Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
OLEH:
YOLA ALFENIA
174210237
SKRIPSI
الر ِح ْي ِم
َّ الر ْح َم ِن
َّ ِــــــــــــــــــم هللا
ِ س
ْ ِب
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Mahamulia yang mengajar manusia dengan pena
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-‘Alaq 1-5)
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dari kamu sekalian dan
orang-orang berilmu beberapa derajat (QS: Al- Mujadalah 58:11)
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (QS: Al- An’kaabut43)
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS: Ar-Ra’d: 11)
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah…alhamdulillahirobbil’alamin
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Kasih sayang-Mu
telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu yang
memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau
berikan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam selalu
terlimpahkan kehariban Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam pembuatan skripsi ini banyak sekali pihak yang telah mendoakan,
membantu dan menyemangati penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Maka pada kesempatan ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih
dan mempersembahkan skripsi ini kepada orangtua serta teman-teman yang
sangat kukasihi dan kusayangi
Sebagai tanda bukti, hormat dan rasa terimakasih yang tiada terhingga
kupersembahkan karya kecil ini kepada Ayah (Ependi) dan Ibu (Nurtin Alfina)
yang telah memberikan kasih sayang secara dukungan, ridho, dan cinta kasih
yang tiada terkira dan tidak dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang
bertuliskan kata persembahan. Untuk Ayah dan Ibu yang selalu membuatku
termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku, selalu
menasehatiku serta selalu meridhoiku melakukan hal yang lebih baik,
Terimakasih Ayah…Terimakasih Ibu…
Terimakasih juga saya ucapkan kepada seluruh dosen dan civitas akademik UIR
khususnya Bapak Alm. Darus, SP., M.MA, Bapak Dr. Azharuddin M Amin, M.Sc,
Ibu Ir. Hj. Septina Elida, M.Si, Bapak Dr. Fahrial, SP., SE., ME, Ibu Sisca Vaulina,
SP., MP, Bapak Khairizal, SP.,M.MA, Ibu Ilma Satriana Dewi, SP., M.Si yang mana
juga ikut membantu dalam penyelesaian skripsi tugas akhir ini.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat menjadi ibadah bagi diriku dan dapat
membawa manfaat, karena sebaik-sebaiknya manusia adalah manusia yang
memberikan manfaat bagi orang lain.
BIOGRAFI PENULIS
Hilir dan selesai pada tahun 2014. Kemudian pada tahun yang sama penulis
Indragiri Hilir dan selesai pada tahun 2017. Pada tahun 2017 penulis kembali
melanjutkan Studi Strata Satu (S1) di Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis
Universitas Islam Riau. Penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Usaha
Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti
Serai Wangi)”. Alhamdulillah dengan izin Allah SWT akhirnya pada tanggal 25 Mei
2022 akhirnya penulis dinyatakan lulus ujian komprehensif dan berhak mendapatkan
Penulis
Yola Alfenia, SP
ABSTRAK
Minyak atsiri merupakan hasil olah serai wangi yang diperoleh di akar, kulit batang,
daun, bunga dan biji. Pengolahan serai wangi menjadi minyak atsiri bertujuan untuk
meningkatkan nilai tambah. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis: 1)
Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha, 2) Ketersediaan dan Penggunaan Bahan
Baku dan Bahan Penunjang, Proses Produksi dan Teknologi Pengolahan Produksi, 3)
Biaya, Produksi, Harga, Pendapatan, Efisiensi dan Nilai Tambah. Penelitian ini
menggunakan metode studi kasus yang bertempat pada Usaha Penyulingan Minyak
Atsiri Serai Wangi. Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dari bulan
Januari-Juni 2022. Responden diambil secara Purposive Sampling, yaitu pelaku usaha
minyak atsiri serai wangi dan dua orang tenaga kerja. Jenis data yang digunakan
kuantitatif dan kualitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Hasil
penelitian menujukkan bahwa karakteristik pelaku usaha rata-rata berumur 45 tahun
(produktif), rata-rata tingkat pendidikan 10 tahun (SLTP), pengalaman berusaha 3
tahun, jumlah tanggungan keluarga rata-rata sebanyak 4 jiwa. Usaha minyak atsiri
serai wangi tergolong usaha berskala mikro, modal usaha pribadi (Equity) sebesar Rp
25.000.000 dan memiliki tenaga kerja sebanyak 2 orang. Ketersedian bahan baku
didapat langsung dari kebun pemilik usaha seluas 2 hektare dengan jumlah 2.000
rumpun serai wangi. Proses produksi menggunakan ketel penyulingan. Teknologi
produksi yang digunakan tergolong konvensional. Biaya produksi senilai Rp
391.934/proses produksi, Rp 1.567.735/hari, Rp 12.541.882/bulan dan Rp
150.401.783/tahun. Produksi yang dihasilkan sebesar 4,80 Kg/proses produksi, 19,20
Kg/hari, 154 Kg/bulan dan 1.843 Kg/tahun dengan harga Rp 120.000/kg. Pendapatan
bersih senilai Rp 184.066/proses produksi, Rp 736.265/hari, Rp 5.890.118/bulan, dan
Rp 70.782.217/tahun. Efisiensi sebesar 1,47. Nilai tambah yang diperoleh senilai Rp
199.840/proses produksi, Rp 799.360/hari, Rp 6.394.880/bulan dan Rp
76.738.560/tahun dengan rasio nilai tambah sebesar 34,69%.
i
ABSTRACT
Essential oil is obtained from processing citronella which was found from the roots,
bark, leaves, flowers, and seeds. The processing of citronella into essential oil aims to
increase added value. This study aims to analyze: 1) Characteristics of Business
entrepreneurs and Business Profiles, 2) Availability and procurement of Raw
Materials and Auxiliary Materials, Production Processes, and Production Processing
Technology, 3) Costs, Production, Prices, Revenues, Efficiency, and Value Added.
Case study methods was used in the Serai Wangi Essential Oil Refining Business.
This research was conducted for six months starting from January to June 2022.
Respondents were taken by purposive sampling, namely entrepreneurs of citronella
essential oil and two workers. The types of data used are quantitative and qualitative
sourced from primary data and secondary data. The results showed that the
characteristics of the entrepreneurs were 45 years old (productive), an average
education level of 10 years (JHS), 3 years of business experience, and family number
was four persons. Lemongrass essential oil business was classified as a micro-scale
business, private venture capital (Equity) Rp. 25,000,000 and has a workforce of 2
persons. The availability of raw materials was obtained directly from the owner's 2-
hectare plantation with a total of 2,000 citronella clumps. The production process
uses a Refining Boiler. The production technology used was classified as
conventional. Production costs was Rp. 391,934/production process, Rp.
1,567,735/day, Rp. 12,541,882/month and Rp. 150,401,783/year. Production was
4.80 Kg/production process, 19.20 Kg/day, 154 kg/month, and 1.843 kg/year with a
price was Rp. 120,000/kg. Net profit was Rp. 184.066/production process, Rp.
736,265/day, Rp. 5,890,118/month, and Rp. 70,782,217/year. Efficiency 1.47. The
added value was Rp. 199,840/production process, Rp. 799,360/day, Rp.
6,394,880/month and Rp. 76,738,560/year with a value-added ratio of 34.69%.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadiran Allah SWT yang telah
ini yang berjudul Analisis Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari
Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat (Kasus:
M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pemikiran
Skripsi ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
yang tidak disengaja dalam penulisan Skripsi ini. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan penulisan Skripsi ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, amin
ya robbal’alamin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
iv
2.2.6 Produksi ........................................................................................... 35
3.5 Analisis Data Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi .............. 66
v
4.3.2 Ibadah............................................................................................... 79
5.2 Ketersedian dan Penggunaan Bahan Baku dan Penunjang, Proses dan
Teknologi Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi .... 89
5.2.3 Proses Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ... 92
5.3.1 Biaya Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi .... 99
5.3.2 Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi .............. 108
5.3.3 Harga Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ................... 109
vi
5.3.4 Pendapatan Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi .......... 110
5.3.5 Efisiensi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ............... 111
5.3.6 Nilai Tambah Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ...... 113
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Sepuluh Besar Negara Eksportir Minyak Atsiri Dunia Tahun 2015-2020 .... 2
11. Bahan Baku Dan Input Lain Pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021 .................................................. 91
12. Rincian Upah Tenaga Kerja Pada Usaha Agroindustri Penyulingan Atsiri
Minyak Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021 ........................... 102
13. Rata-Rata Penggunaan Alat Pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021 .................................................. 103
viii
14. Rincian Penyusutan Alat Dan Bangunan Pada Usaha Agroindustri Minyak
Atsiri Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021............................... 106
15. Rincian Biaya Produksi Pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021 .................................................. 108
17. Nilai Tambah Pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di
Nagari Panti Selatan Tahun 2021................................................................... 115
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2. Skema Alat Penyulingan Dengan Sistem Penyulingan Uap Dan Air (Water
And Steam Distillation) .................................................................................. 30
5. Kerangka Pemikiran....................................................................................... 60
13. Proses Pengeluaran Minyak Dan Air Dari Pipa Stainless Ke Dalam Ceret
Pemisah Dan Proses Pemisahan Air Dan Minyak ......................................... 96
x
18. Foto Bersama Wali Nagari Panti Selatan....................................................... 143
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xii
I. PENDAHULUAN
Industri pengolahan dengan basis bahan baku hasil pertanian atau dengan
mengahasilkan bahan pangan, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan
hidup. Dimana sumber energi ini berupa minyak dan gas bumi. Selain itu, juga
terdapat minyak yang bukan berasal dari fosil tetapi juga digunakan dalam kehidupan
yang dapat ditemukan di akar, kulit batang, daun, bunga dan biji. Minyak atsiri
dihasilkan oleh 160-200 aneka ragam tanaman aromatik yang sebagian ada di
Indonesia. Menurut Darwis (2004) tidak kurang dari 17% spesies tumbuhan berada di
Indonesia. Minyak atsiri atau yang dikenal sebagai minyak eteris (aetheric oil),
minyak esensial, minyak terbang serta minyak aromatik adalah kelompok besar
minyak nabati atau berasal dari tumbuh-tumbuhan yang merupakan bahan dasar dari
wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami dan mempunyai aroma
khas. Minyak atsiri dihasilkan oleh berbagai jenis tanaman antara lain cengkeh, pala,
nilam, akar wangi dan masih banyak lagi tanaman penghasil minyak atsiri termasuk
potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa.
1
Pada tahun 2015-2020 Indonesia termasuk 10 besar negara yang mengekspor minyak
Tabel 1. Sepuluh Besar Negara Eksportir Minyak Atsiri Dunia Tahun 2015-2020
Nilai Jumlah Ekspor (x 100 USD) Pertumb
Pengekspor uhan
2015 2016 2017 2018 2020 2020 (%)
Amerika
598.495,10 634.744,10 729.606,40 800.232,80 865.788,45 935.795,99 9
Serikat
India 572.944,80 607.726,10 784.705,00 859.623,10 965.503,20 1.069.204,58 13
China 793.598,40 423.524,10 353.409.6 - 686.698,80 633.562,41 4
Prancis 355.201,20 396.745,10 471.277,90 521.776,70 579.815,05 637.240,98 12
Brazil 256.877,50 431.216,80 431.216,80 437.220,30 524.389,95 578.492,79 18
Inggris 243.713,70 218.627,60 277.143,60 247.154,70 263.869,65 270.753,55 2
Argentina 224.655,30 196.838,10 203.717,60 244.184,90 233.716,05 240.262,88 1
Jerman - 191.523,80 219.206,60 227.161,20 248.267,93 266.086,63 7
Indonesia 19.904,90 166.380,40 160.368,40 199.266,20 269.497,95 322.705,14 75
Spanyol 132.491,60 137.498,30 161.856,90 189.621,70 204.304,35 223.879,24 11
Sumber: UN Comtrade (2021)
tertinggi minyak atsiri dunia dengan nilai 1.069.204,58 dengan pertumbuhan sebesar
13% sedangkan Spanyol sebagai negara pengekspor minyak atsiri dunia terendah
tinggi sebesar 75% namun jumlah ekspor minyak atsiri masih belum optimal.
Sehingga berpotensi dan perlu dikembangkan lebih lanjut serta dapat menambah nilai
produk. Menurut Dewan Atsiri Indonesia, minyak atsiri disebut juga minyak esteris,
minyak terbang atau “essential oil”, dipergunakan sebagai bahan baku industri
aromaterapi (Ridho, 2020). Hingga saat ini Indonesia menjadi salah satu pengimpor
2
parfum dan produk turunan lain. Hal ini menunjukkan Industri pangan, farmasi dan
kosmetik dalam negeri seharusnya merupakan pasar produk turunan minyak atsiri.
Barat. Setidaknya terdapat 12 jenis tumbuhan penghasil minyak atsiri yang tumbuh
dengan baik di daerah ini, seperti kayu manis, akar wangi, cendana, kemukus, nilam,
kenanga, pala, cengkeh, serai wangi dan kayu putih. Sumatera Barat juga telah
menetapkan industry minyak atsiri sebagai salah satu industry unggulan provinsi.
wanginya mencapai 2.030 hektare, tersebar di 12 kecamatan. Dari luas itu, 1.251
Harga minyak yang dihasilkan dari tanaman serai wangi ini mencapai Rp 350 ribu per
Minyak atsiri serai wangi di Kecamatan Panti merupakan salah satu produksi
olahan dari serai wangi yang telah ada secara turun temurun dan masih bertahan
hingga saat ini. Sebagian besar petani serai wangi memanfaatkan perkebunan serai
Analisis usaha pada industri minyak atsiri serai wangi skala rumah tangga di
Kecamatan Panti sangat penting bagi produsen minyak atsiri serai wangi dalam
Dalam kenyataannya, sering kali produsen minyak atsiri serai wangi kurang
3
pendapatan usaha mereka. Meskipun para perajin telah terbiasa mengusahakan
tersebut, tetapi para perajin tidak mengetahui secara pasti berapa besarnya biaya,
penerimaan, pendapatan dan efisiensi dari usaha agroindustri minyak atsiri serai
minyak atsiri serai wangi tersebut menguntungkan atau tidak, oleh karena itu peneliti
mengangkat judul tentang “Analisis Usaha agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi
Dari uraian latar belakang, permasalahan yang di angkat dalam penelitian ini
adalah:
Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman
Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten
Yang Diperoleh Dari Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari
4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
menganalisis:
1. Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Sumatera Barat
2. Ketersediaan dan Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang, Proses Produksi
dan Teknologi Pengolahan Produksi pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Sumatera Barat?
3. Biaya, Produksi, Harga, Pendapatan, Efisiensi dan Nilai tambah pada Usaha
Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti
Meningkatkan Pendapatannya.
Industry Rumah Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan
5
3. Bagi Akademis, Semoga Penelitian Ini dapat Menjadi Tambahan Informasi,
4. Bagi lembaga atau instansi terkait dengan penelitian ini dalam mengembangkan
usaha minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti
usaha meliputi: sejarah usaha, modal usaha, dan jumlah tenaga kerja. Dengan
menganalisis usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi yang meliputi biaya,
produksi, harga, pendapatan, efisiensi dan nilai tambah. Pada penelitian ini
difokuskan pada usaha agroindustri yang dibatasi pada produk minyak atsiri serai
wangi saja. Serai wangi yang diusahakan oleh petani secara swadaya. Penelitian ini
dilakukan pada usaha agroindustri penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagari
Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Adapun
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.1 Umur
BPS (2017), kelompok penduduk usia 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan
kelompok usia di atas 65 tahun sudah tidak produktif lagi. Menurut Mantra (2004),
Kelompok usia produktif secara ekonomi dibagi menjadi tiga kategori: kelompok usia
tidak produktif 0-14 tahun, kelompok usia produktif 15-64 tahun, dan usia 65 tahun
ke atas adalah kelompok usia yang tidak produktif. Usia produktif merupakan usia
dan memiliki peluang besar untuk menyerap informasi dan teknologi yang inovatif di
bidang bisnis.
Umur pengusaha merupakan salah satu faktor yang erat kaitannya dengan
kemampuan bekerja dalam melakukan kegiatan usaha. Umur dapat dijadikan acuan
untuk melihat aktivitas seseorang dalam bekerja ketika keadaan usia seseorang masih
produktif, seseorang cenderung dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim,
2003). Prestasi kerja dan kinerja, semakin berat pekerjaan fisik, semakin tua umur
7
tenaga kerja, semakin rendah kinerjanya. Namun dalam hal tanggung jawab, semakin
tua umur tenaga kerja mereka menjadi semakin berpengalaman (Suratiyah, 2008).
Pengusaha yang umurnya lebih tua, secara fisik kurang fit, tetapi bekerja
dengan gigih, memiliki tingkat tanggung jawab yang tinggi, dan memiliki tingkat
absensi dan pergantian yang kecil (Hasibuan, 2007). Pengusaha yang lebih muda
dalam hal usia maupun pengalaman berusaha memiliki kemungkinan lebih besar
untuk menerima ide baru dan sedikit metode lama sehingga akan memudahkan untuk
merubah sistem dari satu sistem ke sistem lain (Choirotunnisa, 2008). Sementara itu,
pengusaha yang lebih tua akan kesulitan untuk memberikan pengetahuan yang dapat
tanggung jawab, dan merupakan masa ketika orang mencapai dan mempertahankan
kepuasan dalam karir mereka. Kelompok usia hingga 50 tahun adalah kelompok usia
yang paling sehat, paling tenang, paling bisa mengendalikan diri, dan paling
bertanggung jawab. Menurut Robbins (2007), hubungan antara usia dan prestasi kerja
kemungkinan akan semakin penting dalam beberapa dekade mendatang. Pekerja yang
lebih tua memiliki sifat positif dalam pekerjaan mereka, terutama pengalaman,
penilaian, etos kerja yang kuat, dan komitmen terhadap kualitas kerja.
