Anda di halaman 1dari 145

ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI SERAI

WANGI DI NAGARI PANTI SELATAN KECAMATAN PANTI


KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT
(Kasus: Usaha Penyulingan Minyak Serai Wangi)

OLEH:

YOLA ALFENIA
174210237

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Pertanian

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2022
PERSEMBAHAN

‫الر ِح ْي ِم‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬
َّ ِ‫ــــــــــــــــــم هللا‬
ِ ‫س‬
ْ ‫ِب‬
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Mahamulia yang mengajar manusia dengan pena
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-‘Alaq 1-5)
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dari kamu sekalian dan
orang-orang berilmu beberapa derajat (QS: Al- Mujadalah 58:11)
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (QS: Al- An’kaabut43)
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS: Ar-Ra’d: 11)
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah…alhamdulillahirobbil’alamin
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Kasih sayang-Mu
telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu yang
memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau
berikan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam selalu
terlimpahkan kehariban Rasulullah Muhammad SAW.

Dalam pembuatan skripsi ini banyak sekali pihak yang telah mendoakan,
membantu dan menyemangati penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Maka pada kesempatan ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih
dan mempersembahkan skripsi ini kepada orangtua serta teman-teman yang
sangat kukasihi dan kusayangi
Sebagai tanda bukti, hormat dan rasa terimakasih yang tiada terhingga
kupersembahkan karya kecil ini kepada Ayah (Ependi) dan Ibu (Nurtin Alfina)
yang telah memberikan kasih sayang secara dukungan, ridho, dan cinta kasih
yang tiada terkira dan tidak dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang
bertuliskan kata persembahan. Untuk Ayah dan Ibu yang selalu membuatku
termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku, selalu
menasehatiku serta selalu meridhoiku melakukan hal yang lebih baik,
Terimakasih Ayah…Terimakasih Ibu…

Terimakasih juga saya ucapkan kepada seluruh dosen dan civitas akademik UIR
khususnya Bapak Alm. Darus, SP., M.MA, Bapak Dr. Azharuddin M Amin, M.Sc,
Ibu Ir. Hj. Septina Elida, M.Si, Bapak Dr. Fahrial, SP., SE., ME, Ibu Sisca Vaulina,
SP., MP, Bapak Khairizal, SP.,M.MA, Ibu Ilma Satriana Dewi, SP., M.Si yang mana
juga ikut membantu dalam penyelesaian skripsi tugas akhir ini.

Teruntuk teman-teman seperjuangan prodi Agribisnis angkatan 2017 Khususnya


Kelas B fakultas pertanian. Terimakasih telah memberikan saran, masukkan,
bantuan, serta semangat dan bersabar dengan ikhlas saling membantu dalam
pengerjaan skripsi ini hingga terselesaikan.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat menjadi ibadah bagi diriku dan dapat
membawa manfaat, karena sebaik-sebaiknya manusia adalah manusia yang
memberikan manfaat bagi orang lain.
BIOGRAFI PENULIS

Yola Alfenia dilahirkan di Tembilahan pada tanggal 28 Juli

1999, yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari

pasangan Bapak Ependi dan Ibu Nurtin Alfina. Penulis

menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2011

di SDN 009 Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir. Pada

tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan

SMP/Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Tembilahan Hulu Kabupaten Indragiri

Hilir dan selesai pada tahun 2014. Kemudian pada tahun yang sama penulis

melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMKN 1 Tembilahan Kabupaten

Indragiri Hilir dan selesai pada tahun 2017. Pada tahun 2017 penulis kembali

melanjutkan Studi Strata Satu (S1) di Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis

Universitas Islam Riau. Penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Usaha

Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti

Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat (Kasus: Usaha Penyulingan Minyak

Serai Wangi)”. Alhamdulillah dengan izin Allah SWT akhirnya pada tanggal 25 Mei

2022 akhirnya penulis dinyatakan lulus ujian komprehensif dan berhak mendapatkan

gelar Sarjana Pertanian (SP) di Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau.

Penulis

Yola Alfenia, SP
ABSTRAK

YOLA ALFENIA (174210237). Analisis Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai


Wangi Di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi
Sumatera Barat (Kasus: Usaha Penyulingan Minyak Serai Wangi). Bimbingan
Bapak Dr. Azharuddin M Amin, M.Sc.

Minyak atsiri merupakan hasil olah serai wangi yang diperoleh di akar, kulit batang,
daun, bunga dan biji. Pengolahan serai wangi menjadi minyak atsiri bertujuan untuk
meningkatkan nilai tambah. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis: 1)
Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha, 2) Ketersediaan dan Penggunaan Bahan
Baku dan Bahan Penunjang, Proses Produksi dan Teknologi Pengolahan Produksi, 3)
Biaya, Produksi, Harga, Pendapatan, Efisiensi dan Nilai Tambah. Penelitian ini
menggunakan metode studi kasus yang bertempat pada Usaha Penyulingan Minyak
Atsiri Serai Wangi. Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dari bulan
Januari-Juni 2022. Responden diambil secara Purposive Sampling, yaitu pelaku usaha
minyak atsiri serai wangi dan dua orang tenaga kerja. Jenis data yang digunakan
kuantitatif dan kualitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Hasil
penelitian menujukkan bahwa karakteristik pelaku usaha rata-rata berumur 45 tahun
(produktif), rata-rata tingkat pendidikan 10 tahun (SLTP), pengalaman berusaha 3
tahun, jumlah tanggungan keluarga rata-rata sebanyak 4 jiwa. Usaha minyak atsiri
serai wangi tergolong usaha berskala mikro, modal usaha pribadi (Equity) sebesar Rp
25.000.000 dan memiliki tenaga kerja sebanyak 2 orang. Ketersedian bahan baku
didapat langsung dari kebun pemilik usaha seluas 2 hektare dengan jumlah 2.000
rumpun serai wangi. Proses produksi menggunakan ketel penyulingan. Teknologi
produksi yang digunakan tergolong konvensional. Biaya produksi senilai Rp
391.934/proses produksi, Rp 1.567.735/hari, Rp 12.541.882/bulan dan Rp
150.401.783/tahun. Produksi yang dihasilkan sebesar 4,80 Kg/proses produksi, 19,20
Kg/hari, 154 Kg/bulan dan 1.843 Kg/tahun dengan harga Rp 120.000/kg. Pendapatan
bersih senilai Rp 184.066/proses produksi, Rp 736.265/hari, Rp 5.890.118/bulan, dan
Rp 70.782.217/tahun. Efisiensi sebesar 1,47. Nilai tambah yang diperoleh senilai Rp
199.840/proses produksi, Rp 799.360/hari, Rp 6.394.880/bulan dan Rp
76.738.560/tahun dengan rasio nilai tambah sebesar 34,69%.

Kata Kunci: Agroindustri, Minyak Atsiri Serai wangi, Nilai Tambah

i
ABSTRACT

YOLA ALFENIA (174210237). Analysis of Lemongrass Essential Oil


Agroindustry Business in South Nagari Panti, Panti District, Pasaman Regency,
West Sumatra Province (Case: Fragrant Lemongrass Oil Refining Business).
The Guidance of Mr. Dr. Azharuddin M Amin, M.Sc.

Essential oil is obtained from processing citronella which was found from the roots,
bark, leaves, flowers, and seeds. The processing of citronella into essential oil aims to
increase added value. This study aims to analyze: 1) Characteristics of Business
entrepreneurs and Business Profiles, 2) Availability and procurement of Raw
Materials and Auxiliary Materials, Production Processes, and Production Processing
Technology, 3) Costs, Production, Prices, Revenues, Efficiency, and Value Added.
Case study methods was used in the Serai Wangi Essential Oil Refining Business.
This research was conducted for six months starting from January to June 2022.
Respondents were taken by purposive sampling, namely entrepreneurs of citronella
essential oil and two workers. The types of data used are quantitative and qualitative
sourced from primary data and secondary data. The results showed that the
characteristics of the entrepreneurs were 45 years old (productive), an average
education level of 10 years (JHS), 3 years of business experience, and family number
was four persons. Lemongrass essential oil business was classified as a micro-scale
business, private venture capital (Equity) Rp. 25,000,000 and has a workforce of 2
persons. The availability of raw materials was obtained directly from the owner's 2-
hectare plantation with a total of 2,000 citronella clumps. The production process
uses a Refining Boiler. The production technology used was classified as
conventional. Production costs was Rp. 391,934/production process, Rp.
1,567,735/day, Rp. 12,541,882/month and Rp. 150,401,783/year. Production was
4.80 Kg/production process, 19.20 Kg/day, 154 kg/month, and 1.843 kg/year with a
price was Rp. 120,000/kg. Net profit was Rp. 184.066/production process, Rp.
736,265/day, Rp. 5,890,118/month, and Rp. 70,782,217/year. Efficiency 1.47. The
added value was Rp. 199,840/production process, Rp. 799,360/day, Rp.
6,394,880/month and Rp. 76,738,560/year with a value-added ratio of 34.69%.

Keywords: Agroindustry, Citronella Essential Oil, Added Value

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadiran Allah SWT yang telah

memberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

ini yang berjudul Analisis Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari

Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat (Kasus:

Usaha Penyulingan Minyak Serai Wangi)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Azharuddin M Amin,

M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pemikiran

maupun tenaga dalam memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan.

Skripsi ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

banyak membantu dalam persiapan hingga selesainya Skripsi ini.

Dalam penyusunan Skripsi ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin

untuk mencapai hasil terbaik. Penulis menyadari masih terdapat kesalahan-keselahan

yang tidak disengaja dalam penulisan Skripsi ini. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi

kesempurnaan penulisan Skripsi ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, amin

ya robbal’alamin.

Pekanbaru, 25 Mei 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

DAFTAR TABEL................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7

2.1 Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha ......................................... 7

2.1.1 Karakteristik Pelaku Usaha .............................................................. 7

2.1.2 Profil Usaha ..................................................................................... 10

2.2 Usaha Agroindustri ................................................................................. 19

2.2.1 Definisi Agroindustri ....................................................................... 19

2.2.2 Ketersediaan dan Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang . 23

2.2.3 Proses Produksi ................................................................................ 27

2.2.4 Teknologi Produksi .......................................................................... 28

2.2.5 Biaya Produksi ................................................................................. 33

iv
2.2.6 Produksi ........................................................................................... 35

2.2.7 Harga ................................................................................................ 39

2.2.8 Pendapatan ....................................................................................... 43

2.2.9 Efisiensi ........................................................................................... 45

2.2.10 Nilai Tambah ................................................................................. 47

2.3 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 49

2.4 Kerangka Pemikiran................................................................................ 58

III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 61

3.1 Metode, Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 61

3.2 Teknik Pengambilan Responden............................................................. 61

3.3 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 62

3.4 Konsep Operasional ................................................................................ 63

3.5 Analisis Data Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi .............. 66

3.5.1 Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha Agroindustri


Minyak Atsiri Serai Wangi .............................................................. 66

3.5.2 Analisis Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ............... 67

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...................................... 76

4.1 Geografi dan Topografi........................................................................... 76

4.2 Demografi ............................................................................................... 77

4.2.1 Jumlah Penduduk ............................................................................. 77

4.2.3 Tingkat Pendidikan .......................................................................... 78

4.3 Sarana dan Prasarana .............................................................................. 78

4.3.1 Sarana Pendidikan............................................................................ 78

v
4.3.2 Ibadah............................................................................................... 79

4.3.3 Kesehatan ......................................................................................... 79

4.3.4 Perhubungan ..................................................................................... 80

4.4 Keadaan Umum Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi.......... 80

4.5 Keadaan Ekonomi ...................................................................................... 80

4.5.1 Potensi Pertanian.............................................................................. 81

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 83

5.1 Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha Agroindustri


Minyak Atsiri Serai Wangi .............................................................. 83

5.1.1 Karakteristik Pelaku Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai


Wangi ............................................................................................... 83

5.1.2 Profil Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ................... 87

5.2 Ketersedian dan Penggunaan Bahan Baku dan Penunjang, Proses dan
Teknologi Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi .... 89

5.2.1 Ketersediaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang Usaha


Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ......................................... 89

5.2.2 Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang Usaha


Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ......................................... 90

5.2.3 Proses Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ... 92

5.2.4 Teknologi Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai


Wangi ............................................................................................... 98

5.3 Analisis Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi....................... 99

5.3.1 Biaya Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi .... 99

5.3.2 Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi .............. 108

5.3.3 Harga Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ................... 109

vi
5.3.4 Pendapatan Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi .......... 110

5.3.5 Efisiensi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ............... 111

5.3.6 Nilai Tambah Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi ...... 113

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 116

6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 116

6.2 Saran ....................................................................................................... 118

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 120

LAMPIRAN ......................................................................................................... 126

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sepuluh Besar Negara Eksportir Minyak Atsiri Dunia Tahun 2015-2020 .... 2

2. Standar Mutu Minyak Serai Wangi Indonesia Berdasarkan Sifat Fisika


Dan Kimia ...................................................................................................... 37

3. Standar Mutu Minyak Serai Wangi. .............................................................. 39

4. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami .................................................. 73

5. Luas Wilayah Dan Persentase Luas Wilayah Menurut Nagari Di


Kecamatan Panti Tahun 2020 ........................................................................ 76

6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Panti Tahun


2020................................................................................................................ 77

7. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Nagari Di Kecamatan Panti


Tahun 2020 .................................................................................................... 78

8. Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Di Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman


Menurut Nagari Pada Tahun 2020 ................................................................. 79

9. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan Usaha Di


Kabupaten Pasaman Pada Tahun 2021 .......................................................... 81

10. Karakteristik Pelaku Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di


Nagari Panti Selatan Tahun 2021................................................................... 83

11. Bahan Baku Dan Input Lain Pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021 .................................................. 91

12. Rincian Upah Tenaga Kerja Pada Usaha Agroindustri Penyulingan Atsiri
Minyak Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021 ........................... 102

13. Rata-Rata Penggunaan Alat Pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021 .................................................. 103

viii
14. Rincian Penyusutan Alat Dan Bangunan Pada Usaha Agroindustri Minyak
Atsiri Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021............................... 106

15. Rincian Biaya Produksi Pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021 .................................................. 108

16. Biaya, Produksi, Harga, Pendapatan, Dan Efisiensi Pada Usaha


Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun
2021................................................................................................................ 112

17. Nilai Tambah Pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di
Nagari Panti Selatan Tahun 2021................................................................... 115

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema Alat Penyulingan Dengan Sistem Penyulingan Air (Water


Distillation) .................................................................................................... 29

2. Skema Alat Penyulingan Dengan Sistem Penyulingan Uap Dan Air (Water
And Steam Distillation) .................................................................................. 30

3. Skema Alat Penyulingan Dengan Sistem Penyulingan Uap Langsung


(Direct Steam Distillation) ............................................................................. 31

4. Bagan Alir Proses Penyulingan Minyak Serai Wangi ................................... 33

5. Kerangka Pemikiran....................................................................................... 60

6. Proses Pemasukkan Bahan Baku Kedalam Ketel Penyulingan ..................... 92

7. Proses Pengisian Air Yang Digunakan Untuk Penguapan ............................ 93

8. Proses Pemasangan Penutup Ketel Dan Pemasangan Pipa Penghubung


Dari Ketel Ke Pendingin ................................................................................ 94

9. Proses Pengisian Air Di Atas Ketel Sebagai Pendingin ................................ 94

10. Proses Pemasukkan Kayu Bakar Ke Dalam Tungku Pembakaran Dan


Proses Pembakaran ........................................................................................ 95

11. Proses Penyulingan ........................................................................................ 95

12. Tempat Pendinginan ...................................................................................... 95

13. Proses Pengeluaran Minyak Dan Air Dari Pipa Stainless Ke Dalam Ceret
Pemisah Dan Proses Pemisahan Air Dan Minyak ......................................... 96

14. Proses Pengambilan Minyak Atsiri Serai Wangi Menggunakan Sendok


Stainless ......................................................................................................... 97

15. Minyak Atsiri Serai Wangi ............................................................................ 97

16. Bagan Proses Pengolahan Minyak Atsiri Serai Wangi .................................. 98

17. Surat Izin Penelitian ....................................................................................... 143

x
18. Foto Bersama Wali Nagari Panti Selatan....................................................... 143

19. Foto Bersama Pemilik Usaha Dan Tenaga Kerja........................................... 144

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Karakteristik Pelaku Usaha Dan Karyawan Pada Usaha Agroindustri


Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021 ................. 126

2. Penggunaan Bahan Baku Dan Input Lain Usaha Agroindustri Minyak


Atsiri Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun 2021............................... 127

3. Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja Berdasarkan Tahapan Kerja Pada Usaha


Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun
2021................................................................................................................ 130

4. Penyusutan Alat Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari


Panti Selatan Tahun 2021 .............................................................................. 134

5. Biaya Produksi, Pendapatan Kotor, Pendaptan Bersih Dan Efisiensi Usaha


Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari Panti Selatan Tahun
2021................................................................................................................ 135

6. Pendapatan Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari


Panti Selatan Tahun 2021 .............................................................................. 137

7. Nilai Tambah Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Di Nagari


Panti Selatan Tahun 2021 .............................................................................. 139

8. Dokumentasi Penelitian ................................................................................. 143

xii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri pengolahan dengan basis bahan baku hasil pertanian atau dengan

kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk

mengahasilkan bahan pangan, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan

hidup. Dimana sumber energi ini berupa minyak dan gas bumi. Selain itu, juga

terdapat minyak yang bukan berasal dari fosil tetapi juga digunakan dalam kehidupan

masyarakat. Minyak tersebut berasal dari tanaman-tanaman tertentu yang disebut

sebagai minyak atsiri.

Minyak atsiri didefinisikan sebagai minyak terbang (volatile) dalam tumbuhan

yang dapat ditemukan di akar, kulit batang, daun, bunga dan biji. Minyak atsiri

dihasilkan oleh 160-200 aneka ragam tanaman aromatik yang sebagian ada di

Indonesia. Menurut Darwis (2004) tidak kurang dari 17% spesies tumbuhan berada di

Indonesia. Minyak atsiri atau yang dikenal sebagai minyak eteris (aetheric oil),

minyak esensial, minyak terbang serta minyak aromatik adalah kelompok besar

minyak nabati atau berasal dari tumbuh-tumbuhan yang merupakan bahan dasar dari

wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami dan mempunyai aroma

khas. Minyak atsiri dihasilkan oleh berbagai jenis tanaman antara lain cengkeh, pala,

nilam, akar wangi dan masih banyak lagi tanaman penghasil minyak atsiri termasuk

didalamnya adalah serai wangi.

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas (produk) ekspor agroindustri

potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa.

1
Pada tahun 2015-2020 Indonesia termasuk 10 besar negara yang mengekspor minyak

atsiri di dunia. Beberapa negara tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sepuluh Besar Negara Eksportir Minyak Atsiri Dunia Tahun 2015-2020
Nilai Jumlah Ekspor (x 100 USD) Pertumb
Pengekspor uhan
2015 2016 2017 2018 2020 2020 (%)
Amerika
598.495,10 634.744,10 729.606,40 800.232,80 865.788,45 935.795,99 9
Serikat
India 572.944,80 607.726,10 784.705,00 859.623,10 965.503,20 1.069.204,58 13
China 793.598,40 423.524,10 353.409.6 - 686.698,80 633.562,41 4
Prancis 355.201,20 396.745,10 471.277,90 521.776,70 579.815,05 637.240,98 12
Brazil 256.877,50 431.216,80 431.216,80 437.220,30 524.389,95 578.492,79 18
Inggris 243.713,70 218.627,60 277.143,60 247.154,70 263.869,65 270.753,55 2
Argentina 224.655,30 196.838,10 203.717,60 244.184,90 233.716,05 240.262,88 1
Jerman - 191.523,80 219.206,60 227.161,20 248.267,93 266.086,63 7
Indonesia 19.904,90 166.380,40 160.368,40 199.266,20 269.497,95 322.705,14 75
Spanyol 132.491,60 137.498,30 161.856,90 189.621,70 204.304,35 223.879,24 11
Sumber: UN Comtrade (2021)

Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2020 India termasuk pengekspor

tertinggi minyak atsiri dunia dengan nilai 1.069.204,58 dengan pertumbuhan sebesar

13% sedangkan Spanyol sebagai negara pengekspor minyak atsiri dunia terendah

dengan nilai 223.879,24 dengan pertumbuhan sebesar 11% dimana pertumbuhan

berfluktuatif setiap tahunnya. Untuk Indonesia meskipun pertumbuhannya cukup

tinggi sebesar 75% namun jumlah ekspor minyak atsiri masih belum optimal.

Sehingga berpotensi dan perlu dikembangkan lebih lanjut serta dapat menambah nilai

minyak atsiri melalui peningkatan produksi, peningkatan kualitas dan diversifikasi

produk. Menurut Dewan Atsiri Indonesia, minyak atsiri disebut juga minyak esteris,

minyak terbang atau “essential oil”, dipergunakan sebagai bahan baku industri

parfum, bahan pewangi (fragrance), aroma (flavor), farmasi, kosmetika dan

aromaterapi (Ridho, 2020). Hingga saat ini Indonesia menjadi salah satu pengimpor

2
parfum dan produk turunan lain. Hal ini menunjukkan Industri pangan, farmasi dan

kosmetik dalam negeri seharusnya merupakan pasar produk turunan minyak atsiri.

Potensi pasar yang besar tersebut belum dimanfaatkan.

Salah satu wilayah penghasil minyak atsiri di Indonesia adalah Sumatera

Barat. Setidaknya terdapat 12 jenis tumbuhan penghasil minyak atsiri yang tumbuh

dengan baik di daerah ini, seperti kayu manis, akar wangi, cendana, kemukus, nilam,

kenanga, pala, cengkeh, serai wangi dan kayu putih. Sumatera Barat juga telah

menetapkan industry minyak atsiri sebagai salah satu industry unggulan provinsi.

Kabupaten Pasaman merupakan kabupaten yang luas perkebunan serai

wanginya mencapai 2.030 hektare, tersebar di 12 kecamatan. Dari luas itu, 1.251

hektare tanaman sudah menghasilkan. Sementara, 779 hektare tanaman belum

menghasilkan. Dengan total produksinya mencapai 106,400 Kilogram per tahun.

Harga minyak yang dihasilkan dari tanaman serai wangi ini mencapai Rp 350 ribu per

kilogramnya (Yuwinda, 2020).

Minyak atsiri serai wangi di Kecamatan Panti merupakan salah satu produksi

olahan dari serai wangi yang telah ada secara turun temurun dan masih bertahan

hingga saat ini. Sebagian besar petani serai wangi memanfaatkan perkebunan serai

wangi untuk olahan produksi minyak atsiri serai wangi.

Analisis usaha pada industri minyak atsiri serai wangi skala rumah tangga di

Kecamatan Panti sangat penting bagi produsen minyak atsiri serai wangi dalam

melaksanakan usahanya guna peningkatan keuntungan serta pengembangan usaha.

Dalam kenyataannya, sering kali produsen minyak atsiri serai wangi kurang

memperhatikan manajemen usaha berkaitan dengan besarnya biaya, penerimaan, dan

3
pendapatan usaha mereka. Meskipun para perajin telah terbiasa mengusahakan

tersebut, tetapi para perajin tidak mengetahui secara pasti berapa besarnya biaya,

penerimaan, pendapatan dan efisiensi dari usaha agroindustri minyak atsiri serai

wangi yang diusahakannya. Sehingga dapat diketahui apakah usaha agroindustri

minyak atsiri serai wangi tersebut menguntungkan atau tidak, oleh karena itu peneliti

mengangkat judul tentang “Analisis Usaha agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera

Barat (Kasus: Usaha Penyulingan Minyak Serai Wangi)”.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang, permasalahan yang di angkat dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha Agroindustri Minyak

Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman

Provinsi Sumatera Barat?

2. Bagaimanakah Ketersediaan dan Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang,

Proses Produksi dan Teknologi Pengolahan Produksi Pada Usaha Agroindustri

Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten

Pasaman Provinsi Sumatera Barat?

3. Berapakah Biaya, Produksi, Harga, Pendapatan, Efisiensi dan Nilai Tambah

Yang Diperoleh Dari Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari

Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat?

4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis:

1. Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai

Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi

Sumatera Barat

2. Ketersediaan dan Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang, Proses Produksi

dan Teknologi Pengolahan Produksi pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai

Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi

Sumatera Barat?

3. Biaya, Produksi, Harga, Pendapatan, Efisiensi dan Nilai tambah pada Usaha

Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti

Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terkait,

manfaat tersebut antara lain:

1. Bagi Pelaku Usaha, Dapat dijadikan Sebagai Refrensi dalam Mengambil

Keputusan dalam Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi Untuk

Meningkatkan Pendapatannya.

2. Bagi Pemerintah Penelitian Ini dapat Menjadi Sumbangan Pemikiran dan

Pertimbangan dalam Menyusun Kebijakan Terutama dalam Pengembangan

Industry Rumah Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan

Panti Kabupaten Pasaman Sumatera Barat

5
3. Bagi Akademis, Semoga Penelitian Ini dapat Menjadi Tambahan Informasi,

Wawasan, Pengetahuan Dan Sebagai Refrensi Penelitian Selanjutnya.

4. Bagi lembaga atau instansi terkait dengan penelitian ini dalam mengembangkan

usaha minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti

Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menggunakan karakteristik Pelaku Usaha

Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi, yang meliputi karakteristik: umur,

pendidikan, pengalaman dan jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan untuk profil

usaha meliputi: sejarah usaha, modal usaha, dan jumlah tenaga kerja. Dengan

menganalisis usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi yang meliputi biaya,

produksi, harga, pendapatan, efisiensi dan nilai tambah. Pada penelitian ini

difokuskan pada usaha agroindustri yang dibatasi pada produk minyak atsiri serai

wangi saja. Serai wangi yang diusahakan oleh petani secara swadaya. Penelitian ini

dilakukan pada usaha agroindustri penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagari

Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Adapun

analisis yang digunakan berupa analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

6
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha

2.1.1 Karakteristik Pelaku Usaha

Karakteristik pelaku usaha pada umumnya memiliki beberapa komponen yang

terdapat di dalamnya yaitu umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha dan

jumlah tanggungan keluarga.

2.1.1.1 Umur

Umur berfungsi sebagai indikator produktif atau tidaknya seseorang. Menurut

BPS (2017), kelompok penduduk usia 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan

kelompok usia di atas 65 tahun sudah tidak produktif lagi. Menurut Mantra (2004),

Kelompok usia produktif secara ekonomi dibagi menjadi tiga kategori: kelompok usia

tidak produktif 0-14 tahun, kelompok usia produktif 15-64 tahun, dan usia 65 tahun

ke atas adalah kelompok usia yang tidak produktif. Usia produktif merupakan usia

yang ideal untuk bekerja, memiliki kemampuan untuk meningkatkan produktivitas,

dan memiliki peluang besar untuk menyerap informasi dan teknologi yang inovatif di

bidang bisnis.

