Anda di halaman 1dari 17

Rangkuman

Materi
RADEN
(YURI  )
1. Dosimetri Radiasi
a. Dosis Serap Organ (Dr)
Dosis serap didefinisikan sebagai energi rata-rata radiasi yang diserap pada
suatu titik dari bahan per satuan massa bahan tersebut. Dosis serap organ,
DT, memiliki definisi yang hampir sama dengan dosis serap, kecuali
ditetapkan dirata-ratakan ke seluruh jaringan atau organ. Karena itu, dosis
serap organ juga dapat disebut sebagai dosis serap rata-rata. Satuan dosis
serap organ adalah J/kg atau Gy.
b. Dosis ekivalen (Hr)
Penggunaan dosis rata-rata sebagai indikator peluang efek stokastik
bergantung pula pada kelinieran hubungan dosis- tanggapan. Hubungan ini
tidak linier untuk efek deterministik, sehingga dosis serap rata-rata tidak
sertamerta relevan untuk efek deterministik kecuali jika dosisnya tersebar
merata di seluruh jaringan atau organ. Peluang terjadinya efek stokastik
diketahui bergantung, tidak hanya pada dosis serap, namun juga pada jenis
dan energi radiasi yang datang. Dosis serap dari radiasi yang berbeda akan
memberikan efek biologik yang berbeda pula di dalam organ atau jaringan
tubuh Untuk memperhitungkan kedua parameter terakhir ini diperkenalkan
faktor bobot radiasi, w . Dosis serap rata-rata dari radiasi R pada organ atau
R
jaringan T disebut dosis ekivalen, dan merupakan hasil kali dari dosis serap
rata-rata dengan faktor bobot radiasi.
c. Dosis efektif
Karena hubungan antara peluang terjadinya efek stokastik dan dosis ekivalen
diketahui bergantung pula pada organ atau jaringan tersinar, besaran
selanjutnya ditentukan untuk menunjukkan kombinasi berbagai dosis dengan
berbagai jaringan yang berbeda sedemikian rupa sehingga berkorelasi
langsung dengan efek stokastik total. Besaran ini disebut dosis efektif, E, dan
merupakan hasil kali dosis ekivalen di jaringan atau organ dengan faktor
bobot jaringan yang sesuai. Dosis efektif pekerja: 20mSv/tahun dirata-ratakan
selama periode 5 tahun, masyarakat umum 1 mSv/tahun
jaringan yang punya angka Wt sama itu artinya keduanya sama” tingkat sensitifnya
dengan sinar X
2. Efek Kesehatan Radiasi
a. Efek deterministik
Efek deterministik terjadi akibat adanya kematian sel sebagai akibat pajanan
radiasi sekujur maupun lokal. Efek ini terjadi bila dosis radiasi yang diterima
tubuh melebihi nilai dosis ambang untuk terjadinya efek ini. Efek ini juga
terjadi pada individu yang terpajan dalam waktu yang tidak lama setelah
pajanan terjadi, dan tingkat keparahannya akan meningkat jika dosis yang
diterimanya juga makin besar. Berikut adalah beberapa organ yang dapat
mengalami efek deterministik.

b. Efek stokastik
Berbeda dengan efek deterministik, efek stokastik tidak mengenal dosis
ambang. Serendah apa pun dosis radiasi yang diterima, selalu ada peluang
untuk terjadinya perubahan pada sistem biologik baik pada tingkat molekuler
mau pun seluler. Dalam hal ini yang terjadi bukan kematian sel namun
perubahan sel dengan fungsi yang berbeda. Bila sel yang mengalami
perubahan adalah sel somatik, maka sel tersebut dalam jangka waktu yang
lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan toksik lainnya, akan tumbuh dan
berkembang menjadi kanker. Periode laten untuk terjadinya induksi leukemia,
salah satu jenis kanker, diperkirakan sekitar 8 tahun, dan dua atau tiga kali
lebih panjang untuk kanker solid (padat) seperti kanker payudara atau kanker
tulang. Kanker akibat radiasi pada dasarnya tidak berbeda dengan kanker
akibat mekanisme lain. Karena itu, kebolehjadian induksi kanker hanya dapat
dilihat secara epidemiologi berdasar kejadian berlebih secara statistik di atas
kejadian alamiah atau spontan.