8
pengusaha yang berpendidikan diharapkan dapat lebih aktif, optimis pada masa
pasar, penetapan harga dll. Pemberian pendidikan diharapkan setiap pengelola usaha
secara logis dan rasional, sehingga dalam pengembangan sumber daya manusia
melalui pendidikan ini diharapkan dapat membantu pengembangan tugas yang tepat
faktor yang dapat menentukan keberhasilan usaha, karena dengan pengalaman yang
banyak akan memberikan pengalaman yang luas dan keterampilan yang semakin
meningkat. Pengalaman ini merupakan modal dasar dalam menerima inovasi untuk
dapat meningkatkan kemajuan usaha yang mereka kelola. Semakin lama pengusaha
dan pengalaman pengrajin dalam berusaha berbeda-beda atau tidak sama antara
bekerja di bidang tertentu (misalnya, berapa lama seseorang telah bekerja sebagai
petani). Hal ini dikarenakan semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi
9
pula pengalaman kerjanya yang berdampak langsung pada penghasilan (Suwita,
2011).
merupakan prediktor terbaik bagi keberhasilan, terutama ketika bisnis baru dikaitkan
dengan pengalaman bisnis sebelumnya. Dari pendapat dan pengetahuan para ahli di
berpengaruh terhadap keberhasilan suatu usaha. Seseorang yang tidak pernah terlibat
dengan kegiatan usaha tidak memiliki pengalaman dalam menjalankan usaha. Dengan
untuk terlibat dalam kegiatan, terutama untuk mencari dan menambah penghasilan
keluarga.
wajah orang, lukisan gambar orang dari samping, grafik atau ikhtisar yang
10
memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan pengertian “usaha” dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran,
atau badan untuk mencapai suatu maksud; pekerjaan perbuatan, prakarsa, ikhtisar,
daya upaya untuk mencapai sesuatu. Pengertian lainnya, usaha adalah kegiatan
dibidang perdagangan dengan maksud mencari untung. Jadi profil usaha dapat
dilakukan oleh seorang wirausaha atau pengusaha. Kegiatan usaha dalam hal ini lebih
mengarah pada kegiatan dibidang perdagangan maupun jasa dengan maksud mencari
keuntungan.
a) Detail usaha, yaitu mengenai detail dari usaha yang akan atau sedang dijalankan
agar informasi usaha dapat diketahui secara rinci, seperti: Nama dan Alamat
detail usaha. Penting untuk diketahui bahwa informasi-informasi dibawah ini tidak
harus dituliskan, namun dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
11
c) Pencapaian usaha, jika usaha sudah berhasil mendapatkan beberapa pencapaian
usaha. Terdapat beberapa pencapaian yang dapat ditulis dalam profil usaha yaitu
sebagai berikut:
- Penghargaan
- Sertifikasi
asal-usul (keturunan), silsilah kejadian dan peristiwa yang sebenarnya terjadi di masa
lampau (sejarah), pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-
Sejarah suatu usaha adalah hal-hal yang berkaitan dengan asal mula
berdirinya suatu usaha. Sejarah memuat hal-hal yang berkaitan dengan situasi usaha
tersebut bisa berdiri dan apa-apa saja yang menjadi alasan pengusaha untuk memiliki
usaha tersebut. Usaha kecil menengah umumnya dimulai dengan keterampilan, lokasi
Modal adalah dana yang digunakan untuk mendanai pembelian aset dan
operasional perusahaan. Modal terdiri dari item-item di sisi kanan neraca, yaitu
hutang, saham biasa, saham preferen, dan laba ditahan. Sedangkan modal termasuk
modal sendiri dan modal asing. Keseimbangan antara semua modal asing dan modal
12
milik sendiri disebut struktur keuangan, dan keseimbangan jangka panjang antara
modal asing dan modal milik sendiri akan membentuk struktur modal (Atmaja,
2003).
Modal dapat digunakan dengan dua cara, yang pertama untuk tujuan investasi,
yaitu modal yang digunakan untuk membeli atau membiayai aset tetap jangka
panjang yang dapat digunakan kembali. Kedua, modal yang digunakan untuk modal
kerja adalah modal yang digunakan untuk pembiayaan jangka pendek, seperti
pembelian bahan baku, pembayaran gaji, upah, dan biaya operasional (Kasmir, 2008).
sumber pendanaan. Menurut Riyanto (2008) modal dapat dilihat dari asalnya, sumber
modal terdiri:
Adalah modal yang dihasilkan dalam perusahaan. Sumber intern dapat berasal
dari laba ditahan dan akumulasi penyusutan. Besarnya laba yang dimasukkan ke
dalam penyisihan atau dipotong tergantung pada jumlah laba yang direalisasikan
dalam suatu periode tertentu dan tergantung pada kebijakan dividen perusahaan.
Sumber dari luar perusahaan atau dana yang diperoleh dari kreditur atau
pemegang saham yang menjadi bagian dari perusahaan. Modal eksternal adalah
sumber dana dari kreditur dan pemilik, yang masuk atau berpartisipasi dalam bisnis.
13
Modal dari kreditur adalah hutang perusahaan yang bersangkutan dan modal dari
c. Jenis-jenis Modal
1. Modal Asing
Menurut Riyanto (2008), menyatakan “modal asing adalah modal berasal dari
luar perusahaan yang sifatnya sementara dalam suatu perusahaan.” Modal ini
adalah “hutang” yang harus dilunasi tepat waktu. Modal asing dibagi menjadi
Harnanto (2003), “hutang jangka pendek atau lancar adalah suatu kewajiban
atau hutang yang terjadi dalam kaitannya dengan operasi normal perusahaan.”
1) Hutang Dagang
Brigham dkk (2006), “hutang dagang adalah hutang yang timbul dari
penjualan kredit dan diakui sebagai piutang dari penjual dan utang dari
pembeli.” Hutang dagang adalah salah satu jenis hutang jangka pendek
terbesar, terhitung sekitar 40% dari rata-rata total hutang jangka pendek
2) Hutang Wesel
14
wesel yang jatuh tempo dalam satu tahun atau kurang yang di golongkan
bagian dari hutang jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam
jangka panjang.
1) Term Loan
Term loan merupakan kredit usaha dengan umur lebih dari satu
tahun dan kurang dari 10 tahun. Pada umumnya, term loan dibayar
kembali dengan angsuran tetap selama suatu periode tertentu. Term loan
Sartono (2001), “keuntungan dari term loan adalah tidak segera jatuh
2) Leasing
aktiva yang disebut lessor dengan pihak lain yang memanfaatkan aktiva
15
tersebut untuk jangka waktu tertentu.” Sedangkan menurut Financial
waktu tertentu.
Riyanto (2008), “Hutang jangka panjang adalah hutang yang waktunya lebih
dari sepuluh tahun.” Sedangkan menurut Skousen dan Stice (2004), “hutang
jangka panjang adalah obligasi yang tidak diharapkan untuk dibayar tunai
dalam jangka satu tahun.” Hutang jangka panjang pada umumnya digunakan
keperluan tersebut diperlukan jumlah yang besar. Adapun jenis hutang jangka
panjang, yaitu:
1) Pinjaman Berjangka
2) Obligasi
Obligasi adalah instrumen (surat) utang yang berisi janji dari pihak yang
pinjaman beserta bunga pada saat jatuh tempo yang telah ditetapkan.
Obligasi termasuk salah satu jenis efek. Namun, berbeda dengan saham,
16
yang kepemilikannya menandakan pemilikan sebagian dari suatu
3) Hipotik
dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutupi
leverage.
2. Modal Sendiri
Riyanto (2008), menyatakan “modal sendiri adalah modal yang berasal dari
pemilik perusahaan dan juga tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang
17
tidak terbatas”. Dengan kata lain, modal sendiri merupakan modal yang
a. Modal Saham
saham akan berhak menerima sebagian dari pendapatan tetap atau dividen
persentase saham yang mereka miliki, semakin besar hak suara yang
Karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi faktual yang melekat pada
bisnisnya. Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar pelaku usaha sesuai
dengan skala usahanya. Menurut Bank Dunia dalam (Bank Indonesia, 2018) UMKM
dapat dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu: 1. Usaha Mikro (jumlah karyawan 10
orang); 2. Usaha Kecil (jumlah karyawan 30 orang); dan 3. Usaha Menengah (jumlah
18
2. UMKM Mikro adalah para UMKM dengan kemampuan sifat pengrajin namun
bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut
bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan).
fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk agroindustri ini
dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan
pertanian, seperti halnya istilah industry logam atau industri obat yang merujuk
kepada suatu jenis industri tertetu. Menurut Saragih (2010) sektor agroindustri adalah
industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung)
19
komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun
Keterkaitan tidak langsung, berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan
baku (input) di luar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dan
kemampuan industri maju yang di dukung oleh pertanian yang tangguh. Berdasarkan
ٍ ٰذَ ِل ُك ْم ََليَا
َت ِلقَ ْو ٍم يُؤْ ِمنُون
Terjemahnya:
“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka Kami keluarkan dari tumbuh-
20
tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang
menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai
yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan
delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu
yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
Nabawi menyebutkan, wangi-wangian adalah salah satu yang paling disukai Nabi
يب
َ الط
ِ
kami Azrah bin Tsabit Al Anshari dia berkata; telah menceritakan kepadaku
Tsumamah bin Abdullah dari Anas radliallahu 'anhu bahwa dia tidak pernah
menolak (pemberian) minyak wangi, dan dia mengira bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam juga tidak pernah menolak (pemberian) minyak wangi." (HR Bukhari).
21
Sedangkan untuk salat Jum’at, terdapat dalil khusus tentangnya.
علَ ْي ِه
َ ب َما قَدَ َر
ِ الطي
ِ َس ِمن
ُّ َويَ َم،اك َ غ ْس ُل يَ ْو ِم ْال ُج ُمعَ ِة
ٌ َو ِس َو،علَى كُ ِل ُمحْ ت َ ِل ٍم ُ
“Mandi hari Jum’at itu wajib atas setiap orang yang telah baligh, bersiwak,
adroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi atau digunakan
oleh manusia ataupun sebagai produk bahan baku industry lain (Mangunwidjaja dan
Sailah, 2009)
pertanian (bahan makanan,kayu dan serat) menjadi barang-barang setengah jadi yang
langsung dapat dikonsumsi dan barang atau bahan hasil produksi industry yang
digunakan dalam proses seperti traktor, pupuk, pestisida, mesin pertanian dan lain-
lain. Dari batasan industry, agroindustri merupakan sub sektor yang luas meliputi
industry hilir. Industry hulu adalah industry yang memperoduksi alat-alat dan mesin
pertanian serta industry sarana produksi yang digunakan dalam proses budidaya
pertanian menjadi bahan baku atau barang yang siap dikonsumsi atau meruapakan
22
Potensi pasar minyak wangi sangat tinggi. Tingginya potensi pasar minyak
serai wangi ini terbukti dari banyaknya industri–industri yang mengunakan bahan
baku minyak serai wangi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di dalam
negeri, minyak serai wangi digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik, industri
obat – obatan, industri bioditif, bahan baku pestisida nabati, minyak urut, dan spa.
Agroindustri minyak serai wangi merupakan salah satu diversifikasi vertical usaha
pertanian serai wangi. Agroindustri minyak serai wangi sangat menjanjikan kerena
tingginya volume eksport minyak serai wangi membuka peluang bagi pengusaha
akar wangi, pala, cengkeh, serai wangi, kenanga, kayu putih, cendana, lada dan kayu
manis meliputi daun, bunga, batang dan akar. Minyak atsiri banyak digunakan dalam
Menurut Sulaswatty (2020), Minyak atsiri yang berasal serai wangi, juga
dikenal sebagai minyak serai wangi, digunakan untuk bahan dasar dalam produksi
ester seperti hidroksi citronelal, geraniol asetat, dan mentol sintetis dengan sifat
Tanaman (OPT). Minyak atsiri serai wangi memiliki kemampuan untuk menghambat
alternatif pestisida sintetik yang lebih aman bagi lingkungan dan konsumen. Jenis
hama yang dapat dikendalikan oleh minyak atsiri serai wangi adalah kutu putih,
23
aphid, kutu dompalan, thrips, kutu sisik dan lalat buah (Balai Penelitian Tanaman
bagian yang menyeluruh produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan
manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor, atau dari pengelolahaan
biaya sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan biaya –biaya
Dalam penelitian ini bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan
minyak serai wangi berasal dari tanaman serai wangi. Serai wangi (Cymbopogon
nardus redle) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dapat digunakan
sebagai bahan baku didalam pengolahan minyak atsiri. Menurut UU Nomor 39 Tahun
pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan
mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait tanaman perkebunan.
Tanaman Perkebunan adalah tanaman semusim atau tanaman tahunan yang jenis dan
hampir 80 spesies, tetapi hanya beberapa spesies yang menghasilkan minyak atsiri.
Jenis yang paling penting sebagai sumber minyak atsiri serai adalah Cymbopogon
nardus dan Cymbopogon winterianus atau mahapengiri dari jawa (Sebayang, 2011).
24
Hasil penyulingan daun serai wangi adalah untuk mendapatkan minyak serai
wangi, yang dalam dunia komersial disebut Citronella Oil. Minyak sereh wangi
Indonesia di pasar dunia dikenal dengan sebutan “Citronella Oil of Java”. Serai
wangi terbagi menjadi dua jenis, mahapengeri dan lena batu. Mahapengeri memiliki
bentuk daun yang lebih pendek dan lebar dibandingkan dengan daun batu lena.
(Suroso, 2018):
Kerajaan : Plantae
Ordo : Graminales
Family : Panicodiae
Genus : Cymbopogon
Tanaman serai merupakan tanaman tahunan dengan tinggi 50 sampai 100 cm.
Memiliki daun berjumbai dengan panjang daun hingga 1 m dan lebar 1,5 sampai 2
cm. Tulang daun sejajar dengan tekstur permukaan bawah daun yang agak kasar.
Batang tidak berkayu, putih keunguan. Memiliki akar serabut dan tumbuh berumpun
(Sebayang, 2011).
Tanaman serai tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik dari dataran rendah
maupun tinggi hingga ketinggian hingga 1200 m dpl. Ketinggian optimal adalah 250
m dpl. Serai wangi dapat hidup pada tanah pH 3 sampai 6, tumbuh cepat dan mudah
beradaptasi, jumlah akar yang cukup rapat untuk menopang tanah, dan daun yang
25
rimbun serta berpotensi untuk dijadikan komoditas bernilai ganda. Karena minyak
atsiri serai dapat mengkonservasi lahan dan memiliki nilai ekonomis (Rosman, 2012).
Bibit serai wangi yang digunakan masih muda, ditanam pada kedalaman
sekitar 20 cm, ditumpuk sekitar 10 cm di bagian bawah, dan bibit ditanam pada jarak
100x100 cm di tanah subur atau 75x75 cm di tanah yang kurang subur (Sebayang,
2011). Serai wangi sebaiknya ditanam pada awal musim hujan. Untuk skala
perkebunan serai harus bersih dan bebas gulma karena dapat menghambat
pertumbuhan tanaman serai dan kesuburan tanah. Selain itu, tanaman serai wangi
dapat terserang jamur atau cendawan parasit. Cendawan ini dapat menyerang jaringan
atas ligula (batas pelepah dengan helaian daun) dari daun bagian bawah yang tidak
mati atau kering pada saat tanaman serai berumur 5-6 bulan setelah tanam. Panen
selanjutnya bisa setiap 3 bulan di musim hujan dan setiap 4 bulan di musim kemarau.
Untuk satu hektare lahan menghasilkan 1000-1500 rumpun serai wangi dengan berat
satu rumpun sebesar 1,5 kg pada panen pertama dan akan meningkat menjadi 2 kg
setelah penen berikutnya. Daun serai tidak perlu dipotong pendek-pendek untuk
penyulingan. Namun, daun serai wangi sebaiknya dijemur selama 3-4 jam atau
disimpan di tempat teduh selama 3-4 hari. Sebetulnya mutu minyak yang terbaik
diperoleh dari penyulingan daun segar. Penjemuran dan pelayuan daun serai wangi
sebelum disuling pada batas tertentu tidak berpengaruh terhadap rendemen minyak.
Malahan penjemuran dan pelayuan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar
sitronellal dan total geraniol dalam minyak. Tetapi dengan penjemuran atau pelayuan
26
jumlah bahan yang dapat disuling setiap kali penyulingan bertambah besar, sehingga
penyulingan bahan dalam keadaan kering lebih efiisien (Daswir dan Indra, 2006).
dalam proses produksi, namun bukan merupakan bagian dari bahan baku utama untuk
produk yang dihasilkan. Bahan penunjang merupakan pelengkap dari bahan baku
yaitu sebagai penunjang untuk terciptanya proses produksi dari bahan baku utama.
Suatu proses produksi lazimnya tidak dapat berjalan apabila ketersediaan bahan
penunjang tidak tercukupi. Bahan penunjang di bagi menjadi dua golongan, bahan
pengolahan input menjadi output yang dimaksud adalah bahan baku langsung, tenaga
kerja langsung, dan biaya ovehead pabrik yang diproses menjadi bahan produk
selesai. Produksi adalah suatu kegiatan yang dapat menciptakan guna baik waktu,
tersebut dapat berupa barang ataupun jasa tetapi produksi diartikan juga sebagai suatu
produksi tenaga kerja, modal, dan alam. Dalam setiap proses produksi, ketiga proses
produksi itu dikombinasikan dalam jumlah dan kualitas tertentu (Sumodiningrat, dkk
27
berbagai faktor produksi, yaitu semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar
menjalankan aktivitas sehari-hari dalam hal menyediakan kebutuhan dasar dan juga
satu bentuk proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses yang berjalan tersebut
menghasilkan produk tertentu, dimana produk yang dihasilkan tidak terpisah dari
produk lainnya yang telah ada. Lebih lanjut disebutkan bahwa teknologi merupakan
suatu bagian dari sebuah integral yang terdapat didalam suatu sistem tertentu.