Umur pengusaha merupakan salah satu faktor yang erat kaitannya dengan

kemampuan bekerja dalam melakukan kegiatan usaha. Umur dapat dijadikan acuan

untuk melihat aktivitas seseorang dalam bekerja ketika keadaan usia seseorang masih

produktif, seseorang cenderung dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim,

2003). Prestasi kerja dan kinerja, semakin berat pekerjaan fisik, semakin tua umur

7
tenaga kerja, semakin rendah kinerjanya. Namun dalam hal tanggung jawab, semakin

tua umur tenaga kerja mereka menjadi semakin berpengalaman (Suratiyah, 2008).

Pengusaha yang umurnya lebih tua, secara fisik kurang fit, tetapi bekerja

dengan gigih, memiliki tingkat tanggung jawab yang tinggi, dan memiliki tingkat

absensi dan pergantian yang kecil (Hasibuan, 2007). Pengusaha yang lebih muda

dalam hal usia maupun pengalaman berusaha memiliki kemungkinan lebih besar

untuk menerima ide baru dan sedikit metode lama sehingga akan memudahkan untuk

merubah sistem dari satu sistem ke sistem lain (Choirotunnisa, 2008). Sementara itu,

pengusaha yang lebih tua akan kesulitan untuk memberikan pengetahuan yang dapat

mengubah cara mereka berpikir, bekerja dan hidup.

Masa dewasa madya berarti penurunan kemampuan fisik dan peningkatan

tanggung jawab, dan merupakan masa ketika orang mencapai dan mempertahankan

kepuasan dalam karir mereka. Kelompok usia hingga 50 tahun adalah kelompok usia

yang paling sehat, paling tenang, paling bisa mengendalikan diri, dan paling

bertanggung jawab. Menurut Robbins (2007), hubungan antara usia dan prestasi kerja

kemungkinan akan semakin penting dalam beberapa dekade mendatang. Pekerja yang

lebih tua memiliki sifat positif dalam pekerjaan mereka, terutama pengalaman,

penilaian, etos kerja yang kuat, dan komitmen terhadap kualitas kerja.

2.1.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan manusia pada umumnya menunjukkan daya kreatifitas

manusia dalam berfikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya

pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Sehingga

8
pengusaha yang berpendidikan diharapkan dapat lebih aktif, optimis pada masa

depan, lebih efektif agar lebih produktif (Ismail, 2016).

Grace (2004), mengemukakan bahwa tingkat pendidikan pengelola atau

pemilik usaha mempengaruhi penyusunan dan penggunaan informasi akuntansi

dalam pengambilan keputusan tata kelola usaha, termasuk keputusan pengembangan

pasar, penetapan harga dll. Pemberian pendidikan diharapkan setiap pengelola usaha

atau karyawan mampu memahami, menafsirkan dan mengembangkan pemikirannya

secara logis dan rasional, sehingga dalam pengembangan sumber daya manusia

melalui pendidikan ini diharapkan dapat membantu pengembangan tugas yang tepat

untuk meningkatkan produktivitas kerja.

2.1.1.3 Pengalaman Berusaha

Menurut Prana (2021), Pengalaman berusaha merupakan salah satu

faktor yang dapat menentukan keberhasilan usaha, karena dengan pengalaman yang

banyak akan memberikan pengalaman yang luas dan keterampilan yang semakin

meningkat. Pengalaman ini merupakan modal dasar dalam menerima inovasi untuk

dapat meningkatkan kemajuan usaha yang mereka kelola. Semakin lama pengusaha

menekuni usaha yang dilakukan maka semakin meningkat pengetahuan, keterampilan

dan pengalaman pengrajin dalam berusaha berbeda-beda atau tidak sama antara

pengrajin yang satu dengan yang lainnya (Indra,2020)

Pengalaman kerja umumnya bergantung pada berapa lama seseorang telah

bekerja di bidang tertentu (misalnya, berapa lama seseorang telah bekerja sebagai

petani). Hal ini dikarenakan semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi

9
pula pengalaman kerjanya yang berdampak langsung pada penghasilan (Suwita,

2011).

Riyanti (2003) mengemukakan bahwa pengalaman dalam menjalankan usaha

merupakan prediktor terbaik bagi keberhasilan, terutama ketika bisnis baru dikaitkan

dengan pengalaman bisnis sebelumnya. Dari pendapat dan pengetahuan para ahli di

atas dapat disimpulkan bahwa pengalaman dalam menjalankan suatu usaha

berpengaruh terhadap keberhasilan suatu usaha. Seseorang yang tidak pernah terlibat

dengan kegiatan usaha tidak memiliki pengalaman dalam menjalankan usaha. Dengan

demikian, keterlibatan seseorang dalam suatu usaha dapat menjadi ukuran

pengalaman dalam manajemen usaha.

2.1.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

Menuruh Hasyim (2006), jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu

faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi

kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong pengusaha

untuk terlibat dalam kegiatan, terutama untuk mencari dan menambah penghasilan

keluarga.

Semakin tinggi biaya pemenuhan kebutuhan keluarga, karena sebagian besar

total pendapatan dihabiskan untuk kebutuhan tersebut guna menghindari kewajiban

membayar angsuran finansial (Pradita, 2013).

2.1.2 Profil Usaha

2.1.2.1 Pengertian Profil Usaha

Menurut Mardianto (2010), Profil adalah pandangan dari samping tentang

wajah orang, lukisan gambar orang dari samping, grafik atau ikhtisar yang

10
memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan pengertian “usaha” dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran,

atau badan untuk mencapai suatu maksud; pekerjaan perbuatan, prakarsa, ikhtisar,

daya upaya untuk mencapai sesuatu. Pengertian lainnya, usaha adalah kegiatan

dibidang perdagangan dengan maksud mencari untung. Jadi profil usaha dapat

diartikan sebagai gambaran atau pandangan mengenai kegiatan-kegiatan usaha yang

dilakukan oleh seorang wirausaha atau pengusaha. Kegiatan usaha dalam hal ini lebih

mengarah pada kegiatan dibidang perdagangan maupun jasa dengan maksud mencari

keuntungan.

Adapun komponen pembentuk profil usaha:

a) Detail usaha, yaitu mengenai detail dari usaha yang akan atau sedang dijalankan

agar informasi usaha dapat diketahui secara rinci, seperti: Nama dan Alamat

usaha, Nomor Telepon, Tanggal usaha didirikan, Alamat Situs Web

atau website (dalam proposal usaha), Alamat Email usaha.

b) Informasi Pendukung, terdapat beberapa informasi dasar yang dapat mendukung

detail usaha. Penting untuk diketahui bahwa informasi-informasi dibawah ini tidak

harus dituliskan, namun dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai

profil usaha. Berikut adalah informasi dasar yang dapat dituliskan:

- Deskripsi Produk atau Jasa

- Sejarah dan Pertumbuhan Perusahaan

- Visi dan Misi

- Penjelasan mengenai tim manajemen

11
c) Pencapaian usaha, jika usaha sudah berhasil mendapatkan beberapa pencapaian

yang dapat dibanggakan, maka sebaiknya pencapaian tersebut ke dalam profil

usaha. Terdapat beberapa pencapaian yang dapat ditulis dalam profil usaha yaitu

sebagai berikut:

- Penghargaan

- Sertifikasi

- Pendapat konsumen dan klien (testimoni)

- Pengakuan dari Media

2.1.2.2 Sejarah Usaha

Pengertian sejarah menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah

asal-usul (keturunan), silsilah kejadian dan peristiwa yang sebenarnya terjadi di masa

lampau (sejarah), pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-

benar terjadi dalam masa lampau (ilmu sejarah).

Sejarah suatu usaha adalah hal-hal yang berkaitan dengan asal mula

berdirinya suatu usaha. Sejarah memuat hal-hal yang berkaitan dengan situasi usaha

tersebut bisa berdiri dan apa-apa saja yang menjadi alasan pengusaha untuk memiliki

usaha tersebut. Usaha kecil menengah umumnya dimulai dengan keterampilan, lokasi

dan modal untuk memulai usaha.

2.1.2.3 Modal Usaha

Modal adalah dana yang digunakan untuk mendanai pembelian aset dan

operasional perusahaan. Modal terdiri dari item-item di sisi kanan neraca, yaitu

hutang, saham biasa, saham preferen, dan laba ditahan. Sedangkan modal termasuk

modal sendiri dan modal asing. Keseimbangan antara semua modal asing dan modal

12
milik sendiri disebut struktur keuangan, dan keseimbangan jangka panjang antara

modal asing dan modal milik sendiri akan membentuk struktur modal (Atmaja,

2003).

Modal dapat digunakan dengan dua cara, yang pertama untuk tujuan investasi,

yaitu modal yang digunakan untuk membeli atau membiayai aset tetap jangka

panjang yang dapat digunakan kembali. Kedua, modal yang digunakan untuk modal

kerja adalah modal yang digunakan untuk pembiayaan jangka pendek, seperti

pembelian bahan baku, pembayaran gaji, upah, dan biaya operasional (Kasmir, 2008).

Untuk memenuhi kebutuhan modal suatu perusahaan dalam rangka

membiayai kegiatan operasional perusahaan dapat dilakukan dengan mencari sumber-

sumber pendanaan. Menurut Riyanto (2008) modal dapat dilihat dari asalnya, sumber

modal terdiri:

a. Sumber Intern (Internal Sources)

Adalah modal yang dihasilkan dalam perusahaan. Sumber intern dapat berasal

dari laba ditahan dan akumulasi penyusutan. Besarnya laba yang dimasukkan ke

dalam penyisihan atau dipotong tergantung pada jumlah laba yang direalisasikan

dalam suatu periode tertentu dan tergantung pada kebijakan dividen perusahaan.

Sedangkan akumulasi penyusutan dapat dibentuk dari penyusutan, tiap tahunnya,

tergantung metode penyusutan yang digunakan perusahaan tersebut.

b. Sumber Ekstern (External Sources)

Sumber dari luar perusahaan atau dana yang diperoleh dari kreditur atau

pemegang saham yang menjadi bagian dari perusahaan. Modal eksternal adalah

sumber dana dari kreditur dan pemilik, yang masuk atau berpartisipasi dalam bisnis.

13
Modal dari kreditur adalah hutang perusahaan yang bersangkutan dan modal dari

kreditur disebut dengan istilah “modal asing”.

c. Jenis-jenis Modal

1. Modal Asing

Menurut Riyanto (2008), menyatakan “modal asing adalah modal berasal dari

luar perusahaan yang sifatnya sementara dalam suatu perusahaan.” Modal ini

adalah “hutang” yang harus dilunasi tepat waktu. Modal asing dibagi menjadi

atas tiga kelompok, yaitu:

a. Hutang Jangka Pendek (Short-term Debt)

Harnanto (2003), “hutang jangka pendek atau lancar adalah suatu kewajiban

atau hutang yang terjadi dalam kaitannya dengan operasi normal perusahaan.”

Hutang jangka pendek terdiri dari:

1) Hutang Dagang

Brigham dkk (2006), “hutang dagang adalah hutang yang timbul dari

penjualan kredit dan diakui sebagai piutang dari penjual dan utang dari

pembeli.” Hutang dagang adalah salah satu jenis hutang jangka pendek

terbesar, terhitung sekitar 40% dari rata-rata total hutang jangka pendek

perusahaan non-keuangan. Hutang dagang adalah sumber pendanaan

“spontan”, dalam artian timbul dari transaksi bisnis biasa.

2) Hutang Wesel

Hutang wesel merupakan pengakuan hutang atau pernyataan tertulis untuk

membayar sejumlah uang pada tanggal tertentu dikemudian hari. Hutang

wesel dicatat dan disajikan di dalam neraca perusahaan. Hanya hutang

14
wesel yang jatuh tempo dalam satu tahun atau kurang yang di golongkan

sebagai kewajiban jangkapendek.

3) Hutang Jangka Panjang Jatuh Tempo dalam Periode Kini

Hutang jangka panjang jatuh tempo dalam periode kini merupakan

bagian dari hutang jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam

tahun sekarang, sedangkan sisanya tetap dilaporkan sebagai hutang

jangka panjang.

b. Hutang Jangka Menengah (Intermediate-term Debt)

Menurut Riyanto (2008), “hutang jangka menengah adalah hutang yang

jangka waktunya antara satu sampai sepuluh tahun.” Hutang jangka

menengah terdiri dari:

1) Term Loan

Term loan merupakan kredit usaha dengan umur lebih dari satu

tahun dan kurang dari 10 tahun. Pada umumnya, term loan dibayar

kembali dengan angsuran tetap selama suatu periode tertentu. Term loan

biasanya disediakan oleh commercial bank, insurance, pension funds,

lembaga pembiayaan pemerintah, dan supplier perlengkapan. Menurut

Sartono (2001), “keuntungan dari term loan adalah tidak segera jatuh

tempo dan peminjam memberikan jaminan pembayaran secara periodik

yang mencakup bunga dan pokok pinjaman”.

2) Leasing

Menurut Sartono (2001), “leasing adalah suatu kontrak antara pemilik

aktiva yang disebut lessor dengan pihak lain yang memanfaatkan aktiva

15
tersebut untuk jangka waktu tertentu.” Sedangkan menurut Financial

Accounting Standard Board (FASB-13), “leasing adalah suatu peranjian

penyediaan barang-barang modal yang digunakan untuk suatu jangka

waktu tertentu.

c. Hutang Jangka Panjang (Long-term Debt)

Riyanto (2008), “Hutang jangka panjang adalah hutang yang waktunya lebih

dari sepuluh tahun.” Sedangkan menurut Skousen dan Stice (2004), “hutang

jangka panjang adalah obligasi yang tidak diharapkan untuk dibayar tunai

dalam jangka satu tahun.” Hutang jangka panjang pada umumnya digunakan

untuk membelanjai perluasan perusahaan karena kebutuhan modal untuk

keperluan tersebut diperlukan jumlah yang besar. Adapun jenis hutang jangka

panjang, yaitu:

1) Pinjaman Berjangka

Pinjaman berjangka (long-term) merupakan suatu perjanjian dimana

peminjam setuju untuk melakukan pembayaran bunga dan pembayaran

pokok pinjaman pada tanggal tertentu sesuai dengan perjanjian kepada

pihak yang meminjamkan. Pemberian pinjaman berjangka antara lain

dilakukan oleh bank komersial dan perusahaan asuransi.

2) Obligasi

Obligasi adalah instrumen (surat) utang yang berisi janji dari pihak yang

menerbitkan obligasi untuk membayar pemegang obligasi sejumlah nilai

pinjaman beserta bunga pada saat jatuh tempo yang telah ditetapkan.

Obligasi termasuk salah satu jenis efek. Namun, berbeda dengan saham,

16
yang kepemilikannya menandakan pemilikan sebagian dari suatu

perusahaan yang menerbitkan saham, obligasi menunjukkan utang dari

penerbitnya. Dengan demikian, pemegang obligasi memiliki hak dan

kedudukan sebagai kreditor dari penerbit obligasi. Obligasi merupakan

instrumen utang jangka panjang. Pada umumnya diterbitkan dengan

jangka waktu berkisar antara 5 sampai 10 tahun.

3) Hipotik

Hipotik merupakan pinjaman berjangka, dimana pemberi uang diberi hak

hipotik terhadap suatu barang yang tidak bergerak. Apabila pihak

peminjam (debitur) tidak memenuhi kewajibannya, barang tersebut dapat

dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutupi

tagihannya. Sartono (2001), menyatakan manfaat yang diperoleh dengan

menggunakan hutang jangka panjang adalah:

a. Bunga yang dibayarkan merupakan pengurang pajak penghasilan.

b. Melalui financial leverge dimungkinkan laba per lembar saham akan

meningkat. Sedangkan kelemahan penggunaan hutang jangka panjang

sebagai sumber dana adalah:

a) Financial risk perusahaan meningkat sebagai akibat meningkatnya

leverage.

b) Batasan yang disyaratkan kreditur seringkali menyulitkan manajer.

2. Modal Sendiri

Riyanto (2008), menyatakan “modal sendiri adalah modal yang berasal dari

pemilik perusahaan dan juga tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang

17
tidak terbatas”. Dengan kata lain, modal sendiri merupakan modal yang

dihasilkan atau dibentuk di dalam perusahaan atau keuntungan yang

dihasilkan perusahaan. Modal sendiri di dalam suatu perusahaan yang

berbentuk Perseroan Terbatas terdiri dari:

a. Modal Saham

Saham adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan. Pemegang

saham akan berhak menerima sebagian dari pendapatan tetap atau dividen

perusahaan dan kewajiban menanggung risiko kerugian yang diderita

perusahaan. Para pemegang saham dalam perseroan berhak ikut serta

dalam pengurusan perseroan sesuai dengan hak suaranya. Semakin tinggi

persentase saham yang mereka miliki, semakin besar hak suara yang

mereka miliki untuk mengendalikan operasi perusahaan

2.1.2.4 Jumlah Tenaga kerja

Karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi faktual yang melekat pada

aktifitas usaha maupun perlaku pengusaha yang bersangkutan dalam menjalankan

bisnisnya. Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar pelaku usaha sesuai

dengan skala usahanya. Menurut Bank Dunia dalam (Bank Indonesia, 2018) UMKM

dapat dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu: 1. Usaha Mikro (jumlah karyawan 10

orang); 2. Usaha Kecil (jumlah karyawan 30 orang); dan 3. Usaha Menengah (jumlah

karyawan hingga 300 orang).

Menurut Bank Indonesia (2018), dalam perspektif usaha, UMKM

diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu:

1. UMKM sektoral informal, contohnya pedagang kaki lima.

18
2. UMKM Mikro adalah para UMKM dengan kemampuan sifat pengrajin namun

kurang memiliki jiwa kewirausahaan untuk mengembangkan usahanya.

3. Usaha Kecil Dinamis adalah kelompok UMKM yang mampu berwirausaha

dengan menjalin kerjasama (menerima pekerjaan sub kontrak) dan ekspor.

4. Fast Moving Enterprise adalah UMKM yang mempunyai kewirausahaan yang

cakap dan telah siap bertransformasi menjadi usaha besar.

2.2 Usaha Agroindustri

2.2.1 Definisi Agroindustri

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai

bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut

(Soekartawi, 2001). Secara explicit agroindustri adalah perusahan yang memperoses

bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan).

Proses yang digunakan mencakuppengubahan dan pengawetan melalui perlakuan

fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk agroindustri ini

dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan

baku industry lainnya. Agroindustri merupakan bagian dari komplek industry

pertanian sejak produksi bahan pertanian primer, industry pengolahan atau

transformasi sampai pengunaan oleh konsumen.

Istilah agroindustri merujuk kepada suatu jenis industri yang bersifat

pertanian, seperti halnya istilah industry logam atau industri obat yang merujuk

kepada suatu jenis industri tertetu. Menurut Saragih (2010) sektor agroindustri adalah

industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung)

yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan

19
komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun

kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri.

Keterkaitan tidak langsung, berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan

baku (input) di luar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dan

lain-lain, beserta kegiatan ekonomi yang memasarkan.

Peranan sektor industri dalam kegiatan pembangunan semakin penting.

Pemerintah terus berusaha menyeimbangkan peranan sektor industri terhadap sektor

pertanian, untuk menciptakan struktur ekonomi yang seimbang dimana terdapat

kemampuan industri maju yang di dukung oleh pertanian yang tangguh. Berdasarkan

kenyataan di atas, maka industri yang mengelolah hasil-hasil pertanian di Indonesia

memang strategis (Soekartawi, 2000).

Pembangunan wilayah dalam sektor pertanian juga membantu masyarakat

khususnya petani untuk memanfaatkan hasil produksi pertanian sebagaimana yang

terkandung pada QS Al- An‟am/6:99 yang berbunyi:

ِ ‫يءٍ فَأ َ ْخ َرجْ نَا ِم ْنهُ خ‬


‫َض ًرا‬ َ ‫اء َما ًء فَأ َ ْخ َرجْ نَا ِب ِه نَبَاتَ ُك ِل‬
ْ ‫ش‬ َّ ‫َوهُ َو الَّذِي أ َ ْنزَ َل ِمنَ ال‬
ِ ‫س َم‬

‫ب‬ ٍ ‫طلْ ِع َها قِنْ َوا ٌن دَانِيَةٌ َو َجنَّا‬


ٍ ‫ت ِم ْن أ َ ْعنَا‬ َ ‫ج ِم ْنهُ َحبًّا ُمت َ َرا ِكبًا َو ِمنَ النَّ ْخ ِل ِم ْن‬
ُ ‫نُ ْخ ِر‬

‫ظ ُروا ِإلَ ٰى ث َ َم ِر ِه ِإذَا أَثْ َم َر َويَ ْن ِع ِه ۚ ِإ َّن فِي‬


ُ ‫غي َْر ُمتَشَا ِب ٍه ۗ ا ْن‬
َ ‫الر َّمانَ ُم ْشتَبِ ًها َو‬
ُّ ‫الز ْيتُونَ َو‬
َّ ‫َو‬

ٍ ‫ٰذَ ِل ُك ْم ََليَا‬
َ‫ت ِلقَ ْو ٍم يُؤْ ِمنُون‬

Terjemahnya:

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan

dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka Kami keluarkan dari tumbuh-

20
tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang

menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai

yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan

delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu

pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada

yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang

beriman (Kementerian Agama RI, 2012).

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya yang berjudul Ath-Thibb an-

Nabawi menyebutkan, wangi-wangian adalah salah satu yang paling disukai Nabi

Muhammad dalam perkara dunia. Dalam sebuah riwayat disebutkan:

‫ع ْن أَن ٍَس‬ َ ‫ي قَا َل َحدَّثَنِي ث ُ َما َمةُ ْب ُن‬


ِ َّ ‫ع ْب ِد‬
َ ‫َّللا‬ ُّ ‫ار‬
ِ ‫ص‬َ ْ‫ت ْاْلَن‬ َ ‫َحدَّثَنَا أَبُو نُعَي ٍْم َحدَّثَنَا‬
ٍ ‫ع ْز َرة ُ ْب ُن ثَا ِب‬

ُّ‫سلَّ َم َكانَ ََل يَ ُرد‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫ع َم أ َ َّن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬ َ َ‫يب َوز‬ ِ ُّ ‫ع ْنهُ أَنَّه ُ َكانَ ََل يَ ُرد‬
َ ‫الط‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬
ِ ‫َر‬

‫يب‬
َ ‫الط‬
ِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada

kami Azrah bin Tsabit Al Anshari dia berkata; telah menceritakan kepadaku

Tsumamah bin Abdullah dari Anas radliallahu 'anhu bahwa dia tidak pernah

menolak (pemberian) minyak wangi, dan dia mengira bahwa Nabi shallallahu 'alaihi

wasallam juga tidak pernah menolak (pemberian) minyak wangi." (HR Bukhari).

Menurut Ibnu Qayyim, wewangian memiliki khasiat bahwa para malaikat

sangat menyukainya. Sementara, setan-setan amat membencinya.

21
Sedangkan untuk salat Jum’at, terdapat dalil khusus tentangnya.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu‘anhu, Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda,

‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ب َما قَدَ َر‬
ِ ‫الطي‬
ِ َ‫س ِمن‬
ُّ ‫ َويَ َم‬،‫اك‬ َ ‫غ ْس ُل يَ ْو ِم ْال ُج ُمعَ ِة‬
ٌ ‫ َو ِس َو‬،‫علَى كُ ِل ُمحْ ت َ ِل ٍم‬ ُ

“Mandi hari Jum’at itu wajib atas setiap orang yang telah baligh, bersiwak,

dan memakai minyak wangi sesuai dengan kemampuannya.” (HR. Muslim).

Proses yang diterapkan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui

perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk

adroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi atau digunakan

oleh manusia ataupun sebagai produk bahan baku industry lain (Mangunwidjaja dan

Sailah, 2009)

Apabila dilihat dari sistem agribisnis, agroindustri merupakan bagian

(subsistem) agribisnis yang memperoses dan mentransformasikan bahan-bahan hasil

pertanian (bahan makanan,kayu dan serat) menjadi barang-barang setengah jadi yang

langsung dapat dikonsumsi dan barang atau bahan hasil produksi industry yang

digunakan dalam proses seperti traktor, pupuk, pestisida, mesin pertanian dan lain-

lain. Dari batasan industry, agroindustri merupakan sub sektor yang luas meliputi

industry hilir. Industry hulu adalah industry yang memperoduksi alat-alat dan mesin

pertanian serta industry sarana produksi yang digunakan dalam proses budidaya

pertanian, sedangkan industry hilir merupakan industry yang mengelola hasil

pertanian menjadi bahan baku atau barang yang siap dikonsumsi atau meruapakan

industry pasca panen dan pengolahan hasil pertanian (Udayana, 2011).

22
Potensi pasar minyak wangi sangat tinggi. Tingginya potensi pasar minyak

serai wangi ini terbukti dari banyaknya industri–industri yang mengunakan bahan

baku minyak serai wangi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di dalam

negeri, minyak serai wangi digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik, industri

obat – obatan, industri bioditif, bahan baku pestisida nabati, minyak urut, dan spa.

Agroindustri minyak serai wangi merupakan salah satu diversifikasi vertical usaha

pertanian serai wangi. Agroindustri minyak serai wangi sangat menjanjikan kerena

tingginya volume eksport minyak serai wangi membuka peluang bagi pengusaha

penyulingan minyak serai wangi.

2.2.2 Ketersediaan dan Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang

Menurut Feriyanto, et al (2013), Minyak atsiri dapat diperoleh dari nilam,

akar wangi, pala, cengkeh, serai wangi, kenanga, kayu putih, cendana, lada dan kayu

manis meliputi daun, bunga, batang dan akar. Minyak atsiri banyak digunakan dalam

industri sebagai bahan baku kosmetik dan obat-obatan.

Menurut Sulaswatty (2020), Minyak atsiri yang berasal serai wangi, juga

dikenal sebagai minyak serai wangi, digunakan untuk bahan dasar dalam produksi

ester seperti hidroksi citronelal, geraniol asetat, dan mentol sintetis dengan sifat

stabilisasi dalam industri wewangian. Dalam bidang perlindungan tanaman, minyak

atsiri serai wangi dapat digunakan sebagai pengendali Organisme Penganggu

Tanaman (OPT). Minyak atsiri serai wangi memiliki kemampuan untuk menghambat

pertumbuhan bahkan membunuh hama sasaran, sehingga dapat digunakan sebagai

alternatif pestisida sintetik yang lebih aman bagi lingkungan dan konsumen. Jenis

hama yang dapat dikendalikan oleh minyak atsiri serai wangi adalah kutu putih,

23
aphid, kutu dompalan, thrips, kutu sisik dan lalat buah (Balai Penelitian Tanaman

Buah Tropika, 2015).

Menurut Mulyadi (2014), Bahan baku merupakan bahan yang membentuk

bagian yang menyeluruh produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan

manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor, atau dari pengelolahaan

sendiri. Didalam memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan

biaya sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan biaya –biaya

pembelian, pergudangan, dan biaya –biaya perolehan lain.

