Anda di halaman 1dari 24

Nama : Doni Rizki Saragih

NIM : 2250141166
Kelompok : D

Skenario :

W, seorang wanita umur 18 tahun datang ke laboratorium untuk pemeriksaan urine.


Formulir permintaan pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa pemeriksaan
yang diminta adalah pemeriksaan urine rutin dan pemeriksaan narkoba melalui
urine, sebagai syarat untuk masuk ke akademi perawat. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, petugas laboratorium menjelaskan bahwa sampel urine yang akan
diperiksa adalah sampel urine sewaktu dan menjelaskan mengenai cara
menampung urine dengan baik.

Hasil pemeriksaan urine W menunjukkan warna kuning muda jernih, BJ 1,015, PH


7,0.Pemeriksaan blood, leukosit, glukosa, protein, keton dan bilirubin negatif.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan tidak ditemukan eritrosit, leukosit, kristal dan
silinder pada urine tersebut. Pemeriksaan Narkoba 5 parameter (BZO, THC, MOP,
COC,AMP) menunjukkan hasil negatif.
W bertanya mengapa obat yang dimakan atau diminum, dapat diperiksa melalui
urine.

Tugas :

1. Apabila pertanyaan W tersebut ditujukan pada Anda, bagaimana Anda akan


menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan pengetahuan Anda mengenai struktur
ginjal dan saluran kemih, nefron, serta proses pembentukan urine? Gambarkan
struktur makroskopis, struktur mikroskopis dan jelaskan prosesnya !
Anatomi Ginjal a. Tampilan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Ginjal merupakan organ yang mirip seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya lebih
kurang 12,5 cm (sekepalan tangan). Setiap ginjal mempunyai berat antara 120 hingga 170 g
dalam pria & 115 hingga 155 g dalam perempuan (Chalik, 2016).
b. Lokasi
Menurut Chalik (2016), lokasi ginjal yaitu:
1) Ginjal terletak pada area tubuh yang tinggi, yaitu pada dinding posterior abdomen,
bersebelahan dengan dua pasang iga terakhir. ginjal disebut juga sebagai organ retroperitoneal
karena tempatnya berada tepat di tengah otot punggung dan peritoneum bagain atas perut.
Setiap ginjal dikelilingi oleh kelenjar adrenal. Ginjal kiri dan kanan tidaklah sejajar, ginjal kiri
terletak lebih atas dari pada ginjal sebelah kanan, karena pada bagian kanan terdapat hepar di
atasnya.
.
c. Struktur Ginjal
Menurut Sutanta (2021) struktur ginjal terdiri dari:
1) Hilus (hilum) adalah tepi medial ginjal yang cekung.
2) Sinus ginjal berbentuk rongga yang terbuka dan berisikan lemak.
Sinus ini membentuk perlekatan untuk jalan masuk dan keluar ureter,
vena dan arteri renalis, saraf dan limfatik.
3) Pelvis ginjal adalah berada di ujung proksimal ureter. Ujung ini
berlanjut menjadi dua sampai tiga kaliks mayor, yaitu yang sampai pada glandular dan
menghasilkan urin pada ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang menjadi beberapa (8 sampai 18)
kaliks minor.
4) Parenkim ginjal adalah selubung yang menutupi struktur sinus. Jaringan ini terbagi medula
dalam dan korteks luar.
a) Medula disebut juga piramida ginjal yang memiliki papila. Ujung
sempit setiap piramida memiliki jalan masuk ke kaliks minor dan
ke dalam mulut saluran pengumpul urin.
b) Korteks terdiri dari tubulus ginjal dan pembuluh darah nefron,
yang merupakan unit struktural dan fungsional ginjal. Korteks terletak secara internal di antara
piramida medula oblongata, yang berpotongan membentuk kolom ginjal yang terdiri dari saluran
pengumpul yang menuju ke saluran pengumpul.
c) Ginjal dibagi lagi menjadi 3 lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari piramida ginjal, kolom yang
berdekatan, dan jaringan kortikal yang mendasarinya
Struktur nefron
Sebuah ginjal berisi lebih dari 1 juta nefron yang membentuk unit pembentukan urin. Setiap nefron
memiliki komponen pembuluh darah (kapiler) dan komponen tubular (Putri, 2020).Bagian korteks
ginjal mengandung banyak sekali nefron ± 100 juta sehingga permukaan kapiler ginjal menjadi luas,
akibatnya perembesan zat buangan menjadi banyak (Fendy, 2007). Setiap nefron terdiri atas bagian
yang melebar, yaitu korpuskulus renal; tubulus kontortus proksimal; segman tipis dan tebal ansa
(lengkung) Henle dan tubulus kontortus distal. Tubulus dan duktus koligens, yang asal embriologinya
berbeda dari nefron, berfungsi menampung urin yang dihasilkan oleh nefron dan menghantarkannya
ke pelvis renis. Nefron dan duktus koligens merupakan tubulus uriniferus yang dapat dipandang
sebagai satuan fungsional ginjal (Junqueira et al, 1998).
e. Glomerulus
Menurut Chalik (2016) dalam bukunya, glomerulus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi oleh
organ yang berbentuk seperti dinding dinding ganda disebut kapsul Bowman. Kemudian korpuskel
ginjal terbentuk dari hasil glomerulus dan kapsula bowman.
3) Tubulus proksimal, panjangnya hingga 15 mm, tubulus yang sangat melengkung. Pada permukaan
tubulus ini, yang menghadap ke lumen, terdapat sel epitel kubik yang kaya akan mikrovili (batas
sikat) yang memanjang ke permukaan lumen.
4) Loop of Henle Tubulus proksimal menimbulkan ekstremitas bawah loop of Henle, masuk ke
medula, membentuk busur (lekuk) dan memutar ke atas untuk membentuk ekstremitas atas loop
Henle.
5) Tubulus kontortus distal memiliki banyak sekali lekukan dengan banyaknya lekukan ini jika
diluruskan tubulus kontortus distal memiliki panjang 5 mm dan segmen terakhir nefron terbentuk.
Tubulus penghubung, bagian akhir pendek yang menghubungkan nefron untuk duktus colligens.
Tubulus penghubung dari beberapa nefron bergabung untuk membentuk tubulus colligens yang
kemudian menggabungkan sebagai duktus colligens yang lebih besar. Ini bertemu di papilla ginjal,
di mana colligens memberikan urine ke kaliks minor. Nefron kortikal berada hampir sepenuhnya di
korteks sementara nefron Jukstaglomerularis (sekitar satu sampai ketujuh dari total) di dekat
medula dan memiliki gelung panjang Henle