Produksi adalah kegiatan suatu industri untuk memproses dan mengubah bahan baku
serai wangi menjadi produk minyak atsiri melalui pengunaan tenaga kerja dan
dengan cara: Penyulingan dengan air, Penyulingan dengan air dan uap, dan
baku karakteristik minyak, proses difusi minyak dengan air panas, dekomposisi
minyak akibat efek panas, efisiensi produksi, dan ekonomis serta efektivitas produksi.
Dalam metode ini, daun dan batang tanaman serai untuk penyulingan
langsung terkena air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau benar-benar
tenggelam, tergantung pada berat dan jumlah bahan yang disuling (Lutony & Yeyet,
28
2002). Sistem ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain proses yang sederhana
dan kemampuan untuk mengekstrak minyak dari akar, kulit, kayu, dan bunga yang
mudah membentuk gumpalan jika terkena panas (De Billerbeck, 2001). Bahan baku,
baik yang sudah dilayukan, kering maupun bahan basah, dimasukkan ke dalam ketel
penyuling yang telah diisi dengan air kemudian dipanaskan. Uap yang keluar dari
ketel dialirkan melalui pipa yang dihubungkan dengan ke kondensor. Uap yang
merupakan campuran uap air dan minyak, dikondensasikan menjadi cairan dan
ditampung dalam tempat pemisah minyak dan air. Cairan minyak dan air kemudian
dipisahkan oleh pemisah minyak. Rendemen yang diperoleh dari penyuligan air
sangat ditentukan oleh ukuran bahan baku, perbandingan bahan dan air yang
Penyulingan menggunakan air dan uap ini dekenal dengan sistem kukus.
Metode ini mirip dengan metode perebusan, tetapi bahan baku dan air tidak
bersinggungan langsung karena dibatasi dengan filter pada air. Sistem ini banyak
digunakan dalam produksi minyak serei karena membutuhkan sedikit air dan
29
menghemat waktu dalam proses produksi. Metode kukus dilengkapi dengan sistem
kohobasi, yaitu air kondensat yang keluar dari separator masuk kembali secara
otomatis ke dalam ketel agar kehilangan air diminimalisasi sehingga dapat menekan
biaya produksi. Sistem ini lebih hemat biaya karena tidak melibatkan hidrolisis
komponen minyak atsiri serai wangi dan proses difusi minyak atsiri dengan air panas.
Gambar 2. Skema Alat Penyulingan dengan Sistem Penyulingan Uap dan Air (Water
and Steam Distillation)
Sumber : Negoro, 2007
Pada metode penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling disuling
diletakkan pada rak atau ayakan yang berlubang. Ketel penyulingan kemudian diisi
dengan air sampai permukaannya dekat dengan bagian bawah filter. Ciri dari metode
ini adalah uap selalu bersifat basa, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman
sulingan hanya terkena uap dan tidak terkena air panas (Lautony & Yeyet, 2002).
Sistem penyulingan air dan uap lebih efisien dari pada metode penyulingan air
karena jumlah bahan bakar yang diperlukan lebih sedikit, penyulingan lebih singkat,
dan rendemen minyak yang dihasilkan lebih besar (Yuni dkk, 2013).
30
c. Penyulingan dengan Uap Langsung
Pada sistem ini, bahan baku tidak kontak langsung, baik dengan air maupun
pemanas/api, tetapi hanya uap bertekanan tinggi yang digunakan untuk menyuling.
Prinsip dari metode ini adalah membangkitkan uap bertekanan tinggi di dalam boiler
kemudian dialirkan melalui pipa menuju boiler yang berisi bahan Baku. Uap dari
boiler dihubungkan ke kondensor. Cairan kondesat yang berisi campuran minyak dan
air dipisahkan dengan separator sesuai berat jenis minyak. Prinsip dari model ini
sama dengan penyulian uap dan air, hanya saja air penghasil uap tidak diisikan
bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau
uap yang kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer (Yuni dkk, 2013).
Distilasi uap digunakan untuk menyaring cairan dengan titik didih tinggi atau cairan
yang terurai ketika dipanaskan sampai titik didih. Distilasi ini dilaksanakan dengan
cara memanaskan cairan dengan air atau uap, yang secara aktif disuplai melalui pipa.
Dari sistem penyulingan ini menghasilkan minyak serai dengan kualitas dan
rendemen tertinggi.
31
Penyulingan
Jumlah minyak serai wangi yang menguap bersama uap air ditentukan oleh
besar tekanan uap yang digunakan, berat molekul masing-masing komponen dalam
minyak serai, dan kecepatan minyak serai yang keluar dari bahan. Pada proses
suling yang terkondensasi di dalam penyulingan. Kecepata laju alir kondensat dan
tekanan yang makin besar memerlukan uap yang besar pula masuk ke ketel.
Akibatnya uap yang terkondensasi ke dalam ketel juga makin besar (Fataina, 2005).
Hal ini mengakibatkan jumlah rendemen minyak serai wangi akan berbeda-beda
Pada saat daun serai wangi dimasukkan ke dalam ketel suling sebaiknya
dibasahi dengan air agar dapat dipadatkan. Kepadatan daun serai wangi berkisar
antara 90-120 gram/liter (Ma’mun, 2011). Penyulingan daun sarai wangi pada kondisi
kering akan menyerap air sebanyak bobotnya. Oleh karena itu, jika sistem
kekurangan air selama penyulingan. Alur dalam proses penyulingan minyak serai
penyulingan. Untuk penyulingan secara uap air, lamanya antara 5-10 jam,
penyulingan dengan uap langsung lamanya berkisar atara 4-6 jam (Agustian &
penyulingan. Untuk penyulingan uap air, rasio penyulingan yang baik adalah 0,6
32
Panen Daun serai
Keringkan
Perajangan
Ampas
Penyulingan
Pada penyulingan dengan uap langsung, kanan uap awal secara bertahap
meningkat dari 1, 0 atm dan berakhir pada 2, 53 atm. Senyawa sitronelal berada pada
fraksi ringan yang keluar pada awal proses. Pada fraksi berat seperti total geraniol,
sebagian besar baru akan tersuling pada suhu tinggi atau dengan waktu penyulingan
cukup lama. Sitronelal dan total geraniol adalah fraksi yang menentukan mutu
minyak serai wangi. Semakin tinggi kandungan minyak, semakin tinggi kualitas
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang,
yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu
(Mulyadi, 2005). Biaya dalam pengertian ekonomi adalah semua biaya yang timbul
atas penggunaan sumber daya ekonomi dalam proses produksi (Pindyck dan
33
Rubinfeld, 2012). Sedangkan yang dimaksud dengan biaya produksi adalah semua
(input) yang akan digunakan untuk menghasilkan sejumlah output (amaliawati dan
murni 2012). Analisis biaya produksi dibagi menjadi analisis biaya jangka pendek
dan analisis biaya jangka panjang. Analisis biaya jangka pendek dibagi menjadi biaya
tetap dan biaya variabel. Sedangkan analisis biaya jangka panjang, semua biaya
biaya variabel (variabel cost) dan biaya tetap (fixed cost) yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha
sebagai akibat penggunaan faktor produksi variabel, sehingga biaya ini besarnya
pendek yang termasuk biaya variabel adalah biaya tenaga kerja langsung, biaya
2. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang secara tetap dibayar atau dikeluarkan
oleh produsen atau pengusaha dan besarnya tidak dipengaruhi oleh tingkat output,
yang termasuk kategori biaya tetap adalah sewa gudang, sewa gedung, biaya
Menurut Hasen dan Mowen (2009), biaya produksi adalah biaya yang
biaya produksi dapat digolongkan menjadi 3 yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga
34
1. Biaya bahan baku (bahan langsung), merupakan biaya yang terdiri dari semua
bahan yang dikerjakan dalam proses produksi, untuk diubah menjadi barang lain
yang nantinya akan dijual (Munandar, 2007). Menurut Sulastiningsih dan Zulkifli
(1999) biaya bahan baku merupakan komponen biaya yang terbesar dalam
2. Upah tenaga kerja langsung (Direct Labour) adalah biaya yang dikeluarkan untuk
membayar pekerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi (Rudianto,
2009).
3. Biaya Overhead Pabrik (BOP) atau dapat jugak disebut sebagai biaya tidak
langsung (indirect cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang
atau jasa selain dari pada biaya bahan baku dan upah tenaga kerja langsung
(Firdaus dan Abdullah, 2012). Biaya overhead terdiri atas biaya bahan penolong
(bahan tidak langsung), biaya reparasi dan pemeliharaan, upah tenga kerja tidak
2.2.6 Produksi
– 18%, sitronelol 11 - 15%, geranil asetat 3 – 8%, sitronelil asetat 2 – 4%, limonen 2 -
4%, kadinen 2 - 4% dan selebihnya (2 – 36%) adalah sitral, kavikol, eugenol, elemol,
kimia dalam minyak serai wangi cukup komplek, namun komponen yang terpenting
intensitas bau harum, serta nilai dan harga minyak sereh wangi. Kadar komponen
35
kimia penyusun utama minyak serai wangi tidak tetap dan tergantung beberapa
faktor. Biasanya jika geraniol tinggi maka kadar sitronelal juga tinggi (Kurniawan,
2020).
Minyak atsiri yang dikenal sebagai “minyak terbang” atau “minyak eternis”
(Essential oil, Volatile) diperoleh dari tumbuhan tertentu yaitu tumbuhan atsiri.
Minyak atsiri adalah tumbuhan yang memiliki sifat mudah menguap pada suhu
tertentu dan tidak terurai. Pada umumnya minyak atsiri memiliki rasa yang tajam, bau
yang harum tergantung dari aroma tanaman yang memproduksinya, larut dalam
pelarut organik dan tidak larut dalam air (Wulansari, 2005). Minyak atsiri merupakan
salah satu hasil dari proses penyulingan seperti batang, daun, bunga, akar, buah atau
Standar mutu minyak serai wangi merupakan data yang sangat penting untuk
menentukan mutu suatu bahan dengan persyaratan tertentu yang meliputi spesifikasi,
proses dan aturan dinamis, sehingga perlu dikelola secara professional berdasarkan
karena hambatan masuk pasar dan kurangnya perlindungan lingkungan. Di sisi lain,
ketika standar dirumuskan berdasarkan standar nasional dan internasional yang diakui
perencanaan dan mendukung produksi dan penjualan barang dan jasa (Sebayang,
2011).
tertentu. Secara umum, karakteristik kualitas minyak atsiri ditunjukkan oleh bahan
36
asalnya. sifat Fisika akan diketahui keasliannya dan sifat kimia meliputi komponen
kimia yang mendukung minyak, terutama komponen dasar. Kehadiran benda asing
campuran itu sendiri menurunkan kualitas minyak. Oleh karena itu, diperlukan suatu
Menurut Atmoko (2017), standar mutu minyak serai wangi untuk kualitas
Menurut kriteria fisika yaitu berdasarkan warna, bobot jenis dan indeks bias
sedangkan secara kimia berdasarkan total geraniol, total sitronellal, dan kelarutan
Tabel 2. Standar Mutu Minyak Serai Wangi Indonesia Berdasarkan Sifat Fisika dan
Kimia
Sifat Fisis dan Kimia Syarat
Warna Kuning pucat sampai kuning kecoklatan
Bobot jenis 20 0C / 20 0C 0,88 - 0,922
0
Indeks bias (nD 20 C) 1,466 - 1,475
Total geraniol (%) ≥ 85%
Sitronellal (%) ≥ 35%
Kelarutan dalam etanol 80% 1: 2 sampai larutan jernih
Sumber: SNI 06-3953-1995
Berdasarkan tabel 2, Sifat fisika minyak atsiri berwarna kuning pucat sampai
kuning kecoklatan jika warnanya menjadi hitam diakibatkan oleh penyulingan pada
suhu yang terlalu tinggi sehingga terjadi oksidasi aldehid atau hidrolisa ester yang
ditandai dengan bilangan asam yang tinggi dan pengaruh material carbon steel pada
proses penyulingan sehingga ada kontaminasi logam Fe dan Cu dalam minyak. Oleh
Nilai bobot jenis minyak atsiri adalah perbandingan antara massa minyak
dengan massa air dalam volume yang sama dengan volume minyak. Bobot jenis
37
sering dikaitkan dengan berat komponen yang dikandungnya. Semakin besar fraksi
yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai bobot jenisnya. Bobot
jenis adalah salah satu kriteria terpenting dalam menentukan mutu dan kemurnian
minyak atsiri.
kecepatan didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri
Indeks bias dipengaruhi karena adanya air dalam kandungan minyak tersebut.
Semakin besar kadar air, semakin kurang dari nilai indeks bias. Hal ini karena sifat
air mudah membiaskan cahaya yang datang. Oleh karena itu, minyak atsiri dengan
indeks bias tinggi lebih baik daripada minyak atsiri dengan indeks bias rendah.
Minyak serai wangi tidak memenuhi syarat untuk ekspor jika kadar geraniol
dan sitronellal rendah atau mengandung bahan aging. Rendahnya kadar geraniol dan
sitronelal umumnya dikaitkan dengan varietas serai yang buruk, pengelolaan tanaman
yang buruk, dan tanaman yang terlalu tua. Bahan tambahan yang terdapat dalam
minyak serai wangi berupa lemak, alkohol dan minyak tanah sering digunakan
38
Tabel 3. Standar Mutu Minyak Serai Wangi.
Kualitas Minyak Serai Wangi Total Geraniol (%) Total Sitronellal (%)
A ≥ 85% ≥ 35%
B 80 – 85% -
C ≤ 85% -
Sumber: SNI 06-3953-1995
2-6 jam, besarnya sekitar 0,28-2,17%. Rendemen minyak dipengaruhi oleh lama
penyulingan, semakin lama bahan disuling maka semakin banyak minyak yang
penyulingan, rendemen minyak juga dipengaruhi oleh pelayuan. Jumlah minyak yang
dihasilkan dari bahan segar dengan yang sudah dilayukan berbeda. Rendemen minyak
serai wangi segar sebesar 0,28-0,69%, bahan yang dilayukan sebelum disuling 1,30-
2.2.7 Harga
suatu pasar. Keseimbangan pasar tersebut terjadi apabila jumlah barang yang
ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta. Menurut Case dan Fair (2006)
harga adalah jumlah yang dijual oleh suatu produk perunit dan mencermikan berapa
yang tersedia dibayarkan oleh masyarakat, artinya harga akan menentukan dan
artinya semakin tinggi tingkat harga maka akan semakin bagus pengaruhnya terhadap
39
Harga adalah satuan nilai yang diberikan ada suatu komoditas sebagai
satu faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi keputusan pelaku ekonomi
dalam kegiatan pertanian dan pemasaran produk misalnya pangan. Harga berperan
daya dan output serta mendorong transmisi harga dan integrasi pasar secara vertikal
Menurut Kotler dan Amstrong (2012) harga dapat didefinisikan secara sempit
sebagai jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa. Atau dapat
didefinisikan secara luas harga sebagai jumlah nilai yang ditukarkan konsumen untuk
perusahaan mendapatkan laba yang wajar dengan cara dibayar untuk nilai pelanggan
yang diciptakannya.
Perusahaan dapat memilih salah satu dari enam metode penetapan harga, yaitu
Pricing), penetapan harga persepsi nilai (Perceived Value Pricing), penetapan harga
nilai (Value Pricing), penetapan harga umum (Going rate Pricing), penetapan harga
1. Mark up Pricing;
ditambah dengan keseluruhan biaya produksi sebagai keuntungan atau laba. Adapun
rumus penetapan harga jual dengan metode mark-up pricing adalah sebagai berikut:
40
Biaya per Unit
Harga Mark-Up = ............. (1)
1−tingkat pengembalian atas penjualan (%)
TFC
Biaya per Unit = VC + ..................................................... (2)
Volume Penjualan
konsumen menilai produk tinggi maka harga yang ditetapkan atau produk juga tinggi.
Perusahaan tersebut harus menyerahkan nilai yang dijanjikan melalui pernyataan nilai
dalam benak pembeli. Persepsi nilai terdiri atas beberapa unsur, seperti gambaran
pembeli tentang kinerja produk tersebut, kelancaran saluran, mutu jaminan, dukungan
pelanggan, dan ciri-ciri yang lebih lunak seperti reputasi pemasok kepercayaan, dan
harga diri. Lebih jauh masing-masing calon pelanggan memberikan bobot yang
41
berbeda pada unsur-unsur yang berbeda ini, dengan akibat bahwa sebagian akan
menjadi pembeli harga (price buyers), sebagian pembeli lainnya akan menjadi
pembeli nilai (Value Buyers), dan sebagian lainnya lagi akan menjadi pembeli yang
untuk tiga kelompok ini. Untuk pembeli harga, perusahaan perlu menawarkan produk
yang sudah di preteli dan layanan yang telah dikurangi. Untuk pembeli nilai,
keintiman pelanggan.
