PM DK 7 Blok 6 2023
PM DK 7 Blok 6 2023
NIM : 2250141166
Kelompok : D
Skenario :
Tugas :
Ginjal dibagi menjadi korteks di sebelah luar yang berwarna gelap dan medula di sebelah dalam yang
berwarna terang. Korteks dilapisi oleh jaringan ikat regular padat, kapsul ginjal. Korteks mengandung
tubulus kontortus proksimal dan distal, glomerulus serta medullary rays. Medula terdiri dari
beberapa piramid ginjal. Bagian basal piramid terletak dekat dengan korteks dan apeksnya
membentuk papila ginjal menonjol ke dalam struktur berbentuk corong, kaliks minor. Terdapat
arteri dan vena interlobaris pada sinus renalis yang merupakan cabang dari arteri dan vena renalis.
Pembuluh darah ini masuk ke ginjal menjadi arteri dan vena arkuata melengkung di bagian dasar
piramid kemudian membentuk pembuluh darah interlobularis yang berjalan secara radial ke dalam
korteks ginjal dan nantinya membentuk kapiler glomerulus (Eroschenko, 2015).
1. Proses pembentukan urine diawali dengan penyaringan (filtrasi) darah yang terjadi di kapiler
glomerulus. Sel-sel glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan permeabilitas yang tinggi
pada glomerulus mempermudah penyaringan, selain penyaringan di glomerulus juga terjadi
penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah dan sebagian besar protein plasma. Bahan-
bahan kecil yang terlarut dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil
penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerulus atau urine primer, mengandung asam
amino, glukosa, natrium, dan garam-garam lainnya.
2. Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urine primer akan diserap kembali dari tubulus
kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal terjadi penambahan zat-zat sisa dan
urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui
peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Setelah terjadinya reabsorbsi maka
tubulus menghasilkan urine sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi,
sebaliknya konsentrasi zat-zat sisa metabolisme bersifat racun bertambah minsalnya urea.
3. Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal urin akan menuju rongga ginjal, selanjutnya menuju
kantung kemih melalui saluran ginjal. Urine akan keluar melalui saluran uretra.
2. Apa syarat suatu zat dapat ditemukan dalam urine?
Syarat suatu zat ditemukan di urin adalah zat tersebut lolos dari tiga proses pembentukan urin,
yaitu
filtrasi, reabsorbsi, dan augmentasi.
Pembentukan urine:
a. Filtrasi
Sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman.
Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya
pada filtrat glomerulus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan dalam plasma. Ketika
cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula Bowman dan mengalir melewati tubulus,
cairan ini mengalami perubahan akibat adanya reabsorpsi air dan zat terlarut spesifik kembali ke
dalam darah atau sekresi zatzat lain dari kapiler peritubulus ke dalam tubulus. Kebanyakan zat
dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat
glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi
secara bebas oleh kapiler glomerulus kemudian di reabsorbsi parsial, reabsorbsi lengkap dan
kemudian akan diekskresi.
b. Reabsorpsi
Secara normal, sekitar 65 persen dari beban natrium dan air yang difiltrasi, dan nilai persentase
yang sedikit lebih rendah dari klorida, akan direabsorbsi oleh tubulus proksimal sebelum filtrat
mencapai ansa Henle. Bila suatu zat akan direabsorbsi, pertama zat tersebut harus ditranspor:
(1) melintasi membran epitel tubulus ke dalam cairan interstisial ginjal dan kemudian
(2) melalui membrane kapiler peritubulus kembali ke dalam darah.
Sebagian besar zat yang harus dibersihkan dari darah, terutama produk akhir metabolisme
seperti
ureum, kreatinin, asam urat, dan garam-garam asam urat, direabsorpsi sedikit, dan karena itu,
diekskresi dalam jumlah besar ke dalam urine. Zat asing dan obat-obatan tertentu juga
direabsorpsi sedikit, tetapi selain itu, disekresi dari darah ke dalam tubulus, sehingga laju
ekskresinya tinggi. Sebaliknya, elektrolit seperti ion natrium, klorida, dan bikarbonat direabsorpsi
dalam jumlah besar, sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urine. Zat nutrisi
tertentu, seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi seluruhnya oleh tubulus dan tidak
muncul dalam urine meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerulus.
