Anda di halaman 1dari 10

ARRINI FAHAMSYA

H2A018005
Skenario 4.

MALANGNYA MBAH JOYO

Mbah Joyo, 81 tahun dibawa tetangganya ke IGD karena sesak nafas. Tetangga yang
biasa merawat Mbah Joyo melihat Mbah Joyo kesulitan bernafas, tampak mengantuk dan
linglung. Mbah Joyo memang tinggal seorang diri, karena anaknya sudah jarangmenengok.
Pasca terkena stroke 6 bulan lalu, anak mbah Joyo membayar tetangganya untuk merawat mbah
Joyo karena mbah joyo tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran somnolen, TD : 180/90 mmHg, suhu : 38,5oC, HR : 100x/menit, RR : 24x/menit. Pada
pemeriksaan status generalis didapatkan bunyi ronki basah halus diseluruh lapangan paru.
Hemiparese dextra dan risiko decubitus 50%. Dokter melakukan assessment geriatric berupa
index Barthel, Geriatric depression scale, Abreviated mental test, mini nutrisional assessment.

Hasil Xfoto thorax mbah Joyo sebagai berikut.

Pemeriksaan darah rutin Hb : 13,3 gr/dl, leukosit 15.530/mm3, trombosit 477.000/mm3,


hitung jenis leukosit 0/2/0/77/17/4. GDS 120 mg%, albumin serum 3,0 g/dl, ureum 19
mg/dl, dan kreatinin 0,8 mg/dl. Tetangga merasa prihatin, tak satupun keluarganya hadir
saat mbah Joyo sakit keras.
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
STEP 1 : KLARIFIKASI ISTILAH

1. Indeks Barthel : Merupakan suatu alat ukur pengkajian yang


berfungsi mengukur kemandirian fungsional
dalam hal perawatan diri dan mobilitas dengan
sistem penilaian yang didasarkan pada
kemampuan seseorang untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
2. Geriatric : Salah satu alat/instrumen yang dapat digunakan
Depression Scale dalam mendeteksi depresi pada lansia
adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat
skrining ini terdiri dari 30 pertanyaan (GDS
panjang) dan 15 pertanyaan (GDS pendek).
3. Dekubitus : Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis
dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan dari
luar yang berhubungan dengan penonjolan
tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan
waktu yang biasa, gangguan ini terjadi pada
individu yang berada diatas kursi atau diatas
tempat tidur, seringkali pada inkontinensia,
malnutrisi, ataupun individu yang mengalami
kesulitan makan sendiri, serta mengalami
gangguan tingkat kesadaran
4. Mini Nutritional : Mini Nutritional Assessment (MNA)
Assessment merupakan salah satu alat ukur yang digunakan
untuk menskrining status gizi pada lansia. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui apakah seorang
lansia mempunyai resiko mengalami malnutrisi
akibat penyakit yang diderita dan atau
perawatan di rumah sakit.

5. Hemiparesis : Hemiparesis adalah istilah medis untuk


ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
menggambarkan suatu kondisi adanya
kelemahan pada salah satu sisi tubuh atau
ketidakmampuan untuk menggerakkan anggota
tubuh pada satu sisi. Istilah ini berasal dari kata
hemi yang berarti separuh, setengah, atau satu
sisi dan paresis yang berarti kelemahan.
Hemiparese Dextra adalah salah satu tahap
lanjut dari penyakit stroke yang sering terjadi.

STEP 2 : Identifikasi Masalah

1. Apa yang menyebabkan Mbah Joyo tampak mengantuk?


2. Apa yang menyebabkan Mbah Joyo tidak bisa mengurus dirinya sendiri?
3. Mengapa Pasien terkena resiko decubitus?
4. Apakah ronkhi basah halus yang ditemukan pada pasien mengarah ke beberapa penyakit
tertentu?
5. Bagaimana pandangan islam mengenai masalah tersebut?

STEP 3 : Merumuskan Masalah

1. Apa yang menyebabkan Mbah Joyo tampak mengantuk?


Orang lanjut usia ( lansia) terlihat sering tidur atau jika tidak tertidur ia tampak
lesu dan sering menguap di siang hari. Rasa kantuk berlebih pada lansia bisa dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu masalah kejiwaan dan kesehatan fisik. Menurut penjelasan dr. Dr
purwita wijaya laksmi, sp.pd-kger, masalah mental yang bisa mendasari rasa kantuk
berlebih itu misalnya karena depresi.
Sementara itu, untuk masalah fisik biasanya karena lansia sudah memiliki berbagai
gangguan kesehatan seperti kurang darah atau kadar gula darah tinggi.