Dalam penelitian ini bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan

minyak serai wangi berasal dari tanaman serai wangi. Serai wangi (Cymbopogon

nardus redle) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dapat digunakan

sebagai bahan baku didalam pengolahan minyak atsiri. Menurut UU Nomor 39 Tahun

2014 tentang perkebunan menyatakan bahwa “Perkebunan adalah segala kegiatan

pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan

mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait tanaman perkebunan.

Tanaman Perkebunan adalah tanaman semusim atau tanaman tahunan yang jenis dan

tujuan pengelolaannya ditetapkan untuk usaha perkebunan. Usaha Perkebunan adalah

usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa Perkebunan”.

Tanaman Serai termasuk dalam kelompok rumput-rumputan dengan nama

ilmiah Andropogon nardus atau Cymbopogon nardus. Genus Cymbopogon mencakup

hampir 80 spesies, tetapi hanya beberapa spesies yang menghasilkan minyak atsiri.

Jenis yang paling penting sebagai sumber minyak atsiri serai adalah Cymbopogon

nardus dan Cymbopogon winterianus atau mahapengiri dari jawa (Sebayang, 2011).

24
Hasil penyulingan daun serai wangi adalah untuk mendapatkan minyak serai

wangi, yang dalam dunia komersial disebut Citronella Oil. Minyak sereh wangi

Indonesia di pasar dunia dikenal dengan sebutan “Citronella Oil of Java”. Serai

wangi terbagi menjadi dua jenis, mahapengeri dan lena batu. Mahapengeri memiliki

bentuk daun yang lebih pendek dan lebar dibandingkan dengan daun batu lena.

Tanaman serai wangi dalam taksonomi tumbuhan diklasifikan sebagai berikut

(Suroso, 2018):

Kerajaan : Plantae

Sub divisi : Angiospermae

Ordo : Graminales

Family : Panicodiae

Genus : Cymbopogon

Spesies : Cymbopogon nardus (L.) Randle

Tanaman serai merupakan tanaman tahunan dengan tinggi 50 sampai 100 cm.

Memiliki daun berjumbai dengan panjang daun hingga 1 m dan lebar 1,5 sampai 2

cm. Tulang daun sejajar dengan tekstur permukaan bawah daun yang agak kasar.

Batang tidak berkayu, putih keunguan. Memiliki akar serabut dan tumbuh berumpun

(Sebayang, 2011).

Tanaman serai tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik dari dataran rendah

maupun tinggi hingga ketinggian hingga 1200 m dpl. Ketinggian optimal adalah 250

m dpl. Serai wangi dapat hidup pada tanah pH 3 sampai 6, tumbuh cepat dan mudah

beradaptasi, jumlah akar yang cukup rapat untuk menopang tanah, dan daun yang

25
rimbun serta berpotensi untuk dijadikan komoditas bernilai ganda. Karena minyak

atsiri serai dapat mengkonservasi lahan dan memiliki nilai ekonomis (Rosman, 2012).

Bibit serai wangi yang digunakan masih muda, ditanam pada kedalaman

sekitar 20 cm, ditumpuk sekitar 10 cm di bagian bawah, dan bibit ditanam pada jarak

100x100 cm di tanah subur atau 75x75 cm di tanah yang kurang subur (Sebayang,

2011). Serai wangi sebaiknya ditanam pada awal musim hujan. Untuk skala

perkebunan serai harus bersih dan bebas gulma karena dapat menghambat

pertumbuhan tanaman serai dan kesuburan tanah. Selain itu, tanaman serai wangi

dapat terserang jamur atau cendawan parasit. Cendawan ini dapat menyerang jaringan

batang serai dan dapat mempengaruhi produksi minyak (Sebayang, 2011).

Panen pertama dilakukan dengan cara memotong daun serai wangi 5 cm di

atas ligula (batas pelepah dengan helaian daun) dari daun bagian bawah yang tidak

mati atau kering pada saat tanaman serai berumur 5-6 bulan setelah tanam. Panen

selanjutnya bisa setiap 3 bulan di musim hujan dan setiap 4 bulan di musim kemarau.

Untuk satu hektare lahan menghasilkan 1000-1500 rumpun serai wangi dengan berat

satu rumpun sebesar 1,5 kg pada panen pertama dan akan meningkat menjadi 2 kg

setelah penen berikutnya. Daun serai tidak perlu dipotong pendek-pendek untuk

penyulingan. Namun, daun serai wangi sebaiknya dijemur selama 3-4 jam atau

disimpan di tempat teduh selama 3-4 hari. Sebetulnya mutu minyak yang terbaik

diperoleh dari penyulingan daun segar. Penjemuran dan pelayuan daun serai wangi

sebelum disuling pada batas tertentu tidak berpengaruh terhadap rendemen minyak.

Malahan penjemuran dan pelayuan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar

sitronellal dan total geraniol dalam minyak. Tetapi dengan penjemuran atau pelayuan

26
jumlah bahan yang dapat disuling setiap kali penyulingan bertambah besar, sehingga

penyulingan bahan dalam keadaan kering lebih efiisien (Daswir dan Indra, 2006).

Menurut Sri (2006), bahan penunjang merupakan bahan yang dimanfaatkan

dalam proses produksi, namun bukan merupakan bagian dari bahan baku utama untuk

produk yang dihasilkan. Bahan penunjang merupakan pelengkap dari bahan baku

yaitu sebagai penunjang untuk terciptanya proses produksi dari bahan baku utama.

Suatu proses produksi lazimnya tidak dapat berjalan apabila ketersediaan bahan

penunjang tidak tercukupi. Bahan penunjang di bagi menjadi dua golongan, bahan

tambahan dan bahan bakar.

2.2.3 Proses Produksi

Menurut Bustami dan Nurlela (2010), proses produksi adalah proses

pengolahan input menjadi output yang dimaksud adalah bahan baku langsung, tenaga

kerja langsung, dan biaya ovehead pabrik yang diproses menjadi bahan produk

selesai. Produksi adalah suatu kegiatan yang dapat menciptakan guna baik waktu,

bentuk maupun tempat dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Produksi

tersebut dapat berupa barang ataupun jasa tetapi produksi diartikan juga sebagai suatu

kegiatan mengubah sumber-sumber ke dalam produk atau proses mengubah input

menjadi output (Setiadi, 2008).

Proses produksi membutuhkan berbagai macam jenis faktor produksi. Dalam

garis besarnya, faktor-faktor produksi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi faktor

produksi tenaga kerja, modal, dan alam. Dalam setiap proses produksi, ketiga proses

produksi itu dikombinasikan dalam jumlah dan kualitas tertentu (Sumodiningrat, dkk

1999). Menurut Soekartawi (2000), produksi yang dihasilkan dipengaruhi oleh

27
berbagai faktor produksi, yaitu semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar

mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik.

2.2.4 Teknologi Produksi

Teknologi adalah salah satu alat untuk mempermudah manusia dalam

menjalankan aktivitas sehari-hari dalam hal menyediakan kebutuhan dasar dan juga

dimanfaatkan dalam kegiatan ekonomi (Miarso, 2007). Teknologi merupakan salah

satu bentuk proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses yang berjalan tersebut

menghasilkan produk tertentu, dimana produk yang dihasilkan tidak terpisah dari

produk lainnya yang telah ada. Lebih lanjut disebutkan bahwa teknologi merupakan

suatu bagian dari sebuah integral yang terdapat didalam suatu sistem tertentu.

Produksi adalah kegiatan suatu industri untuk memproses dan mengubah bahan baku

serai wangi menjadi produk minyak atsiri melalui pengunaan tenaga kerja dan

fasilitas produksi lainnya.

Pada umumnya metode penyulingan minyak serai wangi dapat dilakukan

dengan cara: Penyulingan dengan air, Penyulingan dengan air dan uap, dan

Penyulingan dengan uap langsung.

Penggunaan metode penyulingan dipilih berdasarkan pertimbangan bahan

baku karakteristik minyak, proses difusi minyak dengan air panas, dekomposisi

minyak akibat efek panas, efisiensi produksi, dan ekonomis serta efektivitas produksi.

a. Penyulingan dengan Air

Dalam metode ini, daun dan batang tanaman serai untuk penyulingan

langsung terkena air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau benar-benar

tenggelam, tergantung pada berat dan jumlah bahan yang disuling (Lutony & Yeyet,

28
2002). Sistem ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain proses yang sederhana

dan kemampuan untuk mengekstrak minyak dari akar, kulit, kayu, dan bunga yang

mudah membentuk gumpalan jika terkena panas (De Billerbeck, 2001). Bahan baku,

baik yang sudah dilayukan, kering maupun bahan basah, dimasukkan ke dalam ketel

penyuling yang telah diisi dengan air kemudian dipanaskan. Uap yang keluar dari

ketel dialirkan melalui pipa yang dihubungkan dengan ke kondensor. Uap yang

merupakan campuran uap air dan minyak, dikondensasikan menjadi cairan dan

ditampung dalam tempat pemisah minyak dan air. Cairan minyak dan air kemudian

dipisahkan oleh pemisah minyak. Rendemen yang diperoleh dari penyuligan air

sangat ditentukan oleh ukuran bahan baku, perbandingan bahan dan air yang

digunakan, proses pengadukan, dan waktu perlakuan.

Gambar 1. Skema Alat Penyulingan dengan Sistem Penyulingan Air (Water


Distillation)
Sumber: Negoro, 2007

b. Penyulingan dengan Uap Air

Penyulingan menggunakan air dan uap ini dekenal dengan sistem kukus.

Metode ini mirip dengan metode perebusan, tetapi bahan baku dan air tidak

bersinggungan langsung karena dibatasi dengan filter pada air. Sistem ini banyak

digunakan dalam produksi minyak serei karena membutuhkan sedikit air dan

29
menghemat waktu dalam proses produksi. Metode kukus dilengkapi dengan sistem

kohobasi, yaitu air kondensat yang keluar dari separator masuk kembali secara

otomatis ke dalam ketel agar kehilangan air diminimalisasi sehingga dapat menekan

biaya produksi. Sistem ini lebih hemat biaya karena tidak melibatkan hidrolisis

komponen minyak atsiri serai wangi dan proses difusi minyak atsiri dengan air panas.

Gambar 2. Skema Alat Penyulingan dengan Sistem Penyulingan Uap dan Air (Water
and Steam Distillation)
Sumber : Negoro, 2007

Pada metode penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling disuling

diletakkan pada rak atau ayakan yang berlubang. Ketel penyulingan kemudian diisi

dengan air sampai permukaannya dekat dengan bagian bawah filter. Ciri dari metode

ini adalah uap selalu bersifat basa, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman

sulingan hanya terkena uap dan tidak terkena air panas (Lautony & Yeyet, 2002).

Sistem penyulingan air dan uap lebih efisien dari pada metode penyulingan air

karena jumlah bahan bakar yang diperlukan lebih sedikit, penyulingan lebih singkat,

dan rendemen minyak yang dihasilkan lebih besar (Yuni dkk, 2013).

30
c. Penyulingan dengan Uap Langsung

Gambar 3. Skema Alat Penyulingan dengan Sistem Penyulingan Uap Langsung


(Direct Steam Distillation)
Sumber : Negoro, 2007

Pada sistem ini, bahan baku tidak kontak langsung, baik dengan air maupun

pemanas/api, tetapi hanya uap bertekanan tinggi yang digunakan untuk menyuling.

Prinsip dari metode ini adalah membangkitkan uap bertekanan tinggi di dalam boiler

kemudian dialirkan melalui pipa menuju boiler yang berisi bahan Baku. Uap dari

boiler dihubungkan ke kondensor. Cairan kondesat yang berisi campuran minyak dan

air dipisahkan dengan separator sesuai berat jenis minyak. Prinsip dari model ini

sama dengan penyulian uap dan air, hanya saja air penghasil uap tidak diisikan

bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau

uap yang kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer (Yuni dkk, 2013).

Distilasi uap digunakan untuk menyaring cairan dengan titik didih tinggi atau cairan

yang terurai ketika dipanaskan sampai titik didih. Distilasi ini dilaksanakan dengan

cara memanaskan cairan dengan air atau uap, yang secara aktif disuplai melalui pipa.

Dari sistem penyulingan ini menghasilkan minyak serai dengan kualitas dan

rendemen tertinggi.

31
 Penyulingan

Jumlah minyak serai wangi yang menguap bersama uap air ditentukan oleh

besar tekanan uap yang digunakan, berat molekul masing-masing komponen dalam

minyak serai, dan kecepatan minyak serai yang keluar dari bahan. Pada proses

penyulingan, pengaruh tekanan terhadap aliran kondensat mempengaruhi jumlah air

suling yang terkondensasi di dalam penyulingan. Kecepata laju alir kondensat dan

tekanan yang makin besar memerlukan uap yang besar pula masuk ke ketel.

Akibatnya uap yang terkondensasi ke dalam ketel juga makin besar (Fataina, 2005).

Hal ini mengakibatkan jumlah rendemen minyak serai wangi akan berbeda-beda

seiring dengan pertambahan waktu proses penyulingan.

Pada saat daun serai wangi dimasukkan ke dalam ketel suling sebaiknya

dibasahi dengan air agar dapat dipadatkan. Kepadatan daun serai wangi berkisar

antara 90-120 gram/liter (Ma’mun, 2011). Penyulingan daun sarai wangi pada kondisi

kering akan menyerap air sebanyak bobotnya. Oleh karena itu, jika sistem

penyulingan menggunakan sistem air, harus diperhatikan agar tidak terjadi

kekurangan air selama penyulingan. Alur dalam proses penyulingan minyak serai

wangi dapat dilihat pada Gambar 4.

Lama penyulingan bergantung dari metode, kapasitas ketel dan kecepatan

penyulingan. Untuk penyulingan secara uap air, lamanya antara 5-10 jam,

penyulingan dengan uap langsung lamanya berkisar atara 4-6 jam (Agustian &

Sulaswatty, 2005). Waktu penyulingan dapat dihitung dengan mengamati laju

penyulingan. Untuk penyulingan uap air, rasio penyulingan yang baik adalah 0,6

uap/Kg daun serai wangi.

32
Panen Daun serai

Keringkan

Perajangan

Daun serai kering

Timbang Dapat diolah menjadi kompos

Ampas
Penyulingan

Minyak Serai Wangi

Gambar 4. Bagan Alir Proses Penyulingan Minyak Serai Wangi


Sumber : Negoro, 2007

Pada penyulingan dengan uap langsung, kanan uap awal secara bertahap

meningkat dari 1, 0 atm dan berakhir pada 2, 53 atm. Senyawa sitronelal berada pada

fraksi ringan yang keluar pada awal proses. Pada fraksi berat seperti total geraniol,

sebagian besar baru akan tersuling pada suhu tinggi atau dengan waktu penyulingan

cukup lama. Sitronelal dan total geraniol adalah fraksi yang menentukan mutu

minyak serai wangi. Semakin tinggi kandungan minyak, semakin tinggi kualitas

minyak serai wangi (Agustian & Sulaswatty, 2005).

2.2.5 Biaya Produksi

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang,

yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu

(Mulyadi, 2005). Biaya dalam pengertian ekonomi adalah semua biaya yang timbul

atas penggunaan sumber daya ekonomi dalam proses produksi (Pindyck dan

33
Rubinfeld, 2012). Sedangkan yang dimaksud dengan biaya produksi adalah semua

pengeluaran yang dilakukan suatu perusahaan untuk memperoleh faktor produksi

(input) yang akan digunakan untuk menghasilkan sejumlah output (amaliawati dan

murni 2012). Analisis biaya produksi dibagi menjadi analisis biaya jangka pendek

dan analisis biaya jangka panjang. Analisis biaya jangka pendek dibagi menjadi biaya

tetap dan biaya variabel. Sedangkan analisis biaya jangka panjang, semua biaya

adalah biaya variabel.

Pengelompokan biaya berdasarkan perilakunya dibedakan manjadi dua yaitu:

biaya variabel (variabel cost) dan biaya tetap (fixed cost) yang dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha

sebagai akibat penggunaan faktor produksi variabel, sehingga biaya ini besarnya

berubah-ubah dengan berubahnya jumlah barang yang dihasilkan. Dalam jangka

pendek yang termasuk biaya variabel adalah biaya tenaga kerja langsung, biaya

bahan baku dan lain-lain (Suparmoko, 2001).

2. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang secara tetap dibayar atau dikeluarkan

oleh produsen atau pengusaha dan besarnya tidak dipengaruhi oleh tingkat output,

yang termasuk kategori biaya tetap adalah sewa gudang, sewa gedung, biaya

penyusutan alat, sewa kantor, gaji pegawai (Supardi, 2000).

Menurut Hasen dan Mowen (2009), biaya produksi adalah biaya yang

berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa. Berdasarkan objeknya,

biaya produksi dapat digolongkan menjadi 3 yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung dan biaya overhead.

34
1. Biaya bahan baku (bahan langsung), merupakan biaya yang terdiri dari semua

bahan yang dikerjakan dalam proses produksi, untuk diubah menjadi barang lain

yang nantinya akan dijual (Munandar, 2007). Menurut Sulastiningsih dan Zulkifli

(1999) biaya bahan baku merupakan komponen biaya yang terbesar dalam

pembuatan produk jadi. Dalam perusahaan manufaktur, bahan baku diolah

menjadi produk jadi dengan mengeluarkan biaya konversi.

2. Upah tenaga kerja langsung (Direct Labour) adalah biaya yang dikeluarkan untuk

membayar pekerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi (Rudianto,

2009).

3. Biaya Overhead Pabrik (BOP) atau dapat jugak disebut sebagai biaya tidak

langsung (indirect cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang

atau jasa selain dari pada biaya bahan baku dan upah tenaga kerja langsung

(Firdaus dan Abdullah, 2012). Biaya overhead terdiri atas biaya bahan penolong

(bahan tidak langsung), biaya reparasi dan pemeliharaan, upah tenga kerja tidak

langsung, penyusutan, asuransi, dan lain-lain.

2.2.6 Produksi

Minyak serai wangi mengandung komponen sitronelal 32 - 45%, geraniol 12

– 18%, sitronelol 11 - 15%, geranil asetat 3 – 8%, sitronelil asetat 2 – 4%, limonen 2 -

4%, kadinen 2 - 4% dan selebihnya (2 – 36%) adalah sitral, kavikol, eugenol, elemol,

kadinol, vanilin, kamfen, α-pinen, linalool, β-kariofilen (Rusli, 2010). Komponen

kimia dalam minyak serai wangi cukup komplek, namun komponen yang terpenting

adalah sitronellal, sitronellol dan geraniol. Ketiga komponen tersebut menentukan

intensitas bau harum, serta nilai dan harga minyak sereh wangi. Kadar komponen

35
kimia penyusun utama minyak serai wangi tidak tetap dan tergantung beberapa

faktor. Biasanya jika geraniol tinggi maka kadar sitronelal juga tinggi (Kurniawan,

2020).

Minyak atsiri yang dikenal sebagai “minyak terbang” atau “minyak eternis”

(Essential oil, Volatile) diperoleh dari tumbuhan tertentu yaitu tumbuhan atsiri.

Minyak atsiri adalah tumbuhan yang memiliki sifat mudah menguap pada suhu

tertentu dan tidak terurai. Pada umumnya minyak atsiri memiliki rasa yang tajam, bau

yang harum tergantung dari aroma tanaman yang memproduksinya, larut dalam

pelarut organik dan tidak larut dalam air (Wulansari, 2005). Minyak atsiri merupakan

salah satu hasil dari proses penyulingan seperti batang, daun, bunga, akar, buah atau

biji tanaman atsiri (Wulansari, 2005).

Standar mutu minyak serai wangi merupakan data yang sangat penting untuk

menentukan mutu suatu bahan dengan persyaratan tertentu yang meliputi spesifikasi,

proses dan aturan dinamis, sehingga perlu dikelola secara professional berdasarkan

kebutuhan penggunaan dan perkembangan teknologi. Bila tidak memenuhi aturan

tersebut maka dapat menimbulkan masalah sosial seperti berkurangnya persaingan

karena hambatan masuk pasar dan kurangnya perlindungan lingkungan. Di sisi lain,

ketika standar dirumuskan berdasarkan standar nasional dan internasional yang diakui

yang mencerminkan persyaratan pasar global, standar dapat memfasilitasi proses

perencanaan dan mendukung produksi dan penjualan barang dan jasa (Sebayang,

2011).

Persyaratan standar mutu minyak atsiri menggunakan batasan atau kriteria

tertentu. Secara umum, karakteristik kualitas minyak atsiri ditunjukkan oleh bahan

36
asalnya. sifat Fisika akan diketahui keasliannya dan sifat kimia meliputi komponen

kimia yang mendukung minyak, terutama komponen dasar. Kehadiran benda asing

campuran itu sendiri menurunkan kualitas minyak. Oleh karena itu, diperlukan suatu

metode untuk mengkarakterisasi minyak atsiri yang dihasilkan.

Menurut Atmoko (2017), standar mutu minyak serai wangi untuk kualitas

ekspor dapat dianalisis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3953-1995.

Menurut kriteria fisika yaitu berdasarkan warna, bobot jenis dan indeks bias

sedangkan secara kimia berdasarkan total geraniol, total sitronellal, dan kelarutan

dalam etanol 80% yang ditampilkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Standar Mutu Minyak Serai Wangi Indonesia Berdasarkan Sifat Fisika dan
Kimia
Sifat Fisis dan Kimia Syarat
Warna Kuning pucat sampai kuning kecoklatan
Bobot jenis 20 0C / 20 0C 0,88 - 0,922
0
Indeks bias (nD 20 C) 1,466 - 1,475
Total geraniol (%) ≥ 85%
Sitronellal (%) ≥ 35%
Kelarutan dalam etanol 80% 1: 2 sampai larutan jernih
Sumber: SNI 06-3953-1995

Berdasarkan tabel 2, Sifat fisika minyak atsiri berwarna kuning pucat sampai

kuning kecoklatan jika warnanya menjadi hitam diakibatkan oleh penyulingan pada

suhu yang terlalu tinggi sehingga terjadi oksidasi aldehid atau hidrolisa ester yang

ditandai dengan bilangan asam yang tinggi dan pengaruh material carbon steel pada

proses penyulingan sehingga ada kontaminasi logam Fe dan Cu dalam minyak. Oleh

sebab itu digunakan material stainless steel (Kimia Indonesia, 2005).

Nilai bobot jenis minyak atsiri adalah perbandingan antara massa minyak

dengan massa air dalam volume yang sama dengan volume minyak. Bobot jenis

37
sering dikaitkan dengan berat komponen yang dikandungnya. Semakin besar fraksi

yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai bobot jenisnya. Bobot

jenis adalah salah satu kriteria terpenting dalam menentukan mutu dan kemurnian

minyak atsiri.

Indeks bias membandingankan kecepatan cahaya didalam udara dengan

kecepatan didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri

berhubungan erat dengan komponen-komponen dalam minyak atsiri yang dihasilkan.

Indeks bias dipengaruhi karena adanya air dalam kandungan minyak tersebut.

Semakin besar kadar air, semakin kurang dari nilai indeks bias. Hal ini karena sifat

air mudah membiaskan cahaya yang datang. Oleh karena itu, minyak atsiri dengan

indeks bias tinggi lebih baik daripada minyak atsiri dengan indeks bias rendah.

Minyak serai wangi tidak memenuhi syarat untuk ekspor jika kadar geraniol

dan sitronellal rendah atau mengandung bahan aging. Rendahnya kadar geraniol dan

sitronelal umumnya dikaitkan dengan varietas serai yang buruk, pengelolaan tanaman

yang buruk, dan tanaman yang terlalu tua. Bahan tambahan yang terdapat dalam

minyak serai wangi berupa lemak, alkohol dan minyak tanah sering digunakan

sebagai bahan pencampur (Dwipa, 2020)

Menurut Atmoko (2017), berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-

3953-1995, kualitas minyak berdasarkan kandungan geraniol dan sitronellal dapat

digolongkan menjadi tiga golongan seperti pada Tabel 3.

38
Tabel 3. Standar Mutu Minyak Serai Wangi.
Kualitas Minyak Serai Wangi Total Geraniol (%) Total Sitronellal (%)
A ≥ 85% ≥ 35%
B 80 – 85% -
C ≤ 85% -
Sumber: SNI 06-3953-1995

Rendemen minyak tertingi diperoleh dari perlakuan lama penyulingan selama

2-6 jam, besarnya sekitar 0,28-2,17%. Rendemen minyak dipengaruhi oleh lama

penyulingan, semakin lama bahan disuling maka semakin banyak minyak yang

dihasilkan. Penyulingan dilakukan sampai minyak habis menetes. Selain faktor

penyulingan, rendemen minyak juga dipengaruhi oleh pelayuan. Jumlah minyak yang

dihasilkan dari bahan segar dengan yang sudah dilayukan berbeda. Rendemen minyak

serai wangi segar sebesar 0,28-0,69%, bahan yang dilayukan sebelum disuling 1,30-

2,17% dan bahan kering 0.96-1,42%.

2.2.7 Harga

Sukirno (2000) mengemukakan bahwa harga suatu barang yang

diperjualbelikan adalah ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam

suatu pasar. Keseimbangan pasar tersebut terjadi apabila jumlah barang yang

ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta. Menurut Case dan Fair (2006)

harga adalah jumlah yang dijual oleh suatu produk perunit dan mencermikan berapa

yang tersedia dibayarkan oleh masyarakat, artinya harga akan menentukan dan

mengukur berapa hasil yang diperoleh sehingga berpengaruh terhadap pendapatan,

artinya semakin tinggi tingkat harga maka akan semakin bagus pengaruhnya terhadap

pendapatan yang diperoleh.

39
Harga adalah satuan nilai yang diberikan ada suatu komoditas sebagai

informasi kontraprestasi dari produsen/pemilik komoditas. Harga merupakan salah

satu faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi keputusan pelaku ekonomi

dalam kegiatan pertanian dan pemasaran produk misalnya pangan. Harga berperan

penting karena mendorong keputusan pelaku ekonomi dalam mengalokasikan sumber

daya dan output serta mendorong transmisi harga dan integrasi pasar secara vertikal

maupun horizontal (Mayer dan Taubadel, 2004).

Menurut Kotler dan Amstrong (2012) harga dapat didefinisikan secara sempit

sebagai jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa. Atau dapat

didefinisikan secara luas harga sebagai jumlah nilai yang ditukarkan konsumen untuk

keuntungan memiliki dan menggunakan produk atau jasa yang memungkinkan

perusahaan mendapatkan laba yang wajar dengan cara dibayar untuk nilai pelanggan

yang diciptakannya.

Perusahaan dapat memilih salah satu dari enam metode penetapan harga, yaitu

mark up (mark-up pricing), penetapan harga sasaran pengembalian (Target Retrun

Pricing), penetapan harga persepsi nilai (Perceived Value Pricing), penetapan harga

nilai (Value Pricing), penetapan harga umum (Going rate Pricing), penetapan harga

tipe lelang (Auction Type Pricing) (Kotler dan Armstrong, 2012).