Suplai Darah Ginjal


Ginjal mendapatkan suplai darah dari aorta abdominalis yang bercabang menjadi , → arteri
interlobaris → arteri arcuata → arteri interlobularis →arteriol aferen →glomerulus → arteriol
eferen→ kapiler
→ peritubuler →vena interlobularis → vena arcuata → vena interlobularis → vena renalis.
Mikroskopis

Ginjal dibagi menjadi korteks di sebelah luar yang berwarna gelap dan medula di sebelah dalam yang
berwarna terang. Korteks dilapisi oleh jaringan ikat regular padat, kapsul ginjal. Korteks mengandung
tubulus kontortus proksimal dan distal, glomerulus serta medullary rays. Medula terdiri dari
beberapa piramid ginjal. Bagian basal piramid terletak dekat dengan korteks dan apeksnya
membentuk papila ginjal menonjol ke dalam struktur berbentuk corong, kaliks minor. Terdapat
arteri dan vena interlobaris pada sinus renalis yang merupakan cabang dari arteri dan vena renalis.
Pembuluh darah ini masuk ke ginjal menjadi arteri dan vena arkuata melengkung di bagian dasar
piramid kemudian membentuk pembuluh darah interlobularis yang berjalan secara radial ke dalam
korteks ginjal dan nantinya membentuk kapiler glomerulus (Eroschenko, 2015).

2.1.3.1 Korpuskulum Ginjal


Korpuskulum ginjal terdiri dari glomerulus, berkas kapiler yang
terbentuk dari arteriol aferen glomerulus ditopang oleh jaringan ikat halus dan dilingkupi oleh kapsul
glomerulus (Bowman). Lapisan internal (viseral) kapsul menyelubungi kapiler glomerulus dengan
epitel termodifikasi yang disebut podosit. Lapisan parietal/eksternal membentuk permukaan luar
kapsul tersebut yang merupakan epitel skuamosa. Setiap korpuskel ginjal memiliki kutub vaskular,
tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen, serta memiliki kutub urin, tempat
tubulus kontortus proksimal berasal. Epitel skuamosa kutub urin berubah menjadi epitel selapis
kuboid tubulus proksimal (Mescher, 2012).
Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal mempunyai lumen kecil tak rata dan satu lapisan sel kuboid dengan
sitoplasma granular eosinofilik. Sel-sel tersebut dilapisi oleh brush-border yang berguna untuk
reabsobsi tetapi tidak selalu terlihat dalam sediaan. Batas-batas sel di tubulus kontortus proksimal
juga tidak jelas (Eroschenko, 2015).
2.1.3.3 Gelung Nefron (Ansa Henle)
Lanjutan dari tubulus kontortus proksimal berbentuk tubulus lurus
yang lebih pendek dan memasuki medula dan menjadi gelung nefron. Gelung ini adalah struktur
yang berbentuk U dengan segmen desenden dan segmen asenden, keduanya terdiri atas selapis
epitel kuboid di dekat korteks, tetapi berupa epitel skuamosa di dalam medula (Mescher, 2012).
Di kutub vaskular, terdapat sel epitelioid termodifikasi dengan granula sitoplasma menggantikan sel
otot polos di tunika media arteriol aferen glomerulus. Sel-sel ini adalah sel jukstaglomerulus
(Eroschenko,2015).
2.1.3.4 Tubulus Kontortus Distal
Tubulus kontortus distal memiliki perbedaan dengan tubulus kontortus proksimal, yakni tidak
memiliki brush border dan ukuran yang lebih kecil. Sel-sel pada tubulus yang lebih kecil ini membuat
jumlah sel dan intinya tampak lebih banyak di dinding epitelnya (Eroschenko, 2015).
Tubulus ini mengadakan kontak dengan kutub vaskular di korpuskel ginjal sehingga mengakibatkan
terjadinya modifikasi dari Tubulus Kontortus Distal (TKD) yaitu bentuknya menjadi silindris dan
intinya berhimpitan. Bagian dengan susunan sel-sel yang lebih padat dan lebih gelap di tubulus
kontortus distal ini dinamai makula densa (Junqueira, Carneiro , 2007).
2.1.3.5 Tubulus Duktus Koligens
Tubulus koligens yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid. Di
sepanjang perjalanannya, tubulus dan koligens terdiri atas sel–sel yang
tampak pucat dan batas sel yang jelas (Eroschenko, 2015). 2.1.3.6 Interstitium Ginjal
Celah yang terdapat di antara tubulus uriniferus, dan pembuluh darah dan limfe disebut interstitium
ginjal. Celah ini berada di ruang kecil di korteks ginjal yang melebar hingga medula. Pada bagian ini
terdapat sedikit jaringan fibroblas dan sedikit serat kolagen. Di dalam medula ini terdapat substansi
dasar berhidrasi tinggi yang kaya dengan proteoglikan, serta terdapat sel-sel sekresi yang disebut sel
interstitial (Junqueira, Carneiro , 2007).
Mekanisme pembentukan urine terjadi melalui tiga tahap yaitu tahap filtrasi (penyaringan), tahap
reabsorbsi (penyaringan kembali), dan augmentasi (pengumpulan).

1. Proses pembentukan urine diawali dengan penyaringan (filtrasi) darah yang terjadi di kapiler
glomerulus. Sel-sel glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan permeabilitas yang tinggi
pada glomerulus mempermudah penyaringan, selain penyaringan di glomerulus juga terjadi
penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah dan sebagian besar protein plasma. Bahan-
bahan kecil yang terlarut dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil
penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerulus atau urine primer, mengandung asam
amino, glukosa, natrium, dan garam-garam lainnya.

2. Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urine primer akan diserap kembali dari tubulus
kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal terjadi penambahan zat-zat sisa dan
urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui
peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Setelah terjadinya reabsorbsi maka
tubulus menghasilkan urine sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi,
sebaliknya konsentrasi zat-zat sisa metabolisme bersifat racun bertambah minsalnya urea.
3. Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal urin akan menuju rongga ginjal, selanjutnya menuju
kantung kemih melalui saluran ginjal. Urine akan keluar melalui saluran uretra.
2. Apa syarat suatu zat dapat ditemukan dalam urine?
Syarat suatu zat ditemukan di urin adalah zat tersebut lolos dari tiga proses pembentukan urin,
yaitu
filtrasi, reabsorbsi, dan augmentasi.
Pembentukan urine:
a. Filtrasi
Sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman.
Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya
pada filtrat glomerulus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan dalam plasma. Ketika
cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula Bowman dan mengalir melewati tubulus,
cairan ini mengalami perubahan akibat adanya reabsorpsi air dan zat terlarut spesifik kembali ke
dalam darah atau sekresi zatzat lain dari kapiler peritubulus ke dalam tubulus. Kebanyakan zat
dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat
glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi
secara bebas oleh kapiler glomerulus kemudian di reabsorbsi parsial, reabsorbsi lengkap dan
kemudian akan diekskresi.
b. Reabsorpsi
Secara normal, sekitar 65 persen dari beban natrium dan air yang difiltrasi, dan nilai persentase
yang sedikit lebih rendah dari klorida, akan direabsorbsi oleh tubulus proksimal sebelum filtrat
mencapai ansa Henle. Bila suatu zat akan direabsorbsi, pertama zat tersebut harus ditranspor:
(1) melintasi membran epitel tubulus ke dalam cairan interstisial ginjal dan kemudian
(2) melalui membrane kapiler peritubulus kembali ke dalam darah.
Sebagian besar zat yang harus dibersihkan dari darah, terutama produk akhir metabolisme
seperti
ureum, kreatinin, asam urat, dan garam-garam asam urat, direabsorpsi sedikit, dan karena itu,
diekskresi dalam jumlah besar ke dalam urine. Zat asing dan obat-obatan tertentu juga
direabsorpsi sedikit, tetapi selain itu, disekresi dari darah ke dalam tubulus, sehingga laju
ekskresinya tinggi. Sebaliknya, elektrolit seperti ion natrium, klorida, dan bikarbonat direabsorpsi
dalam jumlah besar, sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urine. Zat nutrisi
tertentu, seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi seluruhnya oleh tubulus dan tidak
muncul dalam urine meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerulus.

c. Sekresi
Separuh bagian kedua dari tubulus distal dan tubulus koligens kortikalis berikutnya mempunyai
ciri-ciri
fungsional yang sama. Secara anatomis, keduanya terdiri dari dua tipe sel yang berbeda, sel-sel
prinsipalis dan sel-sel interkalatus. Sel-sel prinsipalis mereabsorbsi natrium dan air dari lumen
dan
menyekresikan ion kalium ke dalam lumen. Sel-sel interkalatus mereabsorbsi ion kalium dan
menyekresikan ion hidrogen ke dalam lumen tubulus. Dalam keadaan normal urine mangandung
air, urea, ammonia, garam mineral, zat warma empedu, vitamin, obat obatan, dan hormone.
d. Ekskresi urine

Sumber : Haryanto:2013

3. Pemeriksaan urine yang dilakukan pada urine W, terdiri atas pemerikaan urine rutin,
dan pemeriksaan urine atas indikasi, Bagaimana perbedaan antara pemeriksaan
urine rutin dan pemeriksaan urine atas indikasi tersebut?
Pemeriksaan urine terdiri dari pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, dan kimia urine.
 Pemeriksaan makroskopik urine terdiri dari menilai warna, kejernihan, bau, berat jenis, dan pH.
 Pemeriksaan mikroskopik untuk melihat adanya sedimen urine seperti eritrosit, leukosit, sel
epitel, kristal, silinder, bakteri, jamur, parasit, dan spermatozoa.
 Pemeriksaan kimia urine dilakukan terhadap protein, glukosa, keton, bilirubin, dan
urobilinogen.

Urine Rutin/Urinalisis (Mikroskopis): Ialah pemeriksaan rutin untuk mendeteksi kelainan ginjal dan
saluran kemih serta memantau hasil pengobatan. Bertujuan untuk Menentukan jumlah eritrosit,
leukosit, sel epitel, silinder, parasit, kristal, spermatozoa, dan bakteri dalam urin untuk menegakkan
diagnosis. Jenis yang akan ditemukan pada urine : Leukosit, Eritrosit, Sel epitel, Silinder, Kristal urat,
dan Bakteri. Pemeriksaan urinalisis selain memberikan indikasi kondisi ginjal sebagai organ ekskresi,
juga mampu
memberikan indikasi berbagai kondisi sistemik seseorang. Pemeriksaan urin rutin yang biasa disebut
“pemeriksaan penyaring” ialah beberapa macam pemeriksaan yang dianggap dasar bagi
pemeriksaan
selanjutnya dan yang menyertai pemeriksaan fisik tanpa pendapat khusus. Pemeriksaan urin rutin
biasanya terdiri dari beberapa jenis standar penilaian, diantaranya:
pH, Gula, nitrit, keton, bilirubin, urobilinogen, sel darah putih, sel darah merah.
Urinalisis rutin terdiri dari tiga langkah :
 Pemeriksaan makroskopis atau fisik, Meliputi tes warna, kejernihan, dan berat jenis.
 Pemeriksaan kimia urin, Meliputi tes protein, glukosa, keton, darah, bilirubin, urobilinogen,
nitrit, dan lekosit esterase.
 Pemeriksaan mikroskopis, Analisis mikroskopik untuk melihat sedimen urine seperti eritrosit,
leukosit, sel epitel, kristal.
Ada beberapa metoda pemeriksaan urin yang biasa dilakukan, antara lain metoda dipstick atau carik
celup dan metoda standar.
Pemeriksaan terhadap protein urin termasuk pemeriksaan rutin. Kebanyakan cara rutin untuk
menyatakan adanya protein dalam urin berdasarkan timbulnnya kekeruhan. Kekeruhan itu menjadi
satu ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urin yang jernih menjadi syarat
penting pada test-test terhadap protein.
Untuk itu hasil pemeriksaan protein hendaknya diperiksakan dengan cara semi kuantitatif seperti
test dengan asam sulfosalisilat test dengan menggunakan asam sulfosalisilat tidak bersifat spesifik
meskipun sangat pekat adanya protein dalam konsentrasi 0,002% dapat dinyatakannya. Kalau hasil
test itu negatif tidak perlu lagi kemungkinan adanya protein urin.