c. Sekresi
Separuh bagian kedua dari tubulus distal dan tubulus koligens kortikalis berikutnya mempunyai
ciri-ciri
fungsional yang sama. Secara anatomis, keduanya terdiri dari dua tipe sel yang berbeda, sel-sel
prinsipalis dan sel-sel interkalatus. Sel-sel prinsipalis mereabsorbsi natrium dan air dari lumen
dan
menyekresikan ion kalium ke dalam lumen. Sel-sel interkalatus mereabsorbsi ion kalium dan
menyekresikan ion hidrogen ke dalam lumen tubulus. Dalam keadaan normal urine mangandung
air, urea, ammonia, garam mineral, zat warma empedu, vitamin, obat obatan, dan hormone.
d. Ekskresi urine
Sumber : Haryanto:2013
3. Pemeriksaan urine yang dilakukan pada urine W, terdiri atas pemerikaan urine rutin,
dan pemeriksaan urine atas indikasi, Bagaimana perbedaan antara pemeriksaan
urine rutin dan pemeriksaan urine atas indikasi tersebut?
Pemeriksaan urine terdiri dari pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, dan kimia urine.
Pemeriksaan makroskopik urine terdiri dari menilai warna, kejernihan, bau, berat jenis, dan pH.
Pemeriksaan mikroskopik untuk melihat adanya sedimen urine seperti eritrosit, leukosit, sel
epitel, kristal, silinder, bakteri, jamur, parasit, dan spermatozoa.
Pemeriksaan kimia urine dilakukan terhadap protein, glukosa, keton, bilirubin, dan
urobilinogen.
Urine Rutin/Urinalisis (Mikroskopis): Ialah pemeriksaan rutin untuk mendeteksi kelainan ginjal dan
saluran kemih serta memantau hasil pengobatan. Bertujuan untuk Menentukan jumlah eritrosit,
leukosit, sel epitel, silinder, parasit, kristal, spermatozoa, dan bakteri dalam urin untuk menegakkan
diagnosis. Jenis yang akan ditemukan pada urine : Leukosit, Eritrosit, Sel epitel, Silinder, Kristal urat,
dan Bakteri. Pemeriksaan urinalisis selain memberikan indikasi kondisi ginjal sebagai organ ekskresi,
juga mampu
memberikan indikasi berbagai kondisi sistemik seseorang. Pemeriksaan urin rutin yang biasa disebut
“pemeriksaan penyaring” ialah beberapa macam pemeriksaan yang dianggap dasar bagi
pemeriksaan
selanjutnya dan yang menyertai pemeriksaan fisik tanpa pendapat khusus. Pemeriksaan urin rutin
biasanya terdiri dari beberapa jenis standar penilaian, diantaranya:
pH, Gula, nitrit, keton, bilirubin, urobilinogen, sel darah putih, sel darah merah.
Urinalisis rutin terdiri dari tiga langkah :
Pemeriksaan makroskopis atau fisik, Meliputi tes warna, kejernihan, dan berat jenis.
Pemeriksaan kimia urin, Meliputi tes protein, glukosa, keton, darah, bilirubin, urobilinogen,
nitrit, dan lekosit esterase.
Pemeriksaan mikroskopis, Analisis mikroskopik untuk melihat sedimen urine seperti eritrosit,
leukosit, sel epitel, kristal.
Ada beberapa metoda pemeriksaan urin yang biasa dilakukan, antara lain metoda dipstick atau carik
celup dan metoda standar.
Pemeriksaan terhadap protein urin termasuk pemeriksaan rutin. Kebanyakan cara rutin untuk
menyatakan adanya protein dalam urin berdasarkan timbulnnya kekeruhan. Kekeruhan itu menjadi
satu ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urin yang jernih menjadi syarat
penting pada test-test terhadap protein.
Untuk itu hasil pemeriksaan protein hendaknya diperiksakan dengan cara semi kuantitatif seperti
test dengan asam sulfosalisilat test dengan menggunakan asam sulfosalisilat tidak bersifat spesifik
meskipun sangat pekat adanya protein dalam konsentrasi 0,002% dapat dinyatakannya. Kalau hasil
test itu negatif tidak perlu lagi kemungkinan adanya protein urin.
Sumber :
● Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. 2003. Hal : Hal 26
● Indrati AR. Pemeriksaan Labotatorium Patologi Klinik Narkoba “Urinary Drug Testing”.
Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 2015.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/Pemeriksaan-Laboratorium- Patologi-
Klinik-Narkoba.pdf
4. Jelaskan bagaimana cara petugas laboratorium memeriksa sampel urine W
sehingga mendapatkan data hasil pemeriksaan urine rutin maupun indikasi (pada
kasus ini yang merupakan pemeriksaan urine atas indikasi adalah pemeriksaan
narkoba melalui urine). Berikan gambar dan jelaskan!
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS URIN
Tujuan : untuk mengetahui atau melihat pH, warna, kekeruhan, Bj, bau dan buih
Alat/ bahan:
Pipet tetes
Tabung reaksi
Refraktometer
Kertas lakmus
Gunting
Tissue
Cara Kerja :
Pemeriksaan Ph pada Urine
• Disiapkan kertas lakmus biru, merah, lalu letakkan kertas lakmus ditempat yang datar,
kemudian
• Diteteskan sampel urine pada kertas lakmus tersebut, lalu
• Amati perubahan yang terjadi basa atau asam
• Apabila lakmus merah tetap merah, sedangkan lakmus biru menjadi merah itu Ph nya asam
• Apabila lakmus merah menjadi biru, sedangkan lakmus biru tetap biru itu PH nya basa
Pemeriksaan BJ
Metode : penentuan berat jenis urin dilakukan dengan menggunakan urometer.
Alat dan bahan
Urometer
Sarung tangan
Tabung reaksi
Masker
Gelas ukur
Tissue
Sampel urin
Cara Kerja
Terakan dahulu urometer terhadap aquadest (BJ 1,000)
Apabila pada pembacaan ini tidak sama dengan 1,000, misalnya 1,005 maka hasil
pembacaan terakhir harus dikurangi dengan 0,005.
Gelas ukur diisi dengan 3⁄4 bagian urin dan diletakkan pada tempat datar. Buih
dihilangkan agar tidak mengganggu pengukuran
Urometer dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan cara memutar pada sumbu
panjangnya. Jangan sampai urometer menyentuh atau menempel pada dinding bagian
dalam gelas ukur.
Diamati strip yang terangkat dipermukaan dan dibaca bagian miniskusnya dimana 1 strip
= 0,001
Dihitung Bj dari sampel urin
.PEMERIKSAAN PROTEIN
Prinsip:Terjadi endapan urine jika direaksikan dengan asam sulfosalisilat
Tujuan:menentukan adanya protein dalam urine
Alat da Bahan:
• Tabung reaksi dan rak
• Pipet
• Reagen asam acetat
Cara kerja :
• Masukkan urin yang akan diperiksa ke dalam tabung reaksi sampai 2/3 tabung penuh.
• Dengan memegang tabung reaksi tersebut pada ujung bawah, lapisan atas urin itu dipanasi
diatas nyala api sampai mendidih selama 30 menit.
• Perhatikan terjadinya kekeruhan di lapisan atas urine itu, dengan membandingkan jernihnya
dengan bagian bawah yang tidak dipanasi. Jika terjadi kekeruhan, mungkin ia di sebabkan oleh
protein, tetapi mungkin juga disebabkan oleh kalsium pospat/kalsium karbonat.
• Kemudian teteskan kedalam urine yang masih panas itu 3-5 tetes lart. Asam asetat 6%. Jika
kekeruhan itu tetap/bertambah keruh berarti tes protein Positif.
• Panasilah sekali lagi lapisan atas itu sampai mendidih & kemudian berilah penilaian semi
kuantitatif kepada hasilnya.
Penilaian Hasil:
- : tidak ada kekeruhan.
+ : kekeruhan ringan tanpa butir-butir (0,01-0,05%).
++ : kekeruhan mudah di lihat & nampak butir-butir dalam kekeruhan tersebut (0,05-0,2%).
+++ : urine jelas keruh dan kekeruhan berkeping-keping (0,2-0,5%). ++++ : sangat keruh dan
bergumpal/memadat (>0,5%).
Sumber :- Hendry JB. 2000. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory methods: Examination
of Urine. New York : Saunders.
- Lewandroski K. 2002. Clinical Chemistry laboratory management & Clinical Corellations.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
- From P, Bieganiec B, Ehrentich Z, Barak M. 2000. Stability of Common Analytes in urine
Refrigerated for 24 h Before Automated Analysis by Test Strips. Clinical Chemistry : 49:9.