1. Mark up Pricing;

Harga jual ditentukan berdasarkan presentasi keuntungan yang diharapkan

ditambah dengan keseluruhan biaya produksi sebagai keuntungan atau laba. Adapun

rumus penetapan harga jual dengan metode mark-up pricing adalah sebagai berikut:

40
Biaya per Unit
Harga Mark-Up = ............. (1)
1−tingkat pengembalian atas penjualan (%)

TFC
Biaya per Unit = VC + ..................................................... (2)
Volume Penjualan

2. Target Retrun Pricing

Dalam penetapan harga sasaran pengembalian (target retrun pricing),

perusahaan menentukan harga yang menghasilkan tingkat pengembalian atas

investasi (ROI – Retrun on investment) yang dibidiknya. Rumus penetapan harga

dengan metode target retrun pricing diformulasikan sebagai berikut:

Pengembalian yg diharapkan (%) x Modal Investasi


Harga = Biaya per Unit + ........ (3)
Volume Penjualan

3. Perceived Value Pricing

Harga ditentukan berdasarkan penilaian konsumen terhadap produk, bila

konsumen menilai produk tinggi maka harga yang ditetapkan atau produk juga tinggi.

Maka banyak perusahaan mendasarkan harganya pada persepsi nilai pelanggan.

Perusahaan tersebut harus menyerahkan nilai yang dijanjikan melalui pernyataan nilai

mereka, dan pelanggan harus mempersiapkan nilai ini. Perusahaan tersebut

menggunakan unsur-unsur bauran pemasaran lainnya, seperti iklan dan tenaga

penjualan, untuk mengkomunikasikan dan meningkatkan nilau yang di persepsikan

dalam benak pembeli. Persepsi nilai terdiri atas beberapa unsur, seperti gambaran

pembeli tentang kinerja produk tersebut, kelancaran saluran, mutu jaminan, dukungan

pelanggan, dan ciri-ciri yang lebih lunak seperti reputasi pemasok kepercayaan, dan

harga diri. Lebih jauh masing-masing calon pelanggan memberikan bobot yang

41
berbeda pada unsur-unsur yang berbeda ini, dengan akibat bahwa sebagian akan

menjadi pembeli harga (price buyers), sebagian pembeli lainnya akan menjadi

pembeli nilai (Value Buyers), dan sebagian lainnya lagi akan menjadi pembeli yang

setia (loyal buyers). Perusahaan-perusahaan membutuhkan strategi yang berbeda

untuk tiga kelompok ini. Untuk pembeli harga, perusahaan perlu menawarkan produk

yang sudah di preteli dan layanan yang telah dikurangi. Untuk pembeli nilai,

perusahaan harus terus melakukan investasi dalam pembinaan hubungan dan

keintiman pelanggan.

4. Value Pricing

Dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa perusahaan telah menggunkan

penetapan harga nilai (value pricing), dimana perusahaan tersebut memikat hati

pelanggan yang loyal dengan menetapkan harga yang lumayan mudah untuk tawaran

yang bermutu tinggi. Penetapan harga nilai bukanlah sekedar menetapkan harga yang

lebih rendah; langkah tersebut adalah persoalan merekayasa ulang kegiatan-kegiatan

perusahaan tersebut untuk menjadi produsen yang berbiaya rendah tanpa

mengorbankan mutu, dan menurunkan harga yang lumayan besar guna menarik

jumlah pekanggan yang sadar nilai.

5. Going Rate Pricing

Harga yang ada mengikuti harga pasar yang ada berdasarkan harga jual yang

ditetapkan pesaing. Perusahaan mendasarkan sebagian besar harganya pada harga

pesaing, mengenakan harga sama, lebih mahal, atau lebih murah dibandingkan harga

pesaing utama.

6. Auction Type Pricing

42
Metode ini menggunakan sistem penawaran harga dan biasanya melibatkan

agen pembelian. Jadi bila ada perusahaan atau lembaga yang ingin membeli suatu

produk, maka yang bersangkutan menggunakan jasa agen pembelian untuk

menyampaikan spesifikasi produk yang dibutuhkan kepada calon produsen diminta

untuk menyampaikan harga penawarannya untuk kuantitas yang dibutuhkan. Harga

ditentukan berdasarkan dugaan perusahaan tentang berapa besar harga yang akan

ditetapkan pesaing, bukan biaya dan permintaannya sendiri yang digunakan ketika

perusahaan ingin memenangkan produk. Harga penawaran tersebut harus diajukan

untuk jangka waktu tertentu, kemudian diadakan semacam lelang untuk menentukan

penawaran terendah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kontrak pembelian.

2.2.8 Pendapatan

2.2.8.1 Pendapatan Kotor

Pendapatan seseorang adalah jumlah penghasilan yang diterima dalam priode

tertentu misalnya satu bulan, satu tahun dan lain-lain. Pendapatan rumah tangga dapat

dibagi menjadi dua yaitu pendapatan yang berasal dari usaha dan pendapatan yang

berasal dari luar usaha. sedangkan menurut Sukirno (2006), bahwa pendapatan dapat

bersumber dari penjualan barang dan jasa yang dibeli atau digunakan oleh konsumen.

Besar kecilnya pendapatan yang diterima tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah

produksi yang dihasilkan dan biaya-biaya yang dikeluarkan namun harga output

merupakan faktor penting yang perlu diperhatika. Dalam hal ini pasar memegang

peranan penting terhadap harga yang berlaku, sedangkan produsen selalu ada posisi

yang paling lemah kedudukannya dalam merebut peluang pasar (Soekartawi, 2001).

43
Pendapatan kotor dapat dihitung menggunakan rumus menurut Soekartawi (2001),

yaitu:

TR = P X Py ............................................................................................................... (4)

Keterangan:
TR = Pendapatan kotor / Total penerimaan
P = Produksi
Py = Harga produksi

Menurut Mubyarto (2010), bahwa besar kecilnya pendapatan kotor

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1) Efisiensi biaya produksi, produk yang

efisien akan meningkatkan pendapatan bersih pengusaha, karena proses produksi

yang efisien akan menyebabkan biaya produksi akan semkain rendah, (2) Efiesien

pengadaan sarana dan faktor-faktor produksi.

2.2.8.2 Pendapatan Bersih (Keuntungan)

Menurut soekartawi (2006) keuntungan merupakan selisih antara total

penerimaan dengan semua biaya produksi yang telah dikeluarkan artinya keuntungan

(profit) merupakan tujuan utama dalam pembukaan usaha yang direncanakan

sehingga dengan diperolehnya keuntungan maka suatu usaha yang dijalankan terus

berkesinambungan. Sedangakan pengertian keutungan menurut Surtiyah (2008)

menjelaskan pendapatan bersih merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran

usaha, pendapatan bersih berguna untuk mengukur imbalan yang diperoleh dari

penggunaan faktor produksi. Untuk menghitung keuntungan digunakan rumus

menurut (Soekartawi, 2006), sebagai berikut:

π = TR – TC ............................................................................................................... (5)

44
keterangan:
π = Keuntungan
TR = Pendapatan kotor / Total penerimaan
TC = (Total Cost) Total Biaya

Keuntungan atau laba pengusaha adalah penghasilan bersih yang diterima

oleh pengusaha, sesudah dikurangi dengan biaya-biaya produksi. Atau dengan kata

lain, laba pengusaha adalah silsilah antara penghasilan kotor dan biaya-biaya

produksi. Laba ekonomis dari barang yang dijual adalah selisih antara penerimaan

yang diterima dari penjualan dan biaya peluang dari sumber yang digunakan untuk

membuat barang tersebut. Jika biaya lebih besar dari pada penerimaan yang berarti

labanya negatif, situasi ini disebut rugi (Lipsey dkk, 1990).

Keuntungan atau laba menunjukan nilai tambah (hasil) yang diperoleh dari

modal yang dijalankan. Setiap kegiatan yang dijalankan perusahaan tertentu

berdasarkan modal yang dijalankan. Dengan modal itulah keuntungan atau laba di

peroleh, inilah yang menjadi tujuan utama setiap perusahaan (Muhammad, 1995).

Sedangkan Mosher (1983), pendapatan merupakan produksi yang dinyatakan dalam

bentuk uang setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha.

2.2.9 Efisiensi

Menurut Mubyarto (2010) pemasaran untuk komoditas pertanian dalam suatu

sistim pemasaran dianggap efisiensi apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari

produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu

mangadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen

akhir kepada semua pihak yang ikut serta didalam kegiatan produksi dan pemasaran.

45
Pasar komoditas pertanian yang tidak efisiensi akan terjadi jika biaya pemasaran

semakin besar dari nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.

Efisiensi pemasaran dapat terjadi, yaitu pertama, jika biaya pemasaran dapat ditekan

sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi. Kedua, presentasi perbedaan

harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi. Ketiga,

tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan keempat, adanya kompetisi pasar yang

sehat.

Efsiensi usaha dapat dihitung dari perbandingan antara besarnya penerimaan

dengan biaya yang dikeluarkan untuk berproduksi, yaitu dengan menggunakan

Return Cost Ratio (RCR).Dalam perhitungan analisis sebaiknya R/C dibagi menjadi

dua yaitu R/C yang menggunkan biaya secara rill di keluarkan pengusaha dan R/C

yang menghitung semua biaya, baik biaya rill yang dikeluarkan maupun biaya yang

tidak rill dikeluarkan (Soekartawi, 2001).

Efisiensi usaha dapat dihitung dari perbandingan antara besarnya penerimaan

dengan biaya yang dikeluarkan untuk berproduksi, yairu dengan menggunakan

Retrun Cost Ratio (RCR). Dalam perhitungan analisis sebaiknya R/C dibagi menjadi

dua, yaitu R/C yang menggunakan biaya secara rill di keluarkan pengusaha dan R/C

yang menghitung semua biaya, baik biaya rill yang dikeluarkan maupun biaya yang

tidak rill dikeluarkan (Soekarno, 2006). Untuk mengetahui efisiensi usaha

agroindustri minyak serai wangi menggunakan perhitungan Retrun Cost Ratio

menurut Soekartawi (2000) sebagai berikut:

TR
RCR = ................................................................................................................. (6)
TC

46
Keterangan:

RCR = Retrun Cost Ratio

TR = Pendapatan Kotor / Total penerimaan

TC = (Total Cost) Total Biaya

Kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi usaha adalah:

RCR > 1 berarti usaha sudah efisien dan menguntungkan

RCR = 1 berarti usaha berada pada titik impas (BEP)

RCR < 1 berarti usaha tidak menguntungkan (rugi).

2.2.10 Nilai Tambah

Menurut Hayani et al. (1987), nilai tambah merupakan pertambah nilai suatu

komoditas karena adanya input fungsional yang diperlukan pada komoditas tersebut.

Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (farm utility), pemindahan

tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Semakin banyak

perubahan yang diperlakukan terhadap komoditas tertentu maka makin besar nilai

tambah yang diperoleh. Nilai tembah dapat dihitung dengan dua cara yaitu

menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah

salama proses pemasaran.

Secara umum nilai tambah berdasarkan metode hayami diperoleh dengan

menghitung nilai variabel-variabel output, input, harga output, harga bahan baku, dan

sumbangan input lain serta balas jasa dari masing-masing faktor produksi.

Sumbangan input lain adalah input dari penggunaan bahan-bahan lain yang ikut

dalam proses pertambahan nilai tersebut selain bahan baku dan tenaga kerja.

47
Sumbangan input lain tersebut terdiri dari bahan bakar, bahan penolong, bahan

kemasan serta penyusutan alat yang digunakan dalam proses produksi.

Nilai tambah yang dihasilkan akan dialokasikan untuk keuntungan untuk

keuntungan dan tenaga kerja. Persentase nilai tambah yang dihasilkan dari proses

pengolahan produk dapat ditunjukan dengan rasio nilai tambah. Komponen

pendukung dalam perhitungan nilai tambah terdiri dari tiga kompenen yakni faktor

konversi, faktor koefisien tenaga kerja, dan nilai produk. Faktor konversi

menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, sedangkan

faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan

untuk mengolah satu satuan input, dan nilai produk menunjukkan nilai output

persatuan input.

Analisis menggunakan metode Hayami memiliki kelebihan dan kelemahan.

Adapun kelebihan dari metode Hayami ini antara lain: (1) dapat diketahui besarnya

nilai tambah dan output; (2) dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik

faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, modal, sumbangan input lain, dan

keuntungan; (3) prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat digunakan untuk

subsistem lain selain pengolahan, seperti analisis nilai tambah pemasaran.

Sedangakan kelemahan dari metode Hayami antara lain: (1) pendekatan rata-rata

tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk

sampingan; (3) sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk

mengatakan apakah balas jasa pemilik faktor produksi sudah layak atau belum.

48
2.3 Penelitian Terdahulu

Atmoko (2017), melakukan penelitian dengan judul Analisis Nilai Tambah

Produksi Minyak Atsiri Serai Wangi (Studi kasus: ASSA Citronella Agung Bogor).

Tujuan penelitian menganalisis keuntungan dan nilai tambah dari usaha pengolahan

serai wangi menjadi minyak atsiri di ASSA Citronella Agung. Metode analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini, guna melihat berapa besarnya nilai tambah dari

pengolahan serai wangi menjadi minyak atsiri adalah metode Hayami. Penentuan

sampel penelitian menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif. Alat analisis yang

digunakan adalah analisis keuntungan menggunakan R/C Rasio, Net B/C Rasio,

Break Even Point (BEP) dan Payback Period (PP) untuk mengetahui aspek finansial

pada usaha produksi minyak atsiri serai wangi dan analisis nilai tambah untuk

mengetahui besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari usaha produksi minyak atsiri.

Hasil dan pembahasan penelitian pengolahan serai wangi menjadi minyak atsiri di

ASSA Citronella Agung Bogor masih layak dijalankan dengan hasil nilai R/C Rasio

2,99 pada tahun 2015 dan 2,84 pada tahun 2016 dengan nilai B/C Rasio secara

berturut 0,50 dan 0,54. BEP produksi mendapatkan nilai sebesar 345,07 Kg pada

tahun 2015 dan 364,03 Kg pada tahun 2016 dengan BEP harga secara berturut

mendapatkan nilai Rp 106.586/Kg dan Rp 103.824/Kg. Payback Period (PP) sebesar

2,31 pada tahun 2015 dan 2,03 pada tahun 2016. Nilai tambah dalam satu kilogram

bahan baku serai wangi sebesar Rp 469,289/Kg artinya untuk setiap satu kilogram

bahan baku serai wangi yang digunakan memberikan penambahan nilai sebesar Rp

469,289 dalam produksi minyak atsiri serai wangi dengan rasio nilai tambah sebesar

41,927% pada tahun 2015 sedangkan pada tahun 2016 nilai tambah yang dihasilkan

49
sebesar Rp 469,389 /Kg dengan rasio nilai tambah sebesar 41,895%. Keuntungan

yang diperoleh secara berturut-turut yaitu 5,123% dan 10,473%.

Ernita dkk (2020), melakukan penelitian dengan judul Analisis Nilai Tambah

dan Kelayakan Finansial Industri Minyak Serai Wangi di tempat Kelompok Tani

Serai Wangi Berkat Yakin Desa Balai Batu Sandaran Kota Sawahlunto. Tujuan

penelitian adalah menentukan nilai tambah dan kelayakan finansial usaha minyak

serai wangi pada Industri Minyak Serai Wangi Berkat Yakin Desa Balai Batu

Sandaran. Metode ini menggunakan metode survey. Analisis data dilakukan dengan

Metode Hayami dan parameter kuantitatif dalam analisis kelayakan finansial

ditunjukkan oleh indikator seperti: Benefit Cost Ratio (B/C), Internal Rate of Return

(IRR), Net Present Value (NPV) dan Payback Periods (PBP). Hasil analisis nilai

tambah yang diperoleh dari hasil pengolahan serai wangi dengan bahan baku

25.000 Kg menjadi minyak serai wangi sebanyak 400 Kg adalah Rp 3.080/Kg.

Sedangkan rasio nilai tambah produk minyak serai wangi adalah sebesar 84%,

artinya 84% dari nilai output (produk minyak serai wangi) merupakan nilai tambah

yang diperoleh dari proses pengolahan serai wangi menjadi minyak serai

wangi. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial industri minyak serai

wangi didapatkan NPV Rp 1.635.698.925, - IRR 37,60%, B/C Ratio 1,45, dan

PBP adalah 3 tahun 6,5 bulan. Ditinjau dari aspek ekonomi, usaha produksi

minyak serai wangi dapat dikatakan layak dan menguntungkan.

Indah, dkk (2021) melakukan penelitian berjudul Analisis Efisiensi dan Nilai

Tambah Minyak Cengkeh di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan Kabupaten

Nganjuk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya produksi, penerimaan,

50
keuntungan dan R/C rasio yang diperoleh serta menganalisis nilai tambah

agroindustri minyak cengkeh di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan Kabupaten

Nganjuk. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh atau

sensus dengan analisis data adalah analisis biaya, penerimaan, keuntungan, R/C ratio

dan Analisis Nilai Tambah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agroindustri minyak

cengkeh di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk dinyatakan

efisien dan menguntungkan untuk diusahakan dengan nilai R/C Ratio sebesar 1,30

(>1) dan nilai tambah dari proses pengolahan daun cengkeh menjadi minyak cengkeh

adalah sebesar Rp 3.087,-/Kg artinya setiap 1 kilogram daun cengkeh yang diolah

menjadi minyak cengkeh menciptakan nilai tambah sebesar Rp 3.087,-/Kg. Rasio

nilai tambah yang diperoleh sebesar 49% dari total output. Hal ini menunjukkan

bahwa agroindustri minyak cengkeh di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan

Kabupaten Nganjuk tergolong dalam kategori nilai tambah tinggi (rasio >40%).

Agroindustri Minyak cengkeh ini mendapat keuntungan sebesar Rp 3.280,- dengan

persentase keuntungan sebesar 85%.

Taufiq dkk (2021), melakukan penelitian dengan judul Analisis Usaha

Penyulingan Minyak Atsiri Sereh Wangi Di Desa Teluk Kepayang Kecamatan Kusan

Hulu Kabupaten Tanah Bumbu (Studi Kasus Pada Usaha Penyulingan Minyak Atsiri

Bapak Basaludin Salem). Tujuan penelitian untuk mengetahui besarnya biaya,

penerimaan, keuntungan dan kelayakan usaha, mengetahui pengembangan usaha

yang akan dilakukan, dan mengetahui permasalahan yang dihadapi. Metode yang

digunakan adalah metode survey, dengan studi kasus pada usaha penyulingan minyak

atsiri sereh wangi. Kuesioner diberikan kepada pengelola usaha yaitu Bapak

51
Basaluddin Salem. Hasil dari penelitian ini adalah biaya total sebesar RP.38.933.362,

terdiri dari biaya tetap sebesar RP.683.662 dan biaya variabel sebesar Rp.38.249.700,

penerimaan sebesar Rp.49.408.800, keuntungan sebesar Rp. 10.475.438, dan

kelayakan usaha dengan RCR 1,27. Pengembangan usaha yang dapat dilakukan

adalah dengan mengembangkan usaha ke arah integrasi dengan ternak sapi dengan

memanfaatkan limbah yang dihasilkan oleh proses penyulingan berupa daun sereh

wangi kering yang dapat diolah menjadi silase untuk pakan sapi. Permasalahan yang

dihadapi adalah input yang tidak stabil, kendala tenaga panen, dan sebagian

masyarakat yang belum tertarik untuk membudidayakan tanaman sereh wangi.

Simatupang dkk (2020) melakukan penelitian berjudul Analisis Nilai Tambah

Pengolahan Serai Wangi Menjadi Minyak Serai Wangi Dan Pemasarannya (Kasus:

Desa Lumban Garaga Kecamatan Simangumban Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi

Sumatera Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengolahan serai wangi

menjadi minyak serai wangi, mengetahui pendapatan usaha pengolahan serai wangi

menjadi minyak serai wangi, mengetahui nilai tambah pengolahan serai wangi

menjadi minyak serai wangi, mengetahui kelayakan usaha pengolahan serai wangi

menjadi minyak serai wangi dan mengetahui pemasaran minyak serai wangi.

Penelitian dilakukan selama 3 bulan (Desember 2020 s/d Februari 2020 dengan satu

sampel (sensus) yang ditetapkan secara purposif. Pengujian hipotesis dilakukan

secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan serai wangi

menjadi minyak serai wangi di daerah penelitian tergolong sederhana dan masih

berskala kecil, pengusaha memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 51.297,25 untuk

setiap hari proses pengolahan serai wangi menjadi minyak serai wangi, nilai tambah

52
pengolahan serai wangi menjadi minyak serai wangi tergolong tinggi dengan rasio

nilai tambah sebesar 57,10 %, pengolahan minyak serai wangi menjadi minyak serai

wangi layak diusahakan dengan tingkat efisiensi (RCR) sebesar 1,21 dan pemasaran

minyak serai wangi di daerah penelitian tergolong efisien dengan nilai efisiensi

pemasaran sebesar 8,03 %.

Nurhinayah (2020) melakukan penelitian berjudul Analisis Nilai Tambah

Agroindustri Penyulingan Minyak Daun Cengkeh di Desa Lembang Kecamatan

Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1)

Deskripsi usaha penyulingan daun cengkeh. (2) Nilai tambah usaha penyulingan

minyak daun cengkeh dengan menggunakan rumus nilai tambah metode Hayami.

Metode yang di gunakan adalah deskriptif analisis. Teknik penentuan responden

menggunakan metode Informan dan data yang digunakan adalah data primer dan data

sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Usaha penyulingan daun cengkeh di

Desa Lembang Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Menghasikan nilai

tambah sebesar Rp 2.772.500 untuk per 2000 Kg daun cengkeh yang di olah menjadi

minyak daun cengkeh.

Gunanda dan Septina (2016) telah melakukan penelitian yang berjudul

“Analisis Agroindustri Kedelai di Kecamatan Seberida Kabupaten Indragiri Hulu

Provinsi Riau”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha agroindustri

kedelai meliputi (1) Biaya produksi, pedapatan, efisiensi, nilai tambah dan tingkat

pengembalian investasi (ROI), dan (2) Sikap kewirausahaan pengusaha

agroindustri kedelai. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode

survei dengan pengambilan responden dilakukan secara sensus terhadap 9

53
pengusaha dan 7 pengusaha tempe di Kabupaten Indragiri Hulu. Metode analisis

yang digunakan adalah analisis nilai tambah, secara deskriftif kuantitatif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa usaha agroindustri tahu dan tempe

merupakan usaha kecil perseorangan, teknologi semi mekanis, belum memiliki

merek dagang dan izin usaha secara resmi. Bahan baku yang digunakan dalam

satu kali proses untuk agroindustri tahu adalah kedelai sebanyak 144 Kg, dengan

bahan penunjang berupa air cuka, solar, kayu bakar, dan plastik. Biaya produksi

sebesar Rp 1.002.222, biaya terbesar adalah untuk bahan baku yaitu Rp.

1.002.222 (88,88%), pendapatan bersih 649.384, Nilai tambah sebesar Rp 1.360,

RCR sebesar 1,95, dan ROI sebesar 59,24%. sedangkan pada agroindustri tempe,

penggunaan kedelai sebanyak 157 Kg, dengan bahan penujang berupa ragi, daun

pisang, kayu bakar, listrik, dan solar. Biaya produksi agroindustri tempe sebesar

Rp 1.089.286 (85,06%), pendapatan bersih 565.921, RCR sebesar 1,43, nilai

tambah diperoleh sebesar Rp 1.665/Kg, dan ROI sebesar 43,68%.

Leonardo dan Fahrial (2020) melakukan penelitian dengan judul

Agroindustri Teh Daun Gaharu di Kelurahan Sidomulyo Barat Kecamatan Tampan

Pekanbaru (Studi Kasus Cv. Gaharu Plaza Indosesia). Daun Gaharu jenis Aquilaria

malaccensis Lamk digunakan sebagai bahan baku pada agroindustri teh daun

gaharu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: Biaya produksi, Pendapatan,

Keuntungan, Efisiensi dan Nilai tambah (Value Added). Penelitian ini

menggunakan metode survey studi kasus. Analisis data untuk menghitung nilai

tambah agroindustri menggunakan metode Hayami. Hasil dari penelitian

menunjukan bahwa usaha agroindustri teh daun gaharu oleh CV. Gaharu Plaza

54
Indonesia merupakan usaha kecil atau usaha mikro. Teknologi dalam pengolahan

teh daun gaharu adalah semi mekanis, sudah memiliki sertifikat produksi pangan

industri rumah tangga, izin usaha perdagangan kecil dan dinas kesehatan. Bahan

baku yang digunakan untuk satu kali proses produksi untuk agroindustri teh daun

gaharu adalah daun gaharu sebanyak 4 kg, dengan bahan penunjang berupa bunga

melati, kantung bag teh celup, kotak kemasan, kemasan standing pouch, plastik rool

transparan dan label kemasan. Biaya produksi sebesar Rp.1.715.894, pendapatan

Rp.4.250.000, keuntungan bersih sebesar Rp.2.534.106, nilai tambah dari

pengolahan daun gaharu menjadi teh daun gaharu sebesar Rp 13.269, dengan rasio

sebesar 95,90%. keuntungan bersih perusahaan Rp 13.173 /24gram dengan rasio

99,28 %. Untuk nilai RCR sebesar 2,48 dengan kriteria nilai RCR > 1

menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.

Elida dkk (2020) melakukan penelitian dengan judul Agroindustri Sagu Di

Kabupaten Kepulauan Meranti. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

pendapatan agroindustri tepung sagu dan olahan tepung sagu, menentukan nilai

tambah sagu. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode survei.

Sampel diambil secara bertahap, pertama penentuan sampel kecamatan, untuk kilang

sagu diambil secara simple random sampling yaitu Kecamatan Tebing Tinggi Barat,

sedangkan untuk olahan tepung sagu diambil secara purposive sampling, yaitu

Kecamatan Tebing Tinggi, karena merupakan sentra olahan tepung sagu dan kegiatan

agroindustrinya dilakukan secara kontinue. Tahap kedua penentuan sampel

pengusaha diambil secara purposive, untuk pengusaha tepung sagu diambil 7

pengusaha dan untuk olahan tepung sagu diambil 10 pengusaha, dengan

55
pertimbangan kegiatan pengolahan dilakukan kontinue dan kemudahan dalam

mendapatkan data. Metode analisis yang digunakan adalah analisis secara deskriptif

kualitatif dan kuantitatif, Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pendapatan bersih

agroindustri sagu per proses produksi sebesar Rp 61.558.308, sedangkan pendapatan

pengolah tepung sagu meliputi mie sagu sebesar Rp 3.911.324, kerupuk sagu Rp

533.802, sagu rendang Rp 548.132, sagu lemak Rp 100.569. 2) Agroindustri tepung

sagu dan olahan tepung sagu efisien dan layak untuk dikembangkan, nilai Return

Cost Ratio (RCR) lebih besar dari satu. 3) Nilai tambah yang diperoleh dari

pengolahan tual sagu menghasilkan tepung sagu per kg bahan baku sebesar Rp

623,62, sedangkan pada olahan tepung sagu, sagu lemak memberikan nilai tambah

lebih besar dibandingkan olahan lainnya (kerupuk sagu, mie sagu dan sagu rendang).