Urine Indikasi Narkoba (Urine Drugs Test)


Urine Drugs Test adalah komponen penting dari pemantauan pasien yang menerima terapi opioid
jangka panjang, dan telah disarankan untuk pasien yang menerima terapi benzodiazepine atau
stimulant jangka panjang. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memantau kepatuhan terhadap
terapi yang ditentukan dan mendeteksi penggunaan zat yang tidak diresepkan dan terlarang,
Terutama heroin, opioid dan benzodiazepine yang tidak diresepkan, yang semuanya dapat
meningkatkan risiko overdosis yang fatal. Dilakukan untuk menunjang diagnosis suatu keadaan atau
penyakit. Contoh :
 Pemeriksaan urine atas indikasi bilirubin atau urobilirubin dengan kecurigaan penyakit yang
dialami adalah hepatitis.
 Pemeriksaan urin atas indikasi nitrit atau leukosit esterase dengan kecurigaan penyakit Infeksi
saluran Kemih.
 Pemeriksaan urin atas indikasi benda keton dengan kecurigaan penyakit diabetesmellitus.
 Pemeriksaan urin atas indikasi penggunaan narkoba
Dilakukan secara kualitatif. Preparasi urine dilakukan secara simultan menggunakan Kloroform.
Ganja
(Cannabinoid) dideteksi dengan menggunakan reagens Fast Blue Test Salt B menghasilkanendapan
ungu, Sabu – sabu (amphetamine) dideteksi menggunakan Marquist Test yang juga
menghasilkan endapan ungu.

Sumber :
● Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. 2003. Hal : Hal 26
● Indrati AR. Pemeriksaan Labotatorium Patologi Klinik Narkoba “Urinary Drug Testing”.
Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 2015.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/Pemeriksaan-Laboratorium- Patologi-
Klinik-Narkoba.pdf
4. Jelaskan bagaimana cara petugas laboratorium memeriksa sampel urine W
sehingga mendapatkan data hasil pemeriksaan urine rutin maupun indikasi (pada
kasus ini yang merupakan pemeriksaan urine atas indikasi adalah pemeriksaan
narkoba melalui urine). Berikan gambar dan jelaskan!
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS URIN
Tujuan : untuk mengetahui atau melihat pH, warna, kekeruhan, Bj, bau dan buih
Alat/ bahan:
Pipet tetes
Tabung reaksi
Refraktometer
Kertas lakmus
Gunting
Tissue
Cara Kerja :
Pemeriksaan Ph pada Urine

• Disiapkan kertas lakmus biru, merah, lalu letakkan kertas lakmus ditempat yang datar,
kemudian
• Diteteskan sampel urine pada kertas lakmus tersebut, lalu
• Amati perubahan yang terjadi basa atau asam
• Apabila lakmus merah tetap merah, sedangkan lakmus biru menjadi merah itu Ph nya asam
• Apabila lakmus merah menjadi biru, sedangkan lakmus biru tetap biru itu PH nya basa

Pemeriksaan warna Urine


• Siapkan tabung reaksi yang bersih, kering dan jernih ( tabung yang tidak buram)
• Isi sampel kedalam tabung 2/3 bagian, lalu
• Amati urine tersebut di tempat yang terang
• Kemudian catat hasilnya
Pemeriksaan kekeruhan
•Masukkan sampel urine kedalam tabung reaksi yang bersih kering dan jernih
•Amati urine tersebut di tempat yang terang, lalu
• Catat hasil : jernih , agak keruh, keruh atau sangat keruh

Pemeriksaan BJ
Metode : penentuan berat jenis urin dilakukan dengan menggunakan urometer.
Alat dan bahan
 Urometer
 Sarung tangan
 Tabung reaksi
 Masker
 Gelas ukur
 Tissue
 Sampel urin
Cara Kerja
 Terakan dahulu urometer terhadap aquadest (BJ 1,000)
 Apabila pada pembacaan ini tidak sama dengan 1,000, misalnya 1,005 maka hasil
pembacaan terakhir harus dikurangi dengan 0,005.
 Gelas ukur diisi dengan 3⁄4 bagian urin dan diletakkan pada tempat datar. Buih
dihilangkan agar tidak mengganggu pengukuran
 Urometer dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan cara memutar pada sumbu
panjangnya. Jangan sampai urometer menyentuh atau menempel pada dinding bagian
dalam gelas ukur.
 Diamati strip yang terangkat dipermukaan dan dibaca bagian miniskusnya dimana 1 strip
= 0,001
 Dihitung Bj dari sampel urin