4. Value Pricing
penetapan harga nilai (value pricing), dimana perusahaan tersebut memikat hati
pelanggan yang loyal dengan menetapkan harga yang lumayan mudah untuk tawaran
yang bermutu tinggi. Penetapan harga nilai bukanlah sekedar menetapkan harga yang
mengorbankan mutu, dan menurunkan harga yang lumayan besar guna menarik
Harga yang ada mengikuti harga pasar yang ada berdasarkan harga jual yang
pesaing, mengenakan harga sama, lebih mahal, atau lebih murah dibandingkan harga
pesaing utama.
42
Metode ini menggunakan sistem penawaran harga dan biasanya melibatkan
agen pembelian. Jadi bila ada perusahaan atau lembaga yang ingin membeli suatu
ditentukan berdasarkan dugaan perusahaan tentang berapa besar harga yang akan
ditetapkan pesaing, bukan biaya dan permintaannya sendiri yang digunakan ketika
untuk jangka waktu tertentu, kemudian diadakan semacam lelang untuk menentukan
2.2.8 Pendapatan
tertentu misalnya satu bulan, satu tahun dan lain-lain. Pendapatan rumah tangga dapat
dibagi menjadi dua yaitu pendapatan yang berasal dari usaha dan pendapatan yang
berasal dari luar usaha. sedangkan menurut Sukirno (2006), bahwa pendapatan dapat
bersumber dari penjualan barang dan jasa yang dibeli atau digunakan oleh konsumen.
Besar kecilnya pendapatan yang diterima tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah
produksi yang dihasilkan dan biaya-biaya yang dikeluarkan namun harga output
merupakan faktor penting yang perlu diperhatika. Dalam hal ini pasar memegang
peranan penting terhadap harga yang berlaku, sedangkan produsen selalu ada posisi
yang paling lemah kedudukannya dalam merebut peluang pasar (Soekartawi, 2001).
43
Pendapatan kotor dapat dihitung menggunakan rumus menurut Soekartawi (2001),
yaitu:
TR = P X Py ............................................................................................................... (4)
Keterangan:
TR = Pendapatan kotor / Total penerimaan
P = Produksi
Py = Harga produksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1) Efisiensi biaya produksi, produk yang
yang efisien akan menyebabkan biaya produksi akan semkain rendah, (2) Efiesien
penerimaan dengan semua biaya produksi yang telah dikeluarkan artinya keuntungan
sehingga dengan diperolehnya keuntungan maka suatu usaha yang dijalankan terus
usaha, pendapatan bersih berguna untuk mengukur imbalan yang diperoleh dari
π = TR – TC ............................................................................................................... (5)
44
keterangan:
π = Keuntungan
TR = Pendapatan kotor / Total penerimaan
TC = (Total Cost) Total Biaya
oleh pengusaha, sesudah dikurangi dengan biaya-biaya produksi. Atau dengan kata
lain, laba pengusaha adalah silsilah antara penghasilan kotor dan biaya-biaya
produksi. Laba ekonomis dari barang yang dijual adalah selisih antara penerimaan
yang diterima dari penjualan dan biaya peluang dari sumber yang digunakan untuk
membuat barang tersebut. Jika biaya lebih besar dari pada penerimaan yang berarti
Keuntungan atau laba menunjukan nilai tambah (hasil) yang diperoleh dari
berdasarkan modal yang dijalankan. Dengan modal itulah keuntungan atau laba di
peroleh, inilah yang menjadi tujuan utama setiap perusahaan (Muhammad, 1995).
bentuk uang setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha.
2.2.9 Efisiensi
mangadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen
akhir kepada semua pihak yang ikut serta didalam kegiatan produksi dan pemasaran.
45
Pasar komoditas pertanian yang tidak efisiensi akan terjadi jika biaya pemasaran
semakin besar dari nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.
Efisiensi pemasaran dapat terjadi, yaitu pertama, jika biaya pemasaran dapat ditekan
harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi. Ketiga,
tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan keempat, adanya kompetisi pasar yang
sehat.
Return Cost Ratio (RCR).Dalam perhitungan analisis sebaiknya R/C dibagi menjadi
dua yaitu R/C yang menggunkan biaya secara rill di keluarkan pengusaha dan R/C
yang menghitung semua biaya, baik biaya rill yang dikeluarkan maupun biaya yang
Retrun Cost Ratio (RCR). Dalam perhitungan analisis sebaiknya R/C dibagi menjadi
dua, yaitu R/C yang menggunakan biaya secara rill di keluarkan pengusaha dan R/C
yang menghitung semua biaya, baik biaya rill yang dikeluarkan maupun biaya yang
TR
RCR = ................................................................................................................. (6)
TC
46
Keterangan:
Menurut Hayani et al. (1987), nilai tambah merupakan pertambah nilai suatu
komoditas karena adanya input fungsional yang diperlukan pada komoditas tersebut.
Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (farm utility), pemindahan
perubahan yang diperlakukan terhadap komoditas tertentu maka makin besar nilai
tambah yang diperoleh. Nilai tembah dapat dihitung dengan dua cara yaitu
menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah
menghitung nilai variabel-variabel output, input, harga output, harga bahan baku, dan
sumbangan input lain serta balas jasa dari masing-masing faktor produksi.
Sumbangan input lain adalah input dari penggunaan bahan-bahan lain yang ikut
dalam proses pertambahan nilai tersebut selain bahan baku dan tenaga kerja.
47
Sumbangan input lain tersebut terdiri dari bahan bakar, bahan penolong, bahan
keuntungan dan tenaga kerja. Persentase nilai tambah yang dihasilkan dari proses
pendukung dalam perhitungan nilai tambah terdiri dari tiga kompenen yakni faktor
konversi, faktor koefisien tenaga kerja, dan nilai produk. Faktor konversi
menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, sedangkan
faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk mengolah satu satuan input, dan nilai produk menunjukkan nilai output
persatuan input.
Adapun kelebihan dari metode Hayami ini antara lain: (1) dapat diketahui besarnya
nilai tambah dan output; (2) dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik
faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, modal, sumbangan input lain, dan
keuntungan; (3) prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat digunakan untuk
Sedangakan kelemahan dari metode Hayami antara lain: (1) pendekatan rata-rata
tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk
mengatakan apakah balas jasa pemilik faktor produksi sudah layak atau belum.
48
2.3 Penelitian Terdahulu
Produksi Minyak Atsiri Serai Wangi (Studi kasus: ASSA Citronella Agung Bogor).
Tujuan penelitian menganalisis keuntungan dan nilai tambah dari usaha pengolahan
serai wangi menjadi minyak atsiri di ASSA Citronella Agung. Metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini, guna melihat berapa besarnya nilai tambah dari
pengolahan serai wangi menjadi minyak atsiri adalah metode Hayami. Penentuan
sampel penelitian menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif. Alat analisis yang
digunakan adalah analisis keuntungan menggunakan R/C Rasio, Net B/C Rasio,
Break Even Point (BEP) dan Payback Period (PP) untuk mengetahui aspek finansial
pada usaha produksi minyak atsiri serai wangi dan analisis nilai tambah untuk
mengetahui besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari usaha produksi minyak atsiri.
Hasil dan pembahasan penelitian pengolahan serai wangi menjadi minyak atsiri di
ASSA Citronella Agung Bogor masih layak dijalankan dengan hasil nilai R/C Rasio
2,99 pada tahun 2015 dan 2,84 pada tahun 2016 dengan nilai B/C Rasio secara
berturut 0,50 dan 0,54. BEP produksi mendapatkan nilai sebesar 345,07 Kg pada
tahun 2015 dan 364,03 Kg pada tahun 2016 dengan BEP harga secara berturut
2,31 pada tahun 2015 dan 2,03 pada tahun 2016. Nilai tambah dalam satu kilogram
bahan baku serai wangi sebesar Rp 469,289/Kg artinya untuk setiap satu kilogram
bahan baku serai wangi yang digunakan memberikan penambahan nilai sebesar Rp
469,289 dalam produksi minyak atsiri serai wangi dengan rasio nilai tambah sebesar
41,927% pada tahun 2015 sedangkan pada tahun 2016 nilai tambah yang dihasilkan
49
sebesar Rp 469,389 /Kg dengan rasio nilai tambah sebesar 41,895%. Keuntungan
Ernita dkk (2020), melakukan penelitian dengan judul Analisis Nilai Tambah
dan Kelayakan Finansial Industri Minyak Serai Wangi di tempat Kelompok Tani
Serai Wangi Berkat Yakin Desa Balai Batu Sandaran Kota Sawahlunto. Tujuan
penelitian adalah menentukan nilai tambah dan kelayakan finansial usaha minyak
serai wangi pada Industri Minyak Serai Wangi Berkat Yakin Desa Balai Batu
Sandaran. Metode ini menggunakan metode survey. Analisis data dilakukan dengan
ditunjukkan oleh indikator seperti: Benefit Cost Ratio (B/C), Internal Rate of Return
(IRR), Net Present Value (NPV) dan Payback Periods (PBP). Hasil analisis nilai
tambah yang diperoleh dari hasil pengolahan serai wangi dengan bahan baku
Sedangkan rasio nilai tambah produk minyak serai wangi adalah sebesar 84%,
artinya 84% dari nilai output (produk minyak serai wangi) merupakan nilai tambah
yang diperoleh dari proses pengolahan serai wangi menjadi minyak serai
wangi didapatkan NPV Rp 1.635.698.925, - IRR 37,60%, B/C Ratio 1,45, dan
PBP adalah 3 tahun 6,5 bulan. Ditinjau dari aspek ekonomi, usaha produksi
Indah, dkk (2021) melakukan penelitian berjudul Analisis Efisiensi dan Nilai
50
keuntungan dan R/C rasio yang diperoleh serta menganalisis nilai tambah
Nganjuk. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh atau
sensus dengan analisis data adalah analisis biaya, penerimaan, keuntungan, R/C ratio
dan Analisis Nilai Tambah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agroindustri minyak
efisien dan menguntungkan untuk diusahakan dengan nilai R/C Ratio sebesar 1,30
(>1) dan nilai tambah dari proses pengolahan daun cengkeh menjadi minyak cengkeh
adalah sebesar Rp 3.087,-/Kg artinya setiap 1 kilogram daun cengkeh yang diolah
nilai tambah yang diperoleh sebesar 49% dari total output. Hal ini menunjukkan
Kabupaten Nganjuk tergolong dalam kategori nilai tambah tinggi (rasio >40%).
Penyulingan Minyak Atsiri Sereh Wangi Di Desa Teluk Kepayang Kecamatan Kusan
Hulu Kabupaten Tanah Bumbu (Studi Kasus Pada Usaha Penyulingan Minyak Atsiri
yang akan dilakukan, dan mengetahui permasalahan yang dihadapi. Metode yang
digunakan adalah metode survey, dengan studi kasus pada usaha penyulingan minyak
atsiri sereh wangi. Kuesioner diberikan kepada pengelola usaha yaitu Bapak
51
Basaluddin Salem. Hasil dari penelitian ini adalah biaya total sebesar RP.38.933.362,
terdiri dari biaya tetap sebesar RP.683.662 dan biaya variabel sebesar Rp.38.249.700,
kelayakan usaha dengan RCR 1,27. Pengembangan usaha yang dapat dilakukan
adalah dengan mengembangkan usaha ke arah integrasi dengan ternak sapi dengan
memanfaatkan limbah yang dihasilkan oleh proses penyulingan berupa daun sereh
wangi kering yang dapat diolah menjadi silase untuk pakan sapi. Permasalahan yang
dihadapi adalah input yang tidak stabil, kendala tenaga panen, dan sebagian
Pengolahan Serai Wangi Menjadi Minyak Serai Wangi Dan Pemasarannya (Kasus:
Sumatera Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengolahan serai wangi
menjadi minyak serai wangi, mengetahui pendapatan usaha pengolahan serai wangi
menjadi minyak serai wangi, mengetahui nilai tambah pengolahan serai wangi
menjadi minyak serai wangi, mengetahui kelayakan usaha pengolahan serai wangi
menjadi minyak serai wangi dan mengetahui pemasaran minyak serai wangi.
Penelitian dilakukan selama 3 bulan (Desember 2020 s/d Februari 2020 dengan satu
menjadi minyak serai wangi di daerah penelitian tergolong sederhana dan masih
setiap hari proses pengolahan serai wangi menjadi minyak serai wangi, nilai tambah
52
pengolahan serai wangi menjadi minyak serai wangi tergolong tinggi dengan rasio
nilai tambah sebesar 57,10 %, pengolahan minyak serai wangi menjadi minyak serai
wangi layak diusahakan dengan tingkat efisiensi (RCR) sebesar 1,21 dan pemasaran
minyak serai wangi di daerah penelitian tergolong efisien dengan nilai efisiensi
Deskripsi usaha penyulingan daun cengkeh. (2) Nilai tambah usaha penyulingan
minyak daun cengkeh dengan menggunakan rumus nilai tambah metode Hayami.
menggunakan metode Informan dan data yang digunakan adalah data primer dan data
tambah sebesar Rp 2.772.500 untuk per 2000 Kg daun cengkeh yang di olah menjadi
kedelai meliputi (1) Biaya produksi, pedapatan, efisiensi, nilai tambah dan tingkat
53
pengusaha dan 7 pengusaha tempe di Kabupaten Indragiri Hulu. Metode analisis
yang digunakan adalah analisis nilai tambah, secara deskriftif kuantitatif. Hasil
merek dagang dan izin usaha secara resmi. Bahan baku yang digunakan dalam
satu kali proses untuk agroindustri tahu adalah kedelai sebanyak 144 Kg, dengan
bahan penunjang berupa air cuka, solar, kayu bakar, dan plastik. Biaya produksi
sebesar Rp 1.002.222, biaya terbesar adalah untuk bahan baku yaitu Rp.
RCR sebesar 1,95, dan ROI sebesar 59,24%. sedangkan pada agroindustri tempe,
penggunaan kedelai sebanyak 157 Kg, dengan bahan penujang berupa ragi, daun
pisang, kayu bakar, listrik, dan solar. Biaya produksi agroindustri tempe sebesar
Pekanbaru (Studi Kasus Cv. Gaharu Plaza Indosesia). Daun Gaharu jenis Aquilaria
malaccensis Lamk digunakan sebagai bahan baku pada agroindustri teh daun
menggunakan metode survey studi kasus. Analisis data untuk menghitung nilai
menunjukan bahwa usaha agroindustri teh daun gaharu oleh CV. Gaharu Plaza
54
Indonesia merupakan usaha kecil atau usaha mikro. Teknologi dalam pengolahan
teh daun gaharu adalah semi mekanis, sudah memiliki sertifikat produksi pangan
industri rumah tangga, izin usaha perdagangan kecil dan dinas kesehatan. Bahan
baku yang digunakan untuk satu kali proses produksi untuk agroindustri teh daun
gaharu adalah daun gaharu sebanyak 4 kg, dengan bahan penunjang berupa bunga
melati, kantung bag teh celup, kotak kemasan, kemasan standing pouch, plastik rool
pengolahan daun gaharu menjadi teh daun gaharu sebesar Rp 13.269, dengan rasio
99,28 %. Untuk nilai RCR sebesar 2,48 dengan kriteria nilai RCR > 1
pendapatan agroindustri tepung sagu dan olahan tepung sagu, menentukan nilai
tambah sagu. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode survei.
Sampel diambil secara bertahap, pertama penentuan sampel kecamatan, untuk kilang
sagu diambil secara simple random sampling yaitu Kecamatan Tebing Tinggi Barat,
sedangkan untuk olahan tepung sagu diambil secara purposive sampling, yaitu
Kecamatan Tebing Tinggi, karena merupakan sentra olahan tepung sagu dan kegiatan
55
pertimbangan kegiatan pengolahan dilakukan kontinue dan kemudahan dalam
mendapatkan data. Metode analisis yang digunakan adalah analisis secara deskriptif
pengolah tepung sagu meliputi mie sagu sebesar Rp 3.911.324, kerupuk sagu Rp
sagu dan olahan tepung sagu efisien dan layak untuk dikembangkan, nilai Return
Cost Ratio (RCR) lebih besar dari satu. 3) Nilai tambah yang diperoleh dari
pengolahan tual sagu menghasilkan tepung sagu per kg bahan baku sebesar Rp
623,62, sedangkan pada olahan tepung sagu, sagu lemak memberikan nilai tambah
lebih besar dibandingkan olahan lainnya (kerupuk sagu, mie sagu dan sagu rendang).
Kabupaten Siak (Studi Kasus UD Putra Mandiri). Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis (1) Karakteristik pengusaha, tenaga kerja dan profil usaha (2)
pengolahan dan produksi (3) Biaya produksi, pendapatan, efisiensi dan nilai tambah.
Penelitian ini menggunakan metode Survey Pada Studi Kasus UD. Putra Mandiri di
sampel dilakukan secara sensus. Jumlah responden yang diambil sebanyak 7 orang
terdiri dari 1 pengusaha dan 6 tenaga kerja. Jenis data terdiri dari data primer dan
skunder. Analisis data terdiri dari analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
56
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Umur pengusaha 51 Tahun. Tingkat
pengalaman berusaha 20 tahun. Umur tenaga kerja rata-rata 31,5 tahun. Tingkat
pendidikan tenaga kerja rata-rata 10,5 tahun. Jumlah tanggungan keluarga tenaga
kerja rata- rata 1,6 orang. Usaha didirikan pada tahun 2000 dengan sumber modal
sendiri dan tenaga kerja sebanyak 6 orang (TKLK). (2) Bahan baku yang digunakan
Kg/Proses Produksi. (3) Biaya total pada usaha agroindustri dodol buah-buahan
dan pendapatan bersih Rp. 6.892.123/Proses Produksi. Efisiensi sebesar 2,3 sudah
efisien. Nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp. 3.826.000/Kg. Rasio nilai tambah
6.270% dan keuntungan pengusaha sebesar 6.169%. Biaya total pada usaha
Produksi. Efisiensi sebesar 2,3 sudah efisien. Nilai tambah yang diperoleh sebesar
Rp. 8.074.000/Proses Produksi. Rasio nilai tambah 67,2%. Margin keuntungan Rp.
karakteristik pengusaha dan profil usaha, (2) ketersediaan bahan baku dan penunjang,
57
proses produksi dan teknologi pengolahan, (3) biaya, produksi, pendapatan, efisiensi,
keuntungan dan nilai tambah yang diperoleh dari pembuatan gula kelapa. Penelitian
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Metode analisis
data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
rata umur 37,40 tahun, tingkat pendidikan 5,70 tahun, tanggungan keluarga 3,50 jiwa.