- Lewandroski K. 2006. Clinical Chemistry laboratory management & Clinical Corellations.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
5. Petugas laboratorium menjelaskan kepada W bahwa sampel pemeriksaan W adalah
urine sewaktu. Jelaskan apa saja sampel urine lain dan penggunaannya dalam
pemeriksaan laboratorium!
Macam – Macam Sampel Urine
Jenis jenis specimen urine :
1. Random specimen, specimen Ini adalah spesimen yang paling sering diterima karena
kemudahan pengumpulan dan kenyamanan bagi pasien. Itu spesimen acak dapat diambil kapan
saja, tetapi waktu berkemih yang sebenarnya harus dicatat pada wadah Spesimen acak berguna
untuk tes skrining rutin
2. First morning specimen, specimen ini adalah spesimen skrining yang ideal. Dia juga penting
untuk mencegah tes kehamilan negatif palsu dan untuk mengevaluasi proteinuria ortostatik.
Spesimen pagi pertama adalah spesimen pekat, sehingga meyakinkan deteksi bahan kimia dan
membentuk elemen yang mungkin tidak hadir dalam spesimen acak encer asien seharusnya
diinstruksikan untuk mengumpulkan spesimen segera setelah bangun dan mengirimkannya ke
laboratorium dalam waktu 2 jam atau menyim
3. 24-Hour (or time) specimen, spesimen yang diatur waktunya dengan hati-hati harus
digunakan untuk menghasilkan yang akurat hasil kuantitatif. Banyak zat terlarut menunjukkan
variasi diurnal seperti katekolamin, 17-hidroksisteroid, dan elektrolit di mana konsentrasi
terendah adalah di pagi hari dan konsentrasi tertinggi terjadi pada sore hari Saat konsentrasi zat
yang akan diukur berubah dengan variasi diurnal dan dengan aktivitas sehari-hari seperti
olahraga, makanan, dan metabolisme tubuh, pengumpulan 24 jam diperlukan.
4. Catheterized, Spesimen ini dikumpulkan dalam kondisi steril dengan melewati tabung
berongga (kateter) melalui uretra ke dalam kandung kemih. Tes yang paling sering diminta pada
spesimen yang dikateterisasi adalah kultur bakteri
5. Midstream clean-catch, specimen ini memeberikan metode yang lebih aman dan tidak
terlalu traumatis untuk mendapatkan urin untuk kultur bakteri dan urinalisis rutin. Ini
memberikan spesimen yang kurang terkontaminasi oleh epitel sel dan bakteri dan, oleh karena
itu, lebih mewakili urin yang sebenarnya daripada spesimen yang dikeluarkan secara rutin
6. Suprapubic aspiration, urin dikumpulkan dengan pengenalan eksternal jarum melalui perut
ke dalam kandung kemih, aspirasi suprapubik menyediakan sampel untuk kultur bakteri yang
lengkap
7. Prostatitis specimen, specimen untuk mendeteksi keberadaan prostatitis
8. Three – glass collection, Kemudian alih-alih membuang urin pertama kali dikeluarkan,
dikumpulkan dalam wadah steril. Selanjutnya, porsi tengah dikumpulkan dalam wadah steril lain.
Itu prostat kemudian dipijat agar cairan prostat dapat keluar dengan sisa urine ke dalam wadah
steril ketiga. Kultur titatif kuantitatif dilakukan pada semua spesimen, dan spesimen ketiga dan
ketiga diperiksa secara mikroskopis. Di prostat infeksi, spesimen ketiga akan memiliki sel darah
putih / jumlah bidang daya tinggi dan jumlah bakteri 10 kali lipat dari spesimen pertama.
Makrofag yang mengandung lipid mungkin juga hadiah. Spesimen kedua digunakan sebagai
kontrol untuk kandung kemih dan infeksi ginjal
Sumber :
- Susan KS, Lorenzo MSD. 20. Urinalysis and Body Fluids. Sixth Edition
Warna, Warna urin bervariasi dari hampir tidak berwarna hingga hitam. Ini
variasi mungkin karena fungsi metabolisme normal, fisik aktivitas, bahan yang
tertelan, atau kondisi patologis pada scenario didapatkan warna kuning muda
Sumber :
- Susan KS, Lorenzo MSD. 20. Urinalysis and Body Fluids. Sixth Edition.