Ilahi dan Darus (2020) melakukan penelitian dengan judul Analisis

Agoindustri Dodol Buah-Buahan di Desa Buantan Besar Kecamatan Siak

Kabupaten Siak (Studi Kasus UD Putra Mandiri). Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis (1) Karakteristik pengusaha, tenaga kerja dan profil usaha (2)

Penggunaan bahan baku dan bahan penunjang, teknologi produksi, tahapan

pengolahan dan produksi (3) Biaya produksi, pendapatan, efisiensi dan nilai tambah.

Penelitian ini menggunakan metode Survey Pada Studi Kasus UD. Putra Mandiri di

Desa Buantan Besar Kecamatan Siak Kabupaten Siak. Pengambilan

sampel dilakukan secara sensus. Jumlah responden yang diambil sebanyak 7 orang

terdiri dari 1 pengusaha dan 6 tenaga kerja. Jenis data terdiri dari data primer dan

skunder. Analisis data terdiri dari analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

56
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Umur pengusaha 51 Tahun. Tingkat

pendidikan pengusaha 14 tahun. Jumlah tanggungan keluarga 4 orang dan

pengalaman berusaha 20 tahun. Umur tenaga kerja rata-rata 31,5 tahun. Tingkat

pendidikan tenaga kerja rata-rata 10,5 tahun. Jumlah tanggungan keluarga tenaga

kerja rata- rata 1,6 orang. Usaha didirikan pada tahun 2000 dengan sumber modal

sendiri dan tenaga kerja sebanyak 6 orang (TKLK). (2) Bahan baku yang digunakan

sebanyak 120 Kg/Proses Produksi. Produksi yang di hasilkan sebanyak 240

Kg/Proses Produksi. (3) Biaya total pada usaha agroindustri dodol buah-buahan

Rp.5.108.877/Proses produksi. Pendapatan kotor Rp. 12.000.000/Proses Produksi

dan pendapatan bersih Rp. 6.892.123/Proses Produksi. Efisiensi sebesar 2,3 sudah

efisien. Nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp. 3.826.000/Kg. Rasio nilai tambah

Rp.3.826%. Margin keuntungan Rp.62.000/Kg. Rasio sumbangan input lain

6.270% dan keuntungan pengusaha sebesar 6.169%. Biaya total pada usaha

agroindustri dodol buah-buahan Rp.5.103.828/Proses produksi. Pendapatan kotor

Rp. 12.000.000/Proses Produksi dan pendapatan bersih Rp. 6.896.172/Proses

Produksi. Efisiensi sebesar 2,3 sudah efisien. Nilai tambah yang diperoleh sebesar

Rp. 8.074.000/Proses Produksi. Rasio nilai tambah 67,2%. Margin keuntungan Rp.

11.962.00/Proses Produksi. Rasio sumbangan input lain 32,5% dan keuntungan

pengusaha sebesar 67,4%.

Indra Praja (2020) telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis

Usaha Agroindustri Gula Kelapa di Kelurahan Sapat Kecamatan Kuala Indragiri

Kabupaten Indragiri Hilir”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1)

karakteristik pengusaha dan profil usaha, (2) ketersediaan bahan baku dan penunjang,

57
proses produksi dan teknologi pengolahan, (3) biaya, produksi, pendapatan, efisiensi,

keuntungan dan nilai tambah yang diperoleh dari pembuatan gula kelapa. Penelitian

ini menggunakan metode survei. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara

purposive di Kelurahan Sapat Kecamatan Kuala Indragiri Kabupaten Indragiri Hilir.

Pengambilan sampel dilakukan secara sensus terhadap 10 pengusaha gula kelapa.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Metode analisis

data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pengrajin gula kelapa rata-

rata umur 37,40 tahun, tingkat pendidikan 5,70 tahun, tanggungan keluarga 3,50 jiwa.

Profil usaha agroindustri gula kelapa rata-rata tenaga kerja 2,3 orang tenaga kerja

dalam keluarga, luas lahan 0,66 Ha atau sebanyak 28,8 pohon sadap, umur tanaman

21,9 tahun, jumlah modal Rp 1.520.000. bahan baku nira kelapa tersedia pada usaha

tergantung kepada pemilik lahan, teknologi, yang digunakan masih sangat sederhana,

produksi yang diperoleh usaha berupa nira kelapa sebanyak 51 liter dan gula kelapa

9,6 Kg. Total biaya agroindustri gula kelapa sebesar Rp 105.864. Pendapatan usaha

gula kelapa sebesar Rp 124.800. pendapatan kotor pengusaha gula kelapa sebanyak

Rp. 18.936. Efisiensi usaha sebesar 1,17. Nilai tambah yang diperoleh dari usaha

agroindustri gula kelapa sebesar Rp 58.820 per proses. Marjin yang diperoleh sebesar

Rp 122.800 dengan rasio sumbangan input lain sebesar 52,10% dengan keuntungan

pengusaha sebesar 47,49% dalam satu kali produksi.

2.4 Kerangka Pemikiran

Serai wangi (Cymbopogon nardus. L) merupakan salah satu jenis tanaman

minyak atsiri, yang tergolong sudah berkembang. Hasil penyulingan daun serai wangi

58
diperoleh minyak serai wangi yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama

Citronella Oil. Minyak serai wangi Indonesia dipasaran dunia terkenal dengan nama

“Citronella Oil of Java”. Tanaman serai wangi dibagi menjadi dua jenis, mahapengeri

dan lena batu. Mahapengeri mempunyai bentuk daun yang lebih pendek dan lebih

luas dibandingkan dengan daun lenabatu (Yuliani, 2012).

Kabupaten Pasaman merupakan daerah yang memeliki perkebunan serai

wangi. Tanaman serai wangi sebagai sumber kebutuhan masyarakat salah satu nya

yang bisa di manfaatkan oleh masyrakat yang diolah menjadi minyak atsiri untuk

menjadi suatu usaha yang dapat mencakup kebutuhan pendapatan rumah tangga di

daerah kecamatan panti.

Dalam agroindustri pengolahan minyak serai wangi, yang menjadi hal utama

adalah produksi yang mulai dari pengadaan bahan baku, sistem dan mekanisme

pengolahan minyak serai wangi yang dihasilkan. Analisis yang digunakan yaitu

analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Untuk analisis deskriptif kualitatif

digunakan untuk menganalisis karakteristik pelaku usaha dan profil usaha

agroindustri minyak serai wangi yaitu: umur, pendidikan, pengalaman dan jumlah

anggota keluarga. Sedangkan untuk profil usaha meliputi: sejarah usaha, umur usaha,

asal usaha, dan modal usaha, ketersediaan bahan baku, teknologi pengolahan, dan

proses produksi. Sedangkan kuantitatif digunkan untuk menganalisis penggunaan

biaya produksi, produksi, harga, pendapatan, efisiensi dan nilai tambah. Agar lebih

jelas dapat dilihat pada skema kerangka berpikir agroindustri minyak atsiri serai

wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi

Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 5.

59
Analisis Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti
Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat

Kurang memperhatikan manajemen usaha

Karakteristik pelaku Proses Produksi: Analisis usaha:


usaha dan profil usaha: 1. Biaya
1. Ketersediaan dan 2. Produksi
a. Karakteristik Pelaku
Penggunaan bahan 3. Harga
Usaha
baku dan bahan 4. Pendapatan
1. Umur
penunjang 5. Efisiensi dan
2. Pendidikan
2. Proses Produksi 6. Nilai tambah
3. Pengalaman
3. Teknologi produksi
berusaha
4. Jumlah
Tanggungan
keluarga
b. Profil usaha:
1. Sejarah usaha
2. Modal Usaha
3. Jumlah tenaga
kerja

Analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif

Kesimpulan dan Saran

Gambar 5. Kerangka Pemikiran

60
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus pada usaha

penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagri Panti Selatan Kecamtan Panti

Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Dasar pemilihan lokasi penelitian di

daerah Kecamatan Panti adalah karena daerah tersebut merupakan salah satu daerah

penghasil serai wangi yang menghasilkan produk dalam bentuk Minyak Atsiri Serai

Wangi. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan mulai bulan Januari

sampai Juni 2022, yang meliputi penyusunan proposal, penelitian, pengumpulan data,

analisis data, dan penyusunan laporan akhir.

3.2 Teknik Pengambilan Responden

Teknik pengambilan responden dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik sengaja (purposive sampling) kelebihan dari teknik ini adalah

sampel terpilih biasanya adalah individu atau personal yang mudah ditemui atau di

ketahui oleh peneliti, dengan itu peneliti mengambil 1 (satu) pelaku usaha minyak

atsiri serai wangi dari 6 (enam) pelaku usaha yang bertempat tinggal di Nagari Panti

Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat. Pelaku usaha

tersebut diambil karena 1) memiliki ketel penyulingan yang lebih banyak

dibandingkan pelaku usaha yang lain. 2) Usaha minyak serai wanginya berkembang

cukup baik dan sudah beroperasi selama 3 tahun. Responden penelitian ini adalah

Pengusaha dan tenaga kerja yang ada di usaha penyulingan minyak serai wangi. Total

61
responden adalah sebanyak 3 orang yang terdiri dari 1 pengusaha dan 2 orang tenaga

kerja.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data kualitatif dan data

kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan

dalam bentuk angka. Data kualitatif terdiri dari kondisi usaha dan penunjang

produksi. Data kualitatif adalah data yang bentuknya berupa keterangan-keterangan

dan jawaban dari pertanyaan penelitian yang bukan angka.

Data kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur dan dihitung secara

langsung yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan

atau berbentuk angka. Data kuantitatif berupa data angka yang bentuknya berupa

fakta dan informasi usaha usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari

Panti Selatan yang sudah disusun dan lebih terukur. Data kuanititaif terdiri dari biaya,

produksi, harga, pendapatan, efisiensi dan nilai tambah.

Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah bersumber dari data

primer dan sekunder. Menurut Hasan (2004) data primer adalah data yang diperoleh

atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian yang

bersangkutan. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan

menggunakan kuesioner dengan pelaku usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi.

Dalam penelitian ini meliputi: karakteristik pelaku usaha (umur, pendidikan,

pengalaman berusaha, jumlah tanggungan keluarga); profil usaha (berupa sejarah

usaha, modal usaha, jumlah tenaga kerja).

62
Biaya produksi usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi diantaranya yaitu

bahan baku (serai wangi), biaya input lain (air dan kayu bakar); peralatan (tungku

penyulingan, pipa, jerigen, sabit, corong minyak, katrol, garu); harga beli peralatan,

gaji karyawan dan harga jual minyak serai wangi.

Sedangkan data sekunder adalah sumber data yang tidak diperoleh secara

langsung, namun diperoleh dari studi literatul buku, skripsi, internet, jurnal,

penelitian, dan berbagai publikasi resmi dari lembaga terkait seperti BPS, Dinas

Perindustrian dan Perdagangan, dan lain-lain.

3.4 Konsep Operasional

Untuk menyeragamkan pengertian terhadap variable yang di amati, maka

perlu dibuat konsep operasional sebagai berikut:

1. Karakteristik Pengusaha dan karyawan adalah sifat yang berhubungan dengan

umur, pendidikan, pengalaman berusaha serta jumlah tanggungan keluarga

(Tahun/jiwa).

2. Umur pelaku usaha adalah usia pengusaha/pendiri agroindustri minyak atsiri

serai wangi dalam satuan waktu (Tahun).

3. Tingkat pendidikan adalah lamanya seseorang menempuh pendidikan formal

pelaku usaha (Tahun).

4. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang menjadi

tanggungan kepala keluarga (Jiwa).

5. Profil usaha meliputi sejarah usaha, modal usaha dan jumlah tenaga kerja dalam

usaha penyulingan minyak atsiri serai wangi.

6. Sejarah usaha adalah menjelaskan cerita asal muasal seseorang berusaha.

63
7. Modal usaha terdiri atas sumber modal dan jumlah modal yang dikeluarkan

dalam berusaha (Rp)

8. Tenaga kerja adalah orang yang bekerja untuk kegiatan proses produksi

agroindustri pengolahan serai wangi, mulai dari penyulingan hingga

menghasilkan minyak atsiri.

9. Proses produksi adalah urutan-urutan pengolahan serai wangi minjadi minyak

atsiri serai wangi menggunkan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, alat,

bahan baku dan biaya (Rp/Kg)

10. Satu kali proses produksi adalah lamanya waktu yang digunakan dalam proses

produksi minyak atsiri serai wangi mulai dari penyulingan bahan baku sampai

menghasilkan minyak atsiri serai wangi (4jam 40 menit).

11. Satu hari proses produksi dilakukan sebanyak 4 kali proses produksi dengan 6

alat penyulingan.

12. Teknologi produksi adalah alat yang digunakan dalam memproduksi olahan

serai wangi seperti ketel penyulingan (Kg)

13. Penggunaan faktor produksi adalah penggunaan bahan baku, bahan penunjang

serta peralatan yang dibutuhkan dalam proses mengahasilkan minyak atsiri

serai wangi (Kg, Liter, Unit)

14. Bahan baku adalah serai wangi yang digunakan dalam pembuatan minyak atsiri

serai wangi (Rp/Kg).

15. Bahan penunjang adalah input produksi yang digunakan dalam dalam

pengolahan serai wangi selain bahan Baku, seperti kayu bakar dan air (Kg,

Liter, m3, unit).

64
16. Biaya tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan volume

produksi, terdiri dari biaya penyusutan peralatan dinyatakan dalam satuan

rupiah (Rp).

17. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya selalu berubah tergantung dari besar

kecilnya produksi, terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penunjang, biaya

penjualan, biaya pengemasan dan biaya bahan bakar dinyatakan dalam satuan

rupiah (Rp)

18. Biaya total adalah biaya keseluruhan biaya tetap dan varabel yang dinyatakan

dalam satuan rupiah (Rp)

19. Produksi adalah jumlah minyak atsiri serai wangi yang dihasilkan dalam satu

kali proses produksi dihitung dalam satuan (Kg)

20. Biaya overhead atau biaya produksi yang dikeluarkan selain dari biaya bahan

baku dan upah tenaga kerja luar keluarga. Biaya overhead terdiri atas biaya

bahan penunjang dan penyusutan (Rp)

21. Penyusutan alat adalah nilai susut alat, mesin dan bangunan yang dikeluarkan

pelaku usaha untuk memproduksi minyak serai wangi (Rp/tahun)

22. Upah tenaga kerja adalah nilai upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja

(Rp/HOK).

23. Harga adalah nilai uang atau standar ketetapan nilai jual dari produk minyak

atsiri serai wangi (Rp)

24. Harga bahan baku adalah harga serai wangi untuk membuat minyak atsiri serai

wangi (Rp/Kg).

65
25. Harga jual adalah harga yang ditetapkan dalam penjualan minyak atsiri serai

wangi (Rp/Kg).

26. Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima atas penjualan produk minyak

atsiri serai wangi kepada pedagang pengepul (Rp).

27. Pendapatan kotor adalah jumlah produksi agroindustri dikalikan dengan harga

jual pada saat penelitian (Rp).

28. Pendapatan bersih adalah pendapatan yang diperoleh dari selisih pendapatan

kotor dengan biaya produksi dalam agroindustri minyak atsiri serai wangi (Rp).

29. Efisiensi Usaha (RCR) adalah ukuran keberhasilan usaha agroindustri yaitu,

perbandingan antara pendapatan kotor dengan total biaya produksi pada

agroindustri minyak atsiri serai wangi.

30. Nilai tambah adalah penambahan nilai yang dihasilkan oleh tenaga kerja dari

pengolahan bahan baku serai wangi sehingga menjadi minyak serai wangi

(Rp/Kg).

3.5 Analisis Data Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Data yang di peroleh dari responden pelaku usaha minyak atsiri serai wangi

kemudian selanjutnya di tabulasi dan di analisis sesuai tujuan penelitian.

3.5.1 Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha Agroindustri Minyak Atsiri
Serai Wangi

Karakteristik pelaku usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi meliputi

umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha, jumlah tanggungan keluarga

dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Untuk profil usaha agroindustri

66
minyak atsiri serai wangi meliputi sejarah usaha, modal usaha dan jumlah tanggungan

keluarga dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

3.5.2 Analisis Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

3.5.2.1 Ketersediaan dan Penggunaan Bahan Baku dan Penunjang, Proses


Produksi, Teknologi Produksi

Untuk menganalisis Ketersediaan dan Penggunaan Bahan Baku dan

Penunjang, Proses Produksi, Teknologi Produksi dianalisis secara kuantitatif dan

deskriptif kualitatif.

3.5.2.1.1 Ketersediaan dan Penggunaan Bahan Baku dan Penunjang

Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui ketersedian dan penggunaan

bahan baku dan bahan penunjang pada usaha agroindustri penyulingan minyak atsiri

serai wangi di Nagari Panti Kecamatan Panti Selatan Kabupaten Pasaman Provinsi

Sumatra Barat ini yaitu dengan analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

3.5.2.1.2 Proses Produksi

Prose produksi digunakan untuk mengetahui apa saja proses produksi dalam

kegiatan usaha agroindustri penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti

Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Sumatra Barat. Proses produksi

dianalisis menggunakan deskriptif kualitatif.

3.5.2.1.3 Teknologi Produksi

Teknologi yang digunakan dalam pengolahan minyak atsiri serai wangi

sangatlah penting, baik itu dari teknologi manual ataupun dari teknologi mekanisasi,

oleh karena itu perlu diketahui apa saja teknologi pengolahan yang digunakan dalam

kegiatan usaha agroindustri penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti

67
Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat. Adapun alat

yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan

gambaran pada teknologi yang digunakan.

3.5.2.2 Analisis Biaya Produksi, Harga, Pendapatan, Efisiensi Dan Nilai


Tambah Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Untuk analisis usaha berupa biaya produksi, harga, pendapatan, efisiensi dan

nilai tambah usaha agroindustri minyak serai wangi dianalisis melalui analisis

kuantitatif.

3.5.2.2.1 Biaya Produksi

Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan baik biaya tetap maupun

biaya variabel. Biaya produksi dihitung dengan menggunakan rumus umum menurut

Hermanto (2009):

TC = TVC + TFC .................................................................................................... (1)

Keterangan:

TC = Biya total usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi

(Rp/Unit/PP/Hari/Bulan/Tahun)

TFC = Total biaya tetap usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi (Rp/Kg/

PP/Hari/Bulan/Tahun)

TVC = Total biaya variabel usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi (Rp/Kg/

PP/Hari/Bulan/Tahun)

Dalam penelitian ini untuk menentukan total biaya produksi digunakan

persamaan sebagai berikut:

TC = TFC + X1. Px1 + X2.Px2 + Xn.Pxn .............................................................. (2)

68
Keterangan:
TC = Biya total usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi (Rp/Unit/

PP/Hari/Bulan/Tahun)

TFC = Total biaya tetap usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi (Rp/Kg/

PP/Hari/Bulan/Tahun)

X1 = Jumlah tenaga kerja (HOK/ PP/Hari/Bulan/Tahun)

Px1 = Upah tenaga kerja (Rp/HOK/ PP/Hari/Bulan/Tahun)

X2 = Jumlah bahan baku serai wangi (Kg/ PP/Hari/Bulan/Tahun)

Px2 = Harga bahan baku (Rp/Kg/ PP/Hari/Bulan/Tahun)

Xn = Jumlah bahan penunjang ke-n (Kg/ PP/Hari/Bulan/Tahun)

Pxn = Harga bahan penunjang ke-n (Rp/Kg/ PP/Hari/Bulan/Tahun)

Untuk menghitung biaya tetap digunakan rumus penyusutan. Penyusutan

peralatan adalah bekurangnya nilai suatu alat setelah digunakan dalam proses

produksi. Untuk mengetahui penyusutan peralatan digunakan metode garis lurus

(Stright Line Method) (Soekartawi, 2006) dengan rumus:

𝑁B−NS
D=
UE
................................................................................. (3)

Keterangan:

D = Nilai penyusutan (Rp/PP/Hari/Bulan/Tahun)

NB = Nilai beli alat (Rp/ PP/Hari/Bulan/Tahun) dengan taksiran 20% dari harga

beli

NS = Nilai Sisa (Rp/ PP/Hari/Bulan/Tahun)

UE = Umur Ekonomis aset (Tahun)

69
3.5.2.2.2 Produksi

Produksi adalah jumlah produk yakni minyak atsiri serai wangi yang

dihasilkan dalam satuan liter per proses produksi yang dianalisis dengan analisis

kuantitatif.

3.5.2.2.3 Harga

Harga minyak atsiri serai wangi adalah suatu yang bisa disamakan dengan

uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari pembelian minyak atsiri

serai wangi bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu.

Untuk menganalisis harga minyak atsiri serai wangi dalam penelitian ini digunakan

analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menjelaskan harga jual minyak atsiri serai

wangi yang berlaku ditingkat pengusaha.

3.5.2.2.4 Pendapatan

a) Pendapatan Kotor

Pendapatan kotor adalah jumlah produksi minyak atsiri serai wangi di kalikan

dengan harga jual pada saat penelitian. Untuk mengitung pendapatan kotor, yaitu

(Hermanto, 2003):

TR = Y. Py …………………………………… .................................................... (6)

Keterangan:

TR = pendapatan kotor (Rp/PP/Hari/Bulan/Tahun)

Y = produksi minyak atsiri serai wangi (Rp/ PP/Hari/Bulan/Tahun)

Py = harga produksi minyak atsiri serai wangi (Rp/Kg/ PP/Hari/Bulan/Tahun)

70
b) Pendapatan Bersih

Pendapatan bersih adalah pendapatan yang diperoleh dari selisih pendapatan

kotor dengan biaya produksi minyak atsiri serai wangi. Pendaptan bersih dihitung

dengan menggunakan rumus:

π = TR − TC ......................................................................................................... (7)

Keterangan:

π = Keuntungan usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi

(Rp/PP/Hari/Bulan/Tahun)

TR = Total penerimaan usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi

(Rp/PP/Hari/Bulan/Tahun)

TC = Total biaya usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi

(Rp/PP/Hari/Bulan/Tahun)

3.5.2.2.5 Efisiensi

Efisiensi usaha adalah perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran

dalam proses produksi. Untuk mengetahui efisiensi usaha agroindustri minyak atsiri

serai wangi menggunakan perhitungan retrun cost ratio (RCR) dengan rumus

Hernanto (2009):

TR
RCR = ............................................................................................................. (8)
TC

Keterangan:

RCR = Efisiensi usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi

TR = Pendapatan Kotor (Rp/ PP/Hari/Bulan/Tahun)

TC = Total Biaya Produksi (Rp/PP/Hari/Bulan/Tahun)

71
kriteria:

RCR > 1 berarti usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi sudah efisiensi dan

menguntungkan

RCR = 1 berarti usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi berada pada titik impas

(balik modal)

RCR < 1 berarti usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi tidak efisiensi dan tidak

menguntungkan

3.5.2.2.6 Nilai Tambah

Menurut Hayami et al. (1987), nilai tambah merupakan pertambahan nilai

suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditas

tersebut. Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (form utility),

pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Analisis nilai

tambah komoditas minyak atsiri serai wangi dihitung menggunakan metode Hayami

dapat dilihat pada Tabel 4.

72
Tabel 4. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami
No Variabel Satuan Nilai
I. Output, Input dan Harga
1 Output Kg 1
2 Input Kg 2
3 Tenaga Kerja Langsung HOK 3
4 Faktor Konversi Kg (4) = (1)/(2)
5 Koefisien Tenaga Kerja Langsung (HOK/Kg) (5) = (3)/(2)
6 Harga output (Rp/Kg) 6
7 Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK) 7
II. Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp) 8
9 Sumbangan Input lain (Rp) 9
10 Nilai Output (Rp) (10) = (1) x (6)
a.Nilai tambah (Rp) (11a) = (10) – (8) – (9)
11
b.Rasio Nilai Tambah (%) (11b) = (11a)/(10)x100%
a.Pendapatan Tenaga Kerja langsung (Rp) (12a) = (5) x(7)
12
b.Pangsa Tenaga Kerja (%) (12b) = (12a)/(11a)x100%
a.Keuntungan (Rp) (13a) = (11a)-(12a)
13
b.Tingkat Keuntungan (%) (13b) = (13a)/(11a)x100%
III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14 Marjin (Rp) (14)=(10)-(8)
a. Pendapatan Tenaga Kerja langsung (%) (14a)=(12a)/(14)x100%
b. Sumbangan Input Lain (%) (14b)=(9)/(14)x100%
c. Keuntungan Pengusaha (%) (14c)=(13a)/(14)x100%
Sumber: Wahyudi (2016)

Berdasarkan pada tabel 4, secara operasional perhitungan tersebut dibuat

keterangan sebagai berikut:

a. Output adalah jumlah minyak atsiri serai wangi yang dihasilkan dalam satu

proses produksi (Kg)

b. Tenaga kerja adalah banyaknya jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung dalam

satu kali proses produksi minyak atsiri serai wangi (HOK).

73
c. Faktor konversi adalah banyaknya output yang dihasilakan dalam satu satuan

input, yakni banyaknya minyak atsiri serai wangi yang dihasilkan dalam satu kali

kilogram serai wangi (Kg).

d. Koefisien tenaga kerja langsung adalah banyaknya tenaga kerja langsung yang

diperlukan untuk mengolah satu koligram satuan input (HOK/Kg)

e. Harga output adalah harga jual produk per kilogram (Rp/Kg).

f. Upah tenaga kerja adalah upah rata-rata yang diterima tenaga kerja langsung

untuk mengolaha produk (Rp/HOK)

g. Harga bahan baku adalah harga beli bahan baku serai wangi per kilogram

(Rp/Kg)

h. Sumbangan input lain adalah biaya pemakaian input lain perkilogram produk

(Rp/Kg)

i. Nilai output menunjukkan nilai output minyak atsiri serai wangi dengan nilai

bahan baku utama serai wangi dan sumbangan input lain (Rp/Kg)

j. Nilai tambah adalah selisih nilai output minyak atsiri serai wangi dengan nilai

bahan baku utama serai wangi dan sumbangan input lain (Rp/Kg)

k. Rasio nilai tambah adalah menunjukkan persentase nilai tambah dari nilai produk

(%).

l. Pendapatan tenaga kerja adalah hasil kali antara koefisien tenaga kerja dan upah

tenaga kerja langsung (Rp/Kg)

m. Pangsa tenaga kerja adalah menunjukkan persentase pendapatan tenaga kerja dari

nilai tambah (%)

n. Keuntungan adalah nilai tambah dikurang pendapatan tenaga kerja (Rp).