Ketika orang bertambah tua, mereka rentan memiliki penyakit kronis seperti
diabetes, hipertensi, insomnia, atau pun nyeri kronik. Terkadang, penyakit ini membuat
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
mereka sulit tidur nyenyak di malam hari, sehingga kompensasinya akan mengantuk saat
siang.
Pada beberapa kasus, durasi tidur yang panjang ini dapat mengindikasikan
penurunan kesehatannya. Untuk menghilangkan rasa kantuk berlebihan harus disesuaikan
dengan penyebabnya. Jika memang benar karena faktor psikologis, keluarga bisa
melakukan pendekatan kepada lansia untuk mencari akar permasalah dari depresi. Selain
itu juga, keluarga dapat membuat suasana rumah lebih ramah dan bahagia lagi,
kebanyakan lansia baru menunggu akhir pekan untuk bisa berkumpul dengan
keluarganya. Hal ini bisa membuat mereka kesepian dan tidak bahagia. Untuk pemicu
kantuk yang berasal dari faktor fisik, mungkin akibat terlalu banyak melakukan aktivitas
sehingga membuat dia cepat lelah dan mudah mengantuk

2. Apa yang menyebabkan Mbah Joyo tidak bisa mengurus dirinya sendiri?

Pasien pasca stroke yang dirawat dirumah tidak dilatih mobilisasi memiliki resiko terhadap
kelangsungan hidupnya, diantaranya ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari,
adanya resiko kecacatan (hemiparise dan hemiplegi), dan stroke berulang. Mobilisasi merupakan
kemampuan orang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat

Gangguan mobilitas atau imobilitas merupakan keadaan di mana seseorang tidak


dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas).
Imobilisasi atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh atau satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah.

Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan olehNorth American Nursing


Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan dimana individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain: lansia,
individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau
lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan
fungsi motoric.

Jenis Gangguan Mobilitas / Imobilitas


ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
 Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
 Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya piker, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat
suatu penyakit.
 Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai.
 Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi social karena keadaan penyakit sehingga dapat memengaruhi perannya
dalam kehidupan social.

Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu :

a. Penurunan kendali otot

b. Penurunan kekuatan otot

Ebersole, P. Hess. (2010). Gerontological Nursing Healthy Aging. Second Edition. St. Louis,
Missouri: Elsivier Mosby.

3. Mengapa Pasien terkena resiko decubitus?

Dekubitus merupakan masalah kesehatan sekunder yang terjadi sebagai dampak lanjut
terhadap masalah kesehatan yang menyebabkan penderita mengalami imobilisasi.
Dekubitus dapat terjadi pada semua kelompok usia, tetapi akan menjadi masalah yang
khusus bila terjadi pada seorang lanjut usia (lansia). Kekhususannya terletak pada insiden
kejadiannya yang erat kaitannya dengan imobilisasi.

Dekubitus terjadi sebagai akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Timbulnya luka
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
dekubitus diawali dengan terjadinya kompresi berkepanjangan pada jaringan lunak antara
tonjolan tulang dan permukaan yang padat. Menurut William et. al (2009), seorang lansia
mempunyai risiko untuk terjadinya dekubitus karena penurunan fungsi kulit, penurunan
derajat toleransi jaringan terhadap tekanan dan penurunan persepsi sensori.

Tindakan pencegahan decubitus sudah sering dilakukan baik di panti jompo dan lebih-
lebih di rumah sakit; tetapi pada tatanan komunitas hal tersebut merupakan sesuatu yang
langka. Ketidakmampuan lansia dan keluarga serta keterbatasan pengetahuan keluarga
menjadi penyebabnya. Bagaimanapun, lansia sangat tergantung pada bantuan orang lain
untuk melakukan mobilisasi. Oleh karena itu perawat perlu mengajarkan pada keluarga
atau penjaga lansia tentang tindakan pencegahan dekubitus pada lansia imobilisasi
dengan melakukan perubahan posisi secara berkala.

Boedhi, Darmojo, R. (2011). Buku Ajar Geriatric (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) Edisi Ke-4.
Jakarta: FKUI

4. Apakah ronkhi basah halus yang ditemukan pada pasien mengarah ke beberapa
penyakit tertentu?
 Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
PPOM adalah penyakit akibat menurunnya aliran udara pada sistem pernafasan
kronik progresif disebabkan oleh bronchitis kronis atau emfisema.
Keluhan yang sering dijumpai adalah sesak nafas pada saat istirahat atau
beraktifitas, batuk-batuk, nafas berbunyi mengi (wheezing). Pada pemeriksaan fisik
dijumpai ekspirasi memanjang, vesikuler melemah, kadang terdengar ronkhi basah
halus dan wheezing. Pemeriksaan penunjang rontgen paru dan spirometri diperlukan
untuk memastikan diagnostik.
 Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan sindrom kompleks dengan tampilan gejala khas: sesak
saat istirahat atau saat aktivitas, kelelahan, serta tanda retensi cairan seperti kongesti
paru atau edema pergelangan kaki, tanda khas: takikardi, takipnea, ronki, efusi pleura,
peningkatan JVP, edema perifer, hepatomegali serta bukti objektif kelainan struktural
atau fungsional jantung saat istirahat: kardiomegali, bunyi jantung 3, murmur,
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
kelainan pada ekokardiografi , peningkatan natriuretic peptide. Pada gagal jantung,
jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh.
 Edema paru
Edema paru adalah keadaan terdapatnya cairan ekstravaskuler yang berlebihan
dalam paru. Berbagai macam etiologi dapat menimbulkan edema paru, namun pada
dasarnya disebabkan oleh tekanan yang tinggi pada mikrosirkulasi paru dan akibat
sekunder pompa jantung yang tidak baik.
Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih
dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan ditemukan gallop,
bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem perifer, akral dingin dengan sianosis (sda).
Dan pada edem paru non kardiogenik didapatkan khas bahwa pada pemeriksaan fisik,
pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki
basah dan bergelembung pada bagian bawah dada.