Pemeriksaan Reduksi Urine


Tujuan :Untuk mengetahui terjadinya reduksi pada urine pasien, guna menentukan ada atau
tidaknya gula (glukosa) dalam urine.
Methode :Benedict
Prinsip :Glukosa dalam urine akan mereduksi garam kompleks dari reagen benedict atau fehling
(ion cupri direduksi jadi cupro) dan mengendap dalam bentuk CuO dan Cu2O berwarna hingga
merah bata.
Alat dan Bahan: Tabung reaksi,Rak tabung, Penjepit tabung, Pipet tetes, Lampu spiritus, Urine
segar Reagen : Benedict
Prosedur :Menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. Memipet dan memasukkan
reagen benedict 5 ml ke dalam tabung reaksi.
Menambahkan urine pada tabung reaksi 8 tetes dan kocok hingga rata.
Dengan menggunakan penjepit tabung, panaskan tabung tadi hingga mendidih antara 1 – 2
menit.
Setelah itu, menyimpan tabung tersebut dirak tabung, dan biarkan selama ± 5 menit kemudian
membaca hasilnya.
Interprestasi hasil :
 Negative (-) : bila cairan dalam tabung tetap biru
 Positif (+) a/ 1+ : bila cairan berwarna hijau di ikuti endapan warna kuning (kadar glukosa
sedikit).
 Positif (++) a/ 2+ : bila endapan kuning terlihat jelas dan banyak (kadar glukosa 02,5 %).
 Positif (+++) a/ 3+ : bila cairan tidak berwarna diikuti dengan endapan kuning jingga kecoklatan
(kadar glukosa di atas 1%).
 Positive (++++) a/ 4+ : terjadi endapan merah bata

.PEMERIKSAAN PROTEIN
Prinsip:Terjadi endapan urine jika direaksikan dengan asam sulfosalisilat
Tujuan:menentukan adanya protein dalam urine
Alat da Bahan:
• Tabung reaksi dan rak
• Pipet
• Reagen asam acetat
Cara kerja :
• Masukkan urin yang akan diperiksa ke dalam tabung reaksi sampai 2/3 tabung penuh.
• Dengan memegang tabung reaksi tersebut pada ujung bawah, lapisan atas urin itu dipanasi
diatas nyala api sampai mendidih selama 30 menit.
• Perhatikan terjadinya kekeruhan di lapisan atas urine itu, dengan membandingkan jernihnya
dengan bagian bawah yang tidak dipanasi. Jika terjadi kekeruhan, mungkin ia di sebabkan oleh
protein, tetapi mungkin juga disebabkan oleh kalsium pospat/kalsium karbonat.
• Kemudian teteskan kedalam urine yang masih panas itu 3-5 tetes lart. Asam asetat 6%. Jika
kekeruhan itu tetap/bertambah keruh berarti tes protein Positif.
• Panasilah sekali lagi lapisan atas itu sampai mendidih & kemudian berilah penilaian semi
kuantitatif kepada hasilnya.
Penilaian Hasil:
 - : tidak ada kekeruhan.
 + : kekeruhan ringan tanpa butir-butir (0,01-0,05%).
 ++ : kekeruhan mudah di lihat & nampak butir-butir dalam kekeruhan tersebut (0,05-0,2%).
 +++ : urine jelas keruh dan kekeruhan berkeping-keping (0,2-0,5%). ++++ : sangat keruh dan
bergumpal/memadat (>0,5%).

Pemeriksaan Bilirubin urin


Prinsip :
adanya bilirubin dalam urine akan dioksidasinoleh reagen fauchet menjadi biliverdin yang
berwarna hijau. Dimana sebelumnya bilirubin di endapkan oleh barium chlorida.
Alat dan Bahan :
• Tabung reaksi
• Rak tabung
• Kertas saring
• Corong
• Bacl2 10% (barium Chlorida)
• Reagen faucet:asam triclor asetat, FeCl3, Aquadest.
Cara kerja :
• Ambilah 3 cc urine, masukkan dalam tabung reaksi
• Tambahkan 3 ml BaCl2 10% campurkan dan saring
• Kertas saring berisi presipitat diangkat dari corong dibuka lipatannya
dan letakkan mendatar diatas corong.
• Biarkan beberapa lama biar agak kering, teteskan 2-3 tetes reagen
Fauchet di atas kertas saring.
Pembacaan hasil :
• (-) negatif tidak terjadi tatau tidak ada perubahan warna.
• (+) positif terjadi perubahan warna hijau makin lama makin jelas.

Pemeriksaan Benda Keton


Tujuan:untuk mengetahui benda keton dalam urin (terutama asam aseto asetat/aseton)
Prinsip:reaksi antara natrium nitroprusida dengan asam aseto asetat / aseton akan membentuk
cincin ungu
Alat dan bahan :
• Tabung reaksi panjang
• Rothera
• NH4OH (p)
• Sendok
• Penyumbat tabung
• Urin segar Prosedur:
• Ukur 5 ml urin menggunakan gelas ukur
• Masukkan ke dalam tabung reaksi panjang
• Tambahkan sepucuk sendok rothera, campur homogen
• Tambahkan 1-2 ml NH4OH (p), tutup dengan penyumbat tabung
• Baca hasil lewat 3 menit
Interpretasi hasil :
• (-) tidak terjadi warna cincin ungu pada perbatasan kedua lapisan cairan
• (+) terjadi warna cincin ungu pada perbatasan kedua lapisan cairan Harga normal :
(-) tidak terjadi cincin ungu pada perbatasan kedua lapisan cairan