74
o. Tingkat keuntungan adalah menunjukkan persentase keuntungan terhadap nilai

tambah (%).

p. Marjin pengolah menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain bahan

Baku yang digunakan dalam proses produksi (%).

q. Persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%).

r. Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%).

s. Persentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%).

75
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Geografi dan Topografi

Kecamatan Panti merupakan salah satu Kecamatan di wilayah Kabupaten

Pasaman, terdiri dari Kecamatan Pantu yang merupakan salah satu kecamatan di

wilayah Kabupaten Pasaman, yang terdiri atas 26 Jorong. Luas wilayah Kecamatan

Panti adalah 194,50 km². (Kecamatan Panti Dalam Angka 2020). Salah satu Nagari

yang ada disana yaitu Nagari Panti Selatan yang menjadi tempat penelitian, Nagari

Panti Selatan memiliki luas wilayah sebesar 64, 17 km² (Kecamatan Panti Dalam

Angka 2020).

Tabel 5. Luas wilayah dan Persentase Luas Wilayah Menurut Nagari di Kecamatan
Panti Tahun 2020
Persentase Luas
No Nagari Luas Wilayah (km2)
Wilayah (%)
1 Panti 50,18 26,00
2 Panti Selatan 64,17 33,00
3 Panti Timur 80,15 41,00
Kecamatan Panti 194,5 100,00
Sumber: BPS, Kecamatan Panti Dalam Angka 2020
Diantara ke 3 Nagari tersebut yang paling luas wilayahnya yaitu Nagari Panti

Timur dengan luas wilayah 80,15 km². Diikuti Nagari Panti Selatan dengan luas

wilayah 60,17 km². Sedangkan Nagari yang relative kecil adalah Nagari Panti dengan

luas wilayah 50,18 km².

Secara astronomis, Kecamatan Panti terletak antara 00 0 25’ sampai 00015’

Lintang Utara dan antara 990 55’ sampai 100 11’ Bujur Timur. Kecamatan Panti

memiliki luas wilayah 194,50 km² dengan ketinggian dari permukaan air laut 221-

1.521 m. Batas batas wilayah Kecamatan Panti sebagai berikut:

76
a. Sebelah Utara : Kecamatan Padang Gelugur

b. Sebelah Selatan : Kecamatan Lubuk Sikaping

c. Sebelah Timur berbatasan : Kecamatan Dua Koto

d. Sebelah Barat berbatasan : Kecamatan Mapat Tunggul

4.2 Demografi

Demografi meliputi ukuran, struktur, distribusi penduduk serta bagaimana

jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian dan imigrasi.

4.2.1 Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan modal dasar dalam setiap proses pembangunan di suatu

negara karena penduduk adalah subjek sekaligus objek bagi upaya pembangunan

yang dilaksanakan. Penduduk Kabupaten Pasaman adalah semua orang yang

berdomisili di wilayah teritorial Kabupaten Pasaman, mencakup Warga Negara

Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang telah menetap selama satu

tahun atau lebih atau berencana menetap di wilayah Indonesia selama minimal satu

tahun. Jumlah penduduk Kecamatan Panti pada tahun 2020 yaitu 39.234 jiwa terdiri

dari 19.451 laki-laki dan 19.783 perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Panti Tahun 2020
Jumlah penduduk(Jiwa) Laki- laki(Jiwa) Perempuan(Jiwa)
39.234 19.451 19.783
Sumber: BPS Kecamatan Panti Dalam Angka 2020

Dilihat dari rasio jenis kelamin (sex ratio) terlihat bahwa secara keseluruhan

rasio jenis kelamin penduduk Kecamatan Panti adalah 98, 32. Artinya, dari 100

77
penduduk perempuan terdapat laki-laki 108. Tercatat ada 1 kelompok umur dengan

rasio jenis kelamin diatas 100, atau dengan kaa lain jumlah penduduk laki-lakinya

lebih banyak dibanding jumlah penduduk perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Nagari di Kecamatan Panti
Tahun 2020
Rasio
Laki-laki Perempuan Jumlah
No Nagari Jenis
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
Kelamin
1 Panti 6.458 6.793 13.251 95,07
2 Panti Selatan 7.652 7.476 15.038 101,15
3 Panti Timur 5.431 5.514 10.945 98,49
Kecamatan Panti 19.451 19.783 39.234 98,32
Sumber: BPS Kecamatan Panti dalam angka 2020
Berdasarkan tabel 7, bahwa jumlah penduduk yang paling banyak di

Kecamatan Panti adalah Nagari Panti Selatan berjumlah 15.083 jiwa. Sedangkan

yang paling sedikit penduduknya adalah Nagari Panti Timur berjumlah 10.945 jiwa.

4.2.3 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan memiliki peran penting dalam menunjang pengembangan

usaha. Seseorang yang berpendidikan akan meningkatkan kreatifitas usaha yan

nantinya mampu meningkatkan pendapatan dan dapat membuat usahanya menjadi

usaha yang berkelanjutan kedepannya.

4.3 Sarana dan Prasarana

4.3.1 Sarana Pendidikan

Pendidikan sebagai modal dalam meningkatkan kemampuan pola pikir dan

masyarakat dilatih dan dididik dalam suatu pendidikan formal, dalam meningkatkan

pendidikan itu sarana dan prasarana yang mendukung berupa sarana yang berbentuk

78
fisik yaitu gedung sekolah. Di Kecamatan Panti, baik dari jenjang Sekolah Dasar

(SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) seperti yang terihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Sekolah Menurut Tingkat di Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman


Menurut Nagari pada Tahun 2020
Tingkatan
No Nagari
SD SMP/MTS SMA/MA/SMK
1 Panti 13 3 3
2 Panti Selatan 8 - -
3 Panti Timur 4 1 -
Jumlah 25 4 3
Sumber: BPS Kecamatan Panti dalam angka 2020

Pada tabel 8, menunjukkan bahwa jumlah sekolah di Kecamatan Panti tahun

2020 jumlah sekolah SD lebih banyak dibandingkan jumlah sekolah SMP/sederajat

dan SMA/sederajat. Dimana jumlah sekolah SD yaitu sebanyak 25 sekolah

sedangkan jumlah sekolah SMP/sederajat yaitu sebanyak 4 sekolah dan jumlah

sekolah SMA/sederajat yaitu sebanyak 3 sekolah.

4.3.2 Ibadah

Tempat ibadah merupakan tempat yang digunakan oleh umat beragama untuk

beribadah menurut ajaran agama atau kepercayaan mereka masing-masing. Di

Kecamatan Panti terdapat 51-unit mesjid, 37-unit mushalla dan 2-unit gereja

protestan.

4.3.3 Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan masyarakat

dalam melaksanakan kegiatan sehari - hari. Dari segi kesehatan di Kecamatan Panti

terdapat 1 rumah sakit, 2 puskesmas tanpa rawat inap dan 1 apotek.

79
4.3.4 Perhubungan

Salah satu sarana yang sangat penting dalam mendukung pembangunan

daerah adalah sarana perhubungan. Jalur transportasi di Kecamatan Panti umumnya

lancar karena Kecamatan ini berada dilintas jalan darat yang beraspal. Aktivitas

transportasi di Nagari Panti Selatan banyak dilakukan dengan memanfaatkan alat

transportasi darat yaitu mobil, motor dan angkutan umum.

4.4 Keadaan Umum Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Sebelum usahatani serai wangi dilakukan, komoditas utama yang diusahakan

petani di Kecamatan Panti ini adalah padi. Akan tetapi karena terjadi permasalahan

kekeringan pada lahan petani kemudian petani mengganti komoditas usahatani

mereka menjadi serai wangi. Selain itu petani juga memanfaatkan lahan-lahan kosong

yang sebelumnya belum diolah kemudian ditanami juga tanaman serai wangi.

Kecamatan Panti merupakan kecamatan dengan urutan ke 3 luas areal tanam

dan urutan ke 2 dengan hasil produksi tertinggi serai wangi dari 11 kecamatan

lainnya. Kecamatan Panti merupakan daerah pertama yang mengembangkan

usahatani serai wangi di Kabupaten Pasaman. Petani di kecamatan Panti menjadikan

serai wangi sebagai komoditas utama yang ditanam saat ini dan sisanya sebagai

komoditas sampingan sebagai penambah pendapatan petani setelah usahatani padi

dan jagung.

4.5 Keadaan Ekonomi

Ekonomi masyarakat adalah salah satu hal peting dalam peningkatan

pendapatan serta kualitias hidup masyarakat. Untuk mengetahui kebutuhan hidup

bagi diri dan keluarga, seseorang memerlukan lapangan usaha sebagai mata

80
pencarian. Besar kecilnya penghasilan yang diperoleh tidak jarang dipengaruhi oleh

lapangan usaha. Berikut dapat dilihat lapangan usaha di Kabupaten Pasaman 2021

pada Tebel 9.

Tabel 9. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Usaha di


Kabupaten Pasaman pada Tahun 2021
Lapangan Usaha Jumlah (orang) Persentase (%)
Pertanian 73.393 55,33
Industri 8.670 6,54
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 23.631 17,81
Jasa-Jasa 25.469 19,20
Lainnya 1.488 1,12
Jumlah 132.651 100
Sumber: BPS Kabupaten Pasaman 2021

Dapat dilihat dari tabel diatas, sebagian penduduk di Kabupaten Pasaman

bekerja di lapangan usaha pertanian dengan jumlah orang sebanyak 73.393 atau

sebesar 55,33%. Lapangan usaha terbanyak kedua pada tahun 2021 bekerja di

lapangan usaha Jasa-Jasa sebesar 25.469 orang atau sebesar 19,20%, disusul oleh

usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran sebesar 17,81% (BPS Kabupaten Pasaman,

2021).

4.5.1 Potensi Pertanian

Pembangunan sektor pertanian menjadi bagian dari pembangunan ekonomi

karena cukup potensial dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertanian

mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten Pasaman yaitu sebesar 40%.

Dari sektor pertanian ada 4 kelompok komoditas yang menjadi perhatian pemerintah

kabupaten Pasaman, yakni komoditas pangan utama, (padi, jagung dan kacang tanah),

komoditi perkebunan (karet, kakao dan kelapa sawit), komoditi perternakan (sapi,

81
kerbau,dan kambing) serta komoditi perikanan darat sesuai dengan yang telah di

tegaskan dengan sasaran pembangunan.

82
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Pelaku Usaha dan Profil Usaha Agroindustri Minyak Atsiri
Serai Wangi

5.1.1 Karakteristik Pelaku Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Karakteristik pelaku usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi yang

dianalisis meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha, dan jumlah

tanggungan keluarga dalam penelitian ini dianalisis menggunakan analisis deskriptif

kualitatif. Adapun hasil dari analisis adalah dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik Pelaku Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di
Nagari Panti Selatan Tahun 2021
Pengalaman Jumlah
Umur Pendidikan
No Responden Berusaha Tanggungan
Tahun Tahun Tahun Jiwa
1 Pelaku Usaha 60 6 4 4
2 Tenaga Kerja 1 35 12 2 4
3 Tenaga kerja 2 40 12 3 3
Jumlah 135 30 9 11
Rata-rata 45 10 3 4
Sumber: Data Primer

5.1.1.1 Umur

Umur dapat dijadikan indikator dalam menentukan produktif atau tidak

produktif seseorang. Umur juga merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi cara berfikir dan kemampuan seseorang dalam berusah. BPS (2018),

mengelompokkan umur penduduk menjadi 3 kategori yaitu usia belum produktif (<

15 tahun), usia produktif (15-65 tahun), dan usia tidak produktif (> 65 tahun).

Berdasarkan tabel 10, dapat dilihat bahwa umur responden pada usaha agroindustri

minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan rata-rata berusia 45 tahun, yang

83
artinya tergolong produktif. Umur responden pada usaha ini lebih rendah

dibandingkan dengan penelitian terdahulu oleh Indra Praja (2020) memiliki umur

responden rata-rata 37,40 tahun yang artinya umur pada responden ini tergolong

produktif. Individu yang berumur produktif kemampuannya untuk bekerja akan lebih

baik dibandingkan dengan individu yang tidak produktif, baik dalam segi fisik

maupun dalam penerapan teknologi

5.1.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan manusia pada umumnya menunjukkan daya kreatifitas

manusia dalam berfikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya

pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Sehingga pelaku

usaha yang berpendidikan diharapkan dapat lebih aktif, optimis pada masa depan,

lebih efektif agar lebih produktif (Ismail, 2016). Menurut Undang-undang Nomor 20

Tahun 2003 jenjang pendidikan formal terdiri atas: pendidikan dasar (SD/IM dan

tingkat lebih tinggi SMP/MTs), pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, dan MAK)

dan pendidikan tinggi (diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor).

Berdasarkan pada tabel 10, tingkat pendidikan tertinggi pada responden usaha

agroindustri minyak atsiri serai wangi rata-rata 10 tahun atau setara SLTP. Namun

tidak berarti menghambat dalam pengolahan penyulingan minyak atsiri serai wangi,

karena usaha penyulingan minyak atsiri serai wangi tidak menuntut keahlian tertentu

yang harus diperoleh melalui jenjang pendidikan formal yang tinggi tetapi dengan

kemampuan dan berusaha. Pengetahuan dan keterampilan khusus dapat diperoleh

malalui jalur pendidikan non-formal (seperti penyuluhan dan pelatihan) dan informal

(melalui berbagai pengalaman yang telah dilalui). Usaha ini lebih tingkat

84
pendidikannya dibanding dengan penelitian terdahulu oleh Indra Praja (2020)

memiliki lama pendidikan rata-rata 5,70 tahun. Pendidikan dapat mempengaruhi

manajemen dan pengambilan keputusan terhadap suatu usaha yang akan/sedang

berjalan. Rendahnya pendidikan mengabaikan pengolahan dan manajemen usaha

yang baik.

5.1.1.3 Pengalaman Berusaha

Menurut Prana (2021), Pengalaman berusaha merupakan salah satu

faktor yang dapat menentukan keberhasilan usaha, karena dengan pengalaman yang

banyak akan memberikan pengalaman yang luas dan keterampilan yang semakin

meningkat. Pengalaman ini merupakan modal dasar dalam menerima inovasi untuk

dapat meningkatkan kemajuan usaha yang mereka kelola. Semakin lama pelaku usaha

menekuni usaha yang dilakukan maka semakin meningkat pengetahuan, keterampilan

dan pengalaman pengrajin dalam berusaha berbeda-beda atau tidak sama antara

pengrajin yang satu dengan yang lainnya (Indra,2020).

Handoko (2010), mengkategorikan pengalaman kerja/ usaha menjadi 2 yaitu

baru (≤ 3 tahun) dan lama (> 3 tahun). Bedasarakan tabel 10, dapat dilihat bahwa

pengalaman berusaha pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari

Panti Selatan rata-rata telah dijalani selama 3 tahun, yang artinya pengalaman usaha

yang dimiliki pengusaha tergolong baru (≤ 3 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa

pelaku usaha penyulingan minyak serai wangi di Nagari Panti Selatan tergolong baru

dalam berusaha agroindustri minyak atsiri serai wangi. Usaha ini lebih rendah tingkat

pengalamannya dibandingkan dengan penelitian terdahulu oleh Ilahi dan Darus

85
(2020), yang sudah berpengalaman selama 20 tahun. Namun hal ini tidak

menghambat pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dan bahkan dapat menjadi

percontohan agar usaha terus berjalan.

5.1.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang terdiri

dari anggota keluarga selain kepala rumah tangga (istri, anak-anak, dan orang tua)

yang biaya kebutuhan hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga tersebut. Menurut

Kiswanti dan Rahmawati (2015), setiap adanya tambahan tanggungan keluarga akan

meningkatkan belanja rumah tangga, dengan semakin banyaknya jumlah tanggungan

keluarga maka semakin meningkat beban hidup yang harus dipenuhi. Menurut United

Nations (2017), bahwa rata-rata jumlah tanggungan keluarga (household size) di

Indonesia yaitu sebanyak 4 jiwa.

Berdasarkan tabel 10, dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan keluarga pelaku

usaha pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan rata-

rata yaitu berjumlah 4 jiwa, yang artinya sesuai dengan jumlah tanggungan keluarga

yang ada di Indonesia (4 jiwa). Dapat dikatakan bahwa pengeluaran tidak dalam

jumlah besar yang harus dipenuhi. Semakin banyak anggota keluarga maka semakin

mengacu pelaku usaha untuk meningkatkan pendapatannya demi untuk mencukupi

kebutuhan keluarga. Meskipun begitu, umumnya keadaan yang serba kekurangan

akan memaksa kepala keluarga untuk mengikut sertakan anaknya yang bahkan masih

di bawah umur (< 15 tahun) untuk bekerja menambah pemasukkan keluarga. Usaha

ini sama jumlah tanggungan keluarganya dengan penelitian terdahulu oleh Ilahi dan

86
Darus (2020), dengan rata-rata jumlah tanggungan 4 jiwa serta pada penelitian Indra

Praja (2020), dengan rata-rata 3,50 jiwa.

5.1.2 Profil Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Usaha Penyulingan Minyak Serai Wangi yang menjadi tempat penelitian ini

adalah usaha milik bapak Nasrun yang berlokasi di Nagari Panti Selatan Kecamatan

Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Usaha ini berdiri pada Januari

2017 dan masih berjalan sampai saat ini. Modal yang digunakan untuk memulai

usaha ini adalah modal sendiri.

Pelaku usaha merupakan pelaku langsung dalam melaksanakan kegiatan

Usaha Penyulingan Minyak Serai Wangi untuk mencapai keberhasilan mengelola

usaha, pelaku usaha harus memiliki kemampuan dalam mengelola usaha Agar Usaha

Penyulingan Minyak Serai Wangi ini menjadi lebih maju. Untuk itu perlu dilihat dari

umur, tingkat pendidikan serta pengalaman usaha karena dengan produktifnya umur

pengusaha dapat mengembangkan usahanya, tingkat pendidikan yang tinggi sangat

berpengaruh pada daya fikir dan daya tangkap pelaku usaha untuk lebih maju, dan

pengalaman usaha yang lama juga dapat mempengaruhi dalam usaha tersebut dengan

lamanya pengalaman usaha yang dijalankan maka pelaku usaha mengetahui kendala

apa saja yang terdapat pada usaha tersebut agar pelaku usaha lebih peka terhadap

usahanya.

5.1.2.1 Sejarah Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Berdasarkan hasil survey, usaha penyulingan minyak atsiri serai wangi ini

didirikan oleh bapak Nasrun sejak tahun 2017. Usaha penyulingan minyak serai

wangi ini berlokasi di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman

87
Provinsi Sumatera Barat. Pada akhir 2016, bapak Nasrun berkeinginan memulai

bisnis baru dibidang minyak atsiri dengan alasan indonesia sebagai pemasok minyak

atsiri dunia dan untuk harga perliter minyak serai wangi dulunya sebesar Rp 350.000.

Minyak atsiri yang dipilih beliau adalah komoditas serai wangi dikarenakan,

komoditas tersebut dalam hal perawatannya tidak sulit, usia panen yang cepat dan

resiko kehilangan sedikit karena banyak yang belum mengetahui manfaat dari serai

wangi.

Modal awal yang digunakan untuk mejalankan usaha tersebut hanya terbatas

dari kepemilikan pribadi. Pada akhir 2016, pemilik mulai menanam serai wangi

dengan luas lahan 2 Ha dan hanya memiliki 2 orang karyawan untuk membantunya

dalam menjalankan proses penyulingan minyak atsiri serai wangi.

5.1.2.2 Modal Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Modal (capital) adalah semua aset produksi berupa benda yang diciptakan

untuk menghasilkan barang atau jasa yang lain, yang berwujud uang (money capital)

maupun modal rill (real capital good). Dalam kontek manajemen, modal sering

diartikan sebagai keseluruhan aktiva sehingga mencangkup ekuitas dan utang bisnis.

Modal yang digunakan untuk mendirikan usaha penyulingan minyak serai wangi ini

adalah modal milik Bapak Nasrun secara pribadi. Modal yang digunakan untuk

“usaha penyulingan minyak serai wangi” yaitu senilai Rp 25.000.000,00 dan

kepemilikan aset berupa lahan seluas 2 hektare dengan nilai Rp 200.000.000,00.

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, suatu usaha disebut berskala mikro

apabila memiliki aset atau kekayaan bersih hingga Rp 50.000.000,00 sampai dengan

Rp 300.000.000,00 (diluar tanah dan bangunan), sehingga hal tersebut menunjukkan

88
bahwa dilihat berdasarkan modal (aset) yang digunakan dalam usaha penyulingan

minyak serai wangi ini termasuk ke dalam golongan usaha mikro. Usaha ini lebih

tinggi jumlah modalnya dibandingkan dengan penelitian terdahulu oleh Indra Praja

(2020) yaitu senilai Rp 1.520.000.

5.1.2.3 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap

orang (berada dalam usia kerja) yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun

masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh

pelaku usaha dalam mengolah serai wangi menjadi minyak serai wangi yaitu

sebanyak 2 orang. Usaha ini lebih sedikit menggunakan tenaga kerja dibandingkan

penelitian terdahulu oleh Indra Praja (2020), yaitu menggunakan tenaga kerja

sebanyak 6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pekerja akan

meringankan suatu pekerjaan. Tetapi dengan sedikit pekerjaan yang harus dilakukan

maka penggunaan tenaga kerja yang banyak akan sia-sia.

5.2 Ketersedian dan Penggunaan Bahan Baku dan Penunjang, Proses dan
Teknologi Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

5.2.1 Ketersediaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang Usaha Agroindustri


Minyak Atsiri Serai Wangi

Ketersediaan bahan baku dan bahan penunjang merupakan jumlah bahan baku

dan bahan penunjang yang harus disiapkan mulai dari usaha tani. Ketersedian bahan

baku didapat langsung dari kebun pemilik usaha yang telah ditanam seluas 2 hektare

dengan jumlah 2.000 rumpun serai wangi. Serai wangi yang diambil setelah umur

tanam ± 6 bulan selanjutnya pengulangan panen dapat dilakukan setiap 3 bulan.

89
Untuk 2 hektare lahan, petani bisa melakukan penyulingan kurang lebih 2 bulan

tergantung dengan kondisi cuaca. Dengan demikian maka untuk ketersediaan bahan

baku sudah cukup optimal untuk menunjang jalannya usaha tersebut.

5.2.2 Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang Usaha Agroindustri


Minyak Atsiri Serai Wangi

Menurut Istari (2021), Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian

yang menyeluruh produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur

dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor, atau dari pengelolahaan sendiri. Didalam

memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan biaya sejumlah harga

beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan biaya – biaya pembelian,

pergudangan, dan biaya – biaya perolehan lain.

Bahan baku yang digunakan dalam usaha agroindustri minyak atsiri serai

wangi ini adalah serai wangi yang didapat dari lahan pribadi seluas 2 Ha yang

ditanaman sendiri. Jumlah bahan baku dan kelembaban untuk penyulingan minyak

serai wangi ini berpengaruh terhadap banyak sedikitnya minyak serai wangi yang

akan dihasilkan nantinya. Banyaknya minyak atsiri serai wangi yang dihasilkan

tergantung dari tingkat kelebaban serai wanginya semakin kering serai wangi, maka

akan semakin banyak minyak yang dihasilkan. Setiap 1 Kg serai wangi kering

mampu menghasilkan 0,025 liter minyak atsiri serai wangi.

Selain menggunakan bahan baku, diperlukan juga input lain sebagai bahan

penunjang untuk menyempurnakan hasil produksi. Input lain yang digunakan dalam

proses penyulingan minyak atsiri serai wangi ini berupa kayu bakar dan juga air.

90
Untuk satu hari proses penyulingan yaitu sebanyak 4 kali proses produksi, 6

alat penyulingan dengan kapasitas alat penyulingan untuk bahan baku sebesar 40 Kg.

Satu alat penyulingan memerlukan waktu 4 jam 40 menit untuk menghasilkan

minyak serai wangi. Dalam seminggu waktu penyulingan hanya 2 hari yaitu hari

sabtu dan minggu, sehingga dalam sebulan penyulingan dilakukan 8 kali.

Tabel 11. Bahan Baku dan Input Lain pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi di Nagari Panti Selatan Tahun 2021
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
No Uraian Biaya Satuan
(PP) (Hari) (Bulan) (Tahun)
1 Serai Wangi Kg 240 960 7.680 92.160
2 Input Lain
a. Air m3 8,80 35,20 282 3.379
b. Kayu Bakar m3 0,01 0,02 0,19 0,29
Sumber: Data Primer 2021
Dari tabel 11, berdasarkan hasil penelitian bahan baku dan input lain pada

usaha agroindustri minyak atsiri untuk serai wangi sebanyak 240 kg/proses produksi,

input lain diantaranya air sebanyak 8,80 m 3/proses produksi, dan kayu bakar

sebanyak 0,1 m3/proses produksi. Penggunaan bahan baku dan input lain dalam satu

hari yaitu untuk serai wangi sebanyak 960 kg/hari, input lain diantaranya air sebanyak

35,20 m3/ hari, dan kayu bakar sebanyak 0,2 m 3/ hari. Penggunaan bahan baku dan

input lain dalam satu hari yaitu untuk serai wangi sebanyak 7.680 kg/bulan, input lain

diantaranya air sebanyak 282 m3/ bulan, dan kayu bakar sebanyak 0,19 m3/ bulan.

Penggunaan bahan baku dan input lain dalam satu hari yaitu untuk serai wangi

sebanyak 92.160 kg/Tahun, input lain diantaranya air sebanyak 3.379 m3/ Tahun, dan

kayu bakar sebanyak 0,29 m3/ Tahun.

91
5.2.3 Proses Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Menurut Fadly, M (2021), Proses produksi membutuhkan berbagai macam

jenis faktor produksi. Dalam garis besarnya, faktor-faktor produksi tersebut dapat

diklasifikasikan menjadi faktor produksi tenaga kerja, modal, dan alam. Dalam setiap

proses produksi, ketiga proses produksi itu dikombinasikan dalam jumlah dan

kualitas tertentu. Proses penyulingan minyak atsiri serai wangi dilakukan langsung

oleh 2 (dua) orang tenaga kerja di tempat usaha milik bapak Nasrun. Secara rinci

tahapan proses pembuatan minyak atsiri serai wangi dijelaskan sebagai berikut:

Tahap 1. Pemasukkan bahan baku kedalam ketel penyulingan


Pada tahap awal, serai wangi yang telah dipanen dan dijemur dimasukkan

kedalam ketel penyulingan dan dipadatkan sampai benar-benar penuh

Gambar 6. Proses Pemasukkan Bahan Baku kedalam Ketel Penyulingan

92
Tahap 2. Proses pengisian air.

Gambar 7. Proses Pengisian Air yang digunakan untuk Penguapan

Proses Pengisian air yang kedalam drum pemasak air yang digunakan untuk

melakukan proses penguapan pada saat proses penyulingan.