Dini A. (2013). Sindrom geriatri (imobilitas, instabilitas, gangguan Intelektual, inkontinensia, infeksi,
malnutrisi, Gangguan pendengaran). Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of clinical geriatris. 6thed. New York, NY:
McGraw-Hill.

5. Bagaimana pandangan islam mengenai masalah tersebut?

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. al-Israa’: 23)

Dalam tafsir QS. al-Israa’ ayat 23, terdapat tiga poin yang harus dicatat dan
diaplikasikan oleh manusia. Di antaranya, manusia dilarang menyembah kepada selain
Allah, setiap orang hendaknya berbakti kepada kedua orang tua mereka, serta jangan
membentak orang tua dan selalu mengucapkan perkataan yang mulia.
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
Terdapat dua akhlak yang terkandung dalam ayat itu, yakni akhlak kepada Allah dan
akhlak kepada kedua orang tua. Muhammadiyah, sebagai organisasi yang berlandaskan
pada al-Qur’an dan Sunnah menjadi pemurni ibadah dan akhlak.

Manusia memiliki tiga kekuatan dasar, yaitu iman, hati, dan akal. Sementara Allah
selalu melihat manusia dalam isi hati serta ibadahnya yang menggunakan akan dan
menentukan iman seseorang.

Selain itu, berbakti kepada kedua orang tua merupakan kebutuhan seorang anak. Anak
harus senantiasa berkata lemah lembut dan tidak menyinggung perasaan orang tua,
tunduk dan patuh pada perintahnya, selalu mendoakan yang terbaik bagi keduanya baik
diminta atau tidak, serta membantu tidak hanya ketika mereka butuh bantuan.

Doa anak shalih merupakan amalan yang tidak pernah putus pahalanya, karena hanya
doa anaklah yang paling ikhlas. Allah selalu menuntun setiap orang dalam berdoa, karena
Dia Maha Segalanya yang dapat membalas jasa kedua orang tua, bukan manusianya.

STEP 4 : Skema

Epidemiologi Patofisiologi

SINDROM
GERIATRI

Komplikasi
Etiologi Px. Fisik Tatalaksana Peran Dokter
i
Keluarga
Patofisiologi Px. Penunjang Prognosis

DD

Dx. Klinis
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005

STEP 5 : SASARAN BELAJAR


1. Epidemiologi
2. Etiologi & Faktor Resiko
3. Patofisiologi
1. Diagnosis dan Diagnosis Banding
2. Tatalaksana
3. Prognosis dan Komplikasi
4. Peran Dokter Keluarga
5. AIK

DAFTAR PUSTAKA

1. Inouye SK. Delirium in older persons. N Engl J Med. 2006; 354: 1157-65.
2. Wass S, Webster PJ, Nair BR. Delirium in the elderly: A review. Oman Med J. 2008;
23(3): 150-7.
3. Fong TG, Tulebaev SR, Inouye SK. Delirium in elderly adults: Diagnosis, prevention and
treatment. Nat Rev Neurol. 2009; 5(4): 210-20. doi: 10.1038/nrneurol.2009.24
4. Soejono CH. Sindrom delirium. In: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata MK,
Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing;
2009. p. 907-12.
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
5. Flinn DR, Diehl KM, Seyfried LS, Malani PN. Prevention, diagnosis, and management of
postoperative delirium in older adults. J Am Coll Surg. 2009; 209(2): 261-8. doi:
10.1016/j. amcollsurg.2009.03.008
6. Lorenzi S, Fusgen I, Noachtar S. Acute confusional states in the elderly- diagnosis and
treatment. Dtsch Arztebl Int. 2012; 109(21): 391-400.
7. Mattar I, Chan MF, Childs C. Risk factors for acute delirium in critically ill adult
patients: A systematic review. ISRN Critical Care 2013: 1-10. doi: 10.5402/2013/910125
8. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders.
5th ed. Arlington, VA: American Psychiatric Publishing; 2013

Anda mungkin juga menyukai