Pemeriksaan Urin Mikroskopik


 Pembesaran 10x
Sel Epitel
Sel Silinder
 Pembesaran 40x
Leukosit
Eritrosit
Kristal
Lain lain (Bakteri, Jamur)
Indikasi pemeriksaan :
• Membantu menetapkan proses patologis di
•ginjal atau non ginjal; Bila diperlukan diagnosis untuk mioglobinuri.
• Untuk mengetahui apakah hematuri atau hemoglobinuri.
Cara pengambilan sampel
Sampel urine yang biasa dipakai adalah porsi tengah (midstream). Jenis pengambilan sampel urine
ini dimaksudkan agar urine tidak terkontaminasi dengan kuman yang berasal dari perineum, prostat,
uretra maupun vagina, karena dalam keadaan normal urine tidak mengandung bakteri, virus atau
organisme lain (Brunzel, 2013).
Pengambilan sampel ini dilakukan oleh pasien sendiri, oleh sebab itu pasien harus diberikan
penjelasan cara pengambilan sampel urine, yaitu sebagai berikut :
a). Pada wanita
Pasien harus mencuci bersih tangan dengan sabun dan dikeringkan dengan kertas tisu, dengan
menggunakan tisu basah dan steril labia dan sekitarnya dibersihkan. Buang urine pertama yang
keluar, setelah itu urine porsi tengah ditampung dan membuang urine terakhir yang dikemihkan.
Tutup rapat botol sampel.
b). Pada pria
Pasien mencuci bersih tangan dengan sabun dan dikeringkan dengan kertas tisu, untuk pasien yang
tidak disunat tarik preputium ke belakang, lubang uretra dibersihkan. Pasien yang sudah disunat
langsung membersihkan uretra menggunakan tisu basah ke arah glans penis setelah itu urine porsi
tengah ditampung. Botol sampel ditutup rapat (Wirawan, 2015).
Cara Kerja:
1. Sampel urin dihomogenkan dulu kemudian dipindahkan ke dalam tabung centrifuge sebanyak 10
ml.
2. Centrifuge dengan kecepatan relatif rendah (sekitar 1500 - 2000 rpm) selama 5 menit. 3. Tabung
dibalik dengan cepat (decanting) untuk membuang supernatant sehingga tersisa endapan kira-kira
0,2-0,5 ml.
4. Endapan diteteskan ke gelas obyek dan ditutup dengan cover glass.
5. Endapan pertama kali diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah menggunakan
lensa obyektif 10X, disebut lapang pandang lemah (LPL) atau low power field (LPF) untuk
mengidentifikasi benda-benda besar seperti silinder dan kristal.
6. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan tinggi menggunakan lensa obyektif 40X,
disebut lapang pandang kuat (LPK) atau high power field (HPF) untuk mengidentifikasi sel (eritrosit,
lekosit, epitel), ragi, bakteri, Trichomonas, filamen lendir, sel sperma. Jika identifikasi silinder atau
kristal belum jelas, pengamatan dengan lapang pandang kuat juga dapat dilakukan.

Sumber :- Hendry JB. 2000. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory methods: Examination
of Urine. New York : Saunders.
- Lewandroski K. 2002. Clinical Chemistry laboratory management & Clinical Corellations.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
- From P, Bieganiec B, Ehrentich Z, Barak M. 2000. Stability of Common Analytes in urine
Refrigerated for 24 h Before Automated Analysis by Test Strips. Clinical Chemistry : 49:9.
- Lewandroski K. 2006. Clinical Chemistry laboratory management & Clinical Corellations.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
5. Petugas laboratorium menjelaskan kepada W bahwa sampel pemeriksaan W adalah
urine sewaktu. Jelaskan apa saja sampel urine lain dan penggunaannya dalam
pemeriksaan laboratorium!
Macam – Macam Sampel Urine
Jenis jenis specimen urine :
1. Random specimen, specimen Ini adalah spesimen yang paling sering diterima karena
kemudahan pengumpulan dan kenyamanan bagi pasien. Itu spesimen acak dapat diambil kapan
saja, tetapi waktu berkemih yang sebenarnya harus dicatat pada wadah Spesimen acak berguna
untuk tes skrining rutin
2. First morning specimen, specimen ini adalah spesimen skrining yang ideal. Dia juga penting
untuk mencegah tes kehamilan negatif palsu dan untuk mengevaluasi proteinuria ortostatik.
Spesimen pagi pertama adalah spesimen pekat, sehingga meyakinkan deteksi bahan kimia dan
membentuk elemen yang mungkin tidak hadir dalam spesimen acak encer asien seharusnya
diinstruksikan untuk mengumpulkan spesimen segera setelah bangun dan mengirimkannya ke
laboratorium dalam waktu 2 jam atau menyim
3. 24-Hour (or time) specimen, spesimen yang diatur waktunya dengan hati-hati harus
digunakan untuk menghasilkan yang akurat hasil kuantitatif. Banyak zat terlarut menunjukkan
variasi diurnal seperti katekolamin, 17-hidroksisteroid, dan elektrolit di mana konsentrasi
terendah adalah di pagi hari dan konsentrasi tertinggi terjadi pada sore hari Saat konsentrasi zat
yang akan diukur berubah dengan variasi diurnal dan dengan aktivitas sehari-hari seperti
olahraga, makanan, dan metabolisme tubuh, pengumpulan 24 jam diperlukan.
4. Catheterized, Spesimen ini dikumpulkan dalam kondisi steril dengan melewati tabung
berongga (kateter) melalui uretra ke dalam kandung kemih. Tes yang paling sering diminta pada
spesimen yang dikateterisasi adalah kultur bakteri
5. Midstream clean-catch, specimen ini memeberikan metode yang lebih aman dan tidak
terlalu traumatis untuk mendapatkan urin untuk kultur bakteri dan urinalisis rutin. Ini
memberikan spesimen yang kurang terkontaminasi oleh epitel sel dan bakteri dan, oleh karena
itu, lebih mewakili urin yang sebenarnya daripada spesimen yang dikeluarkan secara rutin
6. Suprapubic aspiration, urin dikumpulkan dengan pengenalan eksternal jarum melalui perut
ke dalam kandung kemih, aspirasi suprapubik menyediakan sampel untuk kultur bakteri yang
lengkap
7. Prostatitis specimen, specimen untuk mendeteksi keberadaan prostatitis
8. Three – glass collection, Kemudian alih-alih membuang urin pertama kali dikeluarkan,
dikumpulkan dalam wadah steril. Selanjutnya, porsi tengah dikumpulkan dalam wadah steril lain.
Itu prostat kemudian dipijat agar cairan prostat dapat keluar dengan sisa urine ke dalam wadah
steril ketiga. Kultur titatif kuantitatif dilakukan pada semua spesimen, dan spesimen ketiga dan
ketiga diperiksa secara mikroskopis. Di prostat infeksi, spesimen ketiga akan memiliki sel darah
putih / jumlah bidang daya tinggi dan jumlah bakteri 10 kali lipat dari spesimen pertama.
Makrofag yang mengandung lipid mungkin juga hadiah. Spesimen kedua digunakan sebagai
kontrol untuk kandung kemih dan infeksi ginjal