3. X-ray tube
a. Katoda (Negatif) terdiri atas filamen tungsten yang dipanaskan sehingga
menjadi sumber electron
b. Anoda (Positif) terdiri atas target (sebuah potongan kecil tungsten) yang
doposisikan di depan blok tembaga sehingga memugnkinkan pembuangan
panas yang efektif
c. Focusing device menarget aliran electron pada focal spot (daerah yang
ditembaki oleh elektron pada anoda yang merupakan bagian dari tabung
sinar-X)
d. Kilovoltage peak alat bertegangan tinggi yang disambungkan di antara anoda
dan katoda berfungsi untuk meningkatkan aliran elektron dari filamen negatif
ke target positif
e. Arus (miliamper, mA) mengalir dari katoda ke anoda, merupakan pengukuran
jumlah elektron yang mengalir
f. Penutup timah yang megelilingi tube untuk menyerap radiasi yang tidak
diperlukan karena X-ray dipancarkan ke segala arah
g. Minyak untuk memfasilitasi pembuangan panas

4. Tahapan proses film secara kimiawi


a. Pembungkus film dibuka dan dijepit pada hanger
b. Film direndam ke dalam developer (isinya silver halide crystals  bikin
gambar gelap/abu-abu) dan digoyangkan beberapa kali untuk menghilangkan
gelembung udara dan didiamkan selama 5 menit pada suhu 20oC
c. Dicuci menggunakan air untuk membersihkan sisa developer selama 10 detik
d. Film direndam di dalam fixer (menghilangkan emulsi silver halide crystal 
gambar jadi putih) selama 8-10 menit
e. Dicuci menggunakan air mengalur selama 10-20 menit untuk menghilangkan
sisa fixer
f. Dikeringkan pada daerah yang bebas dari debu
5. Kualitas gambar radiograf
a. Kontras gambar baik (perbedaan visual antara berbagai warna hitam, putih,
dan abu-abu; perbedaan gelap-terangnya menggambarkan dengan baik
densitas dan ketebalan jaringan yang ditampilkan
b. Geometri gambar baik minim distorsi (tidak ada foreshortening, elongasi,
kelainan sudut pengambilan gambar lain)
c. Gambar tajam dan resolusi baik
d. Gambar lengkap (semua struktur yang ingin diamati semuanya tergambar
pada radiograf)
e. Minim kesalahan
6. Kesalahan film radiografi
a. Gambar terlalu gelap
i. Overexposure (Timer X-ray rusak, exposure time yang dipilih tidak
sesuai)
ii. Overdevelopment (Waktu rendam dalam developer terlalu lama, suhu
cairan developer terlalu panas, konsentrasi larutan developer terlalu
tinggi)
b. Gambar terlalu terang
i. Underexposure (Timer rusak, exposure time yang dipilih tidak sesuai,
gagal memastikan timer switch tetap tertekan selama exposure)
ii. Underdevelopment (waktu di developer terlalu singkat, larutan developer
terlalu dingin, larutan developer terlalu encer, developer terkontaminasi
oleh fixer, film terbalik)
c. Kontras gambar rendah
i. Underdevelopment
ii. Overdevelopment
iii. Larutan developer terkontaminasi oleh fixer
iv. Waktu fiksasi tidak cukup
d. Gambar tidak tajam dan buram
i. Pasien bergerak selama exposure
ii. Film tertekuk sealama exposure
iii. Overexposure
iv. Kontak film dalam kaset tidak bagus
v. Posisi yang tidak tepat
e. Terdapat tanda pada film
i. Operator tidak sengaja melipat film (C)
ii. Penanganan film di ruang gelap tidak baik sehingga menyebabkan
timbulnya tanda akibat sidit jari (A), kuku jari (B), film terlipat, static
