti semakin tidak
nyeri. Sebaliknya, semakin ke kanan, semakin hebat nyeri yang
dialami.

3. Wongbaker Faces Pain Rating Scale

Pasien yang kesulitan menentukan skala sakitnya


dengan VAS maupun NRS dapat ditunjukkan gambar berisi
ekspresi wajah dari mulai yang paling kiri (tidak nyeri) hingga
paling kanan yang berarti nyeri paling hebat. Cara ini dipakai
untuk pasien anak anak dan lansia yang tidak dapat
menyebutkan intesitas nyerinya dengan skala angka (Skala
Nyeri, 2015).

4. Skala nyeri orang dewasa

Skor nyeri (comfort pain scale)


a. Skor nyeri Skala 1-3: observasi dilakukan bersama dengan
pemeriksaan fisik (edukasi untuk relaksasi dan distraksi).
b. Skor nyeri 4-6: observasi setiap 4 jam (dilakukan
kolaborasi medis untuk pemberian terapi jenis
NSAID/opioid ringan.
c. Skor nyeri 7-10: observasi setiap 30 menit – 1jam,
(dilakukan kolaborasi medic untuk pemberian opioid.
5. Skala nyeri pada bayi
Beberapa skala nyeri untuk neonatus yang dapat digunakan
adalah:

 NIPS (neonatal infant pain scale)

 PIPP (premature infant pain profile)

 CRIES (crying, requires increased vital sign, expression;


sleeplessness)

 N-PASS (neonatal pain, agitation and sedation scale)


6. Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah
zat-zat kimia sepertiBradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian
zat-zat tersebut merangsang danmerusak ujung saraf reseptor nyeri
dan rangsangan tersebut akan dihantarkan kehypothalamus
melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan
dipersiapkansehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan
ke hypothalamus nyeri dapatmenurunkan stimulasi terhadap reseptor
mekanin sensitif pada termosensitif sehinggadapat juga menyebabkan
atau mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak, 2007).
7. Pathway
Pathway nyeri:
8. Pemeriksaan penunjang
Foto polos dapat membantu evaluasi awal pasien dengan nyeri
abdomen akut. Film yang diambil sebaiknya mencakup foto toraks pada
posisi tegak dan berbaring serta foto polos abdomen dalam posisi tegak.

Foto polos dapat mengidentifikasi kasus obstruksi usus, perforasi


viscus (udara bebas intraperitoneal paling baik terlihat pada foto toraks
posisi tegak), udara di sistem vena porta atau sistem bilier, klasifikasi
(batu ginjal, pankreatitis kronik, batu empedu), pneumatosis (udara pada
dinding usus), atau penebalan dinding usus.

Foto abdomen dapat memperlihatkan hilangnya bayangan psoas


normal yang menunjukkan proses peradangan intraabdomen. Foto toraks
juga dapat memperlihatkan infiltrate paru, pneumotoraks spontan, atau
efusi pleura simpatik (akibat infeksi atau iritasi subdiafragma).

Untuk meningkatkan angka deteksi udara bebas di bawah diafragma


pada foto toraks posisi tegak, pasien sebaiknya tetap berada dalam posisi
tegak selama sekurangnya 5 menit sebelum foto dilakukan.

Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin (Hb),


Hematokrit (HCT) dan sel darah putih (WBC).

Pemeriksaan lain adalah angiografi untuk pasien yang dicurigai


mengalami iskemia mesenteri, atau studi gastrointestinal atas dengan
kontras untuk pasien dengan kemungkinan perforasi ulkus peptik (dengan
menggunakan kontras air larut untuk menghindari terjadinya peritonitis
barium).

Pemeriksaan kontras gastrointestinal bawah berguna dalam


mengevaluasi kecurigaan diagnostic sekaligus terapeutik pada kecurigaan
volvulus kolon. Endoskopi lebih sensitive dan spesifik untuk abnormalitas
mukosa daripada radiografi kontras.
Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan non-invasif yang
berguna untuk menunjukkan abnormalitas bilier termasuk kolelitiasis,
pelebaran duktus, penebalan dinding kandung empedu, dan cairan
perikolesistik.