Tahap 3. Pemasangan ketel penyulingan dan pipa penghubung dari ketel ke


pendingin.

Pemasangan ketel penyulingan dilakukan dengan cara menggabungkan ketel

penyulingan dengan drum berisi air untuk proses penguapan digabungkan dengan

menggunakan rantai besi lalu dikunci. Setelah pemasangan ketel dilanjutkan dengan

memasang pipa penghubung dari ketel ke pendingin. Lalu pengisian air sebanyak 2

liter diatas ketel penyulingan yang berguna sebagai pendingin.

93
Gambar 8. Proses Pemasangan Penutup Ketel dan Pemasangan Pipa Penghubung dari
ketel ke pendingin

Gambar 9. Proses Pengisian Air di Atas Ketel sebagai pendingin

Tahap 4. Pemasukkan kayu bakar kedalam tungku pembakaran


Kayu bakar dimasukkan kedalam tungku pembakaran dengan cara

memasukkan kayu bakar yang telah dijemur menunggunakan garu. Fungsi

pembakaran ini untuk memasak air yang berguna untuk proses penyulingan.

94
Gambar 10. Proses Pemasukkan Kayu Bakar ke dalam Tungku Pembakaran dan
Proses Pembakaran

Tahap 5. Penyulingan

Gambar 11. Proses Penyulingan

Gambar 12. Tempat Pendinginan

95
Gambar 13. Proses pengeluaran minyak dan air dari pipa stainless ke dalam ceret
pemisah dan proses pemisahan air dan minyak

Setelah bahan baku dimasukkan kedalam ketel maka tutup ketel dipasang

dengan rapat sehingga tidak akan ada uap yang keluar kecuali melalui pipa yang

diarahkan kepada kondensor yang akan mengubah uap air tersebut kembali menjadi

cairan. Suhu pembakaran harus stabil supaya proses pelepasan minyak atsiri didalam

ketel makasimal. Untuk kapasitas ketel penyulingan yaitu sebesar 40 Kg. Setelah 1

jam 30 menit proses penyulingan, minyak atsiri serai wangi mulai keluar melalui pipa

besi yang direndam didalam air (pendingin) yang terus menerus diganti agar suhunya

tetap dingin. Lalu minyak dan air hasil penguapan dipisahkan didalam ceret

penampungan.

Tahap 6. Pengambilan minyak atsiri serai wangi.

Didalam ceret penampungan ini minyak atsiri serai wangi dan air akan

terpisah berdasarkan berat massa jenis sehingga minyak yang memiliki massa jenis

lebih ringan akan berada diatas dan air yang memiliki massa jenis lebih berat akan

berada dibagian bawah dari ceret pemisah. Minyak atsiri serai wangi yang berada

96
diatas akan diambil menggunakan sendok stainless untuk kemudian dilakukan

pengemasan.

Gambar 14. Proses pengambilan minyak atsiri serai wangi menggunakan sendok
stainless

Tahap 7. Pengemasan.
Pengemasan dilakukan dengan memasukkan minyak atsiri serai wangi

kedalam jerigen dengan kapasitas 10 liter. Dengan menggunkan jerigen inilah

kemudian minyak atsiri serai wangi akan dijual ke pedagang pengepul.

Gambar 15. Minyak Atsiri Serai Wangi

97
Secara sistematis proses produksi pembuatan minyak atsiri serai wangi

dijelaskan sebagai berikut:

Pemasukkan bahan baku ke dalam ketel


penyulingan (40 menit)

Pengisian air (30 menit)


Tahap ini dilakukan
Pemasangan ketel penyulingan dan pipa terhadap 6 ketel
penghubung dari ketel ke pendingin (10 penyulingan
menit)

Pemasukkan kayu bakar kedalam tungku


pembakaran (15 menit)

Penyulingan (120 menit)

Pengambilan minyak atsiri serai wangi


(20 menit)

Pengemasan (30 menit)


Gambar 16. Bagan Proses Pengolahan Minyak Atsiri Serai Wangi

5.2.4 Teknologi Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Teknologi produksi merupakan alat (tool) dan Cara (technic) yang digunakan

manusia berdasarkan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah dalam

menghasilkan barang atau jasa. Teknis produksi yang dilakukan pelaku usaha

penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan meliputi pemasukkan

bahan kedalam ketel penyulingan, pengisian air, pemasangan ketel penyulingan dan

pipa penghubung dari ketel ke pendingin, pemasukkan kayu bakar ke dalam tungku

98
pembakaran, penyulingan, pengambilan minyak atsiri yang telah di suling, dan

pengemasan. Karena karakteristik penyulingan minyak atsiri serai wangi di Nagari

Panti Selatan yang masih sederhana serta tidak ada keterlibatan mekanisasi dalam tiap

tahap produksinya, maka dengan begitu dapat dikaitkan bahwa teknologi produksi

pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan masih

bersifat konvensional, berkaitan dengan pengerjaan dilakukan oleh tenaga kerja

sedangkan penggunaan teknologi berkaitan dengan penggunaan alat produksi.

5.3 Analisis Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

5.3.1 Biaya Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Menurut Meilani, A (2020), biaya produksi merupakan semua pengeluaran

yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-

bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang

diproduksinya. Komponen biaya produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan

minyak atsiri serai wangi yaitu biaya bahan baku serai wangi, upah tenaga kerja, dan

biaya overhead pabrik (BOP) yang meliputi biaya input lain (air dan kayu bakar), dan

penyusutan.

5.3.1.1 Biaya Bahan Baku Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Menurut Murtini (2021) Bahan baku adalah bahan yang akan diolah menjadi

bagian produk jadi maupun produk setengah jadi dan pemakaiannya dapat

diidentifikasi atau diikuti jejaknya atau merupakan bagian integral pada produk

tertentu. Pertimbangan utama dalam pengelompokkan bahan ke dalam bahan

langsung adalah kemudahan penelusuran proses pengubahan bahan tersebut sampan

menjadi bahan jadi. Berdasarkan hasil penelitian biaya bahan baku serai wangi yang

99
dikeluarkan pada usaha agroindustri minyak atsiri senilai Rp 120.000/proses

produksi, untuk satu hari senilai Rp 480.000/hari. Biaya bahan baku serai wangi

untuk satu bulan senilai Rp 3.840.000/bulan, dan biaya bahan baku serai wangi untuk

satu tahun senilai Rp 46.080.000/tahun (Tabel 15).

5.3.1.2 Upah Tenaga Kerja Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Upah tenaga kerja merupakan tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah

bahan langsung menjadi barang jadi (Kartika dkk, 2021). Tenaga kerja sebagai salah

satu faktor produksi yang terbagi atas tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak

langsung Tenaga kerja langsung di mana tenaga kerja yang terlibat dalam suatu

proses tertentu yang diperlukan untuk menyelesaikan produk dari usaha yang

dijalankan, sedangkan tenaga kerja tidak langsung di mana tenaga kerja yang secara

tidak langsung terlibat dalam suatu proses produksi.

Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha agroindustri minyak atsiri serai

wangi adalah tenaga kerja langsung (direct labour), yang meruapakan tenaga kerja

yang berkaitan langsung dengan proses produksi sesuai dengan tahapan kerja

pengolahan minyak atsiri serai wangi. Jumlah tenaga kerja rata-rata yang digunakan

pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi adalah sebanyak 2 orang yang

seluruhnya berasal dari luar keluarga (TKLK). Jumlah hari orang kerja untuk satu kali

proses produksi sebanyak 1, 10 HOK, satu hari produksi sebesar 4, 42 HOK, satu

bulan hari orang kerja sebesar 35, 33 HOK dan untuk satu tahun hari orang kerja

sebesar 424 HOK (Tabel 12).

Penggunaan tenaga kerja dalam usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi

diperlukan untuk pengerjaan berbagai kegiatan produksi seperti pemasukkan bahan

100
kedalam ketel penyulingan, pengisian air, pemasangan ketel penyulingan dan pipa

penghubung dari ketel ke pendingin, pemasukkan kayu bakar ke dalam tungku

pembakaran, penyulingan, pengambilan minyak atsiri yang telah di suling, dan

pengemasan.

Berdasarkan tabel 12, dapat dilihat bahwa upah untuk masing-masing tahap

senilai Rp 14.286. Sehingga biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi

minyak atsiri serai wangi senilai Rp 15.774/proses produksi, untuk satu hari biaya

tenaga kerja senilai Rp 63.095/hari, untuk satu bulan biaya tenaga kerja senilai Rp

504.762/bulan, dan satu tahun biaya tenaga kerja senilai Rp 6.057.143/tahun. Adapun

rincian upah tenaga kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.

101
Tabel 12. Rincian Upah Tenaga Kerja pada Usaha Agroindustri Penyulingan Atsiri Minyak Serai wangi di Nagari Panti Selatan
Tahun 2021
Jumlah Jumlah Biaya Jumlah Biaya Jumlah Jumlah
Upah Biaya TK Biaya TK
No Tahapan Kerja Tenaga PP HOK TK Hari HOK TK Bulan HOK Tahun HOK
(Rp) (Rp/Bulan) (Rp/Tahun)
Kerja (Jam) (Rp/PP) (Jam) (Rp/Hari) (Jam) (Jam)
Pemasukkan
Bahan Baku ke
1 2 0,67 0,17 14.286 2.381 2,67 0,67 9.524 21,33 5,33 76.190 256 64,00 914.286
dalam Ketel
Penyulingan
2 Pengisian Air 2 0,50 0,13 14.286 1.786 2,00 0,50 7.143 16,00 4,00 57.143 192 48,00 685.714
Pemasangan Ketel
Penyulingan dan
3 Pipa Penghubung 2 0,17 0,04 14.286 595 0,67 0,17 2.381 5,33 1,33 19.048 64 16,00 228.571
dari Ketel ke
Pendingin
Pemasukkan Kayu
Bakar ke dalam
4 2 0,25 0,06 14.286 893 1,00 0,25 3.571 8,00 2,00 28.571 96 24,00 342.857
Tungku
Pembakaran
5 Penyulingan 2 2,00 0,50 14.286 7.143 8,00 2,00 28.571 64,00 16,00 228.571 768 192,00 2.742.857
Pengambilan
Minyak Atsiri
6 2 0,33 0,08 14.286 1.190 1,33 0,33 4.762 10,67 2,67 38.095 128 32,00 457.143
yang Telah di
Suling
7 Pengemasan 2 0,50 0,13 14.286 1.786 2,00 0,50 7.143 16,00 4,00 57.143 192 48,00 685.714
Jumlah 1,11 100.000 15.774 4,42 63.095 35,33 504.762 424 6.057.143
Sumber: Data Primer 2021

102
5.3.1.3 Biaya Overhead Pabrik (BOP) Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi

Biaya Overhead Pabrik (BOP), merupakan biaya-biaya produksi selain dari

biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja (Kartika dkk, 2021). Dalam memproduksi

minyak atsiri serai wangi, biaya yang dikeluarkan pelaku usaha selain dari pada biaya

bahan baku dan tenaga kerja adalah biaya input lain (meliputi air dan kayu bakar) dan

penyusutan alat.

Alat merupakan prasarana yang menunjang dalam kegiatan produksi, karena

dapat membantu pekerjaan tenaga kerja menjadi lebih efektif dan efisien. Alat dan

mesin yang digunakan pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari

Panti Selatan seluruhnya berstatus milik sendiri yang diperoleh pelaku usaha. Adapun

berbagai macam alat yang digunakan pada usaha agroindustri minyak atsiri serai

wangi dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rata-rata Penggunaan Alat pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai
Wangi di Nagari Panti Selatan Tahun 2021
No Alat Produksi Jumlah (Unit)
1 Ketel Penyulingan 6
2 Pipa 6
3 Jerigen 3
4 Sabit 2
5 Corong Penyulingan 3
6 Katrol 1
7 Sendok 6
8 Garu 6
Sumber: Data Primer 2021
Berdasarkan pada tabel 13, alat yang digunakan dalam usaha agroindustri

minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan adalah terdiri dari Ketel

Penyulingan sebanyak 6 unit digunakan proses penyulingan serai wangi menjadi

minyak atsiri serai wangi; pipa sebanyak 6 unit digunakan untuk mengalirkan air

103
kependingin; jeringen sebanyak 3 unit digunakan untuk menaruh minyak atsiri serai

wangi yang telah telah disuling; sabit sebanyak 2 unit digunakan untuk memotong

serai wangi; corong penyulingan sebanyak 3 unit digunakan untuk memasukkan

minyak kedalam jerigen agar lebih mudah dan tidak tumpah; katrol sebanyak 1 unit

digunakan untuk mengangkut serai wangi yang telah di jemur yang jaraknya jauh dari

tempat penyulingan; sendok sebanyak 6 unit digunakan untuk memindahkan minyak

dari ceret penampung minyak kedalam jerigen; garu sebanyak 6 unit digunakan untuk

memasukkan serai wangi kedalam ketel penyulingan dan juga mengeluarkan serai

wangi dari ketel penyulingan.

Bahan input lain (penolong) merupakan bahan yang tidak menjadi bagian

produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian dari produk jadi tetapi

nilainya relatif kecil bila dibandingkan harga pokok produksi tersebut. (Wardana,

2021). Berdasarkan hasil penelitian biaya input lain yang dikeluarkan pada usaha

agroindustri minyak atsiri untuk serai adalah senilai Rp 53.100/proses produksi yang

terdiri dari biaya air Rp 52.800 (8,80 m3) dan kayu bakar Rp 300 (0,01 m3).

Selanjutnya biaya input lain untuk satu hari senilai Rp 212.400/hari yang terdiri dari

biaya air Rp 211.200 (35,20 m3) dan kayu bakar Rp 1.200 (0,02 m3). Biaya input lain

untuk satu bulan senilai Rp 1.699.200/bulan yang terdiri dari biaya air senilai Rp

1.689.600 (282 m3) dan kayu bakar senilai Rp 9.600 (0,19 m3). dan biaya input lain

untuk satu tahun senilai Rp 20.289.600/tahun yang terdiri dari air senilai Rp

20.275.200 (3.379 m3) dan kayu bakar senilai Rp 14.400 (2,30 m3) (Lampiran 2).

Menurut Utami, dkk (2021), Penyusutan adalah proses pengalokasian harga

perolehan aset tetap menjadi biaya selama masa manfaatnya dengan cara yang

104
rasional dan sistematis. Penyusutan termasuk ke dalam biaya non tunai yang tidak

secara langsung dibayarkan oleh produsen, namun patut diperhitungkan dalam

manganalisis suatu usaha, karena karakteristik input tetap seperti bangunan, alat, dan

mesin yang tidak habis dalam satu kali periode produksi. Metode perhitungan

penyusutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode garis lurus (straight

line method), dengan asumsi bahwa aset yang bersangkutan akan memberikan

manfaat yang sama untuk setiap periodenya sepanjang umur aset dan pembebanannya

tidak dipengaruhi oleh perubahan produktivitas maupun efisiensi pengunaan aset.

Beberapa alat yang dipertimbangkan memiliki nilai sisa setelah mencapai usia

ekonomis (UE) seperti ketel penyulingan, pipa, jerigen, sabit, corong minyak, katrol,

sendok, garu dan bangunan ditetapkan nilai sisa (NS) sebesar 20% dari nilai beli.

Rincian penyusutan alat pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi dapat

dilihat pada Tabel 14.

105
Tabel 14. Rincian Penyusutan Alat dan Bangunan pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti Selatan
Tahun 2021
Jumlah Harga Penyusutan Penyusutan Penyusutan Penyusutan Persentase
No Komponen Biaya Nilai (Rp) UE (Bulan) NS (20%)
(Unit) (Rp/Unit) (Rp/PP) (Rp/Hari) (Rp/Bulan) (Rp/Tahun) (%)

a. Alat Produksi

1 Ketel Penyulingan 6 1.500.000 9.000.000 8 1.800.000 112.500 450.000 3.600.000 43.200.000 55,40

2 Pipa 6 20.000 120.000 5 24.000 3.840 15.360 122.880 1.474.560 1,89

3 Jerigen 3 40.000 120.000 5 24.000 3.840 15.360 122.880 1.474.560 1,89

4 Sabit 2 70.000 140.000 2 28.000 28.000 112.000 896.000 10.752.000 13,79

5 Corong Penyulingan 3 5.000 15.000 5 3.000 480 1.920 15.360 184.320 0,24

6 Katrol 1 50.000 50.000 5 10.000 1.600 6.400 51.200 614.400 0,79

7 Sendok 6 10.000 60.000 5 12.000 1.920 7.680 61.440 737.280 0,95

8 Garu 6 15.000 90.000 5 18.000 2.880 11.520 92.160 1.105.920 1,42

b. Bangunan 6.000.000 10 1.200.000 48.000 192.000 1.536.000 18.432.000 23,64

Jumlah 9.595.000 3.119.000 203.060 812.240 6.497.920 77.975.040 100,00

Rerata 1.199.375 346.556 22.562 90.249 721.991 8.663.893 11,11

Sumber: Data Primer 2021

106
Berdasarkan pada tabel 14, Berdasarkan hasil penelitian bahwa beban

penyusutan yang harus ditanggung pelaku usaha dalam memproduksi minyak atsiri

serai wangi yaitu senilai Rp 203.060/proses produksi, satu hari penyusutan senilai Rp

812.240/hari, satu bulan penyusutan senilai Rp 6.497.920/bulan, dan untuk satu tahun

penyusutan senilai Rp 77.975.040/tahun.

Pemaparan biaya produksi yang telah dikemukan sebelumnya, maka diproleh

total biaya produksi pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi senilai Rp

391.934/proses produksi, untuk satu hari total biaya produksi senilai Rp

1.567.735/hari, untuk satu bulan total biaya produksi senilai Rp 12.541.882/bulan,

dan untuk satu tahun total biaya produksi senilai Rp 150.401.783/tahun (Tabel 15).

Beberapa alasan yang melatar belakangi tingginya upah tenaga kerja langsung

tersebut, yaitu karena penggunaan teknologi produksi yang masih konvensional tanpa

adanya mekanisasi sama sekali, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan lebih tinggi

yang berimplikasi pada tingginya upah. Selain faktor sosial-budaya yang membuat

pelaku usaha akhirnya kurang berorientasi komersil dan lebih kepada orientasi sosial

dengan tujuan untuk memberikan lapangan pekerjaan masyarakat sekitar.

Adapun rekapitulasi seluruh komponen biaya produksi yang dikeluarkan pada

usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan dapat dilihat

pada Tabel 15.

107
Tabel 15. Rincian Biaya Produksi pada Usaha Agroindustri Minyak atsiri Serai
Wangi di Nagari Panti Selatan Tahun 2021
Nilai Nilai Nilai Nilai
No Uraian
(Rp/PP) (Rp/Hari) (Rp/Bulan) (Rp/Tahun)
A Bahan Baku
Serai Wangi 120.000 480.000 3.840.000 46.080.000
B Tenaga Kerja Langsung 15.774 63.095 504.762 6.057.143
C Biaya Overhead (BOP)
1 Input Lain
Air 52.800 211.200 1.689.600 20.275.200
Kayu Bakar 300 1.200 9.600 14.400
Total Lain 53.100 212.400 1.699.200 20.289.600
2 Penyusutan 203.060 812.240 6.497.920 77.975.040
Sub Total Biaya BOP 256.160 1.024.640 8.197.120 98.264.640
Total Biaya Produksi 391.934 1.567.735 12.541.882 150.401.783
Sumber: Data Primer 2021

5.3.2 Produksi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

produksi adalah mengkombinasikan beberapa input atau

masukan yang juga disebut faktor-faktor produksi menjadi keluaran (output)

sehingga nilai barang tersebut bertambah (Triwahyudi, 2021). Minyak atsiri serai

wangi yang diproduksi pelaku usaha sebesar 4,80 Kg/proses produksi, untuk satu hari

produksi sebesar 19,20 Kg/hari, untuk satu bulan produksi sebesar 154 Kg/bulan dan

untuk satu tahun produksi sebesar 1.843 Kg /tahun minyak atsiri serai wangi (Tabel

16).

Satu hari proses produksi yaitu sebanyak 24 liter atau 19, 20 kilogram yang

dijual dalam bentuk minyak yang ditaruh kedalam jerigen. Hal ini berbanding terbalik

dengan proses produksi hasil penelitian yang dilakukan oleh Taufiq dkk (2021),

dimana dalam satu ton serai wangi mengasilkan kurang lebih 7 liter atau 5,6 kilogram

dengan lama proses penyulingan untuk satu kali produksi berkisar 5 sampai 6 jam.

108
Dalam minyak atsiri serai wangi tersebut mengandung beberapa yaitu

komponen sitronelal 32 - 45%, geraniol 12 – 18%, sitronelol 11 - 15%, geranil asetat

3 – 8%, sitronelil asetat 2 – 4%, limonen 2 - 4%, kadinen 2 - 4% dan selebihnya (2 –

36%) adalah sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, vanilin, kamfen, α-pinen,

linalool, β-kariofilen (Rusli, 2010). Menurut Atmoko (2017), standar mutu minyak

serai wangi untuk kualitas ekspor dapat dianalisis berdasarkan Standar Nasional

Indonesia (SNI) 06-3953-1995 dengan syarat warna minyak yaitu kuning pucat

sampai kuning kecoklatan.

5.3.3 Harga Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Menurut Nopriyandi (2017), harga adalah satuan nilai yang diberikan pada

suatu komoditas sebagai informasi kontraprestasi dari produsen/pemilik komoditas.

Harga menunjukkan nilai tukar suatu barang yang diukur dalam satuan mata uang

yang berlaku, dimana besarnya tergantung pada tingkat kelangkaan (scarcity) dan

manfaat (benefit) yang diperoleh dari komoditas tersebut. Dalam memasarkan minyak

atsiri serai wangi, pelaku usaha umumnya menyalurkan kepada pedagang pengepul,

dengan harga jual yang ditetapkan yaitu senilai Rp 120.000,00/Kg untuk 1 Liter

minyak atsiri serai wangi (0,8 Kg), (Tabel 16).

Menurut Kurniawan (2020), Komponen kimia dalam minyak serai wangi

cukup komplek, namun komponen yang terpenting adalah sitronellal, sitronellol dan

geraniol. Ketiga komponen tersebut menentukan intensitas bau harum, serta nilai dan

harga minyak sereh wangi. Penjualan hasil produksi langsung ke pedagang pengepul

membantu produsen dalam mendistribusikan produknya hingga sampai ke konsumen

selain itu memberikan informasi tentang harga dan kondisi permintaan terkini.

109
Namun yang perlu diperhatikan adalah dominasi pedagang pengumpul yang terlalu

kuat dapat melemahkan daya tawar (bargaining power) produsen, sehingga

menyebabkan posisi produsen hanya menjadi price taker yang rentan untuk ditindas

(Husnarti, 2017).

5.3.4 Pendapatan Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Pendapatan terdiri atas pendapatan kotor (gross income) dan pendapatan

bersih (net income). Pendapatan kotor (gross income) adalah hasil dari perkalian nilai

output dengan harga jual persatuan output. Pendapatan bersih (net income) adalah

hasil pengurangan dari pendapatan kotor dengan total biaya produksi. Pendapatan

merupakan sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

dan sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup dan penghidupan seseorang

secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan pada tabel 16, berdasarkan

hasil penelitian bahwa pendapatan kotor (gross income) yang diperoleh pelaku usaha

agroindustri minyak atsiri serai wangi senilai Rp 576.000/proses produksi, satu hari

produksi menghasilkan pendapatan kotor senilai Rp 2.304.000/hari, satu bulan

produksi menghasilkan pendapatan kotor senilai Rp 18.432.000/bulan, dan untuk satu

tahun produksi menghasilkan pendapatan kotor senilai Rp 221.184.000/tahun (Tabel

16)

Pendapatan bersih (net income) yang diperoleh pelaku untuk satu kali proses

produksi menghasilkan pendapatan bersih senilai Rp 184.066/proses produksi, satu

hari produksi menghasilkan pendapatan bersih senilai Rp 736.265/hari, satu bulan

proses produksi menghasilkan pendapatan bersih senilai Rp 5.890.118/bulan dan

untuk satu tahun produksi menghasilkan pendapatan bersih senilai Rp

110
70.782.217/tahun. Pendapatan bersih ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Simatupang T, J., dan Ritonga, R (2020), dimana

dalam penelitian ini pendapatan bersih yang diperoleh sebesar Rp 51.297,25 untuk

setiap hari proses pengolahan serai wangi menjadi minyak serai wangi (Tabel 16).

5.3.5 Efisiensi Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Efisiensi usaha atau RCR (Revenue Cost Ratio) menunjukkan kemampuan

suatu usaha dalam menghasilkan laba untuk tiap satu satuan biaya yang dikeluarkan.

RCR dapat dihitung dengan membandingkan besaran pendapatan kotor yang

dihasilkan dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Berdasarkan tabel 15, diketahui

nilai efisiensi usaha (RCR) pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di

Nagari Panti Selatan adalah sebesar 1,47 (>1), hal ini menunjukkan bahwa usaha

agroindustri di Nagari Panti Selatan telah efisien dan layak untuk diusahakan. Nilai

RCR sebesar 1,47 memiliki arti bahwa setiap Rp 1,00 biaya produksi yang

dikeluarkan untuk mengusahakan agroindustri minyak atsiri serai wangi akan

menghasilkan pendapatan bersih (keuntungan) sebesar 0,47. Nilai tersebut lebih

tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Taufiq dkk (2021),

dimana pengolahan minyak serai wangi yang dihasilkan mengahasilkan efisiensi

(RCR) sebesar 1,27. Hal ini menunjukkan bahwa usaha agroindustri minyak atsiri

serai wangi di Nagari Panti Selatan sudah mampu mengelola usaha secara optimal

(Tabel 16).

Adapun untuk besaran biaya, produksi, harga, pendapatan dan efisiensi yang

dihasilkan agroindustri minyak atsiri serai wangi dapat dilihat pada Tabel 16.

111
Tabel 16. Biaya, Produksi, Harga, Pendapatan, dan Efisiensi pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di Nagari Panti
Selatan Tahun 2021
Nilai Nilai Nilai Nilai
No Uraian Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
(Rp/PP) (Rp/Hari) (Rp/Bulan) (Rp/Tahun)
A Biaya Produksi 391.934 1.567.735 12.541.882 150.401.783
1 Bahan Baku 120.000 480.000 3.840.000 46.080.000
2 Tenaga kerja 15.774 63.095 504.762 6.057.143
3 Input Lain 53.100 212.400 1.699.200 20.289.600
4 Penyusutan 203.060 812.240 6.497.920 77.975.040
B Pendapatan Kotor 576.000 2.304.000 18.432.000 221.184.000
Produksi 4,80 19,20 154 1.843
Harga jual 120.000 120.000 120.000 120.000
C Pendapatan Bersih 184.066 736.265 5.890.118 70.782.217
Efisiensi Usaha
D 1,47 1,47 1,47 1,47
(RCR)
Sumber: Data Primer 2021

112
5.3.6 Nilai Tambah Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi

Menurut Wariati, dkk (2018), Nilai tambah merupakan pertambahan nilai

suatu komoditi karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

dalam suatu proses produksi. Input fungsional tersebut dapat beruapa proses

perubahan bentuk (from utility), pemindahan tempat (place utility), perubahan waktu

(time utility), dan kepemilikkan (possesion utility). Pada penelitian ini proses

produksi serai wangi menjadi minyak serai wangi merupakan salah satu perubahan

bentuk (from utility) yang bertujuan untuk meningkatkan nilai produk tersebut.