discharge (D)
iii. Kesalahan processing:
 Noda bahan kimia (Gambar E)
 Underfixation (masih ada tersisa emulsi silver halide  warna
berwarna cokelat) (Gambar F)
 Roller marks
 Kertas pelindung tersangkut di film
 Pasien menggigit film terlalu keras
f. Cone cutting (Kegagalan memosisikan tube pada bidang horizontal) (Gambar
A sebelah gambar D)
g. Foreshortening/elongasi (posisi dan angulasi tube tidak tepat)
Sudut antara film dan sinar datang kurang dari 90 derajat elongasi sudut
antara film dan sinar datang lebih dari 90 derajat foreshortening

h. Double exposure (Foto diambil dua kali)

7. Teknik foto
a. Intraoral
i. Periapikal
 Indikasi
 Deteksi infeksi/inflamasi apikal
 Pemeriksaan kondisi periodontal
 Setelah trauma pada gigi dan tulang alveolar sekitarnya
 Memeriksa keberadaan dan posisi gig impaksi
 Pemeriksaan morfologi gigi sebelum ekstraksi
 Selama perawatan endodontic
 Pemeriksaan pre dan postoperative untuk operasi apikal
 Evaluasi mendetail kista apikal dan lesi lain dalam tulang alveolar
 Evaluasi implant postoperative
 Teknik pararelling (Posisi RA tegak lurus, posisi RB semisupine;
ukuran film 31x41mm atau 22x35mm)
 Teknik bisecting
ii. Bitewing (Ukuran film 31 x 41 mm)
 Indikasi
 Deteksi lesi karies
 Monitor bagaimana progress karies gigi
 Pemeriksaan restorasi yang sudah ada
 Pemeriksaan kondisi periodontal
iii. Oklusal (56 x 76 mm)
 Maksila
 Upper standar / anterior oklusal
 Indikasi
Pemeriksaan periapikal gigi anterior atas terutama untuk
anak kecil namun juga orang tua yang tidak bisa
mentoleransi holder periapikal
Deteksi keberadaan gigi kaninus impaksi, gigi
supernumerary, dan odontoma
Bisa melihat posisi kaninus impaksi kearah bukal atau
palatal
Evaluasi ukuran dan perluasa lesi tumor atau kista pada
anterior maksila
Pemeriksaan fraktur gigi anterior dan tulang alveolar
 Posisi dan teknik (Pasien tegak lurus tube di atas hidung
sudut 65-70
 Upper oblique oklusal
 Indikasi
Pemeriksaan periapikal gigi posterior atas
Evaluasi perluasan lesi kista/tumor atau lesi tulang lain
pada maksila posterior
Pemeriksaan kondisi lantai dasar antrum
Membantu menentukan posisi akar yang masuk dalam
antrum selama ekstraksi
Pemeriksaan fraktur gigi posterior dan tulang alveolar di
sekitarnya serta tuberositas maksila
 Posisi & teknik (pasien duduk tegak posisi tube di atas
sebelah kanan/kiri dengan sudut 65-70)
 Vertex oklusal (vertex oklusal) – tidak lagi digunakan
 Mandibula
 Lower 90 oklusal (True oklusal)
 Indikasi
Deteksi adanya kalkulus radiopak pada ductus
submandibular
Pemeriksaan posisi buko-lingual gigi impaksi RB
Evaluasi ekspansi buko-lingual RB kista/tumor
Pemeriksaan pergeseran fraktur pada anterior mandibula
dalam bidang horizontal
Pemeriksaan lebar mandibula sebelum pemasangan
implan
 Teknik dan posisi (posisi pasien tegak kepala dongak ke
belakang, posisi tube di bawah dagu 900 di tengah antara M1-
M1
 Lower 45 (anterior oklusal)
 Indikasi
Pemeriksaan periapikal gigi insisivus bawah
Evaluasi ukuran dan perluasan lesi tumor/kista pada
bagian anterior mandibula
Pemeriksaan pergeseran fraktur mandibula anterior
secara vertikal