7. Jelaskan interpretasi dari hasil pemeriksaan kimiawi urine W tersebut !
PH, individu yang sehat biasanya menghasilkan yang pertama spesimen pagi
dengan pH sedikit asam 5,0 hingga 6,0; lebih banyak pH basa ditemukan
setelah makan (alkaline tide). Itu pH sampel acak normal dapat berkisar dari
4,5 hingga 8,0. Akibatnya, tidak ada nilai normal yang ditetapkan untuk pH
urin, pada skenario di dapatkan Ph 7,0
Protein, Urine normal mengandung sangat sedikit protein: biasanya kurang
dari 10 mg/dL atau 100 mg per 24 jam diekskresikan. Protein ini terutama terdiri
dari protein serum dengan berat molekul rendah yang telah ada disaring oleh
glomerulus dan protein yang diproduksi di saluran geni tourinary
Glukosa, Glukosa tidak akan ada dalam urin sampai tingkat darah melebihi
160-180 mg/dL, yang merupakan ambang ginjal normal untuk glukosa. Ketika
glukosa darah melebihi ambang ginjal, tubulus tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang disaring, sehingga terjadi glikosuria. Sejumlah kecil
glukosa mungkin ada dalam urin normal, tetapi tingkat puasa pada orang
dewasa hanya sekitar 2-20 mg glukosa per 100 mL urin
Keton, stilah "keton" mewakili tiga produk antara metabolisme lemak, yaitu
aseton (2%), asam asetoasetat (20%), dan β-hidroksibutirat (78%). Biasanya,
jumlah terukur keton tidak muncul dalam urin, karena semua lemak yang
dimetabolisme benar-benar dipecah menjadi karbon dioksida dan air.
Darah, Darah dapat hadir dalam urin baik dalam bentuk utuh sel darah merah
(hematuria) atau sebagai produk sel darah merah destruksi, hemoglobin
(hemoglobinuria) secara visual hematuria menghasilkan urin merah keruh, dan
hemo globinuria muncul sebagai spesimen merah jernih
Bilirubin, Munculnya bilirubin dalam urin dapat memberikan gambaran dini
indikasi penyakit liver Bilirubin, senyawa kuning berpigmen tinggi,
merupakan produk degradasi hemoglobin i hati, bilirubin terkonjugasi dengan
asam glukuronat oleh aksi glucuronyl transferase untuk membentuk larut
dalam air bilirubin diglukuronida (bilirubin terkonjugasi). Biasanya, ini
bilirubin terkonjugasi tidak muncul dalam urin karena itu melewati langsung
dari hati ke saluran empedu dan ke usus
Sumber :
- Susan KS, Lorenzo MSD. 20. Urinalysis and Body Fluids. Sixth Edition
Red blood cell (eritrosit), Di urin, sel darah merah tampak halus, tidak
berinti, bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mm Mereka harus diidentifikasi
menggunakan tujuan daya tinggi (40×). (pembesaran ×400)
Pada urin yang pekat (hiperstenurik), sel-sel menyusut karena
kehilangan air dan mungkin tampak crenate atau tidak teratur
berbentuk
Dalam urin encer (hipostenuria), sel-selnya menyerap air,
membengkak, dan melisis dengan cepat, melepaskan wadah
hemoglonya dan hanya menyisakan membran sel.
White blood cell (leukosit), Sel darah putih lebih besar dari sel darah merah,
berukuran rata-rata sekitar berdiameter 12 mm Sel darah putih dominan yang
ditemukan dalam sedimen urin adalah neutrofil. Neutrofil jauh lebih mudah
diidentifikasi daripada Sel darah merah karena mengandung butiran dan inti
multilobed Neutrofil cepat melisis dalam keadaan encer urin alkali dan mulai
kehilangan detail nuklir. Neutrofil terkena urin hipotonik menyerap air dan
membengkak.
Kristal, kristal dalam urine dengan jumlah yang cukup banyak disertai dengan
gejala klinis lain maka kemungkinan terjadi Batu saluran kemih, Infeksi
saluran kemih, Infeksi menular seksual. Pembentukan kristal di dalam nefron
dapat menyebabkan kerusakan yang serius dan dapat menimbulkan suatu
penyakit. Pada urin tuan T tidak ditemukan kristal berarti urin tuan T normal.
Pemeriksaan kristal pada mikroskop bisa diamati dengan pembesaran total
100x (10x10).