Profil usaha agroindustri gula kelapa rata-rata tenaga kerja 2,3 orang tenaga kerja
dalam keluarga, luas lahan 0,66 Ha atau sebanyak 28,8 pohon sadap, umur tanaman
21,9 tahun, jumlah modal Rp 1.520.000. bahan baku nira kelapa tersedia pada usaha
tergantung kepada pemilik lahan, teknologi, yang digunakan masih sangat sederhana,
produksi yang diperoleh usaha berupa nira kelapa sebanyak 51 liter dan gula kelapa
9,6 Kg. Total biaya agroindustri gula kelapa sebesar Rp 105.864. Pendapatan usaha
gula kelapa sebesar Rp 124.800. pendapatan kotor pengusaha gula kelapa sebanyak
Rp. 18.936. Efisiensi usaha sebesar 1,17. Nilai tambah yang diperoleh dari usaha
agroindustri gula kelapa sebesar Rp 58.820 per proses. Marjin yang diperoleh sebesar
Rp 122.800 dengan rasio sumbangan input lain sebesar 52,10% dengan keuntungan
minyak atsiri, yang tergolong sudah berkembang. Hasil penyulingan daun serai wangi
58
diperoleh minyak serai wangi yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama
Citronella Oil. Minyak serai wangi Indonesia dipasaran dunia terkenal dengan nama
“Citronella Oil of Java”. Tanaman serai wangi dibagi menjadi dua jenis, mahapengeri
dan lena batu. Mahapengeri mempunyai bentuk daun yang lebih pendek dan lebih
wangi. Tanaman serai wangi sebagai sumber kebutuhan masyarakat salah satu nya
yang bisa di manfaatkan oleh masyrakat yang diolah menjadi minyak atsiri untuk
menjadi suatu usaha yang dapat mencakup kebutuhan pendapatan rumah tangga di
Dalam agroindustri pengolahan minyak serai wangi, yang menjadi hal utama
adalah produksi yang mulai dari pengadaan bahan baku, sistem dan mekanisme
pengolahan minyak serai wangi yang dihasilkan. Analisis yang digunakan yaitu
agroindustri minyak serai wangi yaitu: umur, pendidikan, pengalaman dan jumlah
anggota keluarga. Sedangkan untuk profil usaha meliputi: sejarah usaha, umur usaha,
asal usaha, dan modal usaha, ketersediaan bahan baku, teknologi pengolahan, dan
biaya produksi, produksi, harga, pendapatan, efisiensi dan nilai tambah. Agar lebih
jelas dapat dilihat pada skema kerangka berpikir agroindustri minyak atsiri serai
59
Analisis Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti
Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat
60
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus pada usaha
penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagri Panti Selatan Kecamtan Panti
daerah Kecamatan Panti adalah karena daerah tersebut merupakan salah satu daerah
penghasil serai wangi yang menghasilkan produk dalam bentuk Minyak Atsiri Serai
Wangi. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan mulai bulan Januari
sampai Juni 2022, yang meliputi penyusunan proposal, penelitian, pengumpulan data,
menggunakan teknik sengaja (purposive sampling) kelebihan dari teknik ini adalah
sampel terpilih biasanya adalah individu atau personal yang mudah ditemui atau di
ketahui oleh peneliti, dengan itu peneliti mengambil 1 (satu) pelaku usaha minyak
atsiri serai wangi dari 6 (enam) pelaku usaha yang bertempat tinggal di Nagari Panti
Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat. Pelaku usaha
dibandingkan pelaku usaha yang lain. 2) Usaha minyak serai wanginya berkembang
cukup baik dan sudah beroperasi selama 3 tahun. Responden penelitian ini adalah
Pengusaha dan tenaga kerja yang ada di usaha penyulingan minyak serai wangi. Total
61
responden adalah sebanyak 3 orang yang terdiri dari 1 pengusaha dan 2 orang tenaga
kerja.
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan
dalam bentuk angka. Data kualitatif terdiri dari kondisi usaha dan penunjang
Data kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur dan dihitung secara
langsung yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan
atau berbentuk angka. Data kuantitatif berupa data angka yang bentuknya berupa
fakta dan informasi usaha usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari
Panti Selatan yang sudah disusun dan lebih terukur. Data kuanititaif terdiri dari biaya,
Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah bersumber dari data
primer dan sekunder. Menurut Hasan (2004) data primer adalah data yang diperoleh
atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian yang
menggunakan kuesioner dengan pelaku usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi.
62
Biaya produksi usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi diantaranya yaitu
bahan baku (serai wangi), biaya input lain (air dan kayu bakar); peralatan (tungku
penyulingan, pipa, jerigen, sabit, corong minyak, katrol, garu); harga beli peralatan,
Sedangkan data sekunder adalah sumber data yang tidak diperoleh secara
langsung, namun diperoleh dari studi literatul buku, skripsi, internet, jurnal,
penelitian, dan berbagai publikasi resmi dari lembaga terkait seperti BPS, Dinas
(Tahun/jiwa).
5. Profil usaha meliputi sejarah usaha, modal usaha dan jumlah tenaga kerja dalam
63
7. Modal usaha terdiri atas sumber modal dan jumlah modal yang dikeluarkan
8. Tenaga kerja adalah orang yang bekerja untuk kegiatan proses produksi
atsiri serai wangi menggunkan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, alat,
10. Satu kali proses produksi adalah lamanya waktu yang digunakan dalam proses
produksi minyak atsiri serai wangi mulai dari penyulingan bahan baku sampai
11. Satu hari proses produksi dilakukan sebanyak 4 kali proses produksi dengan 6
alat penyulingan.
12. Teknologi produksi adalah alat yang digunakan dalam memproduksi olahan
13. Penggunaan faktor produksi adalah penggunaan bahan baku, bahan penunjang
14. Bahan baku adalah serai wangi yang digunakan dalam pembuatan minyak atsiri
15. Bahan penunjang adalah input produksi yang digunakan dalam dalam
pengolahan serai wangi selain bahan Baku, seperti kayu bakar dan air (Kg,
64
16. Biaya tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan volume
rupiah (Rp).
17. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya selalu berubah tergantung dari besar
kecilnya produksi, terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penunjang, biaya
penjualan, biaya pengemasan dan biaya bahan bakar dinyatakan dalam satuan
rupiah (Rp)
18. Biaya total adalah biaya keseluruhan biaya tetap dan varabel yang dinyatakan
19. Produksi adalah jumlah minyak atsiri serai wangi yang dihasilkan dalam satu
20. Biaya overhead atau biaya produksi yang dikeluarkan selain dari biaya bahan
baku dan upah tenaga kerja luar keluarga. Biaya overhead terdiri atas biaya
21. Penyusutan alat adalah nilai susut alat, mesin dan bangunan yang dikeluarkan
22. Upah tenaga kerja adalah nilai upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja
(Rp/HOK).
23. Harga adalah nilai uang atau standar ketetapan nilai jual dari produk minyak
24. Harga bahan baku adalah harga serai wangi untuk membuat minyak atsiri serai
wangi (Rp/Kg).
65
25. Harga jual adalah harga yang ditetapkan dalam penjualan minyak atsiri serai
wangi (Rp/Kg).
26. Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima atas penjualan produk minyak
27. Pendapatan kotor adalah jumlah produksi agroindustri dikalikan dengan harga
28. Pendapatan bersih adalah pendapatan yang diperoleh dari selisih pendapatan
kotor dengan biaya produksi dalam agroindustri minyak atsiri serai wangi (Rp).
29. Efisiensi Usaha (RCR) adalah ukuran keberhasilan usaha agroindustri yaitu,
30. Nilai tambah adalah penambahan nilai yang dihasilkan oleh tenaga kerja dari
pengolahan bahan baku serai wangi sehingga menjadi minyak serai wangi
(Rp/Kg).
Data yang di peroleh dari responden pelaku usaha minyak atsiri serai wangi
3.5.1 Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha Agroindustri Minyak Atsiri
Serai Wangi
dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Untuk profil usaha agroindustri
66
minyak atsiri serai wangi meliputi sejarah usaha, modal usaha dan jumlah tanggungan
deskriptif kualitatif.
bahan baku dan bahan penunjang pada usaha agroindustri penyulingan minyak atsiri
serai wangi di Nagari Panti Kecamatan Panti Selatan Kabupaten Pasaman Provinsi
Sumatra Barat ini yaitu dengan analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
Prose produksi digunakan untuk mengetahui apa saja proses produksi dalam
kegiatan usaha agroindustri penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti
sangatlah penting, baik itu dari teknologi manual ataupun dari teknologi mekanisasi,
oleh karena itu perlu diketahui apa saja teknologi pengolahan yang digunakan dalam
kegiatan usaha agroindustri penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti
67
Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat. Adapun alat
yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan
Untuk analisis usaha berupa biaya produksi, harga, pendapatan, efisiensi dan
nilai tambah usaha agroindustri minyak serai wangi dianalisis melalui analisis
kuantitatif.
Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan baik biaya tetap maupun
biaya variabel. Biaya produksi dihitung dengan menggunakan rumus umum menurut
Hermanto (2009):
Keterangan:
(Rp/Unit/PP/Hari/Bulan/Tahun)
TFC = Total biaya tetap usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi (Rp/Kg/
PP/Hari/Bulan/Tahun)
TVC = Total biaya variabel usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi (Rp/Kg/
PP/Hari/Bulan/Tahun)
68
Keterangan:
TC = Biya total usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi (Rp/Unit/
PP/Hari/Bulan/Tahun)
TFC = Total biaya tetap usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi (Rp/Kg/
PP/Hari/Bulan/Tahun)
peralatan adalah bekurangnya nilai suatu alat setelah digunakan dalam proses
𝑁B−NS
D=
UE
................................................................................. (3)
Keterangan:
NB = Nilai beli alat (Rp/ PP/Hari/Bulan/Tahun) dengan taksiran 20% dari harga
beli
69
3.5.2.2.2 Produksi
Produksi adalah jumlah produk yakni minyak atsiri serai wangi yang
dihasilkan dalam satuan liter per proses produksi yang dianalisis dengan analisis
kuantitatif.
3.5.2.2.3 Harga
Harga minyak atsiri serai wangi adalah suatu yang bisa disamakan dengan
uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari pembelian minyak atsiri
serai wangi bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu.
Untuk menganalisis harga minyak atsiri serai wangi dalam penelitian ini digunakan
analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menjelaskan harga jual minyak atsiri serai
3.5.2.2.4 Pendapatan
a) Pendapatan Kotor
Pendapatan kotor adalah jumlah produksi minyak atsiri serai wangi di kalikan
dengan harga jual pada saat penelitian. Untuk mengitung pendapatan kotor, yaitu
(Hermanto, 2003):
Keterangan:
70
b) Pendapatan Bersih
kotor dengan biaya produksi minyak atsiri serai wangi. Pendaptan bersih dihitung
π = TR − TC ......................................................................................................... (7)
Keterangan:
(Rp/PP/Hari/Bulan/Tahun)
(Rp/PP/Hari/Bulan/Tahun)
(Rp/PP/Hari/Bulan/Tahun)
3.5.2.2.5 Efisiensi
dalam proses produksi. Untuk mengetahui efisiensi usaha agroindustri minyak atsiri
serai wangi menggunakan perhitungan retrun cost ratio (RCR) dengan rumus
Hernanto (2009):
TR
RCR = ............................................................................................................. (8)
TC
Keterangan:
71
kriteria:
RCR > 1 berarti usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi sudah efisiensi dan
menguntungkan
RCR = 1 berarti usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi berada pada titik impas
(balik modal)
RCR < 1 berarti usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi tidak efisiensi dan tidak
menguntungkan
suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditas
tersebut. Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (form utility),
pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Analisis nilai
tambah komoditas minyak atsiri serai wangi dihitung menggunakan metode Hayami
72
Tabel 4. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami
No Variabel Satuan Nilai
I. Output, Input dan Harga
1 Output Kg 1
2 Input Kg 2
3 Tenaga Kerja Langsung HOK 3
4 Faktor Konversi Kg (4) = (1)/(2)
5 Koefisien Tenaga Kerja Langsung (HOK/Kg) (5) = (3)/(2)
6 Harga output (Rp/Kg) 6
7 Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK) 7
II. Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp) 8
9 Sumbangan Input lain (Rp) 9
10 Nilai Output (Rp) (10) = (1) x (6)
a.Nilai tambah (Rp) (11a) = (10) – (8) – (9)
11
b.Rasio Nilai Tambah (%) (11b) = (11a)/(10)x100%
a.Pendapatan Tenaga Kerja langsung (Rp) (12a) = (5) x(7)
12
b.Pangsa Tenaga Kerja (%) (12b) = (12a)/(11a)x100%
a.Keuntungan (Rp) (13a) = (11a)-(12a)
13
b.Tingkat Keuntungan (%) (13b) = (13a)/(11a)x100%
III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14 Marjin (Rp) (14)=(10)-(8)
a. Pendapatan Tenaga Kerja langsung (%) (14a)=(12a)/(14)x100%
b. Sumbangan Input Lain (%) (14b)=(9)/(14)x100%
c. Keuntungan Pengusaha (%) (14c)=(13a)/(14)x100%
Sumber: Wahyudi (2016)
a. Output adalah jumlah minyak atsiri serai wangi yang dihasilkan dalam satu
b. Tenaga kerja adalah banyaknya jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung dalam
73
c. Faktor konversi adalah banyaknya output yang dihasilakan dalam satu satuan
input, yakni banyaknya minyak atsiri serai wangi yang dihasilkan dalam satu kali
d. Koefisien tenaga kerja langsung adalah banyaknya tenaga kerja langsung yang
f. Upah tenaga kerja adalah upah rata-rata yang diterima tenaga kerja langsung
g. Harga bahan baku adalah harga beli bahan baku serai wangi per kilogram
(Rp/Kg)
h. Sumbangan input lain adalah biaya pemakaian input lain perkilogram produk
(Rp/Kg)
i. Nilai output menunjukkan nilai output minyak atsiri serai wangi dengan nilai
bahan baku utama serai wangi dan sumbangan input lain (Rp/Kg)
j. Nilai tambah adalah selisih nilai output minyak atsiri serai wangi dengan nilai
bahan baku utama serai wangi dan sumbangan input lain (Rp/Kg)
k. Rasio nilai tambah adalah menunjukkan persentase nilai tambah dari nilai produk
(%).
l. Pendapatan tenaga kerja adalah hasil kali antara koefisien tenaga kerja dan upah
m. Pangsa tenaga kerja adalah menunjukkan persentase pendapatan tenaga kerja dari
74
o. Tingkat keuntungan adalah menunjukkan persentase keuntungan terhadap nilai
tambah (%).
75
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Pasaman, terdiri dari Kecamatan Pantu yang merupakan salah satu kecamatan di
wilayah Kabupaten Pasaman, yang terdiri atas 26 Jorong. Luas wilayah Kecamatan
Panti adalah 194,50 km². (Kecamatan Panti Dalam Angka 2020). Salah satu Nagari
yang ada disana yaitu Nagari Panti Selatan yang menjadi tempat penelitian, Nagari
Panti Selatan memiliki luas wilayah sebesar 64, 17 km² (Kecamatan Panti Dalam
Angka 2020).
Tabel 5. Luas wilayah dan Persentase Luas Wilayah Menurut Nagari di Kecamatan
Panti Tahun 2020
Persentase Luas
No Nagari Luas Wilayah (km2)
Wilayah (%)
1 Panti 50,18 26,00
2 Panti Selatan 64,17 33,00
3 Panti Timur 80,15 41,00
Kecamatan Panti 194,5 100,00
Sumber: BPS, Kecamatan Panti Dalam Angka 2020
Diantara ke 3 Nagari tersebut yang paling luas wilayahnya yaitu Nagari Panti
Timur dengan luas wilayah 80,15 km². Diikuti Nagari Panti Selatan dengan luas
wilayah 60,17 km². Sedangkan Nagari yang relative kecil adalah Nagari Panti dengan
Lintang Utara dan antara 990 55’ sampai 100 11’ Bujur Timur. Kecamatan Panti
memiliki luas wilayah 194,50 km² dengan ketinggian dari permukaan air laut 221-
76
a. Sebelah Utara : Kecamatan Padang Gelugur
4.2 Demografi
jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian dan imigrasi.
negara karena penduduk adalah subjek sekaligus objek bagi upaya pembangunan
Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang telah menetap selama satu
tahun atau lebih atau berencana menetap di wilayah Indonesia selama minimal satu
tahun. Jumlah penduduk Kecamatan Panti pada tahun 2020 yaitu 39.234 jiwa terdiri
dari 19.451 laki-laki dan 19.783 perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Panti Tahun 2020
Jumlah penduduk(Jiwa) Laki- laki(Jiwa) Perempuan(Jiwa)
39.234 19.451 19.783
Sumber: BPS Kecamatan Panti Dalam Angka 2020
Dilihat dari rasio jenis kelamin (sex ratio) terlihat bahwa secara keseluruhan
rasio jenis kelamin penduduk Kecamatan Panti adalah 98, 32. Artinya, dari 100
77
penduduk perempuan terdapat laki-laki 108. Tercatat ada 1 kelompok umur dengan
rasio jenis kelamin diatas 100, atau dengan kaa lain jumlah penduduk laki-lakinya
lebih banyak dibanding jumlah penduduk perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat
Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Nagari di Kecamatan Panti
Tahun 2020
Rasio
Laki-laki Perempuan Jumlah
No Nagari Jenis
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
Kelamin
1 Panti 6.458 6.793 13.251 95,07
2 Panti Selatan 7.652 7.476 15.038 101,15
3 Panti Timur 5.431 5.514 10.945 98,49
Kecamatan Panti 19.451 19.783 39.234 98,32
Sumber: BPS Kecamatan Panti dalam angka 2020
Berdasarkan tabel 7, bahwa jumlah penduduk yang paling banyak di
Kecamatan Panti adalah Nagari Panti Selatan berjumlah 15.083 jiwa. Sedangkan
yang paling sedikit penduduknya adalah Nagari Panti Timur berjumlah 10.945 jiwa.
masyarakat dilatih dan dididik dalam suatu pendidikan formal, dalam meningkatkan
pendidikan itu sarana dan prasarana yang mendukung berupa sarana yang berbentuk
78
fisik yaitu gedung sekolah. Di Kecamatan Panti, baik dari jenjang Sekolah Dasar
(SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) seperti yang terihat pada Tabel 8.