USG abdomen juga dapat menunjukkan adanya apendisitis akut,


massa abdomen, hidronefrosis, penyakit peradangan panggul, dan kondisi
lain yang menyebabkan nyeri abdomen.

CT-scan dapat membantu diagnosis penyakit pankreas, aneurisma,


aorta abdominal, pengumpulan cairan intraabdominal, divertikulitis,
obstruksi usus, apendisitis, dan keganasan.

MRCP dapat mendeteksi obstruksi saluran empedu secara noninvasif


dengan sensitivitas yang sama dengan ERCP.

9. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologis/ Pemberian Analgesik Analgesik merupakan
istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang
digunakan sebagai penahan sakit. Obat analgesik berfungsi untuk
mengurangi rasa nyeri, terutama lewat daya kerjanya atas sistem saraf
sentral dan menubah respons seseorang terhadap rasa sakit (Sutanto &
Fitriana, 2014). Tujuan pemberian analgesik adalah untuk meredakan
atau menurunkan nyeri sementara tetap memperhatikan kemampuan
klien untuk mengontrol lingkungannya, berpartisipasi dalam upaya
perawatan, dan menurunkan efek samping (M.Black & Hawks, 2014).
b. Terapi Non Farmakologis Ada sejumlah terapi nonfarmakologis yang
mengurangi resepsi dan persepsi nyeri dan dapat digunakan pada
keadaan perawatan akut dan perawatan tersier sama seperti di rumah
dan pada keadaan perawatan restorasi (Potter & Perry, 2005). Terapi
nonfarmakologis dapat dikombinasikan dengan terapi farmakologis.
Tindakan nonfarmakologis mencangkup intervensi perilaku kognitif
dan penggunaan agen-agen fisik (Potter & Perry, 2005). Beberapa
tindakan nonfarrmakologis yaitu:
1) Bimbingan Antisipasi Memodifikasi secara langsung cemas yang
berhubungan dengan nyeri menghilangkan nyeri dan menambah
efek tindakan untuk menghilangkan nyeri yang lain (Potter &
Perry, 2005).
2) Relaksasi Teknink ini didasarkan kepada keyakinan bahwan
tubuh berespons pada anssietass yang merangsang pikiran karena
nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat
menurunkan ketegangan fisiologis (Asmadi, 2009). Terdapat
banyak jenis dari teknik relaksasi yaitu, relaksasi nafas dalam,
relaksasi progresif, napas ritmik dan relaksasi autogenik.
Distraksi Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri
(Asmadi, 2009). Sistem aktivasi retikular menghambat stimulus
yang menyakitkan jika seseorang menerima masukan sensori
yang cukup atau berlebihan. Distraksi mengalihkan perhatian
klien ke hal yang lain dan dengan demikian menurunkan
kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005). Teknik distraksi yang
dapat dilakukan adalah mendengarkan musik, guaided imagery,
meditasi, hipnotis dan humor.
3) Stimulasi Kutaneus Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit
yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri (Potter & Perry,
2005). Stimulasi kutaneus mengaktivasi serat berdiameter lebar
(A-beta), yang menstimulasi neuron inhibitor di medula spinalis
dan berikatan dengan sistem analgesik desenden. Macam-macam
stimulasi kutaneus yaitu, pijet, kompres hangat dan dingin,
transcutaneous elecktrical nerve stimulation (TENS), akupuntur
dan akupresur (M.Black & Hawks, 2014).
4) Biofeedback Biofeedback merujuk pada berbagai macam teknik
yang memberikan klien informasi mengenai perubahan dalam
fungsi tubuh yang biasanya tidak disadari klien, seperti tekanan
darah. Tujuan dari biofeedback dalam manajemen nyeri adalah
untuk mengajarkan kontrol diri atas variabel fisiologis yang
berkaitan dengan nyeri, sepertii kontraksi otot dan tekanan darah
(M.Black & Hawks, 2014).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien, identitas penanggung jawab
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien sebelum masuk RS dan saat masuk RS.
Biasanya klien mengeluh nyeri perut, defans muskular, muntah dan
lain-lain.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang. Bagaimana serangan itu timbul,
lokasi, kualitas, dan faktor yang mempengaruhi dan
memperberat keluhan sehingga dibawa ke Rumah Sakit.
2) Riwayat kesehatan dahulu. Megkaji apakah klien pernah sakit
seperti yang dirasakan sekarang dan apakah pernah menderita
HT atau penyakit keturunan lainnya yang dapat mempengaruhi
proses penyembuhan klien.
3) Riwayat kesehatan keluarga. Gambaran mengenai kesehatan
keluargadan adakah penyakit keturunan atau menular.
4) Genogram
d. Pengkajian Nyeri
1) Skor nyeri (Comfort pain scale)