Sumber :
- Susan KS, Lorenzo MSD. 20. Urinalysis and Body Fluids. Sixth Edition

6. Jelaskan interpretasi dari hasil pemeriksaan makroskopis urine W tersebut

 Warna, Warna urin bervariasi dari hampir tidak berwarna hingga hitam. Ini
variasi mungkin karena fungsi metabolisme normal, fisik aktivitas, bahan yang
tertelan, atau kondisi patologis pada scenario didapatkan warna kuning muda

 Kejelasan, istilah umum yang mengacu pada transparansi atau kekeruhan


spesimen urin dengan memeriksa spesimen campuran secara visual sambil
menahannya depan sumber cahaya. Spesimen itu tentu saja harus ada wadah
bening. Warna dan kejernihan ditentukan secara rutin di waktu yang sama.
Terminologi umum yang digunakan untuk melaporkan kejelasan meliputi
jernih, berkabut, berawan, keruh, dan seperti susu, pada skenario di daatkan
spesimen yang jernih
 Berat jenis, berat jenis dalam urinalisis rutin memberikan fungsi tambahan,
yaitu untuk menentukan apakah konsentrasi spesimen memadai untuk
memastikan keakuratan uji kimia. Berat jenis filtrat plasma yang memasuki
glomerulus adalah 1,010. Istilah isosthenuric digunakan untuk
menggambarkan urin dengan berat jenis 1,010. Spesimen di bawah 1,010
adalah hipostenurik, dan yang di atas 1,010 adalah hipertenurik. sebagian
besar spesimen acak berada di antara 1,015 dan 1,030. Berat jenis
didefinisikan sebagai kerapatan larutan dibandingkan dengan kerapatan
volume air suling yang serupa (SG 1.000) pada suhu yang sama. Karena urin
sebenarnya air yang mengandung bahan kimia terlarut, berat jenis urin adalah
ukuran kepadatan bahan kimia terlarut dalam, dalam skenario berat jenis 1,015
 Bau, bau urin adalah fisik yang terlihat Properti. Urin yang baru dikeluarkan
memiliki bau aromatik yang samar. Sebagai spesimen berdiri, bau amonia
menjadi lebih menonjol. Pemecahan urea bertanggung jawab atas bau amonia
yang khas. Penyebab bau yang tidak biasa termasuk bakteri infeksi, yang
menyebabkan bau yang kuat dan tidak menyenangkan

Sumber :
- Susan KS, Lorenzo MSD. 20. Urinalysis and Body Fluids. Sixth Edition.
7. Jelaskan interpretasi dari hasil pemeriksaan kimiawi urine W tersebut !

 PH, individu yang sehat biasanya menghasilkan yang pertama spesimen pagi
dengan pH sedikit asam 5,0 hingga 6,0; lebih banyak pH basa ditemukan
setelah makan (alkaline tide). Itu pH sampel acak normal dapat berkisar dari
4,5 hingga 8,0. Akibatnya, tidak ada nilai normal yang ditetapkan untuk pH
urin, pada skenario di dapatkan Ph 7,0
 Protein, Urine normal mengandung sangat sedikit protein: biasanya kurang
dari 10 mg/dL atau 100 mg per 24 jam diekskresikan. Protein ini terutama terdiri
dari protein serum dengan berat molekul rendah yang telah ada disaring oleh
glomerulus dan protein yang diproduksi di saluran geni tourinary

 Glukosa, Glukosa tidak akan ada dalam urin sampai tingkat darah melebihi
160-180 mg/dL, yang merupakan ambang ginjal normal untuk glukosa. Ketika
glukosa darah melebihi ambang ginjal, tubulus tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang disaring, sehingga terjadi glikosuria. Sejumlah kecil
glukosa mungkin ada dalam urin normal, tetapi tingkat puasa pada orang
dewasa hanya sekitar 2-20 mg glukosa per 100 mL urin
 Keton, stilah "keton" mewakili tiga produk antara metabolisme lemak, yaitu
aseton (2%), asam asetoasetat (20%), dan β-hidroksibutirat (78%). Biasanya,
jumlah terukur keton tidak muncul dalam urin, karena semua lemak yang
dimetabolisme benar-benar dipecah menjadi karbon dioksida dan air.
 Darah, Darah dapat hadir dalam urin baik dalam bentuk utuh sel darah merah
(hematuria) atau sebagai produk sel darah merah destruksi, hemoglobin
(hemoglobinuria) secara visual hematuria menghasilkan urin merah keruh, dan
hemo globinuria muncul sebagai spesimen merah jernih
 Bilirubin, Munculnya bilirubin dalam urin dapat memberikan gambaran dini
indikasi penyakit liver Bilirubin, senyawa kuning berpigmen tinggi,
merupakan produk degradasi hemoglobin i hati, bilirubin terkonjugasi dengan
asam glukuronat oleh aksi glucuronyl transferase untuk membentuk larut
dalam air bilirubin diglukuronida (bilirubin terkonjugasi). Biasanya, ini
bilirubin terkonjugasi tidak muncul dalam urin karena itu melewati langsung
dari hati ke saluran empedu dan ke usus

 Urobilinogen, etika bilirubin terkonjugasi diekskresikan melalui saluran


empedu ke usus, bakteri usus mengubah bilirubin menjadi kombinasi
urobilinogen dan ster cobilinogen robilinogen muncul dalam urin karena, saat
beredar dalam darah kembali ke hati, melewati ginjal dan disaring oleh
glomerulus. Oleh karena itu, sejumlah kecil urobilinogen—kurang dari 1
mg/dL atau unit Ehrlich-biasanya ditemukan dalam urin