4.3.2 Ibadah
Tempat ibadah merupakan tempat yang digunakan oleh umat beragama untuk
Kecamatan Panti terdapat 51-unit mesjid, 37-unit mushalla dan 2-unit gereja
protestan.
4.3.3 Kesehatan
dalam melaksanakan kegiatan sehari - hari. Dari segi kesehatan di Kecamatan Panti
79
4.3.4 Perhubungan
lancar karena Kecamatan ini berada dilintas jalan darat yang beraspal. Aktivitas
petani di Kecamatan Panti ini adalah padi. Akan tetapi karena terjadi permasalahan
mereka menjadi serai wangi. Selain itu petani juga memanfaatkan lahan-lahan kosong
yang sebelumnya belum diolah kemudian ditanami juga tanaman serai wangi.
dan urutan ke 2 dengan hasil produksi tertinggi serai wangi dari 11 kecamatan
serai wangi sebagai komoditas utama yang ditanam saat ini dan sisanya sebagai
dan jagung.
bagi diri dan keluarga, seseorang memerlukan lapangan usaha sebagai mata
80
pencarian. Besar kecilnya penghasilan yang diperoleh tidak jarang dipengaruhi oleh
lapangan usaha. Berikut dapat dilihat lapangan usaha di Kabupaten Pasaman 2021
pada Tebel 9.
bekerja di lapangan usaha pertanian dengan jumlah orang sebanyak 73.393 atau
sebesar 55,33%. Lapangan usaha terbanyak kedua pada tahun 2021 bekerja di
lapangan usaha Jasa-Jasa sebesar 25.469 orang atau sebesar 19,20%, disusul oleh
usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran sebesar 17,81% (BPS Kabupaten Pasaman,
2021).
mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten Pasaman yaitu sebesar 40%.
Dari sektor pertanian ada 4 kelompok komoditas yang menjadi perhatian pemerintah
kabupaten Pasaman, yakni komoditas pangan utama, (padi, jagung dan kacang tanah),
komoditi perkebunan (karet, kakao dan kelapa sawit), komoditi perternakan (sapi,
81
kerbau,dan kambing) serta komoditi perikanan darat sesuai dengan yang telah di
82
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha Agroindustri Minyak Atsiri
Serai Wangi
kualitatif. Adapun hasil dari analisis adalah dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Pelaku Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di
Nagari Panti Selatan Tahun 2021
Pengalaman Jumlah
Umur Pendidikan
No Responden Berusaha Tanggungan
Tahun Tahun Tahun Jiwa
1 Pelaku Usaha 60 6 4 4
2 Tenaga Kerja 1 35 12 2 4
3 Tenaga kerja 2 40 12 3 3
Jumlah 135 30 9 11
Rata-rata 45 10 3 4
Sumber: Data Primer
5.1.1.1 Umur
produktif seseorang. Umur juga merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi cara berfikir dan kemampuan seseorang dalam berusah. BPS (2018),
mengelompokkan umur penduduk menjadi 3 kategori yaitu usia belum produktif (<
15 tahun), usia produktif (15-65 tahun), dan usia tidak produktif (> 65 tahun).
Berdasarkan tabel 10, dapat dilihat bahwa umur responden pada usaha agroindustri
minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan rata-rata berusia 45 tahun, yang
83
artinya tergolong produktif. Umur responden pada usaha ini lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian terdahulu oleh Indra Praja (2020) memiliki umur
responden rata-rata 37,40 tahun yang artinya umur pada responden ini tergolong
produktif. Individu yang berumur produktif kemampuannya untuk bekerja akan lebih
baik dibandingkan dengan individu yang tidak produktif, baik dalam segi fisik
pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Sehingga pelaku
usaha yang berpendidikan diharapkan dapat lebih aktif, optimis pada masa depan,
lebih efektif agar lebih produktif (Ismail, 2016). Menurut Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 jenjang pendidikan formal terdiri atas: pendidikan dasar (SD/IM dan
tingkat lebih tinggi SMP/MTs), pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, dan MAK)
Berdasarkan pada tabel 10, tingkat pendidikan tertinggi pada responden usaha
agroindustri minyak atsiri serai wangi rata-rata 10 tahun atau setara SLTP. Namun
tidak berarti menghambat dalam pengolahan penyulingan minyak atsiri serai wangi,
karena usaha penyulingan minyak atsiri serai wangi tidak menuntut keahlian tertentu
yang harus diperoleh melalui jenjang pendidikan formal yang tinggi tetapi dengan
malalui jalur pendidikan non-formal (seperti penyuluhan dan pelatihan) dan informal
(melalui berbagai pengalaman yang telah dilalui). Usaha ini lebih tingkat
84
pendidikannya dibanding dengan penelitian terdahulu oleh Indra Praja (2020)
yang baik.
faktor yang dapat menentukan keberhasilan usaha, karena dengan pengalaman yang
banyak akan memberikan pengalaman yang luas dan keterampilan yang semakin
meningkat. Pengalaman ini merupakan modal dasar dalam menerima inovasi untuk
dapat meningkatkan kemajuan usaha yang mereka kelola. Semakin lama pelaku usaha
dan pengalaman pengrajin dalam berusaha berbeda-beda atau tidak sama antara
baru (≤ 3 tahun) dan lama (> 3 tahun). Bedasarakan tabel 10, dapat dilihat bahwa
pengalaman berusaha pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari
Panti Selatan rata-rata telah dijalani selama 3 tahun, yang artinya pengalaman usaha
yang dimiliki pengusaha tergolong baru (≤ 3 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa
pelaku usaha penyulingan minyak serai wangi di Nagari Panti Selatan tergolong baru
dalam berusaha agroindustri minyak atsiri serai wangi. Usaha ini lebih rendah tingkat
85
(2020), yang sudah berpengalaman selama 20 tahun. Namun hal ini tidak
menghambat pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dan bahkan dapat menjadi
dari anggota keluarga selain kepala rumah tangga (istri, anak-anak, dan orang tua)
yang biaya kebutuhan hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga tersebut. Menurut
Kiswanti dan Rahmawati (2015), setiap adanya tambahan tanggungan keluarga akan
keluarga maka semakin meningkat beban hidup yang harus dipenuhi. Menurut United
Berdasarkan tabel 10, dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan keluarga pelaku
usaha pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan rata-
rata yaitu berjumlah 4 jiwa, yang artinya sesuai dengan jumlah tanggungan keluarga
yang ada di Indonesia (4 jiwa). Dapat dikatakan bahwa pengeluaran tidak dalam
jumlah besar yang harus dipenuhi. Semakin banyak anggota keluarga maka semakin
akan memaksa kepala keluarga untuk mengikut sertakan anaknya yang bahkan masih
di bawah umur (< 15 tahun) untuk bekerja menambah pemasukkan keluarga. Usaha
ini sama jumlah tanggungan keluarganya dengan penelitian terdahulu oleh Ilahi dan
86
Darus (2020), dengan rata-rata jumlah tanggungan 4 jiwa serta pada penelitian Indra
Usaha Penyulingan Minyak Serai Wangi yang menjadi tempat penelitian ini
adalah usaha milik bapak Nasrun yang berlokasi di Nagari Panti Selatan Kecamatan
Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Usaha ini berdiri pada Januari
2017 dan masih berjalan sampai saat ini. Modal yang digunakan untuk memulai
usaha, pelaku usaha harus memiliki kemampuan dalam mengelola usaha Agar Usaha
Penyulingan Minyak Serai Wangi ini menjadi lebih maju. Untuk itu perlu dilihat dari
umur, tingkat pendidikan serta pengalaman usaha karena dengan produktifnya umur
berpengaruh pada daya fikir dan daya tangkap pelaku usaha untuk lebih maju, dan
pengalaman usaha yang lama juga dapat mempengaruhi dalam usaha tersebut dengan
lamanya pengalaman usaha yang dijalankan maka pelaku usaha mengetahui kendala
apa saja yang terdapat pada usaha tersebut agar pelaku usaha lebih peka terhadap
usahanya.
Berdasarkan hasil survey, usaha penyulingan minyak atsiri serai wangi ini
didirikan oleh bapak Nasrun sejak tahun 2017. Usaha penyulingan minyak serai
wangi ini berlokasi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman
87
Provinsi Sumatera Barat. Pada akhir 2016, bapak Nasrun berkeinginan memulai
bisnis baru dibidang minyak atsiri dengan alasan indonesia sebagai pemasok minyak
atsiri dunia dan untuk harga perliter minyak serai wangi dulunya sebesar Rp 350.000.
Minyak atsiri yang dipilih beliau adalah komoditas serai wangi dikarenakan,
komoditas tersebut dalam hal perawatannya tidak sulit, usia panen yang cepat dan
resiko kehilangan sedikit karena banyak yang belum mengetahui manfaat dari serai
wangi.
Modal awal yang digunakan untuk mejalankan usaha tersebut hanya terbatas
dari kepemilikan pribadi. Pada akhir 2016, pemilik mulai menanam serai wangi
dengan luas lahan 2 Ha dan hanya memiliki 2 orang karyawan untuk membantunya
Modal (capital) adalah semua aset produksi berupa benda yang diciptakan
untuk menghasilkan barang atau jasa yang lain, yang berwujud uang (money capital)
maupun modal rill (real capital good). Dalam kontek manajemen, modal sering
diartikan sebagai keseluruhan aktiva sehingga mencangkup ekuitas dan utang bisnis.
Modal yang digunakan untuk mendirikan usaha penyulingan minyak serai wangi ini
adalah modal milik Bapak Nasrun secara pribadi. Modal yang digunakan untuk
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, suatu usaha disebut berskala mikro
apabila memiliki aset atau kekayaan bersih hingga Rp 50.000.000,00 sampai dengan
88
bahwa dilihat berdasarkan modal (aset) yang digunakan dalam usaha penyulingan
minyak serai wangi ini termasuk ke dalam golongan usaha mikro. Usaha ini lebih
tinggi jumlah modalnya dibandingkan dengan penelitian terdahulu oleh Indra Praja
5.1.2.3 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi
orang (berada dalam usia kerja) yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh
pelaku usaha dalam mengolah serai wangi menjadi minyak serai wangi yaitu
sebanyak 2 orang. Usaha ini lebih sedikit menggunakan tenaga kerja dibandingkan
penelitian terdahulu oleh Indra Praja (2020), yaitu menggunakan tenaga kerja
sebanyak 6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pekerja akan
meringankan suatu pekerjaan. Tetapi dengan sedikit pekerjaan yang harus dilakukan
5.2 Ketersedian dan Penggunaan Bahan Baku dan Penunjang, Proses dan
Teknologi Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi
Ketersediaan bahan baku dan bahan penunjang merupakan jumlah bahan baku
dan bahan penunjang yang harus disiapkan mulai dari usaha tani. Ketersedian bahan
baku didapat langsung dari kebun pemilik usaha yang telah ditanam seluas 2 hektare
dengan jumlah 2.000 rumpun serai wangi. Serai wangi yang diambil setelah umur
89
Untuk 2 hektare lahan, petani bisa melakukan penyulingan kurang lebih 2 bulan
tergantung dengan kondisi cuaca. Dengan demikian maka untuk ketersediaan bahan
Menurut Istari (2021), Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian
yang menyeluruh produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur
dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor, atau dari pengelolahaan sendiri. Didalam
memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan biaya sejumlah harga
beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan biaya – biaya pembelian,
Bahan baku yang digunakan dalam usaha agroindustri minyak atsiri serai
wangi ini adalah serai wangi yang didapat dari lahan pribadi seluas 2 Ha yang
ditanaman sendiri. Jumlah bahan baku dan kelembaban untuk penyulingan minyak
serai wangi ini berpengaruh terhadap banyak sedikitnya minyak serai wangi yang
akan dihasilkan nantinya. Banyaknya minyak atsiri serai wangi yang dihasilkan
tergantung dari tingkat kelebaban serai wanginya semakin kering serai wangi, maka
akan semakin banyak minyak yang dihasilkan. Setiap 1 Kg serai wangi kering
Selain menggunakan bahan baku, diperlukan juga input lain sebagai bahan
penunjang untuk menyempurnakan hasil produksi. Input lain yang digunakan dalam
proses penyulingan minyak atsiri serai wangi ini berupa kayu bakar dan juga air.
90
Untuk satu hari proses penyulingan yaitu sebanyak 4 kali proses produksi, 6
alat penyulingan dengan kapasitas alat penyulingan untuk bahan baku sebesar 40 Kg.
minyak serai wangi. Dalam seminggu waktu penyulingan hanya 2 hari yaitu hari
Tabel 11. Bahan Baku dan Input Lain pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi di Nagari Panti Selatan Tahun 2021
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
No Uraian Biaya Satuan
(PP) (Hari) (Bulan) (Tahun)
1 Serai Wangi Kg 240 960 7.680 92.160
2 Input Lain
a. Air m3 8,80 35,20 282 3.379
b. Kayu Bakar m3 0,01 0,02 0,19 0,29
Sumber: Data Primer 2021
Dari tabel 11, berdasarkan hasil penelitian bahan baku dan input lain pada
usaha agroindustri minyak atsiri untuk serai wangi sebanyak 240 kg/proses produksi,
input lain diantaranya air sebanyak 8,80 m 3/proses produksi, dan kayu bakar
sebanyak 0,1 m3/proses produksi. Penggunaan bahan baku dan input lain dalam satu
hari yaitu untuk serai wangi sebanyak 960 kg/hari, input lain diantaranya air sebanyak
35,20 m3/ hari, dan kayu bakar sebanyak 0,2 m 3/ hari. Penggunaan bahan baku dan
input lain dalam satu hari yaitu untuk serai wangi sebanyak 7.680 kg/bulan, input lain
diantaranya air sebanyak 282 m3/ bulan, dan kayu bakar sebanyak 0,19 m3/ bulan.
Penggunaan bahan baku dan input lain dalam satu hari yaitu untuk serai wangi
sebanyak 92.160 kg/Tahun, input lain diantaranya air sebanyak 3.379 m3/ Tahun, dan
91
5.2.3 Proses Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi
jenis faktor produksi. Dalam garis besarnya, faktor-faktor produksi tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi faktor produksi tenaga kerja, modal, dan alam. Dalam setiap
proses produksi, ketiga proses produksi itu dikombinasikan dalam jumlah dan
kualitas tertentu. Proses penyulingan minyak atsiri serai wangi dilakukan langsung
oleh 2 (dua) orang tenaga kerja di tempat usaha milik bapak Nasrun. Secara rinci
tahapan proses pembuatan minyak atsiri serai wangi dijelaskan sebagai berikut:
92
Tahap 2. Proses pengisian air.
Proses Pengisian air yang kedalam drum pemasak air yang digunakan untuk
penyulingan dengan drum berisi air untuk proses penguapan digabungkan dengan
menggunakan rantai besi lalu dikunci. Setelah pemasangan ketel dilanjutkan dengan
memasang pipa penghubung dari ketel ke pendingin. Lalu pengisian air sebanyak 2
93
Gambar 8. Proses Pemasangan Penutup Ketel dan Pemasangan Pipa Penghubung dari
ketel ke pendingin
pembakaran ini untuk memasak air yang berguna untuk proses penyulingan.
94
Gambar 10. Proses Pemasukkan Kayu Bakar ke dalam Tungku Pembakaran dan
Proses Pembakaran
Tahap 5. Penyulingan
95
Gambar 13. Proses pengeluaran minyak dan air dari pipa stainless ke dalam ceret
pemisah dan proses pemisahan air dan minyak
Setelah bahan baku dimasukkan kedalam ketel maka tutup ketel dipasang
dengan rapat sehingga tidak akan ada uap yang keluar kecuali melalui pipa yang
diarahkan kepada kondensor yang akan mengubah uap air tersebut kembali menjadi
cairan. Suhu pembakaran harus stabil supaya proses pelepasan minyak atsiri didalam
ketel makasimal. Untuk kapasitas ketel penyulingan yaitu sebesar 40 Kg. Setelah 1
jam 30 menit proses penyulingan, minyak atsiri serai wangi mulai keluar melalui pipa
besi yang direndam didalam air (pendingin) yang terus menerus diganti agar suhunya
tetap dingin. Lalu minyak dan air hasil penguapan dipisahkan didalam ceret
penampungan.