a) Skor snyeri skala 1-3 : observasi dilakukan bersama dengan


pemeriksaan fisik (edukasi untuk relaksasi dan distraksi)
b) Skor nyeri 4-6 : observasi setiap 4 jam (dilakukan kolaborasi
medis untuk pemberian terapi jenis NSAID/Opioloid ringan.
c) Skor nyeri 7-10 : observasi setiap 30 menit – satu jam,
(dilakukan kolaborasi medis pemberian opiloid.
2) Face pain rating scale
Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang
tidak dapat menggambarkan itensitas nyerinya dengan angka

Nilai 0: nyeri tidak dirasakan oleh anak


Nilai 1: nyeri dirasakan sedikit
Nilai 2: nyeri agak dirasakan oleh anak
Nilai 3: nyeri yang dirasalkan anak lebih banyal
Nilai 4: nyeri yang dirasakan anak secara keseluruhan
Nilai 5: nyeri sekali dan anak menjadi menangis
3) FLACC Behavioral Tool (Face, Legs, Activity, Cry and
Consolability)
pengukuran nyeri pada anak atau anak dengan gangguan
kognitif atau pasien anak yang tidak dapat dinilai dengan skala
lain.
0 1 2
Face = wajah Tidak ada Menyeringai, Menyeringai lebih
perubahan berkerut, sering, tangan
ekspresi menarik diri, menggepal,
(senyum) tidak tertarik menggigit,
gemetar
Legs = Posisi normal Tidak nyaman, Mengejang/
tungkai gelisah, tegang tungkai dinaikan
ke atas
Activity = Posisi nyaman Menggeliat, Posisi badan
aktivitas dan normal, tegang, badan melengkung, kaku
gerakan ringan bolak balik, atau menghentak
bergerak pelan, tina-tiba, tegang,
terjaga dari menggesekkan
tidur badan
Cry = Tidak Mengerang, Menangis keras
tangisan menangis/merin merengek, menjerit,
tih (posisi kadangkala mengerang,
terjaga atau menangis, terisak, menangis
tertidur pulas) rewel rewe setiap saat
Consolability Tenang, relaks, Minta dipeluk, Tidak nyaman dan
ingin bermain rewel tidak ada kontak
mata

Interpretasi:
Skor total dari lima para meter diatas menentukan tingkat
keparahan nyeri dengan skala 0-10, nilai 10 menunjukkan tingkat
nyeri yang hebat
4) NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)
Assessment nyeri
Ekspresi wajah
0 - Otot relaks Wajah tenang ekspresi netral
1 - Meringis Otot wajah tegang, alis berkerut (ekspresi wajah
negatif)
Tangisan
0 - Tidak menangis Tenang, tidak menangis
1 - Merengek Mengerang lemah intermiten
2 - Menangis keras Menangis kencang, melengking terus menerus
( catatan: menangis tanpa suara diberi skor bila
bayi diinkubasi)
Pola napas
0 – Relaks Bernafas biasa
1 - Perubahan nafas Tarikan iregurel, lebih cepat disbanding biasa,
menahan napas, tersedak
Tungkai
0 – Relaks Tidak ada kekakuan otot, gerakan tungkai biasa
1 – Fleksi/ Ekstensi Tegang kaku
Tingkat Kesadaran
0 – Tidur/Bangun Tenang, tidur lelap atau bangun
1 – Gelisah Sadar atau gelisah
Interpretasi:
Skor 0 : tidak perlu intervensi
Skor 1-3 : intervensi non-farmakologi
Skor 4-5 : terapi analgetik non-opioid
Skor 6-7 : terapi opioid
5) The Numeric Pain Scale
Numeric Pain Intensity Scale merupakan alat ukur
pengkajian nyeri pada orang dewasa yang dirasakan pada 24 jam
terakhir. Pengukuran dibagi menjadi tiga tingkatan: nyeri ringan
(1-3), nyeri sedang (4-6), dan nyeri berat (7-10)