Silinder, silinder atau cast terbentuk di dalam lumen dari tubulus berbelit-belit
distal dan tubulus kolesktivus, bentuknya mewakili lumen tubular, dengan sisi
sejajar dan ujungnya agak membulat, dan mungkin mengandung tambahan
unsur-unsur yang ada dalam filtrat. Pemeriksaan sedimen ini dilakukan
menggunakan pembesaran daya rendah
Cast hyalin, paling sering terlihat adalah tipe hialin, yang terdiri dari
hampir seluruhnya dari uromodulin. peningkatan angka setelah
olahraga berat, dehidrasi, paparan panas, dan stres emosional. Secara
patologis, hialin gips meningkat pada glomerulonefritis akut,
pielonefritis, penyakit ginjal kronis, dan gagal jantung kongestif.
Morfologinya terdiri dari sisi normal sejajar dan ujung membulat,
bentuk silinder, dan bentuk keriput atau berbelit-belit yang
menunjukkan penuaan
RBC cast, ditemukannya sel darah merah pada urin menandakan
adanya perdarahan dari area di dalam saluran genitourinary dan lebih
spesifik menunjukan adanya pendarahan di dalam nefron
WBC cast, munculnya WBC cast dalam urine menandakan infeksi atau
peradangan di dalam nefron Mereka paling sering terkait dengan
pielonefritis dan merupakan penanda utama untuk membedakan
pielonefritis (ISK atas) dari sistitis (lebih rendah ISK).
Epithelial cell cast, mengandung sel RTE mewakili keberadaan
lanjutan kerusakan tubular, menghasilkan stasis urin bersama dengan
gangguan pada lapisan tubular.
Bacterial cast, Silinder bakteri yang mengandung basil baik di dalam
maupun yang terikat pada matriks protein terlihat pada pielonefritis
Fatty cast, Fatty casts terlihat bersamaan dengan lemak tubuh oval dan
tetesan lemak bebas pada gangguan yang menyebabkan lipiduria
Granular cast, eperti gumpalan kristal kecil dan puing-puing tinja,
Ketika gips granular tetap berada di tubulus untuk waktu yang lama
periode, butiran lebih lanjut hancur, dan matriks cor mengembangkan
penampilan lilin. Struktur menjadi lebih kaku, ujung gips mungkin
tampak bergerigi atau patah, dan diameter menjadi lebih luas
Waxy cast, mewakili stasis urin yang ekstrim, menunjukkan gagal
ginjal kronis. ering muncul terfragmentasi dengan ujung bergerigi dan
memiliki lekukan di sisinya engan noda supravital, gips berlilin
menodai nous homogen, merah muda tua
Broad cast, berbentuk seperti lilin yang mewakili stasis urin yang
ekstrim sering juga di sebut casts gagal ginjal
SUMBER: Susan KS, Lorenzo MSD. 20. Urinalysis and Body Fluids. Sixth Edition
Mekanisme pembelajaran DISKUSI KELOMPOK :
No Waktu Keterangan
1 10 menit Pembukaan
Pembacaan kasus oleh ketua
Pembagian sub kelompok
2 90 – 120 menit Presentasi
Pembahasan hasil diskusi
3 10-15 menit Kesimpulan dan evaluasi ketercapaian sasaran belajar
Daftar Pustaka
1. Moore KL, Rohen WJ. Clinically Oriented Anatomy. Lippincott Williams & Wilkins,
2013
2. Mescher AL. Junqueira's Basic Histology: Text and Atlas, 16th Edition. McGraw
Hill.2021.
3. Brunzel NA. Fundamentals of Urine & Body Fluid Analysis. 3 rd Edition. Elseviere.
2013.
4. Susianti H. Parwati I. Pemeriksaan Laboratorium Urine Rutin. Perhimpunan
Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Indonesia. 2018.
5. Mundt LA & Shanahan K. Graff’s Textbook of Routine Urinalysis and Body Fluids.
2nd Edition. 2011.
6. Strasinger SK & Lorenzo MSD. Urinalysis and Body Fluids. 2008. 5 st Edition
7. McPherson RA & Pincus MR eds. Henry’s Clinical Diagnosis and Management by
Laboratory Methods. 21st Edition. 2007
8. Porth CM. Essentials of Pathophysiology Concepts of Altered Health States 2 nd
Edition. 2007
9. Burtis CA & Ashwod ER eds. Tietz Textbook of Clinical Chemistry. 6 th Edition
2008
10. Hepler OE. Manual of Clinical Laboratory Methods. 1977