Didalam ceret penampungan ini minyak atsiri serai wangi dan air akan
terpisah berdasarkan berat massa jenis sehingga minyak yang memiliki massa jenis
lebih ringan akan berada diatas dan air yang memiliki massa jenis lebih berat akan
berada dibagian bawah dari ceret pemisah. Minyak atsiri serai wangi yang berada
96
diatas akan diambil menggunakan sendok stainless untuk kemudian dilakukan
pengemasan.
Gambar 14. Proses pengambilan minyak atsiri serai wangi menggunakan sendok
stainless
Tahap 7. Pengemasan.
Pengemasan dilakukan dengan memasukkan minyak atsiri serai wangi
97
Secara sistematis proses produksi pembuatan minyak atsiri serai wangi
Teknologi produksi merupakan alat (tool) dan Cara (technic) yang digunakan
menghasilkan barang atau jasa. Teknis produksi yang dilakukan pelaku usaha
penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan meliputi pemasukkan
bahan kedalam ketel penyulingan, pengisian air, pemasangan ketel penyulingan dan
pipa penghubung dari ketel ke pendingin, pemasukkan kayu bakar ke dalam tungku
98
pembakaran, penyulingan, pengambilan minyak atsiri yang telah di suling, dan
Panti Selatan yang masih sederhana serta tidak ada keterlibatan mekanisasi dalam tiap
tahap produksinya, maka dengan begitu dapat dikaitkan bahwa teknologi produksi
pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan masih
yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-
minyak atsiri serai wangi yaitu biaya bahan baku serai wangi, upah tenaga kerja, dan
biaya overhead pabrik (BOP) yang meliputi biaya input lain (air dan kayu bakar), dan
penyusutan.
5.3.1.1 Biaya Bahan Baku Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi
Menurut Murtini (2021) Bahan baku adalah bahan yang akan diolah menjadi
bagian produk jadi maupun produk setengah jadi dan pemakaiannya dapat
diidentifikasi atau diikuti jejaknya atau merupakan bagian integral pada produk
menjadi bahan jadi. Berdasarkan hasil penelitian biaya bahan baku serai wangi yang
99
dikeluarkan pada usaha agroindustri minyak atsiri senilai Rp 120.000/proses
produksi, untuk satu hari senilai Rp 480.000/hari. Biaya bahan baku serai wangi
untuk satu bulan senilai Rp 3.840.000/bulan, dan biaya bahan baku serai wangi untuk
5.3.1.2 Upah Tenaga Kerja Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi
Upah tenaga kerja merupakan tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah
bahan langsung menjadi barang jadi (Kartika dkk, 2021). Tenaga kerja sebagai salah
satu faktor produksi yang terbagi atas tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak
langsung Tenaga kerja langsung di mana tenaga kerja yang terlibat dalam suatu
proses tertentu yang diperlukan untuk menyelesaikan produk dari usaha yang
dijalankan, sedangkan tenaga kerja tidak langsung di mana tenaga kerja yang secara
Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha agroindustri minyak atsiri serai
wangi adalah tenaga kerja langsung (direct labour), yang meruapakan tenaga kerja
yang berkaitan langsung dengan proses produksi sesuai dengan tahapan kerja
pengolahan minyak atsiri serai wangi. Jumlah tenaga kerja rata-rata yang digunakan
pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi adalah sebanyak 2 orang yang
seluruhnya berasal dari luar keluarga (TKLK). Jumlah hari orang kerja untuk satu kali
proses produksi sebanyak 1, 10 HOK, satu hari produksi sebesar 4, 42 HOK, satu
bulan hari orang kerja sebesar 35, 33 HOK dan untuk satu tahun hari orang kerja
Penggunaan tenaga kerja dalam usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi
100
kedalam ketel penyulingan, pengisian air, pemasangan ketel penyulingan dan pipa
pengemasan.
Berdasarkan tabel 12, dapat dilihat bahwa upah untuk masing-masing tahap
senilai Rp 14.286. Sehingga biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi
minyak atsiri serai wangi senilai Rp 15.774/proses produksi, untuk satu hari biaya
tenaga kerja senilai Rp 63.095/hari, untuk satu bulan biaya tenaga kerja senilai Rp
504.762/bulan, dan satu tahun biaya tenaga kerja senilai Rp 6.057.143/tahun. Adapun
rincian upah tenaga kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.
101
Tabel 12. Rincian Upah Tenaga Kerja pada Usaha Agroindustri Penyulingan Atsiri Minyak Serai wangi di Nagari Panti Selatan
Tahun 2021
Jumlah Jumlah Biaya Jumlah Biaya Jumlah Jumlah
Upah Biaya TK Biaya TK
No Tahapan Kerja Tenaga PP HOK TK Hari HOK TK Bulan HOK Tahun HOK
(Rp) (Rp/Bulan) (Rp/Tahun)
Kerja (Jam) (Rp/PP) (Jam) (Rp/Hari) (Jam) (Jam)
Pemasukkan
Bahan Baku ke
1 2 0,67 0,17 14.286 2.381 2,67 0,67 9.524 21,33 5,33 76.190 256 64,00 914.286
dalam Ketel
Penyulingan
2 Pengisian Air 2 0,50 0,13 14.286 1.786 2,00 0,50 7.143 16,00 4,00 57.143 192 48,00 685.714
Pemasangan Ketel
Penyulingan dan
3 Pipa Penghubung 2 0,17 0,04 14.286 595 0,67 0,17 2.381 5,33 1,33 19.048 64 16,00 228.571
dari Ketel ke
Pendingin
Pemasukkan Kayu
Bakar ke dalam
4 2 0,25 0,06 14.286 893 1,00 0,25 3.571 8,00 2,00 28.571 96 24,00 342.857
Tungku
Pembakaran
5 Penyulingan 2 2,00 0,50 14.286 7.143 8,00 2,00 28.571 64,00 16,00 228.571 768 192,00 2.742.857
Pengambilan
Minyak Atsiri
6 2 0,33 0,08 14.286 1.190 1,33 0,33 4.762 10,67 2,67 38.095 128 32,00 457.143
yang Telah di
Suling
7 Pengemasan 2 0,50 0,13 14.286 1.786 2,00 0,50 7.143 16,00 4,00 57.143 192 48,00 685.714
Jumlah 1,11 100.000 15.774 4,42 63.095 35,33 504.762 424 6.057.143
Sumber: Data Primer 2021
102
5.3.1.3 Biaya Overhead Pabrik (BOP) Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja (Kartika dkk, 2021). Dalam memproduksi
minyak atsiri serai wangi, biaya yang dikeluarkan pelaku usaha selain dari pada biaya
bahan baku dan tenaga kerja adalah biaya input lain (meliputi air dan kayu bakar) dan
penyusutan alat.
dapat membantu pekerjaan tenaga kerja menjadi lebih efektif dan efisien. Alat dan
mesin yang digunakan pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari
Panti Selatan seluruhnya berstatus milik sendiri yang diperoleh pelaku usaha. Adapun
berbagai macam alat yang digunakan pada usaha agroindustri minyak atsiri serai
Tabel 13. Rata-rata Penggunaan Alat pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi di Nagari Panti Selatan Tahun 2021
No Alat Produksi Jumlah (Unit)
1 Ketel Penyulingan 6
2 Pipa 6
3 Jerigen 3
4 Sabit 2
5 Corong Penyulingan 3
6 Katrol 1
7 Sendok 6
8 Garu 6
Sumber: Data Primer 2021
Berdasarkan pada tabel 13, alat yang digunakan dalam usaha agroindustri
minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan adalah terdiri dari Ketel
minyak atsiri serai wangi; pipa sebanyak 6 unit digunakan untuk mengalirkan air
103
kependingin; jeringen sebanyak 3 unit digunakan untuk menaruh minyak atsiri serai
wangi yang telah telah disuling; sabit sebanyak 2 unit digunakan untuk memotong
minyak kedalam jerigen agar lebih mudah dan tidak tumpah; katrol sebanyak 1 unit
digunakan untuk mengangkut serai wangi yang telah di jemur yang jaraknya jauh dari
dari ceret penampung minyak kedalam jerigen; garu sebanyak 6 unit digunakan untuk
memasukkan serai wangi kedalam ketel penyulingan dan juga mengeluarkan serai
Bahan input lain (penolong) merupakan bahan yang tidak menjadi bagian
produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian dari produk jadi tetapi
nilainya relatif kecil bila dibandingkan harga pokok produksi tersebut. (Wardana,
2021). Berdasarkan hasil penelitian biaya input lain yang dikeluarkan pada usaha
agroindustri minyak atsiri untuk serai adalah senilai Rp 53.100/proses produksi yang
terdiri dari biaya air Rp 52.800 (8,80 m3) dan kayu bakar Rp 300 (0,01 m3).
Selanjutnya biaya input lain untuk satu hari senilai Rp 212.400/hari yang terdiri dari
biaya air Rp 211.200 (35,20 m3) dan kayu bakar Rp 1.200 (0,02 m3). Biaya input lain
untuk satu bulan senilai Rp 1.699.200/bulan yang terdiri dari biaya air senilai Rp
1.689.600 (282 m3) dan kayu bakar senilai Rp 9.600 (0,19 m3). dan biaya input lain
untuk satu tahun senilai Rp 20.289.600/tahun yang terdiri dari air senilai Rp
20.275.200 (3.379 m3) dan kayu bakar senilai Rp 14.400 (2,30 m3) (Lampiran 2).
perolehan aset tetap menjadi biaya selama masa manfaatnya dengan cara yang
104
rasional dan sistematis. Penyusutan termasuk ke dalam biaya non tunai yang tidak
manganalisis suatu usaha, karena karakteristik input tetap seperti bangunan, alat, dan
mesin yang tidak habis dalam satu kali periode produksi. Metode perhitungan
penyusutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode garis lurus (straight
line method), dengan asumsi bahwa aset yang bersangkutan akan memberikan
manfaat yang sama untuk setiap periodenya sepanjang umur aset dan pembebanannya
Beberapa alat yang dipertimbangkan memiliki nilai sisa setelah mencapai usia
ekonomis (UE) seperti ketel penyulingan, pipa, jerigen, sabit, corong minyak, katrol,
sendok, garu dan bangunan ditetapkan nilai sisa (NS) sebesar 20% dari nilai beli.
Rincian penyusutan alat pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi dapat
105
Tabel 14. Rincian Penyusutan Alat dan Bangunan pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti Selatan
Tahun 2021
Jumlah Harga Penyusutan Penyusutan Penyusutan Penyusutan Persentase
No Komponen Biaya Nilai (Rp) UE (Bulan) NS (20%)
(Unit) (Rp/Unit) (Rp/PP) (Rp/Hari) (Rp/Bulan) (Rp/Tahun) (%)
a. Alat Produksi
1 Ketel Penyulingan 6 1.500.000 9.000.000 8 1.800.000 112.500 450.000 3.600.000 43.200.000 55,40
5 Corong Penyulingan 3 5.000 15.000 5 3.000 480 1.920 15.360 184.320 0,24
106
Berdasarkan pada tabel 14, Berdasarkan hasil penelitian bahwa beban
penyusutan yang harus ditanggung pelaku usaha dalam memproduksi minyak atsiri
serai wangi yaitu senilai Rp 203.060/proses produksi, satu hari penyusutan senilai Rp
812.240/hari, satu bulan penyusutan senilai Rp 6.497.920/bulan, dan untuk satu tahun
total biaya produksi pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi senilai Rp
dan untuk satu tahun total biaya produksi senilai Rp 150.401.783/tahun (Tabel 15).
Beberapa alasan yang melatar belakangi tingginya upah tenaga kerja langsung
tersebut, yaitu karena penggunaan teknologi produksi yang masih konvensional tanpa
adanya mekanisasi sama sekali, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan lebih tinggi
yang berimplikasi pada tingginya upah. Selain faktor sosial-budaya yang membuat
pelaku usaha akhirnya kurang berorientasi komersil dan lebih kepada orientasi sosial
usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan dapat dilihat
107
Tabel 15. Rincian Biaya Produksi pada Usaha Agroindustri Minyak atsiri Serai
Wangi di Nagari Panti Selatan Tahun 2021
Nilai Nilai Nilai Nilai
No Uraian
(Rp/PP) (Rp/Hari) (Rp/Bulan) (Rp/Tahun)
A Bahan Baku
Serai Wangi 120.000 480.000 3.840.000 46.080.000
B Tenaga Kerja Langsung 15.774 63.095 504.762 6.057.143
C Biaya Overhead (BOP)
1 Input Lain
Air 52.800 211.200 1.689.600 20.275.200
Kayu Bakar 300 1.200 9.600 14.400
Total Lain 53.100 212.400 1.699.200 20.289.600
2 Penyusutan 203.060 812.240 6.497.920 77.975.040
Sub Total Biaya BOP 256.160 1.024.640 8.197.120 98.264.640
Total Biaya Produksi 391.934 1.567.735 12.541.882 150.401.783
Sumber: Data Primer 2021
sehingga nilai barang tersebut bertambah (Triwahyudi, 2021). Minyak atsiri serai
wangi yang diproduksi pelaku usaha sebesar 4,80 Kg/proses produksi, untuk satu hari
produksi sebesar 19,20 Kg/hari, untuk satu bulan produksi sebesar 154 Kg/bulan dan
untuk satu tahun produksi sebesar 1.843 Kg /tahun minyak atsiri serai wangi (Tabel
16).
Satu hari proses produksi yaitu sebanyak 24 liter atau 19, 20 kilogram yang
dijual dalam bentuk minyak yang ditaruh kedalam jerigen. Hal ini berbanding terbalik
dengan proses produksi hasil penelitian yang dilakukan oleh Taufiq dkk (2021),
dimana dalam satu ton serai wangi mengasilkan kurang lebih 7 liter atau 5,6 kilogram
dengan lama proses penyulingan untuk satu kali produksi berkisar 5 sampai 6 jam.
108
Dalam minyak atsiri serai wangi tersebut mengandung beberapa yaitu
36%) adalah sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, vanilin, kamfen, α-pinen,
linalool, β-kariofilen (Rusli, 2010). Menurut Atmoko (2017), standar mutu minyak
serai wangi untuk kualitas ekspor dapat dianalisis berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-3953-1995 dengan syarat warna minyak yaitu kuning pucat
Menurut Nopriyandi (2017), harga adalah satuan nilai yang diberikan pada
Harga menunjukkan nilai tukar suatu barang yang diukur dalam satuan mata uang
yang berlaku, dimana besarnya tergantung pada tingkat kelangkaan (scarcity) dan
manfaat (benefit) yang diperoleh dari komoditas tersebut. Dalam memasarkan minyak
atsiri serai wangi, pelaku usaha umumnya menyalurkan kepada pedagang pengepul,
dengan harga jual yang ditetapkan yaitu senilai Rp 120.000,00/Kg untuk 1 Liter
cukup komplek, namun komponen yang terpenting adalah sitronellal, sitronellol dan
geraniol. Ketiga komponen tersebut menentukan intensitas bau harum, serta nilai dan
harga minyak sereh wangi. Penjualan hasil produksi langsung ke pedagang pengepul
selain itu memberikan informasi tentang harga dan kondisi permintaan terkini.
109
Namun yang perlu diperhatikan adalah dominasi pedagang pengumpul yang terlalu
menyebabkan posisi produsen hanya menjadi price taker yang rentan untuk ditindas
(Husnarti, 2017).
bersih (net income). Pendapatan kotor (gross income) adalah hasil dari perkalian nilai
output dengan harga jual persatuan output. Pendapatan bersih (net income) adalah
hasil pengurangan dari pendapatan kotor dengan total biaya produksi. Pendapatan
dan sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup dan penghidupan seseorang
secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan pada tabel 16, berdasarkan
hasil penelitian bahwa pendapatan kotor (gross income) yang diperoleh pelaku usaha
agroindustri minyak atsiri serai wangi senilai Rp 576.000/proses produksi, satu hari
16)
Pendapatan bersih (net income) yang diperoleh pelaku untuk satu kali proses
110
70.782.217/tahun. Pendapatan bersih ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Simatupang T, J., dan Ritonga, R (2020), dimana
dalam penelitian ini pendapatan bersih yang diperoleh sebesar Rp 51.297,25 untuk
setiap hari proses pengolahan serai wangi menjadi minyak serai wangi (Tabel 16).
suatu usaha dalam menghasilkan laba untuk tiap satu satuan biaya yang dikeluarkan.
dihasilkan dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Berdasarkan tabel 15, diketahui
nilai efisiensi usaha (RCR) pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di
Nagari Panti Selatan adalah sebesar 1,47 (>1), hal ini menunjukkan bahwa usaha
agroindustri di Nagari Panti Selatan telah efisien dan layak untuk diusahakan. Nilai
RCR sebesar 1,47 memiliki arti bahwa setiap Rp 1,00 biaya produksi yang
tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Taufiq dkk (2021),
(RCR) sebesar 1,27. Hal ini menunjukkan bahwa usaha agroindustri minyak atsiri
serai wangi di Nagari Panti Selatan sudah mampu mengelola usaha secara optimal
(Tabel 16).
Adapun untuk besaran biaya, produksi, harga, pendapatan dan efisiensi yang
dihasilkan agroindustri minyak atsiri serai wangi dapat dilihat pada Tabel 16.