 Teknik dan posisi (posisi pasien tegak lurus tube di midline
selurusan dengan dagu sudut 45)
 Lower oblique (oblique oklusal)
 Indikasi
Deteksi kalkulus radiopak pada kelenjar submandibular
Pemeriksaan posisi buko-lingual gigi M3
Evaluasi perluasan dan ekspansi tulang kista/tumor pada
posterior korpus atau angulus mandibula
 Posisi (pasien tegak lurus agak dimiringkan kea rah
sebaliknya dari arah tube dagu diangkat posisi tube diarahkan
ke aras dank e depan film di belakang angulus mandibula dan
sejajar permukaan lingual mandibula
b. Ekstraoral
i. Oblique lateral
 Indikasi
 Pemeriksaan adanya dan posisi gigi impaksi
 Deteksi fraktur mandibula
 Evaluasi lesi kista tumor dan lesi lain
 Alternatif lain kalau tidak bisa ambil intraoral karena pasien
muntah atau tidak bisa buka mulut
 Liat secara spesifik kelenjar mandibula atau TMJ
 Jenis
 True lateral
 Oblique lateral
 Bimolar (2 oblique laterals dalam satu film)
 Posisi (pasien duduk kepala nyender ke samping agak miring
 True lateral (reseptor gambar dan garis sagittal kepala pasien
pararel dan tube tegak lurus terhadap garis keduanya
 Oblique lateral (reseptor dan garis sagittal tidak sejajar dan tube
tegak lurus dengan reseptor tapi miring (oblique) dari garis
sagittal pasien
ii. Skull dan maksilofasial
 Standar occipitomental (waters)
 Fraktur 1/3 tengah wajah
 le fort I-III
 kompleks zygomatic
 naso-ethmoidal
 orbital blow-out
 Fraktur proc coronoid
 Investigasi antrum maksila
 Investigasi sinus frontal dan ethmoid
 Investigasi sinus sphenoid – harus mulut pasien terbuka
 30 occipitomental
 Fraktur 1/3 tengah wajah (Le Fort I-III)
 Proc coronoid
 Posteroanterior skull
 Investigasi sinus frontal
 Kondisi yang memengaruhi cranium khususnya
 Paget’s disease
 Multiple myeloma
 Hiperparatiroidisme
 Kalsifikasi intrakranial
 Posteroanterior jaw
 Fraktur mandibula pada 1/3 posterior korpus, angulus, ramus,
kondil leher bawah
 Lesi kista atau tumor pada 1/3 posterior korpus atau ramus untuk
melihat ekspansi mediolateral
 Hipo/hiperplasia
 Deformitas maksilofasial
 Reverse towne’s
 Fraktur leher kondil atas
 Fraktur intrakapsular TMJ
 Pemeriksaan kualitas permukaan articular pada kepala kondil
dalam kasus TMD
 Hipo/hyperplasia kondilar
 Rotated posterioanterior
 Batu/kalkulus pada kelenjar parotis
 Lesi seperti kista atau tumor pada ramus untuk melihat ekspansi
medio-lateral
 Infeksi submaseterik – untuk melihat pembentukan tulang baru
 True lateral skull
 Fraktur cranium/basis cranium
 Fraktur 1/3 tengah untuk menunjukkan pergeseran ke bawah atau
ke belakang dari maksila
 Pemeriksaan sinus frontal sphenoidal dan maksilaris
 Kondisi yang memengaruhi tengkorak
 Paget disease
 Myeloma multiple
 Hiperparatiroidisme
 Kondisi yang memengaruhi sella turcica seperti tumor kelenjar
pituitary dalam akromegali
 Submentovertex (SMV)
 Pemeriksaan sinus sphenoidalis
 Pemeriksaan ketebalan posterior mandibula sebelum osteotomy
 Fraktur arcus zygomaticus
 Pemeriksaan basis cranium
8. Interpretasi lesi-lesi
a. Abses periodontal
i. Radiolusen lateral difus
ii. Terdapat kalkulus
iii. Terdapat penurunan crest alveolar
b. Periodontitis
i. Mild penurunan crest alveolar 1-2 mm