Nilai tambah usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi ini dihitung

menggunakan metode hayami. Perhitungan nilai tambah dilakukan dengan melihat

berbagai komponen yang mempengaruhi dalam perhitungan, antara lain sumbangan

input lain dan harga bahan baku. Selain nilai tambah, model perhitungan hayami juga

menganalisis pendapatan tenaga kerja, keuntungan pengusaha, serta dapat melihat

margin yang diperoleh dari pengolahan minyak atsiri tersebut.

Berdasarkan tabel 17, dapat diketahui bahwa minyak atsiri serai wangi yang

dihasilkan satu kali proses produksi sebanyak 4,80 Kg/proses produksi, satu hari

produksi minyak atsiri serai wangi menghasikan sebanyak 19,20 Kg/hari, satu bulan

produksi menghasilkan minyak atsiri serai wangisebanyak 154 Kg/bulam, dan satu

tahun produksi mengahsilkan minyak atsiri serai wangi sebanyak 1.843 Kg/tahun dari

penggunaan bahan baku serai wangi per proses produksi sebanyak 240 Kg/proses

produksi, satu hari produksi menggunakan bahan baku sebanyak 960 Kg/hari, satu

bulan produksi menggunakan bahan baku sebanyak 7.680 Kg/bulan, dan untuk

penggunaan bahan baku satu tahun prduksi sebanyak 92.160 Kg/tahun. Sehingga

113
faktor konversi yang didapat adalah sebesar 0,02. Nilai konversi ini menujukkan

bahwa setiap pengolahan 1 Kg serai wangi akan mengahasilkan 0,02 Kg minyak atsiri

serai wangi. Rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk satu kali proses produksi

sebanyak 1,11 HOK/proses produksi, satu hari produksi menggunakan tenaga kerja

4,42 HOK/hari, satu bulan produksi menggunakan tenaga kerja sebanyak 35,33

HOK/bulan, dan untuk satu tahun produksi menggunakan tenaga kerja sebanyak 424

HOK/tahun. Sehingga koefisien tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi 1

Kg serai wangi adalah sebesar 0,005 HOK.

Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan 1 Kg serai wangi menjadi

minyak atsiri serai wangi untuk satu kali proses produksi menghasilkan nilai tambah

senilai Rp 199.840/proses produksi, satu hari produksi menghasilkan nilai tambah

senilai Rp 799.360/hari, satu bulan produksi menghasilkan nilai tambah senilai Rp

6.394.880/bulan, dan untuk satu tahun produksi menghasikan nilai tambah senilai Rp

76.738.560/tahun. Nilai tambah ini diperoleh dari pengurangan nilai produk dengan

harga bahan baku dan nilai input lain. Nilai tambah yang diperoleh masih merupakan

nilai tambah kotor, karena belum dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Rasio nilai

tambah merupakan perbandingan antara nilai tambah dengan produk. Rasio nilai

tambah yang diperoleh adalah 34,69 %. Hal ini berarti dalam pengolahan serai wangi

menjadi tahu memberikan nilai tambah sebesar 34,69 % dari nilai produk.

114
Tabel 17. Nilai Tambah pada Usaha Agroindustri Minyak Atsiri Serai Wangi di
Nagari Panti Selatan Tahun 2021
Nilai Nilai Nilai Nilai
No Variabel Satuan
(PP) (Hari) (Bulan) (Tahun)
I. Output, Input dan Harga
1 Output Kg 4,80 19,20 154 1.843
2 Input Kg 240 960 7.680 92.160
3 Tenaga Kerja Langsung HOK 1,11 4,42 35,33 424
4 Faktor Konversi kg 0,02 0,02 0,02 0,02
Koefisien Tenaga Kerja
5 HOK/Kg 0,005 0,005 0,005 0,005
Langsung
6 Harga output Rp/Kg 120.000 120.000 120.000 120.000
Upah Tenaga Kerja
7 Rp/HOK 14.286 14.286 14.286 14.286
Langsung
II. Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku Rp 120.000 480.000 3.840.000 46.080.000
9 Sumbangan Input lain Rp 256.160 1.024.640 8.197.120 98.365.440
10 Nilai Output Rp 576.000 2.304.000 18.432.000 221.184.000
a.Nilai tambah Rp 199.840 799.360 6.394.880 76.738.560
11
b.Rasio Nilai Tambah % 34,69 34,69 34,69 34,69
a.Pendapatan Tenaga Kerja
Rp 15.774 63.095 504.762 6.057.143
12 langsung
b.Pangsa Tenaga Kerja % 7,89 7,89 7,89 7,89
a.Keuntungan Rp 184.066 736.265 5.890.118 70.681.417
13
b.Tingkat Keuntungan % 92,11 92,11 92,11 92,11
III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14 Marjin Rp 456.000 1.824.000 14.592.000 175.104.000
a. Pendapatan Tenaga
% 3,46 3,46 3,46 3,46
Kerja langsung
b. Sumbangan Input Lain % 56,18 56,18 56,18 56,18
c. Keuntungan Pengusaha % 40,37 40,37 40,37 40,37
Sumber: Data Primer 2021

Pendapatan tenaga kerja langsung pengolahan minyak atsiri serai wangi

didapat dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata untuk satu kali

proses produksi senilai Rp 15.774/proses produksi, satu hari produksi menghasilkan

pendapatan tenaga kerja senilai Rp 63.095/hari, satu bulan produksi menghasilkan

pendapatan tenaga kerja senilai Rp 504.762/bulan, dan untuk satu tahun produksi

menghasilkan pendapatan tenaga kerja senilai Rp 6.057.143/tahun. pendapatan tenaga

kerja didapat dari koefisien tenaga kerja yaitu sebesar 0,005. Persentase pendapatan

tenaga kerja langsung terhadap nilai tambah adalah 7,89 %. Imbalan terhadap modal

115
dan keuntungan diperoleh dari pengurangan nilai tambah dengan imbalan tenaga

kerja. Besar keuntungan adalah untuk satu kali proses produksi senilai Rp

184.066/proses produksi, satu hari produksi menghasilkan keuntungan senilai Rp

736.265/hari, satu bulan produksi menghasilkan keuntungan senilai Rp

5.890.118/bulan, untuk satu tahun produksi menghasilkan keuntungan senilai Rp

70.681.417/tahun atau tingkat keuntungan sebesar 92, 11% dari nilai produk.

Keuntungan ini menunjukkan keuntungan total yang diperoleh dari setiap pengolahan

serai wangi menjadi minyak atsiri serai wangi.

Hasil analisis nilai tambah ini juga dapat menunjukkan margin dari bahan

baku serai wangi menjadi minyak atsiri serai wangi yang didistribusikan kepada

pendapatan tenaga kerja langsung, sumbagan input lain, dan keuntungan perusahaan.

Margin ini merupakan selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku serai

wangi perkilogram tiap pengolahan 1 Kg serai wangi menjadi minyak atsiri serai

wangi diperoleh margin dengan menggunakan siklus akutansi yaitu untuk satu kali

proses produksi senilai Rp 456.000/proses produksi, satu hari produksi menghasilkan

margin senilai Rp 1.824.000/hari, satu bulan produksi menghasilkan margin senilai

Rp 14.592.000/bulan, untuk satu tahun produksi menghasilkan margin senilai Rp

175.104.000/tahun yang didistribusikan pada pendapatan tenaga kerja langsung

3,46%, sumbangan input lain 56,18% dan keuntungan pengusaha 40,37%. Dengan

demikian, ada nilai tambah positif yang diperoleh akibat proses pengolahan minyak

atsiri serai wangi.

Tujuan pembangunan agroindustri adalah memberikan lapangan

pekerjaan, mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan dan akhirnya

116
mengurangi kemiskinan. Oleh karena itu kehadiran agroindustri dipedesaan

diharapkan mampu untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu indikator peranan

agroindustri tersebut adalah meningkatnya pendapatan pekerjanya sehingga

mampu mengurangkan kemiskinan. Dari analisis agroindustri ini, tujuan

penggunaan agroindustri sebagaimana disebutkan diatas tidak akan tercapai

karena pendapatan pekerja relatif kecil bila dibandingkan dengan keuntungan

yang diperoleh pemiliknya, artinya nilai tambah yang dihasilkan belum mampu

memberikan andil terhadap pendapatan masyarakat. Agroindustri seperti ini

kurang mampu berperan dalam memberikan pendapatan yang wajar agar

kesejahteraan masyarakat meningkat.

117
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi

di Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera

Barat dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Karakteristik pelaku usaha rata-rata berumur 45 tahun (temasuk kedalam umur

produktif), tingkat pendidikan 10 tahun (SLTP), pengalaman berusaha 3 tahun

(tergolong baru), dan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 4 orang (sesuai

dengan jumlah tanggungan keluarga yang di Indonesia). Profil usaha

agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan tergolong berskala

mikro, modal usaha pribadi senilai Rp 25.000.000 dan jumlah tenaga kerja 2

orang. Ketersedian bahan baku didapat langsung dari kebun pemilik usaha yang

telah ditanam seluas 2 hektare dengan jumlah 2.000 rumpun serai wangi. Setiap

1 Kg serai wangi kering mampu menghasilkan 0,025 liter minyak atsiri serai

wangi.

2. Teknologi produksi yang digunakan tergolong masih konvensional serta tidak

ada keterlibatan mekanisasi dalam tiap tahap produksinya. Bahan baku diperoleh

dari pemanenan serai wangi langsung dilahan pelaku usaha, rata-rata

penggunaan faktor produksi dalam proses produksi terdiri dari serai wangi

sebanyak 240Kg/proses produksi, air 8,80 m3/proses produksi, kayu bakar 0,01

m3/proses produksi dan tenaga kerja 1,11 HOK/proses produksi, penggunaan

faktor produksi untuk satu hari produksi 960 Kg/hari, air 35,20 m 3/hari, kayu

116
bakar 0,02 m3/hari dan tenaga kerja 4,42 HOK/hari, penggunaan faktor

produksi untuk satu bulan produksi 7.680 Kg/bulan, air 282 m 3/bulan, kayu

bakar 0,19 m3/bulan, dan tenaga kerja 35,33 HOK/bulan, untuk penggunaan

faktor produksi untuk satu tahun produksi 92.160 Kg/tahun, air 3.379 m3/tahun,

kayu bakar 0,29 m3/tahun dan penggunaan tenaga kerja 424 HOK/tahun.

3. Biaya produksi minyak atsiri serai wangi senilai Rp 391.934/proses produksi,

biaya produksi minyak atsiri serai wangi untuk satu hari produksi senilai Rp

1.567.735/hari, biaya produksi minyak atsiri serai wangi untuk satu bulan

produksi senilai Rp 12.541.882/bulan dan biaya produksi minyak atsiri serai

wangi untuk satu tahun produksi senilai Rp 150.401.783/tahun. Produksi yang

dihasilkan untuk satu kali proses produksi menghasilkan minyak atsiri sebesar

4,80 Kg/proses produksi, satu hari produksi menghasilkan minyak atsiri sebesar

19,20 Kg/hari, untuk satu bulan produksi mengahasilkan minyak atsiri sebesar

153,60 Kg/bulan dan untuk satu tahun produksi menghasilkan minyak atsiri

sebesar 1.843,20 Kg/tahun. Untuk harga minyak atsiri senilai Rp 120.000 /Kg.

Pendapatan kotor diperoleh satu kali produksi senilai Rp 576.000/proses

produksi, satu hari produksi menghasilkan pendapatan kotor senilai Rp

2.304.000/hari, satu bulan produksi menghasilkan pendapatan kotor senilai Rp

18.432.000/bulan dan untuk satu tahun produksi menghasilkan pendapatan kotor

senilai Rp 221.184.000/tahun. Sedangkan pendapatan bersih diperoleh untuk

satu kali produksi senilai Rp 184.066/proses produksi, satu hari produksi

menghasilkan pendapatan bersih senilai Rp 736.265/hari untuk satu bulan

produksi menghasilkan pendapatan bersih senilai Rp 5.890.118/bulan dan satu

117
tahun produksi menghasilkan pendapatan bersih senilai Rp 70.782.217/tahun.

Efisiensi (RCR) usaha agroindusrti minyak atsiri serai wangi sebesar 1,47 RCR

>1, berarti usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi sudah efisien dan

menguntungkan. Nilai tambah yang diperoleh dari usaha agroindustri minyak

atsiri serai wangi dalam satu kali produksi senilai Rp 199.840/proses produksi,

satu hari produksi menghasilkan nilai tambah senilai Rp 799.360/hari, untuk satu

bulan produksi menghasilkan nilai tambah senilai Rp 6.394.880/bulan dan satu

tahun produksi menghasilkan nilai tambah senilai Rp 76.738.560/tahun. Rasio

nilai tambah sebesar 34,69 %. Hal ini berarti pengolahan nilai tambah serai

wangi menjadi minyak atsiri serai wangi memberikan nilai tambah sebesar 34,69

%. Marjin yang diperoleh untuk satu kali proses produksi senilai 456.000, satu

hari produksi menghasilkan marjin senilai Rp 1.824.000/hari, untuk satu bulan

produksi menghasilkan marjin senilai Rp 14.592.000/bulan dan satu tahun

produksi menghasilkan marjin senilai 175.104.000/tahun. Dengan rasio

pendapatan tenaga kerja langsung sebesar 3, 46% sumbangan input lain sebesar

56, 18 % dengan keuntungan sebesar 40, 37%.

6.2 Saran

Berdasarakan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan demi

kemajuan usaha agroindustri minyak atsiri serai wangi di Nagari Panti Selatan

Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat antara lain sebagai

berikut:

118
1. Pelaku usaha sebaiknya mengurus surat izin usaha terkait legalitas dan hukum

agar usaha tersebut memiliki hak paten atas nama dan kepemilikan usaha yang

dijalankan.

2. Perlu adanya perbaikan atau peningkatan teknologi produksi baik secara teknis

maupun mekanis, malalui berbagai pelatihan produksi dan sertifikasi usaha,

bantuan mesin produksi yang diinisiasi instansi terkait terutama pemerintah

daerah.

3. Pelaku usaha minyak serai wangi disarankan mempunyai pembukuan dalam

usahanya, agar dapat dihitung dengan jelas mengenai biaya produksi, pendapatan

dan efisiensi usahanya. Untuk bahan baku yang telah digunakan sebaiknya

digunakan kembali sebagai penggannti kayu bakar ataupun digunakan untuk

pakan ternak seperti sapi.

119
DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Lukas Setia.2003. Manajemen Keuangan Edisi revisi. Andi, Yogyakarta.

Atmoko, B. I.2017. Analisis nilai tambah produksi minyak atsiri serai wangi (Studi
Kasus ASSA Citronella Agung Bogor). Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Provinsi Riau Dalam Angka 2018. Provinsi Riau,
Pekanbaru.

Badan Pusat Statistik. 2020. Kecamatan Panti dalam Angka. Kabupaten Pasaman.

Badan Pusat Statistik. 2021. Kabupaten Pasaman dalam Angka. Kabupaten Pasaman.

Bank Indonesia. 2018. Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah, Kerja Sama
LPPI dan BI, Jakarta.

Brigham, E. F., Houston, J. F., & Yulianto, A. A. 2006. Dasar-dasar Manajemen


Keuangan. Salemba Empat, Jakarta.

Case dan Fair.2006. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Erlangga, Jakarta.

Chandra Leonardo, & Fahrial. 2020. Agroindustri Teh Daun Gaharu Di Kelurahan
Sidomulyo Barat Kecamatan Tampan Pekanbaru (Studi Kasus Cv. Gaharu Plaza
Indonesia). Jurnal Dinamika Pertanian, 36(1), 69–78.

Choirotunnisa, Sutarto, & Supanggyo. 2008. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi


Petani dengan Tingkat Penerapan Model Pengolahan Tanaman Terpadu Padi
Sawah di Desa Joho Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Journal of
Agricultural Extension, 24(2), 96–105.

Darwis (2004). Dasar-dasar Ilmu pertanian. IPB. Press. Bogor

Daswir, & Kusuma, I. 2007. Pengembangan Tanaman Serai Wangi (Andropogon


nardus Java de JONE) di Sawah Lunto Sumatera Barat. Perkembangan
Teknologi Tanaman Rempah Dan Obat, 15(1), 12–22.

Dwipa, I., Hestiamelia, & Mayerni, R. 2020. Plant Response of Citronella Grass
(Andropogon Nardus L.) To Several Manure Application and Planting Medium
Composition. International Journal of Advanced Research, 7(8), 311–318.

120
Elida, S., Amin, A. M., Alfiani, E., & Komarudin, A. 2020. Agroindustri Sagu di
Kabupaten Kepulauan Meranti. Jurnal Agribisnis, 22(1), 70–81.

Ermiati, Rini, P. E., & Wahyudi, A. 2015. Pengkajian Usahatani Integrasi Serai
Wangi-Ternak Sapi. Buletin Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat, 26(2), 133–
142.

Ernita, Y., Novita, S. A., Jamaluddin, J., Laksmana, I., & Rildiwan, R. 2020. Analisis
Nilai Tambah Dan Kelayakan Finansial Industri Minyak Serai Wangi. Journal
of Applied Agricultural Science and Technology, 3(1), 91-104.
Fadly, M. (2021). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kopi di Kabupaten
Barru (Studi Kasus di Desa Harapan Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten
Barru). Universitas Hasanuddin, Makassar.

Feriyanto, Y. E., Sipahutar, P. J., Mahfud, & Prihatini, P. 2013. Pengambilan Minyak
Atsiri dari Daun dan Batang Serai Wangi (Cymbopogon Winterianus)
Menggunakan Metode Distilasi Uap dan Air dengan Pemanasan Microwave.
Jurnal Teknik POMITS, 2(1), 93–97.

Gunanda, R., & Elida, S. 2018. Analisis Agroindustri Kedelai Di Kecamatan


Seberida Kabupaten Indragiri Hulu Privinsi Riau. Jurnal Agribisnis, 18(2), 100–
117.

Harnanto. 2003. Akuntansi Keungan Menengah. BPFE, Yogyakarta.

Hasibuan, M. S. P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Bumi


Aksara, Jakarta.
Hasyim, H. 2003. Analisis Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Terhadap
Program Penyuluhan Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Hasyim, H. 2006. Analisis Hubungan Karakteristik Petani Kopi Terhadap Pendapatan
(Studi Kasus: Desa Dolok Seribu Kecamatan Pangururan Kabupaten Tapanuli
Utara). Jurnal Komunikasi Penelitian. 18 (2):11-14.
Hayami, Y., Kawagoe T, Morooka Y dan Siregar M. 1987. Agricultural Marketing
and Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. CGPRT
Centre Bogor, Bogor.

Husnarti. 2017. Peran Pedagang Pengumpul di Kabupaten Lima Puluh Kota, Jurnal
Pertanian Faperta UMSB, 1(1): 1-8.

121
Illahi, R., & Darus. 2020. Analisis Agroindustri Dodol Buah-Buahan Di Desa
Buantan Besar Kecamatan Siak Kabupaten Siak (Studi Kasus UD. Putra
Mandiri). Jurnal Agribisnis, 22(2), 232–243.

Indah, P. N., Amir, I. T., & Wulansari, A. 2021. Analisis Efisiensi dan Nilai Tambah
Agroindustri Minyak Serai Cengkeh Di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan
Kabupaten Nganjuk. Jurnal Ilmuah Ekonomi, Manajemen Dan Agribisnis, 9(1),
25–34.

Indra Praja, B. 2020. Analisis Usaha Agroindustri Gula Kelapa Di Kelurahan Sapat
Kecamatan Kuala Indragiri Kabupaten Indragiri Hilir. Universitas Islam Riau.

Ismail, A. W., & Maimunah, E. 2016. Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas di


Kelurahan Tanjung Raya Kecamatan Kedamaian Kota Bandar Lampung. Jurnal
Ekonomi Pembangunan, 5(3), 1–13.

Istari, A., & Safitri, D. 2021. Sistem Informasi Pembelian Bahan Baku Pada PK Cipta
Karya. 1(3), 1–12.

Kartika, A., Suhana, Wulandari, S., Febriatmoko, B., & Nurhayati, I. 2021.
Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Mikro Pengrajin Kain Perca di Bangetayu
Kulon, Semarang. Jurnal Pengabdian Masyarakat (PENAMAS), 5(2), 93–103.

Kementerian Agama RI Al-quran dan terjemahaan di sertai literasinya. 2012. PT


Karya Toha Putra, Semarang.

Kotler, P and Gary Armstrong. (2012). Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi. 13. Jilid 1.
Erlangga, Jakarta.

Kurniawan, E., Sari, N., & Sulhatun, S. 2020. Ekstraksi Sereh Wangi Menjadi
Minyak Atsiri. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 10(1), 43–53.

Mangunwidjaja, D. Dan I. Sailah. 2009. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Mantra, I. B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Raja, Jakarta.

Mayer, J.V.C., dan S. Taubadel. 2004. Asymmetric Price Transmission. Journal of


Agricultural Economic. 55 (3): 581-611.

Meilani, A. 2020. Pengaruh Biaya Produksi terhadap Laba Usaha (Studi Kasus Pada
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Tahun 2010-2017). Universitas Winaya
Mukti, Bandung.

122
Mubyarto, A., & Susilawati, H. 2010. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor Dengan Melakukan Pencarian Jarak Terdekat
Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Di Wilayah Purwokerto.
Dinamika Rekayasa, 6(1), 1–7.

Mulyadi. 2015. Akuntansi Biaya Edisi 5. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN,
Yogyakarta.

Murtini, U. 2021. Penentuan Harga Pokok Produksi Teh Kelompok Tani Tegal
Subur. Sendimas 2021 - Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat,
6(1), 224–232.

Nopriyandi, R., & Haryadi. 2017. Analisis Ekspor Kopi Indonesia. Jurnal Paradigma
Ekonomika, 12(1), 1–10.

Nurhinayah. 2020. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Penyulingan Minyak Daun


Cengkeh Di Desa Lembang Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.
Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar.

Pradita, D. W. B. 2013. Analisis Karakteristik Debitur yang Mempengaruhi Tingkat


Pengembalian Kredit Guna Menanggulangi Terjadinya Non-Performing Loan
(NPL) (Studi kasus pada BRI Kantor Cabang Pembantu Sukun Malang). Jurnal
Ilmiah, 1(2), 1–16.

Prana, H., Nataliningsih, & Permana, N. S. 2021. Analisis Efisiensi Agroindustri


Tauge (Vigra Radiata) Di Kabupaten Sumedang. 1(2), 33–41.

Ridho, M. 2020. Implementasi Program Pengambangan Minyak Atsiri Di Kota


Solok. Universitas Andalas, Padang.

Riyanto, Bambang. 2008. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat,


Cetakan Ketujuh, BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Riyanti, Dwi. 2003. Kewirausahaan Dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Pt


Grasindo, Jakarta.

Robbins, S. P. 2007. Prilaku Organisasi. PT. Macana Jaya, Klaten.


Rosman, R. 2012. Kesesuaian Lahan dan Iklim Tanaman Serai Wangi. in: Bunga
Rampai Inovasi Tanaman Atsiri Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian, 65–70. Jakarta.

Rusli, S., N. Nurjanah, Soedarto, D. Sitepu, Ardi, S dan D. T. Sitorus. 2010.


Penelitian dan Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia, Edisi Khusus

123
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat No 2. Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat. Bogor.

Saragih, B., 2010. Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian.


Penerbit IPB Press, Bogor.

Sebayang, Eko Pranata P. 2011. Pengendalian Mutu Minyak Atsiri Sereh Wangi
(Citronella oil) di UKM Sari Murni. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.

Simatupang, T, J., & Ritonga, R. 2020. Analisis nilai tambah pengolahan serai wangi
menjadi minyak serai wangi dan pemasarannya. 4(1), 161–166.

Skousen, K. Fred, James D. Stice, 2004. Intermediate Accounting Edisi Lima


Belas, Terjemahan Tim Penerjemah salemba Empat, Saemba Empat,
Buku Satu, Jakarta.

Soekartawi. 2006. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.

Sukirno. 2006. Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sulaswatty, A., Rusli, M. S., Abimanyu, H., & Tursiloadi, S. 2020. Minyak Serai
Wangi: Potensi Besar Yang Perlu Perhatian. In LIPI Press (Vol. 9, Issue 2).

Supardi. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi. UNS, Surakarta.

Suratiyah. 2008. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suroso. 2018. Budidaya Serai Wangi (Cymbopogon nardus L. Randle). Dinas


Kehutanan dan Perkebunan. Yogyakarta.

Suwita. 2011. Analisis Pendapatan Petani Karet (Studi Kasus di Desa Dusun Curup
Kecamatan Air Besi Kabupaten Bengkulu Utara. Skripsi. Fakultas Ekonomi
dan Studi Pembangunan, Universitas Bengkulu, Bengkulu

Triwahyudi, L. 2021. Pengaruh Modal Usaha, Tenaga Kerja dan Biaya Bahan Baku
Terhadap Pendapatan Pengusaha Industri Gula Kelapa Di Desa Ngoran
Kecamatan Ngelegok Kabupaten Blitar. Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya, Surabaya.

Udayana, B. G. 2011. Peran Agroindustri Dalam Pembangunan Pertanian.


Singhadwala.

124
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah.

United Nations Comtrade. 2020. Volume dan Nilai Ekspor HS3301 Indonesia dan
Dunia. UNCOMTRADE. New York (US).

Utami, I. A. T., Hartoko, S., & Lumbanraja, J. 2021. Analisis Perlakuan Penyusutan
Aset Tetap Berdasarkan PSAK Nomor 16 Pada Perusahaan Umum Daerah Air
Minum Tirta Kencana Kota Samarinda. Jurnal Ekonomi Bisnis, 17(1), 96–114.

Wahyudi, D, Sayamar, E, dan Eliza. 2016.Analisis Usaha Agoindustri Kerupuk Kulit


Sapi di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru, Pekanbaru.
JOM Faperta. 3 (2), 1-10.

Yuliani, S., & Satuhu, S. 2012. Panduan Lengkap Minyak Atsiri. Penebar Swadaya,
Depok.

Yuwinda, Aprila. 2020. Analisis Usahatani Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) di
Kecamatan Panti Kabupaten Pasama. Universitas Andalas, Padang.

125

Anda mungkin juga menyukai