Sumber :
- Susan KS, Lorenzo MSD. 20. Urinalysis and Body Fluids. Sixth Edition

8. Jelaskan interpretasi dari hasil pemeriksaan mikroskopis urine W tersebut !

 Red blood cell (eritrosit), Di urin, sel darah merah tampak halus, tidak
berinti, bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mm Mereka harus diidentifikasi
menggunakan tujuan daya tinggi (40×). (pembesaran ×400)
 Pada urin yang pekat (hiperstenurik), sel-sel menyusut karena
kehilangan air dan mungkin tampak crenate atau tidak teratur
berbentuk
 Dalam urin encer (hipostenuria), sel-selnya menyerap air,
membengkak, dan melisis dengan cepat, melepaskan wadah
hemoglonya dan hanya menyisakan membran sel.
 White blood cell (leukosit), Sel darah putih lebih besar dari sel darah merah,
berukuran rata-rata sekitar berdiameter 12 mm Sel darah putih dominan yang

ditemukan dalam sedimen urin adalah neutrofil. Neutrofil jauh lebih mudah
diidentifikasi daripada Sel darah merah karena mengandung butiran dan inti
multilobed Neutrofil cepat melisis dalam keadaan encer urin alkali dan mulai
kehilangan detail nuklir. Neutrofil terkena urin hipotonik menyerap air dan
membengkak.
 Kristal, kristal dalam urine dengan jumlah yang cukup banyak disertai dengan
gejala klinis lain maka kemungkinan terjadi Batu saluran kemih, Infeksi
saluran kemih, Infeksi menular seksual. Pembentukan kristal di dalam nefron
dapat menyebabkan kerusakan yang serius dan dapat menimbulkan suatu
penyakit. Pada urin tuan T tidak ditemukan kristal berarti urin tuan T normal.
Pemeriksaan kristal pada mikroskop bisa diamati dengan pembesaran total
100x (10x10).
 Silinder, silinder atau cast terbentuk di dalam lumen dari tubulus berbelit-belit
distal dan tubulus kolesktivus, bentuknya mewakili lumen tubular, dengan sisi
sejajar dan ujungnya agak membulat, dan mungkin mengandung tambahan
unsur-unsur yang ada dalam filtrat. Pemeriksaan sedimen ini dilakukan
menggunakan pembesaran daya rendah
 Cast hyalin, paling sering terlihat adalah tipe hialin, yang terdiri dari
hampir seluruhnya dari uromodulin. peningkatan angka setelah
olahraga berat, dehidrasi, paparan panas, dan stres emosional. Secara
patologis, hialin gips meningkat pada glomerulonefritis akut,
pielonefritis, penyakit ginjal kronis, dan gagal jantung kongestif.
Morfologinya terdiri dari sisi normal sejajar dan ujung membulat,
bentuk silinder, dan bentuk keriput atau berbelit-belit yang
menunjukkan penuaan
 RBC cast, ditemukannya sel darah merah pada urin menandakan
adanya perdarahan dari area di dalam saluran genitourinary dan lebih
spesifik menunjukan adanya pendarahan di dalam nefron
 WBC cast, munculnya WBC cast dalam urine menandakan infeksi atau
peradangan di dalam nefron Mereka paling sering terkait dengan
pielonefritis dan merupakan penanda utama untuk membedakan
pielonefritis (ISK atas) dari sistitis (lebih rendah ISK).
 Epithelial cell cast, mengandung sel RTE mewakili keberadaan
lanjutan kerusakan tubular, menghasilkan stasis urin bersama dengan
gangguan pada lapisan tubular.
 Bacterial cast, Silinder bakteri yang mengandung basil baik di dalam
maupun yang terikat pada matriks protein terlihat pada pielonefritis
 Fatty cast, Fatty casts terlihat bersamaan dengan lemak tubuh oval dan
tetesan lemak bebas pada gangguan yang menyebabkan lipiduria
 Granular cast, eperti gumpalan kristal kecil dan puing-puing tinja,
Ketika gips granular tetap berada di tubulus untuk waktu yang lama
periode, butiran lebih lanjut hancur, dan matriks cor mengembangkan
penampilan lilin. Struktur menjadi lebih kaku, ujung gips mungkin
tampak bergerigi atau patah, dan diameter menjadi lebih luas
 Waxy cast, mewakili stasis urin yang ekstrim, menunjukkan gagal
ginjal kronis. ering muncul terfragmentasi dengan ujung bergerigi dan
memiliki lekukan di sisinya engan noda supravital, gips berlilin
menodai nous homogen, merah muda tua
 Broad cast, berbentuk seperti lilin yang mewakili stasis urin yang
ekstrim sering juga di sebut casts gagal ginjal

SUMBER: Susan KS, Lorenzo MSD. 20. Urinalysis and Body Fluids. Sixth Edition
Mekanisme pembelajaran DISKUSI KELOMPOK :

No Waktu Keterangan
1 10 menit Pembukaan
Pembacaan kasus oleh ketua
Pembagian sub kelompok
2 90 – 120 menit Presentasi
Pembahasan hasil diskusi
3 10-15 menit Kesimpulan dan evaluasi ketercapaian sasaran belajar

Daftar Pustaka

1. Moore KL, Rohen WJ. Clinically Oriented Anatomy. Lippincott Williams & Wilkins,
2013
2. Mescher AL. Junqueira's Basic Histology: Text and Atlas, 16th Edition. McGraw
Hill.2021.
3. Brunzel NA. Fundamentals of Urine & Body Fluid Analysis. 3 rd Edition. Elseviere.
2013.
4. Susianti H. Parwati I. Pemeriksaan Laboratorium Urine Rutin. Perhimpunan
Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Indonesia. 2018.
5. Mundt LA & Shanahan K. Graff’s Textbook of Routine Urinalysis and Body Fluids.
2nd Edition. 2011.
6. Strasinger SK & Lorenzo MSD. Urinalysis and Body Fluids. 2008. 5 st Edition
7. McPherson RA & Pincus MR eds. Henry’s Clinical Diagnosis and Management by
Laboratory Methods. 21st Edition. 2007
8. Porth CM. Essentials of Pathophysiology Concepts of Altered Health States 2 nd
Edition. 2007
9. Burtis CA & Ashwod ER eds. Tietz Textbook of Clinical Chemistry. 6 th Edition
2008
10. Hepler OE. Manual of Clinical Laboratory Methods. 1977

Anda mungkin juga menyukai