ii. Moderate penurunan crest alveolar 3-4 mm
iii. Severe lebih dari 5
iv. Ada kalkulus
c. Periodontitis agresif
i. Penurunan crest alveolar secara vertikal
d. Furcation involvement
i. Lesi radiolusen pada furkasi
 Grade I kurang dari 1/3 akar
 Grade II lebih dari 1/3 apikal
 Grade III lebih dari 2/3 apikal
e. Periodontitis apikalis
i. Melebar lig periodontal melebar sekali pada apeks akar
ii. Lamina dura tidak putis
f. Abses periapikal
i. Melebar lig. periodontal
ii. Gambaran radiolusen berbatas difus di periapikal
iii. Lamina dura putus
g. Osteitis
i. Rarefying osteitis: Radiolusen berbatas difus tapi masih bisaji diliat
sedikit pola tulang trabecular
ii. Sclerosing osteitis: gambaran radiopak berbatas difus pada sekitar apeks
semuanya harus ada dlu kariesnya
h. Osteomyelitis
i. Fase akut
 Batas difus
 Ada transisi dari yang mengalami resorpsi ke normal
ii. Fase kronis
 Kronis non supuratif  bentuk kyk kulit bawang berlapis” radiolusen
dan radiopak
 Kronis supuratif  radiolusen dalamnya radiopak berbentuk seperti
worm eaten
i. Granuloma
i. Radiolusen batas jelas tidak tegas
ii. Ukuran di bawah 1 cm
iii. Episenter pas di apikal harus bersambung dengan apeks akar
j. Kista radicular
i. Radiolusen batas jelas dikelilingi pita radiopak
ii. Bisa melebar lebih dari 1 cm
iii. Harus ada proses karies
k. Kista bifurkasi bukal
i. Pada M1&M2 RB biasanya bilateral
ii. pusat lesi selalu di bifurkasi
iii. radiolusen bulat berbatas tegas dikelilingi pita radiopak
iv. kadang mendorong gigi ke arah lingual jadi mahkota ke arah bukal
l. Periapikal osseous dysplasia
i. episenter apeks akar,
ii. kadang sering terjadi di anterior mandibula tapi bisa terjadi di semua gigi
iii. tepi berbatas tegas, dikelilingi tulang sklerotik
iv. terkadang bentuk ireguler atau bulat atau oval dengan pusat pada apeks
akar
m. Dense bone island
i. radiopasitas pada daerah periapikal
ii. paling banyak di daerah premolar mandibula,
iii. bisa terjadi bahkan jika gigi sudah diexo
iv. tepinya tegas namun kadang menyatu dengan trabekula tulan sekitarnya
tidak ada margin radiolusen atau kapsul radiopak
n. Hipersementosis
i. penumpukan sementum pada seluruh bagian akar
ii. tepi halus ireguler akar nampak gendut
iii. sangat nampak pada daerah ujung apeks
iv. lig perio masih utuh mengelilingi
o. Osteosarcoma
i. posterior mandibula lebih umum/angulus/ramus klo pada maksila di
posterior juga
ii. batas difus
iii. nampak “sunray” pada periosterior
iv. bisa radiolusen/radiolusen-radiopak, dalam lesi bisa kyk
kapas/honeycomb
v. lig perio melebar
vi. dapat merusak kanalis dan lamina dura bisa juga melebarkan kanalis
p. Cemento-osseous fibroma  bilateral dan terjadi di RA dan RB jika hanya
pada satu rahang lebih sering pada mandibula, episenter pada apikal, terjadi di
atas kanal mandibula, tepi tegas dan sklerotik (ada garis putihnya), kadang
radiopak-radiolusen jading radiopak semua nampak seperti kapas, bisa
menggeser kanalis dan antrum, kadang terjadi hipersementosis pada giginya
q. Ossifying fibroma  ekslusif pada tulang wajah (fossa kanina dan arcus
zygomatic) dan mandibula di bawah P&M dan superior dari kanalis