111
Tabel 16. Biaya, Produksi, Harga, Pendapatan, dan Efisiensi pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti
Selatan Tahun 2021
Nilai Nilai Nilai Nilai
No Uraian Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
(Rp/PP) (Rp/Hari) (Rp/Bulan) (Rp/Tahun)
A Biaya Produksi 391.934 1.567.735 12.541.882 150.401.783
1 Bahan Baku 120.000 480.000 3.840.000 46.080.000
2 Tenaga kerja 15.774 63.095 504.762 6.057.143
3 Input Lain 53.100 212.400 1.699.200 20.289.600
4 Penyusutan 203.060 812.240 6.497.920 77.975.040
B Pendapatan Kotor 576.000 2.304.000 18.432.000 221.184.000
Produksi 4,80 19,20 154 1.843
Harga jual 120.000 120.000 120.000 120.000
C Pendapatan Bersih 184.066 736.265 5.890.118 70.782.217
Efisiensi Usaha
D 1,47 1,47 1,47 1,47
(RCR)
Sumber: Data Primer 2021
112
5.3.6 Nilai Tambah Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi
dalam suatu proses produksi. Input fungsional tersebut dapat beruapa proses
perubahan bentuk (from utility), pemindahan tempat (place utility), perubahan waktu
(time utility), dan kepemilikkan (possesion utility). Pada penelitian ini proses
produksi serai wangi menjadi minyak serai wangi merupakan salah satu perubahan
bentuk (from utility) yang bertujuan untuk meningkatkan nilai produk tersebut.
Nilai tambah usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi ini dihitung
input lain dan harga bahan baku. Selain nilai tambah, model perhitungan hayami juga
Berdasarkan tabel 17, dapat diketahui bahwa minyak atsiri serai wangi yang
dihasilkan satu kali proses produksi sebanyak 4,80 Kg/proses produksi, satu hari
produksi minyak atsiri serai wangi menghasikan sebanyak 19,20 Kg/hari, satu bulan
produksi menghasilkan minyak atsiri serai wangisebanyak 154 Kg/bulam, dan satu
tahun produksi mengahsilkan minyak atsiri serai wangi sebanyak 1.843 Kg/tahun dari
penggunaan bahan baku serai wangi per proses produksi sebanyak 240 Kg/proses
produksi, satu hari produksi menggunakan bahan baku sebanyak 960 Kg/hari, satu
bulan produksi menggunakan bahan baku sebanyak 7.680 Kg/bulan, dan untuk
penggunaan bahan baku satu tahun prduksi sebanyak 92.160 Kg/tahun. Sehingga
113
faktor konversi yang didapat adalah sebesar 0,02. Nilai konversi ini menujukkan
bahwa setiap pengolahan 1 Kg serai wangi akan mengahasilkan 0,02 Kg minyak atsiri
serai wangi. Rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk satu kali proses produksi
sebanyak 1,11 HOK/proses produksi, satu hari produksi menggunakan tenaga kerja
4,42 HOK/hari, satu bulan produksi menggunakan tenaga kerja sebanyak 35,33
HOK/bulan, dan untuk satu tahun produksi menggunakan tenaga kerja sebanyak 424
minyak atsiri serai wangi untuk satu kali proses produksi menghasilkan nilai tambah
6.394.880/bulan, dan untuk satu tahun produksi menghasikan nilai tambah senilai Rp
76.738.560/tahun. Nilai tambah ini diperoleh dari pengurangan nilai produk dengan
harga bahan baku dan nilai input lain. Nilai tambah yang diperoleh masih merupakan
nilai tambah kotor, karena belum dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Rasio nilai
tambah merupakan perbandingan antara nilai tambah dengan produk. Rasio nilai
tambah yang diperoleh adalah 34,69 %. Hal ini berarti dalam pengolahan serai wangi
menjadi tahu memberikan nilai tambah sebesar 34,69 % dari nilai produk.
114
Tabel 17. Nilai Tambah pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di
Nagari Panti Selatan Tahun 2021
Nilai Nilai Nilai Nilai
No Variabel Satuan
(PP) (Hari) (Bulan) (Tahun)
I. Output, Input dan Harga
1 Output Kg 4,80 19,20 154 1.843
2 Input Kg 240 960 7.680 92.160
3 Tenaga Kerja Langsung HOK 1,11 4,42 35,33 424
4 Faktor Konversi kg 0,02 0,02 0,02 0,02
Koefisien Tenaga Kerja
5 HOK/Kg 0,005 0,005 0,005 0,005
Langsung
6 Harga output Rp/Kg 120.000 120.000 120.000 120.000
Upah Tenaga Kerja
7 Rp/HOK 14.286 14.286 14.286 14.286
Langsung
II. Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku Rp 120.000 480.000 3.840.000 46.080.000
9 Sumbangan Input lain Rp 256.160 1.024.640 8.197.120 98.365.440
10 Nilai Output Rp 576.000 2.304.000 18.432.000 221.184.000
a.Nilai tambah Rp 199.840 799.360 6.394.880 76.738.560
11
b.Rasio Nilai Tambah % 34,69 34,69 34,69 34,69
a.Pendapatan Tenaga Kerja
Rp 15.774 63.095 504.762 6.057.143
12 langsung
b.Pangsa Tenaga Kerja % 7,89 7,89 7,89 7,89
a.Keuntungan Rp 184.066 736.265 5.890.118 70.681.417
13
b.Tingkat Keuntungan % 92,11 92,11 92,11 92,11
III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14 Marjin Rp 456.000 1.824.000 14.592.000 175.104.000
a. Pendapatan Tenaga
% 3,46 3,46 3,46 3,46
Kerja langsung
b. Sumbangan Input Lain % 56,18 56,18 56,18 56,18
c. Keuntungan Pengusaha % 40,37 40,37 40,37 40,37
Sumber: Data Primer 2021
didapat dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata untuk satu kali
pendapatan tenaga kerja senilai Rp 504.762/bulan, dan untuk satu tahun produksi
kerja didapat dari koefisien tenaga kerja yaitu sebesar 0,005. Persentase pendapatan
tenaga kerja langsung terhadap nilai tambah adalah 7,89 %. Imbalan terhadap modal
115
dan keuntungan diperoleh dari pengurangan nilai tambah dengan imbalan tenaga
kerja. Besar keuntungan adalah untuk satu kali proses produksi senilai Rp
70.681.417/tahun atau tingkat keuntungan sebesar 92, 11% dari nilai produk.
Keuntungan ini menunjukkan keuntungan total yang diperoleh dari setiap pengolahan
Hasil analisis nilai tambah ini juga dapat menunjukkan margin dari bahan
baku serai wangi menjadi minyak atsiri serai wangi yang didistribusikan kepada
pendapatan tenaga kerja langsung, sumbagan input lain, dan keuntungan perusahaan.
Margin ini merupakan selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku serai
wangi perkilogram tiap pengolahan 1 Kg serai wangi menjadi minyak atsiri serai
wangi diperoleh margin dengan menggunakan siklus akutansi yaitu untuk satu kali
3,46%, sumbangan input lain 56,18% dan keuntungan pengusaha 40,37%. Dengan
demikian, ada nilai tambah positif yang diperoleh akibat proses pengolahan minyak
116
mengurangi kemiskinan. Oleh karena itu kehadiran agroindustri dipedesaan
diharapkan mampu untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu indikator peranan
yang diperoleh pemiliknya, artinya nilai tambah yang dihasilkan belum mampu
117
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi
agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan tergolong berskala
mikro, modal usaha pribadi senilai Rp 25.000.000 dan jumlah tenaga kerja 2
orang. Ketersedian bahan baku didapat langsung dari kebun pemilik usaha yang
telah ditanam seluas 2 hektare dengan jumlah 2.000 rumpun serai wangi. Setiap
1 Kg serai wangi kering mampu menghasilkan 0,025 liter minyak atsiri serai
wangi.
ada keterlibatan mekanisasi dalam tiap tahap produksinya. Bahan baku diperoleh
penggunaan faktor produksi dalam proses produksi terdiri dari serai wangi
sebanyak 240Kg/proses produksi, air 8,80 m3/proses produksi, kayu bakar 0,01
faktor produksi untuk satu hari produksi 960 Kg/hari, air 35,20 m 3/hari, kayu
116
bakar 0,02 m3/hari dan tenaga kerja 4,42 HOK/hari, penggunaan faktor
produksi untuk satu bulan produksi 7.680 Kg/bulan, air 282 m 3/bulan, kayu
bakar 0,19 m3/bulan, dan tenaga kerja 35,33 HOK/bulan, untuk penggunaan
faktor produksi untuk satu tahun produksi 92.160 Kg/tahun, air 3.379 m3/tahun,
kayu bakar 0,29 m3/tahun dan penggunaan tenaga kerja 424 HOK/tahun.
biaya produksi minyak atsiri serai wangi untuk satu hari produksi senilai Rp
1.567.735/hari, biaya produksi minyak atsiri serai wangi untuk satu bulan
dihasilkan untuk satu kali proses produksi menghasilkan minyak atsiri sebesar
4,80 Kg/proses produksi, satu hari produksi menghasilkan minyak atsiri sebesar
19,20 Kg/hari, untuk satu bulan produksi mengahasilkan minyak atsiri sebesar
153,60 Kg/bulan dan untuk satu tahun produksi menghasilkan minyak atsiri
sebesar 1.843,20 Kg/tahun. Untuk harga minyak atsiri senilai Rp 120.000 /Kg.
117
tahun produksi menghasilkan pendapatan bersih senilai Rp 70.782.217/tahun.
Efisiensi (RCR) usaha agroindusrti minyak atsiri serai wangi sebesar 1,47 RCR
>1, berarti usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi sudah efisien dan
atsiri serai wangi dalam satu kali produksi senilai Rp 199.840/proses produksi,
satu hari produksi menghasilkan nilai tambah senilai Rp 799.360/hari, untuk satu
nilai tambah sebesar 34,69 %. Hal ini berarti pengolahan nilai tambah serai
wangi menjadi minyak atsiri serai wangi memberikan nilai tambah sebesar 34,69
%. Marjin yang diperoleh untuk satu kali proses produksi senilai 456.000, satu
pendapatan tenaga kerja langsung sebesar 3, 46% sumbangan input lain sebesar
6.2 Saran
kemajuan usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan
Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat antara lain sebagai
berikut:
118
1. Pelaku usaha sebaiknya mengurus surat izin usaha terkait legalitas dan hukum
agar usaha tersebut memiliki hak paten atas nama dan kepemilikan usaha yang
dijalankan.
2. Perlu adanya perbaikan atau peningkatan teknologi produksi baik secara teknis
daerah.
usahanya, agar dapat dihitung dengan jelas mengenai biaya produksi, pendapatan
dan efisiensi usahanya. Untuk bahan baku yang telah digunakan sebaiknya
119
DAFTAR PUSTAKA
Atmoko, B. I.2017. Analisis nilai tambah produksi minyak atsiri serai wangi (Studi
Kasus ASSA Citronella Agung Bogor). Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Provinsi Riau Dalam Angka 2018. Provinsi Riau,
Pekanbaru.
Badan Pusat Statistik. 2020. Kecamatan Panti dalam Angka. Kabupaten Pasaman.
Badan Pusat Statistik. 2021. Kabupaten Pasaman dalam Angka. Kabupaten Pasaman.
Bank Indonesia. 2018. Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah, Kerja Sama
LPPI dan BI, Jakarta.
Chandra Leonardo, & Fahrial. 2020. Agroindustri Teh Daun Gaharu Di Kelurahan
Sidomulyo Barat Kecamatan Tampan Pekanbaru (Studi Kasus Cv. Gaharu Plaza
Indonesia). Jurnal Dinamika Pertanian, 36(1), 69–78.
Dwipa, I., Hestiamelia, & Mayerni, R. 2020. Plant Response of Citronella Grass
(Andropogon Nardus L.) To Several Manure Application and Planting Medium
Composition. International Journal of Advanced Research, 7(8), 311–318.
120
Elida, S., Amin, A. M., Alfiani, E., & Komarudin, A. 2020. Agroindustri Sagu di
Kabupaten Kepulauan Meranti. Jurnal Agribisnis, 22(1), 70–81.
Ermiati, Rini, P. E., & Wahyudi, A. 2015. Pengkajian Usahatani Integrasi Serai
Wangi-Ternak Sapi. Buletin Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat, 26(2), 133–
142.
Ernita, Y., Novita, S. A., Jamaluddin, J., Laksmana, I., & Rildiwan, R. 2020. Analisis
Nilai Tambah Dan Kelayakan Finansial Industri Minyak Serai Wangi. Journal
of Applied Agricultural Science and Technology, 3(1), 91-104.
Fadly, M. (2021). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kopi di Kabupaten
Barru (Studi Kasus di Desa Harapan Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten
Barru). Universitas Hasanuddin, Makassar.
Feriyanto, Y. E., Sipahutar, P. J., Mahfud, & Prihatini, P. 2013. Pengambilan Minyak
Atsiri dari Daun dan Batang Serai Wangi (Cymbopogon Winterianus)
Menggunakan Metode Distilasi Uap dan Air dengan Pemanasan Microwave.
Jurnal Teknik POMITS, 2(1), 93–97.
Husnarti. 2017. Peran Pedagang Pengumpul di Kabupaten Lima Puluh Kota, Jurnal
Pertanian Faperta UMSB, 1(1): 1-8.
121
Illahi, R., & Darus. 2020. Analisis Agroindustri Dodol Buah-Buahan Di Desa
Buantan Besar Kecamatan Siak Kabupaten Siak (Studi Kasus UD. Putra
Mandiri). Jurnal Agribisnis, 22(2), 232–243.
Indah, P. N., Amir, I. T., & Wulansari, A. 2021. Analisis Efisiensi dan Nilai Tambah
Agroindustri Minyak Serai Cengkeh Di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan
Kabupaten Nganjuk. Jurnal Ilmuah Ekonomi, Manajemen Dan Agribisnis, 9(1),
25–34.
Indra Praja, B. 2020. Analisis Usaha Agroindustri Gula Kelapa Di Kelurahan Sapat
Kecamatan Kuala Indragiri Kabupaten Indragiri Hilir. Universitas Islam Riau.
Istari, A., & Safitri, D. 2021. Sistem Informasi Pembelian Bahan Baku Pada PK Cipta
Karya. 1(3), 1–12.
Kartika, A., Suhana, Wulandari, S., Febriatmoko, B., & Nurhayati, I. 2021.
Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Mikro Pengrajin Kain Perca di Bangetayu
Kulon, Semarang. Jurnal Pengabdian Masyarakat (PENAMAS), 5(2), 93–103.
Kotler, P and Gary Armstrong. (2012). Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi. 13. Jilid 1.
Erlangga, Jakarta.
Kurniawan, E., Sari, N., & Sulhatun, S. 2020. Ekstraksi Sereh Wangi Menjadi
Minyak Atsiri. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 10(1), 43–53.
Meilani, A. 2020. Pengaruh Biaya Produksi terhadap Laba Usaha (Studi Kasus Pada
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Tahun 2010-2017). Universitas Winaya
Mukti, Bandung.
122
Mubyarto, A., & Susilawati, H. 2010. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor Dengan Melakukan Pencarian Jarak Terdekat
Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Di Wilayah Purwokerto.
Dinamika Rekayasa, 6(1), 1–7.
Mulyadi. 2015. Akuntansi Biaya Edisi 5. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN,
Yogyakarta.
Murtini, U. 2021. Penentuan Harga Pokok Produksi Teh Kelompok Tani Tegal
Subur. Sendimas 2021 - Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat,
6(1), 224–232.
Nopriyandi, R., & Haryadi. 2017. Analisis Ekspor Kopi Indonesia. Jurnal Paradigma
Ekonomika, 12(1), 1–10.
123
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat No 2. Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat. Bogor.
Sebayang, Eko Pranata P. 2011. Pengendalian Mutu Minyak Atsiri Sereh Wangi
(Citronella oil) di UKM Sari Murni. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Simatupang, T, J., & Ritonga, R. 2020. Analisis nilai tambah pengolahan serai wangi
menjadi minyak serai wangi dan pemasarannya. 4(1), 161–166.
Soekartawi. 2006. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Sukirno. 2006. Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sulaswatty, A., Rusli, M. S., Abimanyu, H., & Tursiloadi, S. 2020. Minyak Serai
Wangi: Potensi Besar Yang Perlu Perhatian. In LIPI Press (Vol. 9, Issue 2).
Suwita. 2011. Analisis Pendapatan Petani Karet (Studi Kasus di Desa Dusun Curup
Kecamatan Air Besi Kabupaten Bengkulu Utara. Skripsi. Fakultas Ekonomi
dan Studi Pembangunan, Universitas Bengkulu, Bengkulu
Triwahyudi, L. 2021. Pengaruh Modal Usaha, Tenaga Kerja dan Biaya Bahan Baku
Terhadap Pendapatan Pengusaha Industri Gula Kelapa Di Desa Ngoran
Kecamatan Ngelegok Kabupaten Blitar. Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya, Surabaya.
124
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah.
United Nations Comtrade. 2020. Volume dan Nilai Ekspor HS3301 Indonesia dan
Dunia. UNCOMTRADE. New York (US).
Utami, I. A. T., Hartoko, S., & Lumbanraja, J. 2021. Analisis Perlakuan Penyusutan
Aset Tetap Berdasarkan PSAK Nomor 16 Pada Perusahaan Umum Daerah Air
Minum Tirta Kencana Kota Samarinda. Jurnal Ekonomi Bisnis, 17(1), 96–114.
Yuliani, S., & Satuhu, S. 2012. Panduan Lengkap Minyak Atsiri. Penebar Swadaya,
Depok.
Yuwinda, Aprila. 2020. Analisis Usahatani Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) di
Kecamatan Panti Kabupaten Pasama. Universitas Andalas, Padang.
125