6) Visual Analog Scale (VAS)


Visual analog Scale (VAS) merupakan alat ukur pengkajian
nyeri pada orang dewasa di mana pasien memberikan tanda garis
lurus (10cm)

7) Karakteristik Nyeri
Nyeri yang dialami individu memiliki beberapa karakteristik
tertentu. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST, yaitu
sebagai berikut (Hidayat & Uliyah, 2014) :
P (provokatif) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannya nyeri.
Q (quality) yaitu rasa nyeri yang seperti apa, contoh: rasa
tajam, tumpul, atau tersayat.
R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
S (saverity) yaitu keparahan atau intensita nyeri.
T (time) yaitu lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum ibu, suhu, tekanan darah, respirasi, nadi, keadaan
kulit, berat badan, dan tinggi badan.
2) Pemeriksaan kepala wajah: Konjungtiva dan sklera mata normal
atau tidak.
3) Pemeriksaan leher : Ada tidaknya pembesaran tiroid.
4) Pemeriksaan thorax : Ada tidaknya ronchi atau wheezing, bunyi
jantung.
5) Pemeriksaan payudara : Bentuk simetris atau tidak, kebersihan,
pengeluaran (colostrum, ASI atau nanah), keadaan putting, ada
tidaknya tanda dimpling/retraksi.
6) Pemeriksaan abdomen: Tinggi fundus uteri, bising usus, kontraksi,
terdapat luka.
7) Pemeriksaan eksremitas atas: ada tidaknya oedema, suhu akral,
eksremitas bawah: ada tidaknya oedema, suhu akral, simetris atau
tidak, pemeriksaan refleks.
8) Genetalia: Menggunakan dower kateter. Pemeriksaan laboratorium
f. Terapi
Terapi ini meliputi obat yang diberikan ke klien selama dirawat di
rumas sakit
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin (Hb),
Hematokrit (HTC) dan sel darah putih (WBC)
2. Diagnosa Keperawatan
Analisa Data

No. DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. DS : Trauma jaringan, infeksi, Nyeri akut
1. Mengeluh nyeri cidera
DO :
1. Tampak meringis
Krusakan sel
2. Bersikap protektif
(mis.menghindari nyeri)
Pelepasan mediator nyeri
3. Gelisah
(histamine, bradikidin,
4. Sulit Tidur
prostaglandin, serotonin,
ion kalium, dll)

Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)

Dihantarkan serabut tipe


A, dan serabut tipe C

Medulla spinalis

Sistem aktivasi retikular

Hipotalamus dan sistem


limbik

Otak
(korteks somatosensorik)

Persepsi nyeri

Nyeri akut
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedra fisik (post operasi caesar)
ditandai dengan pasien tampak meringis
3. Intervensi

NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI


. KEPERAWATA (SLKI) (SIKI)
N (SDKI)
1. Nyeri akut Setelah melakukan tindakan Observasi
berhubungan di harapkan pasien a. Identifikasi lokasi,
dengan agen Keluhan nyeri menurun karaktrinstik,durasi,
pencedera fisik 1. Meringis menurun frekuensi,kualitas,intensitas
(post operasi 2. Sikapprotektif menurun nyeri.
caesar ) ditandai 3. Gelisah menurun b. Identifikasi skala nyeri.
dengan pasien 4. Kesulitan tidur c. Identifikasi respons nyeri non
tampak meringis Menurun verbal.
5. Menarikdiri menurun d. Identivikasi factor yang
6. Berfokus pada diri memperberat dan memperingan
sendiri menurun nyeri
7. Diagnosis menurun e. Identifikasi pengetahuan dan
8. Perasaan depresi keyakinan tentang nyeri.
(tertekan) menurun f. Identifikasi pengaruh budaya
9. Perasaan takut terhadap respon nyeri.
mengalami cedera g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
berulang menurun kualitas hidup.
10. Anoreksia menurun h. Monitor keberhasilan terapi
11. Priuneum terasa komplamenter yang sudah di
tertekan menurun berikan .
12. Uterus teraba membulat i. Monitor efek samping
menurun penggunaan analgetik
13. Ketegangan  otot Terapeutik
menurun j. Berikan teknik nonfarmakologis
14. Muntah menurun untuk mengurangi rasa nyeri
15. Mual menurun (mis.TENS,hypnosis,akupresur,t
16. Frekuensi nadi membaik erapi music, biofeedback, terapi
17. Pola napas membaik pijat, aromatrapi, teknik
18. Tekanan darah membaik imajinasi terbimbing, kompres
19. Proses berpikir hangat/ dingin, terapi bermain)
membaik k. Kontrol lingkungan yang
20. Fokos membaik memperberat rasa (mis.
21. Fungsi berkemih Suhuruangan, pencahayaan,
membaik kebisingan)
22. Perilaku membaik l. Fasilitas istrirahat dan tidur
23. Nafsu makan membaik m. Pertimbangan jenis dan
24. Pola tidur membaik sumber nyeri dalam pemilihan
strategi merendahkan nyeri.
Edukasi
n. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
o. Jelaskan ,strategi meredakan
nyeri
p. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
q. Anjurkan menggunakan
analgetikm secara tepat
r. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolabrasi
s. Kolaborasi pemberian analgik,
jika perlu.

4. Implementasi keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan dalam proses
keperawatan dalam proses keperawatan dan sangat menuntut kemampuan
intelektual, keterampilan dan tekhnik keperawatan. Pelaksanaan
keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang didasari
kebutuhan pasien untuk mengurangi atau mencegah masalah serta
merupakan pengelolaan atau perwujudan rencana keperawatan pada
seorang pasien. Ada 2 syarat hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan
keperawatan menurut Moorhead S, (2016) yaitu:
a. Merencanakan perawatan, segala informasi yang tercakup dalam
rangka keperawatan, merupakan dasar atau pedoman dalam
tindakan,
b. Mengidentifikasi reaksi pasien, dituntut usaha yang tidak tergesah-
gesah dan teliti agar dapat menemukan reaksi pasien sebagai akibat
tindakan keperawatan .
5. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan. Pada
pasien dapat dinilai hasil pelaksanaannya perawatan dengan melihat
catatan perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung
keadaan dan keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah berat. Evaluasi
harus berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi dapat dilihat
4 kemungkinan yang menentukan tindakan-tindakan perawatan
selanjutnya antara lain :
1. Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum
2. Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum
3. Apakah masalah sebagian terpecahkan/tidak dapat dipecahkan
4. Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Anas Tamsuri. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC.
Andarmoyo. 2017. Konsep dan proses Keperawatan Nyeri. Yogjakarta:
ARRUZZ MEDIA.
Anugraheni, 2013 dalam Rahmadhayanti, Eka, 2017. Jakarta
Asmadi (2008). Teknik Prosedural Keperawatann: Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Asmadi (2009). Konsep dan Aplikasi Kebutuhan dasar Manusia. Jakarta:
Salemba Medika.
Bare BG., Smeltzer SC. 2001. Buku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Hal: 45-47.
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R.
Jakarta: Salemba Emban Patria

Anda mungkin juga menyukai