mandibula, berbatas tegas, ada garis radiolusen mengelilingi, bentuk dalam
bisa radiopkan-radiolusen kadang radiolusen bentuk dalamnya bisa seperti
kapas/kepingan salju), ekspansi keluar ke segala arah besarnya sama,
pergeseran gigi, pergeseran kanalis mandibula namun masih utuh, bisa masuk
ke dalam seluruh sinus maksila
r. Fibrous dysplasia  posterior maksila, umumnya unilateral, batas fifus,
dalamnya biasanya densitasnya homogen untuk maksila, mandibula tidak
homogen, bentuk internal bisa granular/ground glas (pecahan/serpihan kaca)
atau seperti kulit jeruk/kapas/tipe padat putih semua, bisa mengekspansi dan
masuk ke antrum
s. Amelobalstoma  ramus mandibula tapi bisa meluas sampai simfisis, klo
maksila dia di daerah M3 meluas ke sinus atau lantai dasar hidung, berbatas
tegas dan tepi ada kortikal, bentuknya tidak regular biasa ada yg masuk,
struktur internal bisa radiolusen semua bisa juga ada septanya
(honeycomb/soap bubble), resorpsi akar ekstesif, mendorong gigi
t. Odontogenik keratocyst  tempatnya klo bukan di posterior kaninus
mandibula di ramus episenternya di atas kanalis mandibula, biasanya
berbentuk lingkaran/oval tepinya bisa bentuk regular atau scalloped, bisa
mendorong dan meresorpsi gigi dan mendorong gigi tapi tidak menyebabkan
ekspansi tulang
u. Adenomatoid odontogenik tumor  75% kasus di maksila daerah I-C-, bisa
berhubungan dengan gigi impaksi, berbatas tegas dan terkortikasi, kadang
bisa ada foci di dalam radiolusensi kadang ada juga radiolusen seluruhnya,
menggeser gigi tapi tidak meresorpsi, tidak ekspansi tulang
v. Benign cementoblastoma  radiolusen-radiopak berbaras tegas dengan tepi
kortikasi dengan pita radiolusen berbentuk cincin di dalam struktur yang
dominan radiopak 3x lebih banyak pada mandibula daerah P-M, berbatas
jelas margin terkortikasi, bentuk struktur internalnya radiolusen dengan garis
radiopak seperti raket, menyebabkan pergeseran dan gigi menjadi mobile tapi
tidak meresorpsi, tanpa ekspansi
w. Non-Hodgkin lymphoma  tepi tidak jelas dan tegas serta invasive,
umumnya di daerah sinus maksilaris, posterior mandibula, biasanya ada
kelihan nyeri, ulserasi, gigi mobile, merasa lemas, pruritus, kehilangan berat
badan, nyeri palpasi, limfadenopati, defisit sensoneural
x. Multiple myeloma  usia 35-70 tahun, pasien lelah, penurunan berat badan,
demam, nyeri tulang, anemia, nyeri tulang belakang bawah, paling banyak di
mandibula, berbatas jelas namun tidak terkortikasi, nampak seperti memar,
struktur internal semua radiolusen
y. Odontogenik myxoma  3x lebih banyak pada mandibula daerah P-M,
berbatas jelas margin terkortikasi, bentuk struktur internalnya radiolusen
dengan garis radiopak seperti raket, menyebabkan pergeseran dan gigi
menjadi mobile tapi tidak meresorpsi, tanpa ekspansi
z. Odontoma
i. Compound  anterior maksila berhubungan dengan gigi C impaksi
bentuknya seperti gigi, punya pita radiolusen batas tegas
ii. Complex  M1 & M2 mandibula, punya pita radiolusen berbatas tegas
untuk keduanya bentuknya tidak jelas
aa. Kista lateral periodontal  lateral gigi, mandibula I2-P2, lesi radiolusen batas
tegas dikelilingi pita radiopak

Anda mungkin juga menyukai